Anda di halaman 1dari 31

PRESENTASI KASUS

HIPERTENSI EMERGENSI

DIPRESENTASIKAN OLEH :
RAKA ADITYA 1102009234

PEMBIMBING :
Dr. HAMI ZULKIFLI ABBAS, Sp.PD, FINASIM, MH.Kes.
Dr. SIBLI, Sp.PD
Dr. SUNHADI , MM SDM
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD ARJAWINANGUN

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
rahmat-Nya dan karunia-Nya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk menyusun tugas kasus yang berjudul Hipertensi Emergensi. Penyusunan
tugas ini

masih jauh dari sempurna baik isi maupun penyajiaannya sehingga

diharapkan saran dan kritik yang membangun agar di kesempatan yang akan datang
penulis dapat membuat karya tulis yang lebih baik lagi.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Hami
Zulkifli Abbas, Sp.PD, MH.Kes, FINASIM; Dr. Sibli Sp.PD dan Dr. Sunhadi, MM
SDM serta berbagai pihak Rumah Sakit Arjawinangun yang telah membantu
menyelesaikan tugas presus ini.
Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Arjawinangun, 11 Desember 2013
Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR2
DAFTAR ISI...3
Identitas Pasien4
Anamnesis4
Pemeriksaan Fisik6
Pemeriksaan Penunjang......12

Resume13
Tinjauan Pustaka.19
DAFTAR PUSTAKA..32

KASUS
I.

II.

Identitas Pasien
Nama
Jenis kelamin
Umur
Alamat
Pekerjaan
Agama
Status perkawinan
Tgl masuk

: Ny. S
: Perempuan
: 65 tahun
: Grogol
: Ibu rumah tangga
: Islam
: Menikah
: 25-11-2013

Anamnesis (autoanamnesis)
Keluhan Utama
:
Nyeri kepala yang memberat sejak 1 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
:
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan nyeri kepal ayang
memberat sejak 1 hari SMRS, nyeri kepala dirasakan berdenyut. Pasien mengeluhkan
nyeri kepala sudah dirasakan sejak 1 minggu SMRS. Pasien tidak merasakan nyeri
kepala berputar, dan merasakan pandangannya terasa gelap apabila nyeri kepala,

pasien merasa lemas pada tangan dan kaki kiri, mual, tanpa disertai dengan muntah,
dan tanpa penurunan kesadaran.
Pasien merasakan leher terasa tegang seperti tertarik sejak 3 hari SMRS. Selain
itu pasien juga mengalami sesak nafas. Sesak nafas tidak disertai bunyi mengi dan
tidak dipengaruhi oleh udara dingin, asap, debu ataupun makanan tertentu. Sesak juga
tidak dipengaruhi oleh aktivitas. Pasien juga merasakan dadanya berdebar-debar.
Keluhan disertai dengan rasa mual namun tidak muntah. Rasa mual membuat nafsu
makan pasien menjadi menurun.
Pada 1 minggu SMRS, pasien mengeluhkan kencing yang berkurang, menjadi
sedikit namun tidak anyang-anyangan. Kencing berwarna kuning tanpa disertai darah.
Buang air besar lancar tanpa keluhan. Tidak terdapat adanya gangguan kelemahan
otot pada pasien. Pasien tidak sedang hamil.
Riwayat adanya darah tinggi diakui pasien sejak 2 tahun yang lalu. Pasien
mengaku hanya berobat ke dokter sebanyak 3 kali, pasien berobat apabila timbul
keluhan namun tidak rutin kontrol, pasien tidak ingat nama obat dan jumlah obat
yang diminum.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien mengaku tidak ada riwayat penyakit jantung atau paru
Pasien mengaku mempunyai riwayat darah tinggi sejak 2 tahun yang lalu dan

tidak rutin kontrol ke dokter.


Pasien mengaku tidak mempunyai penyakit kencing manis
Pasien mengaku tidak mempunyai riwayat penyakit asma
Pasien mengaku tidak mengkonsumsi obat obatan dalam jangka waktu lama

dan dekat dan mengaku tidak mempunyai riwayat alergi


Pasien mengaku tidak ada alergi obat.

Riwayat penyakit keluarga :


Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit seperti
pasien. Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit jantung, gula,
ginjal dan asma.
III.
-

Pemeriksaan Fisik
Kesadaran
: composmentis
Tekanan darah : 220/110
Nadi
: 110x/menit
Pernapasan : 28x/menit normal
Suhu
: 36,5 C
BB
: 40 kg
TB
: 150 cm
IMT
: 17,78
BB ideal
: 45 50 kg

Kepala

Bentuk
Rambut
Mata

-/-, pupil isokor kanan dan kiri. Reflek cahaya +


Telinga: Bentuk normal, simetris, ottorae -/-.
Hidung
: Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi.
Mulut
: Mulut simetris, tidak ada deviasa Tonsil T1/T1.

: Normal, simetris
: Hitam, tidak mudah rontok
: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, edema palpebral

Leher
Trakea berada di tengah, tidak deviasi dan intak, Tidak terdapat pembesaran kelenjar
tiroid dan kelenjar getah bening, JVP tidak meningkat.
Thoraks

Inspeksi

sama dengan kiri , tidak ada penonjolan masa.


Palpasi
: fremitus taktil kanan sama dengan kiri
Perkusi
: redup pada kedua lapangan paru bagian basal, dimulai dari

ruang ics IV
Auskultasi

: Bentuk dada kanan kiri simetris, pergerakan nafas kanan

: vbs +/+, ronki -/-, Wheezing -/-

Jantung

Inspeksi
: Iktus kordis tidak tampak
Palpasi
: Iktus kordis teraba pulsasi, tidak ada vibrasi
Perkusi Batas jantung :
o Batas atas : Sela iga II garis parasternalis kiri
o Batas kanan : sela iga V garis sternalis kanan
o Batas kiri : Sela Iga V garis axillaries anterior kiri
Auskultasi
:BJ S1 dan S2 murni regular, murmur (-), gallop (-).

Abdomen

Inspeksi
Auskultasi
Perkusi

: Perut datar, tidak tampak adanya kelainan


: Bising usus (+) normal
: Suara timpani pada lapang abdomen, shifting dullness (-),

undulasi (-)
Palpasi

: Nyeri tekan abdomen (-), tidak ada pembesaran hepar, tidak

ada pembesaran lien, ballotement ginjal (-)


Genitalia
Tidak dinilai
Ekstremitas
Akral hangat, CRT<2, arteri perifer teraba normal, edema ekstermitas -/-,

Status Neurologis
A. Saraf Cranial :

N. II (Optikus)
Refleks cahaya langsung : +/+ (pupil bulat, isokor)
Tajam penglihatan : sulit dinilai
Lapang penglihatan
: baik dalam batas normal
Melihat warna
: baik dalam batas normal
Fundus okuli
: Tidak dilakukan
N. III (Occulomotor)
Pupil
Ukuran
: 3mm
Bentuk
: bulat
Isokor/anisokor
: Isokor
Reflex cahaya tidak langsung
: +/+
N. IV (Troklearis)
Pergerakan bola mata
(Ke Bawah Dalam)
N. V (Trigeminus)
Membuka mulut
Menguyah
Menggigit
Refleks kornea
Sensabilitas wajah

: +/+

: asimetris
: baik dalam batas normal
: baik dalam batas normal
: baik dalam batas normal
: baik dalam batas normal

N. VI (Abdusen)
Pergerakan bola mata
(ke lateral)

: baik dalam batas normal

N VII (Facialis)
Mengerutkan dahi
Menutup mata
Memperlihatkan gigi

: tidak simetris kanan-kiri


: tidak simetris kanan-kiri
: tidak simetris kanan-kiri

N IX (glosofaringeus)
7

Perasaan lidah (1/3 bagian lidah belakang)


Posisi uvula

: baik dalam batas normal

: tidak ada deviasi

N X (vagus)
Arkus faring
Menelan
Refleks muntah

: baik dalam batas normal


: baik
: baik

N. XI (Asesorius)
Menengok (M. Sternocleidomastoideus) : baik, dapat menengok kanan dan kiri
Mengangkat bahu (M. Trapezius)
: lemah pada sisi kiri
N XII (Hipoglossus)
Pergerakan lidah
Lidah deviasi

: baik, dapat menggerakan lidah ke segala arah


: lidah deviasi ke kanan

Badan dan Anggota Gerak :


Anggota gerak atas
Motorik
: Baik
Pergerakan : (+)/(+)
Kekuatan : 5 / 3
Anggota gerak bawah
Motorik

: Baik

Pergerakan

: (+)/(+)

Kekuatan

:5/3

Tonus

: Normal
8

Refleks patologis : Babinski


Chaddock

: (-)/(-)

Gorda

: (-)/(-)

Gondon

: (-)/(-)

Oppenheim

: (-)/(-)

Schiffer

: (-)/(-)

Meningeal sign

IV.

: (-)/(-)

: -/-

: Kaku kuduk (-)

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
LAB
WBC
LYM
MON
GRANUL
LYM %
MON%
GRANUL%
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
ROW
PLT

RESULT
12,5
0,9
0,4
11,2
6,9
3,2
89,9
5,20
14,2
45,8
88,1
27,3
31,0
12,0
457

FLAGS

L
L

UNIT
10^3/
10^3/
10^3/
10^3/
%
%
%
10^6/
g/dl
%
Pg
g/dl
%
10^3/

NORMAL
4.0-12.0
1.0-5.0
0.1-1.0
2.0-8.0
25.0-50.0
2.0-10.0
50.0-80.0
4.0-6.20
11.0-17.0
35.0-55.0
80.0-100.0
26.0-34.0
31.0-35.0
10.0-16.0
150.0-400.0
9

MPV
PCT
POW

6,6
0,302
14,0

%
%

GDS
Fungsi ginjal

: 143 mg/dl (N : 70-150 mg/dl)

Pemeriksaan
Fungsi ginjal
Ureum
Kreatinin
Uric acid

Hasil

Metode

45,6
0,69
3,39

Urease uv liqui 10,0-50,0


Jaffe compt sta 0,6-1,38
UA plus
3,34-7,0

Nilai normal

7.0-11.0
0.200-0.50
10.0-18.0

Satuan
mg/dl
mg/dl
mg/dl

EKG

Sinus tachicardi
Minimal ST Depresion
V.

Resume :
Pasien datang dengan keluhan cephalgia. Keluhan disertai dengan adanya
kaku pada leher, dispnea, dada berdebar debar, nausea dan nafsu makan menurun.
Pasien mengeluh oliguri dan berwana kuning. Pasien mempunyai riwayat hipertensi
10

sejak 2 tahun yang lalu namun tidak rutin kontrol. Pasien merasa bicara pelo dan
terdapat lateralisasi Nervus Fasialis.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan TD 220/110, pulsasi 110 x/menit, hemiparesis
sinistra. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis, trombositopeni.
EKG sinus Tachicardi, minimal ST elevasi

VI.

Daftar Masalah
Hipertensi Emergensi
SNH

VII.

Pengkajian
1. Hipertensi Emergensi

Atas dasar : Didapatkan krisis hipertensi yang di golongkan pada


hipertensi emergensi, karena didapatkan peningkatan tekanan darah
dan

kerusakan

organ.

Kerusakan

organ

berupa

infrak

otak

aterotrombitik dengan hipertensi berat.

Assesment :

Berdasarkan krisis hipertensi digolongkan pada hipertensi

emergensi.
Planing
Fotorontgen Thorak
ECHO
Elektrolit
Treatment
Non farmakologis
o Di rawat di ICU
o Istirahat baring

11

o Tujuan

pengobatan

hipertensi

emergensi

adalah

menurunkan tekanan darah secepat dan seaman


mungkin yang disesuaikan dengan keadaan klinis
penderita

Farmakologis
o Infus RL 20 tpm
o Nicardipine
0,56mcg / kgBB / menit(syringe pump/drip
infus) (menurut CHEST 2007)
o Ranitidin 2 x 25 mg/ml iv
o Menurunkan MAP tidak lebih dari 25% dalam beberapa
menit sampai 2 jam, setelah tidak ada tanda hipoferfusi
organ penurunan dapat di lanjutkan hingga 12-16 jam

sampai mendekati normal


2. Stroke Non Hemoragik
Atas dasar : berdasarkan perhitungan siriraj stroke score di dapatkan
hasil -1, diagnosis berdasarkan skore siriraj Stroke Non Haemoragik.
Tidak adanya penurunan kesadaran, tidak ada muntah, adanya nyeri
kepala, tekanan diastolik 110 mmhg, tidak adanya atheroma marker

menjadi perhitungan dari diagnosis Stroke Non Hemoragik.


Assesment : berdasarkan perhitungan siriraj skor didapatkan diagnosis
Stroke Non Hemoragik
Planing
o CT Scan kepala
Treatment
o Non farmakologis
Istirahat baring
diet rendah garam 1 gr
o Farmakologis
Infus RL 20 tpm
Citicolin 1 x 500 mg
Aspilet 1 x 250 mg

VIII. Diagnosa
Hipertensi Emergensi

12

IX.

Follow up
Tgl
25-11-2013

Pemeriksaan
T : 220/110 mmHg
P : 110x/menit
R : 24x/menit
S : 36,5C
Mual (+), pusing (+), leher tegang, BAK masih sedikit, nafsu
makan dan minum menurun, hemiparesis sinistra (+)
Kesadaran : CM
Kepala : Ka -/-, SI -/Leher : KGB tak, JVP tdk meningkat
Tho : B dan G simetris. VBS +/+ Rk +/- wh -/-, BJ 1 dan 2

26-11-2-13

sama murni regular. Murmur -, gallop Abdomen : datar H/L tak membesar
Genitalia : wanita
Akral hangat +/+
Kekuatan otot 5/3, 5/3
Terapi
Infus RL 20 tpm
Ranitidin 3 x 1 ampul
Ondancentron 3 x 1 ampul
Captopril 2 x 25
Ceftriaxon 3 x 1 gr
Konsul neurologi
T : 140/70mmHg
P : 82x/menit
R : 20x/menit
S : 36,4C
Kesadaran : CM
Mual (+), pusing (+), leher tegang, nafsu makan dan minum
menurun, hemiparesis sinistra (+)
Kepala : Ka -/-, SI -/Leher : KGB tak, JVP tdk meningkat
Tho : B dan G simetris. VBS +/+ Rk +/- wh -/-, BJ 1 dan 2
sama murni regular. Murmur -, gallop Abdomen : datar H/L tak membesar

13

Genitalia : wanita
Akral hangat +/+
Kekuatan otot 5/4, 5/4
Terapi lanjut
Citicolin 1 x 500 mg
Aspilet 1 x 250 mg
T : 140/80mmHg
P : 88x/menit
R : 22x/menit
S : 36,6 C
Mual (-), pusing (-), leher tegang (-), hemiparesis (-), nafsu

27-11-2013

makan masih menurun


Kepala : Ka -/-, SI -/Leher : KGB tak, JVP tdk meningkat
Tho : B dan G simetris. VBS +/+ Rk -/- wh -/-, BJ 1 dan 2
sama murni regular. Murmur -, gallop Abdomen : datar H/L tak membesar
Genitalia : wanita
Akral hangat +/+
Terapi lanjut
X.

Prognosis :
Quo ad vitam

: Dubia

Quo ad functionam

: Dubia ad bonam

Quo ad sanactionam : Dubia

14

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI KRISIS HIPERTENSI


Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah
yang sangat tinggi (tekanan diastolik > 140 mmHg) dengan kemungkinan akan
timbulnya atau telah terjadinya kelainan organ target.4,5
Krisis hipertensi meliputi dua kelompk yaitu: 3,4,6
1. Hipertensi emergensi (darurat) ditandai dengan TD Diastolik > 120 mmHg,
disertai kerusakan berat dari organ sasaran yang disebabkan oleh satu atau
lebih penyakit/kondisi akut. (tabel I). Keterlambatan pengobatan akan
menyebabkan timbulnya sequele atau kematian. TD harus diturunkan sampai
batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam. Penderita perlu dirawat di
ruangan intensive care unit atau (ICU).
2. Hipertensi urgensi (mendesak), TD diastolik > 120 mmHg dan dengan tanpa
kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan
dalam 24 jam sampai batas yang aman memerlukan terapi parenteral. (tabel
II).
A. ISTILAH KRISIS HIPERTENSI
Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain : 3
1. Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD > 200/110
mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada
penderita dan kepatuhan pasien.

15

2. Hipertensi akselerasi : TD meningkat (Diastolik) > 120 mmHg disertai dengan


kelainan funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase
maligna.
3. Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD Diastolik > 120
130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai papiledema, peniggian
tekanan intrakranial kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut,
ataupun kematian bila penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi
maligna, biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi essensial ataupun
sekunder dan jarang terjadi pada penderita yang sebelumnya mempunyai TD
normal.
4. Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan
sakit kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi
reversible bila TD diturunkan.
B. KRITERIA KRISIS HIPERTENSI
Tabel I : Hipertensi emergensi ( darurat ) 3
TD Diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut.

Pendarahan intracranial, trombotik atau pendarahan subarakhnoid.


Hipertensi ensefalopati.
Aorta diseksi akut.
Oedema paru akut.
Eklampsi.
Feokhromositoma.
Funduskopi KW III atau IV.
Insufisiensi ginjal akut.
Infark miokard akut, angina unstable.
Sindroma kelebihan Katekholamin yang lain :
- Sindrome withdrawal obat anti hipertensi.
- Cedera kepala.
- Luka bakar.
- Interaksi obat.

16

Tabel II : Hipertensi urgensi ( mendesak ) 3


Hipertensi berat dengan TD Diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan minimal

II.

atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel I.
KW I atau II pada funduskopi.
Hipertensi post operasi.
Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif.

EPIDEMIOLOGI
Secara statistik, bila seluruh populasi hipertensi (HT) dihitung, terdapat

sekitar 70% pasien yang menderita HT ringan, 20% HT sedang dan 10% HT berat.
Pada setiap jenis HT ini dapat timbul krisis hipertensi yang merupakan suatu
kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk
menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis HT menurut laporan dari hasil
penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 7% dari populasi HT, terutama
pada usia 40 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2 10 tahun.
Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan
dalam pengobatan HT, seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta
penduduk yang menderita hipertensi. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka
kejadian ini. 1,2,3
III.

PATOFISIOLOGI
Arteri normal pada individu normotensi akan mengalami dilatasi atau

kontriksi dalam merespon terhadap perubahan tekanan darah untuk mempertahankan


aliran (mekanisme autoregulasi) yang tetap terhadap vascular beeds sehingga
kerusakan arteriol tidak terjadi. Pada krisis hipertensi terjadi perubahan mekanisme
autoregulasi pada vascular beeds (terutama jantung, SSP, dan ginjal) yang
17

mengakibatkan terjadinya perfusi. Akibat perubahan ini akan terjad efek local dengan
berpengaruhnya prostaglandin, radikal bebas dan lain-lain yang mengakibatkan
nekrosis fibrinoid arteriol, disfungsi endotel, deposit platelet, proliferasi miointimal,
dan efek siskemik akan mempengaruhi renin-angiotensin, katekolamin, vesopresin,
antinatriuretik kerusakan vaskular sehingga terjadi iskemia organ target. Jantung,
SSP, ginjal dan mata mempunyai mekanisme autoregulasi yang dapat melindungi
organ tersebut dari iskemia yang akut, bila tekanan darah mendadak turun atau naik.
Misalkan individu normotensi, mempunyai autoregulasi untuk mempertahankan
perfusi ke SSP pada tekanan arteri rata-rata.
Mean Arterial Pressure (MAP) = Diastole + 1/3 (Sistole - Diastole)
Pada individu hipertensi kronis autoregulasi bergeser kekanan pada tekanan
arteri rata-rata (110-180mmHg).Mekanisme adaptasi ini tidak terjadi pada tekanan
darah yang mendadak naik (krisis hipertensi), akibatnya pada SSP akan terjadi
endema dan ensefalopati, demikian juga halnya dengan jantung, ginjal dan mata.3
DIAGNOSIS 1,3,6

IV.

Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil


terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil
pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah
dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi.
IV.1. Anamnesa
Hal yang penting ditanyakan yaitu :

Riwayat hipertensi : lama dan beratnya.

Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.

Usia : sering pada usia 40 60 tahun.

18

Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, pusing, perubahan mental, ansietas ).

Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang ).

Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem


paru, nyeri dada ).

Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis.

Riwayat kehamilan : tanda eklampsi.

IV.2. Pemeriksaan fisik :


Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran TD (baring dan berdiri)
mencari kerusakan organ sasaran (retinopati, gangguan neurologi, gagal jantung
kongestif). Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi
ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari penyakit penyerta
lain seperti penyakit jantung koroner.
IV.3. Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
1.

Pemeriksaan yang segera seperti :


a. darah

: rutin, BUN, creatinine, elektrolit.

b. urine

: Urinalisa dan kultur urine.

c. EKG

: 12 Lead, melihat tanda iskemi.

d. Foto dada

: apakah ada oedema paru ( dapat ditunggu setelah

pengobatan
terlaksana ).
2.

Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan


yang pertama) :
19

a. Sangkaan kelainan renal : IVP, Renal angiography ( kasus tertentu ),


biopsi renal ( kasus tertentu ).
b.

Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab,


CAT Scan.

c.

Bila

disangsikan

Feokhromositoma

urine

24

jam

untuk

Katekholamine, metamefrin, venumandelic Acid ( VMA ).


V. DIFERENSIAL DIAGNOSIS 3
Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis hipertensi
seperti :
- Hipertensi berat
- Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.
- Ansietas dengan hipertensi labil.
- Oedema paru dengan payah jantung kiri.
VI. PENGOBATAN KRISIS HIPERTENSI

VI.1. Dasar-Dasar Penanggulangan Krisis Hipertensi: 1,6


Seperti keadaan klinik gawat yang lain, penderita dengan krisis hipertensi
sebaiknya dirawat di ruang perawatan intensif. Pengobatan krisis hipertensi dapat
dibagi:
1. Penurunan tekanan darah
Pada dasarnya penurunan tekanan darah harus dilakukan secepat
mungkin tapi seaman mungkin. Tingkat tekanan darah yang akan dicapai
tidak boleh terlalu rendah, karena akan menyebabkan hipoperfusi target
organ. Untuk menentukan tingkat tekanan darah yang diinginkan, perlu

20

ditinjau kasus demi kasus. Dalam pengobatan krisis hipertensi,


pengurangan Mean Arterial Pressure (MAP) sebanyak 2025% dalam
beberapa menit/jam, tergantung dari apakah emergensi atau urgensi
penurunan TD pada penderita aorta diseksi akut ataupun oedema paru
akibat payah jantung kiri dilakukan dalam tempo 1530 menit dan bisa
lebih rendah lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainnya. Penderita
hipertensi ensefalopati, penurunan TD 25% dalam 23 jam. Untuk pasien
dengan infark cerebri akut ataupun pendarahan intrakranial, pengurangan
TD dilakukan lebih lambat (6 12 jam) dan harus dijaga agar TD tidak
lebih rendah dari 170 180/100 mmHg.
2. Pengobatan target organ
Meskipun penurunan tekanan darah yang tepat sudah memperbaiki
fungsi target organ, pada umumnya masih diperlukan pengobatan dan
pengelolaan khusus untuk mengatasi kelainan target organ yang
terganggu. Misalnya pada krisis hipertensi dengan gagal jantung kiri akut
diperlukan pengelolaan khusus termasuk pemberian diuretic, pemakaian
obat-obat yang menurunkan preload dan afterload. Pada krisis hipertensi
yang disertai gagal ginjal akut, diperlukan pengelolaan khusus untuk
ginjalnya, yang kadang-kadang memerlukan hemodialisis.
3. Pengelolaan khusus
Beberapa bentuk krisis hipertensi memerlukan pengelolaan khusus,
terutama yang berhubungan dengan etiloginya, misalnya eklampsia
gravidarum.
VI. 2. Penanggulangan Hipertensi Emergensi : 1,5,6
Bila diagnosa hipertensi emergensi telah ditegakkan maka TD perlu segera
diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah :

21

Rawat di ICU, pasang femoral intraarterial line dan pulmonari arterial catether
(bila ada indikasi ). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair dan status

volume intravaskuler.
Anamnesis singkat dan pemeriksaan fisik.
- tentukan penyebab krisis hipertensi
- singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis HT
- tentukan adanya kerusakan organ sasaran

Tentukan TD yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya TD


sebelumnya, cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis yang
menyertai dan usia pasien.
-

Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak


kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg
selama 48 jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu ( misal :
disecting aortic aneurysm ). Penurunan TD tidak lebih dari 25% dari MAP
ataupun TD yang didapat.

Penurunan TD secara akut ke TD normal / subnormal pada awal


pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya perfusike ke otak, jantung
dan ginjal dan hal ini harus dihindari pada beberapa hari permulaan,
kecuali pada keadaan tertentu, misal : dissecting anneurysma aorta.

TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau dua


minggu.

Pemakaian obat-obat untuk krisis hipertensi 1,2,6

22

Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi
tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika
hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita
dirawat diruangan intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat anti
hipertensi intravena ( IV ).
1. Sodium Nitroprusside : merupakan vasodilator direkuat baik arterial maupun
venous.
Secara IV mempunyai onsep of action yang cepat yaitu : 1 2 dosis 1 6 ug /
kg / menit. Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.
2. Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila
dengan dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 5
menit, duration of action 3 5 menit.
Dosis : 5 100 ug / menit, secara infus IV.
Efek samping : sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.
3. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara IV
bolus.

Onset of action 1 2 menit, efek puncak pada 3 5 menit, duration

of action 4 12 jam. Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan


25 75 mg setiap 5 menit sampai TD yang diinginkan.
Efek samping : hipotensi dan shock, mual, muntah, distensi abdomen,
hiperuricemia, aritmia, dll.
4. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action : oral 0,5
1 jam, IV :10 20 menit duration of action : 6 12 jam.
Dosis : 10 20 mg i.v bolus : 10 40 mg i.m.
Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta Blocker
untuk mengurangi refleks takhikardi dan diuretik untuk mengurangi volume
intravaskular.
Efek samping : refleks takhikardi, meningkatkan stroke volume dan cardiac
out put, eksaserbasi angina, MCI akut dll.

23

5. Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onsep on


action 15 60
menit.
Dosis 0,625 1,25 mg tiap 6 jam i.v.
6. Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha andrenergic blockers.
Terutama untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan ketekholamin.
Dosis 5 20 mg secar i.v bolus atau i.m.
Onset of action 11 2 menit, duration of action 3 10 menit.
7. Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan
menginhibisi sistem simpatis dan parasimpatis.
Dosis : 1 4 mg / menit secara infus i.v.
Onset of action : 1 5 menit.
Duration of action : 10 menit.
Efek samping : opstipasi, ileus, retensia urine, respiratori arrest, glaukoma,
hipotensi,
mulut kering.
8. Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent.
Dosis : 20 80 mg secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus
i.v.
Onset of action 5 10 menit
Efek samping : hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala,
bradikardi, dll.

24

Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam, duration of
action 10 jam dan efek samping hipotensi, respons unpredictable dan
komplikasi lebih sering dijumpai.
9. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem
syaraf simpatis.
Dosis : 250 500 mg secara infus i.v / 6 jam.
Onset of action : 30 60 menit, duration of action kira-kira 12 jam.
Efek samping : Coombs test ( + ) demam, gangguan gastrointestino, with
drawal
sindrome dll. Karena onset of actionnya bisa takterduga dan kasiatnya tidak
konsisten,
obat ini kurang disukai untuk terapi awal.
10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral.
Dosis : 0,15 mg i.v pelan-pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug
dalam 100 cc dekstrose dengan titrasi dosis.
Onset of action 5 10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau
beberapa jam.
Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, pusing, mulut kering, rasa sakit pada
parotis. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma putus
obat.
Walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk memberikan obat-obat
oral yang cara pemberiannya lebih mudah tetapi pemberian obat parenteral adalah
lebih aman. Dengan Sodium nitrotprusside, Nitroglycirine, Trimethaphan TD dapat
diturunkan baik secara perlahan maupun cepat sesuai keinginan dengan cara menatur
25

tetesan infus. Bila terjadi penurunan TD berlebihan, infus distop dan TD dapat naik
kembali dalam beberapa menit.
Demikian juga pemberian labetalol ataupun Diazoxide secara bolus
intermitten intravena dapat menyebabkan TD turun bertahap. Bila TD yang
diinginkan telah dicapai, injeksi dapat di stop, dan TD naik kembali. Perlu diingat
bila digunakan obat parenteral yang long acting ataupun obat oral, penurunan TD
yang berlebihan sulit untuk dinaikkan kembali.
*Pilihan obat-obatan pada hipertensi emergensi 1,6,
Dari berbagai jenis hipertensi emergensi, obat pilihan yang dianjurkan maupun yang
sebaiknya dihindari adalah sbb :
1. Hipertensi encephalopati:
Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, diazoxide.
Hindarkan : B-antagonist, Methyidopa, Clonidine.
2. Cerebral infark :
Anjuran : Sodium nitropsside, Labetalol,
Hindarkan : B-antagonist, Methydopa, Clonidine.
3. Perdarahan intacerebral, perdarahan subarakhnoid :
Anjuran : Sodiun nitroprusside Labetalol
Hindarkan : B-antagonist, Methydopa, Clonodine.
4. Miokard iskemi, miokrad infark :
Anjuran : Nitroglycerine, Labetalol, Caantagonist, Sodium Nitroprusside dan
loop diuretuk.
Hindarkan : Hyralazine, Diazoxide, Minoxidil.
5. Oedem paru akut :
Anjuran : Sodium nitroroprusside dan loopdiuretik.
Hindarkan : Hydralacine, Diazoxide, B-antagonist, Labetalol.
6. Aorta disseksi :
Anjuran : Sodium nitroprussidedan B-antagonist, Trimethaohaan dan Bantagonist, labetalol.
Hindarkan : Hydralazine, Diaozoxide, Minoxidil
7. Eklampsi :

26

Anjuran : Hydralazine, Diazoxide, labetalol, Ca antagonist, sodium


nitroprusside. Hindarkan: Trimethaphan, Diuretik, B-antagonist
8. Renal insufisiensi akut :
Anjuran : Sodium nitroprusside, labetalol, Ca-antagonist
Hindarkan : B- antagonist, Trimethaphan
9. KW III-IV :
Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, Ca antagonist.
Hindarkan : B-antagonist, Clonidine, Methyldopa.
10. Mikroaangiopati hemolitik anemia :
Anjuran : Sodium nitroprosside, Labetalol, Caantagonist.
Hindarkan : B-antagonist.
Dari berbagai sediaan obat anti hipertensi parenteral yang tersedia, Sodium
nitroprusside merupakan drug of choice pada kebanyakan hipertensi emergensi.
Karena pemakaian obat ini haruslah dengan cara tetesan intravena dan harus dengan
monitoring ketat, penderita harus dirawat di ICU karena dapat menimbulkan
hipotensi berat.
Nicardipine suatu calsium channel antagonist merupakan obat baru yang
diperukan secara intravena, telah diteliti untuk kasus hipertensi emergensi (dalam
jumlah kecil) dan tampaknya memberikan harapan yang baik.
Obat oral untuk hipertensi emergensi :5,6,
Dari

berbagai

penelitian

akhir-akhir

ini

ada

kecenderungan

untuk

menggunakan obat oral seperti Nifedipine ( Ca antagonist ) Captopril dalam


penanganan hipertensi emergensi.
Pada tahun 1993 telah diteliti penggunaan obat oral nifedipine sublingual dan
captoprial pada penderita hipertensi krisis memberikan hasil yang cukup memuaskan
setelah menit ke 20. Captopril dan Nifedipine sublingual tidak berbeda bermakna
dam menurunkan TD.
Captopril 25mg atau Nifedipine 10mg digerus dan diberikan secara sublingual
kepada pasien. TD dan tanda Vital dicatat tiap lima menit sampai 60 menit dan juga
27

dicatat tanda-tanda efek samping yang timbul. Pasien digolongkan non-respon bila
penurunan TD diastolik <10mmHg setelah 20 menit pemberian obat. Respon bila TD
diastolik mencapai <120mmHg atau MAP <150mmHg dan adanya perbaikan
simptom dan sign dari gangguan organ sasaran yang dinilai secara klinis setelah 60
menit pemberian obat. Inkomplit respons bila setelah 60 menit pemberian obat.
Inkomplit respons bila setelah 60 menit TD masih >120mmHg atau MAP masih
>150mmHg, tetapi jelas terjadi perbaikan dari simptom dan sign dari organ sasaran.
VI.3. Penanggulangan hipertensi urgensi :1
Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah
sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang tenang, tidak terang dan TD
diukur kembali dalam 30 menit. Bila TD tetap masih sangat meningkat, maka dapat
dimulai pengobatan. Umumnya digunakan obat-obat oral anti hipertensi dalam
menggulangi hipertensi urgensi ini dan hasilnya cukup memuaskan.
Obat-obat oral anti hipertensi yang digunakan a.l :
Nifedipine : pemberian bisa secara sublingual (onset 5-10 menit). Buccal (onset 5
10 menit), oral (onset 15-20 menit), duration 5 15 menit secara sublingual/ buccal).
Efek samping : sakit kepala, takhikardi, hipotensi, flushing, hoyong.
Clondine : Pemberian secara oral dengan onset 30 60 menit Duration of Action 812 jam. Dosis : 0,1-0,2 mg,dijutkan 0,05mg-0,1 mg setiap jam s/d 0,7mg.
Efek samping : sedasi,mulut kering.Hindari pemakaian pada 2nd degree atau 3rd
degree, heart block, brakardi,sick sinus syndrome.Over dosis dapat diobati dengan
tolazoline.
Captopril : pemberian secara oral/sublingual.
Dosis 25mg dan dapat diulang setiap 30 menit sesuai kebutuhan.

28

Efek samping : angio neurotik oedema, rash, gagal ginjal akut pada penderita
bilateral renal arteri sinosis.
Prazosin : Pemberian secara oral dengan dosis 1-2mg dan diulang perjam bila perlu.
Efek samping : first dosyncope, hiponsi orthostatik, palpitasi, takhikaro sakit kepala.
Dengan pemberian Nifedipine ataupun Clonidine oral dicapai penurunan
MAP sebanyak 20 % ataupun TD<120 mmHg. Demikian juga Captopril, Prazosin
terutama digunakan pada penderita hipertensi urgensi akibat dari peningkatan
katekholamine. Perlu diingat bahwa pemberian obat anti hipertensi oral/sublingual
dapat menyebabkan penurunan TD yang cepat dan berlebihan bahkan sampai kebatas
hipotensi (walaupun hal ini jarang sekali terjadi).
Dikenal adanya first dose efek dari Prozosin. Dilaporkan bahwa reaksi
hipotensi akibat pemberian oral Nifedifine dapat menyebabkan timbulnya infark
miokard dan stroke.
Dengan pengaturan titrasi dosis Nifedipine ataupun Clonidin biasanya TD
dapat diturunkan bertahap dan mencapai batas aman dari MAP.
Penderita yang telah mendapat pengobatan anti hipertensi cenderung lebih
sensitive terhadap penambahan terapi.Untuk penderita ini dan pada penderita dengan
riwayat penyakit cerebrovaskular dan koroner, juga pada pasien umur tua dan pasien
dengan volume depletion maka dosis obat Nifedipine dan Clonidine harus
dikurangi.Seluruh penderita diobservasi paling sedikit selama 6 jam setelah TD turun
untuk mengetahui efek terapi dan juga kemungkinan timbulnya orthotatis. Bila TD
penderita yang obati tidak berkurang maka sebaiknya penderita dirawat dirumah
sakit.

VII. PROGNOSIS3

29

Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival penderita


hanyalah 20% dalam 1 tahun. Kematian sebabkan oleh uremia (19%), gagal jantung
kongestif (13%), cerebro vascular accident (20%), gagal jantung kongestif disertai
uremia (48%), infrak Miokard (1%), diseksi aorta (1%).
Prognosis menjadi lebih baik berkat ditemukannya obat yang efektif dan
penanggulangan penderita gagal ginjal dengan analisis dan transplantasi ginjal.

DAFTAR PUSTAKA

30

1) Nafrialdi. Bab 6: Antihipertensi, dalam Buku Farmakologi dan Terapi,


edisi 5, editor Sulistia G.G. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2009. p.341360.
2) William and Price. Bab VI: Krisis hipertensi dalam Buku Patoofisiologi,
Edisi 5, Editor Harjianto. Jakarta: EGC. 2002. p.108-110.
3) KJ Isselbacher, Eugene Braunwald, Dennis L Kasper, Eugene B. Section
4: Heart Failure, Acute Pulmonary Edem In. Harrisons Principles of
Internal Medicine, edisi 18, editor Douglas L dkk. America. McGrawHill. 2012. p.1901-1916.
4) Roesma J. Bab 175: krisis hipertensi, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, edisi 5, editor Sudoyo A.W dkk. Jakrta: Interna Publishing.
2009. p.1103-1104.
5) Sjaharudin H, Sally N. Bab XII: Edema Paru Aku dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, edisi 5, editor Sudoyo A.W dkk. Jakarta: Interna
Publishing. 2009. p. 1920-1923.
6) Houston M. Handbook of Hypertension edition 2. Tennessee: Wiley
Blackwell. 2006. p. 61-62.

31

Anda mungkin juga menyukai