Anda di halaman 1dari 20

Artikel ini membahas tentang berbagai metode pemeriksaan

radiologi,
dimulai
dari
metode
pemeriksaan
konvensional
(sederhana) hingga pada metode pemeriksaan yang telah digunakan
secara luas pada saat ini guna menunjang diagnosis penyakit
osteoporosis.

I. PENDAHULUAN
Osteoporosis adalah berkurangnya densitas dan penipisan korteks
tulang yang disebabkan oleh berkurang pembentukan dan atau
meningkatnya resorpsi tulang. Definisi terakhir menurut WHO
adalah penurunan massa tulang lebih dari 2,5 standar deviasi
massa tulang rata-rata dari populasi usia. Definisi di atas
bersifat amat konseptual, sebab yang dimaksud dengan osteoporosis
sendiri sebenarnya adalah kerapuhan tulang, dengan resiko patah
tulang yang menyertainya.
Saat ini, osteoporosis merupakan problem kesehatan yang
mendunia dan makin berkembang. Tujuh puluh lima juta penduduk
Eropa, Amerika dan Jepang; atau satu dari tiga wanita paska
menopause, serta kebanyakan orang lanjut usia (lansia) termasuk
pria mengalami kondisi ini. Sayangnya tidak banyak orang yang
menyadari bahwa proses ini telah menggerogoti tubuhnya. Selain
asimtomatik,
belum ada prosedur diagnostik yang secara langsung
mengukur kerapuhan tulang. Yang sudah ada adalah pengukuran
densitas atau massa tulang. Jadi di sini sifatnya adalah
kuantitatif, bukan kualitatif. Bila secara klinis dicurigai
adanya proses ini, misalnya dengan bertambahnya kiposis,
berkurangnya tinggi badan dan nyeri punggung kronik pada lansia,
sebaiknya dilakukan pengukuran densitas atau massa tulang ini.
II. DENSITAS ATAU MASSA TULANG SECARA RADIOLOGI.

A. Densitas tulang secara radiologi


Densitas adalah tingkat hitam putihnya gambar pada film X-ray
setelah diproses, ditentukan oleh berat molekul dan tebal obyek.
Tingkatan densitas tulang sebagai berikut :

1. Osteolitik, densitas tulang menjadi radiolusen/hitam akibat


hilangnya sebagian tulang baik trabekel maupun mineralnya.
2. Osteoporosis, berkurangnya densitas dan menipisnya korteks
akibat kurangnya pembentukan
3. Osteopenia, berkurangnya sedikit densitas tulang.
4. Normoporosis, densitas normal, ada keseimbangan antara
pembentukan dan resorpsi tulang.
5. Osteosklerotik, bertambahnya densitas dan penebalan korteks
tulang akibat bertambahnya pembentukan dan atau berkurangnya
resorpsi tulang.
B. Pengukuran-Pengukuran Massa Tulang secara Radiologi
Berbagai teknik radiologi mengevaluasi densitas tulang baik
perifer maupun sentral, tulang trabekular maupun kortikal, secara
konvensional
maupun
dengan
teknik
yang
canggih.Secara
konvensional dikenal morfometri atau radiogrametri. Sedangkan
teknik yang digunakan secara meluas saat ini ialah Single Energy
Absorptiometry
(SEA)
dan
Double
Energy
Absorptiometry
(DEA).Dikenal pula berbagai metode pemeriksaan radiologi lain
seperti : sidik radioisotop, diphosphonate uptake, analisis
aktivasi netron dan Compton scattering, dan analisis ultrasonik
terhadap tulang. Sekilas pandang pengenalan terhadap metodemetode tersebut diharapkan dapat membantu para dokter dalam
memilih teknik yang sesuai dalam rangka penegakan diagnosis
osteoporosis secara dini.

Morfometri / Radiogrametri
Dalam praktek klinik di Indonesia, pemeriksaan ini paling mudah
didapat, paling murah dan paling rendah dosis radiasinya sehingga
walaupun teknik-teknik canggih lain berkembang dengan pesatnya,
metode ini tetap tidak ditinggalkan. Informasi tentang struktur
tulang
yang
diberikan
dapat
bersifat
kualitatif
maupun
kuantitatif.
Morfometri kualitatif
Penilaian struktur tulang secara kualitatif umumnya dilakukan
pada tulang belakang dan proksimal femur.

Tulang belakang
Menentukan densitas tulang melalui foto lateral setinggi lumbal
2,3 atau 1. Normalnya bayangan ini opak homogen. Dengan
berkurangnya massa tulang, korpus vertebra menjadi lebih
radiolusen, trabekula transversa perlahan-lahan mulai hilang,
gambaran trabekula vertikal menjadi lebih menonjol.
Kruse dan Kuhlencordt mengembangkan index tulang
dengan menilai vertebra torakal 4 hingga lumbal 5:

Index
Index
Index
Index

belakang

0
1
2
3

Tidak terdapat tanda-tanda osteoporosis


Peningkatan radiolusensi
Infraksi dari satu endplate
Infraksi dari kedua endplate, atau Bikonkafitas hebat,
atau Pemipihan vertebra
Index 4
Fraktur kompressi
Index tulang belakang = Jumlah index T4-L5
Kleerekoper dkk di Detroit melakukan penilaian terhadap
perubahan-perubahan bentuk vertebra, yang mereka sebut Permanent
Vertebral Body Deforming Events (PVDE). Perubahan-perubahan yang
terjadi
bervariasi
dari
kolaps
endplates
(EP)
hingga
pemipihan/Wedging(W) dan fraktur kompresi/Crush fracture(C)
dan N adalah normal.

Perubahan tinggi vertebra juga dipakai


progresivitas kehilangan massa tulang. Index

sebagai indeks
korpus vertebra

membandingkan tinggi bagian tengah diskus dengan tinggi bagian


tengah korpus vertebra dari segmen lumbal atau torakal bawah .

Proksimal

femur

Index
Singh
Pola trabekular pada proksimal femur menunjukkan perubahanperubahan karakteristik bersamaan dengan hilangnya massa tubuh.
Singh, dkk memberikan suatu sistem grading berdasarkan perubahanperubahan ini. Index yang rendah menunjukkan rendahnya massa
tulang.

Calcar
femorale
Calcar femorale bervariasi ketebalannya, rata-rata lebih dari
5 mm. Pada osteoporosis terjadi penipisan calcar femorale.

Morfometri

kuantitatif

Morfometri

metakarpal

Metakarpal 2 yang paling sering digunakan, tapi ketepatan akan


lebih baik bila diukur metakarpal 2,3,dan 4. Dalam hal ini yang
diukur adalah Tebal Total Tulang (TT) dan Tebal Medulla Tulang
(TM) pada pertengahan metakarpal.

Selanjutnya dilakukan perhitungan sebagai berikut :

Sedangkan untuk pengukuran metakarpal 2,3 dan 4 perhitungannya


adalah sebagai berikut :

Suatu kriteria diagnostik diberikan


dilakukan oleh Smith (Smiths study) :

oleh

penelitian

yang

Dengan pengetahuan tentang densitas gravimetri dari tulang


korteks dapat dihitung :

Dengan adanya gambaran tidak langsung densitas tulang total


kita mendapatkan nilai estimasi massa tulang yang dapat
dibandingkan dengan konsentrasi Hb per unit volume darah.
Energy

Absorptiometry

Berbagai teknik absorpsiometri yang digunakan saat ini


didasarkan pada teknik Cameron dan Sorenson. Teknik ini terdiri
dari
Single
Photon
Absorptiometry
(SPA),
Double
Photon
Absorptiometry (DPA), Single Energy X-Ray Absorptiometry (SXA),
dan Double Energy X-ray Absorptiometry (DXA) .
Single Photon Absorptiometry memakai isotop radionuklir
berenergi rendah seperti Iodine 125. Radiasi monokromatik yang
dihasilkannya secara sinkron melintasi tulang yang diperiksa.
Tulang dan jaringan lunak yang dilewati melemahkan radiasi.
Berkurangnya intensitas radiasi inilah yang diukur. Single Energy
X-ray Absorptiometry saat ini banyak digunakan untuk menggantikan
SPA, terutama dalam menilai tulang di daerah pergelangan tangan.

SEA ini lebih akurat dan tidak menggunakan isotop. SPA dan SEA
baik untuk menilai tulang-tulang apendikular, namun untuk menilai
tulang belakang dan tulang panggul sebaiknya digunakan DPA atau
DXA
Computed

Tomography

(CT)

Penggunaan CT, dalam hal ini Quantitative CT (QCT)


untuk
mengukur densitas tulang amat menarik perhatian. Keuntungan
teknik ini adalah kemampuannya untuk merelokalisasi tempat
scanning dengan keakuratan yang amat tinggi sehingga didapat
gambaran anatomi dalam tiga dimensi secara tepat. Dengan
demikian, densitas yang terukur bersifat volumetrik, bukan
densitas areal seperti pada absorpsiometri. Batas antara tulang
kortikal dan tulang trabekular terlihat jelas.

Whole Body CT memberikan informasi densitas tulang dalam


satuan unit Hounsfield (HU); dimana bila densitas CT berada pada
kisaran 1000 s/d +1000 HU, maka :
Air
Udara
Tulang
Korteks tulang
Trabekula tulang

:
0
: -1000 HU
: +1000 HU
: > 250 HU
: 30-260 HU

Hasil pengukuran CT berada dalam satuan HU, karenanya


dibutuhkan kalibrasi untuk mengubahnya ke densitas mineral tulang
yang relevan. Khususnya, pada QCT aksial, penderita di-scan

bersamaan
dengan
fantom
kalibrasi.
Cann-Genant
juga
memperkenalkan suatu garis kalibrasi yang mengubah nilai
pengukuran dari satuan HU ke satuan mg/ml konsentrasi mineral
tulang (Cann-Genant Technique).

Single Energy Quantitative CT cukup akurat dalam menilai


tulang
tibia
dan
femoris,
namun
untuk
tulang
belakang
keakuratannya berkurang. Hal ini disebabkan oleh atenuasi
jaringan lunak sum-sum tulang pada tulang belakang. Red marrow
memberikan attenuasi sama dengan air, yellow marrow memberikan
attenuasi tidak sama dengan air. Sekarang sudah ada teknik untuk
mengatasinya, yaitu Double Energy QCT, dimana hasil akhir yang
diberikan merupakan fat free image. QCT memberikan hasil yang
cukup akurat. Satu-satunya kekurangan adalah tingginya radiasi
(200-300 mrem)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Aplikasi pengukuran QCT dalam klinik adalah :


Penentuan kandungan mineral tulang dalam vertebra, panggul
atau radius untuk perkiraan osteoporosis.
Penentuan kandungan lemak/fat dalam vertebra untuk diagnosis
dini osteoporosis.
Penentuan kandungan zat besi/iron dalam hepar untuk evaluasi
diagnosis pasti penyakit liver.
Penentuan kandungan iodium dalam tiroid untuk pemeriksaan
penyakit tiroid.
Penentuan kandungan lemak dalam tubuh untuk perkiraan
komposisi tubuh.
Penentuan kalsium yang terdapat dalam nodul paru untuk
memastikan stadium penyakit.
Penentuan densitas elektron dalam jaringan untuk planning
radioterapi yang baik.

Sidik

Radioisotop

Sidik radioisotop menggunakan technetium diphosphonate yang


diberi label. Zat tersebut diabsorbsi oleh kalsium yang berasal
dari kristal hidroksi apatit. Pemeriksaan ini memberikan petunjuk

aktivitas osteoblastik dan vaskularisasi skeletal. Kelainan


metabolik tulang dapat menyebabkan peningkatan uptake secara
menyeluruh
dan osteoporosis terkadang memberikan gambaran
washed out

Radiographic Photodensitometry
Densitas tulang, dibandingkan dengan obyek tertentu yang
menjadi acuannya, misalnya lempeng aluminium. Keduanya difoto
dengan x-ray, hasilnya dibandingkan dengan memakai densitometer
cahaya. Alat ini (densitometer) pada saat artikel ini dibuat
belum tersedia di Makassar.
Aplikasi klinik pemeriksaan densitometri :
1.
Menentukan efek pada tulang penderita dengan gangguan
metabolik.
2.
Untuk memonitor progresifitas penyakit atau respon terapi
dengan pemeriksaan seri.
3.
Menentukan perimenopause wanita, dengan penentuan perubahan
kadar estrogen.
4.
Menentukan diagnosis dan beratnya osteoporosis.
Diphosphonate

Uptake

Ambilan tulang terhadap diphosphonate dapat dihitung. Dua


puluh empat jam setelah penyuntikan technetium diphosphonate,
retensi isotop dalam tubuh dihitung. Retensi isotop terjadi pada
osteoporosis, sedangkan peningkatan dapat tampak pada penyakit
Paget, osteomalacia dan hiperparatiroid primer. Saat ini, metode

tersebut di atas digunakan dalam mendiagnosis banding dan sebagai


teknik penelitian
Analisis

Aktivasi

Netron

Metode ini memungkinkan estimasi kalsium total tubuh dan


dengan demikian mengukur massa tulang total. Bombardir netron
yang berasal dari isotop kalsium-48 terhadap tulang berubah
menjadi radioaktif kalsium, dengan waktu paruh 8,8 menit, dan
menghasilkan sinar gamma . Sinar yang dihasilkan merupakan alat
pengukur kadar kalsium. Seluruh tubuh dapat dibombardir netron
secara in vivo, dan kadar kalsium total dapat ditentukan.
Compton

Scattering

Metode ini mendeteksi dan mengukur sinar hambur yang terjadi


di sekitar sinar primer. Sinar primer difokuskan pada suatu area
kecil tulang. Intensitas sinar hambur yang terjadi di sekitarnya
merupakan alat pengukur kandungan mineral tulang. Dengan memakai
teknik yang sesuai, sinar hambur yang ditimbulkan oleh tulang
kortikal dan tulang trabekular dapat dibedakan.
Ultrasonografi
Ultrasonografi kuantitatif merupakan alat diagnostik yang
secara klinik amat menguntungkan karena kurangnya radiasi dan
biaya yang relatif rendah. Kebanyakan teknik mengukur tulang
kalkaneus, namun tempat-tempat lain seperti patella, tibia dan
jari-jari sedang diteliti kemungkinannya. Ultrasonon memprediksi
resiko patah tulang, namun apakah kedudukannya dapat menggantikan
pengukuran-pengukuran densitas tulang lainnya atau menambah
informasi yang didapat daripadanya masih belum jelas.
III. PENUTUP
Dengan diperkenalkannya berbagai metode radiologi untuk
mengukur
densitas/massa
tulang
sebagai
parameter
indirek
osteoporosis diharapkan penegakan diagnosis osteoporosis dapat
dilakukan lebih dini. Prosedur diagnostik radiologi kiranya dapat
menjadi pertimbangan mengingat sifatnya yang non invasif dan
biayanya yang relatif terjangkau.
Daftar Pustaka

1. Burgener FA, Kormano M. Osteopenia. In Differential Diagnosis


in Conventional Radiology, second ed., Thieme Medical
Publishers, Inc, New York, 1991 : 1-42.
2. Christiansen C. Bone Mass and Ultrasound. In The
Pathophysiologic of Osteoporosis and Bone disease, the
first Combined Training Course for Industry and Specialist,
Bali, 24-25 September 1997.
3. Aitken M. Age-related Changes in Bone Mass. In Osteoporosis in
Clinical Practice, John Wright & Sons Ltd, Bristol, England,
1984 : 37-43.
4. Woolf AD, Dixon AJ. Osteoporosis: the Concepts.In
Osteoporosis : a Clinical Guide, published by Dunitz M,
London, 1988 : 26-48.
5. Kreel L. Bones, Outline of Radiology, William Heinimann
Medical Books Ltd, London : 315-22.
6. Aitken M. Measurement of Bone Mass and Turnover. In
Osteoporosis in Clinical Practice, John Wright & Sons Ltd,
Bristol, England, 1984 : 19-35.
7. Kanis JA. Measurement of Bone Mass. In The Pathofisiology of
Osteoporosis and Bone Disease, the second International
Training Course on Osteoporosis for Industry, Specialist and
General Practitioners. Bali, 1-2 Mei, 1999.
8. Wegener OH. Densitometry. In Whole Body Computed Tomography,
second ed. Blackwell Scientific Publication, Oxford, London,
Edinburg, 1992 : 91-2.

Osteoporosis adalah kondisi dimana terjadi peningkatan porositas dari tulang. Atau
dengan kata lain adalah sugresif dari masa tulang, sehingga memudahkan
terjadinya patah tulang (Albright JA, 1979). Bagian tulang yang umumnya diserang

adalah (Djoko Roeshadi, 2001): Pada tulang radius distal, Pada tulang vertebrae,
Pada tulang kollum femur / pelvis Pembagian Osteoporosis Chehab Rukmi Hylmi
(1994) membagi osteoporosis sebagai berikut : 1. Osteoporosis Primer 2.
Osteoporosis Sekunder 3. Osteoporosis Idiopatic Osteoporosis Primer Osteoporosis
primer adalah suatu osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dengan jelas
ini merupakan kelompok terbesar. Osteoporosis primer dibagi menjadi : Type I
Osteoporosis yang timbul pada wanita post menoupouse Type II Osteoporosis yang
terdapat pada kedua jenis kelamin dengan usia yang semakin bertambah (senilis)
Osteoporosis Sekunder Osteoporosis sekunder adalah suatu osteoporosis yang
diketahui penyebabnya jelas. Biasanya disebabkan oleh : 1.Endcrine disease
2.Nutritional causes 3.Drugs Osteoporosis Idiopatic Yang dimaksud dengan
osteoporosis jenis ini adalah terjadinya pengurangan masa tulang pada : 1.Juvenile
2.Adolesence 3.Wanita pra menoupouse 4.Laki-laki berusia muda /pertengahan
5.osteoporosis jenis ini lebih jarang terjadi. Patofisiologi Osteoporosis Sel tulang
terdiri atas osteoblas, osteossit dan osteoclas yang dalam aktifitasnya mengatur
homeostasis kalsium yang tidak berdiri sendiri melainkan saling berinteraksi.
Homeostasis kalsium pada tingkat seluler didahului penyerapan tulang oleh
osteoclas yang memerlukan waktu 40 hari disusul fase istirahat dan kemudian
disusul fase pembentukan tulang kembali oleh osteoblas yang memerlukan waktu
120 hari Dalam penyerapannya osteoclas melepas transforming Growth Factor yang
merangsang aktivitas awal osteoblas dalam keadaan normal kwantitas dan kwalitas
penyerapan tulang oleh osteoclas sama dengan kwantitas dan kwalitas
pembentukan tulang baru oleh osteoclas. Pada Osteoporasis penyerapan tulang
lebih banyak dari pada pembentukan baru (Djoko Roeshadi, 2001). Gejala dan
Tanda Osteoporosis Pada awalnya penyakit ini tidak menimbulkan gangguan
apapun. Namun dalam kondisi yang sudah parah gambaran klinik osteoporosis
adalah sebagai berikut (Djoko R, 2001) 1.Nyeri 2.Tinggi badan berkurang
/memendek Dalam mendiagnosis osteoporosis tidak hanya berdasarkan
pemeriksaan klinik serta radiologis saja. Dengan pemeriksaan penunjang yaitu BMD
(Bone Mineral Density) dan DEXA (Dual Energy X-Ray Absorpsiometry) diagnosis
osteoporosis menjadi lebih pasti. Faktor Resiko Osteoporosis Dikenal beberapa
faktor resiko untuk terjadinya osoteoporosis. Faktor resiko ini dibagi menjadi dua (R.
Prayitno Prabowo, 2001). 1.Faktor resiko yang tidak bisa dirubah -Usia -Jenis kelamin
-Ras -Riwayat Keluarga /keturunan -Bentuk tubuh 2.Faktor resiko yang dapat dirubah
-Merokok -Alcohol -Defisiensi vitamin d -Kafein -Gaya hidup -Gangguan makan
(anoreksia vervusa) -Defisiensi esterogen pada menoupouse alami atau
menoupouse karena operasi -Penggunaan obat-obatan tertentu seperti : Diuretik
Glukoortikoid Anti konvulsan Hormon tiroid berlebihan Sesuai dengan tujuan
penelitian, maka pembahasan mengenai faktor resiko akan dibatasi pada merokok,
alcohol, menoupouse, kafein, latihan, umur, jenis kelamin, keturunan. *Merokok
Gaya hidup modern, tang telah melegalkan wanita merokok di depan umum,
semakin membuka banyaknya kasus osteoporosis Nikotin dalam rokok
menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari darah ke tulang.
Sehingga proses pembentukan tulang oleh osteoblast menjadi melemah (Djoko R,

2001). *Alkohol Dampak dari konsumsi alcohol pada osteoporosis berhubungan


dengan jumlah alcohol yang dikonsumsi. Konsumsi yang berlebihan akan
menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari darah ke tulang.
(R. Prayitno, 2001). *Menopouse Di sini kadar esterogen menurun. Dengan
menurunnya kadar esterogen resorbsi tulang menjadi lebih cepat, sehingga akan
terjadi penurunan masa tulang yang banyak. Bila tidak segera diintervensi akan
cepat terjadi osteoporosis (RP 2001). *Kafein Mengkonsumsi atau minum kopi diatas
3 cangkir per hari, menyebabkan tubuh selalu ingin kencing. Keadaan tersebut
menyebabkan kalsium banyak terbuang bersama air kencing (Djoko R, 2001).
*Latihan /aktivitas Imobilisasi dengan penurunan penyangga berat badan
merupakan stimulus penting bagi resorppsi tulang. Beban fisik yang terintegrasi
merupakan penentu dari puncak masa tulang (Bayu Santoso, 2001). *Umur- jenis
kelamin keturunan Dari segi usia pada laki-laki dan wanita usia diatas 40 tahun
merupakan usia terkenaa osteoporosis. Sehingga sebelum mencapai usia ini,
kekuatan dan gizi tulang harus selalu diperhatikan, agar penurunan kekuatan tulang
tidak begitu curam. Dari perbedaan jenis kelamin dapat diketahui bahwa kerapuhan
tulang banyak diderita oleh wanita yang menoupouse. Hal ini dikarenakan hormon
esterogennya menurun drastis. Sejarah keluarga juga mempengaruhi penyakit ini,
pada keluarga yang mempunyai sejarah osteoporosis, anak-anak yang
dilahirkannya enderung akan mempunyai penyakit yang sama (Djoko R, 2001). Tata
Laksana Tata laksana disini menurut Djoko Roeshadi dianjurkan untuk prevensi
maupun pengobatannya. Tujuan prevensi adalah untuk mencegah terjadinya
osteoporosis dengan menghindari atau mengurangi faktor resiko osteoporosis.
Prevensi ini bisa dilakukan dengan melakukan penyuluhan terhadap penduduk, agar
mereka dapat mengendalikan hal-hal yang dapat meningkatkan terjadinya
ostreoporosis seperti misalnya : 1.Mencegah dan menghentikan kebiasaan seperti
merokok dan minum alcohol 2.Mengatur diet yang baik / dengan benar seperti
mengkonsumsi sayuran, susu tinggi kalsium dll. 3.Olah raga teratur

Mengenali Gejala & Diagnosa


Proses kepadatan tulang yang berkurang secara perlahan tanpa diketahui secara kasat mata,
menyebabkan osteoporosis mendapatkan julukan silent disease. Dekadensi kepadatan tulang
berlangsung secara progresif selama bertahun-tahun tanpa disadari dan tanpa disertai adanya
gejala.

Gejal-gejala baru timbul pada tahap osteoporosis


lanjut, seperti:

patah tulang

punggung yang semakin membungkuk

hilangnya tinggi badan

nyeri punggung

Tulang sangat mudah sekali menjadi hancur jika


volume kepadatan tulang menjadi sangat kurang.
Hal ini akan menimbulkan nyeri tulang dan
kelainan bentuk. Hancurnya tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang
belakang yang rapuh bisa mengalami hancur secara spontan ataupun karena cedera ringan.
Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari punggung, yang akan
bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Diikuti rasa sakit jika disentuh yang
kemudian akan menghilang secara bertahap setelah beberapa pekan atau beberapa bulan.
Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari
tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan ketegangan otot dan sakit. Tulang lainnya
bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena jatuh. Salah satu
patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul.
Hal yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah persambungannya
dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Selain itu, pada penderita osteoporosis,
patah tulang cenderung menyembuh secara perlahan.
Diagnosa Osteoporosis
Pada seseorang yang mengalami patah tulang, diagnosis osteoporosis ditegakkan berdasarkan
gejala, pemeriksaan fisik dan rontgen tulang. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk
menyingkirkan keadaan lainnya penyebab osteoporosis yang bisa diatasi.
Untuk mendiagnosa osteoporosis sebelum terjadinya patah tulang dilakukan pemeriksaan yang
menilai kepadatan tulang. Di Indonesia dikenal 3 cara penegakan diagnosa penyakit
osteoporosis, yaitu:
1. Densitometer (Lunar) menggunakan teknologi DXA (dual-energy x-ray absorptiometry).
Pemeriksaan ini merupakan gold standard diagnosa osteoporosis. Pemeriksaan kepadatan
tulang ini aman dan tidak menimbulkan nyeri serta bisa dilakukan dalam waktu 5-15
menit.
DXA sangat berguna untuk:

o wanita yang memiliki risiko tinggi menderita osteoporosis


o penderita yang diagnosisnya belum pasti
o penderita yang hasil pengobatan osteoporosisnya harus dinilai secara akurat
3. Densitometer-USG. Pemeriksaan ini lebih tepat disebut sebagai screening awal penyakit
osteoporosis. Hasilnya pun hanya ditandai dengan nilai T dimana nilai lebih -1 berarti
kepadatan tulang masih baik, nilai antara -1 dan -2,5 berarti osteopenia (penipisan
tulang), nilai kurang dari -2,5 berarti osteoporosis (keropos tulang). Keuntungannya
adalah kepraktisan dan harga pemeriksaannya yang lebih murah.
4. Pemeriksaan laboratorium untuk osteocalcin dan dioksipiridinolin, CTx. Proses
pengeroposan tulang dapat diketahui dengan memeriksakan penanda biokimia CTx (CTelopeptide). CTx merupakan hasil penguraian kolagen tulang yang dilepaskan ke dalam
sirkulasi darahsehingga spesifik dalam menilai kecepatan proses pengeroposan tulang.
Pemeriksaan CTx juga sangat berguna dalam memantau pengobatan menggunakan
antiresorpsi oral.
Proses pembentukan tulang dapat diketahui dengan memeriksakan penanda bioklimia N-MIDOsteocalcin. Osteocalcin merupakan protein spesifik tulang sehingga pemeriksan ini dapat
digunakan saebagai penanda biokimia pembentukan tualng dan juga untuk menentukan
kecepatan turnover tulang pada beberapa penyakit tulang lainnya. Pemeriksaan osteocalcin juga
dapat digunakan untuk memantau pengobatan osteoporosis.
Di luar negeri, dokter dapat pula menggunakan metode lain untuk mendiagnosa penyakit
osteoporosis, antara lain:
1. Sinar x untuk menunjukkan degenerasi tipikal dalam tulang punggung bagian bawah.
2. Pengukuran massa tulang dengan memeriksa lengan, paha dan tulang belakang.
3. Tes darah yang dapat memperlihatkan naiknya kadar hormon paratiroid.
4. Biopsi tulang untuk melihat tulang mengecil, keropos tetapi tampak normal.[]

OSTEOPOROSIS
Posted on 10 February 2011

Rate This

Osteoporosis atau tulang rapuh merupakan istilah yang sudah tidak asing lagi bagi kita. Wanita
tua yang bungkuk akan lebih mudah mengalami patah tulang hanya karena jatuh ringan atau
sedikit terbentur, atau nyeri tulang yang berkepanjangan. Ini semua bisa merupakan manifestasi
dari osteoporosis.
Hasil penelitian Persatuan Osteoporosis Indonesia (PEROSI) tahun 2006 menemukan, sebanyak
38% pasien yang datang untuk memeriksakan densitas tulang mereka di Makmal Terpadu FKUI
Jakarta ternyata terdeteksi menderita osteoporosis sebanyak 14,7%, sedangkan di Surabaya
sebanyak 26% pasien dinyatakan positif osteoporosis. Data penelitian Departemen Kesehatan
(DEPKES) tahun 2006 menunjukkan bahwa 1 dari 5 orang Indonesia rentan terkena penyakit
osteoporosis.
Apa itu Osteoporosis?
Penyakit osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang
menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral, seperti kalsium dan fosfat,
sehingga tulang menjadi keras dan padat. Jika kandungan kalsium, fosfat dan zat lain dalam
tulang berkurang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah
osteoporosis.
Sekitar 80% persen penderita penyakit osteoporosis adalah wanita. Hilangnya hormon estrogen
setelah menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis. Pria juga tetap memiliki risiko
terkena penyakit osteoporosis, meski lebih lambat dibanding wanita.
Penyebab osteoporosis
Berdasarkan penyebabnya, osteoporosis dibagi menjadi dua: osteoporosis primer dan
osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer berkaitan dengan kekurangan hormon (khususnya
wanita) dan bertambahnya usia serta ketuaan, sedangkan osteoporosis sekunder disebabkan oleh
berbagai keadaan tertentu atau penyakit lain.
Gejala Osteoporosis
Pada osteoporosis, proses berkurangnya kepadatan tulang berlangsung secara perlahan dan

progresif selama bertahun-tahun tanpa disadari dan tanpa disertai gejala-gejala tertentu. Gejalagejala baru timbul pada tahap lanjut, seperti:
1. Patah tulang punggung sehingga tubuh jadi membungkuk
2. Berkurangnya tinggi badan (tubuh jadi lebih pendek)
3. Nyeri punggung
Jika tulang sangat keropos/hancur maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk.
Rapuh/hancurnya tulang belakang karena cidera atau terjadi spontan menyebabkan nyeri
punggung yang tak kunjung sembuh. Biasanya, nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di
daerah tertentu di punggung. Nyeri akan makin terasa jika dipakai untuk berdiri atau berjalan,
dan akan menghilang secara bertahap setelah beberapa pekan atau beberapa bulan.
Hal yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan di daerah persambungannya dengan
pergelangan tangan. Dan patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul, bisa
karena jatuh atau benturan, dan patah tulang leher paha. Namun, patah tulang pada osteoporosis
cenderung menyembuh secara perlahan.
Diagnosis Osteoporosis
Diagnosis osteoporosis ditegakkan berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan rontgen tulang.
Untuk diagnosis dini osteoporosis (sebelum terjadi patah tulang) dapat dilakukan pemeriksaan
untuk menilai kepadatan tulang dengan 3 cara, yaitu:
1. Densitometer (Lunar) menggunakan teknologi DXA (dual-energy x-ray absorptiometry).
2. Densitometer-USG.
3. Pemeriksaan laboratorium untuk osteocalcin dan dioksipiridinolin, CTx.
Pengobatan Osteoporosis
Terapi dan pengobatan osteoporosis bertujuan untuk meningkatkan kepadatan tulang,
mengurangi retak tambahan dan mengontrol rasa sakit, serta penggantian tulang yang hancur
dengan protesa/tulang tiruan oleh ahli bedah pada beberapa kasus.
Semua penderita osteoporosis harus mengonsumsi kalsium dan vitamin D dalam jumlah yang
mencukupi. Wanita pasca menopause yang menderita osteoporosis juga bisa mendapatkan terapi
hormonal dari dokter untuk memperlambat penyakitnya. Pada nyeri punggung yang sangat berat,
diperlukan obat-obatan pereda nyeri, fisioterapi, gips atau alat khusus untuk penyanggah tulang,
atau operasi untuk memperbaiki keretakan yang ada. Orang-orang yang sudah berusia lanjut,
semaksimal mungkin dijaga agar tidak sampai terjatuh di rumah, dengan mencegah lantai agar
tidak licin, alas lantai/karpet jangan tertekuk sehingga membuat tersandung, kabel jangan
berceceran, dan tangga dibuat seaman mungkin. Pemberian obat-obatan yang menimbulkan efek
samping mengantuk juga berisiko menyebabkan terjatuh pada orang usia lanjut, sehingga perlu
dipertimbangkan waktu pemberiannya.
Pemakaian fitoestrogen (estrogen dari tumbuh-tumbuhan) telah terbukti memperbaiki keluhan
menopause dan meningkatkan densitas tulang. Fitoestrogen ini banyak terkandung di antaranya
dalam kedelai.

Pencegahan Osteoporosis
Pencegahan osteoporosis paling baik dilakukan sejak masih dalam kandungan. Sang ibu harus
mengonsumsi cukup kalsium sehingga tulang bayi dalam kandungan tumbuh optimal dan tidak
mengambil cadangan kalsium dari tulang ibu.
Para wanita perlu lebih waspada terhadap ancaman osteoporosis dibandingkan pria. Karena
penyakit ini baru muncul setelah usia lanjut, sejak muda wanita harus sadar dan segera
melakukan tindakan pencegahan, antara lain:
1) Asupan kalsium yang cukup
Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat dilakukan dengan mengonsumsi
makanan berkalsium tinggi, misalnya dengan minum susu secara teratur 2 gelas sehari, ikan teri,
brokoli, tempe, tahu, keju dan kacang-kacangan. Menjaga asupan kalsium penting untuk ibu
hamil, menyusui, dan orang tua.
2) Latihan fisik
Latihan fisik baik dilakukan untuk mencegah dan mengobati penyakit osteoporosis. Sangat
berguna untuk melenturkan dan menguatkan tulang. Sebaiknya latihan fisik dilakukan sejak
muda dan terus dilanjutkan sampai tua. Latihan fisik tidak hanya bermanfaat dalam
meningkatkan kekuatan dan kelenturan tulang, tapi juga dapat meningkatkan keseimbangan,
kebugaran jantung-paru, dan dapat memelihara dan meningkatkan massa tulang.
3) Paparan sinar UV B matahari (pagi dan sore)
Sinar matahari terutama UV B membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh
tubuh dalam pembentukan massa tulang. Disarankan berjemur di bawah sinar matahari selama
30 menit pada pagi hari sebelum jam 09.00 dan sore hari sesudah jam 16.00. Di luar jam itu sinar
UV membahayakan dan justru menjadi pemicu terjadinya kanker kulit.
4) Gaya hidup sehat
Dianjurkan untuk selalu hidup aktif, tidak cuma duduk dan tidur. Dengan aktivitas yang baik
tulang akan menjadi keras. Hindari juga rokok dan alkohol. Hal ini terbukti secara efektif dapat
menurunkan risiko osteoporosis.
5) Hindari obat-obatan tertentu
Obat-obat golongan kortikosteroid mempunyai efek samping osteoporosis. Umumnya, obat ini
diberikan untuk penyakit asma, lupus, keganasan. Jangan mudah-mudah mengonsumsi obat ini
tanpa petunjuk dokter. Beberapa suntikan KB juga dapat mempercepat terjadinya osteoporosis.
6) Mengonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu)
Misalnya terapi-terapi hormonal untuk orang dengan kelainan tertentu, atau sulih hormon
estrogen untuk wanita yang sudah menopause, tentunya dengan pengawasan ketat dokter ahli.
sumber >> http://almawaddah.wordpress.com/2009/02/03/osteoporosis/

Kuliah, Berkarya, Mandiri, dan Sukses!


Home Uncategorized Osteoporosis
Osteoporosis

Posted on | June 11, 2011 | No Comments

osteoporosis
Osteoporosis dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu osteoporosis primer dan
osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer terdapat pada wanita post menopouse (post
menopouse osteoporosis) dan pada laki-laki usia lanjut (senile osteoporosis). Osteoporosis senilis
kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan
ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru.
Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi
pada usia diatas 70 tahun (Patel A.T., 2000 dan Melton L.J., dkk, 1997).
Gejala yang menyertai osteoporosis yaitu kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama
pada penderita osteoporosis senilis), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan
gejala. Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur,
maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk (Iqbal M.M., 2000)

Diagnosis osteoporosis ditegakkan berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan rontgen tulang.
Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk menyingkirkan keadaan lainnya yang bisa
diatasi, yang bisa menyebabkan osteoporosis. Untuk mendiagnosis osteoporosis sebelum
terjadinya patah tulang dilakukan pemeriksaan yang menilai kepadatan tulang. Pemeriksaan yang
paling akurat adalah DXA (dual-energy x-ray absorptiometry). Pemeriksaan ini aman dan tidak
menimbulkan nyeri, bisa dilakukan dalam waktu 5-15 menit (Patel A.T., 2000).
Tujuan pengobatan osteoporosis adalah meningkatkan kepadatan tulang. Pria yang menderita
osteoporosis biasanya mendapatkan kalsium dan tambahan vitamin D, terutama jika hasil
pemeriksaan menunjukkan bahwa tubuhnya tidak menyerap kalsium dalam jumlah yang
mencukupi. Jika kadar testosteronnya rendah, bisa diberikan testosteron. Pencegahan
osteoporosis meliputi: mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan
mengkonsumsi kalsium yang cukup, melakukan olah raga dengan beban, dan mengkonsumsi
obat (untuk beberapa orang tertentu). Mengkonsumsi
kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif, terutama sebelum tercapainya kepadatan tulang
maksimal (sekitar umur 30 tahun). Minum dua gelas susu dan tambahan vitamin D setiap hari,
bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang sebelumnya tidak
mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya semua wanita minum tablet kalsium setiap hari. Dosis
harian yang dianjurkan adalah 1,5 gram kalsium. Olah raga beban (misalnya berjalan dan
menaiki tangga) akan meningkatkan kepadatan tulang. Berenang tidak meningkatkan kepadatan
tulang
sumber :
(Paturusi I.A., 2004; Mehta N.N., dkk, 2003; Blau L.A. dan Hoehn J.D., 2003).

Anda mungkin juga menyukai