Anda di halaman 1dari 11

PENDIDIKAN KAPITALIS vs SISTEM PENDIDIKAN ISLAM in KHILAFAH!

16 07 2010
Oleh Drs. Fahmy Luqman, M.Hum
Paradigma Sistem Pendidikan Islam
Dalam kerangka membangun kepribadian (character building) dan sikap-mentalitas m
asyarakat suatu negara, keberadaaan ideologi sebagai asas dan landasan sebagai f
akta yang tidak dapat ditolak. Ideologi merupakan way of life; berfungsi sebagai
unifying force dan driving integrating motive yang memberikan nilai dasar (basi
c values) kehidupan masyarakat dan negara.
Sistem pendidikan yang ditegakkan berdasarkan ideologi sekularisme-kapitalisme a
tau sosialisme-komunisme berkeinginan mewujudkan struktur masyarakat sekular-kap
italis atau sosialis-komunis. Sebaliknya, sistem pendidikan yang berbasiskan ide
ologi Islam berkehendak untuk membangun struktur masyarakat Islam, yang tentu sa
ja akan berbeda dengan dua sistem ideologi di atas.
Berkenaan dengan hal itu, pemahaman terhadap karakter sebuah ideologi merupakan
langkah awal dan mendasar ketika membicarakan sistem pendidikan. Ketidakpahaman
terhadap basis sistem pendidikan dan karakteristik manusia yang hendak dibentukn
ya hanya akan membuat program-program pendidikan sebagai sarana trial and error
dan menjadikan peserta didik bagai kelinci percobaan. Dalam masyarakat yang bert
umpu pada ideologi sekularisme-kapitalisme, misalnya, sistem pendidikan hanya ak
an menghasilkan sumberdaya manusia (peserta didik) yang berpikir profit oriented
dan menjadi economic animal. Penanaman ideologi sekular (pemisahan agama dan ke
hidupan) telah mendorong masyarakat mengambil keputusan untuk menyimpan nilai-ni
lai agamanya dalam suatu benteng yang tidak berjendela dan berpintu. Mereka menu
tup tempat tersebut dan memandangnya sebagai suatu tradisi yang sudah menjadi en
dapan dan bagian masa lalu. Manusia mengalami kehampaan nilai dan keterbauran, d
isfungsionalisasi, ketidakutuhan (desintegratedness), ketelantaran, sekaligus ke
terpurukan.
Tujuan Pendidikan dalam Islam
Pendidikan dalam Islam adalah upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistemat
is dalam rangka membentuk manusia yang memiliki: (1) Kepribadian Islam; (2) Meng
uasai pemikiran Islam dengan handal; (3) Menguasai ilmu-ilmu terapan (pengetahua
n, ilmu, dan teknologi/PITEK); (4) Memiliki ketrampilan yang tepat guna dan berd
aya guna.
Pembentukan kepribadian Islam harus dilakukan pada semua jenjang pendidikan yang
sesuai dengan proporsinya melalui berbagai pendekatan. Salah satu di antaranya
adalah dengan menyampaikan pemikiran Islam kepada para siswa. Pada tingkat TK-SD
materi kepribadian Islam yang diberikan adalah materi dasar karena mereka berad
a pada jenjang usia menuju balig. Artinya, mereka lebih banyak diberikan materi
yang bersifat pengenalan keimanan.
Barulah setelah mencapai usia baligh, yaitu SMP, SMU, dan PT materi yang diberik
an bersifat lanjutan (pembentukan, peningkatan, dan pematangan). Hal ini dimaksu
dkan untuk memelihara sekaligus meningkatkan keimanan serta keterikatannya denga
n syariat islam. Indikatornya adalah bahwa anak didik dengan kesadaran yang dimi
likinya telah berhasil melaksanakan seluruh kewajiban dan mampu menghindari sega
la tindak kemaksiatan kepada Allah Swt.
Tsaqfah Islam
Tsaqfah (pemikiran) Islam adalah ilmu-ilmu yang dikembangkan berdasarkan akidah I
slam yang sekaligus menjadi sumber peradaban Islam. Muatan inti yang kedua ini d
iberikan pada seluruh jenjang pendidikan sesuai dengan proporsi yang telah ditet
apkan. Pemberian materi tsaqfah Islam sebagaimana dikemukakan di atas diberikan s
ecara bertahap disesuaikan dengan kemampuan dan daya serap peserta didik dari TK
sampai PT.
Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum dibangun berlandaskan akidah Islam sehingga setiap pelajaran dan metod
ologinya disusun selaras dengan asas itu. Konsekuensinya, waktu pelajaran untuk
memahami tsaqfah Islam dan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya mendapat porsi y
ang besar, tentu saja harus disesuaikan dengan waktu bagi ilmu-ilmu lainnya. Ilm
u-ilmu terapan diajarkan sesuai dengan tingkat kebutuhan dan tidak terikat denga
n jenjang pendidikan tertentu (formal). Di tingkat perguruan tinggi (PT), kebuda

yaan asing dapat disampaikan secara utuh. Misalnya, materi tentang ideologi sosi
alisme-komunisme atau kapitalisme-sekularisme dapat disampaikan kepada kaum Musl
im setelah mereka memahami Islam secara utuh. Materi ideologi selain Islam dan k
onsepsi-konsepsi lainnya disampaikan bukan bertujuan untuk dilaksanakan, melaink
an untuk dijelaskan cacat-celanya dan ketidaksesuaiannya dengan fitrah manusia.
Secara struktural, kurikulum pendidikan Islam dijabarkan dalam tiga komponen mat
eri pendidikan utama, yang sekaligus menjadi karakteristiknya, yaitu: (1) pemben
tukan kepribadian Islami); (2) penguasaan tsaqfah Islam; (3) penguasaan ilmu kehi
dupan (PITEK, keahlian, dan ketrampilan).
Guru dan Evaluasi Pendidikan Islam
Dalam proses pendidikan keberadaan peranan guru menjadi sangat penting; bukan sa
ja sebagai penyampai materi pelajaran (tranfer of knowledge), tetapi sebagai pem
bimbing dalam memberikan keteladan (uswah) yang baik (transfer of values). Guru
harus memiliki kekuatan akhlak yang baik agar menjadi panutan sekaligus profesio
nal. Agar profesional, guru harus mendapatkan: (a) mengayakan guru dari sisi met
odologi; (b) sarana dan prasarana yang memadai; (c) jaminan kesejahteraan sebaga
i tenaga profesional.
Negara Sebagai Penyelenggara
Dalam Islam, negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berken
aan dengan sistem pendidikan yang diterapkan, bukan hanya persoalan yang berkait
an dengan kurikulum, akreditasi sekolah/PT, metode pengajaran, dan bahan-bahan a
jarnya, tetapi juga mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara m
udah. Rasulullah saw. bersabda:
????????? ????? ?????? ?????????? ???? ???????????
Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan raky
at dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rakyatnya. (HR al-Bukhar
i dan Muslim).
Dana, Sarana, dan Prasarana
Setiap kegiatan pendidikan harus dilengkapi dengan sarana-sarana fisik yang mend
orong terlaksananya program dan kegiatan tersebut sesuai dengan kreativitas, day
a cipta, dan kebutuhan. Sarana itu dapat berupa buku-buku pelajaran, sekolah/kam
pus, asrama siswa, perpustakaan, laboratorium, toko-toko buku, ruang seminar-aud
iotorium tempat dilakukan aktivitas diskusi, majalah, surat kabar, radio, televi
si, kaset, komputer, internet, dan lain sebagainya. Dengan demikian, majunya sar
ana-sarana pendidikan dalam kerangka untuk mencerdaskan umat menjadi kewajiban n
egara untuk menyediakannya. Negara, paling tidak harus:
1. Membangun banyak perpustakaan umum, laboratorium, dan sarana umum lainnya di
luar yang dimiliki sekolah dan PT untuk memudahkan para siswa melakukan kegiatan
penelitian dalam berbagai bidang ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu umum.
2. Mendorong pendirian toko-toko buku dan perpustakaan pribadi. Negara juga meny
ediakan asrama, pelayanan kesehatan siswa, perpustakaan, laboratorium sekolah, b
easiswa bulanan yang mencukupi kebutuhan siswa sehari-hari. Keseluruhan itu dima
ksudkan agar perhatian para siswa tercurah pada ilmu pengetahuan yang digelutiny
a sehingga terdorong untuk mengembangkan kreativitas dan daya ciptanya.
3. Mendorong para pemilik toko buku untuk memiliki ruangan khusus pengkajian dan
diskusi yang dipandu oleh seorang alim/ilmuwan; mendorong para pemilik perpusta
kaan pribadi didorong memiliki buku-buku terbaru, mengikuti diskusi karya para u
lama dan hasil penelitian ilmiah cendekiawan.
4. Menyediakan sarana pendidikan lain, seperti radio, televisi, surat kabar, maj
alah, dan penerbitan yang dapat dimanfaatkan siapa saja tanpa musti ada izin neg
ara.
5. Mengizinkan masyarakat untuk menerbitkan buku, surat kabar, majalah, mengudar
akan radio dan televise walaupun tidak berbahasa Arab, tetapi siaran radio dan tel
evisi negara harus berbahasa Arab.
6. Melarang jual-beli dan ekspor-impor buku, majalah, surat kabar yang memuat ba
caan dan gambar yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam; termasuk melarang ac
ara televisi, radio, dan bioskop yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
7. Menjatuhkan sanksi kepada orang atau sekelompok orang yang mengarang suatu tu
lisan yang bertentangan dnegan Islam, lalu dimuat di surat kabar dan majalah.
8. Melarang seluruh surat kabar dan majalah, pemancar radio dan televisi yang si

fatnya rutin milik orang asing beredar dalam wilayah Khilafah Islamiyah. Hanya s
aja, buku-buku ilmiah yang berasal dari luar negeri dapat beredar setelah diyaki
ni di dalamnya tidak membawa pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan Islam.
Berdasarkan sirah Nabi saw. dan tarikh Daulah Khilafah Islam (Al-Baghdadi, 1996)
, negara memberikan jaminan pendidikan secara gratis dan kesempatan seluas-luasn
ya bagi seluruh warga negara untuk melanjutkan pendidikan ke tahapan yang lebih
tinggi dengan fasilitas (sarana dan prasarana) yang disediakan negara. Kesejahte
raan dan gaji para pendidik sangat diperhatikan dan merupakan beban negara yang
diambil dari kas Baitul Mal. Sistem pendidikan bebas biaya tersebut didasarkan p
ada Ijma Sahabat yang memberikan gaji kepada para pendidik dari Baitul Mal denga
n jumlah tertentu. Contoh praktisnya adalah Madrasah al-Muntashiriah yang didiri
kan Khalifah al-Muntahsir Billah di kota Baghdad. Di sekolah ini setiap siswa me
nerima beasiswa berupa emas seharga satu dinar (4,25 gram emas). Kehidupan keseh
arian mereka dijamin sepenuhnya oleh negara. Fasilitas sekolah disediakan sepert
i perpustakaan beserta isinya, rumah sakit, dan pemandian. Begitu pula dengan Ma
drasah an-Nuriah di Damaskus yang didirikan pada abad 6 H oleh Khalifah Sultan N
uruddin Muhammad Zanky. Di sekolah ini terdapat fasilitas lain seperti asrama si
swa, perumahan staf pengajar, tempat peristirahatan, para pelayan, serta ruangan
besar untuk ceramah dan diskusi.
Seputar Perlindungan Hak Cipta
Dalam Islam, kepemilikan secara umum diartikan sebagai izin Asy-Syri (Allah) untuk
memanfaatkan barang. Karena itu, hak untuk memiliki sesuatu tidak muncul dari s
esuatu itu sendiri atau manfaatnya, tetapi dari izin syariat yang membolehkan se
seorang untuk memilikinya sesuai dengan sebab-sebab syar , seperti jual-beli dan ha
diah.
Islam telah memberikan kekuasaan kepada individu atas apa yang dimilikinya, yang
memungkinkan ia dapat memanfaatkannya sesuai dengan hukum syariat. Islam juga t
elah mewajibkan negara agar memberikan perlindungan atas kepemilikan individu da
n menjatuhkan sanksi bagi setiap orang yang melanggar kepemilikan orang lain.
Mengenai kepemilikan atas pemikiran baru, ada dua jenis dari kepemilikan individ
u:
(1) Sesuatu yang terindera & teraba, seperti merk dagang dan buku.
(2) Sesuatu yang terindera tetapi tidak teraba, seperti pandangan ilmiah dan pem
ikiran jenius yang tersimpan dalam otak seorang pakar.
Apabila kepemilikan tersebut berupa kepemilikan jenis pertama, seperti merk daga
ng yang mubah, seorang individu boleh memilikinya serta memanfaatkannya dengan c
ara mengusahakan atau menjualbelikannya. Negara wajib menjaga hak individu terse
but, sehingga memungkinkan baginya untuk mengelola dan mencegah orang lain untuk
melanggar hak-haknya. Dalam Islam, merk dagang memiliki nilai material, karena
keberadaannya sebagai salah satu bentuk perniagaan yang diperbolehkan secara sya
r . Merk dagang adalah label product yang dibuat oleh pedagang atau industriawan ba
gi produk-produknya untuk membedakan dengan produk yang lain, yang dapat membant
u para pembeli dan konsumen untuk mengenal produknya. Definisi ini tidak mencaku
p merk-merk dagang yang sudah tidak digunakan lagi. Sebab, nilai merk dagang dih
asilkan dari keberadaanya sebagai bagian dari aktivitas perdagangan secara langs
ung. Seseorang boleh menjual merk dagangnya. Jika ia telah menjual kepada orang
lain, manfaat dan pengelolaannya berpindah kepada pemilik baru.
Adapun mengenai kepemilikan fikriyyah, yaitu jenis kepemilikan kedua, seperti pa
ndangan ilmiah atau pemikiran brilian, yang belum ditulis pemiliknya dalam kerta
s, belum direkamnya dalam disket atau pita kaset, maka semua itu adalah milik in
dividu bagi pemiliknya. Ia boleh menjual atau mengajarkannya kepada orang lain,
jika hasil pemikirannya tersebut memiliki nilai menurut pandangan Islam. Jika ha
l ini dilakukan, orang yang mendapatkannya dengan sebab-sebab syar boleh mengelola
nya tanpa terikat dengan pemilik pertama, sesuai dengan hukum-hukum Islam. Hukum
ini juga berlaku bagi semua orang yang membeli buku, disket, atau pita kaset ya
ng mengandung materi pemikiran, baik pemikiran ilmiah ataupun sastra; ia berhak
untuk membaca dan memanfaatkan informasi-informasi yang ada di dalamnya; ia juga
berhak mengelolanya, baik dengan cara menyalin, menjual atau menghadiahkannya.
Namun demikian, ia tidak boleh mengatasnamakan (menasabkan) penemuan tersebut pa
da selain pemiliknya. Sebab, pengatasnamaan kepada selain pemiliknya adalah kedu

staan dan penipuan yang diharamkan secara syar . Karena itu, hak perlindungan atas
kepemilikan fikriyyah merupakan hak yang bersifat maknawi, yang hak pengatasnama
annya dimiliki oleh pemiliknya. Orang lain boleh memanfaatkannya tanpa seizin da
ri pemiliknya. Jadi, hak maknawi ini hakikatnya digunakan untuk meraih nilai akh
lak.
Karena itu, secara syar tidak boleh ada syarat-syarat hak cetak, menyalin, atau pr
oteksi atas suatu penemuan. Setiap individu berhak atas hal itu (memanfaatkan pr
oduk-produk intelektual). Pemikir, ilmuwan, atau penemu suatu program, mereka be
rhak memiliki pengetahuannya selama pengetahuan tersebut adalah miliknya dan tid
ak diajarkan kepada orang lain. Adapun setelah mereka memberikan ilmunya kepada
orang lain dengan cara mengajarkan, menjualnya, atau dengan cara lain, maka ilmu
nya tidak lagi menjadi miliknya lagi. Dalam hal ini, kepemilikinnya telah hilang
dengan dijualnya ilmu tersebut sehingga mereka tidak berwenang melarang orang l
ain untuk memanfaatkannya, yaitu setelah ilmu tersebut berpindah kepada orang la
in dengan sebab-sebab syar , seperti dengan jual-beli atau yang lainnya. []
Pendidikan Kita: Mahal dan Gagal
2 01 2012
Indonesia telah merdeka lebih dari 66 tahun. Bukan waktu yang pendek bagi sebuah
bangsa untuk mempersiapkan diri menjadi bangsa yang prestatif. Ironisnya Indone
sia terpuruk hampir di seluruh bidang, termasuk pendidikan. Di bidang pendidikan
rendahnya kualitas hampir merata dari seluruh aspek: guru, fasilitas pendidikan
, kurikulum, sampai pada prestasi siswa.
Indonesia bisa dinilai sebagai Negara yang gagal, karena semakin tua usianya buk
an semakin berprestasi, tapi sebaliknya. Di bidang pendidikan prestasi Indonesia
semakin menurun. Penurunan peringkat Indonesia dalam indeks pembangunan pendidi
kan untuk semua (Education for All) tahun 2011, salah satunya disebabkan tinggin
ya angka putus sekolah di jenjang sekolah dasar. Sebanyak 527.850 anak atau 1,7
persen dari 31,05 juta anak SD putus sekolah setiap tahunnya. Badan PBB, UNESCO
merilis indeks pembangunan pendidikan (Education Development Index) dalam EFA Gl
obal Monitoring Report 2011. Peringkat Indonesia turun pada posisi ke-69 dari 12
7 negara. Tahun lalu posisi Indonesia ke-65. Dari empat indikator penilaian, pen
urunan drastis terjadi pada nilai angka bertahan siswa hingga kelas V SD. Pada l
aporan terbaru nilainya 0,862 (Kompas.com, 4/3/2011).
Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia juga ditunjukkan data Indeks Pembangu
nan Manusia (IPM). IPM Indonesia berada pada level 0,617 pada tahun 2011 mendudu
ki peringkat 124 dari 187 negara di dunia. IPM Indonesia hanya unggul jika diban
dingkan Vietnam yang memiliki nilai IPM 0,593, atau Laos dengan nilai 0,524, Kam
boja 0,523, dan Myanmar dengan nilai IPM 0,483 (Republika.co.id, 27/11/2011).
Kualitas guru yang menjadi ujung tombak pendidikan juga rendah. Masih banyak gur
u yang tidak layak, tidak disiplin, dan jarang mengajar. Pada pertengahan Oktobe
r 2011, puluhan wali murid SD Negeri 1 Puulemo Kecamatan Baula, Kabupaten Kolaka
, Sultra merasa kesal dengan kepala sekolah dan guru karena jarang masuk mengaja
r. Mereka menyegel kantor kepala sekolah dan ruangan guru di SD tersebut. (lihat
, Republika, 14/10/2011).
Rendahnya kualitas guru ini berbanding lurus dengan kesejahteraan guru yang belu
m merata. Sebagian ada yang sejahtera, sebagian masih mengenaskan. Contohnya sep
erti yang dialami guru SDN 023 di daerah masyarakat adat Talang Mamak, suku asli
Provinsi Riau. Guru di Desa Talang Durian Cacar Kecamatan Rakit Kulim, Kabupate
n Indragiri Hulu, pada Januari silam belum menerima gaji selama tiga bulan. Mere
ka juga harus memikul beban kerja berlipat ganda, karena hanya ada tiga guru di
sekolah itu yang mengajar siswa dari kelas satu hingga kelas lima (lihat, Republ
ika, co.id, 20/1/2011).
Semua fakta itu masih diperparah dengan sarana fisik yang belum memadai. Masih b
anyak gedung sekolah yang tidak layak digunakan untuk belajar. Data yang diterim
a Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, selama tahun 2011 terdapat sekitar 21 r
ibu sekolah rusak berat. Bahkan seperti yang dilaporkan Republika, gedung sekola
h yang rusak berat itu ada yang sampai merengut nyawa siswa. Adalah Sukniah (10
tahun), siswa kelas 4 Madrasah Diniyah Al-Ikhlas, Kampung Tambleg, Desa Cidikit,
Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Banten, tewas tertimpa atap sekolahnya yang t
iba-tiba ambruk, Senin (3/10) sore. Sementara sepuluh siswa lainnya mengalami lu

ka-luka di bagian punggung, kaki, pundak dan kepala (lihat, Republika, 4/10/2011
).
Lain halnya di Sampit, bukan masalah gedung sekolah yang rusak berat, tapi Sampi
t kekurangan gedung sekolah. Akibatnya ribuan siswa lulusan SMP di daerah terseb
ut terancam tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi kare
na tidak tertampung di Sekolah Menengah Umum dan sederajat. Dari 5.090 siswa SMP
yang lulus diperkirakan hanya sekitar 3.000 lebih yang berhasil tertampung di b
angku SMU, sedangkan 2.000 siswa diantaranya terancam akan putus sekolah (lihat,
Kompas.com, 21/7/2011).
Kapitalisasi Pendidikan
Mahalnya pendidikan bukan menjadi rahasia lagi, dari tingkat SD sampai Perguruan
Tinggi. Misalnya biaya pendidikan SD swasta di Jakarta, uang pangkalnya beragam
mulai Rp. 9 juta hingga Rp. 75 juta. Biaya SPP bulanannya mulai Rp. 300 ribu hi
ngga juta-an/bulan. Begitu pula dengan jenjang SMP dan SMU di Jakarta, uang pang
kalnya juga mencapai jutaan. Anehnya hal ini tidak hanya pada sekolah swasta, SM
U Negeripun demikian.
Makin mahalnya biaya pendidikan itu akibat terjadinya kapitalisasi pendidikan me
lalui penerapan kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sek
olah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melak
ukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan
organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.
Di perguruan tinggi, biaya kuliah juga semakin mahal. baik di perguruan tinggi s
wasta, maupun di perguruan tinggi negeri. Uang pangkal perguruan tinggi swasta d
ari 7 jutaan, hingga puluhan juta. Di perguruan tinggi negeri uang pangkal mulai
puluhan juta, hingga ratusan juta (www.seputarindonesia. com, 22/11/2011).
Mahalnya biaya kuliah itu diantaranya akibat disahkannya PP no 66 tahun 2010 ten
tang Pengelolaan dan Penyelenggaran Pendidikan, yang isinya ternyata tidak jauh
berbeda dengan UU BHP dan seakan hanya berganti nama. Pakar pendidikan, Prof Dr
Tilaar mngomentari PP no 66 tersebut: PP tersebut membuat lembaga pendidikan sepe
rti lembaga bisnis .
Rencana industrialisasi dan kapitalisasi di dunia pendidikan di negeri ini teras
a sangat kuat. Indonesia sebagai anggota World Trade Organization (WTO) telah me
ratifikasi Agreement Establising the World Trade Organization melalui penetapan
UU No.7 Tahun 1994. Dampaknya Indonesia harus menjalankan liberalisasi perdagang
an, termasuk perdagangan jasa pendidikan. Implementasinya diantaranya adalah den
gan ditetapkannya PP no 66 tahun 2010 itu. Ke depan, kapitalisasi pendidikan tin
ggi akan makin menjadi dengan diusulkannya RUU Perguruan Tinggi, yang rencananya
disahkan tahun 2012.
Mahalnya biaya pendidikan ini menyebabkan tingginya angka anak putus sekolah, ka
rena besarnya jumlah siswa miskin di Indonesia yang hampir mencapai 50 juta sisw
a. Jumlah tersebut terdiri dari 27,7 juta siswa di bangku tingkat SD, 10 juta si
swa tingkat SMP, dan 7 juta siswa setingkat SMA. Dari jumlah itu, sedikitnya ada
sekitar 2,7 juta siswa tingkat SD dan 2 juta siswa setingkat SMP yang terancam
putus sekolah (Kompas.com, 25/7/2011).
Akar Masalah
Akar penyebab karut-marut pendidikan di atas tidak lain karena landasan yang dip
akai adalah sekulerisme, kapitalisme, liberalisme. Sekulerisme menyebabkan lemba
ga pendidikan kehilangan orientasi untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkua
litas dan berkarakter. Outputnya, adalah orang-orang yang tak lagi mengindahkan
ajaran agama dan tipis akhlaknya. Ditambah dengan ditanamkannya ide liberalisme,
lahirlah siswa-siswa yang bertingkah laku dan bergaya hidup bebas, dan cenderun
g sulit diatur. Muncul berbagai problem seperti gaya hidup bebas, seks bebas, na
rkoba, tingkah laku brutal, tawuran, dan sebagainya.
Ideologi Kapitalisme yang diterapkan di negeri ini, mengharuskan minimnya peran
negara dalam melayani masyarakat termasuk pendidikan. Sektor pendidikan akhirnya
diprivatisasi. Akibatnya, biaya pendidikan dari hari ke hari makin melangit. Pe
nerapan kapitalisme itu juga menjadikan seluruh aspek kehidupan dikapitalisasi.
Pendidikan berubah menjadi komoditas bisnis. Akibatnya hanya golongan masyarakat
yang mampu membayar saja yang bisa merasakan pendidikan bermutu. Sementara golo
ngan masyarakat tak berpunya harus puas dengan pendidikan rendah dan tak bermutu

, bahkan tak sedikit yang terpaksa berhenti sekolah karena ketiadaan biaya. Akib
atnya terjadilah lingkaran setan kemiskinan dan kebodohan, kesenjangan makin men
ganga dan segudang problem sosial yang menjadi ikutannya.
Syariah Islam Dalam Bingkai Khilafah Solusinya
Syariah Islam menetapkan pemenuhan pelayanan pendidikan bagi seluruh rakyat seba
gai tanggungjawab dan kewajiban negara. Negara Khilafah wajib menyediakan pendid
ikan berdasarkan apa yang dibutuhkan manusia didalam mengarungi kancah kehidupan
bagi setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan dalam dua jenjang pendidi
kan : Jenjang pendidikan dasar dan jenjang pendidikan menengah. Mereka diberi ke
sempatan seluas-luasnya untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi. Negara wajib men
yelenggarakan pendidikan di semua jenjang itu secara gratis.
Negara Khilafah menyediakan perpustakaan, Laboratorium dan sarana ilmu pengetahu
an lainnya yang representatif, selain gedung-gedung sekolah, kampus-kampus untuk
memberi kesempatan bagi mereka yang ingin melanjutkan penelitian dalam berbagai
cabang ilmu pengetahuan, seperti fikih, ushul fikih, dan tafsir termasuk bidang
pemikiran, kedokteran, teknik, kimia serta penemuan, inovasi dan lain-lain. Seh
ingga ditengah-tengah umat akan lahir sekelompok mujtahid, saintis, tehnokrat ya
ng sampai pada derajat penemu dan inovator.
Negara Khilafah wajib menyediakan pendidikan bebas biaya dan menyediakan berbaga
i fasilitas pendidikan. Hal ini berdasarkan apa yang dilakukan Rasulullah dan ij
ma ulama yang memberi gaji kepada para pengajar dari Baitul Mal. Rasulullah telah
menentukan tebusan tawanan perang Badar berupa keharusan mengajar sepuluh kaum m
uslim.
Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Wadhi ah bin Atha bahwa ada tiga orang guru di
Madinah yang mengajar anak-anak dan Khalifah Umar bin Khaththab memberi gaji lim
a belas dinar (kurang lebih 63.75 gram emas) setiap bulan, jika harga emas satu
gram Rp 400 ribu, maka gaji guru pada saat itu Rp 25, 5 juta.
Out Put Pendidikan Daulah Khilafah
Menurut Abu Yasin, dalam bukunya Strategi Pendidikan Daulah Khilafah, Negara Khi
lafah menetapkan Strategi pendidikan untuk menghasilkan out put pendidikan yang
kapabel, sesuai dengan visi, misi negara Khilafah, yaitu menjadi Negara Adidaya
yang siap memimpin dunia dengan Islam. Adapun out put yang dihasilkan sebagai be
rikut: Pertama, Dalam pandangan Islam, Negara wajib mempunyai kekuatan militer y
ang canggih dan yang mampu menggetarkan musuh. Karena itu Departemen Pendidikan
harus menyelenggarakan pendidikan yang out put nya mampu menjadi personel milite
r yang handal. Disamping juga menghasilkan para teknokrat dan saintis yang mampu
membuat senjata, pesawat tempur dan peralatan-peralatan militer canggih lainnya
sampai pada tingkat bisa menggetarkan para musuh seperti yang dinyatakan di dal
am QS al-Anfal [8]: 60.
Kedua, Negara Wajib menjaga kemaslahatan umum. Karenanya negara wajib mendirikan
: (1) Industri yang berhubungan dengan harta milik umum seperti industri untuk e
kploitasi barang tambang, industri migas. (2) Industri berat dan industri persen
jataan. Maka Departemen Pendidikan wajib menyelenggarakan pendidikan untuk pengu
asaan sains dan teknologi yang mendukung realisasi semua itu, seperti berbagai p
erguruan tinggi sains dan teknologi.
Ketiga, Negara membutuhkan ulama, negarawan dan para pemimpin yang berkepribadia
n Islam dan memahami Sistem Islam dengan baik. Karena itu, Departemen pendidikan
menyelenggarakan pendidikan di Perguruan Tinggi yang mampu mencetak ulama dan mu
jtahid, pemikir, para pakar, para pemimpin, para qadhi (hakim), para ahli fikih,
dsb. Mencetak ulama dan umara yang berkepribadian Islam sangat penting karena Neg
ara Khilafah wajib menerapkan seluruh hukum Islam dan dipimpin orang Islam (sura
t an Nisa [4]; 141). Wallh a lam bi ash-shawb. [Dra. Rahma Qomariyah, M.Pd.I]
Penulis adalah Kandidat Doktor Pendidikan Islam, Anggota Lajnah Maslahiyah MHT
Asas dan Format Pendidikan dalam Negara Khilafah
Pengantar
Usus at-Ta lm al-Manhaji f Dawlah al-Khilfah adalah buku yang dikeluarkan oleh Hizbut
Tahrir untuk menjelaskan asas-asas pendidikan formal dalam Daulah Khilafah Isla
miyah. Harapannya, setelah membaca buku ini, pembaca akan memahami kebijakan-keb
ijakan Negara Khilafah dalam bidang pendidikan dan pengajaran formal; baik polic

y yang berkaitan dengan asas, tujuan pendidikan maupun politik pendidikan Negara
Khilafah. Tidak hanya itu, pembaca juga akan memahami jenjang-jenjang pendidi
kan formal, mata pelajaran di setiap jenjang pendidikan, tujuan dan fokus pelaja
ran di setiap jenjangnya.
Kebijakan Pendidikan Daulah Khilafah Islamiyah
Kebijakan pendidikan Daulah Khilafah Islamiyah adalah sebagai berikut;
1.
Asas pendidikan formal adalah akidah Islam. Seluruh mata pelajaran dan
metode pengajaran harus berdasarkan akidah Islam.
2.
Kebijakan pendidikan adalah pembentukan sistem berpikir dan kejiwaan isl
ami pada anak didik.
3.
Tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian islami serta membekali an
ak didik dengan sejumlah ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan urusan hid
upnya.
4.
Dalam pendidikan, ilmu eksperimental beserta derivatnya harus dibedakan
dengan pengetahuan yang berhubungan dengan tsaqfah. Ilmu-ilmu eksperimental diaj
arkan tanpa terikat dengan jenjang-jenjang pendidikan dan disajikan sesuai denga
n kebutuhan. Adapun pengetahuan yang berhubungan dengan tsaqfah diberikan pada je
njang pendidikan pertama sebelum jenjang pendidikan tinggi, berdasarkan kebijaka
n tertentu yang tidak bertentangan dengan pemikiran-pemikiran dan hukum-hukum Is
lam. Pada jenjang pendidikan tinggi, tsaqfah diajarkan dalam bentuk pengetahuan
, dengan syarat, tidak keluar dari kebijakan dan tujuan pendidikan Islam.
5.
Pendidikan tsaqfah Islam harus disajikan di setiap jenjang pendidikan. A
dapun cabang-cabang tsaqfah Islam beserta ragamnya disajikan pada jenjang pendidi
kan tinggi. Ilmu-ilmu kedokteran, teknik, dan lain sebagainya juga disajikan pad
a jenjang pendidikan tinggi.
6.
Ilmu sains dan teknologi yang terkategori dalam ilmu yang bebas nilai (f
ree of value) boleh diambil tanpa ada persyaratan apapun. Yang berkaitan dengan
tsaqfah atau pandangan hidup tertentu tidak boleh diambil jika bertentangan denga
n Islam, misalnya at-tashwr (seni melukis, menggambar atau membuat patung makhluk
yang bernyawa).
7.
Kurikulum pendidikan harus tunggal. Tidak diperkenankan ada kurikulum l
ain selain kurikulum Negara. Lembaga pendidikan swasta boleh berdiri selama ku
rikulum pendidikannya terikat dengan kurikulum Negara dan berdiri di atas asas k
ebijakan umum pendidikan Negara.
8.
Negara menjamin penyelenggaraan pendidikan bagi seluruh rakyatnya, tanpa
memandang agama, suku, dan ras.
9.
Negara bertanggung jawab sepenuhnya dalam menyediakan fasilitas pendidik
an bagi rakyatnya. (hlm. 9-12).
Tujuan Umum Pendidikan Negara Khilafah Islamiyah
Tujuan umum pendidikan dalam Khilafah Islamiyah adalah:
1.
Membina kepribadian islami dengan jalan menanamkan tsaqfah Islam sebagai
sistem keyakinan, pemikiran dan perilaku.
2.
Mempersiapkan generasi kaum Muslim yang memiliki keahlian dan spesialisa
si di seluruh bidang kehidupan; kedokteran, biologi, kimia, fisika, dan lain seb
againya.
Metodologi Pengajaran
Metodologi pengajaran yang benar adalah penyampaian yang bersifat pemikiran (khi
thb al-fikri) dari pengajar dan penyimakan yang bersifat pemikiran (talaqqi al-fi
kri) dari pelajar. Pemikiran adalah alat pendidikan dan pengajaran. (hlm.13).
Sarana utama untuk khithb al-fikri dan talaqqi al-fikri adalah bahasa. Tanpa bah
asa atau pemahaman terhadap bahasa yang disampaikan oleh pengajar, tentu tidak a
kan terjadi komunikasi antara pengajar dan pelajar, dan tidak ada pula transfer
ilmu dan pengetahuan dari pengajar ke pelajar. Untuk itu, pengajar dan pembuat k
urikulum pendidikan mesti menyederhanakan bahasa dan istilah dalam mata pelajara
nnya. Ini ditujukan agar siswa memahami apa yang disampaikan oleh pengajar. (hl
m.16).
Materi pelajaran bisa dibagi menjadi dua kategori:
1.
Pemikiran-pemikiran yang berkaitan secara langsung dengan pandangan hidu
p tertentu. Dalam konteks ini, pengajar harus selalu mengaitkan pelajaran dengan
akidah Islam dan hukum-hukum Islam serta dengan kehidupan pelajar di dunia dan

akherat. Dengan begitu, pelajaran tersebut berpengaruh dan menyentuh lubuk hati
pelajar, dan pelajar pun merasa puas dengan kebenaran pemikiran tersebut.
2.
Pelajaran yang tidak berkaitan dengan pandangan hidup tertentu (sains da
n teknologi), misalnya kimia, fisika, dan lain sebagainya. Pelajaran semacam ini
disajikan dengan tendensi agar pelajar bisa memanfaatkan alam semesta yang tela
h dianugerahkan oleh Allah kepada mereka. (hlm. 17-18).
Cara dan Media/Sarana Pendidikan
Cara (uslb) pendidikan adalah teknik pengajaran yang digunakan oleh pengajar unt
uk mewujudkan tujuan belajar, yakni tercerapnya pelajaran secara maksimal oleh p
elajar. Hanya saja, teknik atau cara pengajaran ini bersifat tidak tetap alias
fleksibel. Adapun media/sarana (wasilah) adalah sarana-prasarana pendidikan yang
digunakan dalam proses belajar-mengajar semisal papan tulis, slide, proyektor,
buku, alat peraga dan lain sebagainya. Pemilihan uslb dan wasilah harus selalu be
rpijak pada tingkat efektivitas dan capaian maksimal yang dihasilkan. Jika ada u
slb dan wasilah yang lebih efektif dan efisien maka uslb dan wasilah lama bisa dit
inggalkan. (hlm. 18-23).
Jenjang Pendidikan Formal
A. Pendidikan Dasar.
1.
Tujuan: (1) Pembentukan kepribadian islami. Dengan berakhirnya pendidika
n dasar, anak didik harus sudah memiliki kepribadian yang sempurna. (2) Anak bis
a berinteraksi dengan berbagai macam peralatan, inovasi-inovasi baru, dan majala
h-majalah, sejalan dengan kebiasaannya; misalnya interaksi dengan peralatan list
rik dan elektronika, alat pertanian, perindustrian, dan sebagainya. (3) Menyiapk
an siswa untuk memasuki jenjang universitas dengan mengajari mereka pengetahuanpengetahuan dasar yang berkaitan.
2.
Jenjang:
Jenjang pendidikan dasar dibagi menjadi dua: (1) pendidikan
pra balig, yakni sebelum usia 10 tahun; (2) pendidikan umur 10 tahun hingga bali
g.
Jenjang pendidikan dasar dalam Daulah Khilafah didasarkan pada umur anak, bukan
berdasarkan mata pelajaran yang disajikan di sekolah. Atas dasar itu, sekolah d
ibagi menjadi tiga jenjang; (1) sekolah tingkat I (ibtidaiyah)/usia genap 7 tahu
n-hingga 10 tahun; (2) sekolah tingkat II (mutawasithah)/usia genap 10 tahun-14
tahun; (3) sekolah tingkat III (tsanawiyah)/usia genap 14 tahun hingga berakhirn
ya jenjang pendidikan dasar.
Adapun pendidikan sebelum usia 6 tahun diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat u
ntuk membuat lembaga pendidikan khusus bagi anak usia dini.
3.
Siklus akademik: Jenjang akademiknya (pendidikan dasar) terdiri dari 36
semester yang berkesinambungan. Masing-masing semester memakan waktu 83 hari. Ja
dwal siklus akademik selama 1 tahun adalah sebagai berikut: Semester I dimulai p
ada 1 Muharram-25 Rabiul Awwal (tanggal 25, 26, 27 Rabiul Awwal libur); Semeste
r II dimulai 28 Rabiul Awwal-22 Jumada ats-Tsani (tangga 22, 23, 24 Jumada ats-T
sani libur); Semester III dimulai 25 Jumada ats-Tsani-20 Ramadhan (tanggal 20,
21, 22 Ramadhan libur); Semester IV dimulai 23 Ramadhan-27 Dzulhijjah (istiraha
t tanggal 1-3 Syawal, Idul Adlha 8-15 Dzulhijjah. Walhasil, 1 tahun terdiri dar
i empat semester. (hlm. 28-31).
4.
Mata pelajaran: Semua mata pelajaran harus berlandaskan akidah Islam. Ma
ta pelajaran dibagi menjadi dua jenis: (1) mata pelajaran sains dan teknologi; (
2) pengetahuan syariah. Pada tiga jenjang pendidikan dasar diberikan materi baha
sa Arab, tsaqfah Islam, sains, pengetahuan dan teknik (kimia, fisika, komputer, p
ertanian, industri, perdagangan, militer, dan lain sebagainya). (hlm. 31-41).
5.
Kesatuan pelajaran: Setiap materi pelajaran dibagi dalam kesatuan pelaja
ran. Setiap mata pelajaran mencakup bagian dari mata pelajaran tertentu yang mem
ungkinkan untuk dipelajari selama 83 hari atau selama 1 semester. (hlm. 41-42).
6.
Sekolah-sekolah Negara dan sistem semester: Sekolah dibagi berdasarkan k
elompok umur anak. Sekolah dasar untuk kelompok umur 6 hingga 10 tahun menempuh
pelajaran semester 1-12. Sekolah menengah untuk kelompok umur 10 tahun hingga 1
4 tahun. Mata pelajaran yang dipelajari mulai dari semester 13-24. Sekolah tingk
at III untuk usia 14 hingga semester akhir, yakni mulai semester 25-36.
7.
Mata pelajaran dan jenjangnya: Setiap jenjang pendidikan disajikan mata
pelajaran tertentu dan dilengkapi dengan aturan-aturan kelulusan. Mata pelajaran

dibagi menjadi dua; (1) mata pelajaran pokok dan (2) skills (keterampilan). Set
iap jenjang pendidikan menyajikan dua kategori pelajaran ini.
8.
Kelulusan: Pada dasarnya aturan kelulusan untuk setiap jenjang tidak sam
a. Aturan kelulusan ini ditetapkan untuk menilai apakah seorang siswa layak men
gikuti pelajaran pada jenjang berikutnya. (Ketentuannya dapat dilihat pada hlm.
50-52).
9.
Ujian umum untuk setiap jenjang pendidikan: Ujian umum diselenggarakan 2
kali setiap tahun. Ujian pertama diselenggarakan setiap bulan Jumada al-Ula se
tiap tahunnya. Ujian umum kedua diselenggarakan pada bulan Syawal.
10.
Jam pelajaran: Jam pelajaran di sekolah diatur sedemikian rupa dengan hi
rarki tertentu. Satu jam pelajaran berdurasi 40 menit. Setiap pergantian mata p
elajaran dijeda 5 menit untuk istirahat. Waktu istirahat berdurasi 15 menit. (h
lm. 53).
11.
Kalender akademik: Daulah Khilafah menetapkan penanggalan Hijrah sebagai
penanggalan akademiknya dan memperhatikan jenjang pendidikan. (hlm. 55-56).
B. Pendidikan Tinggi.
Tujuan pendidikan tinggi adalah untuk: (1) Memperdalam dan mengkristalkan keprib
adian islami pada siswa pendidikan tinggi. (2) Melahirkan para ahli dan spesiali
s di semua bidang kehidupan untuk mewujudkan kemashlahatan rakyat. (3) Mempersia
pkan tenaga ahli yang diperlukan untuk mengatur urusan masyarakat, misalnya qdhi,
ahli fikih, saintis, insinyur, dan lain sebagainya.
Pendidikan perguruan tinggi, secara umum dibagi menjadi dua macam pendidikan, pe
ndidikan kesarjanaan (S1 dan diploma) dan spesialis (S2 dan S3). (hlm. 59-60).
Lembaga pendidikan tinggi terdiri dari akademi, akademi kepegawaian, universitas
, pusat pengkajian dan pengembangan, dan akademi militer. Masing-masing lembaga
pendidikan ini memiliki orientasi dan stressing yang berbeda-beda. Ijazah diber
ikan berdasarkan strata yang ditempuh oleh anak didik mulai dari ijazah diploma,
sarjana strata 1 (sarjana), magister (S2), hingga doctoral (S3).
Khatimah
Walaupun ringkas, buku ini berhasil menggambarkan secara utuh asas-asas pendidik
an formal dalam Daulah Khilafah Islamiyah. Barangkali, tugas kita adalah menjab
arkan isi buku ini secara lebih rinci dan detail agar ketika Daulah Khilafah Isl
amiyah berdiri insya Allah sebentar lagi umat Islam telah siap dengan konsep-konsep
praktis dan detailnya.
Wallahu a lam bi ash-shawb.
(www.hizbut-tahrir.or.id)

Khilafah; Model Cemerlang Bagi Pendidikan Tinggi Berkualitas


Kampus sebagai salah satu pencetak kaum intelektual kini mengalami penurunan fun
gsi. Globalisasi menuntut beberapa kampus di Indonesia merubah statusnya menjadi
kampus otonomi. Kampus yang sejatinya adalah tempat di mana para intelek mendap
atkan pendidikan berkualitas dan melakukan riset yang bermanfaat untuk bangsa, b
erubah menjadi sarana bisnis untuk menghasilkan profit besar.
Pendidikan Tinggi Ala Kapitalisme
Perguruan Tinggi pada awalnya didanai terutama oleh pajak rakyat (public funding
). Hasil karya Perguruan Tinggi yang didanai public funding adalah public goods,
bukan private goods. Dengan demikian, publik cenderung lebih mudah mengakses ha
sil karya Perguruan Tinggi tanpa lisensi yang mahal. Hal ini selaras dengan fung
si Tri Dharma Perguruan Tingggi yang menekankan sinergisitas kampus sebagai inst
itusi pendidik, penelitian sekaligus pengabdian kepada masyarakat. Namun ternyat
a, saat ini konsep tersebut telah bergeser. Pendidikan tinggi cenderung diprivat
isasi dan dikapitalisasi. Penguatan pada privatisasi pendidikan ini, misalnya, t
erlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sis
diknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan fo
rmal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendid
ikan. Dalam pasal ini secara jelas dikatakan bahwa masyarakat wajib turut serta
dalam membiayai pendidikan.

Akibatnya biaya operasional pendidikan tinggi membengkak karena dikelola secara


mandiri oleh kampus dan diserahkan kepada swasta. Dengan kata lain, negara mulai
berlepas tangan pada masalah pendidikan. Kemudian bermunculan kampus-kampus oto
nom yang kualitas output lulusannya patut dipertanyakan. Dengan adanya otonomi k
ampus, hanya orang-orang yang berkantong tebal yang bisa masuk perguruan tinggi.
Sekalipun cerdas dan lulus seleksi melalui undangan ataupun jalur tes, para cal
on intelektual bangsa ini dihadang dengan biaya mulai jutaan hingga ratusan juta
.
Biaya pelatihan masuk perguruan tinggi berkisar Rp 3 juta sampai Rp 40 juta. Bia
ya tes minimum Rp 1 juta untuk beberapa perguruan tinggi. Sedangkan dana pembang
unan minimal Rp 10 juta sampai dengan Rp 100 juta. Bagi calon mahasiswa baru yan
g lolos tes tulis jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN)
di Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, harus membayar Sumbangan Pengembang
an Fasilitas Pendidikan (SPFP) senilai Rp 30 juta. Sementara bila lolos melalui
jalur mandiri di Jurusan Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Unibraw Malang,
harus membayar SPFP sebesar Rp 155 juta (www.kompas.com, 02/05/2012).
Dampak lain dari privatisasi pendidikan adalah beralihnya riset, yang outputnya
benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat, menjadi riset-riset yang diinginkan para
pengucur dana. Kampus akan lebih memilih sibuk berbisnis untuk keberlangsungan
hidupnya daripada berkonsentrasi pada peningkatan mutu intelektual sumber daya m
anusia yang dimiliki.
Cara Islam Membiayai Pendidikan
Dalam Islam, negara wajib menjamin kesejahteraan dan membayar gaji para pendidik
dengan mempergunakan kas negara (Baitul Mal). Sebagai contohnya, pada masa Khal
ifah Umar bin al-Khaththab, pembiayaan pendidikan diambilkan dari hasil pungutan
jizyah, kharaj dan usyur (Muhammad, 2002). Terdapat 2 (dua) sumber pendapatan B
aitul Mal yang dapat digunakan membiayai pendidikan, yaitu : (1) pos fai` dan kh
araj --yang merupakan kepemilikan negara-- seperti ghanimah, khumus (seperlima h
arta rampasan perang), jizyah, dan dharibah (pajak); (2) pos kepemilikan umum, s
eperti tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaan
nya telah dikhususkan). Sedangkan pendapatan dari pos zakat, tidak dapat digunak
an untuk pembiayaan pendidikan, karena zakat mempunyai peruntukannya sendiri, ya
itu delapan golongan mustahik zakat (QS 9 : 60). (Zallum, 1983; An-Nabhani, 1990
).
Jika dua sumber pendapatan itu ternyata tidak mencukupi, dan dikhawatirkan akan
timbul efek negatif (dharar) jika terjadi penundaan pembiayaannya, maka negara w
ajib mencukupinya dengan segera dengan cara berhutang (qardh). Hutang ini kemudi
an dilunasi oleh negara dengan dana dari dharibah (pajak) yang dipungut dari kau
m muslimin (Al-Maliki,1963). Biaya pendidikan dari Baitul Mal itu secara garis b
esar dibelanjakan untuk 2 (dua) kepentingan. Pertama, untuk membayar gaji segala
pihak yang terkait dengan pelayanan pendidikan, seperti guru, dosen, karyawan,
dan lain-lain. Kedua, untuk membiayai segala macam sarana dan prasana pendidikan
, seperti bangunan sekolah, asrama, perpustakaan, buku-buku pegangan, dan sebaga
inya. (An-Nabhani, 1990).
Sistem Islam Menjamin Kualitas Pendidikan Tinggi
Dalam Islam, setiap orang dituntut untuk menjadi intelektual yang me
miliki kecerdasan integral kecerdasan intelektual, spiritual, emosional dan polit
ik. Penguasaan tsaqofah Islam dan ilmu kehidupan yang memadai, disertai komitmen
memegang prinsip dasar Islam, dibutuhkan seorang intelektual agar dapat menyele
saikan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan, baik itu masalah pribadi, masal
ah keluarga, ataupun masalah yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat dan b
ernegara. Sistem pendidikan yang Islami tentu menjadi hal mutlak diperlukan untu
k menghasilkan tenaga-tenaga terampil dan ahli di bidangnya. Dalam hal ini, nega
ra yang harus mengambil kebijakan-kebijakan strategis yang menjamin agar selalu
terdapat guru, dosen, perawat, dokter, insinyur, mujtahid, dan tenaga-tenaga lai
n yang keberadaannya wajib kifayah dengan jumlah yang dibutuhkan masyarakat.
Dalam pencarian Ilmu, Islam memberikan sejumlah motivasi dan guideli

ne agar selalu berjalan sesuai hukum syara . Pada masyarakat muslim, penggunaan te
knologi pun akan dibatasi oleh hukum syara . Teknologi hanya akan digunakan untuk
memanusiakan manusia, bukan memperbudaknya. Teknologi digunakan untuk menjadikan
Islam rahmatan lil alamin, bukan untuk menjajah negeri-negeri lain.
Adapun mengenai kebijakan riset di negeri Islam, terdapat kebijakan
jangka pendek dan jangka panjang yang bisa dilakukan dalam lingkup individu, mas
yarakat (kelompok) dan negara. Kebijakan jangka pendek lebih menjadi domain indi
vidu ilmuwan muslim yang memiliki komitmen dengan perkembangan sains dan teknolo
gi di negeri Islam. Dalam hal ini, mereka harus memberi teladan melalui produkti
fitas risetnya, profesionalismenya serta usahanya yang tak kenal lelah menyosial
isasikan budaya ilmiah pada masyarakat. Sedangkan peran dari masyarakat (kelompo
k) adalah mendesakkan agenda-agenda kebijakan ilmiah kepada pemerintah serta men
gubah opini masyarakat luas sehingga ikut mendukung kultur ilmiah dan kebijakan
ilmiah dari negara nantinya.
Sementara itu, dalam jangka panjang, negara mengambil sejumlah kebijakan yang ma
mpu menciptakan atmosfer yang mendukung kiprah para ilmuwan muslim, menjamin keb
erlangsungan profesi ilmiah, berikut penghargaannya. Negara memberikan stimulusstimulus positif bagi perkembangan ilmu dan riset. Negara menyediakan fasilitas
(sarana dan prasarana) berupa jaminan pendidikan dan kesempatan seluas-luasnya b
agi seluruh warga negara untuk melanjutkan pendidikan ke tahapan yang lebih ting
gi.
Sejarah ilmu pengetahuan juga mencatat bahwa dunia Islam pernah mencapai pengua
saan gemilang di bidang sains dan teknologi. Dapat kita temukan sederet nama ilm
uwan masyhur seperti Ibn Battuta (geografi), Ar-Razi (pediatrik), Ibnu Sina (ked
okteran), Ibn Al-Haytham (fisika-optik), Banu Musa (teknik), Ibnu Yunus (astrono
mi), Ibnu Hayyan (kimia), Al Khawarizmi (matematika), dan banyak lagi yang lain.
Kecemerlangan ini dapat diperoleh ketika Islam tidak dianggap sekedar agama rit
ual, namun diterapkan secara menyeluruh (kaaffah) di dalam sebuah sistem negara
Khilafah Islamiyah. []
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jawi, Muhammad Shiddiq, Pembiayaan Pendidikan Dalam Islam. http://khilafah192
4.org
Al-Maliki, Abdurrahman, As-Siyasah Al-Iqtishadiyah Al-Mutsla, (Hizbut Tahrir : t
.p.), 1963
An-Nabhani, Taqiyuddin, An-Nizham Al-Iqtishadi fi Al-Islam, (Beirut : Darul Umma
h), 1990
Muhammad, Quthb Ibrahim, Kebijakan Ekonomi Umar bin Khaththab (As-Siayasah Al-Ma
liyah Li 'Umar bin Khaththab), Penerjemah Ahmad Syarifuddin Shaleh, (Jakarta : u
staka Azzam), 2002
Zallum, Abdul Qadim, Al-Amwal fi Daulah Al-Khilafah, (Beirut : Darul 'Ilmi lil M
alayin), 1983

Anda mungkin juga menyukai