PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Klenik
Klenik dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan
kepercayaan akan hal-hal yang mengandung rahasia dan tidak masuk akal
(KBRI,1989:409). Salah satu aspek dari ajaran agama adalah percaya terhadap
kekuatan gaib. Bagi penganut agama, masalah yang berkaitan dengan hal-hal yang
gaib ini umumnya diterima sebagai suatu bentuk keyakinan yang lebih bersifat
emosional, ketimbang rasional.
Masalah yang menyangkut sesuatu yang gaib dan nilai-nilai sakral
keagamaan ini dalam kehidupan masyarakat sering pula diturunkan ke pribadipribadi tertentu. Proses ini menimbulkan kepercayaan bahwa seseorang dianggap
memiliki kemampuan luar biasa dan dapat berhubungan dengan alam gaib.
Psikologi agama yang mempelajari hubungan sikap dan tingkah laku
manusia dalam kaitan dengan agama, agaknya dapat melihat penyimpangan
tingkah laku keagamaan sebagai bagian dari gejala kejiwaan.
Dalam kenyataan di masyarakat praktek yang bersifat klenik memiliki
karakteristik yang hampir sama yaitu :
1.
Pelakunya menokohkan diri selalu orang yang suci dan umumnya tidak
2.
3.
4.
5.
masyarakat.
Kebenaran ajarannya tidak dapat dibuktikan secara rasional.
Memiliki tujuan tertentu yang cenderung merugikan masyarakat.
Suburnya praktek ini antara lain ditopang oleh kondisi masyarakat yang
umumnya awam terhadap agama namun memiliki rasa fanatisme keagamaan yang
tinggi. Kondisi ini menjadikan masyarakat memiliki tingkat sugestibel yang tinggi
(higly suggestible), sehingga lebih reseptif (mudah menerima) gagasan baru yang
dikaitkan dengan ajaran agama.
Sugesti sendiri merupakan proses komunikasi yang menyebabkan diterima
dan disadarinya suatu gagasan yang dikomunikasikan tanpa alasan-alasan yang
rasional (Thouless:40), tampaknya memang sering disalahgunakan dalam kasuskasus keagamaan, terutama oleh mereka yang memiliki tujuan-tujuan tertentu.
Fanatisme keagamaan yang tidak dilatarbelakangi oleh pengetahuan keagamaan
yang cukup tampaknya masih merupakan lahan subur bagi muncul dan
berkembangnya aliran klenik.
Faktor-faktor lain yang mendukung timbul dan berkembangnya aliran
seperti ini adalah kekosongan spiritual dan penderitaan. Mereka yang memiliki
kesadaran beragama yang rendah atau tidak sama sekali, umumnya jika
mengalami penderitaan cenderung akan kehilangan pegangan hidup. Di saat-saat
seperti ini pula mereka menjadi sangat sugestibel (mudah menerima sugesti). Oleh
karena umumnya dalam kondisi yang putus asa seperti itu, praktek kebatinan
seperti aliran klenik dianggap dapat menjanjikan dan merupakan tempat pelarian
dalam mengatasi kemelut batin mereka.
Aliran klenik sebagai bagian dari bentuk tingkah laku keagamaan yang
menyimpang akan senantiasa muncul dalam setiap masyarakat, apapun latar
belakang kepercayaannya. Perilaku keagamaan yang menyimpang ini umumnya
menyebabkan orang menutup diri dari pergaulan dengan dunia luar. Dengan
demikian mereka membentuk kelompok eksklusif, dan dalam kondisi seperti itu
mereka sulit untuk didekati. Serta mereka umumnya yang terikat dalam aliran
tersebut memiliki keterikatan batin yang kuat dengan pemimpin. Tak jarang atas
anjuran pemimpin, mereka mampu melakukan perbuatan nekad. Kecenderungan
seperti ini terkadang dapat menjelma menjadi tindakan kelompok yang ekstrim
dan merugikan.
Aliran-aliran klenik ini kemudian dapat pula berkembang menjadi aliranaliran kepercayaan dan aliran kebatinan. Dan menurut Prof. Dr. Hamka, aliran ini
timbul oleh kekacauan pikiran lantaran kacaunya ekonomi, sosial dan politik,
sehingga mendorong masyarakat untuk melepaskan pikirannya dari pengaruh
kenyataan, lalu masuk ke dalam daerah khayalan tasawuf.
2.2.
Penguasa yang Mampu dan yang Tidak Mampu, raja-raja Jawa Islam ini
memang yang memberi fasilitas bagi perkembangan Islam di tanah Jawa. Namun,
tidak semata-mata peran kerajaan saja yang terlibat. Efort zonder kekuasaan pun
bisa sukses, misalkan daerah Pengging (Boyolali) yang dimakmurkan oleh Kebo
Kananga ayah Jaka Tingkir yang justru menghindar dari kekuasaan, juga berbagai
pondok pesantren tua, misalkan di kebumen yang lebih tua dari kebumen sendiri,
yang jauh dari hiruk pikuk kekuasaan. Penguasa pun tidak selamanya mendukung.
Seperti halnya keturunan Sultan Agung yang justru menyembelih banyak kiayi.
Keturunannya pun ada yang mati dalam pelarian dikejar-kejar rakyatnya.
Penguasa ada yang baik ada yang buruk.
Sultan Agung dipandang memiliki keluasan ilmu, hingga Islam makmur di
jamannya. Adanya penanggalan Jawa-Islam adalah pada jamannya, yang
menggabungkan penanggalan Saka (berbasis matahari) dengan Hijriyah (yang
qomariayah), dengan angka tahun yang tetap meneruskan tahun Saka (terakhir
yang asli) dan tanggal serta bulan yang mengadopsi peredaran bulan yang
dianggap lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat, misalkan untuk penentuan
masa-masa dalam bertani. Namun ada juga penguasa-penguasa bodoh yang tidak
memahami "ilmu" dari peninggalan wali sanga dan leluhurnya, malah terjebak di
klenik dan tahayul.
2.3.
Hal
ini
dimaksudkan
agar
tidak
disalahgunakan,
atau
Orang Jawa sendiri tidak merasa bahwa itu merupakan suatu agama. Tindakantindakan perluasan ajaran seperti halnya agama-agama pada umumnya tidak ada
dalam Kejawen. Lingkupnya hanya ada di dalam masyarakat Jawa. Kejawen lebih
kepada hasil kebudayaan jawa yang berupa falsafah hidup, tata cara hidup, dan
pola hidup masyarakat Jawa yang berasal dari kesadaran hidup dan kepekaan
orang-orang Jawa terhadap sekitarnya terlepas dari agama. Dan kepekaan tersebut,
dikembangkan dengan cara menerapkan tindakan, pola kehidupan tertentu
misalnya lelaku prihatin yang tujuannya untuk menempa diri agar kuat dan peka
dalam kehidupan sehari-hari. Yaitu kuat fisik, kuat mental, kuat jiwa, kuat dalam
niat dan kemauan serta kuat dalam pengendalian diri.
Namun, tindakan, pola kehidupan dan lelaku itu yang sering kali disalah
persepsikan oleh masyarakat masa kini menurut masyarakat kejawen tersebut.
Salah persepsi dan salah pemahaman itu menimbulkan beberapa dampak. Dua
dampak yang banyak terlihat adalah pertama, munculnya klenik yang
menimbulkan adanya praktik perdukunan sehingga menyebabkan dampak yang
kedua, yaitu masyarakat jawa yang agamis akhirnya memandang negatif melihat
hal tersebut. Karena mungkin tidak sesuai dengan prinsip agama yang dianut
masing-masing. Akhirnya banyak yang meninggalkan kebudayaan kejawen
tersebut sehingga peninggalan budaya jawa satu ini dirasakan mulai luntur. Suatu
kebiasaan yang tidak ada di dalam kitab suci agama dianggap sebagai kebiasaan
yang haram. Semakin lama semakin kontras pemahaman antara kebudayaan dan
agama.
Ilmu Klenik adalah salah satu dari tiga macam ilmu yang dikenal dalam
Kejawen. Tiga macam ilmu menurut Kejawen dalam blog Ki UmarJogja, yang
merupakan salah satu dari sekian orang yang mengerti Kejawen, adalah:
Ilmu Katon, merupakan ilmu hasil persepsi panca indera. Katon artinya
dapat dilihat. Ilmu katon dalam kejawen meliputi ilmu-ilmu alam seperti teknik
membangun rumah, cara bercocok tanam, teknik mesin, teknik listrik dan
semacamnya. Kata kuncinya adalah cara atau teknik.
Lalu yang kedua adalah Ilmu Karang, merupakan ilmu pengarangan atau
hasil karya mengarang. Ilmu yang mencakup adalah bahasa, sastra, matematika,
fisika. Bahasa dan sastra sudah jelas. Namun, dalam matematika, fisika dan
semacamnya, simbol-simbol dalam ilmu tersebut yang dikarang. Simbol
penambahan, pengurangan, alfa, beta dan semacamnya sebelumnya belum ada.
10
tidak selalu dengan marah atau ngamuk. Disini pula banyak salah pemahaman
bahwa orang Jawa itu pendiam namun pendendam. Namun memang tidak bisa
dipungkiri, bahwa dibalik sifat santun dan pendiam orang Jawa, juga masih
terdapat sifat kasar dan ganas. Untuk itulah Kejawen ada untuk meredam sifat
tersebut.
Disini, kepekaan diperkuat dengan dilakukannya lelaku prihatin. Seperti
puasa dan merasakan kesusahan hidup. Namun akhirnya muncul ritual-ritual
tertentu seperti bertapa dan berbagai jenis puasa. Ritual-ritual tersebut sebenarnya
merupakan asimilasi dari budaya asing. Lelaku itu sebenarnya adalah keseharian,
ritual yang dilakukan secara rajin. Kepekaan diasah pula dengan mendekatkan diri
kepada alam agar dapat menangkap tanda-tanda alam. Hasil mengasah kepekaan
ini adalah Ilmu titen yang niteni, yaitu ilmu titen yang diteliti dengan panca
indera kemudian hasil penelitian tersebut diperhatikan terus menerus. Ilmu titen
diantaranya peka terhadap arah mata angin, memahami waktu tanpa bantuan jam,
lalu memahami musim dan perubahan kondisi alam yang berguna untuk kegiatan
bercocok tanam. Weton pun termasuk dalam ilmu titen ini karena asal muasal
weton juga hasil dari kepekaan masyarakat jawa terhadap alam. Namun masa
sekarang ini, weton mengalami pergeseran pemahaman menjadi Ilmu Klenik
karena sekarang banyak sekali yang tidak memahami asal muasal weton ini.
Beberapa orang memberikan respon positif, Ada yang mengatakan bahwa
Kejawen memang salah satu warisan budaya nusantara, lebih tepatnya Jawa yang
suka atau tidak suka merupakan peninggalan nenek moyang. Ada juga sebagian
masyarakat yang ber-opini bahwa menghormati pohon besar (salah satu lelaku
Kejawen) bukan berarti syirik dan buruk karena bisa jadi sekelompok masyarakat
tersebut sebenarnya menghargai alam dan menghargai pohon tersebut sebagai
makhluk hidup. Namun, yang terlihat sekarang ini banyak yang salah menafsirkan
sebagai tindakan yang syirik. Karena salah tafsir terhadap kebiasaan masa lalu itu
juga menyebabkan masyarakat masa kini senang meng-keramat-kan sesuatu dan
mengkait-kait kan dengan hal-hal yang mistik dan klenik. Dan banyaknya yang
meninggalkan kebiasaan tersebut juga jadi faktor rusaknya alam sekarang ini. Dari
opini tersebut, dapat disimpulkan bahwa selain terjadi perbedaan pemahaman
dalam bidang Klenik, juga ada perbedaan pemahaman dalam pola hidup.
2.5.
11
12
13
kehidupan-kehidupan
yang
lampau
(Pubbenivasanusatti/pubbenivasanussatinana )
Yaitu : Kemampuan untuk mengingat kehidupan yang lampau dari
satu kelahiran sampai ribuan kelahiran secara lengkap, tempat, keluarga,
nama, suku bangsa, kebahagiaan, penderitaan, batas umur, banyak masa
perkembangan dan kehancuran bumi.dsb.
5. Mata dewa ( Dibbacakkhu )
Yaitu : kemampuan untuk melihat apa yang bakal terjadi dimasa yang
akan datang , memungkinkan seseorang untuk melihat benda-benda atau
makhluk-makhluk surgawi dan duniawi, jauh atau dekat, yang tak kasat mata.
Kemampuan untuk mengetahui tentang kematian dan kelahiran makhluk,
mengapa ada makhluk yang terlahir sengsara, menderita, atau makhluk
terlahir dialam neraka, terlahir menyenangkan, bahagia atau terlahir dialam
surga.
6. Pelenyapan kekotoran batin ( Asavakkhayanana )
Yaitu : kemampuan yang hanya dimiliki oelh seorang arahat, Pacceka
Buddha atau samma sambuddha. Kemampuan ini tidak dapat dihasilkan oleh
Samatha bhavana atau dengan mencapai jhana, kemampuan ini hanya dapat
dicapai dengan melaksanakan Vipassana Bhavana.
Agama buddha menggangap bahwa semua itu dapat kita peroleh melalui
mediasi yang telah kita lati dengan istilah umumnya bertapa. Dengan faktor-faktor
dalam meditasi yang biasanya disebut juga faktor-faktor jhana. Disini klenik
sudah memiliki konsentrasi yang sangat tinggi dan telah mampu mencapai
ekaggata (pemusatan pikiran). Dalam abhidhammatasangaha dijelaskan bahwa
jika kita ingin mencapai jhana kita juga harus memiliki pengetahuan yang benar
(kebijaksaan).
Klenik ini telah mampu berkoonsentrasi tetapi diimbangi dengan
kebijaksanaan, sehingga orang tersebut menjadi tak tahu bagaimana cara
mengaplikasikan secara benar apa yang telah ia perolehnya. Sehingga dapat
14