Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan pertanian di Indonesia saat ini dan selanjutnya harus dilakukan dengan
penerapan teknologi baru seperti bioteknologi dan penggunaan zat pengatur tumbuh.
Masalahnya sekarang , mampukah kita menyeleksi teknologi baru ini yang sesuai dengan
keadaan Indonesia dalam rangka menunjang pembangunan pertanian yang tangguh dan
berkelanjutan. Konsep zat pengatur tumbuh diawali dengan konsep hormon tanaman.
Hormon tanaman adalah senyawa-senyawa organik tanaman yang dalam konsentrasi
yang rendah mempengaruhi proses-proses fisiologis. Proses-proses fisiologis ini terutama
tentang proses pertumbuhan, differensiasi dan perkembangan tanaman. Proses-proses lain
seperti pengenalan tanaman, pembukaan stomata, translokasi dan serapan hara dipengaruhi
oleh hormon tanaman. Hormon tanaman kadang-kadang juga disebut fitohormon, tetapi
istilah ini lebih jarang digunakan. Istilah hormon ini berasal dari bahasa Gerika yang berarti
pembawa pesan kimiawi (Chemical messenger) yang mula-mula dipergunakan pada fisiologi
hewan. Dengan berkembangnya pengetahuan biokimia dan dengan majunya industri kimia
maka ditemukan banyak senyawa-senya-wa yang mempunyai pengaruh fisiologis yang
serupa dengan hormon tanaman. Senyawa-senyawa sintetik ini pada umumnya dikenal
dengan nama zat pengatur tumbuh tanaman (ZPT = Plant Growth Regulator). Tentang
senyawa hormon tanaman dan zat pengatur tumbuh, Moore (2) mencirikannya sebagai
berikut :
1. Fitohormon atau hormon tanaman ada-lah senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam
jumlah kecil (< 1mM) yang disintesis pada bagian tertentu, pada umumnya ditranslokasikan
kebagian lain tanaman dimana senyawa tersebut, menghasilkan suatu tanggapan secara
biokimia, fisiologis dan morfologis.
2. Zat Pengatur Tumbuh adalah senyawa organik bukan nutrisi yang dalam konsentrasi
rendah (< 1 mM) mendorong, menghambat atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan
perkembangan tanaman.

3. Inhibitor adalah senyawa organik yang menghambat pertumbuhan secara umum dan tidak
ada selang konsentrasi yang dapat mendorong pertumbuhan. Pertumbuhan, perkembangan,
dan pergerakan tumbuhan dikendalikan beberapa golongan zat yang secara umum dikenal
sebagai

hormon tumbuhan atau fitohormon. Penggunaan istilah "hormon" sendiri

menggunakan analogi fungsi hormon pada hewan; dan, sebagaimana pada hewan, hormon
juga dihasilkan dalam jumlah yang sangat sedikit di dalam sel. Beberapa ahli berkeberatan
dengan istilah ini karena fungsi beberapa hormon tertentu tumbuhan (hormon endogen,
dihasilkan sendiri oleh individu yang bersangkutan) dapat diganti dengan pemberian zat-zat
tertentu dari luar, misalnya dengan penyemprotan (hormon eksogen, diberikan dari luar
sistem individu). Mereka

lebih suka menggunakan istilah zat pengatur tumbuh(bahasa

Inggris plant growth regulator). Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi
genetik dan berfungsi sebagai prekursor. Rangsangan

lingkungan memicu terbentuknya

hormon tumbuhan. Bila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah gen
yang semula tidak aktif akan mulai ekspresi. Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan
merupakan bagian dari proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya.
Retardan. Cathey (1975) mendefinisikan retar dan sebagai suatu senyawa organik
yang menghambat perpanjangan batang, meningkatkan warna hijau daun, dan secara tidak
langsung mem-pengaruhi pembungaan tanpa menyebabkan pertumbuhan yang abnormal.
Sinyal kimia interseluler untuk pertama kali ditemukan pada tumbuhan. Konsentrasi yang
sangat rendah dari senyawa kimia tertentu yang diproduksi oleh tanaman dapat memacu atau
menghambat pertumbuhan atau diferensiasi pada berbagai macam sel-sel tumbuhan dan dapat
mengendalikan perkembangan bagian-bagian yang berbeda pada tumbuhan. Dengan
menganalogikan senyawa kimia yang terdapat pada hewan yang disekresi oleh kelenjar ke
aliran darah yang dapat mempengaruhi perkembangan bagian-bagian yang berbeda pada
tubuh, sinyal kimia pada tumbuhan disebut hormon pertumbuhan. Namun, beberapa ilmuwan
memberikan definisi yang lebih terperinci terhadap istilah hormon yaitu senyawa kimia yang
disekresi oleh suatu organ atau jaringan yang dapat mempengaruhi organ atau jaringan lain
dengan cara khusus. Berbeda dengan yang diproduksi oleh hewan senyawa kimia pada
tumbuhan sering mempengaruhi sel-sel yang juga penghasil senyawa tersebut disamping
mempengaruhi sel lainnya, sehingga senyawa-senyawa tersebut disebut dengan zat pengatur
tumbuh untuk membedakannya dengan hormon yang diangkut secara sistemik atau sinyal
jarak jauh.
2

1.1.1 Lima tipe utama ZPT


Ahli biologi tumbuhan telah mengidentifikasi 5 tipe utama ZPT yaitu auksin,
sitokinin,giberelin, asam absisat dan etilen. Tiap kelompok ZPT dapat menghasilkan
beberapa pengaruh yaitu kelima kelompok ZPT mempengaruhi pertumbuhan, namun hanya 4
dari 5 kelompok ZPT tersebut yang mempengaruhi perkembangan tumbuhan yaitu dalam hal
diferensiasi sel.Seperti halnya hewan, tumbuhan memproduksi ZPT dalam jumlah yang
sangat sedikit, akan tetapi jumlah yang sedikit ini mampu mempengaruhi sel target. ZPT
menstimulasi pertumbuhan dengan memberi isyarat kepada sel target untuk membelah atau
memanjang, beberapa ZPT menghambat pertumbuhan dengan cara menghambat pembelahan
atau pemanjangan sel. Sebagian besar molekul ZPT dapat mempengaruhi metabolisme dan
perkembangan sel-sel tumbuhan. ZPT melakukan ini dengan cara mempengaruhi lintasan
sinyal tranduksi pada sel target. Pada tumbuhan seperti halnya pada hewan, lintasan ini
menyebabkan respon selular seperti mengekspresikan suatu gen, menghambat atau
mengaktivasi enzim, atau mengubah membran.Pengaruh dari suatu ZPT bergantung pada
spesies tumbuhan, situs aksi ZPT pada tumbuhan, tahap perkembangan tumbuhan dan
konsentrasi ZPT. Satu ZPT tidak bekerja sendiri dalam mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan, pada umumnya keseimbangan konsentrasi dari beberapa ZPT-lah
yang akan mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.
ZPT

FUNGSINYA

TEMPAT
DIHASILKANDAN
LOKASINYA PADA
TUMBUHAN

Auksin

Sitokinin

Mempengaruhi pertambahan panjang batang,

Meristem apikal tunas

pertumbuhan, diferensiasi dan percabangan

ujung, daun

akar; perkembangan buah; dominansi apikal;

muda, embrio dalam

fototropisme dan geotropisme.

biji.

Mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi

Pada akar, embrio

akar; mendorong pembelahan sel dan

dan buah, berpindah dari akar

pertumbuhan

Giberelin

secara

umum,

mendorong ke organ

perkecambahan; dan menunda penuaan.

lain.

Mendorong perkembangan biji, perkembangan

Meristem apikal tunas

kuncup, pemanjangan batang dan pertumbuhan

ujung dan akar;

daun; mendorong pembungaan dan

daun muda; embrio.

perkembangan buah; mempengaruhi


pertumbuhan dan diferensiasi akar.
Asam

Menghambat pertumbuhan; merangsang

Daun; batang, akar,

absisat

penutupan stomata pada waktu kekurangan air,

buah berwarna

(ABA)

memper-tahankan dormansi.

hijau.

Etilen

Mendorong pematangan; memberikan pengaruh

Buah yang matang,

yang berlawanan dengan beberapa pengaruh

buku pada batang,

auksin; mendorong atau menghambat

daun yang sudah

pertumbuhan dan? perkembangan akar, daun,

menua.

batang dan bunga.

Pada umumnya, hormon mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan,


dengan mempengaruhi : pembelahan sel, perpanjangan sel, dan differensiasi sel. Beberapa
hormon, juga menengahi respon fisiologis berjangka pendek dari tumbuhan terhadap stimulus
lingkungan. Setiap hormon, mempunyai efek ganda; tergantung pada : tempat kegiatannya,
konsentrasinya, dan

stadia perkembangan tumbuhannya.Hormon tumbuhan, diproduksi

dalam konsentrasi yang sangat rendah; tetapi sejumlah kecil hormon dapat membuat efek
yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan organ suatu tumbuhan. Hal ini
secara tidak langsung menyatakan bahwa, sinyal hormonal hendaknya diperjelas melalui
beberapa cara. Suatu hormon, dapat berperan dengan

mengubah ekspresi gen, dengan

mempengaruhi aktivitas enzim yang ada, atau dengan mengubah sifat membran. Beberapa
peranan ini, dapat mengalihkan metabolisme dan pekembangan sel yang tanggap terhadap
sejumlah kecil molekul hormon. Lintasan transduksi sinyal, memperjelas sinyal hormonal
dan meneruskannya ke respon sel spesifik.Respon terhadap hormon, biasanya tidak begitu
tergantung pada jumlah absolut hormon tersebut, akan tetapi tergantung pada konsentrasi
relatifnya dibandingkan dengan hormon lainnya. Keseimbangan hormon, dapat mengontrol
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan daripada peran hormon secara mandiri. Interaksi
ini akan menjadi muncul dalam penyelidikan tentang fungsi hormon.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan ethilen!
2. Apa manfaat etilen bagi tumbuhan ?
3. Jelaskan peranan etilen dan aplikasi hormon Etilen sebagai ZPT ?

1.3 TUJUAN
1. Menjelaskan pengertian ethilen.
2. Menjelaskan manfaat etilen bagi tumbuhan.
3. Menjelaskan peranan dan aplikasi hormon Etilen sebagai ZPT.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ethilen
Ethylene adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan Auxin,
Gibberellin, dan Cytokinin. Dalam keadaan normal ethylene akan berbentuk gas dan struktur
kimianya sangat sederhana sekali. Di alam ethilene akan berperan apabila terjadi perubahan
secara fisiologis pada suatu tanaman. hormon ini akan berperan pada proses pematangan
buah dalam fase climacteric.
Penelitian terhadap ethylene, pertama kali dilakukan oleh Neljubow (1901) dan
Kriedermann (1975), hasilnya menunjukan gas ethylene dapat membuat perubahan pada akar
tanaman. Hasil penelitian Zimmerman et al (1931) menunjukan bahwa ethylene dapat
mendukung terjadinya abscission pada daun, namun menurut Rodriquez (1932), zat tersebut
dapat

mendukung

proses

pembungaan

pada

tanaman

nanas.

Penelitian lain telah membuktikan tentang adanya kerja sama antara auxin dan ethylene
dalam pembengkakan (swelling) dan perakaran dengan cara mengaplikasikan auxin pada
jaringan setelah ethylene berperan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kehadiran auxin
dapat menstimulasi produksi ethylene.
1. Struktur kimia dan Biosintesis ethylene
Struktur kimia ethylene sangat sederhana yaitu terdiri dari 2 atom karbon dan 4 atom
hidrogen seperti gambar di bawah ini :

RUMUS ETILEN

Biosintesis ethylene terjadi di dalam jaringan tanaman yaitu terjadi perubahan dari
asam amino methionine atas bantuan cahaya dan FMN (Flavin Mono Nucleotide) menjadi
Methionel. Senyawa tersebut mengalami perubahan atas bantuan cahaya dan FMN menjadi
ethykene, methyl disulphide, formic acid.
Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh (C2H4) yang pada suhu kamar
berbentuk gas. Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penting
dalam proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian.
Selain itu, etilen merupakan :

Dalam keadaan normal, etilen akan berbentuk gas dan struktur kimianya sangat
sederhana sekali.

Di alam etilen akan berperan apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu
tanaman.

Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase klimaterik.

Mempengaruhi perombakan klorofil

Mulai aktif dari 0,1 ppm (ambang batas/threshold)

Dihasilkan jaringan tanaman hidup pada saat tertentu

Merupakan homon (dihasilkan tanaman, bersifat mobil, senyawa organik) proses


pematangan

Produksi etilen oleh berbagai organisme sering mudah dilacak dengan kromatografi gas,
sebab molekulnya dapat diserap dari jaringan dalam keadaan hampa udara dan juga karena
kromatrografi gas sangat peka.Hanya beberapa jenis bakteri yang dilaporkan menghasilkan
etilen, dan belum diketahui adanya ganggang yang mensintesis etilen, lagipula etilen
biasanya berpengaruh kecil pada pertumbuhan organisme tersebut. Tapi beberapa spesies
cendawan menghasilkan senyawa tersebut, termasuk beberapa cendawan tanah membantu
mendorong

perkecambahan

biji,

mengendalikan

pertumbuhan

kecambah,

memperlambat serangan penyakit akibat organisme tanah.(Salisbury,1995: 78)

serta

Pada banyak macam buah, etilen hanya sedikit dihasilkan sampai tepat sebelum terjadi
klimaterik respirasi, yang mengisyaratkan dimulainya pemasakan, yaitu ketika kandungan
gas ini di ruang udara antar sel meningkat tajam, dari jumlah hampir tak terlacak sampai
sekitar 0.1- 1 mikron liter per liter.Konsentrasi umumnya memacu pemasakan buah
berdaging dan tak berdaging, yang menunjukkan kenaikan klimaterik respirasinya yaitu jika
buah-buahan tersebut cukup berkembang untuk dapat menerima gas etilen( Ttucker dan
Grierson dalam Salisbury , 1995: 78)
2.1.1 Hubungan etilen dalam pematangan buah
Pematangan adalah permulaan proses kelayuan ,organisasi sel terganggu, dimana
enzim bercampur, sehingga terjadi hidrolisa, yaitu pemecahan klorofil, pati, pektin dan tanin,
membentuk: etilen, pigmen, flavor, energi dan polipeptida.
Yang mempengaruhi aktifitas etilen yaitu:
1. Suhu. Suhu tinggi (>350C) tidak terjadi pembentukan etilen. Suhu optimum
pembentukan etilen (tomat,apel) 320C, sedangkan untuk buah-buahan yang lain lebih
rendah.
2. Luka mekanis dan infeksi. Buah pecah, memar, dimakan dan jadi sarang ulat
3. Sinar radioaktif
4. Adanya O2 dan CO2. Bila O2 diturunkan dan CO2 dinaikkan maka proses pematangan
terhambat. Dan bila keadaan anaerob tidak terjadi pembentukan etilen
5. Interaksi dengan hormon auxin. Apabila konsentrasi auxin meningkat maka etilen
juga akan meningkat
6. Tingkat kematangan
Etilen dapat mempercepat terjadinya klimaterik:

Alpukat yang disimpan pada udara biasa akan matang setelah 11 hari

Bila etilen tersedia 10 ppm selama 24 jam, maka buah akan matang pada hari keenam.

2.1.2 Sumber Etilen di Lingkungan


Berupa polutan udara selama penganan pascapanen, pembakaran, jenis lampu
penerang, asap rokok, dan bahan karet yang terekspos pada panas atau sinar UV dan tanaman
terinfeksi virus.
Proses sintesis protein terjadi pada proses pematangan seacra alami atau hormonal,
dimana protein disintesis secepat dalam proses pematangan. Pematangan buah dan sintesis
protein terhambat oleh siklohexamin pada permulaan fase klimatoris setelah siklohexamin
hilang, maka sintesis etilen tidak mengalami hambatan. Sintesis ribonukleat juga diperlukan
dalam proses pematangan. Etilen akan mempertinggi sintesis RNA pada buah mangga yang
hijau.
Etilen dapat juga terbentuk karena adanya aktivitas auksin dan etilen mampu
menghilangkan aktivitas auksin karena etilen dapat merusak polaritas sel transport, pada
kondisi anearobpembentukan etilen terhambat, selain suhu O2 juga berpengaruh pada
pembentukan etilen. Laju pembentukan etilen semakin menurun pada suhu di atas 30 0 C dan
berhenti pada suhu 40

C, sehingga pada penyimpanan buah secara masal dengan kondisi

anaerob akan merangsang pembentukan etilen oleh buah tersebut. Etilen yang diproduksi
oleh setiap buah memberi efek komulatif dan merangsang buah lain untuk matang lebih
cepat.
Buah berdasarkan kandungan amilumnya, dibedakan menjadi buah klimaterik dan
buah nonklimaterik. Buah klimaterik adalah buah yang banyak mengandung amilum,
sepertipisang, mangga, apel dan alpokat yang dapat dipacu kematangannya dengan etilen.
Etilenendogen yang dihasilkan oleh buah yang telah matang dengan sendirinya dapat
memacu pematangan pada sekumpulan buah yang diperam. Buah nonklimaterik adalah buah
yang kandungan amilumnya sedikit, seperti jeruk, anggur, semangka dan nanas. Pemberian
etilen pada jenis buah ini dapat memacu laju respirasi, tetapi tidak dapat memacu produksi
etilen endogen dan pematangan buah.
Perubahan fisiologi yang terjadi sealam proses pematangan adalah terjadinya proses
respirasi kliamterik, diduga dalam proses pematangan oleh etilen mempengaruhi respirasi
klimaterik melalui dua cara, yaitu:

1. Etilen mempengaruhi permeabilitas membran, sehingga permeabilitas sel menjadi besar,


hal tersebut mengakibatkan proses pelunakan sehingga metabolisme respirasi dipercepat.
2. Selama klimaterik, kandungan protein meningkat dan diduga etilen lebih merangsang
sintesis protein pada saat itu. Protein yang terbentuk akan terlihat dalam proses pematangan
dan proses klimaterik mengalami peningkatan enzim-enzim respirasi.

Buah-buahan mempunyai arti penting sebagi sumber vitamine, mineral, dan zatzat
lain dalam menunjang kecukupan gizi. Buah-buahan dapat kita makan baik pada keadaan
mentah maupun setelah mencapai kematangannya. Sebagian besar buah yang dimakan adalah
buah yang telah mencapai tingkat kematangannya. Untuk meningkatkan hasil buah yang
masak baik secara kualias maupun kuantitasnya dapat diusahakan dengan substansi tertentu
antara lain dengan zat

pengatur pertumbuhan Ethylene. Dengan mengetahui peranan

ethylene dalam pematangan buah kita dapat menentukan penggunaannya dalam industri
pematangan buah atau bahkan mencegah produksi dan aktifitas ethyelen dalam usaha
penyimpanan buah-buahan. Ethylene mula-mula diketahui dalam buah yang matang oleh
para pengangkut buah tropica selama pengapalan dari Yamaika ke Eropa pada tahun 1934,
pada pisang masak lanjut mengeluarkan gas yang juga dapat memacu pematangan buah yang
belum masak. Sejak saat itu Ethylene (CH2=CH2) dipergunakan sebagai sarana pematangan
buah dalam industri.
Ethylene adalah suatu gas yang dapat digolongkan sebagai zat pengatur pertumbuhan
(phytohormon) yang aktif dalam pematangan. Dapat disebut sebagai hormon karena telah
memenuhi persyaratan sebagai hormon, yaitu dihasilkan oleh tanaman, besifat mobil dalam
jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik. Seperti hormon lainnya ethylene
berpengaruh pula dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman antara lain
mematahkan dormansi umbi kentang, menginduksi pelepasan daun atau leaf abscission,
menginduksi pembungaan nenas. Denny dan Miller (1935) menemukan bahwa ethylene
dalam buah, bunga, biji, daun dan akar.Proses pematangan buah sering dihubungkan dengan
rangkaian perubahan yang dapat dilihat meliputi warna, aroma, konsistensi dan flavour (rasa
dan bau). Perpaduan sifat-sifat tersebut akan menyokong kemungkinan buah-buahan enak
dimakan. Proses pematangan buah didahului dengan klimakterik (pada buah klimakterik).
Klimakterik dapat didefinisikan sebagai suatu periode mendadak yang unik bagi buah
dimana selama proses terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses
10

sintesis ethylene. Meningkatnya respirasi dipengaruhi oleh jumlah ethylene yang dihasilkan,
meningkatnya sintesis protein dan RNA. Proses klimakterik pada Apel diperkirakan karena
adanya perubahan permeabilitas selnya yang menyebabkan enzym dan susbrat yang dalam
keadaan normal terpisah, akan bergabung dan bereaksi satu dengan lainnya. Perubahan warna
dapat terjadi baik oleh proses-proses perombakan maupun proses sintetik, atau keduanya.
Pada jeruk manis perubahan warna ni disebabkan oleh karena perombakan khlorofil dan
pembentukan zat warna karotenoid. Sedangkan pada pisang warna kuning terjadi karena
hilangnya khlorofil tanpa adanya atau sedikit pembentukan zat karotenoid. Sisntesis likopen
dan perombakan khlorofil merupakan ciri perubahan warna pada buah tomat. Menjadi
lunaknya buah disebabkan oleh perombakan propektin yang tidak larut menjadi pektin yang
larut, atau hidrolisis zat pati (seperti buah waluh) atau lemak (pada adpokat). Perubahan
komponen-komponen buah ini diatur oleh

enzym-enzym antara lain enzym hidroltik,

poligalakturokinase, metil asetate, selullose. Flavour adalah suatu yang halus dan rumit yang
ditangkap indera yang merupakan kombinasi rasa (manis, asam, sepet), bau (zat-zat atsiri)
dan terasanya padalidah. Pematangan biasanya meningkatkan jumlah gula-gula sederhana
yang memberi rasa manis, penurunan asam-asam organik dan senyawa-senyawa fenolik yang
mengurangi rasa sepet dan masam, dan kenaikan zat-zat atsiri yang memberi flavour khas
pada buah.
Proses pematangan juga diatur

oleh hormon antara lain AUXIN, sithokinine,

gibberellin, asam-asam absisat dan ethylene.Auxin berperanan dalam pembentukan ethylene,


tetapi auxin juga menghambat pematangan buah.

Sithokinine dapat menghilangkan

perombakan protein, gibberellin menghambat perombakan khlorofil dan menunda


penimbunan karotenoid-karotenoid. Asam absisat menginduksi enzym penyusun/pembentuk
karotenoid, dan ethylene dapat mempercepat pematangan.

2.2 Manfaat Etilen


Etilen sering dimanfaatkan oleh para distributor dan importir buah. Buah dikemas dalam
bentuk belum masak saat diangkut pedagang buah. Setelah sampai untuk diperdagangkan,
buah tersebut diberikan etilen (diperam) sehingga cepat masak.

11

Dalam pematangan buah, etilen bekerja dengan cara memecahkan klorofil pada buah
muda, sehingga buah hanya memiliki xantofil dan karoten. Dengan demikian, warna buah
menjadi jingga atau merah. Pada aplikasi lain, etilen digunakan sebagai obat bius (anestesi)
Fungsi lain etilen secara khusus adalah

Mengakhiri masa dormansi

Merangsang pertumbuhan akar dan batang

Pembentukan akar adventif

Merangsang absisi buah dan daun

Merangsang induksi bunga Bromiliad

Induksi sel kelamin betina pada bunga

Merangsang pemekaran bunga

2.2.1 Biosintesis dan Metabolisme


Etilen diproduksi oleh tumbuhan tingkat tinggi dari asam amino metionin yang esensial
pada seluruh jaringan tumbuhan. Produksi etilen bergantung pada tipe jaringan, spesies
tumbuhan, dan tingkatan perkembangan[9]. Etilen dibentuk dari metionin melalui 3 proses[10]:

ATP merupakan komponen penting dalam sintesis etilen. ATP dan air akan membuat
metionin kehilangan 3 gugus fosfat.

Asam

1-aminosiklopropana-1-karboksilat

sintase(ACC-sintase)

kemudian

memfasilitasi produksi ACC dan SAM (S-adenosil metionin).

Oksigen dibutuhkan untuk mengoksidasi ACC dan memproduksi etilen. Reaksi ini
dikatalisasi menggunakan enzim pembentuk etilen.

Dewasa ini dilakukan penelitian yang berfokus pada efek pematangan buah. ACC sintase
pada tomat menjadi enzim yang dimanipulasi melalui bioteknologi untuk memperlambat
pematangan buah sehingga rasa tetap terjaga.

12

2.3 Peranan etilen


2.3.1 Peranan Ethylene Dalam Fisiologi Tanaman
Di dalam proses fisiologis, ethylene mempunyai peranan penting. Wereing dan
Phillips (1970) telah mengelompokan pengaruh ethylene dalam fisiologi tanaman sbb:
a. mendukung respirasi climacteric dan pematangan buah
b. mendukung epinasti
c. menghambat perpanjangan batang (elengation growth) dan akar pada beberapa
species tanaman walaupun ethylene ini dapat menstimulasi perpanjangan batang,
coleoptyle dan mesocotyle pada tanaman tertentu, misalnya Colletriche dan padi.
d. Menstimulasi perkecambahan
e. Menstimulasi pertumbuhan secara isodiametrical lebih besar dibandingkan dengan
pertumbuhan secara longitudinal
f. Mendukung terbentuknya bulu-bulu akar
g. Mendukung terjadinya abscission pada daun
h. Mendukung proses pembungaan pada nanas.
i. Mendukung adanya flower fading dalam persarian anggrek
j. Menghambat transportasi auxin secara basipetal dan lateral
k. Mekanisme timbal balik secara teratur dengan adanya auxin yaitu konsentrasi auxin
yang tinggi menyebabkan terbentuknya ethylene. Tetapi kehadiran ethylene
menyebabkan rendahnya konsentrasi auxin di dalam jaringan. Hubungannya dengan
konsentrasi auxin, hormon tumbuh ini menentukan pembentukan protein yang
diperlukan dalam aktifitas pertumbuhan, sedangkan rendahnya konsentrasi auxin,
akan mendukung protein yang akan mengkatalisasi sintesis ethylene dan precursor.
2.3.2 Peranan Ethylene Dalam Proses Pematangan Buah
Harsen (1967) dalam Dilley (1969) telah mempelajari hubungan antara ethylene
dengan tingkat kematangan pada buah pear. Ia mengemukakan bahwa pematangan ini
menjadi suatu sequential dalam proses kesinambungan kehidupan buah. Menurut konsep tsb,
ethylene berpebgaruh terhadap beberapa yang mengontrol pola normal dari proses
pematangan.

13

Menurut Frenkel et al (1968), sintesa protein diperlukan pada tingkat pematangan


yang normal. Protein disintesa secepatnya dalam proses pematangan. Dari hasil eksperimen
terhadap buah pear, memperlihatkan bahwa pematangan buah dan sintesa protein terhambat
sebagai akibat perlakuan cycloheximide pada permulaan fase climacteric. Setelah
cycloheximide hilang, ternyata sintesis ethylene tidak mengalami hambatan.
Di dalam proses pematangan, ribonucleic acid synthesis pun diperlukan. Dalam
eksperimen menggunakan buah pear, buah tersebut ditreated, dengan actinomysin D pada
tingkat pre climacteric. Dari hasil eksperimen ini diperoleh petunjuk bahwa actinomysin D
menghambat

terbentuknya

DNA

yang

bergantung

pada

RNA

sintesis.

Imascshi et al (1968) mengemukakan bahwa ethylele mendukung peningkatan aktivitas


metabolisme dalam jaringan akar ubi jalar. Ethylene yang berkonsentrasi 0,1 ppm,
menstimulasi perkembangan peroxidase dan phenyl alanine ammonialyase. Penelitian lain
mengemukakan bahwa perlakuan ethylene pada kecambah kapas menstimulasi aktivitas
peroksida dan IAA oksida.
Gambar buah pisang dan kedondong dengan perlakuan pemberian etilen yang berbeda

Daging buah pisang yang matang dengan konsentrasi karbit 100 gram

14

Pisang dan kedondong yang matang dengan konsentrasi karbit 100 gram

Daging buah pisang yang matang dengan konsentrasi karbit 200 gram

15

Pisang dan kedondong yang matang dengan konsentrasi karbit 200 gram

Daging buah pisang yang matang dengan konsentrasi karbit 300 gram

16

Pisang dan kedondong yang matang dengan konsentrasi karbit 300 gram

Deskripsi morfologi dan rasa pada buah pisang dan kedondong yang masak
dengan perlakuan etilen yang berbeda
Perlakuan karbit 100 gram

Perlakuan karbit 200 Perlakuan karbit 300


gram

a. Pisang

gram

a. Pisang

Warna kulit pisang

menjadikuning

a. Pisang

Kulit

pisang

lebih

kuning

Warna
kulit

Tekstur daging empuk

dibanding

Rasa

tidak

dengan

kulit

menjadi

terlalu manis namun

pisang

yang

hitam

ada

dikarbit

100

pisang

campuran

rasa

agak kecut

b. Kedondong
Warna

pisang

gram

Tekstur
daging

Rasa

pisangnya

menjadi

lebih

manis

lembek

dibanding

pisang

17

Rasa

permukaan

yang dikarbit 100

pisangnya

hijau

gram

paling

kekuningan

Tekstur

Tekstur masih
agak padat

daging

manis dan

pisang lebih empuk

terlalu

dibanding

manis

perlakuan pertama
b. Kedondong

b. Kedondong
Warna

Warna

permukaa

permukaa

seluruhnya

kuning

kehijauan

menjadi

Tekstur
agak

kuning
Tekstur

empuk

sangat
empuk

2.3.3 Pengaruh yang merugikan dari Etilen terhadap komoditi yang mudah rusak.
Pengaruh etilen yang tidak dikehendaki
Pengaruh penting etilen dalam meningkatkan deteriorasi komoditi yang mudah rusak
meliputi:
a. Mempercepat senensen dan menghilangkan warna hijau pada buah seperti
mentimun dan sayuran daun
b. Mempercepat pemasakan buah selama penanganan dan penyimpanan
c. Russet spoting pada selada
d. Pembentukan rasa pahit pada wortel
e. Pertunasan kentang
f. Gugurnya daun (kol bunga, kubis, tanaman hias)
g. Pengerasan pada asparagus
18

h. Mempersingkat masa simpan dan mengurangi kualitas bunga


i. Gangguan fisiologis pada tanaman umbi lapis yang berbunga
j. Pengurangan masa simpan buah dan sayuran
2.3.4. Ethylene Sebagai Hormon Pematangan

Pemasakan Mangga (Sumber : MGA PRUTAS)

Ethylene sebagi hormon akan mempercepat terjadinya klimakterik. Biale (1960) telah
membuktikan bahwa pada buah adpokat yang disimpan di udara biasa akan matang setelah
11 hari, tetapi apabila disimpan dalam udara dengan kandungan ethylene 10 ppm selama 24
jam buah adpokat tersebut akan matang dalam waktu 6 hari.
Aplikasi C2H2 (Ethylene) pada buah-buahan klimakterik, makin besar konsentrasi C2H2
sampai tingkat kritis makin cepat stimulasi respirasinya. Ethylene tersebut bekerja paling
efektif pada waktu tahap klimakerik, sedangkan penggunaan C2H2

pada tahap post

klimakerik tidak merubah laju respirasi.


Pada buah-buahan non klimakterik respon terhadap penambahan ethylene baik pada buah
pra panen maupun pasca panen, karena produksi ethylene pada buah non klimakterik hanya
sedikit.
Dari penelitian Burg dan Burg (1962), juga dapat diketahui bahwa ethylene merangsang
pemasakan klimakerik. Sedangkan menurut Winarno (1979) dikatakan bahwa uah-buahan
non klimakterik akan mengalami klimakterik setelah ditambahkan ethylene dalam jumlah
yang besar. Sebagai contoh buah non klimakterik untuk percobaannya adalah jeruk. Di
samping itu pada buah-buahan non klimakterik apabila ditambahkan ethylene beberapa kali
akan terjadi klimakterik yang berulang-ulang.

19

Penelitian Mattoo dan Modi (1969) telah menunjukkan bahwa C2H2 meningkatkan
kegiatan enzym-enzym katalase, peroksidase, dan amylase dalam irisanirisan mangga
sebelum puncak kemasakannya. Serta selama pemacuan juga diketemukan zat-zat serupa
protein yang menghambat pemasakan, dalam irisan-irisan itu dapat hilang dalam waktu 45
jam. Perlakuan dengan C2H2

mengakibatkan irisan-irisan menjadi lunak dan tejadi

perubahan warna yang menarik dari putih ke kuning, yang memberi petunjuk timbulnya
gejala-gejala kematangan yang khas.

2.3.5 Ethylene Pada Absisi Daun


Kehilangan daun pada setiap musim gugur merupakan suatu adaptasi untuk menjaga
agar tumbuhan yang berganti daun, selama musim dingin tetap hidup ketika akar tidak bisa
mengabsorpsi air dari tanah yang membeku. Sebelum daun itu mengalami absisi, beberapa
elemen essensial diselamatkan dari daun yang mati, dan disimpan di dalam sel parenkhim
batang. Nutrisi ini dipakai lagi untuk pertumbuhan daun pada musim semi berikutnya. Warna
daun pada musim gugur, merupakan suatu kombinasi dari warna pigmen merah yang baru
dibuat selama musim gugur, dan warna karotenoid yang berwarna kuning dan orange, yang
sudah ada di dalam daun, tetapi kelihatannya berubah karena terurainya klorofil yang
berwarna hijau tua pada musim gugur. Ketika daun pada musim gugur rontok, maka titik
tempat terlepasnya daun merupakan suatu

lapisan absisi yang berlokasi dekat dengan

pangkal tangkai daun.


Sel parenkhim berukuran kecil dari lapisan ini mempunyai dinding sel yang sangat
tipis, dan tidak mengandung sel serat di sekeliling jaringan pembuluhnya. Lapisan absisi
selanjutnya melemah, ketika enzimnya menghidrolisis polisakarida di dalam dinding sel.
Akhirnya dengan bantuan angin, terjadi suatu pemisahan di dalam lapisan absisi. Sebelum
daun itu jatuh, selapisan gabus membentuk suatu berkas pelindung di samping lapisan absisi
dalam ranting tersebut untuk mencegah patogen yang akan menyerbu bagian tumbuhan yang
ditinggalkannya. (Sumber : Campbell dan Reece, 2002 : 816)
2.3.6 Ethylene dan Permeablitas Membran
Ethylene adalah senyawa yang larut di dalam lemak sedangkan memban dari sel
terdiri dari senyawa lemak. Oleh karena itu ethylene dapat larut dan menembus ke dalam
membran mitochondria. Apabila mitochondria pada fase pra klimakterik diekraksi kemdian
20

ditambah ethylene, ternyata terjadi pengembangan volume yang akan meningkatkan


permeablitas sel sehingga bahan-bahan dari luar mitochondria akan dapat masuk. Dengan
perubahan-perubahan permeabilitas sel akan memungkinkan interaksi yang lebih besar antara
substrat buah dengan enzym-enzym pematangan.
2.3.7 Ethylene dan Aktiitas ATP-ase
Ethylene mempunai peranan dalam merangsang aktiitas ATP-ase dalam penyediaan
energi yang dibutuhkan dalam metabolisme. ATP-ase adalah suatu enzym yang diperlukan
dalam pembuatan enegi dari ATP yang ada dalam buah. Adapun reaksinya adalah sebagai
berikut:
ATP -----------------------

--------------------------

ATP-ase
2.3.8 Ethylene sebagai Genetic Derepression
Pada reaksi biolgis ada dua faktor yang mengontrol jalannya reaksi. Yang pertama
adalah Gene repression yang menghambat jalannya reaksi yang berantai untuk dapat
berlangsung terus. Yang kedua adalah Gene Derepression yaitu faktor yang dapat
menghilangkan hambatan tersebut sehingga reaksi dapat berlangsun. Selain itu ethylene
mempengaruhi proses-proses yang tejadi dalam tanaman termasuk dalam buah, melalui
perubahan pada RNA dan hasilya adalah perubahan dalam sintesis protein yang diatur RNA
sehingga pola-pola enzym-enzymnya mengalami perubahan pula.
2.3.9 Interaksi Ethylene dengan Auxin
Di dalam tanaman ethylene mengadakan interaksi dengan hormon auxin. Apabila
konsentrasi auxin meningkat maka produksi ethylen pun akan meningkat pula. Peranan auxin
dalam pematangan buah hanya membantu merangsang pembentukan ethylene, tetapi apabila
konsentrasinya ethylene cukup tinggi dapat mengakibatkan terhambatnya sintesis dan
aktifitas auxin.
2.3.10 Produksi dan Aktifitas Ethylene
Pembentukan ethylene dalam jaringan-jaringan tanaman dapat dirangsang oleh
adanya kerusakan-kerusakan mekanis dan infeksi. Oleh karena itu adanya kerusakan mekanis
pada buah-buahan yang baik di pohon maupun setelah dipanen akan dapat mempercepat
21

pematangannya. Penggunaan sinar-sinar radioaktif dapat merangsang produksi ethylene. Pada


buah Peach yang disinari dengan sinar gama 600 krad ternyata dapat mempercepat
pembentukan ethylene apabila dibeika pada saat pra klimakterik, tetapi penggunaan sinar
radioaktif tersebut pada saat klimakterik dapat menghambat produksi ethylene.
Produksi ethylene juga dipengaruhi oleh

faktor suhu dan oksigen. Suhu

renah

maupun suhu tinggi dapat menekan produk si ethylene. Pada kadar oksigen di bawah sekitar
2 % tidak terbentuk ethylene, karena oksigen sangat diperlukan. Oleh karena itu suhu rendah
dan oksigen renah dipergunakan dalam praktek penyimpanan buahbuahan, karena akan dapat
memperpanjang daya simpan dari buah-buahan tersebut.Aktifitas ethylene dalam pematangan
buah akan menurun dengan turunnya suhu, misalnya pada Apel yang disimpan pada suhu 30
C, penggunaan ethylene dengan konsentrasi tinggi tidak memberikan pengaruh yang jelas
baik pada proses pematangan maupun pernafasan. Pada suhu optimal untuk produksi dan
aktifitas ethylene pada bah tomat dan apel adalah 320 C, untuk buah-buahan yang lain
suhunya lebih rendah.
2.4 Aplikasi Zpt Pada Bidang Pertanian
Seperti yang telah dibahas dimuka, ZPT sintetik sangat banyak digunakan pada
pertanian modern. Tanpa ZPT sintetik untuk mengendalikan gulma, atau untuk
mengendalikan pertumbuhan dan pengawetan buah-buahan, maka produksi bahan makanan
akan berkurang sehingga harganya akan menjadi mahal.Disamping itu, muncul keprihatinan
bahwa penggunaan senyawa sintetik secara berlebihan pada produksi pangan akan
menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan serius. Sebagai conto dioksin, senyawa
kimia sampingan dari sintesa 2, 4-D yang digunakan sebagai herbisida selektif untuk
membasmi gulma berdaun lebar dari tumbuhan dikotil. Walaupun 2, 4-D tidak beracun
terhadap mamalia, namun dioksin dapat menyebabkan cacat lahir, penyakit hati, dan leukimia
pada hewan percobaan.Sekarang ini, bagaimanapun juga, produksi bahan pangan secara
organik menjadi relatif lebih mahal. Persoalan penggunaan senyawa kimia sintetik pada
bidang pertanian melibatkan aspek ekonomi dan etika. Haruskah kita teruskan memproduksi
pangan yang murah dan berlimpah dengan zat kimia sintetik dan masa bodoh terhadap
masalah yang mungkin muncul, atau haruskah kita melakukan budidaya tanaman tanpa zat
kimia sintetik berbahaya tetapi dengan menerima kenyataan bahwa harga bahan pangan akan
lebih mahal.

22

Pada metode kultur jaringan penggunaan auksin dan sitokinin

sudah banyak

digunakan. Menurut Gunawan (1987) bahwa jika konsentrasi auksin lebih besar daripada
sitokinin maka kalus akan tumbuh, dan bila konsentrasi sitokinin lebih besar dibandingkan
auksin maka tunas akan tumbuh. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudarmaji (2000)
mengenai penentuan konsentrasi yang tepat pada pertumbuhan kalus kapas menunjukkan
bahwa pemebrian BAP dengan konsentrasi 2 mg/l pada kalus dari kapas varietas Coker 500
menghasilkan pertumbuhan yang lebih cepat dan kuantitas kalus yang paling baik. BAP
pada konsentrasi 3 mg/l menghasilkan bobot akhir kalus paling tinggi (1,65 g). Penelitian
selanjutnya yang dilakukan oleh Pudji Rahardjo dan Gatut-Suprijadji ( 2001) mengenai
Pengaruh Panjang Sayatan dan Konsentrasi NAA Terhadap Perakaran Setek Daun Bermata
Tunas Kopi Robusta menunjukkan bahwa panjang sayatan 3 cm dan 4 cm menyebabkan
persentase setek berakar mencapai 90%, jumlah

akar rata-rata 1,9-2,0, panjang akar

mencapai 8,7-9,6 cm, panjang tunas 1,3-2,4 cm dan berat kering tunas 14,15-14,94 mg.
Pemberian zat tumbuh NAA dengan konsentrasi 1.000 ppm, 1.500 ppm, dan 2.000 ppm tidak
mampu meningkatkan persentase setek berakar, jumlah akar, panjang akar, dan panjang
tunas. Pembentukan umbi mikro kentang dipengaruhi oleh adanya keseimbangan antara
hormon perangsang dan penghambat yang terdapat dalam tanaman tersebut. Auksin dan
giberelin secara umum diketahui sebagai hormon penghambat pembentukan umbi, sedangkan
untuk mempelajari proses pengumbian in vitro dapat digunakan sitokinin dan zat pengatur
tumbuh yang termasuk dalam kelompok inhibitor atau retardan. Sitokinin yang tinggi dapat
diberikan secara eksogen, sedangkan untuk merendahkan giberelin endogen dapat diberikan
retardan yang akan menghambat biosintesis giberelin. Hasill penelitian yang dilakukan oleh
Samanhudi dkk (2002) menunjukkan bahwa pemberian

paclobutrazol 0,2 ppm dapat

meningkatkan jumlah umbi mikro yang terbentuk. Dengan adanya penambahan paklobutrazol
0,2 ppm, persentase tanaman yang membentuk umbi 30% lebih banyak dari pada tanaman
yang tidak diberi paklobutrazol. Penambahan paklobutrazol 0,2 ppm juga memberikan
jumlah umbi dan berat basah yang lebih tinggi berturut-turut sebesar 24% dan 30% dibanding
planlet yang tidak Diperlakukan. Adanya peningkatan persentase planlet yang membentuk
umbi, terbentuknya jumlah umbi dan berat basah sesuai dengan penelitian-penelitian yang
pernah dilakukan sebelumnya (Balamani and Pooviah, 1985; Harvey et.al., 1991; Simko,
1993).
Hal ini tampaknya disebabkan karena pengaruh dari paklobutrazol yang merupakan
suatu zat perlambat biosintesa gibberellin sehingga kandungan GA-nya menjadi rendah dan
23

mendorong terbentuknya umbi. Hal ini juga dikemukakan oleh Gunawan (1995) akan
meningkat bila ke dalam media ditambahkan zat penghambat tumbuh seperti ancymidol atau
paklobutrazol. Dari penelitian ini diperoleh suatu gambaran hubungan antara konsentrasi
paklobutrazol dengan jumlah umbi yang terbentuk yang menunjukkan bahwa peningkatan
paklobutrazol sampai konsentrasi sekitar 0,4 ppm akan meningkatkan jumlah umbi yang
terbentuk dan setelah itu adanya peningkatan konsentrasi akan mengakibatkan jumlah umbi
yang terbentuk menurun.
Penelitian mengenai

Pengaruh Vernalisasi, Giberelin, dan Auxin terhadap

Pembungaan dan Hasil Biji Bawang Merah yang dilakukan oleh Nani Sumarni dan Etty
Sumiati (2001) menunjukkan bahwa hasil biji TSS (True Shallot Seed) atau hasil biji bawang
merah tertinggi diperoleh dengan perlakuan vernalisasi dan aplikasi 200 ppm GA3 + 50 ppm
NAA, yaitu sebesar 17,92 kg/ha. Namun, perlakuan vernalisasi dan aplikasi 100 ppm GA3
juga memberikan hasil biji TSS yang cukup tinggi dan lebih efisien dari segi penggunaan zat
pengatur tumbuhnya, yaitu sebesar 13,42 kg/ha (efisiensi lahan 80%). Hasil penelitian ini
dapat dijadikan acuan dalam meningkatkan produksi biji bawang merah.

24

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan:
a) Etilen adalah suatu gas yang dapat digolongkan sebagai zat pengatur
pertumbuhan (phytohormon) yang aktif dalam pematangan. Dapat disebut
sebagai hormon karena telah memenuhi persyaratan sebagai hormon, yaitu
dihasilkan oleh tanaman, besifat mobil dalam jaringan tanaman dan
merupakan senyawa organik.
b) Peranan Etilen:
mendukung respirasi climacteric dan pematangan buah
mendukung epinasti
menghambat perpanjangan batang (elengation growth) dan akar pada
beberapa species tanaman walaupun ethylene ini dapat menstimulasi
perpanjangan batang, coleoptyle dan mesocotyle pada tanaman
tertentu, misalnya Colletriche dan padi.
Menstimulasi perkecambahan
Menstimulasi

pertumbuhan

secara

isodiametrical

lebih

besar

dibandingkan dengan pertumbuhan secara longitudinal


Mendukung terbentuknya bulu-bulu akar
Mendukung terjadinya abscission pada daun
Mendukung proses pembungaan pada nanas.
Mendukung adanya flower fading dalam persarian anggrek
Menghambat transportasi auxin secara basipetal dan lateral
3.2 Saran
Saran yang kelompok kami tujukan adalah untuk:
a) Pembaca
Setelah pembaca membaca makalah yang berjudul Etilen (definisi, manfaat
dan peranannya dalam kehidupan sehari- hari) diharapkan dapat menambah
khasanah pengetahuan pembaca.Sehingga dapat mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari.

25

b) Pengelola pemuliaan tanaman/hobbies tanaman


Dengan adanya makalah tersebut diharapkan para pengelola tanaman maupun
hobbies tanaman untuk meningkatkan kualitas tanaman yang telah dikelolanya
lebih utamanya dari aspek hasil tanaman yang berupa buah. Dengan
mengetahui teknik pemulian hasil tanaman yang lebih berkualitas sehingga
dapat mendatangkan passive income
pengelola tanaman dan hobbies tanaman.

26

yang lebih meningkat bagi para

DAFTAR PUSTAKA
Salisbury, Frank B dkk Alih Bahasa Dr. Diah R Lukma dkk.1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid
3.Bandung: ITB
http://wordbiology.wordpress.com/2009/01/20/pemasakan-buah/
http://perkebunankaret.blogspot.com/2010/05/faktor-yang-mempengaruhi-efektivitas.html
http://sugihsantosa.atspace.com/artikel/zpt.html
http://blog.uad.ac.id/ninikmulyaningsih/files/2011/12/Hormon-tumbuhan1.pdf
http://maretbio01cs.weebly.com/uploads/4/6/2/8/4628764/02_bab1.pdf

27

Anda mungkin juga menyukai