Presentasi Kasus Hipertensi Emergensi
Presentasi Kasus Hipertensi Emergensi
HIPERTENSI EMERGENSI
DIPRESENTASIKAN OLEH :
RAKA ADITYA 1102009234
PEMBIMBING :
Dr. HAMI ZULKIFLI ABBAS, Sp.PD, FINASIM, MH.Kes.
Dr. SIBLI, Sp.PD
Dr. SUNHADI , MM SDM
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD ARJAWINANGUN
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
rahmat-Nya dan karunia-Nya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk menyusun tugas kasus yang berjudul Hipertensi Emergensi. Penyusunan
tugas ini
diharapkan saran dan kritik yang membangun agar di kesempatan yang akan datang
penulis dapat membuat karya tulis yang lebih baik lagi.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Hami
Zulkifli Abbas, Sp.PD, MH.Kes, FINASIM; Dr. Sibli Sp.PD dan Dr. Sunhadi, MM
SDM serta berbagai pihak Rumah Sakit Arjawinangun yang telah membantu
menyelesaikan tugas presus ini.
Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Arjawinangun, 11 Desember 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR2
DAFTAR ISI...3
Identitas Pasien4
Anamnesis4
Pemeriksaan Fisik6
Pemeriksaan Penunjang......12
Resume13
Tinjauan Pustaka.19
DAFTAR PUSTAKA..32
KASUS
I.
II.
Identitas Pasien
Nama
Jenis kelamin
Umur
Alamat
Pekerjaan
Agama
Status perkawinan
Tgl masuk
: Ny. S
: Perempuan
: 65 tahun
: Grogol
: Ibu rumah tangga
: Islam
: Menikah
: 25-11-2013
Anamnesis (autoanamnesis)
Keluhan Utama
:
Nyeri kepala yang memberat sejak 1 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
:
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan nyeri kepal ayang
memberat sejak 1 hari SMRS, nyeri kepala dirasakan berdenyut. Pasien mengeluhkan
nyeri kepala sudah dirasakan sejak 1 minggu SMRS. Pasien tidak merasakan nyeri
kepala berputar, dan merasakan pandangannya terasa gelap apabila nyeri kepala,
pasien merasa lemas pada tangan dan kaki kiri, mual, tanpa disertai dengan muntah,
dan tanpa penurunan kesadaran.
Pasien merasakan leher terasa tegang seperti tertarik sejak 3 hari SMRS. Selain
itu pasien juga mengalami sesak nafas. Sesak nafas tidak disertai bunyi mengi dan
tidak dipengaruhi oleh udara dingin, asap, debu ataupun makanan tertentu. Sesak juga
tidak dipengaruhi oleh aktivitas. Pasien juga merasakan dadanya berdebar-debar.
Keluhan disertai dengan rasa mual namun tidak muntah. Rasa mual membuat nafsu
makan pasien menjadi menurun.
Pada 1 minggu SMRS, pasien mengeluhkan kencing yang berkurang, menjadi
sedikit namun tidak anyang-anyangan. Kencing berwarna kuning tanpa disertai darah.
Buang air besar lancar tanpa keluhan. Tidak terdapat adanya gangguan kelemahan
otot pada pasien. Pasien tidak sedang hamil.
Riwayat adanya darah tinggi diakui pasien sejak 2 tahun yang lalu. Pasien
mengaku hanya berobat ke dokter sebanyak 3 kali, pasien berobat apabila timbul
keluhan namun tidak rutin kontrol, pasien tidak ingat nama obat dan jumlah obat
yang diminum.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien mengaku tidak ada riwayat penyakit jantung atau paru
Pasien mengaku mempunyai riwayat darah tinggi sejak 2 tahun yang lalu dan
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran
: composmentis
Tekanan darah : 220/110
Nadi
: 110x/menit
Pernapasan : 28x/menit normal
Suhu
: 36,5 C
BB
: 40 kg
TB
: 150 cm
IMT
: 17,78
BB ideal
: 45 50 kg
Kepala
Bentuk
Rambut
Mata
: Normal, simetris
: Hitam, tidak mudah rontok
: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, edema palpebral
Leher
Trakea berada di tengah, tidak deviasi dan intak, Tidak terdapat pembesaran kelenjar
tiroid dan kelenjar getah bening, JVP tidak meningkat.
Thoraks
Inspeksi
ruang ics IV
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
: Iktus kordis tidak tampak
Palpasi
: Iktus kordis teraba pulsasi, tidak ada vibrasi
Perkusi Batas jantung :
o Batas atas : Sela iga II garis parasternalis kiri
o Batas kanan : sela iga V garis sternalis kanan
o Batas kiri : Sela Iga V garis axillaries anterior kiri
Auskultasi
:BJ S1 dan S2 murni regular, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
undulasi (-)
Palpasi
Status Neurologis
A. Saraf Cranial :
N. II (Optikus)
Refleks cahaya langsung : +/+ (pupil bulat, isokor)
Tajam penglihatan : sulit dinilai
Lapang penglihatan
: baik dalam batas normal
Melihat warna
: baik dalam batas normal
Fundus okuli
: Tidak dilakukan
N. III (Occulomotor)
Pupil
Ukuran
: 3mm
Bentuk
: bulat
Isokor/anisokor
: Isokor
Reflex cahaya tidak langsung
: +/+
N. IV (Troklearis)
Pergerakan bola mata
(Ke Bawah Dalam)
N. V (Trigeminus)
Membuka mulut
Menguyah
Menggigit
Refleks kornea
Sensabilitas wajah
: +/+
: asimetris
: baik dalam batas normal
: baik dalam batas normal
: baik dalam batas normal
: baik dalam batas normal
N. VI (Abdusen)
Pergerakan bola mata
(ke lateral)
N VII (Facialis)
Mengerutkan dahi
Menutup mata
Memperlihatkan gigi
N IX (glosofaringeus)
7
N X (vagus)
Arkus faring
Menelan
Refleks muntah
N. XI (Asesorius)
Menengok (M. Sternocleidomastoideus) : baik, dapat menengok kanan dan kiri
Mengangkat bahu (M. Trapezius)
: lemah pada sisi kiri
N XII (Hipoglossus)
Pergerakan lidah
Lidah deviasi
: Baik
Pergerakan
: (+)/(+)
Kekuatan
:5/3
Tonus
: Normal
8
: (-)/(-)
Gorda
: (-)/(-)
Gondon
: (-)/(-)
Oppenheim
: (-)/(-)
Schiffer
: (-)/(-)
Meningeal sign
IV.
: (-)/(-)
: -/-
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
LAB
WBC
LYM
MON
GRANUL
LYM %
MON%
GRANUL%
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
ROW
PLT
RESULT
12,5
0,9
0,4
11,2
6,9
3,2
89,9
5,20
14,2
45,8
88,1
27,3
31,0
12,0
457
FLAGS
L
L
UNIT
10^3/
10^3/
10^3/
10^3/
%
%
%
10^6/
g/dl
%
Pg
g/dl
%
10^3/
NORMAL
4.0-12.0
1.0-5.0
0.1-1.0
2.0-8.0
25.0-50.0
2.0-10.0
50.0-80.0
4.0-6.20
11.0-17.0
35.0-55.0
80.0-100.0
26.0-34.0
31.0-35.0
10.0-16.0
150.0-400.0
9
MPV
PCT
POW
6,6
0,302
14,0
%
%
GDS
Fungsi ginjal
Pemeriksaan
Fungsi ginjal
Ureum
Kreatinin
Uric acid
Hasil
Metode
45,6
0,69
3,39
Nilai normal
7.0-11.0
0.200-0.50
10.0-18.0
Satuan
mg/dl
mg/dl
mg/dl
EKG
Sinus tachicardi
Minimal ST Depresion
V.
Resume :
Pasien datang dengan keluhan cephalgia. Keluhan disertai dengan adanya
kaku pada leher, dispnea, dada berdebar debar, nausea dan nafsu makan menurun.
Pasien mengeluh oliguri dan berwana kuning. Pasien mempunyai riwayat hipertensi
10
sejak 2 tahun yang lalu namun tidak rutin kontrol. Pasien merasa bicara pelo dan
terdapat lateralisasi Nervus Fasialis.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan TD 220/110, pulsasi 110 x/menit, hemiparesis
sinistra. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis, trombositopeni.
EKG sinus Tachicardi, minimal ST elevasi
VI.
Daftar Masalah
Hipertensi Emergensi
SNH
VII.
Pengkajian
1. Hipertensi Emergensi
kerusakan
organ.
Kerusakan
organ
berupa
infrak
otak
Assesment :
emergensi.
Planing
Fotorontgen Thorak
ECHO
Elektrolit
Treatment
Non farmakologis
o Di rawat di ICU
o Istirahat baring
11
o Tujuan
pengobatan
hipertensi
emergensi
adalah
Farmakologis
o Infus RL 20 tpm
o Nicardipine
0,56mcg / kgBB / menit(syringe pump/drip
infus) (menurut CHEST 2007)
o Ranitidin 2 x 25 mg/ml iv
o Menurunkan MAP tidak lebih dari 25% dalam beberapa
menit sampai 2 jam, setelah tidak ada tanda hipoferfusi
organ penurunan dapat di lanjutkan hingga 12-16 jam
VIII. Diagnosa
Hipertensi Emergensi
12
IX.
Follow up
Tgl
25-11-2013
Pemeriksaan
T : 220/110 mmHg
P : 110x/menit
R : 24x/menit
S : 36,5C
Mual (+), pusing (+), leher tegang, BAK masih sedikit, nafsu
makan dan minum menurun, hemiparesis sinistra (+)
Kesadaran : CM
Kepala : Ka -/-, SI -/Leher : KGB tak, JVP tdk meningkat
Tho : B dan G simetris. VBS +/+ Rk +/- wh -/-, BJ 1 dan 2
26-11-2-13
sama murni regular. Murmur -, gallop Abdomen : datar H/L tak membesar
Genitalia : wanita
Akral hangat +/+
Kekuatan otot 5/3, 5/3
Terapi
Infus RL 20 tpm
Ranitidin 3 x 1 ampul
Ondancentron 3 x 1 ampul
Captopril 2 x 25
Ceftriaxon 3 x 1 gr
Konsul neurologi
T : 140/70mmHg
P : 82x/menit
R : 20x/menit
S : 36,4C
Kesadaran : CM
Mual (+), pusing (+), leher tegang, nafsu makan dan minum
menurun, hemiparesis sinistra (+)
Kepala : Ka -/-, SI -/Leher : KGB tak, JVP tdk meningkat
Tho : B dan G simetris. VBS +/+ Rk +/- wh -/-, BJ 1 dan 2
sama murni regular. Murmur -, gallop Abdomen : datar H/L tak membesar
13
Genitalia : wanita
Akral hangat +/+
Kekuatan otot 5/4, 5/4
Terapi lanjut
Citicolin 1 x 500 mg
Aspilet 1 x 250 mg
T : 140/80mmHg
P : 88x/menit
R : 22x/menit
S : 36,6 C
Mual (-), pusing (-), leher tegang (-), hemiparesis (-), nafsu
27-11-2013
Prognosis :
Quo ad vitam
: Dubia
Quo ad functionam
: Dubia ad bonam
14
TINJAUAN PUSTAKA
15
16
II.
atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel I.
KW I atau II pada funduskopi.
Hipertensi post operasi.
Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif.
EPIDEMIOLOGI
Secara statistik, bila seluruh populasi hipertensi (HT) dihitung, terdapat
sekitar 70% pasien yang menderita HT ringan, 20% HT sedang dan 10% HT berat.
Pada setiap jenis HT ini dapat timbul krisis hipertensi yang merupakan suatu
kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk
menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis HT menurut laporan dari hasil
penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 7% dari populasi HT, terutama
pada usia 40 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2 10 tahun.
Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan
dalam pengobatan HT, seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta
penduduk yang menderita hipertensi. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka
kejadian ini. 1,2,3
III.
PATOFISIOLOGI
Arteri normal pada individu normotensi akan mengalami dilatasi atau
mengakibatkan terjadinya perfusi. Akibat perubahan ini akan terjad efek local dengan
berpengaruhnya prostaglandin, radikal bebas dan lain-lain yang mengakibatkan
nekrosis fibrinoid arteriol, disfungsi endotel, deposit platelet, proliferasi miointimal,
dan efek siskemik akan mempengaruhi renin-angiotensin, katekolamin, vesopresin,
antinatriuretik kerusakan vaskular sehingga terjadi iskemia organ target. Jantung,
SSP, ginjal dan mata mempunyai mekanisme autoregulasi yang dapat melindungi
organ tersebut dari iskemia yang akut, bila tekanan darah mendadak turun atau naik.
Misalkan individu normotensi, mempunyai autoregulasi untuk mempertahankan
perfusi ke SSP pada tekanan arteri rata-rata.
Mean Arterial Pressure (MAP) = Diastole + 1/3 (Sistole - Diastole)
Pada individu hipertensi kronis autoregulasi bergeser kekanan pada tekanan
arteri rata-rata (110-180mmHg).Mekanisme adaptasi ini tidak terjadi pada tekanan
darah yang mendadak naik (krisis hipertensi), akibatnya pada SSP akan terjadi
endema dan ensefalopati, demikian juga halnya dengan jantung, ginjal dan mata.3
DIAGNOSIS 1,3,6
IV.
18
b. urine
c. EKG
d. Foto dada
pengobatan
terlaksana ).
2.
c.
Bila
disangsikan
Feokhromositoma
urine
24
jam
untuk
20
21
Rawat di ICU, pasang femoral intraarterial line dan pulmonari arterial catether
(bila ada indikasi ). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair dan status
volume intravaskuler.
Anamnesis singkat dan pemeriksaan fisik.
- tentukan penyebab krisis hipertensi
- singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis HT
- tentukan adanya kerusakan organ sasaran
22
Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi
tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika
hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita
dirawat diruangan intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat anti
hipertensi intravena ( IV ).
1. Sodium Nitroprusside : merupakan vasodilator direkuat baik arterial maupun
venous.
Secara IV mempunyai onsep of action yang cepat yaitu : 1 2 dosis 1 6 ug /
kg / menit. Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.
2. Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila
dengan dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 5
menit, duration of action 3 5 menit.
Dosis : 5 100 ug / menit, secara infus IV.
Efek samping : sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.
3. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara IV
bolus.
23
24
Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam, duration of
action 10 jam dan efek samping hipotensi, respons unpredictable dan
komplikasi lebih sering dijumpai.
9. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem
syaraf simpatis.
Dosis : 250 500 mg secara infus i.v / 6 jam.
Onset of action : 30 60 menit, duration of action kira-kira 12 jam.
Efek samping : Coombs test ( + ) demam, gangguan gastrointestino, with
drawal
sindrome dll. Karena onset of actionnya bisa takterduga dan kasiatnya tidak
konsisten,
obat ini kurang disukai untuk terapi awal.
10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral.
Dosis : 0,15 mg i.v pelan-pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug
dalam 100 cc dekstrose dengan titrasi dosis.
Onset of action 5 10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau
beberapa jam.
Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, pusing, mulut kering, rasa sakit pada
parotis. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma putus
obat.
Walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk memberikan obat-obat
oral yang cara pemberiannya lebih mudah tetapi pemberian obat parenteral adalah
lebih aman. Dengan Sodium nitrotprusside, Nitroglycirine, Trimethaphan TD dapat
diturunkan baik secara perlahan maupun cepat sesuai keinginan dengan cara menatur
25
tetesan infus. Bila terjadi penurunan TD berlebihan, infus distop dan TD dapat naik
kembali dalam beberapa menit.
Demikian juga pemberian labetalol ataupun Diazoxide secara bolus
intermitten intravena dapat menyebabkan TD turun bertahap. Bila TD yang
diinginkan telah dicapai, injeksi dapat di stop, dan TD naik kembali. Perlu diingat
bila digunakan obat parenteral yang long acting ataupun obat oral, penurunan TD
yang berlebihan sulit untuk dinaikkan kembali.
*Pilihan obat-obatan pada hipertensi emergensi 1,6,
Dari berbagai jenis hipertensi emergensi, obat pilihan yang dianjurkan maupun yang
sebaiknya dihindari adalah sbb :
1. Hipertensi encephalopati:
Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, diazoxide.
Hindarkan : B-antagonist, Methyidopa, Clonidine.
2. Cerebral infark :
Anjuran : Sodium nitropsside, Labetalol,
Hindarkan : B-antagonist, Methydopa, Clonidine.
3. Perdarahan intacerebral, perdarahan subarakhnoid :
Anjuran : Sodiun nitroprusside Labetalol
Hindarkan : B-antagonist, Methydopa, Clonodine.
4. Miokard iskemi, miokrad infark :
Anjuran : Nitroglycerine, Labetalol, Caantagonist, Sodium Nitroprusside dan
loop diuretuk.
Hindarkan : Hyralazine, Diazoxide, Minoxidil.
5. Oedem paru akut :
Anjuran : Sodium nitroroprusside dan loopdiuretik.
Hindarkan : Hydralacine, Diazoxide, B-antagonist, Labetalol.
6. Aorta disseksi :
Anjuran : Sodium nitroprussidedan B-antagonist, Trimethaohaan dan Bantagonist, labetalol.
Hindarkan : Hydralazine, Diaozoxide, Minoxidil
7. Eklampsi :
26
berbagai
penelitian
akhir-akhir
ini
ada
kecenderungan
untuk
dicatat tanda-tanda efek samping yang timbul. Pasien digolongkan non-respon bila
penurunan TD diastolik <10mmHg setelah 20 menit pemberian obat. Respon bila TD
diastolik mencapai <120mmHg atau MAP <150mmHg dan adanya perbaikan
simptom dan sign dari gangguan organ sasaran yang dinilai secara klinis setelah 60
menit pemberian obat. Inkomplit respons bila setelah 60 menit pemberian obat.
Inkomplit respons bila setelah 60 menit TD masih >120mmHg atau MAP masih
>150mmHg, tetapi jelas terjadi perbaikan dari simptom dan sign dari organ sasaran.
VI.3. Penanggulangan hipertensi urgensi :1
Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah
sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang tenang, tidak terang dan TD
diukur kembali dalam 30 menit. Bila TD tetap masih sangat meningkat, maka dapat
dimulai pengobatan. Umumnya digunakan obat-obat oral anti hipertensi dalam
menggulangi hipertensi urgensi ini dan hasilnya cukup memuaskan.
Obat-obat oral anti hipertensi yang digunakan a.l :
Nifedipine : pemberian bisa secara sublingual (onset 5-10 menit). Buccal (onset 5
10 menit), oral (onset 15-20 menit), duration 5 15 menit secara sublingual/ buccal).
Efek samping : sakit kepala, takhikardi, hipotensi, flushing, hoyong.
Clondine : Pemberian secara oral dengan onset 30 60 menit Duration of Action 812 jam. Dosis : 0,1-0,2 mg,dijutkan 0,05mg-0,1 mg setiap jam s/d 0,7mg.
Efek samping : sedasi,mulut kering.Hindari pemakaian pada 2nd degree atau 3rd
degree, heart block, brakardi,sick sinus syndrome.Over dosis dapat diobati dengan
tolazoline.
Captopril : pemberian secara oral/sublingual.
Dosis 25mg dan dapat diulang setiap 30 menit sesuai kebutuhan.
28
Efek samping : angio neurotik oedema, rash, gagal ginjal akut pada penderita
bilateral renal arteri sinosis.
Prazosin : Pemberian secara oral dengan dosis 1-2mg dan diulang perjam bila perlu.
Efek samping : first dosyncope, hiponsi orthostatik, palpitasi, takhikaro sakit kepala.
Dengan pemberian Nifedipine ataupun Clonidine oral dicapai penurunan
MAP sebanyak 20 % ataupun TD<120 mmHg. Demikian juga Captopril, Prazosin
terutama digunakan pada penderita hipertensi urgensi akibat dari peningkatan
katekholamine. Perlu diingat bahwa pemberian obat anti hipertensi oral/sublingual
dapat menyebabkan penurunan TD yang cepat dan berlebihan bahkan sampai kebatas
hipotensi (walaupun hal ini jarang sekali terjadi).
Dikenal adanya first dose efek dari Prozosin. Dilaporkan bahwa reaksi
hipotensi akibat pemberian oral Nifedifine dapat menyebabkan timbulnya infark
miokard dan stroke.
Dengan pengaturan titrasi dosis Nifedipine ataupun Clonidin biasanya TD
dapat diturunkan bertahap dan mencapai batas aman dari MAP.
Penderita yang telah mendapat pengobatan anti hipertensi cenderung lebih
sensitive terhadap penambahan terapi.Untuk penderita ini dan pada penderita dengan
riwayat penyakit cerebrovaskular dan koroner, juga pada pasien umur tua dan pasien
dengan volume depletion maka dosis obat Nifedipine dan Clonidine harus
dikurangi.Seluruh penderita diobservasi paling sedikit selama 6 jam setelah TD turun
untuk mengetahui efek terapi dan juga kemungkinan timbulnya orthotatis. Bila TD
penderita yang obati tidak berkurang maka sebaiknya penderita dirawat dirumah
sakit.
VII. PROGNOSIS3
29
DAFTAR PUSTAKA
30
31