Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

PERDARAHAN SETELAH OPERASI


ATONIA UTERI DENGAN FAKTOR RESIKO
PERDARAHAN PLASENTA PREVIA TOTALIS

OLEH :
SAUBANUR RAMADHAN S.Ked
13174056

Dr. ELIZA AYUWARDANI, Sp.OG

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH
RSUD ACEH TAMIANG
2014
0

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus kepaniteraan klinik ilmu kandungan dan kebidanan yang
berjudul Atonia Uteri.
Adapun penyusunan laporan kasus ini untuk memenuhi tugas yang diberikan pada
kepaniteraan klinik di RSUD Aceh Tamiang dan juga untuk membantu penyusun, untuk
memahami lebih lanjut mengenai Atonia Uteri.
Penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Eliza Ayuwardani Sp.OG
selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dengan sabar hingga akhirnya laporan
kasus ini dapat diselesaikan. Terima kasih juga saya sampaikan kepada orangtua dan temanteman yang telah memberikan dukungan selama kami menjalan kepaniteraan klinik di RSUD
Aceh Tamiang.
Penyusun menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan Laporan kasus ini yang
menyebabkan laporan kasus ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun kami harapkan dari berbagai pihak. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat
bagi berbagai pihak.

PENDAHULUAN
1

Persalinan berhubungan dengan perdarahan, karena semua persalinan baik


pervaginam ataupun perabdominal (seksio sesarea) selalu disertai perdarahan. Pada
persalinan pervaginam perdarahan dapat terjadi sebelum, selama ataupun sesudah persalinan.
Perdarahan bersama-sama infeksi dan gestosis merupakan tiga besar penyebab utama
langsung dari kematian.1
Angka kejadian perdarahan postpartum setelah persalinan pervaginam yaitu 5-8 %.
Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan yang berlebihan pada
kehamilan. Berdasarkan penyebabnya diperoleh sebaran sebagai berikut : atonia uteri 50
60 %, sisa plasenta 23 24 %, retensio plasenta 16 17 %, laserasi jalan lahir 4 5 % dan
kelainan darah 0,5 0,8 %.1
Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut
miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi
plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.1
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan
merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi peripartum. Kontraksi uterus
merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri
terjadi karena kegagalan mekanisme ini.1

BAB I
2

STATUS ORANG SAKIT

ANAMNESIS PRIBADI
Nama

: Ny. N

Umur

: 41 Tahun

Pekerjaan

: Guru

Agama

: Islam

Alamat

: Karang Baru

Tanggall Masuk

: 8 November 2014 , Jam: 23.45 WIB

Tanggall Keluar

: 20 November 2014 , Jam: 15.00 WIB

Nomor MR

: 05.08.85

ANAMNESIS PENYAKIT
KU

: Mules-mules seperti mau melahirkan

Telaah

: Pasien G3 P2 A0 datang ke IGD RSUD Aceh Tamiang dengan keluhan


mules-mules seperti mau melahirkan. Perasaan seperti itu sudah dirasakan
sejak sekitar 6 jam SMRS. Pasien juga mengeluhkan keluar darah dari
kemaluan. Darah yang keluar berwarna merah segar dan berupa bercakbercak. Riwayat keluar lendir darah (+), riwayat keluar air banyak dari
kemaluan (+)

RPT

: Riwayat Hipertensi (-), Riwayat DM : (-), Riwayat Asma (-)

RPK

: Riwayat Hipertensi (-), Riwayat DM : (-), Riwayat Asma (-)

RPO

: Pasien hanya mengkonsumsi vitamin selama kehamilan

R.Obstetri

: G3 P2 A0
G1 : BBL 3300 gr lahir normal di bidan
3

G2 : BBL 3500 gr lahir normal di bidan


G3 : Hamil saat ini
R.Menstruasi :

Pertama haid usia 12 tahun


Haid tidak teratur, lama haid 7 hari

PEMERIKSAAN FISIK
Status Present :
Sensorium

: Compos Mentis

Tekanan Darah

: 120/70 mmHg

Frekwensi Nadi

: 80 x/i

Frekwensi Nafas

: 20 x/i

Suhu

: 36,7 C

Status Lokalisata :
Kepala

: Mata : Palpebra inferior Konjungtiva anemis (-)

Thoraks

: Paru

: SP : Vesikuler +/+ , ST : -/-

Jantung : Bunyi Jantung (+) Normal, ST : (-)

Status Obstetrikus :
HPHT

: 26 / 01 / 2014

TTP

: 03 / 11 / 2014

Hamil

: 40 41 minggu

DJJ

: 148 x/menit

HIS

:(-)

EBW

: 3700 gram

PEMERIKSAAN PENUNJANG
4

Pemeriksaan Laboratorium pada Tanggal 9 November 2014 jam 07.26 WIB


PEMERIKSAAN
Looding Time
Clooting time
Erytrocyte
Haemoglobin
Leukocyte
Trombocyte
Hematokrit
Glukosa
Golongan darah

HASIL
4
7
2,94

NILAI NORMAL
3-9 Menit
3-9 Menit
4,2-5,4 x 10 mm3
12-16 gr%
4.000-10.000 mm3
150.000-350.000 mm3
35-50%
70-140 mg/dl

7,7
8.400
214.000
23,9
100
A ( Rhesus + )

DIAGNOSIS :
Gawat

Janin

e.c

perdarahan

banyak

e.c

plasenta

previa

totalis

dengan

oligohidroamnion G3 P2 A0 hamil 41 minggu

RENCANA : Sectio Caesaria

TERAPI :

IVFD RL 20 gtt/i

Cefotaxime 1 gr / 12 jam

Kaltrofen supp 2 buah / 8 jam

Ranitidin I.V / 12 jam

Dilakukan Informed Consent kepada pasien dan keluarga tentang tindakan Sectio

Caesaria dan segala risiko serta komplikasi terburuk yang dapat terjadi pada ibu dan
bayi.

LAPORAN SEKSIO SESAREA


Lahir Bayi Perempuan, BB: 3800 gram, PB: 49 cm, AS : 8/9, Anus (+)

Ibu dibaringkan di meja operasi dengan infus dan kateter terpasang baik
Dilakukan tindakan aseptik dengan larutan povidon iodin 10% dan alcohol 96 % pada

dinding abdomen lalu ditutup dengan doek steril kecuali lapangan operasi
Dibawah anestesi spinal dilakukan insisi pfannenstiel mulai dari kutis, sub kutis

sepanjang 15 cm
Dengan menyisipkan pinset anatomis dibawahnya, fascia digunting ke kanan dan ke

kiri, otot dikuatkan secara tumpul


Peritoneum dijepit dengan klem, diangkat, lalu digunting keatas dan kebawah,

dipasang hack blast.


Tampak uterus gravidarum sesuai usia kehamilan.
Lalu plika vesicouterina digunting secara konkaf kekiri dan kekanan dan disisihkan ke

bawah kearah blast secukupnya


Selanjutnya dinding uterus di insisi secara konkaf sampai menembus
subendometrium. Kemudian endometrium ditembus secara tumpul dengan jari dan

diperlebar sesuai arah sayatan


Dengan meluksir kepala maka lahir bayi Perempuan, BB 3800 gr, PB 49 cm, AS 8/9,

anus (+), air ketuban habis.


Tali pusat diklem pada 2 tempat dan digunting diantaranya
Plasenta dilahirkan dengan traksi pada tali pusat dan penekanan pada fundus. Kesan :

lengkap
Kedua sudut kiri dan kanan tepi luka insisi dijepit dengan oval klem
Kavum uteri dibersihkan dari sisa-sisa selaput ketuban dengan kasa steril terbuka

sampai tidak ada selaput atau bagian plasenta yang tertinggal.


Kesan : bersih
Dilakukan penjahitan hemostatis figure of eight pada kedua ujung robekan uterus
dengan benang chromic cat-gut no.2 dinding uterus dijahit lapis demi lapis jelujur

terkunci, lalu overhecting.


Evaluasi kontraksi uterus : lemah (ATONIA UTERI) tampak perdarahan difus pada

jahitan pada uterus.


Klem peritoneum dipasang lalu kavum abdomen dibersihkan dan bekuan darah dan
cairan ketuban, kesan : bersih. Evaluasi tuba dan ovarium kanan kiri, kesan :
normal. Lalu peritoneum dijahit dengan plain cat-gut. Kemudian dilakukan jahitan

aproksimal otot dinding abdomen dengan plain cat-gut secara simple interrupted.
Kedua ujung fascia dijepit dengan kocher, lalu dijahit secara jelujur dengan vicryl no.

2/0
Sub kutis dijahit secara simple suture dengan plain cat-gut.
Kutis dijahit secara subkutikuler dengan vicryl no. 2/0
Luka operasi ditutup dengan sufratule, kasa steril + betadine solution dan hypafix
Liang vagina dibersihkan dari sisa-sisa darah dengan kapas sublimat hingga bersih
6

KU ibu post operasi : sadar

TERAPI : -

Konsul Anestesi R/ Rawat ICU

IVFD RL + Oksitosin 20 IU 20 gtt/i

IVFD RL : PRC : NaCL

Meroponem 3 x 1 gr i.v

Ranitidin 2 x 1 i.v

Paracetamol infus 3 x 1

FOLLOW UP
08 / 11 / 2014
IVFD RL + Ketorolac 1 amp 20 gtt/i
S : Perdarahan dari kemaluan
Cefotaxime 1 gr / 12 jam
O : TD :120 / 70 mmHg
Kaltrofen supp 2 buah / 8 jam
HR : 88 x / i
Nifedipine 4 x 10 mg
RR : 20 x / i
T : 36,5 C
HB : 7,7 gr%
09 / 11 / 2014
IVFD RL + Ketorolac 1 amp 20 gtt/i
S : Perdarahan dari kemaluan
Cefotaxime 1 gr / 12 jam
O : TD :120 / 80 mmHg
Kaltrofen supp 2 buah / 8 jam
HR : 80 x / i
Ranitidin i.v / 12 jam
RR : 20 x / i
Tranfusi 2 PRC
T : 37,0 C
10 / 11 / 2014
S : Perdarahan dari kemaluan
O : TD :100 / 80 mmHg
HR : 80 x / i
RR : 22 x / i
T : 37, 0 C

IVFD RL + Ketorolac 1 amp 20 gtt/i


Cefotaxime 1 gr / 12 jam
Kaltrofen supp 2 buah / 8 jam
Antasid syr 3 x CI
Transfusi 2 PRC
7

(06.38 Wib) HB : 9,3 gr%


11 / 11 / 2014
----- SC ( 10.00 Wib )
Diagnosa pra bedah : Gawat janin e.c perdarahan banyak e.c plasenta previa totalis dengan
oligohidroamnion G3 P2 A0 hamil 41 minggu.
Lahir Bayi
: Perempuan
BBL : 3800 gr
PB : 49 cm
A/S : 8/9
Air ketuban habis
11 / 11 / 2014 ( rawat ICU )
IVFD RL + Ketorolac 1 amp 20 gtt/i
S : Post SC
Cefotaxime 1 gr / 12 jam
Perdarahan dari kemaluan
Ranitidin i.v / 12 jam
O : TD :130 / 70 mmHg
Folley cateter 1 x 24 jam
HR : 82 x / i
Sedia 3 PRC
RR : 20 x / i
T : 37,0 C
11 / 11 / 2014 ( 14.15 Wib )
IVFD Oxytocin 20 IU 20 gtt/i
S : Post SC
IVFD RL : NaCl : Darah
Perdarahan akut pervaginam kontraksi Cefotaxime 1 gr / 12 jam
uterus hilang timbul pasang kondom intra
Meroponem 3 x 1 i.v
uterus syok hipovolemik
Ranitidin i.v / 12 jam
O : TD : 60 / 40 mmHg
Parcetamol infus 3 x 1 i.v
HR : 112 x / i
RR : 24 x / i
T : 35,8 C
12 / 11 / 2014
S : Post SC
Perdarahan dari kemaluan
O : TD :122 / 71 mmHg
HR : 93 x / i
RR : 18 x / i
T : 36,5 C
(18.00 Wib) HB : 6,4 gr%

IVFD Oxytocin 20 IU 20 gtt/i


IVFD RL : NaCl : Darah
Cefotaxime 1 gr / 12 jam
Meroponem 3 x 1 i.v
Ranitidin i.v / 12 jam
Parcetamol infus 3 x 1 i.v
Transfusi 2 PRC

IVFD RL : NaCl : Darah : Kaen Mg3


Cefotaxime 1 gr / 12 jam
Meroponem 3 x 1 i.v
Ranitidin i.v / 12 jam
Kaltrofen supp 2 buah / 8 jam
Alinamin F 3 x 1
Antasid 3 x CI
Parcetamol infus 3 x 1 i.v

Leukosit : 11.800 mm3


13 / 11 / 2014
S : Post SC
Perdarahan dari kemaluan
O : TD :112 / 61 mmHg
HR : 112 x / i
RR : 24 x / i
T : 38,6 C
HB : 7,4 gr%

Leukosit : 15.500 mm3

Albumin 40% 1 fls / hari


Aff condom intra uteri

14 / 11 / 2014 ( rawat ruang VVIP )


S : Post SC
Perdarahan dari kemaluan
O : TD :136 / 75 mmHg
HR : 71 x / i
RR : 16 x / i
T : 36,2 C
HB : 9,1 gr%

IVFD RL 20 gtt/i
Cefotaxime 1 gr / 12 jam
Meroponem 3 x 1 i.v
Ranitidin i.v / 12 jam
Kaltrofen supp 2 buah / 8 jam
Alinamin F 3 x 1
Laxadine 3 x CI
Parcetamol infus 3 x 1 i.v
Albumin 40% 1 fls / hari
Nifedipine 4 x 10 mg

IVFD RL 20 gtt/i
Cefotaxime 1 gr / 12 jam
Meroponem 3 x 1 i.v
Ranitidin i.v / 12 jam
Kaltrofen supp 2 buah / 8 jam
Alinamin F 3 x 1
Parcetamol infus 3 x 1 i.v
Albumin 20% 1 fls / hari

IVFD RL : Amonifluid : Kaen 3B


Cefotaxime 1 gr / 12 jam
Ranitidin i.v / 12 jam
Kaltrofen supp 2 buah / 8 jam
Alinamin F 3 x 1
Parcetamol infus 3 x 1 i.v
Laxadine 3 x CI
Albumer 20% fls/Hari

IVFD RL : Amonifluid : Kaen 3B


Cefotaxime 1 gr / 12 jam
Ranitidin i.v / 12 jam
Kaltrofen supp 2 buah / 8 jam
Alinamin F 3 x 1
Parcetamol infus 3 x 1 i.v

Albumin 1,9 gr/dl

15 / 11 / 2014
S : Post SC
Perdarahan dari kemaluan
O : TD :110 / 70 mmHg
HR : 80 x / i
RR : 22 x / i
T : 36,5 C

( 09.21 Wib )Albumin 2,3 gr/dl


16 / 11 / 2014
S : Post SC
Perdarahan dari kemaluan
O : TD :110 / 70 mmHg
HR : 82 x / i
RR : 22 x / i
T : 37,0 C

( 14.56 Wib )Albumin 2,6 gr/dl


17 / 11 / 2014
S : Post SC
Perdarahan dari kemaluan
O : TD :120 / 70 mmHg
HR : 82 x / i
RR : 20 x / i

T : 37,0 C

HB 7,3 gr%
18 / 11 / 2014
S : Post SC
O : TD :110 / 70 mmHg
HR : 80 x / i
RR : 20 x / i
T : 38,2 C

Albumin 2,6 gr/dl


HB 8,0 gr%
Leukosit 22.000 mm3
19 / 11 / 2014
S : Post SC
O : TD :110 / 70 mmHg
HR : 80 x / i
RR : 22 x / i
T : 37,0 C

Laxadine 3 x CI
Tranfusi 1 PRC

IVFD RL : Amonifluid : Kaen 3B


Cefotaxime 1 gr / 12 jam
Ranitidin i.v / 12 jam
Kaltrofen supp 2 buah / 8 jam
Alinamin F 3 x 1
Parcetamol infus 3 x 1 i.v

Aff IV line
Cefadroxil 2 x 1
Asem mefenamat 3 x 1
Paracetamol 3 x 1
Ranitidin 2 x 1

HB 9,1 gr%
Leukosit 9.800 mm3
19 / 11 / 2014
S : Post SC
O : TD :110 / 70 mmHg
HR : 80 x / i
RR : 22 x / i
T : 37,0 C

Cefadroxil 2 x 1
Asem mefenamat 3 x 1
Neurodex 3 x 1

Pasien PBJ

10

ANAMNESIS PRIBADI
Nama

: Ny. N

Umur

: 41 Tahun

Pekerjaan

: Guru

Agama

: Islam

Alamat

: Karang Baru

Tanggall Masuk

: 21 November 2014 , Jam: 15.00 WIB

Tanggall Keluar

: 28 November 2014 ,

Nomor MR

: 05.08.85

ANAMNESIS PENYAKIT
KU

: Perdarahan dari kemaluan

11

Telaah

: Pasien 41 tahun datang ke IGD RSUD Aceh Tamiang dengan keluhan


perdarahan dari kemaluan yang dialami sejak 2 jam SMRS. Darah yang
keluar berwarna merah segar dan awalnya hanya keluar sedikit. Pasien baru
pulang 1 hari setelah sebelumnya di rawat di RS karena perdarahan post SC
dan mengalami syok hipovolemik. Nyeri (+), pusing (+), lemas (+)

RPT

: Riwayat Hipertensi (-), Riwayat DM : (-), Riwayat Asma (-)Pasien sebelum


nya baru saja dirawat karena perdarahan post SC

RPK

: Riwayat Hipertensi (-), Riwayat DM : (-), Riwayat Asma (-)

RPO

: Pasien hanya mengkonsumsi vitamin selama kehamilan

R.Menstruasi :

Pertama haid usia 12 tahun


Haid tidak teratur, lama haid 7 hari

PEMERIKSAAN FISIK
Status Present :
Sensorium

: Compos Mentis

Tekanan Darah

: 80/35 mmHg

Frekwensi Nadi

: 120 x/i

Frekwensi Nafas

: 24 x/i

Suhu

: 36,2 C

Status Lokalisata :
Kepala

: Mata : Palpebra inferior Konjungtiva anemis ( +/+)

Thoraks

: Paru : SP : Vesikuler +/+ , ST : -/Jantung

: Bunyi Jantung (+) Normal, ST : (-)


12

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium pada Tanggal 21 November 2014 jam 22.58 WIB
PEMERIKSAAN
Erytrocyte
Haemoglobin
Leukocyte
Trombocyte
Hematokrit
Glukosa
Golongan darah

HASIL
3,02

8,7
26.400
235.000
26,3
170
A ( Rhesus + )

NILAI NORMAL
4,2-5,4 x 10 mm3
12-16 gr%
4.000-10.000 mm3
150.000-350.000 mm3
35-50%
70-140 mg/dl

DIAGNOSIS :
Perdarahan banyak e.c Atonia Uteri

RENCANA : Histerektomi subtotal

TERAPI :

IVFD RL : Widahes : NaCl : Darah

IVFD 20 IU Oxytocin + 1 amp Metergin 20 gtt/i

Meroponem 3 x 1 i.v

Ranitidin 2 x 1 i.v

Asam traneksamat 3 x 1000 i.v

Alinamin F 3 x 1 i.v

13

FOLLOW UP
21 / 11 / 2014 (16.50 WIB)

IVFD RL : Widahes : NaCl : Darah


S : Perdarahan dari kemaluan

IVFD 20 IU Oxytocin + 1 amp


Metergin
20 gtt/i
O : TD :71 / 42 mmHg

Meroponem 3 x 1 i.v
HR : 110 x / i

Ranitidin 2 x 1 i.v
RR : 24 x / i

Asam traneksamat 3 x 1000 i.v


T : 37,0 C

Alinamin F 3 x 1 i.v
Paracetamol fls 3 x 500 i.v
Kompres bimanuak kateter dengan

Transfusi 3 WB + 2 PRC
kondom intrauteri 700cc

Histerektomi

21 / 11 / 2014 ( 17.40 WIB )


S : Perdarahan aktif dari kemaluan
Kontraksi uterus hilang timbul
O : TD :62 / 30 mmHg
HR : 112 x / i

( 18.00 19.00 WIB )


Berlangsung
Laparotomi
subtotal
22 / 11 / 2014
S : Post OP
O : TD :96 / 60 mmHg
HR : 114 x / i
RR : 24 x / i
T : 38,3 C
HB : 6,9 gr%

IVFD RL : NaCl : Widahes


IVFD Ketorolac 1 amp / 8 jam
Meropenem 3 x 1 i.v
Metronidazole 3 x 500 mg i.v
Paracetamol 3 x 1000 i.v
Ranitidin 2 x 1 i.v
Alinamin F 3 x 1 i.v
Asam traneksamat 3 x 1000

IVFD Amino fluid : NaCl : Widahes


IVFD Ketorolac 1 amp / 8 jam
Meropenem 3 x 1 i.v
Metronidazole 3 x 500 mg i.v
Paracetamol 3 x 1000 i.v
Ranitidin 2 x 1 i.v
Alinamin F 3 x 1 i.v
14

Produksi urin 400cc

Asam traneksamat 3 x 1000

( 09.00 WIB )
HB : 8,7 gr%

Leukosit 26.400 mm3


Trombosit 235.000 mm3
Albumin 1,9
22 / 11 / 2014
( 00.41 WIB )
Albumin 1,9
Creatinin 0,9
SGOT
44
SGPT
49
Urium
39
23 / 11 / 2014
S : Post SC
O : TD : 110 / 70 mmHg
HR : 80 x / i
RR : 20 x / i
T : 37,0 C
HB : 7,7 gr%

Albumer 20% 1 fls / hari


Transfusi 2 RC
Sedia 2 PRC
Breast care

Asam urat 5,0


Elektrolit Natrium 140,4
Elektrolit Kalsium 4,03
Elektrolit Cl
113,0

IVFD Darah : NaCl : Aminofluid


IVFD Ketorolac 1 amp / 8 jam
Meropenem 3 x 1 i.v
Metronidazole 3 x 500 mg i.v
Kaltrofen supp 3 x 1
Paracetamol 3 x 1000 i.v
Ranitidin 2 x 1 i.v
Alinamin F 3 x 1 i.v
Albumer 20% fls / hari
Transfusi 2 PRC

Sistenol 3 x 1
Ambroxol syr 3 x CI
Paracetamol fls / 12 jam
Nipedipine 10 mg 4 x 1
IVFD Darah : NaCl : Aminofluid
IVFD Ketorolac 1 amp / 8 jam
Meropenem 3 x 1 i.v
Metronidazole 3 x 500 mg i.v
Kaltrofen supp 3 x 1
Paracetamol 3 x 1000 i.v
Ranitidin 2 x 1 i.v
Alinamin F 3 x 1 i.v
Albumer 20% fls / hari
Transfusi 2 PRC
IVFD RL : Clinimix : Asering

( 14.38 WIB )

24 / 11 / 2014
S : Post SC
O : TD : 110 / 70 mmHg
HR : 80 x / i
RR : 20 x / i
T : 37,0 C
HB : 10,4 gr%

Albumin : 3,2
25 / 11 / 2014

15

S : Post SC
O : TD :160 / 81 mmHg
HR : 88 x / i
RR : 15 x / i
T : 37,5 C
HB : 10,4 gr%

Leukosit : 8.400 mm3


Trombosit 140.000 mm3
Albumin 3,8
26 / 11 / 2014 ( rawat ruang VVIP )
S : Post SC
O : TD :140 / 90 mmHg
HR : 80 x / i
RR : 18 x / i
T : 37,5 C

27 / 11 / 2014
S : Post SC
O : TD :120 / 80 mmHg
HR : 80 x / i
RR : 20 x / i
T : 37,0 C
HB : 10,4 gr%

Leukosit : 3.400 mm3


Trombosit 33.000 mm3
28 / 11 / 2014
S : Post SC
O : TD :110 / 80 mmHg
HR : 88 x / i
RR : 20 x / i
T : 37,0 C

Cefotaxime 1 gr / 12 jam
Nifedipine 10 mg 4 x 1
Ranitidin i.v / 12 jam
Kaltrofen supp 2 buah / 8 jam
Alinamin F 3 x 1
Parcetamol infus 3 x 1 i.v

IVFD RL : Aminofluid : Kaen 3B


Cefotaxime 1 gr / 12 jam
Ranitidin i.v / 12 jam
Metronidazole 3 x 500
Kaltrofen supp 2 buah / 8 jam
Aff cateter
Aff drain
IVFD RL : Aminofluid : Kaen 3B
Cefotaxime 1 gr / 12 jam
Ranitidin i.v / 12 jam
Metronidazole 3 x 500
Kaltrofen supp 2 buah / 8 jam
Aff cateter
Aff drain

Cefadroxyl 2 x 1
Ranitidin 2 x 1
Metronidazole 3 x 1
Paracetamol 3 x 500 mg
Neurodex 2 x 1

Pasien PBJ

CTG tanggal 8 November 2014

16

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus atau kontraksi Rahim yang menyebabkan
uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi
dan plasenta lahir.2 Perdarahan postpartum secara fisiologis di kontrol oleh kontraksi seratserat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah
pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat
berkontraksi.

1, 2

B. ETIOLOGI 3
Seorang ibu dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan dalam

waktu

kurang dari 1 jam. Atonia uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca persalinan
yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi. Beberapa faktor predisposisi yang terkait
dengan perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh atonia uteri adalah.
Factors associated with uterine overdistension
17

Multiple pregnancy

Polyhydramnios

Fetal macrosomia

Labor-related factors

Induction of labor

Prolonged labor

Precipitate labor

Oxytocin augmentation

Manual placenta

Use of uterine relaxants

Deep anesthesia (especially halogenated anesthetic agents)

Magnesium sulfate

Intrinsic factors

Previous postpartum hemorrhage

Antepartum hemorrhage (abruptio or previa)

Obesity

Age > 35 years

C. PATOFISIOLOGI 1, 3
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat berkontraksi dan
bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak
terkendali.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan
merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Pada kehamilan
cukup bulan aliran darah ke uterus sebanyak 500-800 cc/menit. Jika uterus tidak berkontraksi
dengan segera setelah kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan sekitar 350500 cc/menit dari bekas tempat melekatnya plasenta.
18

Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut


miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi
plasenta. Bila uterus berkontraksi maka miometrium akan menjepit anyaman pembuluh darah
yang berjalan diantara serabut otot tadi.
Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.
Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah
melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini.

D. MANIFESTASI KLINIS 2
Diagnosis atonia uteri ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata
perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi di dapatkan fundus uteri
masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa
pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh
darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan masih harus diperhitungkan dalam
kalkulasi pemberian darah pengganti.

E. PENCEGAHAN ATONIA UTERI 1


Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan post
partum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi.
Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan
kebutuhan transfusi darah.
Kegunaan utama dari oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya
yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti
ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada
19

manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol
yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika
untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat longacting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 410 menit. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV
dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar.

F. PENATALAKSANAAN ATONIA UTERI 1


1. Resusitasi 1
Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu resusitasi
dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-tanda vital,
monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan
darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah. Pasien dengan
perdarahan post partum memerlukan penggantian cairan dan pemeliharaan volume
sirkulasi darah ke organ organ penting. Monitoring secara intensif terhadap
perdarahan, kesadaran dan tanda-tanda vital pasien. Pastikan dua kateler intravena
ukuran besar untuk memudahkan pemberian cairan dan darah secara bersamaan
apabila diperlukan resusitasi cairan cepat.

Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer lactate

Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red cell

Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine (Perfusi


cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam 0,5-1 cc/kg BB/jam.

20

2. Masase dan kompresi bimanual1


Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan
menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta.

Jika uterus berkontraksi. Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan


uterus berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami
laserasi dan jahit atau rujuk segera

Jika uterus tidak berkontraksi maka, Bersihkanlah bekuan darah atau selaput
ketuban dari vagina dan serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong
Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.

Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan


perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.

Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai


melakukan kompresi bimanual eksternal, Keluarkan tangan perlahan-lahan;
Berikan ergometrin 0,2 mg IM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang infus
menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit
oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI

Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat. Jika
uterus tidak berkontraksi maka dilakukan penanganan operatif.

Kompresi Bimanual pada Atonia Uteri


Peralatan : sarung tangan steril; jika dalam keadaan sangat gawat; lakukan dengan
tangan yang telah dicuci.
Teknik : Basuh genetalia eksterna dengan larutan desinfektan; dalam
kedaruratan tidak diperlukan
1.

Eksplorasi dengan tangan kiri


21

Sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina


2.

Tangan kanan (luar) menekan dinding abdomen diatas fundus uteri dan
menangkap uterus dari belakang atas

3.

Tangan dalam menekan uterus keatas terhadap tangan luar

Kompresi bimanual tidak hanya menekan uterus, tetapi juga meregang


pembuluh darah aferen sehingga menyempitkan lumennya. Kompresi uterus bimanual
dapat ditangani tanpa kesulitan dalam waktu 10-15 menit. Biasanya sangat baik
mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan perdarahan secara sempurna.
Bila uterus refrakter terhadap oksitosin, dan perdarahan tidak berhenti setelah
kompresi bimanual, maka pilihan tindakan operatif merupakan tindakan selanjutnya.

3. Uterotonika1,3
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis.
Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan
meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah
oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi
menyababkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan
22

aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps
bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian
oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu
intoksikasi cairan jarang ditemukan.

Metilergonovin

Maleat

merupakan

golongan

ergot

alkaloid

yang

dapat

menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara IM
0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga
diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg.
obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga
menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan
hipertensi. Merupakan alkaloid ergot yang berikatan dengan reseptor serotonin (5-HT
non selektif), Mekanisme / cara kerja :

Menstimulasi otot-otot polos terutama dari pembuluh darah perifer yang


banyak mengandung reseptor serotonin dan pembuluh darah uterus terutama di
bagian segmen bawah rahim

Mempengaruhi otot uterus berkontraksi terus-menerus sehingga


memperpendek kala III.

Pembuluh darah mengalami vasokonstriksi sehingga tekanan darah naik dan


terjadi efek oksitosik pada kandungan aterm

Prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil Prostaglandin 2-alfa (PGF-2).


Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous,
intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat
diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg.
23

Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5


tablet 200 g = 1 g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi
dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit
kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus, bekerja
juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka
kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur,
hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh
diberikan pada pasien dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi
hepatik. Efek samping serius jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang
sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk
mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka
kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh
atonia uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi
perdarahan masif yang terjadi.

Misoprostol, Misoprostol adalah suatu analog prostaglandin sintetik yang


menghambat sekresi asam lambung dan menaikkan proteksi mukosa lambung. Setelah
penggunaan oral misprostol diabsobrsi secara ekstensif dan cepat di de-esterifikasi
menjadi obat aktif : asam misoprostol. Kadar puncak serum asam misoprostol
direduksi jika misoprostol diminum bersama makanan.

24

Tabel diambil dari : A Textbook of postpartum hemorrahage

4. Uterine Lavage dan Uterine Packing1, 3


Indikasi : menghentikan dan mengurangi perdarahan, bila terjadi kegagalan
menghentikan perdarahan paska persalinan setelah penatalaksanaan massage
uterus, kompresi bimanual, pemberian uterotonik dan kuretase sisa plasenta atau
repair laserasi jalan lahir.

PRINSIP TAMPONADE UTERUS


Tamponade

uterus

membutuhkan

pengembangan

tekanan

intrauterin

untuk

menghentikan pendarahan. Hal ini dapat dicapai dengan dua cara:


25

(1) Dengan penyisipan balon didalam rahim dan menempati seluruh ruang rahim,
sehingga menciptakan tekanan intrauterin yang lebih besar dari tekanan arteri
sistemik . Dengan tidak adanya laserasi, aliran darah ke rahim berhenti saat
tekanan dalam balon tamponade lebih besar daripada sistemik tekanan arteri.
(2) Dengan penyisipan benda ke dalam rahim yang terdiri dari kasa yang erat dikemas
ke dalam uterus sedemikian rupa sehingga tekanan diaplikasikan langsung pada
kapiler atau perdarahan vena yang mengaliri permukaan (dari deciduas) dari
dalam rahim, sehingga sehingga baik penurunan yang signifikan atau penghentian
perdarahan uterus.

Jenis-jenis tamponade uterus : 3


1.

SENGSTAKEN-Blakemore Tube

The Sengstaken-Blakemore kateter


esofagus awalnya dirancang untuk
pengobatan varises esofagus berdarah
dan pengenalan media kontras. Ini
adalah tiga cara kateter tabung dengan
perut dan balon esofagus komponen
Hal ini dapat meningkat volume lebih
dari 500 ml. sebelum penyisipan
tabung, ujung distal dari tabung di
luar balon lambung terputus untuk meminimalkan resiko perforasi. Utama keuntungan
adalah kesederhanaan penggunaan dan, oleh karena itu, penduduk junior dapat dengan
mudah mempelajari dan melakukan Uji sambil menunggu bantuan. Kelemahan utama
26

adalah bahwa hal itu tidak. Tujuan-dirancang untuk perdarahan postpartum dan
mungkin tidak mudah beradaptasi dengan bentuk rongga rahim. Selain itu,
mengandung lateks dan mungkin tidak terjangkau di rangkaian miskin sumber daya.

2.

Rusch HIDROSTATIS Urological.

BALON Ini adalah dua arah Foley


kateter (simplastic 20 ch, 6,7 mm,
30 ml), yang juga dapat digunakan
untuk perdarahan postpartum. Ini
memiliki kapasitas lebih besar
dari 500 ml, teknik penyisipan
mirip dengan deskripsi sudah
diberikan
Blakemore

untuk
kateter

Sengstakenesofagus.

Sebuah 60-ml kandung kemih jarum suntik dapat digunakan untuk menggembungkan
balon dengan hangat saline melalui port drainase. Ini adalah teknik sederhana dan
warga karena itu junior dapat dengan mudah belajar dan menjadi mahir dalam
penggunaannya, terutama jika dilakukan setelah penghapusan manual dari plasenta.

3.

BAKRI BALON.
Bakri balloon tamponade kateter dipasarkan sebagai 100% Silicon (tidak ada lateks),
tujuan-dirancang dua arah kateter, untuk memberikan kontrol sementara atau
pengurangan perdarahan postpartum uterus saat konservatif manajemen dibenarkan
Sekali lagi, teknik penyisipan sederhana. Insert bagian balon kateter di dalam rahim,
27

memastikan bahwa seluruh balon dimasukkan melewati leher rahim dan os internal di
bawah USG bimbingan jika memungkinkan. di Caesar pengiriman, balon tamponade
dapat ditularkan melalui sayatan caesar ke dalam rongga rahim dengan port inflasi
melewati ke dalam vagina melalui leher rahim. Seorang asisten menarik batang balon
melalui saluran vagina sampai dasar balon kempis datang ke dalam kontak dengan os
serviks internal.

Sayatan rahim adalah ditutup dengan cara yang biasa, berhati-hati untuk menghindari
menusuk balon sambil menjahit. Sebuah kasa pak direndam dengan yodium atau
antibiotik dapat kemudian dimasukkan ke dalam saluran vagina untuk memastikan
pemeliharaan benar penempatan balon dan memaksimalkan efek tamponade. Itu balon
kemudian meningkat dengan cairan steril untuk volume yang diinginkan untuk efek
tamponade. lemah lembut traksi pada poros balon memastikan tepat

Packing Uterus Menggunakan Kassa steril


Pengendalian perdarahan postpartum dengan packing Uterus bukan hal baru. Selama
bertahun-tahun, dengan kasa steril telah digunakan dalam manajemen klinis perdarahan
postpartum yang parah dan sebagai upaya terakhir sebelum histerectomi. Karena ketersediaan
28

yang lebih baik dari obat uterotonika, packing uterus telah ditinggalkan. Baru-baru ini,
kekhawatiran yang muncul tentang perdarahan tersembunyi dan infeksi; Packing Uterus
kadang-kadang dapat menghindarkan kebutuhan untuk operasi. Dalam kasus perdarahan
postpartum yang rumit, setelah tidak termasuk pecahnya rahim, genital laserasi saluran, dan
mempertahankan jaringan plasenta, upaya diarahkan tertular uterus dengan kompresi
bimanual dan obat uterotonika. Jika hal ini tidak berhasil. Mudah dan cepat untuk melakukan
packing uterus mungkin digunakan untuk mengontrol perdarahan dengan efek tamponade dan
menstabilkan pasien sampai bedah Prosedur diatur.

Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan, pemberian air panas ke dalam


cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia uteri. Pemberian 1-2 liter
salin 47C-50C langsung ke dalam kavum uteri menggunakan pipa infus. Tangan operator
tidak boleh menghalangi vagina untuk memberi jalan salin keluar. Penggunaan uterine
packing saat ini tidak disukai dan masih kontroversial. Efeknya adalah hiperdistensi uterus
dan sebagai tampon uterus. Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum sehingga
memberikan tekanan maksimum pada dinding uterus. Segmen bawah rahim harus terisi
sekuat mungkin, anestesi dibutuhkan dalam penanganan ini dan antibiotika broad-spectrum
harus diberikan. Uterine packing dipasang selama 24 jam, sambil memberikan resusitasi
cairan dan transfusi darah masuk. Uterine packing diberikan jika tidak tersedia fasilitas
operasi atau kondisi pasien tidak memungkinkan dilakukan operasi.

5. Operatif1
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 8090%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi
batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan
29

segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan
benang absorbable yang sesuai. arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 23 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum
latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi
harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3
cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika
terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi
kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina
atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah
rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus
berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.

Gambar diambil dari : A Textbook of postpartum hemorrahage

Ligasi arteri uterina dan Ligasi arteri iliaka interna1


30

Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 8090%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus
setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan Seksio sesarea, ligasi dilakukan
2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Ligasi arteri iliaka interna, terlebih dahulu
lakukan Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk
melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel dengan
garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan
ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna.

METODE B-LYNCH SUTURE


Metode B-Lynch Suture dikenal juga dengan Brace Suture, ditemukan oleh
Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternatif untuk mengatasi perdarahan
pospartum akibat atonia uteri. 1, 3

The B-Lynch Uterine Compression Suture Technique1(William Obstetrics23rd


Edition, 2005)

31

Gambar Metode B-Lynch Suture : 3

Gambar diambil dari : A Textbook of postpartum hemorrahage

Histerektomi

32

Porro (1876) melakukan histerektomi pada kasus infeksi intrapartal berat tanpa
mengeluarkan janin dari dalam rahim. Usahanya ini berhasil mencegah kematian ibu
sehingga pada tahun 1880 diakui para sarjana secara luas. Histerektomi segera setelah sectio
sesarea dahulu semata-mata dilakukan untuk mengurangi angka kematian ibu akibat
perdarahan dan infeksi yang bersumber dari rahim. 4
Histerektomi merupakan suatu tindakan penanganan untuk mengatasi kelainan atau
gangguan organ atau fungsi reproduksi yang terjadi pada wanita. Dengan demikian, tindakan
ini merupakan keputusan akhir dari penanganan kelainan atau gangguan berdasarkan hasil
pemeriksaan dokter. 4
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi
perdarahan pospartum masif yang membutuhkan tindakan operatif. Dengan Metode B-Lynch
Suture sebagai alternatif penanganan operatif kasus atonia uteri, maka tindakan histerektomi
dapat dicegah. Dimana histerektomi Insidensinya mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan
lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.

BAB III
PEMBAHASAN
33

Dilaporkan suatu kasus hidup yaitu Ny N, 41 tahun, G 3 P2 A0 , datang ke RSUD Aceh


Tamiang pada tanggal 8 November 2014 pukul 23:45 WIB. Dengan keluhan utama adanya
rasa mules-mules seperti ingin melahirkan. Riwayat tanda-tanda inpartu (+), riwayat
hipertensi sebelum hamil (-), riwayat DM (-), asma (-). Dari HPHT, kesan hamil aterm (41
minggu), dan dari riwayat ANC sebanyak 3 x ke bidan. Dari riwayat persalinan, Ini
merupakan kehamilan ketiga. Dari anamnesis diketahui riwayat penggunaan obat sebelumnya
pasien hanya mengkonsumsi vitamin selama kehamilan.
Dari pemeriksaan fisik, Sensorium Compos mentis, tekanan darah 120/70 mmhg, HR
80x/i, RR 20x/i, T 36,7 C. Status Obstetrikus abdomen membesar simetris, TFU 3 Jari bpx
(33 cm), teregang kanan, terbawah kepala, gerak (-), DJJ (-) 148 x/i reguler, HIS (+) 3 x 40

/10, EBW (3700-3800) gram, pada pemeriksaan dalam dilakukan VT :

pembukaan

lengkap, selaput ketuban (-), SRM 18 jam, jernih, Kepala Hodge III-IV. Dari pemeriksaan
laboratorium, diperoleh Hb 7,7 gr %.
Os didiagnosis : Gawat janin e.c perdarahan banyak e.c plasenta previa totalis dengan
oligohidroamnion G3 P2 A0 hamil 41 minggu.
Setelah di informed consent untuk dilakukan sectio saesaria (SC) karena plasenta
menutupi seluruh jalan lahir dan denyut jantung janin sudah lemah, pasien dan keluarga
setuju dilakukan opersasi SC. Laporan SC , Lahir Bayi Perempuan, BB : 3800gr, PB : 49 cm,
AS 8/9, Anus (+), air ketuban habis.
Setelah Seksio sesarea, didapati kejadian ATONIA UTERI, dengan faktor
predisposisi pada pasien masih terdapat perdarah lebih dari 1000 cc, . Selanjutnya setelah
SC dilakukan penanganan atonia uteri dengan massase uterus selama + 30 menit, pemberian
uterotonika oksitosin 10 IU/IV, namun tetap didapati kontraksi uterus yang lemah, evaluasi:
terjadi perdarahan difus pada jahitan uterus. Dilakukan hemostasis figure, dan massase
34

uterus, tetap didapati kontaksi uterus yang lemah. Dilakukan rehidrasi cairan kristaloid ringer
laktat untuk mencegah terjadinya renjatan hipovolemik.
Kemudian setelah konsultasi dengan dr.anatesi pasien dirawat di ICU untuk di pantau
perdarahnya. 4 jam setelah dilakukannya SC terjadi perdarahan akut pada pasien dengan
kontraksi uterus hilang timbul dan dilakukan pemasangan kondom intra uterus dan tanda vital
pasien menunjukkan terjadi nya syok hipovolemik. TD 60/40 mmHg, HR 112x/i T 35,8 C.
Juga dilakukan transfusi darah karna Hb post SC 6,4 gr%.
Setelah dirawat 9 hari kondisi pasien mulai membaik dan tanggal 20 November 2014
jam 15.00 WIB pasien pulang berobat jalan dengan TD 120/80 mmHg, HR 80x/i, RR 22x/i, T
37,1 dan Hb 9,1.
Tanggal 21 November 2014 pasien kembali datang ke IGD RSUD Aceh Tamiang
dengan keluhan perdarahan dari kemaluan yang di alami 2 jam SMRS. Darah yang keluar
berwarna merah segar dan awalnya hanya keluar sedikit. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan sensorium compos mentis, TD 80/35 mmHg, HR 120x/i, RR 24x/i, T 36,2,
kontraksi uterus lemah dan extremitas anemis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan Hb 9,1 gr%, leukosit 26.400 mm3.
Setelah konsultasi dengan sr.anastesi Kemudian diputuskan untuk dilakukan
Histerektomi sub total sebagai penanganan operatif pada kasus atonia uteri selain Metode
B-Lynch Suture, dengan pertimbangan usia pasien sudah 41 tahun dan sudah mempunyai 2
anak hidup. Setelah dilakukan Histerektomi sub total, evaluasi kontraksi uterus : Kontraksi
mulai kuat, perdarahan dari jahitan uterus (-). Perdarahan pervaginam (-). KU ibu post Op :
stabil. Hb post Op : 8,7 gr/dl. Os dirawat di ICU selama 4 hari. Setelah 7 hari rawatan
keadaan ibu dan bayi baik. Os PBJ tgl 28 November 2014. Disarankan untuk istirahat
dirumah dan kontrol kembali ke Poli Kandungan.

35

Dari hasil pemeriksaan tegaknya diagnosa perdarahan post partum e.c atonia uteri
karena pada pasien terdapat beberapa gejala dan faktor resiko yang sama seperti teori seperti
terdapat nya perdarahan lebih dari 1000cc, uterus yang tidak berkontaksi, plasenta previa,
anemia, hipoalbumin, usia pasien > 35 tahun, multipara, dan terdapat tanda-tanda syok
setelah operasi, TD : 60 / 40 mmHg, HR : 112 x / i, RR : 24 x / i, T : 35,8 C.

BAB IV
KESIMPULAN
36

Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus / kontraksi rahim yang menyebabkan
uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi
dan plasenta lahir. Perdarahan oleh karena atonia uteri dapat dicegah dengan:
Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang bersalin
karena hal ini dapat menurunkan insiden pendarahanpasca persalinan akibat atonia uteri.
Pemberian misoprostol peroral 2 3 tablet (400 600 g) segera setelah bayi lahir.
Regangan rahim berlebihan karena gemeli, polihibramnion, atau anak terlalu besar. Kelelahan
karena persalinan lama atau persalina. Kehamilan grande-multipara. Ibu dengan keadaan
umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun. Mioma uteri yang menggangu
kontraksi rahim. Infeksi intrauterin (korioamnionitis). Ada riwayat pernah atonia uteri
sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

37

1.

Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, GillstrapLC. Hauth JC,


WenstromKD. Williams Obstetrics. Edisi 23., New York: McGraw Hill, 2005

2.

Sarwono Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan, Edisi 4, Cetakan 1, Jakarta,


PT Bina Pustaka 2008.

3.

Christopher B-Lynch, Louis Keith, Andre Lalonde and Mahantesh


Karoshi :

A Textbook of Postpartum Hemorrhage, published by Sapiens, October

2006
4.

Rasjidi Imam. Manual Histerektomi. Jakarta, EGC 2008.

38

Anda mungkin juga menyukai