Di Susun Oleh :
1. Midha Azmilatul Ulfa
(1114500090)
2. Febi Yanuanto
(1114500120)
Kelas
: BK IVC
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan
makalah
yang
berjudul
Perilaku
Beragama
Menurut
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
Halaman Judul..................................................................................................... i
Kata Pengantar .................................................................................................... ii
Daftar Isi.............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
3. Tujuan Masalah ......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Post Power Syndrome ............................................................. 3
2. Orang Yang Rentan Terkena Post Power Syndrome ................................ 9
3. Terjadinya Post Power Syndrome ............................................................. 11
4. Waktu Terjadinya Post Power Syndrome ................................................. 16
5. Cara Mengatasi dan Mencegah Post Power Syndrome............................. 24
BAB III KESIMPULAN
1. Kesimpulan ............................................................................................... 42
2. Saran.......................................................................................................... 42
Daftar Pustaka ........................................................................................... 43
Lampiran ................................................................................................... 45
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Aliran yang paling keras menantang psikoanalisa atas prilaku manusia dan
menekankan pada metode yang lebih objektif adalah madzhab yang biasa disebut
Behaviorisme (perilaku). Mereka yang bekerja dibawah label Behavioris tidak
memiliki metode yang sama, namun mereka memiliki pandangan yang sama
tentang hakikat manusia dan tujuan psikologi. Semua yang tergabung dalam aliran
Behaviorisme sependirian dengan kecurigaan mereka terhadap kesadaran
(consciousness) sebagai pegangan pengertian yang berguna dan melepaskan acuan
budi, psike, atau jiwa. Manusia didorong untuk berbuat oleh kekuatan-kekuatan
yang ada didalam lingkungannya, dan menggapainya sebagai makhluk fisiologi.
Dibawah naungan Behaviorisme terdapat banyak ahli Psikologi yang
menekankan bahwa Psikologi sebagai ilmu sosial perlu memurnikan metodenya
dengan belajar langsung dari ilmu-ilmu sejenisnya dan juga pengamatan,
peramalan, serta pengendalian perilaku manusia, sehingga dengan demikian
menjadi lebih empiris dan eksperimental dalam analisisnya terhadap perilaku
manusia. Para ahli psikologi ini diantaranya yaitu: J.B. Watson, B.F. Skinner,
Pavlov, William Sargant. Untuk lebih memahami Beragama Dalam Perspektif
Behaviourisme kelompok kami akan mempresentasikannya.
BAB II
PEMBAHASAN
ke-20
mulai
memperkenalkan
gerakan
Behaviourisme,
sejak
itu
memutuskan suatu tindakan terhadap stimulus tertentu. Perasaan intelek ini dalam
agama merupakan suatu kenyataan yang dapat dilihat, terlebih dalam agama
modern, peranan dan fungsi reason ini sangat menentukan.
Kaum Behavioris terdahulu seperti Watson, percaya bahwa perilaku
manusia ditentukan oleh pengaruh lingkungan. Teori Behavioral bersifat
deterministik, reduksionistik, atomistik, matrealistik, dan mekanistik; dalam artian
bahwa perilaku manusia dapat dijelaskan atau direduksi menjadi hubungan
stimulus-respons dan bahwa yang dianggap nyata hanyalah perilaku yang dapat
diamati.
Menurut Skinner, keyakinan manusia terhadap suatu agama dan upacara
ritual untuk mengagungkan Tuhan merupakan tingkah laku tahayul dari burung
dara yang kelaparan yang terus menerus mengulangi gerakan khusus berdasarkan
sistem penguatan (reinforcement). Uraian ini menunjukkan bahwa paham Skinner
anti terhadap agama. Kedua, dinamika struktur kepribadian manusia disamakan
dengan dinamika hewan. Padahal tingkah laku hewan itu sangat jauh berbeda
dengan tingkah laku manusia, baik dilihat dari sisi asumsi maupun makna tingkah
laku yang diperbuat. Ketiga, teori strukturnya diasumsikan dari konsep manusia
yang netral, tidak memiliki potensi bawaan apapun. Keempat, manusia
diibaratkan robot yang selalu diprogram secara deterministik. Teori inilah yang
mendapat kritikan dari Psiko-humanistik bahwa teori Psiko-behavioristik
memandang manusia sebagai suatu mesin, yaitu sistem kompleks yang bertingkah
laku menurut cara yang sesuai dengan hukum.
kacir. Pengertian serupa ini tampak sejalan dengan akal, karena dilihat dari segi
peranan yang dimainkannya, agama dapat memberikan pedoman hidup bagi
manusia agar memperoleh ketentraman, keterarutan, kedamaian dan jauh dari
kekacauan dalam hidupnya.
Menurut Ahmad Tafsir, beragama adalah masalah sikap. Di dalam Islam,
sikap beragama itu intinya adalah iman. Jadi yang dimaksud beragama pada
intinya adalah beriman. Jiwa beragama atau perilaku beragama merujuk kepada
aspek rohaniah individu yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah yang
merefleksikan
ke
dalam
peribadatan
kepada-Nya,
baik
yang
bersifat
positif atau negatif. Konsep benar dan salah tidak diperhitungkan dalam kajian
tentang perilaku manusia.
Perilaku manusia mengikuti hukum sebab-akibat, di mana sebab-sebab itu
sendiri dapat dikontrol dan diciptakan. Para ahli aliran behaviouristik berhasil
menemukan kaidah-kaidah belajar yang melandasi perubahan perilaku. Hal ini
dapat dijadikan acuan dalam kegiatan pendidikan, psikoterapi, dan lain-lain.
Kaidah dan hukum belajar ini dapat dianggap sebagai keunggulan dari aliran
behavioristik dalam menelaah konsep manusia dikaitkan dengan salah satu
fenomena sunnatulah, yaitu bahwa manusia manusia dapat mengubah nasib
dirinya. Petun juk Tuhan bagi mereka yang ingin mengubah nasib dirinya
tentunya dapat menggunakan metode dan teknik belajar dengan memanfaatkan
temuan-temuan aliran behavioristik.
Harus diakui bahwa lingkungan sedikit - banyak dapat mempengaruhi
perilaku manusia, hal tersebut sebagaimana sabda Rasulallah saw :
Setiap anak dilahirkan di atas fitrah. Kedua orang tuanya lah yang
menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Sebagaimana permisalan hewan
yang dilahirkan oleh hewan, apakah kalian melihat pada anaknya ada yang
terpotong telinganya?(H.R Bukhari).
Berdasarkan pemahaman hadits tersebut di atas, ada hal yang dinafikan
oleh aliran behaviorisme, yakni fitrah (potensi) yang ada pada tiap individu.
Kenyataanya, manusia lahir dengan potensi ciri khasnya sendiri yang berbeda
antara yang satu dengan yang lain, dan inilah yang dilupakan oleh kaum
behavioris. Hasan Langgulung mengartikan fitrah tersebut sebagai potensi-potensi
yang dimiliki manusia. Potensi-potensi tersebut merupakan suatu keterpaduan
yang tersimpul dalam Asmaul Husna. Batasan tersebut memberikn arti, misalnya
sifat Allah Al-Ilmu maha mengetahui maka manusia pun memiliki potensi
untuk bersifat mengetahui dan begitu juga semuanya. Akan tetapi kemampuan
manusia tentu saja berbeda dengan Allah. Hal ini disebabkan karena berbeda
hakikat diantara keduanya. Allah memilki sifat kemaha sempurnaan sedangkan
manusia memiliki sifat keterbatasan. Keterbatasan itulah yang menyebabkan
manusia membutuhkan pertolongan dan bantuan untuk memenuhi segala
kebutuhan. Keadaan ini menyadarkan manusia tentang ke-Esaan Allah, sehingga
10
intelektual
(quwwat
al-al-aql)
yaitu
potensi
dasar
yang
11
12
Sargant,
seorang
praktisi
inggris
menunjukkan
bahwa
Rangsangan
yang
diperpanjang
melebihi
kebutuhan
itu
memperlemah atau merusak pola tanggapan yang sudah biasa terjadi, gejala ini
oleh Pavlov disebut penghambatan transmarginal(Transmarginal Inhibition).
Sargant mengandaikan bahwa manusia memberi reasksi atau tanggapan menurut
pola yang disebut pavlov di atas. Dan berdasarkan pendapat itu Sargant
menafsirkan pertobatan keagamaan. Rangsangan transmarginal yang dibuat
melebihi batas dan prilaku yang diakibatkan, pada akhirnya dapat berakibat dalam
Kegiatan otak yang dapat menambah secara berarti kemampuan orang untuk
menerima saran sehingga orang itu menjadi mudah dipengaruhi oleh
lingkungannya.
13
Sargant
melihat
bahwa
rasa
takut
yang
ditimbulkan
seperti,
karena
membayangkan api neraka, yang diciptakan lewat khotbah-khotbah yanng berapiapi merupakan keadaan kebangkitan emosi yang hebat yang diciptakan secara
artifisial, buatan. Orang-orang yang bertobat adalah dibebaskan dari masa
kedosaan di masa lampau dan terbuka untuk peyakinan tentang hidup baru yang
harus mereka jalani, keadaan mereka yang mudah menerima saran membuat
mereka juga mudah menerima tanpa kritis tatanan ajaran dan praktik keagamaan
baru.
Sesungguhnya emosi memegang peranan penting dalam setiap tindakan agama,
tidak ada satu sikap atau tindakan agama seseorang dapat dipahami, tanpa
mengindahkan emosinya. Oleh karena itu dalam memahami perkembangan jiwa
agama pada seseorang, perlu diperhatikan seluruh fungsi-fungsi jiwanya
keseluruhan.
2) Pengkodisian Operan (Operant Conditioning)
B.F. Skinner membuat perubahan besar atas teori Pavlov tentang
Pengkondisian Klasik. Pengkondisian Operan, sama halnya dengan pengkondisian
klasik yang dibangun atas pendapat bahwa ganjaran (reward)menjadi penyebab
agar perbuatan diulang atau diperkuat. berbeda dengan Pengkondisian Klasik
bahwa lingkungan yang menanggapi makhluk, dalam Pengkondisian Operan
makhluk menanggapi lingkungan. Tanggapan itu merupakan cara untuk
mengubah lingkungan, guna mendapatkan kepuasan.
Skinner berpendapat bahwa manusia berbuat sesuatu dalam lingkungannya untuk
mendatangkan akibat-akibat, entah untuk mendatangkan pemenuhan kebutuhan
atau untuk menghindari datangnya hukuman atau pengalaman yang tidak enak.
Contohnya orang yang haus akan berusaha mendapatkan minuman, orang yang
terkena jarum disepatunya akan berusaha mengeluarkannya dari sepatunya agar
tidak tertusuk kakinya.
Mutu pemuas tindakan untuk memenuhi kebutuhan menambah kemungkinan
bahwa pada kesempatan lain tindakan yang sama diulang, dan sebaliknya,
tindakan yang mendatangkan akibat yang tidak enak, pada kesempatan lain
cenderung dihindari. Menurut skinner segala perbuatan dan tindakan manusia
dapat dimengerti dalam kerangka pemikiran itu, begitu pula manusia dalam
14
15
Mereka bangga akan status ilmiah dari keyakinan mereka dan seringkali
menganggap perilaku keagamaan sebagai tindakan kasar. Namun keistimewaan
apa yang menjadi dasar kekhususan keyakinan mereka karena disini semua
keyakinan teolog dan ilmuwan harus dipampang agar bisa dikritisi teori-teorinya.
Dengan demikian Rolston mengatakan bahwa diantara sekian perilaku manusia
yang paling kompleks adalah pembelajaran dalam bidang ilmu dan agama, tetapi
menurutnya setelah mengusir fiksi kuno mengenai kehidupan mental, kalangan
behavioris justru kehilangan otoritas dalam menilai teori-teori mereka sendiri,
mereka justru dikritik tidak cukup berbicara bila bersaing dengan kritik ilmu
ataupun kritik agama.
Sedangkan mengenai behavioral dan agama, Rolston mengatakan bahwa
anugrah yang diterima manusia setelah rasionalitas, moralitas dan nilai adalah
kemampuan untuk mencintai. Kebajikan ini seringkali diidentikkan oleh teolog
sebagai tanda suci hadirnya Tuhan dalam diri manusia. Namun jika cinta yang
kita miliki satu sama lain direduksi menjadi output yang merespon stimulus
kausalitas, maka manusia nyaris sulit disebut manusia dan tak lagi tersisi kesucian
dalam dirinya. Tetapi menurut Rolston yang ingin dikemukakan adalah apa yang
oleh kalangan teolog disebut sebagai cinta tulus untuk bebas dipilih dan
dianugerahkan pada pihak lain? Menurutnya cinta semacam itu muncul dan
manusia mungkin saja merespon atas dasar panggilan perasaan saling
membutuhkan satu sama lian, suatu stimulus dan manusia lalu mencintai sebagai
wujud responnya. Manusia tidak menjalankan sumber daya sendiri namun dengan
mengambil doa suci. Maka untuk menghadirkan cinta tulus ini akan menjadi
kisah fiksi belaka. Tak ada doa kecil, tak ada bangsawan, yang ada hanyalah
kausalitas ilmiah. Rolston mengatakan menurut definisi Karl Barth yang nantinya
akan diuji, Tuhan adalah Yang Maha Suci yang bebas mencintai dan manusia
adalah anak-anak Tuhan yang membayangkan Tuhan karena mereka mencintai
dan bebas. Namun menurut Rolston ada gengsi bahwa behaviorisme berfikir dan
cinta harus dianggap tidak koheren dan karenanya perlu disingkirkan dari
manusia.
Suatu pandangan mekanis dan pasif tentang perbuatan manusia telah
mensekulerkan
hidup,
mengabaikan
16
atau
menyangkal
dimensi
yang
disakralkan. Pada sisi kausalitas, agama tampak seperti suatu penguat sejarah.
Fungsi ini telah dijalankan oleh bentuk-bentuk kelembagaan dimana agama
merupakan suatu pembentuk perilaku. Hal ini seperti suatu efek, bahwa agama
bagi seseorang merupakan respon terhadaop suatu stimulus sociorelijius. oleh
karena itu kepercayaan agama seperti keyakinan bahwa hidup itu sacral, adanya
ampunan dosa, yakin bahwa dunia adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa (tidak
bisa dipercaya secara rasional) karena kepercayaan-kepercayaan tersebut
merupakan peroduk penguatan-penguatan yang membentuk sebab-sebab yang
diperlukan oleh kepercayaan tersebut. Maka menurut Rolston, selama agama
klasik dianggap sebagai pembentuk prilaku dan penentu perbuatan normative,
maka agama-agama tersebut dinilai kaum behavioris telah berfungsi, tidak
sekedar menjadi ajaran naf yang tak efektif, tak ilmiah terutama karena
penekanannya pada penggunaan penjelasan mental dan tahayul, dank arena agama
dianggap sebagai dampak ide-ide ilusi dari agensi manusia dan tanggung jawab.
Maka Rolston menyatakan bahwa Skinner mengklaim Tuhan merupakan pola
arketip dengan suatu fiksi yang penjelas.
Menurut Rolston agama-agama klasik tidak memuat kode-kode moral
tertentu yang mempertahankan nilai-nilai kelompok dan dalam beberapa hal kodekode moral tersebut dipelihara keberadaannya. Agama klasik juga memuat taboo
dan dogma yang seskali terhubung dengan kode-kode tersebut atau
memberikan sangsi pada saat hilangnya penguatan yang lebih rasional. Rolston
mengatakan perilaku agama semacam itu bisa dieliminir dengan perilaku yang
lebih ilmiah. Tegasnya respon etika positif tidak tersambung dengan dukungan
keagamaan dan dapat dicapai oleh perbuatan manusia yang direkayasa secara
ilmiah, kehidupan yang lebih baik diupayakan dengan perilaku yang lebih baik
melalui ilmu behavioral. Disini ilmu behavioral cukup meloristic, melalui ilmu ini
kita dapat lebih cepat lagi mewujudkan masyarakat yang lebih humanis. Ilmu
behavioral menjadi penyelamat pengganti dan mengajukan utopia-utopianya serta
model-model kehidupan yang lebih baik dalam ajaran Tuhan. Menurut Skinner
kita memiliki teknologi fisik, biologi dan behavioral yang diperlukan untuk
menyelamatkan hidup kita.
17
19
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur,
diamati dan dihasilkan oleh respons pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan
terhadap rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif
terhadap perilaku kondisi yang diinginkan. Hukuman kadang-kadang digunakan
dalam menghilangkan atau mengurangi tindakan tidak benar, diikuti dengan
menjelaskan tindakan yang diinginkan.
Menurut tokoh psikologi behavioristik yaitu B.F Skinner perilaku
terbentuk berdasarkan hasil dari pengalamannya yaitu intraksi individu dengan
lingkungan sekitarnya,sehingga tiap manusia mempunyai kepribadian yang
berbeda karena kepribadian mereka terbentuk karena adanya pengalaman yang
berbeda pula. Perilaku menjadi kuat jika mendapatkan ganjaran atau sebaliknya
perilakunya melemah jika mendapatkan hukuman. Kecenderungan tingkah
tertentu akan selalu terkait dalam hubungannya memperoleh pengalamannya.
Dari pandangan Behaviorisme kita memperoleh teori tentang yang disebut
Pengkondisian
Klasik,
yang
berisi
(transmarginal
stimulation)
dan
3.2. Saran
Dari makalah ini penulis memberi saran kepada pembaca, agar kita dapat
mengintrospeksi diri terhadap tingkah laku kita sendiri maupun orang lain agar
menjadi lebih baik.
20
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. H. Ramayulis, PSIKOLOGI AGAMA, 2004, Kalam Mulia.
Dr. jalaluddin, PSIKOLOGI AGAMA, 1996, PT Raja Grafindo Persada.
Daradjat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1966), cet. xv.
Hardjana, A.M., Dialog Psikologi dan Agama, (Jogjakartaa: Kanisius, 199), cet. I.
http://cintamerahputih.blogspot.com/2010/06/behaviorisme-dalam-islam.html
http://muchammadmashudan.wordpress.com/2013/03/12/psikologibehaviouristikdalam-perspektif-islam/
21