Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA TERNAK

ACARA VI
EKSKRESI N DALAM URIN

Disusun oleh :
Kelompok XXXVIII
Hafidz Akbar Affandi

PT/06307

Ershanti Meifrila

PT/06326

Wisnu Setiadi Nugroho

PT/06341

Agung Nugroho

PT/06349

Novita Ardiarini

PT/06394

Asisten : Yuvanta Lia Fradita

LABORATORIUM BIOKIMIA NUTRISI


BAGIAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013

ACARA VI
EKSKRESI N DALAM URIN

Tujuan Praktikum

Praktikum ekskresi N dalam urine bertujuan untuk menentukan


kadar N total dalam urine sapi PFH dengan metode Kjehldahl.

Tinjauan Pustaka

Urin adalah cairan esensial dari hasil metabolisme nitrogen, sulfur,


garam-garam anorganik dan pigmen (zat warna). Urin diekskresikan
secara rutin setiap hari. Urin didalam tubuh ditampung dalam kandung
kemih melalui ureter. Kandung kemih ini bersifat dapat mengembang
(Kustono, 1997). Komposisi kimia dalam urin sangat kompleks, menurut
Dukes (1995) urin yang normal mengandung air, urea, kreatinin, purin,
allantoin, asam hipurik, amonia, asam amino, sulfat, sulfur, garam
anorganik, pigmen urokron dan urobilin. Senyawa-senyawa yang terdapat
dalam urin yaitu senyawa organik, senyawa anorganik, dan zat-zat lain.
Salah satu senyawa organik adalah urea yang merupakan hasil akhir
utama dari metabolisme protein.
Ekskresi nitrogen yang terkandung dalam urea berhubungan
langsung dengan intake protein. Biasanya urea merupakan 80-90% dari
nitrogen urin total (Mulyani, 1999). Menurut Tahuk et al (2008), kadar urea
dalam urin dapat dipakai untuk mengetahui efisiensi pengguaan protein
dan kecukupan energi pakan. Pembentukan nitrat menjadi nitrogen dapat
terjadi akibat aktifitas mikroorganisme. Penyusunan nitrat dilakukan
secara

bertahap

oleh

beberapa

genus bakteri secara

sinergetik

(Dwijoseputro, 2005). Eksresi nitrogen di urin berasal dari perubahan


kreatin menjadi kreatinin

dan juga urea yang merupakan hasil

katabolisme asam amino. Pada keadaan cadangan protein telah habis,


eksresi N-urin dapat mencapai minimal. Eksresi N pada kondisi minimal
seperti ini disebut dengan N-endogenous urin. N-endogenous urin dapat
digunakan untuk memperkirakan kebutuhan protein untuk hewan.
Beberapa indikator untuk mengukur efektivitas proteksi protein di dalam
rumen salah satunya adalah melalui pengukuran konsentrasi amonia
dalam rumen, ekskresi N di dalam urin dan aliran non-amonia nitrogen ke
dalam abomasum (Reed, 1995).
Menurut Hanafi (2007), apabila sejumlah nitrogen yang terkandung
di dalam pakan serta minuman yang diperoleh hewan itu diketahui maka
dapat pula dihitung berapa banyak nitrogen yang dikeluarkan tubuh
kembali yakni lewat kotoran, air kencing dan sebagainya serta banyaknya
nitrogen yang dipergunakan tubuh hewan itu guna memproduksi protein
otot tubuh. Keseimbangan nitrogen adalah suatu cara untuk mengukur
metabolisme protein di dalam tubuh, keseimbangan nitrogen juga
menentukan apakah nitrogen dalam ransum yang diberikan telah cukup
untuk memenuhi kebutuhannya ataukah harus merombak jaringan
tubuhnya untuk memenuhi kebutuhan ternak sebagai konsekuensi atas
kehilangan pada proses pencernaan pakan (Kamal, 1999).
Yunitasari (2011) menyatakan bahwa protein amonia merupakan
nitrogen yang dibutuhkan mikroba rumen dan bersama dengan kerangka
karbon sumber energi akan disintesis menjadi asam amino dan
selanjutnya menjadi protein mikroba. Molekul NH3 yang dihasilkan dapat
diubah menjadi protein mikroba kemudian mengalir ke abomasum, usus
halus dan hati.
Kapasitas tubuh menyimpan protein (N) dibatasi massa tubuh.
Kelebihan konsumsi protein menyebabkanasam amino di-deaminasi untuk
dimanfaatkan kerangka karbonnya sebagai sumber energi, dan N-nya
diekresikan lewat urin (Tahuk et al., 2008).

Materi dan Metode

Materi
Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum ekskresi N dalam urin
adalah labu destruksi, alat destruksi, api pemanas, erlenmeyer, buret,
statif, corong, alat destilasi, tabung reaksi, gelas ukur, labu Kjehldahl,
kondensor (pendingin), penampung destilat, pipet tetes, tabung reaksi dan
kertas saring.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum ekskresi N dalam
urin adalah urin sapi PO dan PFH, NaOH, katalisator (K2SO4), aquadest,
indikator PP, H3BO3 0,1 N, H2SO4, HCl 0,1 N dan indikator mix.
Metode
Labu disiapkan dan dimasukkan 0,4 ml urin ditambah 4 ml H2SO4
dan 3 gram katalisator kemudian labu ditelakkan dalam pemanas dengan
api kecil. Setelah larutan mulai hitam, labu diputar secara perlahan hingga
berwarna jernih. Setelah 1 jam warna jernih bertahan, destruksi
dihentikan. Hasil destruksi kemudian diencerkan hingga volume 50 ml
atau sampai tanda batas kemudian 20 ml sampel urin hasil destruksi
dimasukkan dalam labu kjehldahl dan ditambahkan 3 tetes indikator PP.
Penampung disiapkan lalu diisi dengan 20 ml H3BO3 dan 3 tetes indikator
mix. Penampung dan labu kjehldahl dipasang kemudian pendingin
dialirkan dan di jaga suhu pendingin agar tidak lebih dari 70 oF. Labu
kjehldahl ditambahkan 20 ml NaOH melalui dinding dan pemanas
dinyalakan pada api kecil. Destilasi dihentikan setelah 5 menit, terhitung
mulai terjadinya tetesan pertama. Hasil destilasi dititrasi dengan HCl 0,1 N
hingga berubah warna. Rumus perhitungan kadar N total dalam urin
Kadar N urin = (X-Y) x N x 0,014 /Z x 100%
Dimana X = HCl titrasi sampel, Y = titrasi blanko, Z = jumlah
sampel, N = 0,1108

Hasil dan Pembahasan

Proses penentuan kadar N total berdasarkan metode kjehldahl


melalui 3 tahap, yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Tahap destruksi
merupakan tahap dekomposisi nitrogen. Tahap destruksi merupakan
tahap penguraian urea pada urin sapi menjadi unsur-unsur yang
menyusunnya yaitu unsur-unsur C, H, O, dan N, selain itu, kertas saring
berfungsi untuk menyaring filtrat pada urin dengan residu (Sudarmadji et
al., 1996). Fungsi penambahan H2SO4 adalah sebagai oksidator untuk
mengikat amonium yang terdapat pada urea menjadi amonium sulfat.
Fungsi katalisator K2SO4 adalah untuk mempercepat reaksi pada proses
destruksi dengan meningkatkan suhu hingga titik optimum. Menurut
Sutandi (2006), Bahan-bahan yang membantu perubahan N menjadi NH4+
adalah garam-garam biasanya K2SO4,Na2SO4, atau H2SO4 yang bertujuan
untuk meningkatkan suhu. Selain itu beberapa katalisator seperti
selenium, air raksa, paraffin cair digunakan untuk merangsang dan
mempercepat oksidasi bahan organik. Sampel organik umumnya menjadi
berwarna hitam dan berarang selama proses destruksi namun lama
kelamaan larutan yang di destruksi menjadi jernih karena terjadinya
pembentukan CO2 akibat dekomposisi organik (Mulyani, 1999).
Tahap destilasi merupakan tahapan pelepasan amoniak oleh
NaOH dan pengikatan amoniak lepas oleh asam borat yang berfungsi
menangkap NH3 yang terlepas. Penambahan NaOH berfungsi untuk
mengubah NH4+ menjadi NH3 dan sebagai pensuasana basa. Pengenceran
larutan hasil destruksi bertujuan untuk mencegah terjadinya ledakan jika
terjadi penambahan alkali selama proses destilasi, penambahan indikator
PP dilakukan untuk mencegah terjadinya reaksi penyabunan. Fungsi
H3BO3 adalah menangkap ion NH3 yang terlepas dari amoniak. Indikator
mix berfungsi untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih. Fungsi
HCl dalam titrasi adalah mengetahui banyaknya asam borat yang bereaksi

dengan nitrogen dalam proses destilasi. Menurut Usman (2012),


penambahan pereaksi seperti NaOH akan berpengaruh terhadap NH3
yang dilepaskan. Oleh karena itu, setelah penambahan pereaksi ini, labu
didih segera ditutup dengan penutup labu yang sudah disediakan pada
alat destilasi tersebut. Jika tidak segera ditutup, NH3 yang akan ditampung
dengan H3BO3 untuk membentuk NH4+ akan berkurang karena menguap
sehingga hasil pengukuran akan lebih kecil dari yang semestinya (Tahuk
et al, 2008).
Hasil dari proses titrasi adalah H3BO3 menangkap NH3 dan
membentuk (NH4)3BO3. Setelah amonia terkumpulkan, maka warna
larutan penerima yaitu H3BO3 akan berubah. Penambahan HCl berfungsi
untuk menetralkan (NH4)3BO3 sehingga perubahan warna terjadi dari hijau
gelap menjadi pink. Blanko berfungsi sebagai faktor koreksi dari adanya
senyawa nitrogen yang berasal dari reagensia yang digunakan.
Ketajaman titik akhir yang diperoleh pada saat titrasi bergantung pada
kekuatan pengikatan NH3 oleh H3BO3 dan indikator (Usman, 2012).
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diperoleh hasil HCl titrasi
sampel (X) 0,28 ml dan kadar N total dalam urin 0,00186%. Menurut
Hernawan (2007) kadar urea nitrogen dalam tubuh sapi umumnya
berkisar antara 0,016% hingga 0,018%. Berdasarkan hasil dan literatur
yang dibandingkan, Kadar N total yang diperoleh normal, hal tersebut
menunjukkan bahwa pemanfaatan protein pada ternak sesuai dengan
kebutuhan. Kandungan N dalam urin yang tinggi juga merupakan indikator
bahwa pemanfaatan protein oleh ternak untuk memenuhi kebutuhannya
tidak maksimal (Tahuk et al., 2008). Menurut Mahdi (2002), tinggi
rendahnya kadar N pada urin sapi dipengaruhi oleh konsumsi pakannya
baik itu kualitas maupun kuantitasnya.

Kesimpulan

Hasil penentuan kadar N total dengan metode kjehldahl pada urin


sapi PFH diperoleh 0,00186% yang menunjukkan pemanfaatan protein
dalam tubuh ternak baik. Faktor yang mempengaruhi kadar N dalam urin
sapi adalah konsumsi pakan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya
serta tinggi-rendahnya jumlah N dalam NH3 yang membentuk NH4+ dalam
urin. Kandungan nitrogen pada urin sapi menggambarkan proses
pemanfaatan protein dalam metabolisme sapi.

Daftar Pustaka

Dukes. 1995. Physiology of Domestic Animal Comstock Publishing. New


York University Collage, Camel.
Dwijoseputro, D. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Imagraph.
Hanafi, N.D. 2007. Perlakuan Silase dan Amoniasi Daun Kelapa Sawit Sebagai
Bahan Baku Pakan Domba. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Hernawan,E. 2007. Injeksi Bovine Somatotrophin dan Penambahan Konsentrat
pada Sapi Holstein Laktasi di Dataran Tinggi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Kamal,M. 1999. Nutrisi ternak dasar. Yogyakarta : Laboratorium Ilmu


Makanan ternak. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada
Kustono. 1997. Fisiologi ternak dasar. Yogyakarta : Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada.
Mahdi,M. 2003. Ekskresi Derivat Purin Sapi PO yang Diberi Pakan di
Bawah Konsumsi Pakan Bebas. Skripsi Sarjana Peternakan,
Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Mulyani, T.G. 1999. Biokimia pada Hewan. Fakultas Kedokteran Hewan.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Reed,J.D. 1995. Nutritional toxicology of tannins and related polyphenols


in forage legumes. J. Anim. Sci. 73: 1516-1528
Sudarmadji.,Haryono,S.,Suhardi,B. 1996. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Yogyakarta : Liberty.
Tahuk,P.K.,Baliarti,E.,Hartadi,H. 2008. Keseimbangan Nitrogen dan
Kandungan Urea Darah Kambing Bligon pada Penggemukan
Dengan Level Protein Pakan Berbeda. J.Indon.Trop.Anim.Agric. 33.
Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Usman. 2012. Teknik Penetapan Nitrogen Total pada Contoh Tanah
Secara Destilasi Titrimetri Dan Kolorimetri Menggunakan
Autoanalyzer. Buletin Teknik Pertanian Vol. 17, No. 1, 2012:41-44.
Bogor : Balai Penelitian Tanah.
Yunitasari,N.S. 2011. Peran Isolat Bakteri Pencerna Serat Dalam
Ruminansia. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Lampiran
1. Perhitungan
Kadar N urin = (X-Y) x N x 0,014/Z x 100%
Dimana X (HCl titrasi sampel) = 0,28 ml, Y (titrasi blanko) = 0,04 ml, Z
(jumlah sampel) = 20 ml.
Kadar N urin = (0,28 0,04) x 0,1108 x 0,014/20 x 100%
= 0,00186%

Anda mungkin juga menyukai