Pengkajian Sistem Imunologi
Pengkajian Sistem Imunologi
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tubuh manusia selalu memiliki cara untuk melindungi diri dari
invasi substansi asing seperti mikroorganisme. Sistem pertahanan
yang kompleks telah berkembang untuk mencegah serangan ini secara
konstan. Sistem pertahanan pada manusia terdiri dari mekanisme dan
respon non spesifik serta respon imun spesifik.
Imunocompetence ada bila system imun tubuh dapat
mengidentifikasi dan menginaktifkan atau menghancurkan substansi
asing. Bila system imun tidakkompeten dan kurang responsive, maka
dapat terjadi infeksi berat, penyakit immunodefisiensi dan keganasan.
Bila sistem imun bereaksi berlebihan, akan terjadi gangguan
gangguan hipersensitivitas, seperti alergi dan penyakit autoimmun.
Untuk dapat menetapkan masalah keperawatan yang terkait
dengan sistem imun, perawat perlu melakukan pengkajian sistem imun
yang sistematis, mencakup anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan diagnostik.
B. TUJUAN
TUJUAN UMUM
Memberikan gambaran tentang pengkajian lanjut sistem imunologi
TUJUAN KHUSUS
1. Memberikan gambaran tentang komponen dan fungsi sitem imun
2. Memberikan gambaran tentang anamnesa yang diperlukan pada
sistem imun
3. Memberikan
gambaran
tentang
pemeriksaan
fisik
yang
BAB II
Tipe Imunitas
Secara umum, pertahanan host terhadap substansi asing adalah sama.
Sebaliknya, mikroorganisme khusus atau molekul dapat mengaktivasi
respon imun spesifik dan mengawali keterlibatan sekumpulan sel sel
imun. Respon spesifik ini diklasifikasikan sebagai kekebalan humoral
atau cell-mediated. Respon ini diproduksi oleh Lymphocytes (sel B dan
sel T)
Imunitas Humoral
Dalam respon ini, invasi antigen menyebabkan sel B membelah dan
berdifferensite
ke
memproduksi
dan
sel
plasma.
mensekresi
Akibatnya
sejumlah
setiap
besar
sel
plasma
antigen
spesifik
2. STEM CELLS
3. THYMUS
immature lymphocytes
are produced as
to become mature T-
lymphocytes.
4. B-LYMPHOCYTES
immune system.
5. T-LYMPHOCYTES
6. T-SUPPRESSOR
These lymphocytes
These lymphocytes
LYMPHOCYTES
These specialized
marrow and
differentiate into
are instructed to
lymphocytes and
turn produce
mature into T-
immunoglobulins
lymphocytes.
immune response.
7. T-HELPER
8. PLASMA CELLS
9. IMMUNOGLOBULINS
LYMPHOCYTES
These highly
These specialized
from B-lymphocytes
specialized protein
lymphocytes "help"
other T-lymphocytes
make
as antibodies, fit
(antibodies).
be produced to match
all possible
microorganisms in our
environment.
C. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan Sekarang
Keluhan umum yang dialami oleh pasien yang mengalami gangguan
imunologi termasuk diantaranya fatigue atau kekurangan energi,
kepala terasa ringan, sering mengalami memar, dan penyembuhan
luka yang lambat.
Ajukan pertanyaan untuk mendapatkan informasi yang lebih detail
tentang penyakit pasien, seperti :
a
Pernahkah
dalam
waktu
dekat
ini
anda
menderita
rash,
luka
yang
lama,
drainage
luka,
induration
mukosa
b. Palpasi
1) Palpasi nadi perifer, dimana seharusnya simetris dan reguler
2) Palpasi abdomen, identifikasi adanya pembesaran organ dan
tenderness
3) Palpasi joint, cek pembengkakan. Tenderness, dan nyeri
4) Palpasi nodus lymph superfisial di area kepala, leher, axilla,
epitrochlear, inguinal dan popliteal. Jika saat palpasi reveals
pembesaran nodus atau kelainan lain, catat lokasi, ukuran,
bentuk, permukaan, konsistensi, kesimetrisan, mobilitas, warna,
tenderness, suhu, pulsasi, dan vaskularisasi dari nodus.
c. Perkusi
Perkusi anterior, lateral, dan posterior dari thorax. Bandingkan satu
sisi dengan sisi lainnya. Bunyi dull mengindikasikan adanya
konsolidasi yang biasa terjadi pada pneumonia. Hiperesonan
(meningkatnya bunyi perkusi) dapat dihasilkan oleh udara yang
terjebak seperti pada asthma bronchial.
d. Auskultasi
1) Auskultasi diatas paru untuk mengecek suara tambahan yang
abnormal. Wheezing bisa ditimbulkan oleh asthma atau respon
alergi. Crackles disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan
seperti pneumonia.
2) Auskultasi bunyi jantung diatas precordium. Auskultasi normal
reveals hanya bunyi jantung 1 dan 2.
9
Cold aglutinin
Rasional
Febrile/cold aglutini adalah antibodi yang menyebabkan agregasi
sel darah merah dalam suhu panas atau dingin. Hal ini dipercaya
disebabkan oleh organisme infeksus yang mempunyai grup
antigenik
sama
dengan
beberapa
yang
diteui
oleh
RBC.
aglutinin
terjadi
pada
infeksi
salmonella,
ricketsia,
Sebelum pemeriksaan
10
immunodeficiency
syndrome
AIDS
serology
(AIDS
screening, HIV antibody tes, western blot tes untuk HIV dan
antibody, ELISA untuk HIV dan antibody)
Tipe tes
darah
yang
didapat
dari
pungsi
vena
sebanyak 7 ml
Nilai normal : tidak ada HIV antigen atau antibodi
Rasional
AIDS serologi tes digunakan untuk mendeteksi antibodi HIV, virus
yang menyebabkan AIDS. HIV diketahui sebagai Human Tlyphotropic
virus
tipe
III
(HTLV-III)
atau
Lymphadenopathy-
11
ELISA untuk tes antibodi HIV dalam serum atau plasma karena ini
tidak mendeteksi antigen virus, sehingga tidak dapat mendeteksi
sebelum antibodi tebentuk. Sensirivitas ELISA tes berkisar 99%
untuk darah dari orang terinfekasi HIV 12 minggu atau lebih.
Kemungkinan
false
negatif
bila
infeksi
terjadi
pada
mingu
pertama.
P24 antigen capture asay dapat mendeteksi lebih cepat dari 2-6
minggu setelah infeksi
Faktor yang mempengaruhi hasil serologi AIDS:
False
positif
Autoimun
disease,
limpoploriferatif
disease,
Sebelum pemeriksaan
Jelaskan pada pasien bahwa pemeriksaan tidak memerlukan
waktu yang lama
Ikuti pentunjuk institusi untuk menjelaskan kerahasiaan dan
informed consent
Kebanyakan pasien akan cemas saat tes, pertahankan
penjelasan yang tidak menghakimi dan berikan waktu pada
klien untuk mengekspresikan perasaannya
Perhatikan universal precaution untuk badan dan darah, pakai
sarung tangan saat mengambil darah. Sarung tangan yang
robek memungkinkan sebagai temapt masuk virus
Setelah pemeriksaan
Berikan tekanan pada bekas vena pungsi untuk mencegah
perdarahan. Awasi adanya perdarahan pada tempat vena
pungsi.
Ikuti kebijakan institusi untuk menyampaikan hasil tes. Hasil
tidak diberikan lewat telpon
12
Nilai normal
IgG anticardiolipin antibodi <23 g/L
IgM anticardiolipin antibodi <11mg/L
Rasional
Antifoffolipid antibodi termasuk ACAs dan lupus antikoagulan.
ACAs (IgG dan IgM) didapatkan sekitar 40% pada pasien dengan
SLE. Dinamakan lupus antikoagulan, karena diperlihtakan > 75%
pasien dengan SLE dan dapat sebagai antikoagulan untuk
memperpanjang fosfolipid dependen koagulasi tes (PTT). Meskipun
demikian
ini
yidak
diasosiasikan
dengan
kondisi
terjadinya
13
Stroke
dengan
pada
usia
peningkatan
dewasa
level
muda
antibodi
dapat
ini.
Kedua
antibodi ini bisa didapatkan pada drug induce lupus, pada nonoutoimune disease seperti sipilis dan infeksi akut dan proses
penuaan normal.
Faktor yang mempengaruhi
False positif pada pasien dengan infeksi sipilis, terjadi cross
reaksi dengan radiolabel antibodiyang digunakan dalam RIA atau
antibodi yang digunakan pada ELISA.
Fase transisi ACAs dapat terjadi pada pasien dengan infeksi,
AIDS, inflamasi, outoimun disease atau kanker
Implikasi keperawatan
Sebelum pemeriksaan
darah
yang
didapat
ddari
vena
pungsi
sebanyak 7 ml
Nilai normal
Dewasa
14
: darah vena
Nilai normal
Rasional
AMA
tes
digunakan
untuk
mendeteksi
outoumun
yang
Tes ini juga tidak hanya untuk outoimun tetapi juga untuk
monitoring respon treatmen. Penelitian menunjukan adanya serum
antibody termasuk komplemen dalam area lesi. Antimyocardial
antibody didapatkan pada 20%-40% pada pasien post myocardial
atau infark myocardial (dressens sindrom). AMA juga mendeteksi
cardiomyopati meskipun peran ini pada akhirnya tidak diketahui.
Implikasi keperawatan
Sebelum pemeriksaan
Nilai normal
Rasional
Aouto antibody diarahkan kepada bahan inti sel lain (anti nuclear
antibody) atau material sitoplasma (anticytoplasmic antibody).
ANA
digunakan
untuk
diagnosa
bermacam-macam
penyakit
ANA
tes
dengan
beratnya
penyakit
adalah
proporsional.
Faktor yang mempengaruhi
False positif pada pengabatan dengan klorotiazid, grizeofulvin,
hidralazin, penicilin, procainamid, dan obat lain.
16
Nilai normal
Total komplemen 75 160 U/ml atau 75 160 U/L (SI unit)
C3
C4
Rasional
Pengukuran komplemen digunakan terutama untuk mendiagnosa
angioedema dan monitor aktifitas penyakit pada pasien SLE
nefritis, membranoproliferatif nefritis, post strepytokokal nefritis,
dan penyakit lain yang diperantarai imun. Serum komplemen
adalah kelompok protein globulin yang sebagian adalah enzim.
Enzim ini memfasilitasi respon imunologik dan inflamasi. Sistem
komplemen merusak sel asing dan mengisolasi antigen asing.
Total komplemen terkadang di beri label CH50, terbuat dari 9
17
Beberapa
komplemen
meningkatkan
kemotaktik,
dengan
peningkatan
antibodi/antigen
(serum
Sebelum pemeriksaan
Jelaskan prosedur pemeriksaan pada pasien. Katakan bahwa
pemeriksaan tidak memerlukan waktu yang lama
Setelah pemeriksaan
Berikan tekanan pada bekas vena pungsi untuk mencegah
perdarahan. Awasi adanya perdarahan pada tempat vena
pungsi.
18
Nilai normal
: <0.8 mg/dl
Rasional
C-reaktif protein (CRP) adalah non spesifik, reaktan fase akut yang
digunakan untuk mendiagnosa infeksi bakterial dan penyakit
inflamasi (akut rematik fever dan RS). CRP juga meningkat pada
nekrosisi jaringan. CRP dalah protein abnormal yang diproduksi
oleh lifer selama proses infeksi akut. Hasil tes positif menunjukan
kejadian, tetapi tida menunjukan penyebab dari reaksi inflamasi
akut. Sintesis CRP dikenalkan dengan antigen-imun kopleks,
bakteri, fungi, dan trauma. Fungsi CRP analog dengan IgG, kecuali
CRP adalah bukan antigen spesifik. CRP berinteraksi dengan
sistem komplemen. Tes CRP lebih sensitif dan indikator respon
cepat dibandingkan dengan ESR. Pda perubahan fase akut
inflamasi, CRP menunjukan peningkatan lebih awal dan dengan
intensitas lebih dibandingkan dengan ESR. CRP tidak tampak
ketika proses inflamasi ditekan dengan agen antiinflamasi, salisilat
atau steroid. Dengan demikian CRP bukanlah hal yang baik untuk
monitoring status penyakit.
Faktor yang mempengaruhi
Faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan CRP menjadi false
positif adalh IUD akibat adanya proses inflamasi
Implikasi keperawatan
Sebelum pemeriksaan
Jelaskan prosedur pemeriksaan pada pasien. Katakan bahwa
pemeriksaan tidak memerlukan waktu yang lama
Setelah pemeriksaan
19
i. Cryoglobulin
Tipe tes
Nilai normal
Rasional
Cryoglobulin
adalh
dipresipitasikan
serum
pada
suhu
imunoglobulin
rendah
dan
abnormal
redissolve
yang
dengan
Implikasi keperawatan
Sebelum pemeriksaan
Jelaskan prosedur pemeriksaan pada pasien. Instruksikan pada
pasien untuk fast 8 jam sebelum mengikuti tes, jika
diindikasikan dari laboratorium.
Setelah pemeriksaan
20
Nilai normal
Rasional
Epstein-Barr virus (EBV) menginfeksi 80% populasi US. Setelah
infeksi, virus dormant tetapi dapat diaktifkan kembali. EBV dapan
menghasilkan infeksi monoklonal (IM), yang dapat terlihat pada
anak-anak, remaja dan dewsa. Manifestasi klinis berupa fatigue
akut,
demam,
nyeri
tenggorokan,
limpadenopati
dan
21
kali
pemulihan,
anti-VCA
dan
anti-EA
antibodi
Nilai normal
Metode westergren
22
Pria
15 mm/jam
Perempuan 20 mm/jam
Anak 10 mm/jam
Rasional
Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) adalah tes non-spesifik
untuk mendeteksi penyakit yang dihubungkan dengan akut atau
kronik infeksi, inflamasi (penyakit vaskuler kolagen), neoplasma,
nekrosis jaringan infark.
ESR mengukur endapan RBC dalam larutan saline atau plasma
dalam periode spesifik. Karena inflamasi, neoplasma, infeksi dan
nekrosis meningkatkan protein (terutama fibrinogen) yang mengisi
plasma, RBC cenderung bertumpuk satu dengan yang lain., yang
meningktakan berat dan menyebabkan turun dengan cepat.
hasil
Beberapa
anemia
akan
menyebabkan
peningkatan
Implikasi keperawatan
Sebelum pemeriksaan
23
Nilai normal
: negatif
Rasional
Human lymphocyte antigens (HLAs) berada di permukaan WBC
dan semua nukleus sel di jaringan lainnya., HLA selalu mendeteksi
lebih mudah permukaan limfosit. Keberadaan dan kehilangan
antigen ini dijelaskan oleh 4 gen kromosom 6. Kontrol gen lain
menunjukan atau menutupi adanya HLA-A, B, C atau D.
Sistem
HLA
antigen
digunakan
untuk
mengindikasikan
Survival
transplanatsi
jaringan
meningkat
jika
Sebelum pemeriksaan
Jelaskan prosedur pemeriksaan pada pasien. Katakan bahwa
pemeriksaan tidak memerlukan waktu yang lama
Setelah pemeriksaan
24
: darah vena 7 ml
Nilai normal
: negative
Rasional
Beberapa tipe HTLV, retrovirus, affect human. Virus endemik di
Jepang, pulau Karibia, Amerika selatan, dan Afrika.
HTLV-I di asosiasikan dengan T-sel leukimia dewasa/limpoma dan
penyakit neurologik seperti Spastik tropikal paraparesis. HTLV_II di
asosiasikan dengan adult hairy cell leukimia.
Meskipun HTLV dan HIV keduanya agen HIV, dan kedauanyya
retrovirus, infeksi HTLV tidak dihubungkan dengan AIDS. Transmisi
HTLV
hampir
sama
dengan
transmisi
HIV
(cairan
tubuh
Nilai normal
IgG:
Dewasa
:565-1765 mg/dl
25
Anak:
4-12 tahun
: 460-1600 mg/dl
2-3 tahun
: 420-1200 mg/dl
1 tahun
: 340-1200 mg/dl
6-9 bulan
: 220-900 mg/dl
2-5 bulan
: 200-700 mg/dl
1 bulan
: 250-900 mg/dl
IgA:
Dewasa
: 85-385 mg/dl
Anak:
4-12 tahun
: 25-350 mg/dl
2-3 tahun
: 18-150 mg/dl
1 tahun
: 15-110 mg/dl
6-9 bulan
: 8-80 mg/dl
2-5 bulan
: 4-80 mg/dl
1 bulan
: 1-4 mg/dl
IgM:
Dewasa
:55-375 mg/dl
Anak:
9-12 tahun
: 50-250 mg/dl
1-8 tahun
: 45-200 mg/dl
6-9 bulan
: 35-125 mg/dl
2-5 bulan
: 25-100 mg/dl
1 bulan
: 20-80 mg/dl
diukur
untuk
memberikan
mengetahui
jumlah
terkecil
penyakt
dalam
alergi.
IgD
imunoglobulin
yang
jarang
imun
elektriforesis
digunakan
untuk
mendetksi
dan
o. Lymphocyte immunophenotyping
Tipe tes
ml dalam EDTA
Nilai normal
Sel
Sel T
Thelper (CD4)
T
suppressor
Prosentase (%)
60-95
60-75
25-30
Jumlah sel/l
800-2500
600-1500
300-1000
(CD8)
27
Sel B
Natural killer cell
CD4/CD8
rasio
4-25
4-30
100-450
75-500
>1.0
Rasional
Semua limfosit berasal dari sel stem dalam sumsum tulang.
Limfosit yang matang di bone marrow dinamakan limfosit sel B.
Limfositt
ini
menyediakan
humoral
antibody
(memproduksi
total limfosit
Nikotin dan aktifitas berat dapat menurunkan limfosit,
Implikasi keperawatan
Sebelum pemeriksaan
Jelaskan prosedur pemeriksaan pada pasien. Katakan bahwa
pemeriksaan tidak memerlukan waktu yang lama
Pertahankan sikap tidak menghakimi terhadap praktek seksual
pasien
Berikan waktu bagi pasien untuk mngekspresikan perasaannya
terkait dengan kemungkinan hasil tes
28
Setelah pemeriksaan
Berikan tekanan pada bekas vena pungsi untuk mencegah
perdarahan. Awasi adanya perdarahan pada tempat vena
pungsi.
Anjurkan pasien untuk memperhatikan tempat vena pungsi.
Pasien dengan AIDS atau resipien organ adalah imunocompromi
dab mudah untuk infeksi
Minta pasien untuk mendiskusikan harapannya terhadap
informasi prognosa yang dapat ditunjukan dari hasil tes ini.
p. Mononucleosis spot tes
Tipe tes
Nilai normal
: 1:28 titer
Rasional
Mononukleus spot tes membantu dalam mendiagnosa infeksi
mono nukleus, penyakit yang disebabkan oleh EBV. Sering orang
dewasa
muda
terinfeksi
mononukleosis.
Penampakan
klinis
antibodi
dalam
serum
pasien
tersebut,
yang
29
Nilai normal
Negatif (<60 U/ml dengan nephelometric testing)
Pasien Lansia bisa secara nyata menunjukan peningkatan
nilai
Rasional
Rematoid Faktor (RF) tes digunakan untuk mendiagnosa RA,
inflamasi kronik pada sebagian besar persendian. Pada penyakit
ini, IgG antibodi diproduksi oleh limfosit dalam membran sinovial
bertindak sebagai antigen. IgG dan IgM antibodi lain bereaksi
dengan antigen ini untuk memproduksi kompleks imun. Kompleks
imun ini mengakstifkan sistem komplemen dan sistem inflamasi
yang menyebabkan kerusakan sendi.
RF tes mengidentifikasi IgM antibodi. Hampir 80% pasien dengan
RA mempunyai titer RF positif. RF harus dijumpai dalam titer
pengenceran lebih
besar
dari
1:80.
Jika
kurang
dari
1:80
Sebelum pemeriksaan
asuhan
keprawatan
spesifik
untuk
individu
yang
31
Potensial infeksi
Potensial nyeri
32
BAB III
PENGKAJIAN LANJUT PADA GANGGUAN SISTEM IMUNOLOGI
A. Human Immunodeficiency Virus Acquired
Immunodeficiency
Definisi
AIDS adalah suatu penyakit virus yang menyebabkan kolapsnya sistem
imun dan bagi kebanyakan penderita, kematian dalam 5 tahun setelah
diagnosis (Corwin hal 78, 2001).
mulai
mengalami
berbagai
infeksi
oportunistik,
yang
33
oportunistik
Pneumocytis
carinii.
Dapat
timbul
susunan
saraf
pusat
adalah
defek
motorik,
kejang,
Yang sering
Masalah
dilakukan
melalui
pemeriksaan
cairan
oral
dan
urine.
34
infant sampai usianya diatas 18 bulan. Karena alasan itu, deteksi dini
terhadap infeksi HIV pada infant tergantung pada pemeriksaan antigen
HIV melalui penggunaan HIV DNA polymerase chain reaction (PCR), HIV
RNA PCR atau kultur viral. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut dapat
secara pasti mendiagnosa HIV pada infant berusia 4 minggu yang
terinfeksi.
Studi laboratorium untuk infeksi HIV
Perkembangan infeksi HIV dimonitor oleh jumlah sel T CD4 +. Sesuai
dengan perkembangan penyakit, biasanya terdapat penurunan jumlah
sel T CD4+ yang merupakan suatu tanda terjadinya penurunan fungsi
imun.
dengan HIV RNA PCR atau dengan tes branched-chain DNA (bDNA).
Pemeriksaan ini menyediakan informasi yang membantu menetapkan
kapan memulai terapi, keberhasilan terapi dan apakah tujuan-tujuan
klinik tercapai.
35
b.
Konseling
setelah
dilakukannya
pemeriksaan
harus
Apabila
risiko
terakhir
ditemukan,
anjurkan
untuk
e.
kembali
pemeriksaan
yang
lebih
spesifik
untuk
Apabila hasilnya tidak dapat ditentukan, maka langkahlangkah berikut ini diambil:
Apabila dari hasil pengkajian yang lebih dalam terhadap risiko
terinfeksi ditemukan bahwa individu tidak memiliki riwayat
aktifitas yang berisiko tinggi, tenangkan klien bahwa dia tidak
mungkin
terinfeksi
HIV
dan
anjurkan
untuk
melakukan
untuk
menurunkan
risiko
infeksi
untuk
melindungi
37
pada
fotopobia;
rektal,
nyeri
diplopia,
retrosternal;
kehilangan
penglihatan
penglihatan;
kabur,
gangguan
melakukan
tindakan
untuk
mengontrol
kelahiran,
koping
toleransi
stres:
tingkat
stres,
rasa
38
papiledema.
f.
Pernafasan:
takipnea,
dispnea,
retraksi
interkostal;
krakles,
perikardial
friction
rub,
murmur,
bradikardia,
takikardia.
h. Pencernaan: lesi pada mulut, melepuh (HSV), bintik-bintik berwarna
putih abu-abu (kandida), lesi putih yang tidak terasa nyeri pada
aspek
lidah
lateral
(leukoplakia
berbulu),
perubahan
warna;
j.
k. Reproduksi:
oleh
bDNA
atau
PCR,
penurunan
CD4+
lymfosit,
Nyeri akut
b.
Antisipasi berduka
c.
Cemas
d.
e.
f.
g.
h.
Kelelahan
i.
Hyperthermia
j.
Diare
k.
l.
m.
n.
o.
p.
Isolasi sosial
q.
Distress spiritual
r.
s.
Konflik keputusan
t.
u.
v.
Ketidakrelaan
w.
Kehilangan kekuatan
x.
40
Muskuloskeletal
a. Polyarthralgia dg kekakuan di pagi hari mrpkn keluhan pertama
klien.
b. Arthritis dialami oleh >90% pasien dg SLE.
41
42
Infeksi
a. Pasien
dg
SLE
memiliki
kerentanan
yg
tinggi
thd
infeksi,
LE sel prep
g. Urinalysis
h. X-ray pada persendian yang terpengaruh
i.
X-ray dada
j.
Pengkajian Keperawatan
Data subyektif
a. Informasi kesehatan yang penting
psikologis;
adanya
pernyataan
peningkatan
aktifitas
serangan,
antibiotik-antibiotik
(ada
kemungkinan
menderita
penyakit-penyakit
autoimun;
seringnya
deformitas;
nafas
pendek,
dyspnea;
kelelahan
yang
berlebihan.
Data obyektif
a. Umum: demam, limpadenopati, edema pada periorbital
b. Integumen:
alopesia;
keratokonjunctivitis,
ruam
kering,
berbentuk
kulit
seperti
kepala
bersisik;
kupu-kupu
pada
44
vaskulitis;
pericardial
friction
rub;
hipertensi,
(ANA);
anemia,
leukopenia,
trombositopenia;
berhubungan
dimanifestasikan
oleh
dengan
proses
kekurangan
energi,
penyakit
yang
ketidakmampuan
akut
berhubungan
dengan
proses
penyakit
dan
dengan
kurang
pengetahuan
dari
pengobatan
BAB IV
PENUTUP
Sistem imunologi merupakan sistem yang berperan dalam
pertahanan tubuh manusia. Sistem ini terdiri dari sel darah khusus
( Limfosit dan Monosit ) dan struktur khusus seperti nodus limfe,
spleen, thymus, bone marrow, tonsil , adenoid dan appendiks. Imunitas
tubuh manusia ini meliputi imunitas humoral dan imunitas cellmediated.
Untuk
dapat
memberikan
asuhan
keperawatan
yang
Gangguan
rash
pada
integritas
kulit
dan
kulit
berhubungan
alopesia,
dengan
Intoleransi
aktifitas
manajemen/penatalaksanaan
regimen
terapeutik
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa
Brahm U. Pendit. EGC. Jakarta.
Lewis, Sharon Mantik et al. (2004). Medical Surgical Nursing Vol.
2. Mosby Year Book. St. Louis, Missouri.
Jaffe, Marie S. (1996). Medical Surgical Nursing Care Plans
(Nursing Diagnosis and Intervention). Appleton and Large.
Connecticut.
Pagana, Kathleen Deska, 1999. Diagnostic Testing and Nursing
Implications, A Case Study Approach 5 th edition. Mosby Inc.
St Louis Missoury
Sneltzen, Suzanne C. & Brenda G. Bare. (1996). Medical Surgical
Nursing 8th edition. Lippincot. Philadelphia.
http://www.healthatoz.com/healthatoz/atoz/ency/aids_test.jsp.
akses 8 September 2006
tanggal
http://www.medicinet.com/rheumatoid_arthritis/page4.html.
akses 8 September 2006
tanggal
http://health.reports.com/lupus-wellness.html.
September 2006
tanggal
akses
47