Setelah kematian, otot-otot tubuh akan melalui tiga fase. Pertama, terjadi
inisial flaksid atau flaksid primer segera setelah kematian somatik, yaitu relaksasi
tubuh dan mata tapi masih berespon terhadap rangsangan kimia dan listrik. Tahapan
kedua, yaitu onset rigiditas otot yang disebut kaku mayat. Tidak ada lagi respon
terhadap rangsang kimia dan listrik. Terakhir, fase flaksid sekunder, ketika kaku
mayat hilang dan terjadi pembusukan, terbentuk kaku mayat karena kombinasi aktin
dan myosin otot akibat kurangnya ekstensibilitas otot.1,3
Pada otot orang hidup terdapat cadangan glikogen. Glikogen oleh enzim
diubah menjadi asam laktat dengan berupa energi dalam ikatan senyawa fosfat.
Energi ini kemudian berikatan dengan ADP menjadi ATP. ATP digunakan untuk
memisahkan ikatan aktin dan myosin sehinggan terjadi relaksasi otot. Bila cadangan
glikogen dalam otot habis, maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan myosin
menggumpal dan otot menjadi kaku.1
Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai
tampak kira-kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot
kecil) ke arah dalam (sentripetal). Teori lama menyebutkan bahawa kaku mayat ini
menjalar kraniokaudal. Setelah mati klinis 12 jam, lewat 36 jam pasca mati klinis,
tubuh mayat mulai lemas kembali sesuai urutan terbentuknya kekakuan . ini disebut
dengan relaksasi sekunder. Kaku mayat umumnya tidak disertai pemendekan serabut
otot, tetapi jika sebelum terjadi kaku mayat otot berada pada posisi teregang, maka
saat kaku mayat terbentuk akan terjadi pemendekan otot.1
setempat. Salah satu kematian intravital. Kasus yang bias kita temukan mayat
mengalami cadaveric spasme, yaitu bunuh diri dengan pistol atau senjata tajam, mati
tenggelam, mati mendaki gunung, pembunuhan dimana korban menggenggamkan
robekan pakaian pembunuh.
Table 1. Perbedaan Cadaveric spasm dengan kaku mayat
Cadaveric Spasm
Kaku mayat
Waktu terjadinya
Cenderung intravital
Post mortal
Relaksasi primer
Tidak ada
Ada
Timbulnya
Cepat
Lambat
Derajat waktu
Lamanya
Lambat hilang
Cepat
Koordinasi otot
Baik
Kurang
Lokasi otot-otot
Menyeluruh
2. Heat stiffening, yaitu kekakuan pada otot akibat koagulasi protein otot oleh panas.
Otot-otot bewarna merah muda, kaku, tetapi rauh (mudah robek). Keadaan ini dapat
dijumpai pada mati terbakar. Pada Heat stiffening serabut-serabut ototnya memendek
sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha dan lutut, membentuk seperti petinju
(pugilistic attitude). Perubahan sikap ini tidak memberikan arti tertentu bagi sikap
sesame hidup, intravitalitas, penyebab atau cara kematian.
3. Cold stiffening. Yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin, sehingga terjadi
pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi ditekuk akan terdengar bunyi
pecahnya es dalam rongga sendiri.
penting. Rigor mortis terjadi akibat hilangnya ATP. ATP digunakan untuk
memisahkan ikatan aktin dan myosin sehingga terjadi relaksasi otot. Namun karena
pada saat kematian proses metabolisme tidak terjadi sehingga tidak ada produksi
ATP. Karena kekurangan ATP sehingga kepala miosin tidak dapat dilepaskan dari
filamen aktin, dan sarkomer tidak dapat berelaksasi. Karena hal ini terjadi pada
semua otot tubuh maka terjadilah kekakuan dan tidak dapat digerakkan.ATP
dibutuhkan untuk mengambil kembali kalsium ke dalam retikulum sarkoplasma dari
sarkomer. Untungnya ketika otot berelaksasi, kepala miosin dikembalikan
keposisinya, siap dan menunggu untuk berikatan dengan sisi dari filamen aktin.
Sebab tidak ada ATP yang bisa digunakan, pelepasan ion kalsium tidak dapat
kembali ke retikulum sarkoplasma. Ion kalsium bergerak melingkar di samping
sarkomer dan menemukan cara untuk berikatan dengan sisi filamen tebal dari protein
regulator.
Timbul : 1-3 jam postmortem (rata-rata 2 jam), dipertahankan 6-24 jam,
dimulai dari otot kecil : rahang bawah, anggota gerak atas, dada, perut dan anggota
bawah kemudian kaku lengkap. Menurun setelah 24 jam.
Pembeda
Rigor Mortis
Waktu
Cadaveric Spasm
Faktor
predisposisi
Etiologi
dll.
Habisnya cadangan glikogen
secara general.
otot setempat.
tertentu.
Pola
terjadinya
kaku otot
Kepentingan
medikolegal
Pembeda
Rigor Mortis
Cadaveric Spasm
Suhu mayat
Dingin.
Hangat.
Ada.
Tidak ada.
Ada
Tidak ada
Kematian
sel.
Relaksasi
primer
Timbulnya
Lambat
Cepat
Lamanya
Cepat hilang
Kurang
Baik
Menyeluruh
tenaga.
melawannya.
Koordinasi
otot
Lokasi otot
Rangsangan
sel.
Kaku otot.
o akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati
klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal
o kaku mayat timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi
primer, mayat langsung mengalami kekakuan secara terus-menerus sampai terjadi
relaksasi sekunder
o Terlihat pada kasus : bunuh diri dengan pistol atau senjata tajam, mati tenggelam,
mati mendaki gunung, pembunuhan dimana korban menggenggam robekan pakaian
pembunuh
2. Heat stiffening :
o kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas
o serabut-serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha
dan lutut, membentuk sikap petinju (pugilistic attitude) pada kasus mati terbakar
3.
Cold stiffening
o terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak
subkutan dan otot
Pembusukan / Decomposition
Pembusukan adalah proses degradasi jaringan pada tubuh mayat yang terjadi
sebagai akibat proses autolisis dan aktivitas mikroorganisme. Di Maio mengatakan
autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril
melalui proses kimia yang disebabkan oleh enzim-enzim intraseluler, sehingga organorgan yang kaya dengan enzim-enzim akan mengalami proses autilisis lebih cepat
daripada organ-organ yang tidak memiliki enzim, dengan demikian pancreas akan
mengalami autolisis lebih cepat dari pada jantung.2
Proses autolisis ini tidak dipengaruhi oleh mikroorganisme oleh karena itu
pada mayat yang steril misalnya mayat bayi dalam kandungan proses autolisis ini
tetap terjadi.2
Atmaja, Dahlan dan Marshall mengatakan proses auotolisis terjadi sebagai
akibat dari pengaruh enzim yang dilepaskan pasca mati. Mula-mula yang terkena
ailah nukleoprotein yang terdapat pada kromatin dan sesudah itu sitoplasmanya,
kemudian dinding sel akan mengalami kehancuran sebagai akibatnya jaringan akan
menjadi lunak dan mencair.2
Pada mayat yang dibekukan pelepasan enzim akan terhambat oleh pengaruh
suhu yang rendah maka proses autolisis ini akan dihambat demikian juga pada suhu
tinggi enzim-enzim yang terdapat pada sel akan mengalami kerusakan sehingga
proses ini akan terhambat pula.2
Coe and Currant mengatakan pembusukan adalah proses penghancuran
jaringan pada tubuh yang disebabkan terutama oleh bakteri anaerob yang berasal dari
utamanya,
sedangkan
bakteri
yang
lain
seperti
Streptococcus,
Perubahan warna ini juga dapat dilihat pada permukaan organ dalam seperti
hepar, dimana hepar merupakan organ yang langsung kontak dengan kolon
transversum.2
Bakteri ini kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan berkembang biak
didalamnya yang menyebabkan hemolisa yang kemudian mewarnai dinding
pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Bakteri ini memproduksi gas-gas
pembusukan yang mengisi pembuluh darah yang menyebabkan pelebaran pembuluh
darah superfisial tanpa merusak dinding pembuluh darahnya sehingga pembuluh
darah beserta cabang-cabangnya tampak lebih jelas seperti pohon gundul (arborescent
pattern atau arborescent mark) yang sering disebut marbling. Selain bakteri
pembusukan ini banyak terdapat dalam intestinal dan paru bakteri-bakteri ini
cenderung berkumpul dalam sistem vena, maka gambaran marbling ini jelas terlihat
pada bahu,dada bagian atas, abdomen bagian bawah dan paha.2
Bila Cl.Welchii mulai tumbuh pada satu organ parenchim, maka sitoplasma
dari organ sel itu akan mengalami desintegrasi dan nukleusnya akan dirusak sehingga
sel menjadi lisis atau rhexis. Kemudian sel-sel menjadi lepas sehingga jaringan
kehilangan strukturnya. Secara mikroskopis bakteri dapat dilihat menggumpal pada
rongga-rongga jaringan dimana bakteri tersebut banyak memproduksi gelembung gas.
Ukuran gelembung gas yang tadinya kecil dapat cepat membesar menyerupai honey
combed appearance. Lesi ini dapat dilihat pertama kali pada hati.2
Kemudian permukaan lapisan atas epidermis dapat dengan mudah dilepaskan
dengan jaringan yang ada dibawahnya dan ini disebut skin slippage. Skin slippage
ini menyebabkan identifikasi melalui sidik jari sulit dilakukan. Pembentukan gas
yang terjadi antara epidermis dan dermis mengakibatkan timbulnya bula-bula yang
bening, fragil, yang dapat berisi cairan coklat kemerahan yang berbau busuk. Cairan
ini kadang-kadang tidak mengisi secara penuh di dalam bula. Bula dapat menjadi
sedemikian besarnya menyerupai pendulum yang berukuran 5 - 7.5cm dan bila pecah
meninggalkan daerah yang berminyak, berkilat dan berwarna kemerahan, ini
disebabkan oleh karena pecahnya sel-sel lemak subkutan sehingga cairan lemak
keluar ke lapisan dermis oleh karena tekanan gas pembusukan dari dalam. Selain itu
epitel kulit, kuku, rambut kepala, aksila dan pubis mudah dicabut dan dilepaskan oleh
karena adanya desintegrasi pada akar rambut.2,3
Selama terjadi pembentukan gas-gas pembusukan, gelembung-gelembung
udara mengisi hampir seluruh jaringan subkutan. Gas yang terdapat di dalam jaringan
dinding tubuh akan menyebabkan terabanya krepitasi udara. Gas ini menyebabkan
pembengkakan tubuh yang menyeluruh, dan tubuh berada dalam sikap pugilistic
attitude.2
Scrotum dan penis dapat membesar dan membengkak, leher dan muka dapat
menggembung, bibir menonjol seperti frog-like-fashion, Kedua bola mata keluar,
lidah terjulur diantara dua gigi, ini menyebabkan mayat sulit dikenali kembali oleh
keluarganya. Pembengkakan yang terjadi pada seluruh tubuh mengakibatkan berat
badan mayat yang tadinya 57 - 63 kg sebelum mati menjadi 95 - 114 kg sesudah
mati.2
Tekanan yang meningkat didalam rongga dada oleh karena gas pembusukan
yang terjadi didalam cavum abdominal menyebabkan pengeluaran udara dan cairan
pembusukan yang berasal dari trachea dan bronchus terdorong keluar, bersama-sama
dengan cairan darah yang keluar melalui mulut dan hidung. Cairan pembusukan dapat
ditemukan di dalam rongga dada, ini harus dibedakan dengan hematotorak dan
biasanya cairan pembusukan ini tidak lebih dari 200 cc.
Pengeluaran urine dan feses dapat terjadi oleh karena tekanan intra abdominal yang
meningkat. Pada wanita uterus dapat menjadi prolaps dan fetus dapat lahir dari uterus
yang pregnan.2
Pada anak-anak adanya gas pembusukan dalam tengkorak dan otak
menyebabkan sutura-sutura kepala menjadi mudah terlepas. Organ-organ dalam
mempunyai
kecepatan
pembusukan
yang
berbeda-beda
dalam.
Jaringan
intestinal,medula adrenal dan pancreas akan mengalami autolisis dalam beberapa jam
setelah kematian. Organ-organ dalam lain seperti hati, ginjal dan limpa merupakan
organ yang cepat mengalami pembusukan. Perubahan warna pada dinding lambung
terutama di fundus dapat dilihat dalam 24 jam pertama setelah kematian. Difusi
cairan dari kandung empedu kejaringan sekitarnya menyebabkan perubahan warna
pada jaringan sekitarnya menjadi coklat kehijauan. Pada hati dapat dilihat gambaran
honey combs appearance, limpa menjadi sangat lunak dan mudah robek, dan otak
menjadi lunak.2,3
Organ dalam seperti paru, otot polos, otot lurik dan jantung mempunyai
kecendrungan untuk lambat mengalami pembusukan. Sedangkan uterus non gravid,
dan prostat merupakan organ yang lebih tahan terhadap pembusukan karena
strukturnya yang berbeda dengan jaringan yang lain yaitu jaringan fibrousa. Organorgan ini cukup mudah dikenali walaupun organ-organ lain sudah mengalami
pembusukan lanjut. Ini sangat membantu dalam penentuan identifikasi jenis
kelamin.2
Yang menarik pada pembusukan lanjut dari organ dalam ini adalah
pembentukan granula-granula milliary atau milliary plaques yang berukuran kecil
dengan diameter 1-3 mm yang terdapat pada permukaan serosa yang terletak pada
endotelial dari tubuh seperti pleura, peritoneum, pericardium dan endocardium.
Milliary plaques ini pertama kali ditemukan oleh Gonzales yang secara mikroskopis
berisi kalsium pospat, kalsium karbonat, sel-sel endotelial, massa seperti sabun dan
bakteri, yang secara medikolegal sering dikacaukan dengan proses peradangan atau
keracunan.2
Pada orang yang obese, lemak-lemak tubuh terutama perirenal, omentum dan
mesenterium dapat mencair menjadi cairan kuning yang transluscent yang mengisi
rongga badan diantara organ yang dapat menyebabkan autopsi lebih sulit dilakukan
dan juga tidak menyenangkan.2
Disamping bakteri pembusukan insekta juga memegang peranan penting
dalam proses pembusukan sesudah mati. Beberapa jam setelah kematian lalat akan
hinggap di badan dan meletakkan telur-telurnya pada lubang-lubang mata, hidung,
mulut dan telinga. Biasanya jarang pada daerah genitoanal. Bila ada luka ditubuh
mayat lalat lebih sering meletakkan telur-telurnya pada luka tersebut, sehingga bila
ada telur atau larva lalat didaerah genitoanal ini maka dapat dicurigai adanya
kekerasan seksual sebelum kematian. Telur-telur lalat ini akan berubah menjadi larva
dalam waktu 24 jam. Larva ini mengeluarkan enzim proteolitik yang dapat
mempercepat penghancuran jaringan pada tubuh.2,3
Insekta tidak hanya penting dalam proses pembusukan tetapi meraka juga
memberi informasi penting yang berhubungan dengan kematian. Insekta dapat
dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian, memberi petunjuk bahwa tubuh
mayat telah dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya, memberi tanda pada badan
bagian mana yang mengalami trauma, dan dapat dipergunakan dalam pemeriksaan
toksikologi bila
pembusukan.2
Hasil akhir dari proses pembusukan ini adalah destruksi jaringan pada tubuh
mayat. Dimana proses ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Aktifitas pembusukan
sangat optimal pada temperatur berkisar antara 70-100F (21,1-37,8C) aktifitas ini
dihambat bila suhu berada dibawah 50F(10C) atau pada suhu diatas 100F (lebih
dari 37,8C) (Basbeth F, 2009).
Bila mayat diletakkan pada suhu hangat dan lembab maka proses pembusukan
akan berlangsung lebih cepat. Sebaliknya bila mayat diletakkan pada suhu dingin
maka proses pembusukan akan berlangsung lebih lambat.2
Pada mayat yang gemuk proses pembusukan berlangsung lebih cepat dari
pada mayat yang kurus oleh karena kelebihan lemak akan menghambat hilangnya
panas
tubuh
dan
kelebihan
darah
merupakan
media
yang
baik
untuk
berada dalam posisi karakteristik yaitu kepala dan kedua anggota gerak berada di
bawah sedangkan badab cenderung berada di atas akibatnya lebam mayat lebih
banyak terdapat di daerah kepala sehingga kepala menjadi lebih busuk dibandingkan
dengan anggota badan yang lain.2
Pada mayat yang tenggelam di dalam air proses pembusukan umumnya
berlangsung lebih lambat dari pada yang di udara terbuka. Pembusukan di dalam air
terutama dipengaruhi oleh temperatur air, kandungan bakteri di dalam air. Kadar
garam di dalamnya dan binatang air sebagai predator.2
Degradasi dari sisa-sisa tulang yang dikubur juga cukup bervariasi.
Penghancuran tulang terjadi oleh karena demineralisasi, perusakan oleh akar
tumbuhan. Derajat keasaman yang terdapat pada tanah juga berpengaruh terhadap
kecepatan penghancuran tulang. Sisa-sisa tulang yangn dikubur pada tanah yang
mempunyai derajat keasaman yang tinggi lebih cepat terjadi penghancuran daripada
tulang yang di kubur di tanah yang bersifat basa.2
Faktor-faktor yang mempengaruhi cepat-lambatnya pembusukan mayat, yaitu
:
a. dari luar
1) Mikroorganisme/sterilitas.
2) Suhu optimal yaitu 21-380C (70-1000F) mempercepat pembusukan. Berhenti pada
suhu 2120F
3) Kelembaban udara yang tinggi mempercepat pembusukan.
4) Sifat medium. Udara : air : tanah = 8 : 2 : 1 (di udara pembusukan paling cepat, di
tanah paling lambat). Hukum Casper.
b. dari dalam
1) Umur. Bayi yang belum makan apa-apa paling lambat terjadi pembusukan.
2) Konstitusi tubuh. Tubuh gemuk lebih cepat membusuk daripada tubuh kurus.
3) Keadaan saat mati. Udem, infeksi dan sepsis mempercepat pembusukan. Dehidrasi
memperlambat pembusukan.
4) Seks. Wanita baru melahirkan (uterus post partum) lebih cepat mengalami
pembusukan.
Perbedaan
Bulla Pembusukan
Kecoklatan
Kuning
Tinggi
Hiperemis
Dasar bulla
Merah pembusukan
Intraepidermal
Ada
Tidak ada
Intravital
DAFTAR PUSTAKA
1. Sampurna Budi, Zulhasmar Samsu. Tanatologi dan Perkiraan Saat Kematian
dalam
Peranan Ilmu Forensik dalamPenegakan Hukum, Sebuah Pengantar. Jakarta.
2004.
2. Basbeth F, 2009. Dekomposisi Pasca Mati. Bagian Forensik & Medikolegal
FKUI Jakarta.
3. Keith Simpson CBE, Bernard Knight. Forensic Medicine. 9th edition. ????
4. Apuranto Hariadi, Hoediyanto. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal. BAgian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas
Kedokteran Universita Airlangga, Surabaya. 2007