Gurutta Sanusi Baco lahir di Maros, 4 April 1937 dengan nama Sanusi.
Putra kedua dari enam bersaudara dari seorang ayah bernama Baco.
Ketika beranjak muda, namanya dinisbatkan kepada ayahnya menjadi
Sanusi Baco. Pada zaman Jepang, Sanusi kecil men-jadi perawat kuda
tentara Jepang di Maros. Sementara ayahnya adalah seorang mandor.
Setelah merasa cukup dengan belajar kepada beberapa guru ngaji di
desanya, Gurutta Sanusi Baco kemudian mondok di Darud Dawah wal
Irsyad (DDI) Ambo Dalle selama delapan tahun. Setelah lulus aliyah
pada tahun 1958, Gurutta Sanusi Baco hijrah ke Makassar dan
mengajar ngaji di beberapa tempat.
Saat itulah, Gurutta Sanusi Baco mendapat kesempatan meraih
beasiswa dari Departemen Agama untuk kuliah di Universitas Al-Azhar
Kairo, Mesir. Di negeri piramid itu, Gurutta Sanusi Baco mulai
bersahabat dengan Gus Dur dan Gus Mus (KH Musthofa Bisri).
Saya adalah teman seperjalanan Gus Dur ketika naik kapal menuju
Kairo untuk kuliah di sana. Perjalanannya satu bulan dua hari.
Membosankan sekali. Untung ada Gus Dur yang selalu bercerita
menghibur, kata Gurutta Sanusi Baco mengenang Gus Dur.
Pada tahun 1967, Gurutta Sanusi Baco berniat untuk melanjutkan
kuliah S-2 di Al-Azhar. Namun ter-paksa ditarik pulang ke tanah air oleh
pemerintah Indonesia karena Gurutta Sanusi Baco mendaftar sebagai
tentara sukarela untuk berperang melawan Israel.
Persahabatannya dengan Gus Dur membuat Gurutta Sanusi Baco
bertekad untuk berkhidmah di NU. Setelah kembali ke Makassar,
aktifitasnya adalah mengajar di Universitas Muslim Indonesia (UMI) dan
mulai diminta mengajar ngaji serta ceramah di berbagai daerah. Tak
lama kemudian, Gurutta Sanusi Baco diangkat sebagai dosen negeri di
Fakultas Syariah IAIN Sultan Hasanuddin Makasar.
Waktu itu Gus Dur sempat datang ke Makassar. Saya menjemputnya
di bandara dengan sepeda motor vespa. Ternyata vespanya mogok,
akhirnya saya naik vespa dan Gus Dur yang mendorongnya. Setelah
bisa jalan baru kami berkeliling kota Makassar, kenang ayah dari
delapan anak ini.
Semangat Dakwah Tak Kenal Usia
Perjuangan dakwahnya juga dilalui bersama Haji Kalla (ayah Jusuf
Kalla). Saat Haji Kalla menjadi bendahara Masjid Raya Makassar,
terbentuk Yayasan Masjid Raya yang salah satu kegiatannya melakukan
pengkaderan ulama. Sarjana agama dari IAIN ia rekrut di tempat ini
untuk dididik menjadi ulama. Mereka diberi fasilitas seperti tempat
menginap di belakang rumah Haji Kalla.
Di sisi lain, Gurutta yang dulunya perokok berat berhenti total pada
tahun 2000. Saat berada di Masjidil Haram Makkah, Gurutta Sanusi
Baco berdoa di Hijr Ismail agar diberi kekuatan oleh Allah
menyelesaikan semua amanah yang ia emban dengan baik. Setelah
berdoa, ternyata semua rokoknya hilang dan menurutnya itu adalah
isyarat bahwa ia harus benar-benar meninggalkan rokok. Selain itu,
setelah subuh Gurutta Sanusi Baco selalu menyempatkan diri untuk
selalu jalan-jalan pagi di sekitar rumahnya. Namun setelah operasi itu,
Gurutta Sanusi Baco kini mengisi pagi harinya dengan bersepeda di
tempat dengan sepeda statis. (AULA No. 03/XXXII April 2010)