Anda di halaman 1dari 23

I.

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudra pasifik dan

samudra hindia dan mempunyai tatanan geografis yang rumit dilihat dari topografi
dasar lautnya. Dasar perairan Indonesia di berbagai tempat, terutama di kawasan
barat, menunjukkan bentuk yang sederhana atau rata dan hampir seragam, tetapi
di tempat lain, terutama dikawasan timur, menunujukkan bentuk-bentuk yang
lebih majemuk tidak teratur dan rumit (Feliatra et al, 2003).
Cephalaspidomorphi, Condrichthyes dan Osteichthyes dimasukkan ke
dalam Pisces, merupakan kelompok hewan yang sangat besar dan banyak diminati
orang, sehingga kelompok hewan ini mendapat perhatian sebagai bidang ilmu
khusus yakni iktiologi. (Romimohtarto, 2005).
Ikan adalah binatang bertulang belakang (vertebrata) yang berdarah dingin
(poikilothermal), hidup dalam air, gerakan dan keseimbangan badannya terutama
menggunakan sirip, dan umumnya bernapas dengan insang. Sebagian besar ikan
hidup di perairan laut sedangkan sebagiannya di perairan darat (Tim Iktiologi,
2001).
Sedangkan menurut

Rahardjo (2000), ikan adalah makhluk vertebrata

yang berdarah dingin, bernapas dengan insang dan bergerak dengan sirip, yang
hidup di perairan. Setiap spesies ikan memiliki bentuk tubuh dan bagian luar
tubuh yang berbeda-beda sehingga ikan dapat digolongkan dalam beberapa

bagian. Namun pada umunya ikan mempunyai pola dasar yang sama, yaitu
kepala-badan-ekor.
Bila ditinjau dari segi morfologinya dapat dibagi menjadi tujuh bagian yaitu
bentuk tubuh, bentuk mulut, linea lateralis, sirip, sungut, sisik, dan ciri-ciri
lainnya. Sedangkan bagian tubuh ikan dapat dibagi tiga yaitu bagian kepala,
badan, dan ekor.
Ikan memiliki batas kehidupan / umur. Umur ikan adalah masa kehidupan
yang ditempuh oleh suatu individu dari suatu spesies ikan sampai saat tertentu.
Menurut Effendie (2001) bahwa penyebab umum kematian ikan antara lain karena
pemangsaan, parasit dan penyakit, penangkapan dan pencemaran lingkungan
perairan.

1.2

Tujuan Pratikum
Tujuan dari praktikum system integument, system otot, system pernafasan,

system peredaran darah, system pencernaan, system syaraf dan system reproduksi
ini adalah untuk mengenal dan mengetahui bagian bagian, fungsi system
system pada ikan yang menjadi objek praktikum.

1.3

Manfaat Praktikum
Sedangkan manfaat dari pratikum integument, system otot, system

pernafasan, system peredaran darah, system pencernaan, system syaraf dan system
reproduksi ini adalah agar mahasiswa dapat mengenal dan memahami secara

langsung tentang system system pada ikan terutama ikan yang menjadi objek
praktikum.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Secara teori para ahli memperkirakan sekitar 20.000 sampai 40.000
spesies ikan yang mendiami permukaan bumi ini (Pulungan, C.Efrizal, T dan
Sagita, 2001).
Secara teori para ahli memperkirakan ada sekitar dua puluh ribu sampai
dengan empat puluh ribu spesies yang mendiami permukaan bumi ini, dan empat
ribu diantaranya menghuni perairan Indonesia baik laut, payau dan perairan tawar.
Jumlah spesies ikan yang tercatat di daerah Riau diperkirakan mencapai tiga ratus
spesies ikan. Dari jumlah tersebut antara spesies yang satu dengan yang lainnya
sudah tentu memiliki beberapa kesamaan dan identifikasi, yang pada dasarnya
dapat dijadikan sebagai dasar pengklasifikasian (Manda et al, 2005).
Propinsi Riau merupakan salah satu propinsi yang memiliki wilayah
daratan 94.561 km2 dan 3.241 pulau-pulau yang memiliki empat satuan wilayah
sungai yaitu sungai Rokan, Siak, Kampar dan sungai Indragiri yang merupakan
perairan yang potensial untuk pembangunan usaha perikanan (Yuniarti, 2000).
Untuk propinsi Riau produksi perikanan umum adalah sebesar 12.706,6
ton atau 7% dari seluruh produksi prikanan Riau, dimana produksi perikanan
tersebut berasal dari kabupaten indragiri hulu, Kampar, Bengkalis dan Indragiri
hilir

(EVY,

MUJIANTI

dan

SUJONO,

2001).

Luas perairan umum Riau adalah 62.648,53 Ha, terdiri dari luas perairan umum
Indragiri Hilir 2.600 Ha, luas perairan umum Indragiri hulu 33,164 Ha, luas
perairan umum kuansing singingi 23.086 ha, luas perairan umum Pekanbaru 85
Ha, luas perairan umum Siak 764 Ha, luas perairan umum Bengkalis 70 Ha, dan

luas perairan umum Kampar 2.795,99 Ha (DINAS PERIKANAN DAN


KELAUTAN

PROPINSI

RIAU,

2001).

Ridwan, Chaidir, Budjiono dan lesje, (2006) mengatakan terminology


yang menyangkut bidang (latar) dan arah pada anatomi manusia berbeda yang
diterapkan pada ikan atau hewan.
Menurut Ridwan, Chaidir, Budjiono dan Lesje, (2006) sirip pada ikan
terdiri dari sirip punggung(D), sirip dada(P), sirip perut(V), sirip anus(A), dan
sirip ekor(C). sirip punggung yang terdapat pada ikan(Kelas Chondrichtyes)
disokong oleh keping-keping tulang rawan yang dinamakan tulang basal yang
terletak dibagian bawah tertumpu apda cucuk Neural. Dan rawan radial yang
terletak di rawan basal menunjang jari-jari keras. Sirip dada chondrichtyes
disokong oleh tulang gelang bahu(pectoral girdle) yang kuat dan dinamakan
coracoscapula.
Manda et al (2005), Sirip pada ikan berperan dalam penentuan arah dan
gerak ikan yang terdiri dari sirip punggung (D), sirip perut (V), sirip dada (P),
sirip anus (A) dan sirip ekor (C). Tidak semua jenis ikan memiliki secara utuh
kelima

sirip

tersebut

secara

sempurna.

Manda et al (2005), sirip pada ikan berperan sangat penting dalam


penentuan gerak ikan. Sirip pada ikan terdiri dari sirip punggung (D), sirip dada
(P), sirip perut (V), sirip anus (A), dan sirip ekor (C). kelima sirip tersebut ada
yang bersifat ganda seperti pada sirip dada dan sirip perut, sedangkan yang lain
bersifat tunggal. Tidak semua ikan di bumi ini memiliki secara utuh kelima sirip
tersebut secara sempurna. Melainkan ada yang tidak lengkap.

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum Iktiologi tentang system integument dan system otot ini
dilaksanakan pada hari Rabu, 7 April 12 Mei 2010 Pukul 11.00-13.00 WIB.
Bertempat di Laboratorium Biologi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Riau.

3.2. Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah ikan jambal siam
(Pangasius sutchi).
Alat yang digunakan pada praktikum adalah pena, pensil, penghapus,
penggaris , serbet, buku gambar, nampan dan buku penuntun praktikum.

3.3. Prosedur Praktikum


Prosedur

praktikum ini adalah menyiapkan peralatan praktikum dan

bahan yang dibutuhkan dalam praktikum. Membuat klasifikasi dan habitat ikan.
Membuat gambar ikan dan bagian tubuh ikan serta bagian morpometrik.
Membuat ciri-ciri atau deskripsi dari ikan sampel.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum system integument dan


system otot ini dapat diketahui hasilnya adalah sebagai berikut:

4.1.1. Ikan jambal siam (Pangasius sutchi).


Klasifikasi ikan jambal siam yaitu Ordo : Siluriformes, Famili :
Pangasidae, Genus : Pangasius, Spesies : Pangasius sutchi.

Gambar 1. Ikan jambal siam (Pangasius sutchi).

Adapun ukuran dari jambal siam yang dipraktikumkan adalah sebagai


berikut:
TL

: 230 mm

BdH

: 110 mm

FL

: 200 mm

HdL

: 50 mm

SL

: 180 mm

Ikan jambal siam memiliki bentuk tubuh kepala depressed dan tubuh
compressed, mulut subterminal (mulut dekat ujung hidung dan sedikit agak
kebawah), terdapat sungut, lubang hidung dirhinous, mata terdapat di kiri dan di
kanan, terdapat tutup insang, tidak bersisik,
Ikan jambal siam memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung (pinnae
dorsalis), sirip dada (pinnae pectoralis), sirip dubur (pinnae analis) dan sirip ekor
(pinnae caudalis). Memiliki 1 sirip punggung, letak sirip punggung berada di
pertengahan, permulaan dasar sirip punggung persis sama dengan sirip perut, sirip
punggung dengan sirip ekor terpisah. Sirip dada horizontal, posisi sirip dada
dibawah lnea lateralis persis di bawah tutup insang. Posisi sirip perut
dibandingkan sirip dada adalah Sub abdominal, yaitu sirip perut terletak di
belakang sirip dada. Sirip anus terpisah dengan sirip ekor, sirip anus tidak diliputi
sisik. Sirip ekor bercagak.
Bentuk mulut non proctactile (tidak dapat disembulkan ke depan), ukuran
mulut sedang karena celah mulut lebih besar dari pada ikan bercelah mulut
sempit, posisi mulut dengan bola mata tegak lurus dengan sisi depan bola mata,
ukuran bibir tipis, bibir atas ditutupi oleh kulit lipatan hidung, rahang atas
bersambung dengan rahang bawah, bentuk bibir atas tidak bergerigi, ukuran
moncong pendek dengan bentuk tumpul dan pada ujungnya tidak terdapat duri,
terdapat sepasang sungut di rahang atas.
Susunan lnea lateralis lengkap dan sempurna, bentuk lnea lateralis
melengkung ke atas, terdapat 1 linea lateralis.
8

Integumen merupakan bagian terluar dari ikan sebagai sistem pembalut


tubuh. Kulit ikan terdiri dari lapisan epidermis dan dermis. Ikan jambal siam tidak
terdapat sisik (squama) yang membungkus tubuhnya. Sirip lengkap dan terdapat
jari jari sirip keras, jari- jari sirip lemah mengeras, dan jari jari sirip lemah.
Warna kulit paada bagian dorsal bewarna hitam, bagian medial bewarna abu
abu, dan bagian ventral bewarna putih dan terdapat sedikit titik titik atau bercak
warnna merah yang membedakan jambal siam dengan jenis dalam genus
Pangasius.
Otot rangka lateral pada jambal siam tergolong picine yang tersusun dari
cranial hingga caudal yang berbentuk conismusculi (kerucut).

Gambar 2. Otot rangka lateral ikan jambal siam (Pangasius sutchi).


Pada ikan, otot dibagi 2 daerah oleh adanya selaput tipis yang disebut
septum horizontal, yaitu musculus epaxial (septum horizontal dibagian dorsal) dan
musculus hepaxial (septum horizontal dibagian ventral).

\
Gambar
3. Septum horizontal ikan jambal siam (Pangasius sutchi).
Ikan jambal siam memiliki tergolong ikan yang memiliki tutup insang
akan tetapi ikan ini tidak memiliki alat pernafasan tambahan.

Gambar
4. Insang
Insang
ikan
jambal
siam
(Pangasius
sutchi).
Gambar
4.
ikan
jambal
siam
(Pangasius
sutchi).
Gambar
4. Insang
ikan
jambal
siam
(Pangasius
sutchi).
Gelembung renanng pada ikan bewarna keputih putihan. Bagian anterior
gelembung renangnya lebih besar dari pada bagian posterior

Gambar 5. Gelembung renang ikan jambal siam (Pangasius sutchi).


Pada ikan jambal siam (Pangasius sutchi) jantung berada di bagian
posterior insang. Warna jantung merah kecoklat coklatan.

Gambar 6. Jantung ikan jambal siam (Pangasius sutchi).


10

Saluran pencernaan ikan dimulai dari mulut rongga mulut pharynx


esophagus lambung usus rectum kloaka anus. Pada Ikan Jambal
Siam (Pangasius sutchi), tapis insang tidak begitu rapat tetapi jumlahnya banyak.
Pada rongga mulut, gigi kecil dan halus. Lambung berbentuk kantung dan usus
berukuran sedang. Dari ciri ciri tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Ikan
Jambal Siam (Pangasius sutchi) tergolong ikan Omnivora.

Gambar 7. Saluran pencernaan ikan jambal siam (Pangasius sutchi).

Hati (Hepar) pada ikan jambal siam terletak di bagian depan rongga badan
uang berfungsi sebagai pengsekresi cairan empedu

Gambar 8. Hati (Hepar) ikan jambal siam (Pangasius sutchi).

11

Ikan yang telah dewasa dari suatu populasi terdiri dari ikan jantan dan ikan
betina. Alat kelamin yang terdapat pada individu ikan disebut gonad. Gonat pada
ikan jantan disebut testes dan gonad pada ikan betina disebut ovary. Gonad pada
ikan terdapat pada rongga tubuh ikan yang umumnya berbentuk memanjang. Pada
ikan yang menjadi objek praktikum pada bab system reproduksi ini merupakan
ikan patin jantan karena pada proses pembedahan ikan tersebut gonad berbentuk
memanjang, jumlahnya sepasang yang mennggantung disepanjang mesenteries
(mesorchia) pada bagian atas rongga tubuh dan posisinya persis dibawah tulang
punggung disamping gelembung udara yang memiliki warna kemerah merahan.
Ada pun gambar dari testes ikan tersebut adalah sebagai berikut :

Gambar 9. Testes Ikan Jmbal Siam (Pangasius sutchi).

12

4.2 Pembahasan
Jambal siam (patin) terklasifikasikan dalam ordo Ostariophyri, sub ordo
Siluroide, famili Pangasidae, genus Pangasius, spesies Pangsius sutchi. (Saanin,
1984). Ikan Jambal siam termasuk ke dalam genus Pangasius dan famili
Pangasidae (Robert and Vidthayanon, 1991). Morfologi ikan Jambal siam
mempunyai badan memanjang dan pipih, posisi mulut sub terminal,dan
dilengkapi dengan 4 buah sungut. Sirip punggung berduri dan bersirip tambahan
serta terdapat garis lengkung mulai dari kepala sampai pangkal sirip ekor. Bentuk
sirip tersebut agak bercagak dengan bagian tepi berwarna putih dengan garis
hitam ditengah. Ikan ini mempunyai panjang maksimum 150 cm. (Sumantadinata,
1993).
Selanjutnya Khairuman dan Sudenda (2002) menyatakan genus Pangasius
termasuk golongan ikan karnivora(pemakan hewan).Ikan ini digolongkan sebagai
sebagai ikan dasar atau demersal yang bersifat nocturnal.Makanan ikan genus
pangasius

di

alam

antara

lain

berupa

ikan-ikan

kecil

,caving

detritus,serangga,udang-udangan dan mollusca.


Kottellate et el (1993) mengemukakan bahwa penyebaran ikan genus
Pangasius dimulai dari India , Birma,Thailand, Kalimantan, Sumatera dan Jawa.
Jambal siam hidup sebagai benthoplagis; postamodromous (Riedie, K. 2004),
perairan tawar pada pH berkisar antara 6,5 7,5; dan dH antara 2 29.

13

Kepala Jambal Siam biasanya lebar dengan mulut terletak di ujung dan mata agak
di bawah sudut mulut(Subagyo,1981).Sirip punggung terletak agak ke
depan,antara sirip punggung dan sirip ekor terdapat sirip tambahan yaitu sirip
lemak.Panjang sirip dubur biasanya sepertiga dari panjang tubuh ,berwarna merah
dengan sirip tengah berwarna merah dengan sirip tengan yang berwana hitamdan
mempunyai jari-jari yang berkisar antara 34-36 buah.Jari-jari sirip perutnya 8-9
buah.
Patin Siam melewati enam fase kehidupan, yaitu telur, larva, benih,
konsumsi, calon induk, dan induk. Patin Siam didatangkan ke Indonesia pada
tahun 1972. Kehadiran ikan ini disambut baik oleh masyarakat Indonesia,
terutama masyarakat yang tinggal di Sumatra dan Kalimantan. Penelitian
mengenai perkembangbiakan Patin Siam telah dimulai sejak tahun 1976 dan pada
tanggal 16 Oktober 1977 mulai dilakukan pembiakan dengan teknik hipofisasi
dengan donor kelenjar hipofisa dari ikan sejenis (LING et al., 1966 ;
HARDJAMULIA, et al., 1975).
Kematangan gonad induk jantan dan betina berbeda. Kematangan induk
jantan terjadi lebih dini dari pada induk betina. Induk jantan mencapai
kematangan gonadnya sekitar umur dua sampai tiga tahun, sedangkan induk
betina pada umur tiga sampai empat tahun (BUCHANAN, 1983). Induk betina
yang matang gonad ditandai dengan membesarnya bagian lateral atau perut dekat
urogenital. Pada umumnya induk betina tersebut mempunyai berat tubuh
bervariasi dari 2.669 gram sampai 6.100 gram dengan panjang tubuh lebih kurang

14

59 cm. Induk jantan yang matang ditandai dengan keluarnya sperma berwarna
putih susu jika perutnya dipijit (SAR, 1985).
Musim pemijahan ikan patin berbeda-beda di setiap daerah, dimana daerah
yang memiliki curah hujan tinggi dapat memijah selama enam bulan penuh, yaitu
Nopember sampai April. Sedangkan daerah yang bercurah hujan rendah ikan patin
memijah selama tiga bulan, yaitu Januari sampai Maret NUGRAHA, 2007). Ikan
patin sulit memijah secara alami dan mempunyai sifat musiman. Ikan ini tidak
sanggup melakukan ovolasi karena perkembangan gonad pada fase istirahat. Hal
ini disebabkan karena faktor lingkungan yang berbeda dengan sungai sebagai
habitat alaminya (SUSANTO, 1996).
Setelah induk jantan dan betina mengalami kematangan gonad, maka
induk-induk tersebut akan berimigrasi mengikuti alioran sungai untuk melakukan
perkawinan di hulu-hulu sungai atau di sungai-sungai besar dan mencari tempat
untuk bersarang yang teduh dan aman, yaitu kira-kira 20 30 cm di bawah
permukaan air. Biasanya musim pemijahan ikan ini di alam terjadi selama musim
penghujan

(BARDACH,

et

al.,

1972

DIREKTORAT

JENDERAL

PERIKANAN, 1977 ; LAGLER et al., 1977 ; HARDJAMULIA, et al., 1981 ;


SUYANTO, 1982 ; BUCHANAN, 1983)
Pembuahan berlangsung secara ekternal, sangat cepat dan terjadi di bawah
permukaan air dengan suhu 28 29

C (VARIKUL dan BOONSOM, 1966).

Seekor induk betina akan menghasilkan telur dengan jumlah yang bervariasi
tergantung dari ukuran tubuhnya, secara alami menghasilkan telur berjumlah
15

kurang lebih 500.000 butir dan secara pembuahan buatan berjumlah 1 1,5 juta
juta butir (SUYANTO, 1982 ; BUCHANAN, 1983 ; SAR, 1985)
Telur berbentuk sferikal kecil dan berdiameter 1,15 1,25 mm. Telur
muda berwarna putih sedang telur matang berwarna kuning. Telur akan menjadi
adhesif setelah mengalami kontak dengan air di sekelilingnya (VARIKUL dan
BOONSOM, 1966 ; LAGLER et al., 1977 ; HARDJAMULIA, et al., 1986.
Inkubasi berlangsung selama 12 24 jam, setelah 23 jam terjadi pembuahan. Pada
saat itu, telur mengalami fase-fase pembelahan dan berkembang di dalam air
dengan suhu 28 29

C (VARIKUL dan BOONSOM, 1966, atau 28 32

(SUMANTADINATA, 1981).
Larva Jambal Siam yang baru menetas transparan, tidak berfigmen dan
alat renangnya belum sempurna, mempunyai ukuran kurang lebih tiga milimeter
(LING et al., 1966 ; VARIKUL dan BOONSOM, 1966). Larva mengalami dua
fase, yaitu fase prelarva dan postlarva. Fase prelarva mempunyai bentu silindris
dan simetris bilateral dengan kandungan telur pada bagian antarior tubuh. Sirip
dada dan sirip ekor sudah terbentu, tetapi belum sempurna. Pada fase postlarva,
kantung kuning telur menghilang dan figmen tubuh mulai terbentuk, lipatan sirip
dorsal (sirip punggung), sirip perut dan sirip dubur juga mulai terbentuk
(LAGLER et al., 1977). Larva menyukai cahaya yang lembut (LING et al., 1966).
Larva yang baru menetas tersebut masih mengadung kuning telur,
sehingga tidak memerlukan pakan dari luar (JANGKARU, 1974 ; LAGLER et al.,
1977). Kuning telur tersebut hampir habis terserap pada saat larva berumur tiga
16

hari, pada saat itu larva mulai memerlukan pakan yang berasal dari luar
(VARIKUL dan BOONSOM, 1966 ; PUTAROS dan SITASIT, 1976 ;
BUCHANAN, 1983). Pada fase ini derajat kelangsung hidup larva hanya lima
persen. Fase ini paling kritis, karena terjadi proses pembentukan saluran
pencernaan dan perubahan pakan dari pakan asal kuning telur kepada pakan dari
luar. Larva tersebut tidak aktif mencari pakan, tetapi bergerak aktif dengan mulut
terbuka dan jika menyentuh larva atau jenis pakan lainnya, maka mulut larva
segera menutup dan pakan tersebut ditelan sedikit demi sedikit. Pada fase ini
seringkali terjadi kanibalisme (JANGKARU, 1974 ; LAGLER et al., 1977).
Kanibalisme ini bisa berlangsung terus bila jumlah pakan tidak mencukupi
dan larva dalam keadaan sangat lapar. Tetapi setelah larva melewati umur 15 hari
biasanya tidak dijumpai lagi tingkat kematian yang tinggi (HARDJAMULIA et
al., 1981 ; SAR, 1985). HARDJAMULIA et al. (1975) juga berpendapat bahwa
kendala yang dihadapi dalam pemeliharaan ikan jambal siam adalah pada fase
post larva yang seringkali menunjukan hampi seluruh larva mati.

17

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa secara umum ikan
memiliki system integument, system otot, system pernafasan, system peredaran
darah, system pencernaan, system syaraf dan system reproduksi yang khas
walaupun ikan tersebut dalam satu genus.

5.2. Saran
Dari pelaksaan pratikum, diharapkan agar para asisten dapat mendampingi
para praktikan selama praktikum sehingga apabila terdapat kekeliruan dapat
segera diperbaiki. Juga agar dapat memperlancar praktikum ini diharapkan adanya
sarana dan prasarana yang memadai. Dan juga diharapkan agar para praktikan
dapat mematuhi segala peraturan dan tata tertib selama di laboratorium.

18

DAFTAR PUSTAKA

DINAS PERIKANAN dan KELAUTAN PROPINSI RIAU, 2001. Potensi dan


tingkat pemanfaatan sumber daya perikanan dan kelautan propinsi Riau.
45 hal (tidak diterbitkan).
Effendie, M. I. 1997. Biologi perkanan. Yayasan Pustaka nusantara. Yogyakarta.
163 hal.
EVY,R., ENDANG MUJIANI dan K. SUJONO.2001. Usaha Perikanan di
Indonesia. Mutiara Sumber Widya. Jakarta. 96 hal.
Feliatra, Arthur Brown, Syafril Nurdin, Kusai, Putu Sedana, Sukendi,
Suparmi,Elberizon. 2003. Pengantar Perikanan dan Ilmu Kelautan
II.Faperikan Press Universitas Riau. Pekanbaru.180 hal.

Kottelat, M. dan E. Widjanarti. 2005. The fishes of Danau Sentarum National


Park and the KapuasLakes area, Kalimantan Barat, Indonesia, Raffles
Bull. Zool. Supplement (13) : 139 173.

Manda, R., I. Lukystiowati, C. Pulungan dan Budijono. 2005. Penuntun


Praktikum Ichthyologi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Riau. Pekanbaru.

19

PULUNGAN, C. P. 2000. Deskripsi ikan-ikan air tawar dari Waduk PLTA Koto
Panjang. Riau. Puasat Universitas Riau. Pekanbaru 34 hal. (tidak
diterbitkan).
RAHARDJO, S. 1980. Oseanografi Perikanan I. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. 141 hal.
Riedie, K. 2004. Global register of migratory species-from global to regional
scale. Final Report of the R&D-Projekt 808 05 081. Federal Agency for
Nature Conservation, Bonn, Germany. 329 p.
Roberts, T. R. (1989). The Fresh water Fishes of western Borneo (Kalimantan
barat, Indonesia). Calif. Acad. Sci. Mem. 14:1-210
Romimohtarto, K. 2005. Ilmu Pengetahuan Biota Laut. Djambatan. Jakarta. 540
hal.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I dan II. Bina Cipta.
Bandung.
SUMANTADINATA, K. 1983 Pengembangbiakan ikan-ikan pemeliharaan di
indonesia.
Susanto, H. 1996. Membuat Kolam Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. 73 hal.
Vidthayanon, C. 2002. Peat swamp fishes of Thailand. Office of Environmental
Policy and Planning, Bangkok, Thailand, 136 p.

20

YUNIARTI. 2000. inventarisasi dan identifikasi ikan Channidae yang terdapat di


Sungai Kampar Propinsi Riau. Laporan Praktek lapang. Fakultas
perikanan dan ilmu kelautan, Universitas Riau, Pekanbaru. 32 hal (tidak
diterbitkan).
www.fishbase.com
http://iaspbcikaret.org/index.php?
option=com_content&view=article&id=188:patin-siam-siklus-danperkembangan&catid=34:budidaya-air-tawar&Itemid=50

21

LAMPIRAN

22

Lampiran 1. Alat- Alat Yang Digunakan

Nampan

Serbet

Pena

Pensil

Penghapus

Penggaris

23

Anda mungkin juga menyukai