Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN

LEUKEMIA AKUT
RUANG ANAK RSUD DR. SOETOMO
SURABAYA

DI SUSUN
OLEH :
SUBHAN
NIM 010030170 B

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
PROGRAM STUDI S.1 ILMU KEPERAWATAN
SURABAYA
2002

LAPORAN PENDAHULUAN
LEUKEMIA AKUT
EPIDEMOLOGI
Insidensi Leukemia di Amerika adalah 13 per 100.000 penduduk /tahun (Wilson,
1991). Leukemia pada anak berkisar pada 3 4 kasus per 100.000 anak / tahun.
Untuk insidensi ANLL di Amerika Serikat sekitar 3 per 200.000 penduduk pertahun.
Sedang di Inggris, Jerman, dan Jepang berkisar 2 3 per 100.000 penduduk pertahun
(Rahayu, 1993, cit Nugroho, 1998). Pada sebuah penelitian tentang leukemia di
RSUD Dr. Soetomo/FK Unair selama bulan Agustus-Desember 1996 tercatat adalah
25 kasus leukemia akut dari 33 penderita leukemia. Dengan 10 orang menderita ALL
( 40% ) dan 15 orang menderita AML (60 %) (Boediwarsono, 1998).
ETIOLOGI
Penyebab leukemia sampai sekarang belum jelas, tapi beberapa faktor diduga menjadi
penyebab, antara lain :
1.
a.

Genetik

keturunan
a.1. Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital, diantaranya
pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconis Anemia, sindroma WiskottAldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome,
sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis (Wiernik, 1985; Wilson,
1991). Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya
perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau
pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
a.2. Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik
dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal ini
berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi
(Wiernik,1985).

b.

Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom
dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan
insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya ANLL (Wiernik,1985;
Wilson, 1991).

2.

Virus

Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan
leukemia pada hewan termasuk primata.
Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada
sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari
virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan.
(Wiernik, 1985). Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada
manusia adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah
Acute T- Cell Leukemia. Virus ini ditemukan oleh Takatsuki dkk (Kumala, 1999).
3.
a.

Bahan Kimia dan Obat-obatan

Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan dengan peningkatan
insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen.
(Wiernik,1985; Wilson, 1991)
Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML,
antara lain : produk produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan
ladang elektromagnetik (Fauci, et. al, 1998).

b.

Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II) dapat
mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML. Kloramfenikol,
fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum
tulang yang lambat laun menjadi AML (Fauci, et. al, 1998).
4.

Radiasi

Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada pasienpasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain
seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari
ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang
mendapat terapi radiasi misal : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos
radiasi dan para radiologis .
5.

Leukemia Sekunder

Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain disebut
Secondary Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia. Termasuk
diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal ini

disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan imunosupresif


selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA .
DEFINISI LEUKEMIA AKUT
Leukemia Akut adalah suatu keganasan primer sumsum tulang yang berakibat
terdesaknya komponen darah abnormal (blastosit), disertai penyebaran ke organorgan lain. (Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas
Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya,1994).
PATOGENESA LEUKEMIA AKUT
Blastosit abnormal gagal berdiferensiasi menjadi bentuk dewasa dan proses
pembelahan berlangsung terus. Sel-sel ini mendesak komponen hemopoitik normal
sehingga terjadi kegagalam fungsi sumsum tulang. Disamping itu, sel-sel abnormal
melalui peredaran darah melakukan infiltrasi ke organ-organ tubuh. (Pedoman
Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr
Soetomo Surabaya,1994).
Manifestasi klinis penderita leukemia akut disebabkan adanya penggantian sel
pada sumsum tulang oleh sel leukemik, menyebabkan gangguan produksi sel darah
merah. Depresi produksi platelet yang menyebabkan purpura dan kecenderungan
terjadinya perdarahan. Kegagalan mekanisme pertahanan selular karena penggantian
sel darah putih oleh sel leukemik, yang menyebabkan tingginya kemungkinan untuk
infeksi. Infiltrasi sel-sel leukemik ke organ-organ vital seperti liver dan limpa oleh
sel-sel leukemik yang dapat menyebabkan pembesaran dari organ-organ tersebut.
(Cawson, 1982).
KLASIFIKASI LEUKEMIA AKUT
Berdasarkan klasifikasi French American British (FAB), leukemia akut terbagi
menjadi 2 (dua), Acute Limphocytic Leukemia (ALL) dan Acute Myelogenous
Leukemia (AML).
ALL sendiri terbagi menjadi 3, yakni :
-

L1
Sel-sel leukemia terdiri dari limfoblas yang homogen dan L1 ini banyak
menyerang anak-anak.

L2
Terdiri dari sel sel limfoblas yang lebih heterogen bila dibandingkan dengan
L1. ALL jenis ini sering diderita oleh orang dewasa.

L3
Terdiri dari limfoblas yang homogen, dengan karakteristik berupa sel Burkitt.
Terjadi baik pada orang dewasa maupun anak-anak dengan prognosis yang
buruk.

AML terbagi menjadi 8 tipe :


-

Mo ( Acute Undifferentiated Leukemia )


Merupakan bentuk paling tidak matang dari AML, yang juga disebut sebagai
AML dengan diferensiasi minimal.

M1 ( Acute Myeloid Leukemia tanpa maturasi )


Merupakan leukemia mieloblastik klasik yang terjadi hampir seperempat dari
kasus AML. Pada AML jenis ini terdapat gambaran azurophilic granules dan
Auer rods. Dan sel leukemik dibedakan menjadi 2 tipe, tipe 1 tanpa granula
dan tipe 2 dengan granula, dimana tipe 1 dominan di M1.

M2 ( Akut Myeloid Leukemia )


Sel leukemik pada M2 memperlihatkan kematangan yang secara morfologi
berbeda, dengan jumlah granulosit dari promielosit yang berubah menjadi
granulosit matang berjumlah lebih dari 10 %. Jumlah sel leukemik antara 30
90 %. Tapi lebih dari 50 % dari jumlah sel-sel sumsum tulang di M2 adalah
mielosit dan promielosit.

M3 ( Acute Promyelocitic Leukemia )


Sel leukemia pada M3 kebanyakan adalah promielosit dengan granulasi berat,
stain mieloperoksidase + yang kuat. Nukleus bervariasi dalam bentuk maupun
ukuran, kadang-kadang berlobul . Sitoplasma mengandung granula besar, dan
beberapa promielosit mengandung granula berbentuk seperti debu. Adanya
Disseminated Intravaskular Coagulation (DIC) dihubungkan dengan granulagranula abnormal ini .

M4 ( Acute Myelomonocytic Leukemia )


Terlihat 2 (dua) type sel, yakni granulositik dan monositik, serta sel-sel
leukemik lebih dari 30 % dari sel yang bukan eritroit. M4 mirip dengan M1,
dibedakan dengan cara 20% dari sel yang bukan eritroit adalah sel pada jalur
monositik, dengan tahapan maturasi yang berbeda-beda.
Jumlah monosit pada darah tepi lebih dari 5000 /uL. Tanda lain dari M4

adalah peningkatan proporsi dari eosinofil di sumsum tulang, lebih dari 5%


darisel yang bukan eritroit, disebut dengan M4 dengan eoshinophilia. Pasien
pasien dengan AML type M4 mempunyai respon terhadap kemoterapi-induksi
standar.
-

M5 ( Acute Monocytic Leukemia )


Pada M5 terdapat lebih dari 80% dari sel yang bukan eritroit adalah monoblas,
promonosit, dan monosit. Terbagi menjadi dua, M5a dimana sel monosit
dominan adalah monoblas, sedang pada M5b adalah promonosit dan monosit.
M5a jarang terjadi dan hasil perawatannya cukup baik.

M6 ( Erythroleukemia )
Sumsum tulang terdiri lebih dari 50% eritroblas dengan derajat berbeda dari
gambaran morfologi Bizzare. Eritroblas ini mempunyai gambaran morfologi
abnormal berupa bentuk multinukleat yang raksasa. Perubahan megaloblastik
ini terkait dengan maturasi yang tidak sejalan antara nukleus dan sitoplasma .
M6 disebut Myelodisplastic Syndrome ( MDS ) jika sel leukemik kurang dari
30% dari sel yang bukan eritroit . M6 jarang terjadi dan biasanya kambuhan
terhadap kemoterapi-induksi standar.

M7 ( Acute Megakaryocytic Leukemia )


Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit/megakariosit.
( Yoshida, 1998; Wetzler dan Bloomfield, 1998 ).

MANIFESTASI KLINIS LEUKEMIA AKUT


Gejala klinis yang paling sering dijumpai adalah :
-

Anemia : pucat, mudah lelah, kadang-kadang sesak nafas.

Leukopenia (karena penurunan fungsi) : infeksi lokal atau umum (sepsis) dengan
gejala panas badan (Demam) dan penurunan keadaan umum.

Trombositopeni : Perdarahan kulit, mukosa dan tempat- tempat lain.


Akibat infiltrasi ke organ lain :

Nyeri tulang.

Pembesaran kelenjar getah bening.

Hepatomegali dan splenomegali


(Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unair &
RSUD dr Soetomo Surabaya,1994).

Gejala lain seperti Purpura, epistaksis ( sering ), hematoma, infeksi oropharingeal,


pembesaran nodus limfatikus, lemah ( weakness ), faringitis, gejala mirip flu ( flu like
syndrome ) yang merupakan manifestasi klinis awal, limfadenopati, ikterus kejang
sampai koma (Cawson 1982; De Vita Jr,1985, Archida, 1987, Lister, 1990,
Rubin,1992).
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS LEUKEMIA AKUT
Penegakan diagnosa leukemia akut dilakukan dengan berdasarkan pada
anamnesa, pemeriksaan klinis, pemeriksaan darah dan pemeriksaan sumsum tulang
pada beberapa kasus.
Pada pemeriksaan darah, sel darah putih menunjukkan adanya kenaikan jumlah,
penurunan jumlah, maupun normal.
Pemeriksaan trombosit menunjukkan penurunan jumlah.
Pemeriksaan hemoglobin menunjukkan penurunan nilai (De Vita Jr, 1993).
Pemeriksaan sel darah merah menunjukkan penurunan jumlah dan kelainan morfologi
(Cawson, 1982 ; De Vita Jr, 1993 ).
Adanya sel leukemik sejumlah 5 % cukup untuk mendiagnosa kelainan darah sebagai
leukemia, tapi sering dipakai nilai yang mencapai 25 % atau lebih (Altman J.A.,1988
cit De Vita Jr, 1993).
Pemeriksaan dengan pewarnaan Sudan Black, PAS, dan mieloperoksidase

untuk

pembedaan AML dan ALL, (De Vita Jr, 1993 ; Boediwarsono, 1996 ; Yoshida, 1996).
Hapusan darah : normokrom, normositer, hampir selalu dijumpai blastosit abnormal.
Sumsum tulang hiperseluler, hampir selalu penuh dengan blastosit abnormal, sistem
hemopoitik normal terdesak.
(Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unair &
RSUD dr Soetomo Surabaya,1994).
Diagnosis
Bila ditemukan kumpulan gejala : anemia, perdarahan, pembesaran kelenjar
getah bening dan hepatosplenomegali, pemeriksaan darah tepi.
Bila dari pemeriksaan darah tepi ada kecurigaan akan leukemia, periksalah
sumsum tulang.

KELAINAN

RONGGA

MULUT

YANG

BERHUBUNGAN

DENGAN

LEUKEMIA AKUT
Kelainan rongga mulut disini adalah kelainan kelainan yang timbul pada
rongga mulut penderita leukemia akut, diantaranya adalah :
PEMBENGKAKAN GUSI
Pembengkakan gusi berupa pembengkakan papila dan margin gusi.
Pembengkakan ini terjadi akibat infiltrasi sel leukemik di dalam lapisan retikular
mukosa mulut , di buktikan dari hasil biopsi dan FNAB mukosa rongga mulut
(Nugroho, 1991; Berkovitz 1995). Mukosa mulut yang mengalami infiltrasi sel
leukemik adalah mukosa yang sering mengalami trauma minor, misal mukosa
sepanjang garis oklusi, palatum, lidah dan sudut mulut (Rusliyanto, 1986; Glickman,
1958 cit Berkovitz 1995). Gejala ini ditemukan pada 14,28 % penderita leukemia
(Archida, 1987) dan khas pada leukemia monositik dan mielomonositik akut
(Rusliyanto, 1980; Wiernik, 1985 ; Berkovitz, 1995). Pembesaran gusi ini juga diduga
diakibatkan oleh inflamasi kronis yang disebabkan oleh plak, berupa inflamasi karena
gingivitis kronis derajat ringan yang juga ditemui pada gusi yang sehat secara klinis
(Widjaja, 1992; Moughal et al, 1991 cit Berkovitz 1995).
PERDARAHAN
Perdarahan pada kasus leukemia bisa berupa petekie, ekimosis maupun
perdarahan spontan (Lister, 1990). Sering terjadi pada kasus-kasus leukemia akut
yang disertai penurunan jumlah trombosit (trombositopeni) serta keabnormalan
morfologi dan fungsi trombosit (Widmann, 1995). Trombosit merupakan komponen
penting dalam proses pembekuan darah, yaitu berfungsi untuk membentuk sumbat
trombosit. Sumbat trombosit berasal dari agregrasi trombosit yang menutup robekan
pembuluh darah. Trombosit juga berperan terhadap aktivasi fibrinogen menjadi fibrin
yang merupakan sumbat tetap dalam proses pembekuan darah. Penurunan jumlah
trombosit (trombositopeni) serta keabnormalan morfologi dan fungsi trombosit akan
mengakibatkan kecenderungan perdarahanan (Guyton, 1994; Ganiswara, 1995).
Perdarahan diakibatkan juga karena kerusakan pembuluh darah. Kerusakan pembuluh
darah diakibatkan oleh rupturnya kapiler. Darah meningkatnya viskositasnya akibat
adanya sel leukemik dengan konsentrasi tinggi. Kondisi ini menyebabkan tekanan
intra kapiler darah meningkat. aliran darah yang seharusnya ke sisi bertekanan rendah
terhalang karena infiltrasi sel leukemik yang membentuk emboli. Penghentian aliran
darah dengan viskositas dan tekanan tinggi ini menyebabkan pembuluh darah kapiler
ruptur (Wiernik, 1985). Kebersihan rongga mulut yang buruk, jaringan periodontal

yang tidak sehat dan iritasi lokal diduga menjadi penyebab lain dari perdarahan
rongga mulut (Wezler, 1991; Nugroho 1998). Kondisi lokal rongga mulut yang buruk,
dapat menyebabkan keradangan dan berakibat mudah terjadi perdarahan .
ULSERASI
Ulserasi pada rongga mulut penderita leukemia akut diduga disebabkan
karena adanya kegagalan mekanisme pertahanan tubuh. Neutrofil mengalami
penurunan fungsi berupa kegagalan fagositosis dan migrasi . Pada kondisi ini trauma
yang kecil pun dapat menyebabkan terjadinya ulser ( Rusliyanto, 1986 ).
Jumlah sel leukemik yang banyak pada darah tepi dapat menyebabkan statis
pembuluh darah kecil sehingga terjadi anemia (Burket, 1940 cit Berkovitz , 1995,
Sinrod, 1957 cit Berkovitz , 1995 ; Bodey, 1971 cit Berkovitz , 1995 ; Segelman dan
Doku, 1977, cit Berkovitz , 1995) selanjutnya terjadi nekrosis dan ulkus (Rusliyanto,
1986).
LIMFADENOPATI
limfadenopati berupa pembesaran kelenjar limfe, terjadi akibat adanya
infiltrasi sel leukemik ke dalam kelenjar limfe (Lister, 1990; Rusliyanto, 1986;
Berkovitz, 1995) dan juga diduga adalah limfadenitis reaktif sebagai proses
pertahanan tubuh terhadap tubuh terhadap radang yang merupakan proses fisiologis
tubuh (Rubbins dan Khumar, 1992). Menurut Guyton et. al. (1994) limfadenopati ini
juga terjadi akibat adanya proses hematopoeisis ekstra medular pada nodus
limfatikus. Hematopoesis yang pada usia dewasa seharusnya terjadi pada sumsum
tulang, terganggu karena sel leukemik dari proses multiplikasi sel prekursor leukemik
mempunyai masa hidup yang lebih lama, menginfiltasi sumsum tulang serta
mendesak sel-sel normal. Pernyataan Guyton ini didukung oleh W.F. Ganong (1995)
yang menyatakan bahwa hematopoesis ekstra medular dapat terjadi pada usia dewasa
akibat adanya penyakit yang menyebabkan fibrosis atau kerusakan sumsum tulang .
Pembesaran ini mampu mencapai ukuran sebesar telur ayam (Pitojo S, 1992) .
INFEKSI
Infeksi sangat sering terjadi pada penderita leukemia akut, baik infeksi jamur,
bakteri maupun infeksi virus . Kondisi ini diakibatkan oleh kegagalan mekanisme
pertahanan tubuh untuk menanggulangi infeksi . Pada penderita leukemia akut terjadi
neutropenia (Barret, 1986) dan neutrofil itu sendiri mengalami penurunan fungsi
berupa kegagalan fagositosis dan migrasi (Rusliyanto, 1986; Berkovitz, 1995).
Infeksi jamur yang paling banyak dijumpai adalah infeksi jamur Candida Albicans

yang mencapai 60 % pada penderita ALL (Reskiasih, 2000 ) . Infeksi jamur kandida
secara klinis dapat dijumpai berupa lesi putih maupun lesi merah . Lesi putih berupa
warna yang lebih putih dari jaringan disekelilingnya, lebih tinggi dari sekitarnya,
lebih kasar atau memiliki tekstur yang berbeda dari jaringan normal yang ada di
sekelilingnya. Lesi putih -ini bisa merupakan lesi yang keratotik atau non keratotik
berdasarkan kemudahan diangkat dengan gosokan atau kerokan lembut. Lesi yang
sulit / tidak bisa diangkat dengan gosokan atau kerokan lembut dianggap sudah
melibatkan penebalan epitel mukosa dan mungkin sebagai akibat dari mengangkatnya
ketebalan lapisan yang berkeratosis (hiperkeratosis) dan disebut lesi keratotik. Lesi
yang mudah diangkat dan seringkali menimbulkan suatu daerah yang kasar atau
sedikit kemerahan dari mukosa bisa berupa debris atau peradangan pada
pseudomembranous mukosa mulut yang disebut lesi non keratotik. Lesi akibat infeksi
jamur Kandida seringkali dikaitkan dengan keradangan pada pseudomembranous
mukosa atau ikut berperan dalam etiologi lesi hiperkeratotik walaupun dapat berupa
lesi putih yang disertai lesi hipokeratotik. Infeksi jamur yang lain dapat berupa
angular cheilitis, dan median rhomboid glossitis (Brightment,1993). Infeksi bakteri
gram negatif yang menyebabkan pneumonia sangat sering terjadi. Dan satu-satunya
tanda klinis yang biasa dijumpai adalah demam (Wiernik; 1985). Infeksi virus yang
sering ditemui adalah infeksi Herpes Zoster yang mempunyai prosentase cukup tinggi
yaitu 40 % pada penderita leukemia akut jenis AML dan 30 % leukemia akut jenis
ALL (Barret,1986). Salah satu komplikasi infeksi, yaitu sepsis merupakan penyebab
kematian terbesar pada penderita leukemia akut yang mencapai 52,63 % (Archida,
1987)
PENATALAKSANAN
Perbaiki keadaan umum :
-

Anemia : transfusi sel darah merak padat (PRC) 10 ml/kg BB/dosis, hingga Hb 12
g/dl.

Perdarahan hebat : transfusi darah sesuai jumlah yang hilang, bila perlu dapat diberi
transfusi trombosit (biasanya diperlukan bila jumlah trombosit < 10.000/mm3).

Infeksi sekunder : bila dapat lakukan biakan kuman (dari bisul, air kemih, darah,
cairan serebro spinal) dan segera mulai dengan antibiotika spektrum luas/dosis tinggi,
sesuai dengan dugaan kuman penyebab.

Status gizi perlu diperhatikan/diperbaiki.


Pengobatan sfesifik :

Protokol untuk LLA :

Fase Induksi remisi.


Berikan kombinasi 1 + 2 + 3a atau 1 + 2 + 3b.
1.

Vinkristin 1,5 mg/M2 (luas permukaan tubuh), 1 kali seminggu I. V. selama 6


minggu.

2.

Prednison 50 mg/M2/24 jam peroral dibagi tiga dosis, setiap hari selama 6
minggu.

3.

a. Daunomisin 45 mg/M2/dosis I. V. diberikan hanya pada hari ke I, II, III atau


Adriablastin 40 mg/M2/dosis I. V. diberikan hanya pada hari ke I, II, III atau

3.

b. Asparaginase (protokol khusus).

Fase pencegahan penyebaran ke sistem syaraf pusat.


Metotreksat intratekal 10 mg/M2/dosis, 1 kali seminggu, selama 5 minggu.
Fase pemeliharaan
Berikan kombinasi
1.

6 merkaptopurin 75 mg/M2/dosis per oral 1 kali sehari.

2.

Metotreksat 20 mg/M2/minggu per oral, dibagi 2 dosis (Senin + Kamis).


Pengobatan diteruskan hingga 2 3 tahin.

Protokol untuk LMA :


Untuk jenis LMA, protokol yang dipakai bervariasi, terdiri dari bermacam-macam
kombinasi obat, seperti :
Sitosin arabinosid + daunomisin + 6 tioguanin.
Prednison + vinkristin + metotreksat + merkaptopurin.
KOMPLIKASI
Penyulit yang paling sering didapatkan adalah :

Perdarahan.

Sepsis.

PROGNOSIS
Prognosis tidak baik. Angka kematian tinggi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TIMBUL DAN RENCANA


TINDAKAN
1.

Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan :

Tidak adekuatnya pertahanan sekunder

Gangguan kematangan sel darah putih

Peningkatan jumlah limfosit imatur

Imunosupresi

Penekanan sumsum tulang ( efek kemoterapi 0

Hasil yang Diharapkan :


Infeksi tidak terjadi,
Rencana tindakan :
1. Tempatkan anak pada ruang khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi
Rasional ; Melindungi anak dari sumber potensial patogen / infeksi
2. Berikan protocol untuk mencuci tangan yang baik untuk semua staf
petugas
Rasional : mencegah kontaminasi silang / menurunkan risiko infeksi
3. Awasi suhu. Perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan
pengobatan

chemoterapi.

Observasi

demam

sehubungan

dengan

tachicardi, hiertensi
Rasional : Hipertermi lanjut terjadi pada beberapa tipe infeksi dan demam
terjadi pada kebanyakan pasien leukaemia.
4. Dorong sering mengubah posisi, napas dalam, batuk.
Rasional ; Mencegah statis secret pernapasan, menurunkan resiko
atelektasisi/ pneumonia.
5. Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut secara periodic.
Gnakan sikat gigi halus untuk perawatan mulut.
Rasional : Rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan
organisme patogen
6. Awasi pemeriksaan laboratorium : WBC, darah lengkap
Rasional : Penurunan jumlah WBC normal / matur dapat diakibatkan oleh
proses penyakit atau kemoterapo.
7. Berikan obat sesuai indikasi, misalnya Antibiotik
Rasional ; Dapat diberikan secara profilaksis atau mengobati infeksi
secara khusus.
8. Hindari antipiretik yang mengandung aspirin
Rasional ; aspirin dapat menyebabkan perdarahan lambung atau

penurunan jumlah trombosit lanjut


2.

Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan :

Kehilangan berlebihan, mis ; muntah, perdarahan

Penurunan pemasukan cairan : mual, anoreksia.

Hasil Yang Diharapkan :Volume cairan tubuh adekuat, ditandai dengan TTV
dbn, stabil, nadi teraba, haluaran urine, BJ dan PH
urine, dbn.
Rencana Tindakan :
1. Awasi masukan dan pengeluaran. Hitung pengeluaran tak kasat mata dan
keseimbangan cairan. Perhatikan penurunan urine pada pemasukan
adekuat. Ukur berat jenis urine dan pH Urine.
Rasional ; Penurunan sirkulasi sekunder terhadap sel darah merah dan
pencetusnya pada tubulus ginjal dan / atau terjadinya batu ginjal
(sehubungan dengan peningkatan kadar asam urat) dapat
menimbulkan retensi urine atau gagal ginjal.
2. Timbang BB tiap hari.
Rasional : Mengukur keadekuatan penggantian cairan sesuai fungsi ginjal.
Pemasukan

lebih

dari

keluaran

dapat

mengindikasikan

memperburuk / obstruksi ginjal.


3. Awasi TD dan frekuensi jantung
Rasional

Perubahan

dapat

menunjukkan

efek

hipovolemik

(perdarahan/dehidrasi)
4. Inspeksi kulit / membran mukosa untuk petike, area ekimotik, perhatikan
perdarahan gusi, darah warn karat atau samar pada feces atau urine;
perdarahan lanjut dari sisi tusukan invesif.
Rasional ; Supresi sumsum dan produksi trombosit menempatkan pasien
pada resiko perdarahan spntan tak terkontrol.
5. Evaluasi turgor kulit, pengiisian kapiler dan kondisi umum membran
mukosa.
Rasional ; Indikator langsung status cairan / dehidrasi.
6. Implementasikan tindakan untuk mencegah cedera jaringan / perdarahan,
ex : sikat gigi atau gusi dengan sikat yang halus.
Rasional

Jaringan

rapuh

dan

gangguan

mekanis

pembekuan

meningkatkan resiko perdarahan meskipun trauma minor.


7. Berikan diet halus.
Rasional : Dapat membantu menurunkan iritasi gusi.
8. Berikan cairan IV sesuai indikasi

Rasional : Mempertahankan keseimbangan cairan / elektrolit pada tak


adanya pemasukan melalui oral; menurunkan risiko komplikasi
ginjal.
9. Berikan sel darah Merah, trombosit atau factor pembekuan
Raional : Memperbaiki jumlah sel darah merah dan kapasitas O2 untuk
memperbaiki

anemia.

Berguna

mencegah

mengobati

perdarahan.
3.

Nyeri ( akut ) berhubungan dengan :

Agen fiscal ; pembesaran organ / nodus limfe, sumsum tulang yang


dikmas dengan sel leukaemia.

Agen kimia ; pengobatan antileukemia.

Rencana Tindakan ;
1. Awasi tanda-tanda vital, perhatikan petunjuk nonverbal,rewel, cengeng,
gelisah
Rasional ; Dapat membantu mengevaluasi pernyatan verbal dan
ketidakefektifan intervensi.
2. Berikan lingkungan yang tenang dan kurangi rangsangan stress
Rasional ; Meingkatkan istirahat.
3. Tempatkan pada posisi nyaman dan sokong sendi, ekstremitas denganan
bantal
Rasional ; Menurunkan ketidak nyamanan tulang/ sensi
4. Ubah posisi secara periodic dan berikan latihan rentang gerak lembut.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi jaringan dan mobilisasi sendi.
5. Berikan tindakan ketidaknyamanan; mis : pijatan, kompres
Rasional ; Meminimalkan kebutuhan atau meningkatkan efek obat.
6. Berikan obat sesuai indikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan.


Edisi 2. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan).
Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2,
(terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas
Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.
Matondang, Corry S. (2000) Diagnosis Fisis Pada Anak. Edisi ke 2, PT. Sagung
Seto. Jakarta.
Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Rendle John. (1994). Ikhtisar Penyakit Anak, Edisi ke 6. Binapura Aksara. Jakarta.
Santosa NI. (1989). Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan). Depkes RI. Jakarta.
Santosa NI. (1993). Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarg. Depkes RI. Jakarta.
Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI.
Jakarta.
Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Suharso Darto (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas Airlangga.
Surabaya.
Sumijati M.E, dkk, (2000). Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim
Terjadi Pada Anak. PERKANI. Surabaya.
Wahidiyat Iskandar (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 2. Info Medika, Jakarta.
(1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.
Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya

Anda mungkin juga menyukai