Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN
2.1.

Pengertian Klenik
Klenik dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan
kepercayaan akan hal-hal yang mengandung rahasia dan tidak masuk akal
(KBRI,1989:409). Salah satu aspek dari ajaran agama adalah percaya terhadap
kekuatan gaib. Bagi penganut agama, masalah yang berkaitan dengan hal-hal yang
gaib ini umumnya diterima sebagai suatu bentuk keyakinan yang lebih bersifat
emosional, ketimbang rasional.
Masalah yang menyangkut sesuatu yang gaib dan nilai-nilai sakral
keagamaan ini dalam kehidupan masyarakat sering pula diturunkan ke pribadipribadi tertentu. Proses ini menimbulkan kepercayaan bahwa seseorang dianggap
memiliki kemampuan luar biasa dan dapat berhubungan dengan alam gaib.
Psikologi agama yang mempelajari hubungan sikap dan tingkah laku
manusia dalam kaitan dengan agama, agaknya dapat melihat penyimpangan
tingkah laku keagamaan sebagai bagian dari gejala kejiwaan.
Dalam kenyataan di masyarakat praktek yang bersifat klenik memiliki
karakteristik yang hampir sama yaitu :

1.

Pelakunya menokohkan diri selalu orang yang suci dan umumnya tidak

2.

memiliki latar belakang yang jelas (asing).


Mendakwahkan diri memiliki kemampuan luar biasa dalam masalah yang

3.

berhubungan dengan hal-hal gaib.


Menggunakan ajaran agama sebagai alat untuk menarik kepercayaan

4.
5.

masyarakat.
Kebenaran ajarannya tidak dapat dibuktikan secara rasional.
Memiliki tujuan tertentu yang cenderung merugikan masyarakat.
Suburnya praktek ini antara lain ditopang oleh kondisi masyarakat yang

umumnya awam terhadap agama namun memiliki rasa fanatisme keagamaan yang
tinggi. Kondisi ini menjadikan masyarakat memiliki tingkat sugestibel yang tinggi
(higly suggestible), sehingga lebih reseptif (mudah menerima) gagasan baru yang
dikaitkan dengan ajaran agama.
Sugesti sendiri merupakan proses komunikasi yang menyebabkan diterima
dan disadarinya suatu gagasan yang dikomunikasikan tanpa alasan-alasan yang

rasional (Thouless:40), tampaknya memang sering disalahgunakan dalam kasuskasus keagamaan, terutama oleh mereka yang memiliki tujuan-tujuan tertentu.
Fanatisme keagamaan yang tidak dilatarbelakangi oleh pengetahuan keagamaan
yang cukup tampaknya masih merupakan lahan subur bagi muncul dan
berkembangnya aliran klenik.
Faktor-faktor lain yang mendukung timbul dan berkembangnya aliran
seperti ini adalah kekosongan spiritual dan penderitaan. Mereka yang memiliki
kesadaran beragama yang rendah atau tidak sama sekali, umumnya jika
mengalami penderitaan cenderung akan kehilangan pegangan hidup. Di saat-saat
seperti ini pula mereka menjadi sangat sugestibel (mudah menerima sugesti). Oleh
karena umumnya dalam kondisi yang putus asa seperti itu, praktek kebatinan
seperti aliran klenik dianggap dapat menjanjikan dan merupakan tempat pelarian
dalam mengatasi kemelut batin mereka.
Aliran klenik sebagai bagian dari bentuk tingkah laku keagamaan yang
menyimpang akan senantiasa muncul dalam setiap masyarakat, apapun latar
belakang kepercayaannya. Perilaku keagamaan yang menyimpang ini umumnya
menyebabkan orang menutup diri dari pergaulan dengan dunia luar. Dengan
demikian mereka membentuk kelompok eksklusif, dan dalam kondisi seperti itu
mereka sulit untuk didekati. Serta mereka umumnya yang terikat dalam aliran
tersebut memiliki keterikatan batin yang kuat dengan pemimpin. Tak jarang atas
anjuran pemimpin, mereka mampu melakukan perbuatan nekad. Kecenderungan
seperti ini terkadang dapat menjelma menjadi tindakan kelompok yang ekstrim
dan merugikan.
Aliran-aliran klenik ini kemudian dapat pula berkembang menjadi aliranaliran kepercayaan dan aliran kebatinan. Dan menurut Prof. Dr. Hamka, aliran ini
timbul oleh kekacauan pikiran lantaran kacaunya ekonomi, sosial dan politik,
sehingga mendorong masyarakat untuk melepaskan pikirannya dari pengaruh
kenyataan, lalu masuk ke dalam daerah khayalan tasawuf.

2.2.

Sejarah Klenik Umum di Masyarakat Indonesia

Keterpurukan Masyarakat Jawa Peran kerajaan-kerajaan (berlabel) Islam


di Jawa sejak Demak, Cirebon, Banten, Pajang, hingga Mataram yang kemudian
pecah menjadi Kasunanan Surakarta (kemudian juga ada Mangkunegaran sebagai
sempalannya) dan Kasultanan Ngayogyakarta-- pada perkembangan (terutama
secara kuantitas) Islam di Jawa bagaimanapun juga tidak bisa diabaikan. Namun,
keterpurukan masyarakat Jawa adalah akibat terbelenggu oleh klenik dan tahyul.
Keterbukaan hati, keluasan wawasan, dan etik kerja rajin masyarakat pesisir
(komunitas awal mula Islam di Jawa) tergantikan oleh kepicikan dan kejumudan,
yang disokong oleh mitos, klenik, dan tahyul.
Sang Sultan Jogja pun pernah berkata, sebenarnya mitos-mitos itu hanya
untuk mempertahankan kekuasaan, bahwa raja-raja Mataram (yang tidak ada
hubungan darah/ keluarga dengan kerajaan-kerajaan sebelumnya) mendapat restu
dari penguasa alam (yang disimbolkan dengan laut kidul & merapi, juga lawu),
agar masyarakat awam memberikan dukungan. Restu penguasa ditambah
ketiadaan hubungan darah ini pun digunakan untuk mencegah keturunan dari
kerajaan-kerajaan sebelumnya hendak menuntut hak tahta. Mitos yang Begitu Tua
Mitos laut kidul ini sebenarnya ada sejak jaman Galuh di pasundan. Dinastidinasti pembangun candi-candi di Jawa Tengah seperti Borobudur, Prambanan,
Dieng, dan sebagainya, memiliki hubungan keluarga dari pernikahan dengan
kerajaan-kerajaan di pasundan. Diasti ini kemudian musnah dan masyarakatnya
pergi ke Jawa Timur, dan oleh Empu Sindok dibentuklah kerajaan baru dengan
Airlangga sebagai salah satu penerusnya. Pusaka-pusaka Mataram kuna konon
masih ada pada jaman Airlangga. Kemudian jaman berganti dan munculah
Kahuripan, Kediri (dan Jenggala), Singasari, dan Majapahit. Kesemua kerajaan ini
memiliki jalur hubungan keluarga, termasuk pendiri Demak pun anak Brawijaya
II, raja Majapahit terahir. Demak dengan Cirebon dan Banten juga memiliki
hubungan keluarga. Jaka Tingkir sebagai pendiri Pajang pun merupakan menantu
raja Demak, dan ayahnya pun juga keturunan Brawijaya. Nah, dari alur keluarga
ini, mitos laut kidul sudah begitu tuanya. Bahkan penyebarannya demikian luas,
bahkan di Nusa Tenggara dan Maluku dikenal juga mitos yang senada, yang
mungkin terbawa ketika Sriwijaya (yang memiliki hubungan keluarga yang erat
dengan Mataram Kuna) dan Majapahit melakukan ekspansi.

Penguasa yang Mampu dan yang Tidak Mampu, raja-raja Jawa Islam ini
memang yang memberi fasilitas bagi perkembangan Islam di tanah Jawa. Namun,
tidak semata-mata peran kerajaan saja yang terlibat. Efort zonder kekuasaan pun
bisa sukses, misalkan daerah Pengging (Boyolali) yang dimakmurkan oleh Kebo
Kananga ayah Jaka Tingkir yang justru menghindar dari kekuasaan, juga berbagai
pondok pesantren tua, misalkan di kebumen yang lebih tua dari kebumen sendiri,
yang jauh dari hiruk pikuk kekuasaan. Penguasa pun tidak selamanya mendukung.
Seperti halnya keturunan Sultan Agung yang justru menyembelih banyak kiayi.
Keturunannya pun ada yang mati dalam pelarian dikejar-kejar rakyatnya.
Penguasa ada yang baik ada yang buruk.
Sultan Agung dipandang memiliki keluasan ilmu, hingga Islam makmur di
jamannya. Adanya penanggalan Jawa-Islam adalah pada jamannya, yang
menggabungkan penanggalan Saka (berbasis matahari) dengan Hijriyah (yang
qomariayah), dengan angka tahun yang tetap meneruskan tahun Saka (terakhir
yang asli) dan tanggal serta bulan yang mengadopsi peredaran bulan yang
dianggap lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat, misalkan untuk penentuan
masa-masa dalam bertani. Namun ada juga penguasa-penguasa bodoh yang tidak
memahami "ilmu" dari peninggalan wali sanga dan leluhurnya, malah terjebak di
klenik dan tahayul.
2.3.

Pengertian Klenik dalam Budaya Jawa


Klenik (di dalam bahasa Jawa) adalah sesuatu yang tersembunyi atau hal
yang dirasahasiakan untuk umum. Dalam kultur Jawa ada ilmu yang disebut ilmu
tua. Yaitu, ilmu yang diajarkan kepada mereka yang sudah matang dalam
kesadarannya.

Hal

ini

dimaksudkan

agar

tidak

disalahgunakan,

atau

disalahartikan. Ilmu yang demikian ini adalah klenik.


Ilmu Klenik adalah Pengetahuan yang menjelaskan hal-hal yang gaib. Halhal yang bersifat tersembunyi. Wilayah misteri. Salah satu ilmu atau pengetahuan
yang ada diwilayah klenik adalah agama. Banyak hal dalam agama yang tidak
dapat diuji kebenarannya (diverifikasi). Kebenarannya hanya bisa dimengerti oleh
mereka yang menempuh ilmu makrifat. Bagi orang awam kebenaran agama cukup
diyakini. Ini klenik namanya! Namun jangan salah terima, ini tidak berarti agama
menyesatkan orang.

Tidak demikian, hal-hal yang bersifat klenik pun dimaksudkan untuk


kesejahteraan manusia. Bukan untuk mendorong manusia ke dunia gelap. Banyak
orang yang salah anggapan. Klenik disamakan dengan upaya mengarang agar
cocok hasilnya. Orang yang menganggap klenik sebagai othak-athik mathuk,
maka ia dapat disamakan dengan Marx yang menganggap agama sebagai candu.
Sungguh naif apabila kita tidak memahami suatu ilmu, lalu ilmu itu kita
golongkan ke dalam tahayul atau klenik yang selama ini dipahami oleh banyak
orang, yaitu othak-athik mathuk.
2.4.

Pandangan atau opini masyarakat Jawa tentang Kejawen di masa


sekarang ini.
Umumnya ketika mendengar kata Kejawen reaksi orang-orang
bermacam-macam. Beberapa orang yang masih mengerti budaya Kejawen,
memaparkan bahwa Kejawen adalah falsafah hidup orang Jawa. Reaksi
komentator berbeda-beda. Kebanyakan menganggap Kejawen itu identik dengan
dukun, supranatural, tahayul, mistik dan paranormal. Menurut pandangan
masyarakat yang lebih condong ke agama khususnya agama islam, Kejawen
dianggap sesat, syrik, mistik karena ritualnya melibatkan makhluk halus, jin,
praktik perdukunan dan klenik (menurut pengertian masyarakat umum). Itulah
respon negatif menurut perspektif masyarakat Kejawen atas respon pemaparan
masyarakat Kejawen tersebut diatas.
Menurut pendapat atau pemahaman masyarakat agamis tersebut, ritual
Kejawen yang melibatkan jin dan makhluk halus tersebut mengandung
penyembahan dan pembacaan mantra kepada makhluk-makhluk tersebut yang
akhirnya disimpulkan menyembah selain Tuhan yang dipercaya oleh agama
masing-masing dan menduakan Tuhan yang tidak sesuai dengan ajaran agama
(tertentu). Disini masyarakat agamis kebanyakan menganggap bahwa Kejawen
merupakan sebuah Agama. Yaitu agama lokal, agama nenek moyang masyarakat
jawa, bukan sebagai prinsip atau falsafah hidup orang Jawa. Sehingga kebanyakan
mereka mengatakan kalau Kejawen itu sesat karena tidak sesuai dengan ajaran
agama dsb.
Menurut sebagian masyarakat Jawa yang masih memahami kejawen
memaparkan bahwa kejawen bukanlah agama dan agama bukanlah kejawen.

Orang Jawa sendiri tidak merasa bahwa itu merupakan suatu agama. Tindakantindakan perluasan ajaran seperti halnya agama-agama pada umumnya tidak ada
dalam Kejawen. Lingkupnya hanya ada di dalam masyarakat Jawa. Kejawen lebih
kepada hasil kebudayaan jawa yang berupa falsafah hidup, tata cara hidup, dan
pola hidup masyarakat Jawa yang berasal dari kesadaran hidup dan kepekaan
orang-orang Jawa terhadap sekitarnya terlepas dari agama. Dan kepekaan tersebut,
dikembangkan dengan cara menerapkan tindakan, pola kehidupan tertentu
misalnya lelaku prihatin yang tujuannya untuk menempa diri agar kuat dan peka
dalam kehidupan sehari-hari. Yaitu kuat fisik, kuat mental, kuat jiwa, kuat dalam
niat dan kemauan serta kuat dalam pengendalian diri.
Namun, tindakan, pola kehidupan dan lelaku itu yang sering kali disalah
persepsikan oleh masyarakat masa kini menurut masyarakat kejawen tersebut.
Salah persepsi dan salah pemahaman itu menimbulkan beberapa dampak. Dua
dampak yang banyak terlihat adalah pertama, munculnya klenik yang
menimbulkan adanya praktik perdukunan sehingga menyebabkan dampak yang
kedua, yaitu masyarakat jawa yang agamis akhirnya memandang negatif melihat
hal tersebut. Karena mungkin tidak sesuai dengan prinsip agama yang dianut
masing-masing. Akhirnya banyak yang meninggalkan kebudayaan kejawen
tersebut sehingga peninggalan budaya jawa satu ini dirasakan mulai luntur. Suatu
kebiasaan yang tidak ada di dalam kitab suci agama dianggap sebagai kebiasaan
yang haram. Semakin lama semakin kontras pemahaman antara kebudayaan dan
agama.
Ilmu Klenik adalah salah satu dari tiga macam ilmu yang dikenal dalam
Kejawen. Tiga macam ilmu menurut Kejawen dalam blog Ki UmarJogja, yang
merupakan salah satu dari sekian orang yang mengerti Kejawen, adalah:
Ilmu Katon, merupakan ilmu hasil persepsi panca indera. Katon artinya
dapat dilihat. Ilmu katon dalam kejawen meliputi ilmu-ilmu alam seperti teknik
membangun rumah, cara bercocok tanam, teknik mesin, teknik listrik dan
semacamnya. Kata kuncinya adalah cara atau teknik.
Lalu yang kedua adalah Ilmu Karang, merupakan ilmu pengarangan atau
hasil karya mengarang. Ilmu yang mencakup adalah bahasa, sastra, matematika,
fisika. Bahasa dan sastra sudah jelas. Namun, dalam matematika, fisika dan
semacamnya, simbol-simbol dalam ilmu tersebut yang dikarang. Simbol
penambahan, pengurangan, alfa, beta dan semacamnya sebelumnya belum ada.

Harus dikarang terlebih dahulu. Setelah disepakati bersama, akhirnya jadilah


ilmu-ilmu tersebut.
Ketiga adalah Ilmu Klenik, yaitu, pengetahuan yang menjelaskan hal-hal
yang bersifat tersembunyi atau gaib. Klenik ada dalam kultur jawa dan bahasa
jawa, yaitu artinya sesuatu yang tersembunyi. Wilayah ilmu klenik adalah
wilayah misteri. Misteri bukan berarti langsung mengarah pada makhluk halus,
jin, roh dan semacamnya. Ilmu yang dikategorikan misteri disini adalah ilmu-ilmu
yang tidak dapat diuji kebenarannya. Kebenarannya hanya bisa dimengerti oleh
orang-orang tertentu saja yang menempuh ilmu makrifat. Dan bagi orang awam
hanya cukup meyakininya. Hal inilah yang disebut klenik. Namun, bukan berarti
agama menyesatkan orang. Begitu pula dengan Klenik yang dimaksudkan untuk
kesejahteraan bukan kedalam dunia gelap.
Lalu, soal lelaku yang menurut masyarakat agamis adalah penyembahan
terhadap jin, roh dan makhluk halus. Masyarakat Kejawen mengatakan bahwa
mereka tidak menyembah roh, jin dan makhluk halus tersebut sejak awal. Sikap
santun orang Jawa meliputi seluruh ciptaan Tuhan. Tidak hanya kepada manusia,
namun juga kepada alam dan kepada makhluk Tuhan yang tidak terlihat tersebut.
Dan kemenyan dianggap sebagai wewangi ruangan, bukan pemanggil jin. Namun,
masyarakat Jawa masa kini salah menafsirkan sehingga sebagian ada yang benarbenar syirik dan ditambah pula pandangan negatif dari masyarakat agamis.
Pergeseran pemahaman juga terjadi pada salah satu pola hidup Kejawen,
yaitu menjaga keharmonisan dan menghormati orang lain. Dimasa sekarang ini,
keharmonisan dipahami sebagai antikonflik dan menghormati orang lain dipahami
secara salah menjadi rendah diri yang berlebihan dan penjilatan kepada yang lebih
berkuasa. Mendeteksi masalah dan memahami sesuatu yang tidak biasa,
diperlukan kepekaan. Hal itu agar masyarakat Jawa selalu mawas diri.
Ketika melakukan suatu kesalahan, orang-orang disekitarnya justru diam
atau ngalah. Diam tersebut, bukan berarti tanpa arti. Hal itu dimaksudkan agar
si pembuat kesalahan justru peka dan introspeksi diri. Cara diam ini juga
berfungsi untuk memperkecil konflik yang tidak perlu. Jika tidak peka, hal itu
dianggap menyakitkan menyakitkan bagi orang lain. Kemudian selanjutnya, untuk
mereduksi konflik yang sudah hampir meledak dalam diri masing-masing,
kemudian menghindari atau ngalih, agar emosi tidak merusak suasana.
Kemudian jika masih belum sadar, langkah tegas diperlukan untuk itu. Namun

10

tidak selalu dengan marah atau ngamuk. Disini pula banyak salah pemahaman
bahwa orang Jawa itu pendiam namun pendendam. Namun memang tidak bisa
dipungkiri, bahwa dibalik sifat santun dan pendiam orang Jawa, juga masih
terdapat sifat kasar dan ganas. Untuk itulah Kejawen ada untuk meredam sifat
tersebut.
Disini, kepekaan diperkuat dengan dilakukannya lelaku prihatin. Seperti
puasa dan merasakan kesusahan hidup. Namun akhirnya muncul ritual-ritual
tertentu seperti bertapa dan berbagai jenis puasa. Ritual-ritual tersebut sebenarnya
merupakan asimilasi dari budaya asing. Lelaku itu sebenarnya adalah keseharian,
ritual yang dilakukan secara rajin. Kepekaan diasah pula dengan mendekatkan diri
kepada alam agar dapat menangkap tanda-tanda alam. Hasil mengasah kepekaan
ini adalah Ilmu titen yang niteni, yaitu ilmu titen yang diteliti dengan panca
indera kemudian hasil penelitian tersebut diperhatikan terus menerus. Ilmu titen
diantaranya peka terhadap arah mata angin, memahami waktu tanpa bantuan jam,
lalu memahami musim dan perubahan kondisi alam yang berguna untuk kegiatan
bercocok tanam. Weton pun termasuk dalam ilmu titen ini karena asal muasal
weton juga hasil dari kepekaan masyarakat jawa terhadap alam. Namun masa
sekarang ini, weton mengalami pergeseran pemahaman menjadi Ilmu Klenik
karena sekarang banyak sekali yang tidak memahami asal muasal weton ini.
Beberapa orang memberikan respon positif, Ada yang mengatakan bahwa
Kejawen memang salah satu warisan budaya nusantara, lebih tepatnya Jawa yang
suka atau tidak suka merupakan peninggalan nenek moyang. Ada juga sebagian
masyarakat yang ber-opini bahwa menghormati pohon besar (salah satu lelaku
Kejawen) bukan berarti syirik dan buruk karena bisa jadi sekelompok masyarakat
tersebut sebenarnya menghargai alam dan menghargai pohon tersebut sebagai
makhluk hidup. Namun, yang terlihat sekarang ini banyak yang salah menafsirkan
sebagai tindakan yang syirik. Karena salah tafsir terhadap kebiasaan masa lalu itu
juga menyebabkan masyarakat masa kini senang meng-keramat-kan sesuatu dan
mengkait-kait kan dengan hal-hal yang mistik dan klenik. Dan banyaknya yang
meninggalkan kebiasaan tersebut juga jadi faktor rusaknya alam sekarang ini. Dari
opini tersebut, dapat disimpulkan bahwa selain terjadi perbedaan pemahaman
dalam bidang Klenik, juga ada perbedaan pemahaman dalam pola hidup.
2.5.

Pengertian Klenik dalam Beragama

11

Pengertian tentang klenik dalam beragama adalah suatu hal yang


merupakan penyimpangan agama, dimana sikap seseorang terhadap kepercayaan
dan keyakinan terhadap agama yang dianutnya mengalami perubahan.
Diantaranya yaitu menyakini akan sesuatu yang tidak masuk akal dan tidak sesuai
dengan ajaran agama serta bersikap pasrah terhadap nasibnya. Perubahan sikap
seperti itu dapat terjadi pada orang per orang dan juga pada kelompok atau
masyarakat.
Sikap keagamaan yang menyimpang dapat terjadi penyimpangan pada
kepercayaan dan keyakinan, sehingga dapat memberi kepercayaan dan kayakinan
baru pada seseorang atau kelompok. Apabila hal tersebut mencapai tingkat
kepercayaan serta keyakinan yang tidak sejalan dengan ajaran agama tertentu
maka akan terjadi sikap keagamaan yang menyimpang, baik dalam diri per-orang
(individu) maupun kelompok.
2.6.

Contoh Beberapa Agama yang Dianggap sebagai Klenik


Kleniknya merupakan sebuah landasan yang lazim ditemukan pada tradisi
Tantra/Tantrayana baik Hindu maupun Budha esoterik dimasa peradabannya dulu.
Pada masanya itu, ajaran ini disebar luaskan, bersifat lebih terbuka melalui banyak
individu-individu dan berkembang menjadi ciri khas metode Tantra di Nusantara.
Jelas sangat berbeda jauh dengan perkembangan Klenik dimasa peralihan dari
Kawruh Jawa ke paham tradisi Kejawen dimasa runtuhnya mayoritas ShivaBudha di Nusantara. Vajrayana adalah ajaran yang berkembang dari ajaran
Buddha Mahayana, dan berbeda dalam hal praktik, bukan dalam hal filosofi.
Vajrayana, adalah suatu ajaran Buddha yang di Nusantara dikenal dengan
nama Tantra atau Tantrayana. Vajrayana adalah ajaran yang berkembang dari
ajaran Buddha Mahayana, yang mentradisikan latihan meditasi di barengi dengan
visualisasi.
Banyak anggapan bahwa kisah kawruh Jawa pada metode kebathinananya
adalah menyalin dari Tantra Hindu yang mungkin dipengaruhi Buddha Tantrayana
atau sebaliknya, namun bagi saya bukanlah titik di sini yang hendak
dipertandingkan. Banyak sudah mengakui bahwsanya Vajrayana merupakan
ajaran mistik, penuh dengan kegaiban. Hal ini sebenarnya serupa dengan mistik
dalam Kawruh Jawa (baca Klenik).

12

Dalam Vajrayana maupun praktek rahasia kebathinan Jawa terdapat masa


zaman terjadi proses penyatuannya, banyak sekali metode dalam berlatih, dan
dimasanya dulu, banyak sekali praktisinya yang memiliki kemampuan luar biasa.
Hal ini menekankan bahwa dasar-dasar esoterik pada hakikatnya memiliki
kesamaan antara praktisi Vajrayana dengan para praktisi kebhatinan Kawruh
Jawa, penguasaan pada metode-metode Klenik sebagaimana prinsip-prinsip pada
Vajrayana juga diharuskan dalam penguasaan olah rasa dalam kawruh Jawa.
Jadi, setelah mengklasifikasi bahwa ada masa penyatuan tradisi tantra di
nusantara, sebagian dengan Tantra Hindu dan sebagian lagi dengan Buddha
Vajrayana, meski tidak semua dari mereka dulunya, secara terus menerus
menggunakan visualisasi dan mantranya, sebagaimana pesatnya perkembangan
Vajrayana di Tibet kemudian. Kebanyakan di Jawa masih menggunakan teknik
sutra murni. Maka teramat wajar bila generasi sekarang lebih menyukai akan
pergi ke definisi tantra Vajrayana pada Tibetan Buddhisme.
2.7.

Pandangan Agama Buddha Terhadap Klenik


Dalam salah satu kitab Brahmajalla Sutta Mahayana dijleaskan bahwa
pada jaman Sang Buddha saja klenik itu juga sudah ada. Dan termasuk dari hasil
dari apa yang telah kita lakukan dari meditasi. Biasanya seorang yang telah
melaksanakan meditasi akan mendapatkan pengetahuan yang baru. Disini, buddha
melarang bagi para bhikku untuk menunjukan kekuatan gaibnya kepada makhluk
lain termasuk manusia. Karena bisa membuat seseorang akan terjerumus ke halhal yang negatif. Umat buddha biasa menyebutnya dengan Abhinna yang
merupakan kekuatan yang luar biasa yang kita peroleh dari meditasi tersebut.
Dalam agama buddha juga terdapat beberapa macam kekuatan yang luar
biasa (Abhinna), yang antara lain :
1. Kemampuan batin fisik ( Iddhividhi/iddhividha)
Yaitu : seseorang mengarahkan pikirannya pada bentuk iddhi, ia bisa
menjadi banyak orang, dari banyak orang kembali menjadi satu lagi, ia
berjalan menembus dinding, benteng atau gunung, ia dapat menyelam dan
muncul melalui tanah, ia dapat menghilang, berjalan diatas air, dengan duduk
bersila ia dapat melayang- layang diangkasa, dengan tangan ia menyentuh
matahari, ia juga dapat dengan tubuhnya mengunjungi alam-alam dewa.
2. Telinga dewa (Dibbasota)

13

Yaitu : kemampuan mendengar suara-suara manusia maupun dewa,


yang jauh atau dekat.
3. Membaca Pikiran (cetopariyanana/paracittavijanana )
Yaitu : kemampuan untuk mengetahui pikiran makhluk lain, termasuk
pikiran orang lain.
4. Mengingat
kembali

kehidupan-kehidupan

yang

lampau

(Pubbenivasanusatti/pubbenivasanussatinana )
Yaitu : Kemampuan untuk mengingat kehidupan yang lampau dari
satu kelahiran sampai ribuan kelahiran secara lengkap, tempat, keluarga,
nama, suku bangsa, kebahagiaan, penderitaan, batas umur, banyak masa
perkembangan dan kehancuran bumi.dsb.
5. Mata dewa ( Dibbacakkhu )
Yaitu : kemampuan untuk melihat apa yang bakal terjadi dimasa yang
akan datang , memungkinkan seseorang untuk melihat benda-benda atau
makhluk-makhluk surgawi dan duniawi, jauh atau dekat, yang tak kasat mata.
Kemampuan untuk mengetahui tentang kematian dan kelahiran makhluk,
mengapa ada makhluk yang terlahir sengsara, menderita, atau makhluk
terlahir dialam neraka, terlahir menyenangkan, bahagia atau terlahir dialam
surga.
6. Pelenyapan kekotoran batin ( Asavakkhayanana )
Yaitu : kemampuan yang hanya dimiliki oelh seorang arahat, Pacceka
Buddha atau samma sambuddha. Kemampuan ini tidak dapat dihasilkan oleh
Samatha bhavana atau dengan mencapai jhana, kemampuan ini hanya dapat
dicapai dengan melaksanakan Vipassana Bhavana.
Agama buddha menggangap bahwa semua itu dapat kita peroleh melalui
mediasi yang telah kita lati dengan istilah umumnya bertapa. Dengan faktor-faktor
dalam meditasi yang biasanya disebut juga faktor-faktor jhana. Disini klenik
sudah memiliki konsentrasi yang sangat tinggi dan telah mampu mencapai
ekaggata (pemusatan pikiran). Dalam abhidhammatasangaha dijelaskan bahwa
jika kita ingin mencapai jhana kita juga harus memiliki pengetahuan yang benar
(kebijaksaan).
Klenik ini telah mampu berkoonsentrasi tetapi diimbangi dengan
kebijaksanaan, sehingga orang tersebut menjadi tak tahu bagaimana cara
mengaplikasikan secara benar apa yang telah ia perolehnya. Sehingga dapat

14

dikatakan menyimpang dari tujuan yang seharusnya ia capai yaitu pencerahan


sempurna.
Jadi dapat kita katakan bersama bahwa dalam pandangan agama buddha
klenik adalah pemusatan pikiran yang penuh yang tidak dibarengi dengan adanya
kebijaksanaan. Dan Buddha juga pernah melarang kepada para bhikku untuk
dengan kekuatannya untuk menyembuhkan orang lain. Karena tujuan sebenarnya
adalah mencari kebenaran sejati dalam dirinya bukan untuk menjadi tabib.

Anda mungkin juga menyukai