Disusun oleh:
Reno Abdurrahman
NIM. 14151121
Dosen Pengampu:
Handriyotopo, S. Sn, M. Sn
PENDAHULUAN
Paska dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki oleh tentara sekutu, hal
pertama yang ditanyakan oleh perdana menteri Jepang saat itu adalah jumlah guru yang
tersisa. Terlepas dari benar tidaknya cerita tersebut, satu hal yang dapat kita simpulkan
adalah pentingnya pendidikan. Secara Jepang adalah salah satu Negara yang maju dari
berbagai aspek.
Melihat fenomena tersebut, penulis terketuk untuk mengambil judul Sejarah
Pendidikan Seni Rupa dan Perannya sebagai Cagar Seni dan Budaya di Indonesia guna
memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Seni Rupa Indonesia ini. Dengan tujuan menambah
sumber informasi sehingga memudahkan pihak lain yang ingin mengngkat tema pendidikan
dalam lingkup seni rupa ini.
Resiko tersendiri dalam pengambilan judul tersebut adalah sedikitnya sumber yang
dapat ditemukan. Hal ini terlihat dari minimnya informasi tentang sejarah tertulis institusiinstitusi maupun sekolah-sekolah seni tersebut. Namun, hal tersebut tak menghalangi
semangat penulis untuk tetap menjadikan tema pendidikan sebagai tugas makalah ilmiah
ini.
Merupakan keinginan penulis, jika dari makalah singkat ini dapat dikembangkan
tulisan yang lebih umum dan terperinci mengenai sejarah pendidikan seni rupa di Indonesia.
Sehingga sejarah luar biasa ini dapat diabadikan dan menjadi pengetahuan tersendiri bagi
bibit-bibit baru bangsa ini. Namun melihat singkatnya waktu dan minimnya sumber yang
dapat ditemukan. Penulis hanya mampu menyajikan uraian singkat mengenai tema ini.
Semoga uraian yang singkat tersebut tak mengurangi gairah anda untuk menelaah tulisan
yang kami buat ini.
Harapan kami kedepannya, walaupun jauh dari kesempurnaan, namun makalah
ilmiah ini dapat dijadikan rujukan informasi dalam tema pendidikan seni rupa di Indonesia.
Selamat menikmati!
Reno Abdurrahman
NIM. 14151121
Daftar Isi
Pendahuluan.............................................................................................................................. 2
Daftar Isi .................................................................................................................................... 3
Sejarah Pendidikan Seni Rupa dan Perannya sebagai Cagar Seni dan Budaya di Indonesia . 4
Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta .............................................................................. 4
Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) ................................................................................. 5
Sekolah Tinggi Seni Rupa (STSRI ASRI).............................................................................. 6
Fakultas Seni Rupa (FSR) ISI Yogyakarta ............................................................................. 7
Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung .............................................. 8
Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta ................................................................................ 9
Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar .............................................................................. 10
Institut Kesenian Jakarta (IKJ)........................................................................................... 11
Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung ................................................................. 13
Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang .................................................................... 14
Sekolah-Sekolah Menengah Seni Rupa ............................................................................ 15
Penutupan ............................................................................................................................... 16
Daftar Pustaka ......................................................................................................................... 17
Sejarah Pendidikan Seni Rupa dan Perannya sebagai Cagar Seni dan
Budaya di Indonesia
Pendidikan seni rupa di Indonesia yang diprakarsai oleh Akademi Seni Rupa
Indonesia (ASRI) Yogyakarta dan Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Teknologi
Bandung (ITB), serta diikuti oleh institusi-institusi seni yang berdiri setelahnya, telah menjadi
satu wujud cagar seni dan budaya yang kongkrit dalam melestarikan seni dan budaya di
Indonesia. Institusi-institusi inilah yang mengumpulkan bibit-bibit berbakat dari seluruh
negeri, juga melahirkan seniman-seniman luar biasa baik skala nasional maupun
internasional. Berikut ini kami sajikan beberapa sejarah dari institusi-institusi terkait.
ISI Yogyakarta
Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta adalah hasil dari bergabungnya tiga lembaga
pendidikan tinggi berbasis pendidikan yang sudah ada di Yogyakarta sebelumnya. ISI
Yogyakarta tergolong muda sebagai institusi jika melihat tahun diresmikannya. ISI
Yogyakarta baru diresmikan pada tahun 1984 atas dasar SK Presiden RI No. 39/1984 tanggal
30 Mei 1984 dan diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Dr. Nugroho
Notosusanto pada tanggal 23 Juli 1984. Namun, walaupun ISI Yogyakarta tergolong muda,
namun perguruan-perguruan komponen-komponen pendirinya sudah lama dan telah cukup
lama berkiprah di dunia seni tanah air, serta telah melahirkan seniman-seniman profesional
yang tersebar dalam berbagai fungsi, profesi, juga keahlian, baik di dalam negeri maupun di
dunia internasional.
ISI Yogyakarta terbentuk atas bergabungnya tiga lembaga pendidikan tinggi bidang
seni pada awal tahun 1973. Ketiga perguruan tinggi tersebut adalah Sekolah Tinggi Seni
Rupa Indonesia (STSRI ASRI)1, Akademi Musik Indonesia (AMI) 2, serta Akademi Seni Tari
Indonesia (ASTI) 3. Ketiganya terbentuk karena dorongan yang kuat dari para pecinta seni
budaya Indonesia untuk mengembangkan apa yang dimilikinya. Meskipun jauh sebelum itu
pendidikan seni secara konvensional sudah ada, namun untuk peningkatan baik secara
vertikal maupun horisontal diperlukan lembaga-lembaga pendidikan seni yang formal dan
modern.
STSRI ASRI yang didirikan tahun 1950 merupakan yang tertua diantara ketiganya.
Disusul AMI (1961), dan ASTI (1963). Namun, karena tema pokok makalah ilmiah ini adalah
pendidikan seni rupa, kami akan membahas lebih dalam tentang perkembangan ASRI
sehingga kini menjadi Fakultas Seni Rupa (FSR) di ISI Yogyakarta.
1
Atas dasar SK Menteri PP dan K No. 32/Kebud tanggal 15 Desember 1949, berdirilah
Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), yang kemudian diresmikan pada 15 Januari 1950 di
Bangsal Kepatihan Yogyakarta oleh Menteri PP dan K saat itu, S Mangunkarso. Kemudian
diangkatlah RJ Katams sebagai direktur pertamanya.
Pada awal berdirinya, ASRI menyelenggarakan pendidikan seni seperti Seni Lukis,
Seni Patung, Seni Pertukangan, Redig (Reklame, Dekorasi, Ilustrasi Grafik), dan Jurusan Guru
Menggambar. Sayangnya, dikarenakan pendiriannya yang sangat darurat, ASRI tidak
memiliki kampus yang terpadu. Alhasil, proses pendidikan dilaksanakan di beberapa tempat
berikut,
Gedung Pusat Tenaga Pelukis Indonesia (PTPI) Yogyakarta sebagai kantor pusat,
tempat kuliah, serta studio Bagian I dan II.
Bekas gedung Kunst Ambachschool di Ngabean sebagai studio Bagian III.
SMA/B Kota Baru dan rumah RJ Katamsi di Gondolayu sebagai studio Bagian IV dan
V.
Hingga pada tahun 1957, ASRI mendapat gedung pre-fabricated dari Amerika Serikat
yag arsitekturnya sama dengan kebanyakan gedung SMA di Indonesia, yang dikenal dengan
kampus Gampingan yang legendaris itu. Dengan pendirian yang serba mendadak serta
pengalaman penyelenggaraan akademi yang masih sangat minim, juga sumber daya
manusia yang sangat kurang, kenyataannya ASRI bisa tetap berjalan dengan baik. Terlebih
lagi sebenarnya tenaga pengajarnya kebanyakan justru berkualitas tinggi, seperti:
Dari 160 siswa angkatan pertama, muncul nama-nama dengan potensi kuat yang
lima enam tahun kemudian direkrut sebagai tenaga ajar. Mereka adalah Widayat,
Hendrodjasmoro, Saptoto, HM Bakir, Abas Alibasyah, Abdul Kadir, Edhi Sunarso, dan
Soetopo. Yang di kemudian hari mereka dikenal sebagai seniman-seniman handal di
Indonesia.
Daruratnya pendirian ASRI mengakibatkan tidak tertatanya sistem pendidikan di
akademi tersebut. Alhasil, diterapkanlah Sistem Proyek Global yang memberikan keberanian
dan kebebasan penuh bagi peserta didik. Sistem tersebut justru berakibat positif bagi ASRI
sendiri. Salah satu dampak positifnya, setelah proses studi yang baru enam bulan, ASRI
sudah berani tampil dalam pameran Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke
5 di Museum Sonobudoyo, Yogyakarta. Dalam pameran tersebut, RJ Katamsi
mengungkapkan bahwa itulah hasil positif dari Sistem Proyek Global yang tidak
memperhatikan detail objek alam maupun benda yang sedang dihadapi, namun hanya
mengedepankan kesan keseluruhan yang telah dibumbui konsep pribadi.
Dalam mendukug penerapan Sistem Proyek Global Tersebut, ASRI diharuskan banyak
membawa peserta didiknya untuk praktek langsung dalam pembelajaran seni rupa. Hal itu
dilakukan dengan membawa peserta didik seperti ke Parangtritis, Borobudur, dan tempattempat lainnya. Para siswa juga tidak diarahkan pada gaya atau corak tertentu. Hal ini
ditujukan untuk memberikan pembelajaran yang lengkap, logis, dan nyata.
Seiring berjalannya waktu, tanpa disadari terdapat pergeseran visi pembelajaran.
ASRI yang didirikan untuk mendidik calon seniman justru menjadi mendidik calon-calon
guru. Hal tersebut merupakan dampak dari pandangan masyarakat yang memandang
profesi seniman masih sulit untuk dijadikan jaminan hidup. Berkembanglah tuntutan agar
pendidikan di ASRI juga bisa mendapat kesetaraan dengan ijazah SGA dan B-1, sehingga
dapat digunakan modal mengajar.
Penyimpangan visi pendidikan tersebut akhirnya diperbaiki dengan SK Menteri
Pendidikan Dasar dan Kebudayaan No. 27/1963 tanggal 5 April 1963. SK tersebut
menyatakan ASRI diberi status akademi penuh. Bagian Satu yang menerima lulusan SMP
untuk bidang seni lukis, patung dan kriya menjadi Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR).
Sedangkan Bagian Lima yang merupakan Bidang Guru Gambar menjadi jurusan Seni Rupa di
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) yang kini dikenal sebagai Universitas Negeri
Yogyakarta (UNY).
makna jawa indah dan menyenangkan, sehingga menjadi pencitraan yang baik bagi lembaga
pendidikan seni rupa. Dengan status tersebut, STSRI ASRI sebagai perguruan tinggi seni
rupa yang telah membuka tingkat doktoral atau sarjana penuh kemudian berbenah dalam
hal perangkat lunak akademik dalam sistem pendidikannya.
Pada tahun 1969, Soedarso Sp, MA yang waktu itu menjabat sebagai Pjs. Ketua
mengganti sistem kenaikan tingkat atau studi tahunan menjadi sistem semester dan studi
terpimpin dalam Satuan Kredit Semester (SKS). Dan ternyata STSRI ASRI menjadi pelopor
penggunaan sistem ini di perguruan-perguruan tinggi di Yogyakarta. Penggunaan sistem ini
ditujukan untuk mendorong etos belajar mahasiswa untuk lebih disiplin. Hal ini dikarenakan
dalam sistem SKS diperlukan target capaian yang berbobot dan imiah dalam mencapai gelar
sarjana. Bagian-bagian bidang studi pada sistem akademi juga dimantapkan menjadi enam
jurusan, yaitu: Seni Lukis, Seni Patung, Seni Ilustrasi/Grafis, Seni Kriya, Seni
Reklame/Propaganda, serta Seni Dekorasi.
Visi:
Sebagai penyelenggaran Tri Dharma Perguruan Tinggi bidang seni rupa yang unggul,
berwawasan kebangsaan, demi memperkaya nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan
perkembangan zaman.
Misi:
1. Menyelenggarakan pendidikan tinggi seni rupa yang berkualitas untuk
mengedepankan pelestarian, pengelolaan, dan pengembangan potensi seni, serta
budaya lokal nusantara agar memiliki daya saing dalam percaturan global.
2. Menyiapkan lulusan yang bermoral, mandiri, kreatif, tangguh, unggul, dan memiliki
jiwa kewirausahaan.
3. Meningkatkan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang mendukung
pendidikan dan kemajuan seni, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
4. Mengembangkan kerjasama antarlembaga secara berkelanjutan.
5. Memantapkan tata kelola di lingkungan fakultas yang efektif, produktif dan berbasis
IT.
ISI Yogyakarta secara resmi dibentuk melalui SK Presiden RI No. 39/1984 tanggal 30
Mei 1984 dan diresmikan pada 23 Juli 1984 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Dalam hal ini, FSR ISI Yogyakarta sebenarnya tetaplah sebagai kelanjuta dari rangkaian
sejarah penyempurnaan pendidikan seni rupa, yang secara dialogis mempertahankan
antara
nilai tradisi dan modernitas. FSR ISI Yogyakarta mengembangkan sistem
pendidikannya sesuai dengan konsep-konsep pendidikan modern dalam kerangka visi dan
misi ISI Yogyakarta, serta norma-norma Departemen Pendidikan Nasional.
Pada awal perubahannya, FSR ISI Yogyakarta tetap menempati tempat lama di
Gampingan. Setelah tahun 1995, kampus FSR dipindah ke Jalan Parangtritis, Sewon, Bantul,
dan bergabung dengan kampus terpadu ISI Yogyakarta.
FSR ISI Yogyakarta memiliki tiga jurusan, yaitu Jurusan Seni Murni, Jurusan Seni Kriya,
dan Jurusan Desain. Ketiganya memiliki hubungan taksonomis yang bersumber pada bidang
ilmu seni rupa, namun masing-masing memiliki ciri khas pada konsep, fungsi, penerapan,
tujuan penciptaan, bentuk maupun material, juga teknik pembuatannya. Lain kata, jurusanjurusan tersebut merupakan ranting atau unsur taksonomi dari cabang seni rupa, dan
tumbuh dari cabang ilmu seni.
1964
Komunikasi Seni Rupa. Juga diubah pula nama bidang studi Seni Interior menjadi bidang
studi Arsitektur Interior pada 1965.
Pada tahun 1973, bersamaan dengan dikelompokkannya Departemen Sipil,
Arsitektur, Planologi, Teknik Penyehatan dan Geodesi ke dalam Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan, Bagian Seni Rupa berubah nama menjadi Departemen Seni Rupa yang
mencakup bidang studi Seni Lukis, Seni Keramik, Seni Patung, Seni Grafis, Desain Interior
yang sebelumnya bernama Arsitektur Interior, Desain Produk Industri, Desain Grafis, dan
desain Tekstil.
Sebutan Departemen berubah menjadi jurusan pada tahun 1980. Jurusan Seni Rupa
membawahi dua bagian yaitu Bagian Seni Rupa dan Bagian Desain. Baik Bagian Seni Rupa
maupun Bagian Desain, keduanya mengalami perkembangan yang sangat pesat seiring
tuntutan kebutuhan masyarakat yang tinggi. Sehingga pada tahun 1984, ditingkatkanlah
Jurusan Seni Rupa menjadi sebuah fakultas tersendiri dengan nama Fakultas Seni Rupa dan
Desain yang mencakup tiga jurusan, yaitu:
Program studi Magister Seni Rupa dan Desain merupakan program studi yang dibuka
pada tahun 1989 sebagai program studi magister di bidang Seni Rupa dan Desain yang
pertama di Indonesia. Yang kemudian dalam perkembangannya, pada tahun 2004 program
studi ini dipisah berdasarkan SK Dikti No.: 90/D2.3/M/2004 tanggal 23 Agustus 2004,
menjadi Program Studi Magister Seni Rupa dan Program Studi Magister Desain. Pemisahan
ini bertujuan untuk menyesuaikan program studi dengan lingkup kajian dan tuntutan dari
masyarakat yang kian luas.
Untuk jenjang doktor, terdapat Program Studi Ilmu Seni Rupa dan Desain yang
berada di bawah pengelolaan Fakultas Seni Rupa dan Desain. Sedangkan Departemen
Sosioteknologi merupakan departemen yang berfungsi sebagai unit layanan untuk mata
kuliah umum di ITB dan belum memiliki prodi sendiri.
Seiring dengan tuntutan perkembangan keilmuan dan perkembangan masyarakat,
juga kemampuan memberikan kontribusi kepada pemantapan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni, serta ilmu sosial dan kemanusiaan. Ditetapkanlah
pembentukan dan susunan keanggotaan kelompok Keahlian/Keilmuan (KK) pada pada Unit
Keilmuan Serumpun FSRD ITB melalui SK Rektor No.: 256.9/SK/K01/OT/2005 tanggal 18
Oktober 2005 sebagai berikut :
dan daerah. Hingga terbitlah SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 039/O/1973
tanggal 15 Juli 1973 sebagai jawaban atas upaya mulia tersebut.
Pada tahun 1988, status ASKI meningkat dari yang sebelumnya akademi menjadi
sekolah tinggi. Hal ini didasari SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No, 0446/O/1988
tanggal 12 September 1988. Perubahan nama menjadi Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI)
ini juga disertai ditambahnya bidang Seni Rupa yang memrakarsai Fakultas Seni Rupa dan
Desain di lembaga ini.
Pada tahun 2006 Sekolah Tinggi Seni Indonesia Surakarta berubah status menjadi
Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, ditandai dengan terbitnya Peraturan Presiden
Republik Indonesia No. 77 Tahun 2006 tanggal 20 Juli 2006, dan diresmikan oleh Menteri
Pendidikan Nasional Prof. Dr. Bambang Sudibyo pada tanggal 11 September 2006 di
pendopo ISI Surakarta.
ISI Surakarta memiliki sembilan jurusan dalam dua fakultas, yaitu Fakultas Seni
Pertunjukan (FSP) dan Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD). FSRD ISI Surakarta membawahi
empat jurusan, yaitu:
Jurusan Seni Murni, dengan Prodi Seni Rupa Murni
Jurusan Kriya yang terdiri dari Prodi Kriya Seni, Prodi Batik, dan Prodi Keris dan
Senjata Tradisional.
Jurusan Seni Media Rekam (dalam perintisan Fakultas Media Rekan) yang terdiri dari
Prodi Televisi dan Film serta Fotografi.
Jurusan Desain yang terdiri dari Prodi Desain Interior serta Desain Komunikasi Visual.
Program Studi Seni Murni (jenjang S1), dibagi menjadi 3 minat utama: Seni Lukis,
Seni Patung, dan Seni Grafis.
Program Studi Seni Kriya (jenjang S1): Kriya Kayu, Kriya Keramik, dan Kriya Tekstil.
Jurusan Desain (jenjang S1): Program Studi Desain Interior, Program Studi Desain
Komunikasi Visual (DKV), serta Program Studi Desain Mode & Busana.
Fakultas Seni Rupa IKJ juga menyelenggarakan berbagai kursus, seperti: Kursus Lukis,
kursus Sablon, kursus Batik, kursus Desain Grafis, kursus Animasi, kursus Ilustrasi, kursus
Keramik, kursus Body Painting,kursus Makeup Karakter, dll
016/A.I/1970 tentang Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Bandung yang merupakan kelas
jauh ASTI Yogyakarta. Dengan demikian, sejak tanggal 27 Februari 1971, Konservatori Tari
berubah menjadi Akademi Seni Tari Indonesia Jurusan Sunda di Bandung.
Sebagai bagian dari ASTI Yogyakarta, kegiatan pendidikan di ASTI Jurusan Sunda di
Bandung menginduk kepada peraturan dan ketentuan-ketentuan ASTI Yogyakarta. Dalam
hal kurikulum, ASTI Jurusan Sunda di Bandung menginduk kepada SK Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan No. 088/0/1973 tentang Kurikulum ASTI Yogyakarta. Pada salah satu
bagian dari Surat Keputusan tersebut tersurat teknis penggunaan kurikulum untuk ASTI
bidang tari Sunda.
Pada tahun 1976 ASTI Jurusan Sunda di Bandung berada dalam pembinaan
Direktorat Jenderal Kebudayaan Depdikbud bersama dengan perguruan tinggi lainnya, yaitu
Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta, Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI)
Yogyakarta, Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI) Padangpanjang, dan Akademi Seni
Tari Indonesia (ASTI) Denpasar. Semuanya dihimpun dalam satu proyek, yaitu Proyek
Pengembangan Institut Kesenian Indonesia (IKI) Jakarta.
Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung melalui SK Presiden RI No. 59/1995.
STSI Bandung terdiri dari beberapa jurusan, antara lain:
Karawitan (S1)
Teater (S1)
Seni Rupa (S1)
Seiring dengan perubahan dari Akademi menjadi Sekolah Tinggi juga terjadi
perubahan Pola Ilmiah Pokok (PIP) dari Kesenian Minangkabau menjadi Seni Rumpun
Melayu. Perubahan itu menuntut perkembangan segala aspek yang berhubungan dengan
kualitas dan kuantitas pendidikan.
STSI yang baru lahir tersebut berwenang untuk melaksanakan program pendidikan
jenjang S-1. Kehadiran STSI Padangpanjang merupakan satu-satunya perguruan tinggi seni di
Sumatera. Dari tahun ke tahun perguruan tinggi seni ini terus berkompetisi dalam
memperoleh lapangan kerja bagi lulusannya. Seiring dengan itu, sudah barang tentu ISI
Padangpanjang bertugas menggali, membina dan mengembangkan seni budaya rumpun
Melayu. Pada tahun 2012 ISI Padangpanjang ditugaskan oleh pemerintah (Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan) untuk membangun ISBI di Banda Aceh.
ASKI Padangpanjang yang pada awalnya hanya mempunyai dua jurusan, Karawitan
dan Tari berikut dilengkapi dengan jurusan Musik . Setelah menjadi STSI menambah 2
Jurusan lagi yakni Jurusan Seni Kriya dan Seni Teater yang telah dirintis sejak tahun 1997.
Pada tahun akademik 2001/2002, STSI Padangpanjang resmi membuka Program Studi Seni
Musik berdasarkan SK Dirjen Dikti Nomor: 06/Dikti/Kep/2001 tanggal 09 Januari 2001.
Sedangkan untuk Program Studi Seni Kriya dan Teater ijin penyelenggaranya mulai pada
tahun akademik 2003/2004 berdasarkan SK Dirjen Dikti Nomor: 2271/D/T/2003 tanggal 05
September 2003. Sedangkan untuk Program Studi Seni Karawitan dan Seni Tari telah lebih
dahulu mendapatkan izin dari SK Dirjen Dikti dengan Nomor: 384/DIKTI/Kep/1998.
Sejak tahun akademik 2006/2007, STSI Padangpanjang telah membuka Program Studi
Televisi berdasarkan SK Dirjen Dikti Nomor: 3715/D/T/2006 tanggal 20 September 2006 dan
Program Studi Seni Murni berdasarkan SK Dirjen Dikti Nomor: 161/D/T/2007 tanggal 29
Januari 2007. STSI Padangpanjang juga telah memiliki Program Pasca Sarjana.
Penutupan
Lembaga-lembaga pendidikan berbasis seni rupa telah banyak mencetak dan
melahirkan seniman-seniman luar biasa di bidangnya. Secara tidak langsung, lembagalembaga tersebut telah berkiprah menjadi cagar seni dan budaya di Indonesia ini. Hal ini
perlu diapresiasi dengan sangat baik, baik oleh pemerintah maupun masyarakat secara
umum.
Sejarah masih berlanjut, dinamika di dalam negara ini akan terus menciptakan
berbagai kebijakan-kebijakan baru pula bagi pendidikan, terutama seni rupa. Semoga
perkembangan pendidikan seni rupa di negeri ini terus berada di jalan positif.
Daftar Pustaka
http://www.wikipedia.org
http://www.isi.ac.id
http://fsrd.itb.ac.id
http://www.isi-ska.ac.id
http://www.isi-dps.ac.id
http://www.ikj.ac.id
http://www.stsi-bdg.ac.id
http://www.isi-padangpanjang.ac.id