Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

RUANG PERAWATAN UMUM RSPAD GATOT


SOEBROTO
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Disusun Oleh:
ERYTHRINA JULIANTI

PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA
2014
Chronic Kidney Disease (CKD)
A. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis
didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan
atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas &
Levin,2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai
kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat,
progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh
gagal

dalam

mempertahankan

metabolisme,

cairan,

dan

keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia


(Smeltzer, 2009)
B. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju
Filtration

Glomerulus)

dimana

nilai

normalnya

adalah

125

ml/min/1,73m2 dengan rumus Kockroft Gault sebagai berikut :


Deraj

Penjelasan

LFG

(ml/mn/1.73m2)
Kerusakan ginjal dengan LFG normal 90

atau
Kerusakan ginjal dengan LFG atau 60-89

ringan
Kerusakan ginjal dengan LFG atau 30-59

sedang
Kerusakan ginjal dengan LFG atau 15-29

at

berat
5
Gagal ginjal
< 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta :
FKUI
C. Etiologi
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering
terhadap proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan
glomerulonefritis menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis

tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropati refluks) dan


penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang tidak
sering terjadi yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan lainnya
sebesar 21 %. (US Renal System, 2000 dalam Price & Wilson, 2006).
Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia
tahun 2000 menunjukkan glomerulonefritis menjadi etiologi dengan
prosentase tertinggi dengan 46,39%, disusul dengan diabetes melitus
dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi dengan 12,85%, hipertensi
dengan 8,46%, dan sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo, 2006).
D. Patofisiologi
Terlampirkan
E. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal
ginjal kronis dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan
menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala
bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, usia pasien dan
kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis
adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi
sistem

renin-angiotensin-aldosteron),

pitting

edema

(kaki,tangan,sakrum), edema periorbital, Friction rub perikardial,


pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus,
ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan
Kussmaul
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut,
anoreksia, mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran
gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan
tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
f. Manifestasi Muskuloskeletal

Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop


g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler

F. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta
Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan masukan
diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
6.
7.
8.
9.

alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.


Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

G. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi
ginjal.
1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal
dan adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan
bagianatas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan
elektrolit dan asam basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi
lain.
c. Pielografi Intravena

Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan


faal ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam
urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi
sistem pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung
kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler,
parenkhim) serta sisa fungsi ginjal
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi
metatastik
h. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tandatanda perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal
kronis atau perlu untuk mengetahui etiologinya.
l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1) Laju endap darah
2) Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada (anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan
oleh pus / nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor,
warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin,
Berat

dan porfirin.
Jenis : Kurang

dari

1,015

(menetap

pada

1,010

menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio
urine / ureum sering 1:1.
3) Ureum dan Kreatinin

Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga
tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida
10) Asidosis metabolik
H. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama penatalaksanaan

pasien

GGK

adalah

untuk

mempertahankan fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh


selama

mungkin

serta

mencegah

atau

mengobati

komplikasi

(Smeltzer, 2001; Rubenstain dkk, 2007). Terapi konservatif tidak dapat


mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini
karena yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan
dialisis atau transplantasi ginjal.
Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi :
1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara
mengontrol proses penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet,
kontrol berat badan dan obat-obatan) dan mengurangi intake
protein (pembatasan protein, menjaga intake protein sehari-hari
dengan nilai biologik tinggi < 50 gr), dan katabolisme (menyediakan
kalori nonprotein yang adekuat untuk mencegah atau mengurangi
katabolisme)
2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus , neurologik,
perubahan hematologi, penyakit kardiovaskuler;
3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet;
4. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga
(Black & Hawks, 2005)
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah
memerlukan dialisi tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya
GFR sekitar 5-10 ml/mnt. Dialisis juga diiperlukan bila :
Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
Overload cairan (edema paru)
Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
Efusi perikardial

Sindrom

uremia

mual,muntah,

anoreksia,

neuropati)

yang

memburuk.
Menurut Sunarya, penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat LFG
nya, yaitu:

I. Pengkajian Fokus Keperawatan


Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada
Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti
proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada
siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu
kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan
lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/
zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius
bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.

Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6
bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya adalah
penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah
atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari
compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau
terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan
pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru
(rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada
jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan
Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia,
dan terjadi perikarditis.
J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan retensi
cairan dan natrium.
2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia mual
muntah.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke
jaringan sekunder.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialysis.
6. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus sekunder
terhadap adanya edema pulmoner.
7. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan cairan
mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan
frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan elektrolit).

K. Rencana Asuhan Keperawatan


N
O
1.

Diagnosa

Tujuan & KH

Kode

Keperawatan
Kelebihan volume cairan Tujuan:
b.d penurunan haluaran urin Setelah
dan

retensi

natrium.

cairan

NIC
4130
dilakukan

Intervensi Keperawatan
Fluid Management :

asuhan

Kaji status cairan ; timbang berat badan,keseimbangan

dan keperawatan selama 3x24 jam

masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema


Batasi masukan cairan
Identifikasi sumber potensial cairan
Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan

volume cairan seimbang.


Kriteria Hasil:

cairan
Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.

NOC : Fluid Balance


Terbebas

dari

edema,

efusi,

anasarka
Bunyi nafas bersih,tidak adanya
dipsnea
Memilihara tekanan vena sentral,
tekanan

kapiler

paru,

output

jantung dan vital sign normal.

Hemodialysis therapy
2100

1. Ambil sampel darah dan meninjau kimia darah


(misalnya BUN, kreatinin, natrium, pottasium, tingkat
phospor) sebelum perawatan untuk mengevaluasi respon
thdp terapi.
2. Rekam tanda

vital:

berat

badan,

denyut

nadi,

pernapasan, dan tekanan darah untuk mengevaluasi


respon terhadap terapi.
3. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk menghilangkan jumlah
yang tepat dari cairan berlebih di tubuh klien.
4. Bekerja secara kolaboratif dengan pasien
menyesuaikan

panjang

dialisis,

peraturan

untuk
diet,

keterbatasan cairan dan obat-obatan untuk mengatur


2

Gangguan

nutrisi

kurang Setelah

dilakukan

asuhan

1100

dari kebutuhan tubuh b.d keperawatan selama 3x24 jam


anoreksia mual muntah.

nutrisi seimbang dan adekuat.

cairan dan elektrolit pergeseran antara pengobatan


Nutritional Management
1. Monitor adanya mual dan muntah
2. Monitor adanya kehilangan berat badan dan perubahan
status nutrisi.
3. Monitor albumin, total protein, hemoglobin, dan

Kriteria Hasil:
NOC : Nutritional Status

hematocrit level yang menindikasikan status nutrisi dan

Nafsu makan meningkat


Tidak terjadi penurunan BB
Masukan nutrisi adekuat
Menghabiskan porsi makan
Hasil lab normal (albumin, kalium)

Perubahan pola napas

Setelah

dilakukan

asuhan

berhubungan dengan

keperawatan selama 1x24 jam

hiperventilasi paru

pola nafas adekuat.

dan

oksigenasi yang adekuat


Bebas dari tanda tanda distress
pernafasan

terapi

3350

Respiratory Monitoring
1. Monitor rata rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan
tambahan,

retraksi

otot

supraclavicular

dan

intercostal
3. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,

NOC : Respiratory Status


ventilasi

untuk perencanaan treatment selanjutnya.


Monitor intake nutrisi dan kalori klien.
Berikan makanan sedikit tapi sering
Berikan perawatan mulut sering
Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet sesuai

otot

Kriteria Hasil:

Peningkatan

4.
5.
6.
7.

hiperventilasi, cheyne stokes


4. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara tambahan
Oxygen Therapy

Suara nafas yang bersih, tidak ada


sianosis

dan dyspneu

mengeluarkan

sputum,

3320

1.
2.
3.
4.
5.

4066

Circulatory Care

(mampu
mampu

bernafas dengan mudah, tidak ada

Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles


Ajarkan pasien nafas dalam
Atur posisi senyaman mungkin
Batasi untuk beraktivitas
Kolaborasi pemberian oksigen

pursed lips)
Tanda tanda vital dalam rentang
4

normal
Gangguan perfusi jaringan Setelah
berhubungan

dilakukan

asuhan

dengan keperawatan selama 3x24 jam

penurunan suplai O2 dan perfusi jaringan adekuat.


nutrisi ke jaringan sekunder.

Kriteria Hasil:
NOC: Circulation Status

Membran mukosa merah muda


Conjunctiva tidak anemis
Akral hangat
TTV dalam batas normal.
Tidak ada edema

1. Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi


periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler refil, temperatur
ekstremitas).
2. Kaji nyeri
3. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan
4. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk
memperbaiki sirkulasi.
5. Monitor status cairan intake dan output
6. Evaluasi nadi, oedema
7. Berikan therapi antikoagulan.

PATHWAY

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
Dialisis
Pada
Diabetes
Melitus.
http://internis.files.wordpress.com/2011/01/dialisis-pada-diabetesmelitus.pdf diakses pada tanggal 23 Februari 2014
Anita dkk. Penggunaan Hemodialisis pada Bidang Kesehatan yang
Memakai
Prinsip
Ilmu
Fisika.
http://dc128.4shared.com/doc/juzmT0gk/preview.html diakses pada
tanggal 23 Februari 2014
Bakta, I Made & I Ketut Suastika,. Gawat Darurat di Bidang Penyakit
Dalam. Jakarta : EGC. 1999
Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical
Management for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier
inc. 2005
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing Intervention
Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC. 2012.

Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical
Guide to Understanding and Management. USA : Oxford University
Press. 2010
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2002
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC. 2001
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2006

Anda mungkin juga menyukai