OLEH :
SAUBANUR RAMADHAN S.Ked
13174056
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH
RSUD ACEH TAMIANG
2014
0
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus kepaniteraan klinik ilmu kandungan dan kebidanan yang
berjudul Atonia Uteri.
Adapun penyusunan laporan kasus ini untuk memenuhi tugas yang diberikan pada
kepaniteraan klinik di RSUD Aceh Tamiang dan juga untuk membantu penyusun, untuk
memahami lebih lanjut mengenai Atonia Uteri.
Penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Eliza Ayuwardani Sp.OG
selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dengan sabar hingga akhirnya laporan
kasus ini dapat diselesaikan. Terima kasih juga saya sampaikan kepada orangtua dan temanteman yang telah memberikan dukungan selama kami menjalan kepaniteraan klinik di RSUD
Aceh Tamiang.
Penyusun menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan Laporan kasus ini yang
menyebabkan laporan kasus ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun kami harapkan dari berbagai pihak. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat
bagi berbagai pihak.
PENDAHULUAN
1
BAB I
2
ANAMNESIS PRIBADI
Nama
: Ny. N
Umur
: 41 Tahun
Pekerjaan
: Guru
Agama
: Islam
Alamat
: Karang Baru
Tanggall Masuk
Tanggall Keluar
Nomor MR
: 05.08.85
ANAMNESIS PENYAKIT
KU
Telaah
RPT
RPK
RPO
R.Obstetri
: G3 P2 A0
G1 : BBL 3300 gr lahir normal di bidan
3
PEMERIKSAAN FISIK
Status Present :
Sensorium
: Compos Mentis
Tekanan Darah
: 120/70 mmHg
Frekwensi Nadi
: 80 x/i
Frekwensi Nafas
: 20 x/i
Suhu
: 36,7 C
Status Lokalisata :
Kepala
Thoraks
: Paru
Status Obstetrikus :
HPHT
: 26 / 01 / 2014
TTP
: 03 / 11 / 2014
Hamil
: 40 41 minggu
DJJ
: 148 x/menit
HIS
:(-)
EBW
: 3700 gram
PEMERIKSAAN PENUNJANG
4
HASIL
4
7
2,94
NILAI NORMAL
3-9 Menit
3-9 Menit
4,2-5,4 x 10 mm3
12-16 gr%
4.000-10.000 mm3
150.000-350.000 mm3
35-50%
70-140 mg/dl
7,7
8.400
214.000
23,9
100
A ( Rhesus + )
DIAGNOSIS :
Gawat
Janin
e.c
perdarahan
banyak
e.c
plasenta
previa
totalis
dengan
TERAPI :
IVFD RL 20 gtt/i
Cefotaxime 1 gr / 12 jam
Dilakukan Informed Consent kepada pasien dan keluarga tentang tindakan Sectio
Caesaria dan segala risiko serta komplikasi terburuk yang dapat terjadi pada ibu dan
bayi.
Ibu dibaringkan di meja operasi dengan infus dan kateter terpasang baik
Dilakukan tindakan aseptik dengan larutan povidon iodin 10% dan alcohol 96 % pada
dinding abdomen lalu ditutup dengan doek steril kecuali lapangan operasi
Dibawah anestesi spinal dilakukan insisi pfannenstiel mulai dari kutis, sub kutis
sepanjang 15 cm
Dengan menyisipkan pinset anatomis dibawahnya, fascia digunting ke kanan dan ke
lengkap
Kedua sudut kiri dan kanan tepi luka insisi dijepit dengan oval klem
Kavum uteri dibersihkan dari sisa-sisa selaput ketuban dengan kasa steril terbuka
aproksimal otot dinding abdomen dengan plain cat-gut secara simple interrupted.
Kedua ujung fascia dijepit dengan kocher, lalu dijahit secara jelujur dengan vicryl no.
2/0
Sub kutis dijahit secara simple suture dengan plain cat-gut.
Kutis dijahit secara subkutikuler dengan vicryl no. 2/0
Luka operasi ditutup dengan sufratule, kasa steril + betadine solution dan hypafix
Liang vagina dibersihkan dari sisa-sisa darah dengan kapas sublimat hingga bersih
6
TERAPI : -
Meroponem 3 x 1 gr i.v
Ranitidin 2 x 1 i.v
Paracetamol infus 3 x 1
FOLLOW UP
08 / 11 / 2014
IVFD RL + Ketorolac 1 amp 20 gtt/i
S : Perdarahan dari kemaluan
Cefotaxime 1 gr / 12 jam
O : TD :120 / 70 mmHg
Kaltrofen supp 2 buah / 8 jam
HR : 88 x / i
Nifedipine 4 x 10 mg
RR : 20 x / i
T : 36,5 C
HB : 7,7 gr%
09 / 11 / 2014
IVFD RL + Ketorolac 1 amp 20 gtt/i
S : Perdarahan dari kemaluan
Cefotaxime 1 gr / 12 jam
O : TD :120 / 80 mmHg
Kaltrofen supp 2 buah / 8 jam
HR : 80 x / i
Ranitidin i.v / 12 jam
RR : 20 x / i
Tranfusi 2 PRC
T : 37,0 C
10 / 11 / 2014
S : Perdarahan dari kemaluan
O : TD :100 / 80 mmHg
HR : 80 x / i
RR : 22 x / i
T : 37, 0 C
IVFD RL 20 gtt/i
Cefotaxime 1 gr / 12 jam
Meroponem 3 x 1 i.v
Ranitidin i.v / 12 jam
Kaltrofen supp 2 buah / 8 jam
Alinamin F 3 x 1
Laxadine 3 x CI
Parcetamol infus 3 x 1 i.v
Albumin 40% 1 fls / hari
Nifedipine 4 x 10 mg
IVFD RL 20 gtt/i
Cefotaxime 1 gr / 12 jam
Meroponem 3 x 1 i.v
Ranitidin i.v / 12 jam
Kaltrofen supp 2 buah / 8 jam
Alinamin F 3 x 1
Parcetamol infus 3 x 1 i.v
Albumin 20% 1 fls / hari
15 / 11 / 2014
S : Post SC
Perdarahan dari kemaluan
O : TD :110 / 70 mmHg
HR : 80 x / i
RR : 22 x / i
T : 36,5 C
T : 37,0 C
HB 7,3 gr%
18 / 11 / 2014
S : Post SC
O : TD :110 / 70 mmHg
HR : 80 x / i
RR : 20 x / i
T : 38,2 C
Laxadine 3 x CI
Tranfusi 1 PRC
Aff IV line
Cefadroxil 2 x 1
Asem mefenamat 3 x 1
Paracetamol 3 x 1
Ranitidin 2 x 1
HB 9,1 gr%
Leukosit 9.800 mm3
19 / 11 / 2014
S : Post SC
O : TD :110 / 70 mmHg
HR : 80 x / i
RR : 22 x / i
T : 37,0 C
Cefadroxil 2 x 1
Asem mefenamat 3 x 1
Neurodex 3 x 1
Pasien PBJ
10
ANAMNESIS PRIBADI
Nama
: Ny. N
Umur
: 41 Tahun
Pekerjaan
: Guru
Agama
: Islam
Alamat
: Karang Baru
Tanggall Masuk
Tanggall Keluar
: 28 November 2014 ,
Nomor MR
: 05.08.85
ANAMNESIS PENYAKIT
KU
11
Telaah
RPT
RPK
RPO
R.Menstruasi :
PEMERIKSAAN FISIK
Status Present :
Sensorium
: Compos Mentis
Tekanan Darah
: 80/35 mmHg
Frekwensi Nadi
: 120 x/i
Frekwensi Nafas
: 24 x/i
Suhu
: 36,2 C
Status Lokalisata :
Kepala
Thoraks
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium pada Tanggal 21 November 2014 jam 22.58 WIB
PEMERIKSAAN
Erytrocyte
Haemoglobin
Leukocyte
Trombocyte
Hematokrit
Glukosa
Golongan darah
HASIL
3,02
8,7
26.400
235.000
26,3
170
A ( Rhesus + )
NILAI NORMAL
4,2-5,4 x 10 mm3
12-16 gr%
4.000-10.000 mm3
150.000-350.000 mm3
35-50%
70-140 mg/dl
DIAGNOSIS :
Perdarahan banyak e.c Atonia Uteri
TERAPI :
Meroponem 3 x 1 i.v
Ranitidin 2 x 1 i.v
Alinamin F 3 x 1 i.v
13
FOLLOW UP
21 / 11 / 2014 (16.50 WIB)
Meroponem 3 x 1 i.v
HR : 110 x / i
Ranitidin 2 x 1 i.v
RR : 24 x / i
Alinamin F 3 x 1 i.v
Paracetamol fls 3 x 500 i.v
Kompres bimanuak kateter dengan
Transfusi 3 WB + 2 PRC
kondom intrauteri 700cc
Histerektomi
( 09.00 WIB )
HB : 8,7 gr%
Sistenol 3 x 1
Ambroxol syr 3 x CI
Paracetamol fls / 12 jam
Nipedipine 10 mg 4 x 1
IVFD Darah : NaCl : Aminofluid
IVFD Ketorolac 1 amp / 8 jam
Meropenem 3 x 1 i.v
Metronidazole 3 x 500 mg i.v
Kaltrofen supp 3 x 1
Paracetamol 3 x 1000 i.v
Ranitidin 2 x 1 i.v
Alinamin F 3 x 1 i.v
Albumer 20% fls / hari
Transfusi 2 PRC
IVFD RL : Clinimix : Asering
( 14.38 WIB )
24 / 11 / 2014
S : Post SC
O : TD : 110 / 70 mmHg
HR : 80 x / i
RR : 20 x / i
T : 37,0 C
HB : 10,4 gr%
Albumin : 3,2
25 / 11 / 2014
15
S : Post SC
O : TD :160 / 81 mmHg
HR : 88 x / i
RR : 15 x / i
T : 37,5 C
HB : 10,4 gr%
27 / 11 / 2014
S : Post SC
O : TD :120 / 80 mmHg
HR : 80 x / i
RR : 20 x / i
T : 37,0 C
HB : 10,4 gr%
Cefotaxime 1 gr / 12 jam
Nifedipine 10 mg 4 x 1
Ranitidin i.v / 12 jam
Kaltrofen supp 2 buah / 8 jam
Alinamin F 3 x 1
Parcetamol infus 3 x 1 i.v
Cefadroxyl 2 x 1
Ranitidin 2 x 1
Metronidazole 3 x 1
Paracetamol 3 x 500 mg
Neurodex 2 x 1
Pasien PBJ
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus atau kontraksi Rahim yang menyebabkan
uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi
dan plasenta lahir.2 Perdarahan postpartum secara fisiologis di kontrol oleh kontraksi seratserat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah
pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat
berkontraksi.
1, 2
B. ETIOLOGI 3
Seorang ibu dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan dalam
waktu
kurang dari 1 jam. Atonia uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca persalinan
yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi. Beberapa faktor predisposisi yang terkait
dengan perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh atonia uteri adalah.
Factors associated with uterine overdistension
17
Multiple pregnancy
Polyhydramnios
Fetal macrosomia
Labor-related factors
Induction of labor
Prolonged labor
Precipitate labor
Oxytocin augmentation
Manual placenta
Magnesium sulfate
Intrinsic factors
Obesity
C. PATOFISIOLOGI 1, 3
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat berkontraksi dan
bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak
terkendali.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan
merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Pada kehamilan
cukup bulan aliran darah ke uterus sebanyak 500-800 cc/menit. Jika uterus tidak berkontraksi
dengan segera setelah kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan sekitar 350500 cc/menit dari bekas tempat melekatnya plasenta.
18
D. MANIFESTASI KLINIS 2
Diagnosis atonia uteri ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata
perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi di dapatkan fundus uteri
masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa
pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh
darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan masih harus diperhitungkan dalam
kalkulasi pemberian darah pengganti.
manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol
yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika
untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat longacting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 410 menit. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV
dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar.
Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red cell
20
Jika uterus tidak berkontraksi maka, Bersihkanlah bekuan darah atau selaput
ketuban dari vagina dan serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong
Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat. Jika
uterus tidak berkontraksi maka dilakukan penanganan operatif.
Tangan kanan (luar) menekan dinding abdomen diatas fundus uteri dan
menangkap uterus dari belakang atas
3.
3. Uterotonika1,3
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis.
Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan
meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah
oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi
menyababkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan
22
aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps
bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian
oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu
intoksikasi cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin
Maleat
merupakan
golongan
ergot
alkaloid
yang
dapat
menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara IM
0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga
diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg.
obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga
menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan
hipertensi. Merupakan alkaloid ergot yang berikatan dengan reseptor serotonin (5-HT
non selektif), Mekanisme / cara kerja :
24
uterus
membutuhkan
pengembangan
tekanan
intrauterin
untuk
(1) Dengan penyisipan balon didalam rahim dan menempati seluruh ruang rahim,
sehingga menciptakan tekanan intrauterin yang lebih besar dari tekanan arteri
sistemik . Dengan tidak adanya laserasi, aliran darah ke rahim berhenti saat
tekanan dalam balon tamponade lebih besar daripada sistemik tekanan arteri.
(2) Dengan penyisipan benda ke dalam rahim yang terdiri dari kasa yang erat dikemas
ke dalam uterus sedemikian rupa sehingga tekanan diaplikasikan langsung pada
kapiler atau perdarahan vena yang mengaliri permukaan (dari deciduas) dari
dalam rahim, sehingga sehingga baik penurunan yang signifikan atau penghentian
perdarahan uterus.
SENGSTAKEN-Blakemore Tube
adalah bahwa hal itu tidak. Tujuan-dirancang untuk perdarahan postpartum dan
mungkin tidak mudah beradaptasi dengan bentuk rongga rahim. Selain itu,
mengandung lateks dan mungkin tidak terjangkau di rangkaian miskin sumber daya.
2.
untuk
kateter
Sengstakenesofagus.
Sebuah 60-ml kandung kemih jarum suntik dapat digunakan untuk menggembungkan
balon dengan hangat saline melalui port drainase. Ini adalah teknik sederhana dan
warga karena itu junior dapat dengan mudah belajar dan menjadi mahir dalam
penggunaannya, terutama jika dilakukan setelah penghapusan manual dari plasenta.
3.
BAKRI BALON.
Bakri balloon tamponade kateter dipasarkan sebagai 100% Silicon (tidak ada lateks),
tujuan-dirancang dua arah kateter, untuk memberikan kontrol sementara atau
pengurangan perdarahan postpartum uterus saat konservatif manajemen dibenarkan
Sekali lagi, teknik penyisipan sederhana. Insert bagian balon kateter di dalam rahim,
27
memastikan bahwa seluruh balon dimasukkan melewati leher rahim dan os internal di
bawah USG bimbingan jika memungkinkan. di Caesar pengiriman, balon tamponade
dapat ditularkan melalui sayatan caesar ke dalam rongga rahim dengan port inflasi
melewati ke dalam vagina melalui leher rahim. Seorang asisten menarik batang balon
melalui saluran vagina sampai dasar balon kempis datang ke dalam kontak dengan os
serviks internal.
Sayatan rahim adalah ditutup dengan cara yang biasa, berhati-hati untuk menghindari
menusuk balon sambil menjahit. Sebuah kasa pak direndam dengan yodium atau
antibiotik dapat kemudian dimasukkan ke dalam saluran vagina untuk memastikan
pemeliharaan benar penempatan balon dan memaksimalkan efek tamponade. Itu balon
kemudian meningkat dengan cairan steril untuk volume yang diinginkan untuk efek
tamponade. lemah lembut traksi pada poros balon memastikan tepat
yang lebih baik dari obat uterotonika, packing uterus telah ditinggalkan. Baru-baru ini,
kekhawatiran yang muncul tentang perdarahan tersembunyi dan infeksi; Packing Uterus
kadang-kadang dapat menghindarkan kebutuhan untuk operasi. Dalam kasus perdarahan
postpartum yang rumit, setelah tidak termasuk pecahnya rahim, genital laserasi saluran, dan
mempertahankan jaringan plasenta, upaya diarahkan tertular uterus dengan kompresi
bimanual dan obat uterotonika. Jika hal ini tidak berhasil. Mudah dan cepat untuk melakukan
packing uterus mungkin digunakan untuk mengontrol perdarahan dengan efek tamponade dan
menstabilkan pasien sampai bedah Prosedur diatur.
5. Operatif1
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 8090%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi
batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan
29
segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan
benang absorbable yang sesuai. arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 23 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum
latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi
harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3
cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika
terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi
kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina
atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah
rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus
berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 8090%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus
setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan Seksio sesarea, ligasi dilakukan
2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Ligasi arteri iliaka interna, terlebih dahulu
lakukan Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk
melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel dengan
garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan
ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna.
31
Histerektomi
32
Porro (1876) melakukan histerektomi pada kasus infeksi intrapartal berat tanpa
mengeluarkan janin dari dalam rahim. Usahanya ini berhasil mencegah kematian ibu
sehingga pada tahun 1880 diakui para sarjana secara luas. Histerektomi segera setelah sectio
sesarea dahulu semata-mata dilakukan untuk mengurangi angka kematian ibu akibat
perdarahan dan infeksi yang bersumber dari rahim. 4
Histerektomi merupakan suatu tindakan penanganan untuk mengatasi kelainan atau
gangguan organ atau fungsi reproduksi yang terjadi pada wanita. Dengan demikian, tindakan
ini merupakan keputusan akhir dari penanganan kelainan atau gangguan berdasarkan hasil
pemeriksaan dokter. 4
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi
perdarahan pospartum masif yang membutuhkan tindakan operatif. Dengan Metode B-Lynch
Suture sebagai alternatif penanganan operatif kasus atonia uteri, maka tindakan histerektomi
dapat dicegah. Dimana histerektomi Insidensinya mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan
lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.
BAB III
PEMBAHASAN
33
pembukaan
lengkap, selaput ketuban (-), SRM 18 jam, jernih, Kepala Hodge III-IV. Dari pemeriksaan
laboratorium, diperoleh Hb 7,7 gr %.
Os didiagnosis : Gawat janin e.c perdarahan banyak e.c plasenta previa totalis dengan
oligohidroamnion G3 P2 A0 hamil 41 minggu.
Setelah di informed consent untuk dilakukan sectio saesaria (SC) karena plasenta
menutupi seluruh jalan lahir dan denyut jantung janin sudah lemah, pasien dan keluarga
setuju dilakukan opersasi SC. Laporan SC , Lahir Bayi Perempuan, BB : 3800gr, PB : 49 cm,
AS 8/9, Anus (+), air ketuban habis.
Setelah Seksio sesarea, didapati kejadian ATONIA UTERI, dengan faktor
predisposisi pada pasien masih terdapat perdarah lebih dari 1000 cc, . Selanjutnya setelah
SC dilakukan penanganan atonia uteri dengan massase uterus selama + 30 menit, pemberian
uterotonika oksitosin 10 IU/IV, namun tetap didapati kontraksi uterus yang lemah, evaluasi:
terjadi perdarahan difus pada jahitan uterus. Dilakukan hemostasis figure, dan massase
34
uterus, tetap didapati kontaksi uterus yang lemah. Dilakukan rehidrasi cairan kristaloid ringer
laktat untuk mencegah terjadinya renjatan hipovolemik.
Kemudian setelah konsultasi dengan dr.anatesi pasien dirawat di ICU untuk di pantau
perdarahnya. 4 jam setelah dilakukannya SC terjadi perdarahan akut pada pasien dengan
kontraksi uterus hilang timbul dan dilakukan pemasangan kondom intra uterus dan tanda vital
pasien menunjukkan terjadi nya syok hipovolemik. TD 60/40 mmHg, HR 112x/i T 35,8 C.
Juga dilakukan transfusi darah karna Hb post SC 6,4 gr%.
Setelah dirawat 9 hari kondisi pasien mulai membaik dan tanggal 20 November 2014
jam 15.00 WIB pasien pulang berobat jalan dengan TD 120/80 mmHg, HR 80x/i, RR 22x/i, T
37,1 dan Hb 9,1.
Tanggal 21 November 2014 pasien kembali datang ke IGD RSUD Aceh Tamiang
dengan keluhan perdarahan dari kemaluan yang di alami 2 jam SMRS. Darah yang keluar
berwarna merah segar dan awalnya hanya keluar sedikit. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan sensorium compos mentis, TD 80/35 mmHg, HR 120x/i, RR 24x/i, T 36,2,
kontraksi uterus lemah dan extremitas anemis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan Hb 9,1 gr%, leukosit 26.400 mm3.
Setelah konsultasi dengan sr.anastesi Kemudian diputuskan untuk dilakukan
Histerektomi sub total sebagai penanganan operatif pada kasus atonia uteri selain Metode
B-Lynch Suture, dengan pertimbangan usia pasien sudah 41 tahun dan sudah mempunyai 2
anak hidup. Setelah dilakukan Histerektomi sub total, evaluasi kontraksi uterus : Kontraksi
mulai kuat, perdarahan dari jahitan uterus (-). Perdarahan pervaginam (-). KU ibu post Op :
stabil. Hb post Op : 8,7 gr/dl. Os dirawat di ICU selama 4 hari. Setelah 7 hari rawatan
keadaan ibu dan bayi baik. Os PBJ tgl 28 November 2014. Disarankan untuk istirahat
dirumah dan kontrol kembali ke Poli Kandungan.
35
Dari hasil pemeriksaan tegaknya diagnosa perdarahan post partum e.c atonia uteri
karena pada pasien terdapat beberapa gejala dan faktor resiko yang sama seperti teori seperti
terdapat nya perdarahan lebih dari 1000cc, uterus yang tidak berkontaksi, plasenta previa,
anemia, hipoalbumin, usia pasien > 35 tahun, multipara, dan terdapat tanda-tanda syok
setelah operasi, TD : 60 / 40 mmHg, HR : 112 x / i, RR : 24 x / i, T : 35,8 C.
BAB IV
KESIMPULAN
36
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus / kontraksi rahim yang menyebabkan
uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi
dan plasenta lahir. Perdarahan oleh karena atonia uteri dapat dicegah dengan:
Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang bersalin
karena hal ini dapat menurunkan insiden pendarahanpasca persalinan akibat atonia uteri.
Pemberian misoprostol peroral 2 3 tablet (400 600 g) segera setelah bayi lahir.
Regangan rahim berlebihan karena gemeli, polihibramnion, atau anak terlalu besar. Kelelahan
karena persalinan lama atau persalina. Kehamilan grande-multipara. Ibu dengan keadaan
umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun. Mioma uteri yang menggangu
kontraksi rahim. Infeksi intrauterin (korioamnionitis). Ada riwayat pernah atonia uteri
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
37
1.
2.
3.
2006
4.
38