Anda di halaman 1dari 18

TUTORIAL

ANOMALI REFRAKSI
KEPANITERAAN KLINIK
STASE MATA RSIJ PONDOK KOPI

Pembimbing : dr. Hj. Hasri Darni, Sp.M


Disusun oleh:
Mimi Oktafia
2008730089

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2013

KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum Wr. Wb.
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
saya dapat menyusun dan menyelesaikan Tutorial kepaniteraan klinik program studi kedokteran.
Tujuan pembuatan Tutorial ini adalah untuk mempelajari kembali masalah yang sering
terjadi pada mansyarakat, dan untuk merecall kembali materi-materi kuliah yang telah dipelajari.
Dalam Tutorial ini telah dijelaskan tentang Anomali Refraksi pada masyarakat.
Karena itu Tutorial ini sangat berguna untuk pengetahuan saya. Mungkin Tutorial ini belum
sempurna sebagaimana mestinya, tetapi saya sudah berusaha menyelesaikan Tutorial ini dengan
sebaik-baiknya. saya harap Tutorial ini dapat berguna bagi saya dan pembaca.
Saya berterima kasih kepada pembimbing dr. Hj. Hasri Darni, Sp.M dari Rumah Sakit
Islam Pondok Kopi yang telah banyak membantu kami dalam menyelesaikan Tutorial ini. Dalam
membuat Tutorial ini, saya mengambil sumber-sumber dari text book dan internet sehingga saya
mendapatkan informasi-informasi yang saya butuhkan dalam Tutorial ini.
Saya menyadari bahwa Tutorial ini belum sempurna, untuk itu saya mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca agar untuk kedepanya nanti saya dapat melakukanya
jauh lebih baik lagi
Wassalamu alaikum Wr. Wb.
Jakarta, Juni 2013
Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 PROSES PENGLIHATAN
Penglihatan bermula dari masuknya seberkas cahaya (yang sebenarnya terdiri dari
berbagai intensitas dan membawa suatau bentuk obyek tertentu), ke dalam mata dan dibiaskan
(difokuskan) pada retina (selaput jala yang melapisi dinding dalam bolamata). Kemampuan
seseorang untuk melihat dengan tajam (terfokus), sangat tergantung pada kemampuan media
refraktif didalam bolamata untuk mengarahkan perjalanan berkas cahaya tersebut agar terarah
tepat ke retina. Yang dimaksud media refraktif di sini terutama adalah kornea (selaput bening)
dan lensa mata. karakteristik umum dari media refraktif adalah bersifat jernih (bening,
transparan, lalu-pandang). Karakteristik spesifik alamiah dari kornea adalah mempunyai bentuk
multi lengkung yang tersusun sistematik (asferik) dan terdiri dari jaringan (kolagen) yang
mempunyai indeks bias tinggi.
Sedangkan karakteristik spesifik dari lensa mata adalah bentuk kecembungannya yang
dapat diubah-ubah sesuai dengan kebutuhan pembiasan, karena bersifat kenyal (sampai umur
tertentu). Efek makin cembungnya lensa mata adalah akomodasi, yaitu dimana cahaya akan lebih
terfokus didepan retina. Hasil unjuk kerja keseluruhan dari media refraktif ini sangat ditentukan
pula oleh panjangnya sumbu bolamata. Fase terakhir dari seluruh rangkaian proses penglihatan
adalah interprestasi. Layaknya suatu film seluloid didalam kamera, maka retina berfungsi
merekam gambar yang diterimanya (sudah dalam keadaan terfokus), lalu mengubah gambar
tersebut menjadi implus-implus listrik (melalui proses sintesa foto elektrik) dan akhirnya
mengalirkannya ke otak (susunan saraf pusat) untuk diinterpretasikan (diartikan) sebagai gambar
atau obyek yang terlihat oleh mata tersebut.

1.2

KELAINAN
REFRAKSI
Kelainan

refraksi

merupakan

kelainan

pembiasan sinar pada


mata

sehingga

pembiasan

sinar

tidak di fokuskan pada

retina

atau

bintik

kuning.

Untuk

memasukkan

sinar

atau bayangan benda ke alam mata diperlukan sistem optik. Diketahui bola mata mempunyai
panjang kira-kira 2.0cm. untuk memfokuskan sinar kedalam bintik kuning (bagian selaput jala
yang menerima rangsangan) diperlukan kekuatan kekuatan 50 dioptri. Diketahui lensa
berkekuatan 50 dioptri mempunyai titik api pada titik 2 cm.
Pada mata yang tidak memerlukan kaca mata terdapat 2 sistem yang membiaskan sinar
yang menghasilkan kekuatan 50 dioptri. Kornea atau selaput bening mempunyai kekuatan 80 %
atau 40 dioptri dan lensa mata berkekuatan 20% atau 10 D. Bila kekuatan pembiasan ini tidak
demikian maka sinar akan difokuskan lebih di depan selaput jala (seperti rabun jauh, miopia) dan
diberi kaca mata negatif (-) atau di belakang selaput jala seperti pada rabun dekat
(hipermetropia), yang memerlukan lensa positif. Bila pembiasan sinar tidak pada satu titik atau
pada astigmat diberikan lensa silinder.
Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata sehingga
menghasilkan bayangan yang kabur .Pada mata normal kornea dan lensa membelokkan sinar
pada titik focus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan
lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata.
Pada kelainan refraksi sinar tidak dibiaskan tepat pada bintik kuning, akan tetapi dapat
didepan atau dibelakang bintik kuning atau tidak terletak pada satu sisi yang tajam.
.

BAB II
PEMBAHASAN
Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan astigmatisma. Pada
usia lanjut juga ditemukan presbiopia dimana terjadi kelemahan otot akomodasi dan
berkurangnya elastisitas lensa mata.
2.1 Miopia
a. Definisi
Miopia adalah kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan
istirahat (tanpa akomodasi) akan dibias membentuk bayangan di depan retina.
Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat lebih jelas bila dekat sedangkan melihat
jauh kabur (rabun jauh). Pasien miopia mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang
masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi
yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi.

Gambar 1. Miopia

b. Klasifikasi Miopia

Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam :

a. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptri


b. Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri
c. Miopia berat atau tinggi (miopia grafis), dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri.
-

Menurut perjalanannya miopia dikenal bentuk :

a. Miopia stationer, miopia yang menetap setelah dewasa.


b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah
panjangnnya bola mata
c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina
dan kebutaan atau sama dengan Miopia pernisiosa = miopia maligna = miopia
degeneratif.
c. Penyebab
Miopia disebabkan karena pembiasan sinar di dalam mata yang terlalu kuat untuk
panjangnya bola mata akibat :
1. Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter antero-posterior yang lebih panjang,
bola mata yang lebih panjang) disebut sebagai miopia aksial.
2. Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu cembung atau lensa
mempunyai kecembungan yang lebih kuat) disebut miopia kurvatura/refraktif.
3. Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes mellitus. Kondisi ini
disebut miopia indeks.
4. Miopi karena perubahan posisi lensa. Posisi lensa lebih ke anterior, misalnya pasca operasi
glaucoma.
d. Gejala pada Penderita dengan Miopia
1. Penglihatan kabur apabila melihat suatu objek dengan jarak jauh (anak-anak sering tidak
dapat membaca tulisan di papan tulis tetapi mereka dapat dengan mudah membaca tulisan
dalam sebuah buku).
2. Cenderung memicingkan mata
3.

bila melihat jauh.

4. Kelelahan mata (karena konvergensi yang tidak sesuai dengan akomodasi).

5. Sakit kepala (jarang terjadi)

Gambar 2. Gambaran visus pada penderita miopia

Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan
media refraksi terlalu kuat. Dikenal beberapa bentuk miopia seperti :
a. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang terjadi pada
katarak inturnesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat.
Sama dengan miopia bias atau miopia indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan
media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat.
b. Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan kornea
dan lensa yang normal.
e. Diagnosis
Sebuah diagnosis adalah langkah yang penting selama pada waktu pemeriksaan mata yang
dilakukan oleh seorang dokter ahli mata atau ahli kacamata. Frekuensi sebuah refraksi atau
perluasan retina digunakan untuk memberikan suatu penilaian yang objektif kepada pasienpasiennya yang menggunakan kacamata berdasarkan resep dokter.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik mata secara umum
Cara Pemeriksaan
Refraksi Subyektif
Metoda trial and error jarak pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki digunakan kartu Snellen
yang diletakkan setinggi mata penderita mata diperiksa satu persatu ditentukan visus / tajam
penglihatan masing-masing mata, Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis negatif.

Gambar 3. Kartu Snellen

Refraksi Obyektif
A. Retinoskopi : dengan lensa kerja +2.00 pemeriksa mengamati refleks fundus yang
bergerak berlawanan arah dengan arah gerakan retinoskop (against movement) kemudian
dikoreksi dengan lensa sferis negatif sampai tercapai netralisasi.
B. Autorefraktometer (komputer)
f. Penatalaksanaan
1. Kacamata : Koreksi dengan lensa sferis negatif terkecil yang menghasilkan tajam penglihatan
terbaik.
2. Kontak Lensa ,dalam ilmu keratotology kontak lensa yang digunakan adalah adalah kontak
lensa yang keras atau kaku untuk pemerataan kornea yang berfungsi untuk mengurangi
miopia.
3. Bedah refraktif
a. Bedah refraktif kornea : tindakan untuk mengubah kurvatura permukaan anterior kornea (
Excimer laser, operasi lasik ) beberapa ahli bedah yang memprosedurkan pembentukan
kornea dengan merubah titik fokus di depan retina. Radial keratotomy adalah salah satu
cara yang populer akhir-akhir ini, salah satunya dengan menggunakan LASIK, yaitu
sejenis laser yang digunakan untuk pembentukan kornea mata.2
b. Bedah refraktif lensa : tindakan ekstraksi lensa jernih, biasanya diikuti dengan implantasi
lensa intraokuler
4. Obat yang digunakan untuk penderita miopia adalah obat tetes mata untuk mensterilisasi
kotoran yang masuk ke dalam mata. Obat-obat tradisionalpun banyak digunakan ada
penderita myopia.
g. Komplikasi
1. Ablatio retina terutama pada myopia tinggi.

2. Strabismus
a. esotropia bila myopia cukup tinggi bilateral.
b. exotropia pada myopia dengan anisometropia.
3. Ambliopia terutama pada myopia dan anisometropia

2.2 Hipermetropia
Hipermetropia adalah kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam
keadaan istirahat (tanpa akomodasi ) akan dibias membentuk bayangan di belakang retina1

Gambar 4. Sinar yang masuk kemata dibiaskan dibelakang lensa (atas). Koreksi dengan lensa konveks
(bawah)

a. Penyebab
1. Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial merupakan kelainan refraksi akibat bola
mata pendek, atau sumbu anteroposterior yang pendek.
Akibat pendeknya sumbu bolamata, lensa mata tidak lagi sanggup memfokuskan cahaya
yang berasal dari objek yang jauh apalagi yang tepat pada retina, dengan lensa berakomodasi
maksimal sekalipun
2. Hipermetropia kurvatur ,dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan
di fokuskan di belakang retina
3. Hipermetropia refraktif , dimana terdapat indeks bias yang kurang pada sistem optik mata,
misalnya pada lanjut usia lensa mempunyai indeks refraksi lensa yang kurang

b. Pembagian Hipermetropia :
Berdasarkan kemampuan akomodasi,dibagi :
1. Hipermetropia manifes, ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kaca mata
positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri
dari hipermetropi absolut dan hipermetropia fakultatif. Hipermetropia manifes didapatkan
tanpa sikloplegik dan hipermetropia yang dapat dilihat dengan koreksi kacamata
maskimal.
2. Hipermetropia absolut, ialah kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan
memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh.biasanya hipermetropi laten yang ada
berakhir dengan hipermetropia absolut ini.
3. Hipermetropia fakultatif , dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi dengan
akomodasi ataupun dengan kacamata positif.
4. Hipemetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia (atau dengan obat
yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia
laten hanya dapat diukur bila diberikan sikloplegia.
5. Hipermetropia total, hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan
sikloplegia.
c. Gejala Klinis
1. Melihat dekat akan lebih kabur dibandingkan dengan melihat sedikit lebih dijauhkan.
2. Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3 D atau lebih.
3. Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata yang lama dan
membaca dekat.
4. Mata lelah dan sakit karena terus menerus harus berakomodasi untuk melihat atau
memfokuskan bayangan yang terletak dibelakang dibelakang makula agar terletak didaerah
makula lutea (astenopia akomodatif).
5. Akibat terus menerus berakomodasi maka bola mata akan berkonvergensi sehingga mata
akan sering terlihat esotropia atau juling ke dalam.

Gambar 5. Lapangan penglihatan pada penderita hipermetropia (rabun dekat)

d. Diagnosis
Sebuah diagnosis adalah langkah yang penting selama pada waktu pemeriksaan mata yang
dilakukan oleh seorang dokter ahli mata atau ahli kacamata. Frekuensi sebuah refraksi atau
perluasan retina digunakan untuk memberikan suatu penilaian yang objektif kepada pasienpasiennya yang menggunakan kacamata berdasarkan resep dokter
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang tampak dan Pemeriksaan Fisik Mata secara
umum.
e. Cara Pemeriksaan
Refraksi Subyektif
Metoda trial and error jarak pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki digunakan kartu Snellen
yang diletakkan setinggi mata penderita, mata diperiksa satu persatu ditentukan visus / tajam
penglihatan masing-masing mata, Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif. Pada
anak-anak dan remaja dengan visus 6/6 dan keluhan asthenopia akomodativa dilakukan tes
sikloplegik, kemudian ditentukan koreksinya.
Refraksi Obyektif
a. Retinoskopi : dengan lensa kerja +2.00, pemeriksa mengamati refleks fundus yang bergerak
searah dengan arah gerakan retinoskop (with movement), kemudian dikoreksi dengan lensa
sferis positif sampai tercapai netralisasi.
b. Autorefraktometer (komputer)

f. Penatalaksanaan
1. Kacamata: Koreksi dengan lensa sferis positif terkuat yang menghasilkan tajam penglihatan
terbaik.
2. Lensa kontak
Untuk : anisometropia
Hipermetropia tinggi.
3. Pada pasien dimana akomodasi masih sangat kuat atau pada anak anak, maka sebaiknya
diberikan sikloplegik untuk melumpuhkan otot akomodasi sehingga pasien mendapatkan
koreksi kacamata dengan mata yang istirahat.
g. Komplikasi
1. Glaukoma sudut tertutup.
2. Esotropia pada hipermetropia >2.0 D.
3. Ambliopia terutama pada hipermetropia dan anisotropia. Hipermetropia merupakan
penyebab tersering ambliopia pada anak dan bisa bilateral
2.3 Astigmatisme
Suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis pandang oleh mata tanpa
akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari satu titik. Ini berarti bahwa sinar
cahaya masuk ke dalam mata secara tidak merata sehingga menyebabkan gambar yang
terlihat buram atau terdistorsi pada semua jarak. Astigmatisme dapat ditemukan berdiri
sendiri atau kombinasi dengan miopia atau hipermetropia.

Gambar 6. Astigmatisme

a. Pembagian
Berdasarkan posisi garis focus dalam retina Astigmatisme dibagi menjadi:
1. Astigmatisme Reguler
Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang yang
saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang memiliki
daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain.
a. Astigmatisme With the Rule ( astigmatisma direct )
Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang
horizontal.
b. Astigmatisme Against the Rule ( astigmatisma inversi )
Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada
bidang vertikal. Kelainan ini dikoreksi dengan silinder negatif dengan sumbu
tegak lurus ( 60 -120 derajat ) atau dengan silinder positif sumbu horizontal ( 30
150 derajat ). Keadaan ini sering ditemukan pada usia lanjut.
c. Astigmatisma Obliq
Bila garis fokus tidak terletak dalam 20 derajat horizontal dan vertikal
2. Astigmatisme Irreguler
Astigmat yang terjadi tidak mempunyai 2 meridian saling tegak lurus. Kelainan ini
disebabkan akibat kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda, infeksi
kornea ,trauma dan kelainan pembiasan pada meridian lensa yang berbeda.

b. Penyebab
1. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur.
2. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa.
3. Akibat jaringan parut pada kornea atau setelah pembedahan mata.
c. Gejala Klinis
1. Penglihatan kabur atau terjadi distorsi.

2. Pengelihatan mendua atau berbayang - bayang.


3. Nyeri kepala.
4. Nyeri pada mata.
5. Perasaan lelah pada mata.

Gambar 7. Lapangan penglihatan pada penderita astigmatisme (silinder)

d. Diagnosis
Sebuah diagnosis adalah langkah yang penting selama pada waktu pemeriksaan mata yang
dilakukan oleh seorang dokter ahli mata atau ahli kacamata. Frekuensi sebuah refraksi atau
perluasan retina digunakan untuk memberikan suatu penilaian yang objektif kepada pasienpasiennya yang menggunakan kacamata berdasarkan resep dokter.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang tampak dan Pemeriksaan Fisik Mata
secara umum
Cara Pemeriksaan
Refraksi Subjektif
1. Pemeriksaan tajam penglihatan dengan kartu snellen.
2. Pemeriksaan Fogging Technique dengan grafik Astigmatisme.
3. Cross Cylinder Technique
Refraksi Objektif
1. Retinoskopi
2. Refraktometri
3. Topografi kornea
4. Keratometri

e. Penatalaksanaan
1. Kaca Mata silindris
2. Lensa Kontak ( tidak untuk penderita silinder berat )
Diberikan lensa kontak keras bila epitel tidak rapuh dan diberikan lensa kontak lembut
bila disebabkan infeksi ,trauma dan distrofi untuk memberikan efek permukaan yang
reguler.
3. LASIK
4. Astigmatisme Keratotomy

2.4 Presbiopia
Suatu kelainan refraksi dimana hilangnya daya akomodasi terjadi bersamaan dengan
proses penuaan. Biasanya pada usia diatas 40 tahun seseorang membutuhkan kaca mata
baca,keadaan ini akibat telah terjadinya presbiopia.

Gambar 8. Letak bayangan gambar jatuh dibelakang retina

Gambar 9. Penderita presbiopi (mata tua)

a. Penyebab
Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat :
1. Kelemahan otot akomodasi.
2. Berkurangnya elastisitas lensa mata.

b. Gejala Klinis
1. Penglihatan kabur pada jarak dekat maupun jarak jauh.
2. Kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan cetakan kecil, untuk membaca lebih
jelas maka penderita cenderung menegakkan punggungnya atau menjauhkan objek yang
dibacanya.
3. Mata lelah , berair dan sering merasa pedas setelah membaca.
4. Penglihatan kabur bertambah seiring dengan usia.
c. Cara Pemeriksaan
1. Kartu SNELLEN
2. Kartu Jaeger

Gambar 10. Kartu Jaeger

d. Penatalaksanaan
Pemberian kacamata bifokal, yang berkekuatan :
+ 1,0 D untuk usia 40 tahun
+ 1,5 D untuk usia 45 tahun
+ 2,0 D untuk usia 50 tahun
+ 2,5 D untuk usia 55 tahun
+ 3,0 D untuk usia 60 tahun
+ 3.0 D dan seterusnya
60 tahun keatas tetap ditambahkan + 3,0 D karena jarak baca biasanya 33 cm maka adisi + 3
D merupakan lensa positif terkuat yang dapat diberikan pada seseorang , pada keadaan ini
mata tidak melakukan akomodasi karena benda yang yang dibaca terletak sejajar pada titik
api lensa + 3,0 D sehingga sinar yang keluar akan sejajar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas,Sidharta, Ilmu Penyakit Mata, cetakan III, balai penerbitan FKUI,2006,Jakarta


2. Ilyas,Sidharta,dkk.

Ilmu

Penyakit

Mata

Untuk

Dokter

Umum

dan

Mahasiswa

Kedokteran,edisi II,sagung seto,2002,Jakarta


3. Vaughan, Daniel; Asbury, Taylor; Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum. Edisi 14. KDT.
2000,Jakarta

Anda mungkin juga menyukai