i
Penulis: Syafii
Penata Letak & Sampul: Riza Istanto
Sumber Gambar:
Festival Seni Rupa Anak Indonesia oleh Arisianto,2019
ii
PRAKATA
ii
kepada Pembantu Dekan Bidang Akademik dan staf
akademik FBS Unnes yang membantu kelancaran
administratif penulisan buku ini. Akhirnya untuk menutup
pengantar ini penulis mengucapkan
Alhamdulillahirrabbilalamin.
Syafii
iii
DAFTAR ISI
BAB I.
PEMIKIRAN TENTANG PENDIDIKAN SENI
RUPA
A Tinjauan Pendidikan Seni Rupa dalam Perspektif 1
Historis ………………………………………
B Pendekatan-pendekatan dalam Pendidikan Seni 6
Rupa …………………………………………...
C Fungsi dan Tujuan Pendidikan Seni Rupa ……... 15
D Lingkup dan Karakteristik Pembelajaran Seni
Rupa …………………………………………... 19
BAB II
KOMPONEN PEMBELAJARAN SENI RUPA
A Komponen Pelaku Pembelajaran Seni Rupa …… 31
B Komponen Sistem Pembelajaran Seni Rupa …… 44
iv
BAB III
SENI RUPA SEBAGAI DISIPLIN ILMU
A Seni Rupa dan Cabang-cabangnya ……………... 59
B Unsur-unsur dalam Seni Rupa …………………. 80
C Prinsip Desain dalam Seni Rupa ……………….. 90
BAB IV
PENGEMBANGAN MATERI PEMBELAJARAN
SENI RUPA
A Pengembangan Bahan Ajar Seni Rupa dalam
Konteks Kurikulum …………………………… 101
B Pengembangan Materi Pembelajaran Apresiasi
Seni Rupa ……………………………………… 109
C Pengembangan Materi Pembelajaran Kreasi Seni
Rupa …………………………………………... 116
BAB V
PENDIDIKAN SENI RUPA DALAM KAJIAN
EMPIRIK
A Pendidikan Seni Rupa pada Lembaga Pendidikan
Sekolah ………………………………………... 125
B Penanaman Nilai Estetik: Pendidikan Seni Rupa
di SD …………………………………………... 142
C Idealitas dan Realitas Pendidikan Seni Rupa:
Profil Pendidikan Seni Rupa SD di Jawa Tengah 154
v
Daftar Pustaka ………………………………………. 157
Lampiran ……………………………………………. 182
vi
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
BAB I
PEMIKIRAN TENTANG PENDIDIKAN
SENI RUPA
1
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
2
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
3
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
4
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
5
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
6
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
7
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
8
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
9
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
10
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
11
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
12
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
13
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
14
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
15
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
16
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
17
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
18
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
19
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
20
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
a. Pengetahuan Kesenirupaan
Pengalaman belajar yang bersifat pengetahuan kesenirupaan
adalah berkenaan dengan telaah kritis terhadap substansi
seni. Pada lingkup ini pengetahuan tentang karakteristik
suatu karya seni sehingga berbeda dengan jenis seni yang lain
(lihat: misalnya pokok bahasan jenis-jenis karya seni rupa)
perlu dipahami oleh anak didik. Pembahasan karakteristik
dapat berkenaan dengan deskripsi konseptual, pemanfaatan
bahan, alat, dan teknik yang digunakan, unsur dan prinsip
desain, serta corak atau gaya suatu karya seni rupa. Sejarah
seni rupa juga merupakan aspek yang berkaitan dengan
pengetahuan seni (walaupun di dalamnya juga termuat
pengalaman apresiatif). Melalui sejarah seni rupa dapat dikaji
pola kecenderungan corak karya seni pada masanya untuk
dipahami, selanjutnya dapat digunakan untuk menganalisis
karya seni saat ini yang sedang berkembang dan
memprediksi kejadian seni yang akan datang.
Bantuan berbagai sumber belajar untuk pengetahuan
seni rupa amat diperlukan terutama dari buku-buku. Di
dunia pendidikan nasional saat ini, memang amat sedikit
dukungan pemerintah atas terbitnya buku-buku teks
kesenirupaan. Oleh karena itu guru perlu mencari berbagai
sumber buku kesenirupaan yang cukup banyak beredar di
pasaran. Di samping itu, pengetahuan kesenirupaan juga
dapat diperoleh dari sumber lain selain buku, misalnya dari
majalah, koran, dan media elektronik atau akses internet.
21
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
22
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
c. Pengalaman Kreatif
Lingkup pengalaman kreatif berkenaan dengan pembelajaran
penciptaan atau pembuatan karya seni rupa berlangsung.
Pada proses atau pengalaman kreatif ini berkaitan dengan
23
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
24
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
25
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
26
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
b. Belajar Kreatif
Pembelajaran pada umumnya dikemas secara klasikal.
Artinya dalam satu kelas memungkinkan anak memiliki
pengalaman belajar yang sama dengan produk yang sama
pula. Dalam pembelajaran matematika misalnya, jika satu
kelas memperoleh pembelajaran penjumlahan bilangan 1
sampai 10, maka semua siswa memperoleh pengalaman
belajar yang sama, dan ketika pengukuran produk belajar
akan digunakan tes yang sama pula. Siswa yang diberi
pertanyaan 2 + 3 dikatakan benar dan berhasil jika
menjawab 5. Produk belajar akan seragam.
Pembelajaran seni rupa memungkinkan siswa dapat
memperoleh pengalaman belajar yang sama akan tetapi
produknya berbeda. Siswa yang diminta untuk menggambar
alam benda dengan model yang telah disiapkan di depan
kelas atau sekelompok siswa, tidak mungkin setiap siswa
27
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
c. Belajar Produktif
Pembelajaran seni rupa dalam lingkup kreatif akan
menghasilkan suatu produk atau hasil karya. Oleh karena itu
dalam pembelajaran kreatif siswa akan memperoleh
pengalaman belajar produktif dari keterampilan tangannya
dalam mengolah bahan dan menggunakan alat serta
28
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
29
Pemikiran Tentang Pendidikan Seni Rupa
30
Komponen Pembelajaran Seni Rupa
BAB II
KOMPONEN PEMBELAJARAN
SENI RUPA
31
Komponen Pembelajaran Seni Rupa
32
Komponen Pembelajaran Seni Rupa
33
Komponen Pembelajaran Seni Rupa
34
Komponen Pembelajaran Seni Rupa
35
Komponen Pembelajaran Seni Rupa
36
Komponen Pembelajaran Seni Rupa
37
Komponen Pembelajaran Seni Rupa
38
Komponen Pembelajaran Seni Rupa
39
Komponen Pembelajaran Seni Rupa
40
Komponen Pembelajaran Seni Rupa
41
Komponen Pembelajaran Seni Rupa
42
Komponen Pembelajaran Seni Rupa
43
Komponen Pembelajaran Seni Rupa
44
Komponen Pembelajaran Seni Rupa
45
Komponen Pembelajaran Seni Rupa
46
Komponen Pembelajaran Seni Rupa
47
Komponen Pembelajaran Seni Rupa
48
Komponen Pembelajaran Seni Rupa
49
Komponen Pembelajaran Seni Rupa
50
Komponen Pembelajaran Seni Rupa
51
Komponen Pembelajaran Seni Rupa
52
Komponen Pembelajaran Seni Rupa
53
Komponen Pembelajaran Seni Rupa
54
Komponen Pembelajaran Seni Rupa
55
Komponen Pembelajaran Seni Rupa
56
Komponen Pembelajaran Seni Rupa
57
Komponen Pembelajaran Seni Rupa
58
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
BAB III
SENI RUPA SEBAGAI DISIPLIN ILMU
59
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
60
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
61
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
62
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
63
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
1. Seni Gambar
Seni gambar tampaknya merupakan karya seni rupa yang
paling instant, artinya paling mudah dan cepat untuk
dihasilkan. Gambar dapat dihasilkan dengan goresan-
goresan yang membekas pada suatu permukaan, misalnya
pensil pada kertas atau benda-benda tajam untuk dinding-
dinding gua pada masa lampau. Gambar dapat dihasilkan
dengan alat-alat yang relatif sederhana. Oleh karenanya dapat
diduga seni gambar inilah yang paling awal kemunculannya
64
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
65
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
2. Seni Lukis
Sebagaimana dalam seni gambar, seni lukis juga tergolong ke
dalam karya seni rupa dua dimensi. Artinya karya seni lukis
senantiasa ditentukan ukuran panjang dan lebar, dengan kata
lain mengisi luas permukaan. Jika dalam gambar yang
dipentingkan adalah unsur garis, dalam seni lukis adalah
unsur warna, oleh karena itu sering disebut sebagai gambar
berwarna.
Penggunaan istilah gambar dan lukis dalam bahasa
sehari-hari sering disamaartikan atau dipertukarkan.
Seseorang yang pekerjaannya melukis sering disebut sebagai
tukang gambar, anak yang pandai melukis disebut pintar
menggambar. Perbedaan istilah gambar dan lukisan lebih
pada tataran teoretis yang disandarkan pada perbedaan
teknis. Gambar (drawing) menekankan unsur garis dan
lukisan (painting) menekankan unsur warna atau cat. Unsur
garis dalam seni lukis lebih disebabkan oleh kesan-kesan
yang melingkupi objek atau batas-batas di antara warna yang
digunakan.
Seni lukis ini pun telah berkembang sejak zaman
prasejarah. Bukti-bukti menunjukkan bahwa di gua-gua
prasejarah sering terdapat gambar berwarna. Di Indonesia,
gua Leang-leang di Sulawesi Selatan dapat dijadikan contoh
66
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
67
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
68
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
3. Seni Patung
Tidak sebagaimana dalam seni gambar dan seni lukis yang
dua dimensi, seni patung adalah jenis karya seni rupa tiga
dimensi. Artinya yang dapat dikatakan sebagai patung adalah
yang memilki persyaratan ukuran panjang, lebar dan tinggi.
Patung memiliki massa, volum atau ruang, dan ruang inilah
yang merupakan unsur paling penting dalam seni patung.
Ruang yang dipersyaratkan dalam patung adalah ruang nyata
atau aktual, tidak sebagaimana dalam gambar dan lukis.
Dalam gambar dan lukis ruang mungkin muncul hanya
sebagai ilusi, khayal atau maya. Kesan dalam atau jauh dalam
gambar atau lukisan ditampilkan melalui gelap terang tarikan
garis atau sapuan warna. Akan tetapi dalam seni patung
kesan dalam, cekung, timbul, jauh atau dekat tampil secara
nyata.
Sebagaimana seni gambar dan lukis, seni patung juga
memiliki perjalanan sejarah yang panjang, artinya pada masa
prasejarah pun telah dikenal adanya karya patung, misalnya
patung nenek moyang. Pada masa sejarah, khususnya zaman
Hindu-Budha di Indonesia perkembangan seni patung
begitu pesat. Hampir di setiap candi terpahatkan patung.
Dalam kaitan dengan candi inilah patung disebut juga
dengan arca. Perkembangan patung dari zaman dahulu
69
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
70
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
71
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
4. Seni Grafis
Seni grafis berkaitan dengan teknik cetak mencetak. Seni
grafis ini juga tergolong seni rupa dua dimensi sebagaimana
lukis dan gambar. Kelebihan seni grafis ini dibanding seni
lukis atau gambar adalah memungkinkannya dibuat karya
berulang, dengan kata lain memungkinkan dilakukan proses
reproduksi, seperti ketika dilakukan cap atau sidik jari dan
stempel. Jika lukisan-lukisan di gua prasejarah itu dibuat
dengan mengecapkan telapak tangan yang diberi warna, atau
menaburkan warna pada sela-sela jari jemari tangan boleh
jadi secara teknis seni grafis diawali pada zaman prasejarah
itu.
Secara garis besar teknik seni grafis itu dibedakan atas
cetak tinggi, dalam, datar dan saring. Pembedaan ini
bertolak dari posisi tinta cetak pada alat atau acuan cetak.
Disebut cetak tinggi manakala acuan cetak yang terkena tinta
adalah bagian yang tinggi. Secara khusus teknik ini disebut
dengan relief printing. Proses sederhana teknik cetak tinggi ini
adalah sebagaimana dalam cap jari atau cap stempel. Teknik
relief lazim digunakan oleh seniman grafis dengan
menggunakan cukil kayu (woodcut), dan ukir kayu
(woodengraving). Bahan-bahan yang digunakan sebagai acuan
72
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
73
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
5. Desain Grafis
Desain grafis lazim disebut juga desain komunikasi. Oleh
karena desain komunikasi ini menekankan pada aspek rupa
atau visual maka karya seni ini saat ini lebih dikenali sebagai
desain komunikasi visual. Secara lebih khusus penggunaan
desain komunikasi visual dalam dunia perdagangan disebut
seni reklame, advertensi, atau iklan. Intinya pada desain
grafis atau desain komunikasi visual ini ingin menawarkan
suatu produk atau jasa kepada khalayak. Berkenaan dengan
fungsi ini desain komunikasi visual atau seni reklame
tergolong ke dalam seni rupa terapan. Mengenai dimensinya
74
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
75
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
6. Seni Kerajinan
Seni kerajinan sering dipisahkan dengan seni kriya. Kedua-
duanya menitikberatkan keterampilan tangan manusia
dengan ciri fisik karya menekankan pada kerumitan dan
kehalusan. Pemisahan antara seni kerajinan dan seni kriya
disebabkan adanya pandangan bahwa seni kerajinan adalah
produk yang berkembang pada masyarakat kebanyakan atau
rakyat dan diproduksi secara masal serta menitikberatkan
pada fungsi. Sementara seni kriya adalah produk yang
awalnya berkembang di lingkungan istana atau
diciptakan/digagas oleh para seniman dan tidak dibuat
secara masal serta menitikberatkan pada kepentingan estetis.
Namun demikian, pemisahan antara keduanya saat ini sulit
dilakukan, oleh karena secara fisik dan teknis seni kerajinan
dan kriya sama.
Seni kerajinan sangat berkembang di masyarakat, oleh
karena seni kerajinan sering dimanfaatkan untuk
kepentingan praktis sehari-hari, cinderamata, dan juga
76
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
77
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
78
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
79
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
80
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
1. Garis
Garis dikatakan sebagai unsur yang paling elementer di
bidang seni rupa. Dengan hanya meletakkan posisi mata
pensil di atas kertas dan selanjutnya digerakkan, maka jejak
mata pensil itu akan menghasilkan garis. Oleh karenanya ada
yang menyatakan bahwa garis adalah dua buah titik atau jejak
titik-titik yang bersambungan atau berderet. Bertolak dari
pengertian garis yang unsur pembentuknya adalah titik maka
ada yang menyebut titik atau niktah (spot) adalh juga
merupakan unsur visual atau rupa.
Dalam karya seni gambar kemunculan garis ini dapat
dengan mudah ditangkap oleh mata, oleh karena garis dalam
gambar adalah bersifat aktual atau nyata. Seseorang dapat
melihat goresan-goresan pensil, pena, atau karyon. Pada
gambar ini munculnya garis dapat berupa kontur, artinya
garis yang melingkupi atau membatasi objek, dan garis yang
digunakan untuk fungsi lain, misalnya menampilkan gelap
terang (dalam gambar bentuk disebut arsir).
81
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
2. Raut
Raut adalah tampang, potongan, atau bentuk suatu objek.
Raut dapat berbentuk dari unsur garis yang melingkup
dengan keluasan tertentu sehingga membentuk bidang. Raut
juga dapat berarti perwujudan atau perawakan dari suatu
objek, dalam hal ini raut berarti bangun. Dalam pengertian
yang lain raut sering dipahami atau dikenali sebagai bidang
atau bentuk. Jika bidang dipahami sebagai permukaan yang
memiliki luas, dan bentuk dianggap sebagai perawakan atau
perwujudan maka pengertian tersebut tidak menjadi salah.
Memang kondisi raut dapt pipih dan datar seperti bidang
82
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
83
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
3. Warna
Warna merupakan unsur rupa yang memberikan nuansa bagi
terciptanya karya seni. Dengan warna dapat ditampilkan
karya seni rupa yang menarik dan menyenangkan. Contoh
konkrit saja karya foto atau tayangan televisi hitam putih
menjadi tidak menarik jika dibandingkan dengan karya foto
atau tayangan televisi berwarna.
Dengan warna seseorang dapat merasakan kualitas
dari suatu objek. Garis atau raut yang sama dapat memiliki
kualitas yang berbeda jika pada objek itu memiliki warna
yang berbeda. Garis lurus hitam akan berbeda kualitasnya
dengan tarikan garis merah, kuning atau biru. Demikian juga
raut persegi merah akan berbeda kualitasnya dengan raut
persegi kuning, putih atau biru. Dengan warna ini pulalah
tampaknya perupa terutama pelukis dapat menyajikan karya
dengan memanfaatkan unsur ini secara optimal dalam
merepresentasikan objek-objek alam atau sekedar
memadukan raut-taut berwarna itu sendiri.
Warna memang merupakan unsur utama dalam seni
lukis, namun demikian bukan berarti dalam karya lain tidak
memanfaatkan warna. Semua jenis karya seni rupa
memanfaatkan unsur warna. Patung juga memiliki unsur
warna yang ditimbulkan oleh karakter bahan atau sengaja
84
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
85
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
4. Tekstur
Tekstur adalah sifat atau kualitas permukaan. Oleh karena itu
tekstur bisa halus, licin, berkerut dan sebagainya. Tegasnya
tekstur tidak hanya untuk menyebut permukaan yang kasar
atau berkerut saja. Dalam karya seni rupa apakah yang dua
dimensi seperti lukisan atau tiga dimensi seperti patung,
tekstur juga merupakan unsur yang berperanan. Di berbagai
jenis karya seni rupa tekstur mengambil peran sebagai
penentu atau pembeda dari raut. Raut yang sama (persegi
atau bulat) akan berbeda kualitasnya jika yang satu licin dan
yang lainnya kasar, dan sebagainya.
Jika seseorang menikmati suatu karya seni hanya
dengan menggunakan mata akan mendapatkan kesan
86
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
87
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
5. Ruang
Unsur ruang tampaknya lebih berurusan dengan bangun
yang tiga dimensi. Dalam pengertian sehari-hari ruang
diartikan sebagai hal yang melingkupi sesuatu atau rongga
yang berbatas atau terlingkung oleh bidang, misalnya kamar
yang keberadaannya ditentukan oleh empat bidang dinding.
Dalam pengertian yang kedua ruang adalah rongga yang
tidak terbatas, tempat segala yang ada. Alam semesta adalah
termasuk pengertian yang kedua.
Ruang dalam bidang seni rupa adalah unsur yang
menunjukkan kesan keluasan, kedalaman, cekungan, jauh
atau dekat. Dua bidang yang sama jenis, misalnya lingkaran,
akan memberikan kesan yang berbeda jika ukuran kedua
lingkaran itu berbeda. Lingkaran besar akan memberikan
88
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
6. Gelap Terang
Gelap terang adalah berkaitan dengan cahaya, artinya bidang
gelap berarti tidak terkena cahaya, dan yang terang adalah
89
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
90
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
91
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
1. Prinsip Kesatuan
Kesatuan merupakan basis dari prinsip susunan dari unsur-
unsur rupa. Unsur rupa yang meliputi garis, raut, warna,
tektur, ruang, dan gelap terang harus menyatu baik dalam
bentuk (fisik visual) dan tema (isi). Untuk memperoleh kesan
kesatuan atau lazim disebut juga unity memerlukan prinsip
keseimbangan, irama, proporsi, penekanan dan keselarasan.
Oleh karena itu kesatuan sesungguhnya mendasarkan semua
prinsip yang ada.
Kesatuan terbangun dari adanya bagian-bagian.
Namun kesatuan tidak ditentukan oleh kuantitas atau jumlah
bagian, akan tetapi lebih menekankan pada kualitas
hubungan antara bagian-bagian itu. Dengan kata lain karya
seni rupa yang secara kualitatif bagian atau unsurnya telah
menyatu tidak memerlukan tambahan unsur lain atau
sebaliknya unsur yang ada di dalamnya tidak boleh
dihilangkan atau dikurangi. Bagain yang satu dengan yang
lain menjadi saling terikat, saling menentukan, mendukung
dan sistemik membentuk suatu kebulatan utuh karya seni.
Pertimbangan kesatuan ini penting oleh karena
berdasarkan teori psikologi bahwa pengamatan seseorang itu
akan memperoleh suatu kesatuan jika ada kedekatan,
ketertutupan, dan kesamaan. Dalam penerapannya pada
bidang karya seni rupa prinsip kesatuan ini menekankan
pengaturan objek atau komponen objek secara berdekatan
atau penggerombolan unsur atau bagian-bagian. Antarunsur
yang saling menutup, misalnya dua garis lengkung yang
berhadapan akan memperoleh kesatuan dibandingkan
dengan posisi yang berlawanan pada arah yang sama. Bentuk
92
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
2. Prinsip Keseimbangan
Keseimbangan (balance) berkaitan dengan bobot. Dalam
karya-karya seni rupa dua dimensi misalnya gambar atau
lukis penerapan prinsip keseimbangan ini lebih menekankan
pada bobot kualitatif atau disebut juga bobot visual, artinya
berat ringannya objek hanya dirasakan. Sementara pada
karya-karya seni rupa tiga dimensi, misalnya patung,
keseimbangan ini berkaitan juga dengan keseimbangan atau
bobot aktual atau sesuangguhnya. Patung yang berat di
belakang akan dapat roboh kebelakang, jika berat bagian atas
bisa jadi patung itu tidak dapat berdiri.
Penggunaan warna gelap cenderung berat sementara
yang cerah memiliki kesan ringan. Raut yang dibuat dengan
ukuran besar cenderung berkesan berat dibandingkan
dengan yang berukuran kecil. Objek yang ditempatkan di
atas memiliki kesan ringan, akan tetapi jika ditempatkan di
bawah akan berkesan berat. Dengan demikian bobot visual
ini dapat dipengaruhi oleh penggunaan warna, ukuran, atau
kedudukan raut atau objek.
Pada karya-karya seni rupa tradisional, terutama ukir
dan batik, upaya penciptaan keseimbangan ini adalah dengan
membagi bagian permukaan menjadi dua bagian yang sama.
Bagian kanan dan kiri atau atas dan bawah seolah-olah
dipisahkan oleh sebuah garis. Bagian yang satu memiliki
objek gambar yang sama secara berhadap-hadapan dengan
93
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
3. Prinsip Irama
Prinsip irama ditimbulkan dari kesan gerak dari unsur yang
melekat pada karya seni. Sifat atau kesan dari irama dapat
lemah lembut, keras atau lunak secara teratur. Nafas orang,
kicau burung dan sebagainya adalah contoh-contoh irama
dalam kehidupan nyata. Sebagaimana irama dalam
kehidupan, irama dalam karya seni juga dapat timbul jika ada
pengulangan yang teratut dari unsur yang digunakan.
Dengan demikian irama dalam karya seni rupa terjadi dari
94
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
95
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
4. Prinsip Penekanan
Ketika seseorang mengapresiasi karya seni rupa seringkali
menemukan atau terarah pada sesuatu yang paling menarik
perhatian. Sebagaimana jika seseorang mengamati wajah
orang lain, barang kali ada sesuatu yang menarik baginya,
bisa jadi adalah hidungnya, matanya, atau unsur lainnya.
Dalam seni, atau seni rupa khususnya bagian yang menarik
perhatian ini menjadi persoalan prinsip penekanan atau
dengan isilah yang juga sering digunakan adalah prinsip
dominasi. Walaupun ada bagian yang paling menarik
perhatian (centre of interest) pada karya seni rupa atau mungkin
wajah orang itu, bukan berarti bagian yang lain tidak menjadi
penting. Bagian yang lain tetap diperhitungkan sebagai
kesatuan.
Dominasi dalam karya seni rupa dapat dicapai melalui
berbagai alternatif. Misalnya dengan menggerombolkan
beberapa unsur sehingga berdekatan atau menyatu
sedangkan unsur-unsur lain dibiarkan memencar.
Pengaturan yang berbeda baik ukuran atau warna juga dapat
menimbulkan dominasi. Bidang lingkaran besar pada
susunan lingkaran kecil, atau gambar orang dewasa pada
sekelompok anak kecil, warna merah di antara warna kuning
dapat menimbulkan dominasi atau penekanan. Berikutnya,
dominasi dapat dilakukan dengan mengatur arah unsur,
gerakan unsur sehingga menunjuk pada pusat perhatian yang
diharapkan, misalnya jika dominasi itu diharapkan di tengah
maka unsur-unsur yang berada pada bagian yang
mengitarinya diupayakan memiliki arah ke tengah.
96
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
5. Prinsip Proporsi
Proporsi adalah perbandingan ukuran antara bagian yang
satu dengan bagian lainnya, oleh karena itu disebut juga
prinsip perbandingan atau kesebandingan. Prinsip proporsi
berkenaan dengan pertimbangan besar kecil, luas sempit,
panjang pendek, atau tinggi rendahnya bagian satu denga
bagian lainnya.
Dalam seni rupa prinsip proporsi ini digunakan untuk
mempertimbangkan perbandingan bidang kertas atau kanvas
dengan objek yang digambar atau dilukis, membandingkan
patung dengan ruang yang ditempati. Kertas gambar yang
lebar dengan objek gambar yang kecil sudah barang tentu
kurang proporsional. Di samping itu, yang penting adalah
proporsi pada objek karya itu sendiri. Pada proses berkarya
perlu senantiasa mempertimbangkan perbandingan antara
bagian satu dengan yang lainnya.
Seringkali prinsip proporsi dikacaukan dengan prinsip
skala. Hal tersebut khususnya dalam kegiatan berkarya seni
rupa yang merepresentasikan kondisi nyata atau
97
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
6. Prinsip Keselarasan
Prinsip keselarasan lazim disebut juga dengan prinsip
harmoni atau keserasian. Seuatu yang selaras, harmonis, dan
serasi adalah timbuk dengan adanya kesamaan, kesesuaian,
dan tidak adanya pertentangan. Demikian juga dalam karya
seni rupa, prinsip keselarasan ini dapat dibuat dengan cara
menata unsur yang mungkin sama, sesuai, dan tidak ada yang
berbeda secara mencolok. Bidang lingkaran lebih selaras jika
dipadukan dengan garis lengkung daripada bidang lingkaran
dipadukan denga garis lurus, oleh karena karakter lingkaran
sesuai dengan garis lengkung.
Di samping menata bentuk atau raut yang sama atau
sesuai, keselarasan dapat menunjuk pada kesesuaian warna,
tekstur dan unsur-unsur lainnya. Pemilihan warna yang
98
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
99
Seni Rupa sebagai Disiplin Ilmu
100
Pengembangan Materi Pembelajaran Seni Rupa
BAB IV
PENGEMBANGAN MATERI
PEMBELAJARAN SENI RUPA
101
Pengembangan Materi Pembelajaran Seni Rupa
102
Pengembangan Materi Pembelajaran Seni Rupa
103
Pengembangan Materi Pembelajaran Seni Rupa
104
Pengembangan Materi Pembelajaran Seni Rupa
105
Pengembangan Materi Pembelajaran Seni Rupa
106
Pengembangan Materi Pembelajaran Seni Rupa
107
Pengembangan Materi Pembelajaran Seni Rupa
108
Pengembangan Materi Pembelajaran Seni Rupa
109
Pengembangan Materi Pembelajaran Seni Rupa
110
Pengembangan Materi Pembelajaran Seni Rupa
111
Pengembangan Materi Pembelajaran Seni Rupa
112
Pengembangan Materi Pembelajaran Seni Rupa
113
Pengembangan Materi Pembelajaran Seni Rupa
114
Pengembangan Materi Pembelajaran Seni Rupa
115
Pengembangan Materi Pembelajaran Seni Rupa
116
Pengembangan Materi Pembelajaran Seni Rupa
pahat atau pisau. Akan tetapi alat-alat juga dapat dibuat atau
memanfaatkan dari alam, misalnya ranting pohon untuk
menoreh, atau batu untuk memukul. Dalam hal teknik,
berkarya seni rupa sangat terbuka. Artinya memberi peluang
untuk senantiasa munculnya teknik baru walaupun secara
umum masing-masing cabang seni memiliki karakteristik
teknik tersendiri.
Alternatif pengembangan materi pembelajaran kreasi
seni rupa antara lain dapat dituangkan dalam berkarya
gambar, lukis, grafis dan patung yang diuraikan berikut.
Pengembangan materi belajar lain masih memungkinkan
untuk dikembangkan oleh karena sesungguhnya pengalaman
belajar yang dikembangkan melalui berbagai aktivitas
berkarya seni rupa sesungguhnya tidak terbatas.
117
Pengembangan Materi Pembelajaran Seni Rupa
118
Pengembangan Materi Pembelajaran Seni Rupa
119
Pengembangan Materi Pembelajaran Seni Rupa
120
Pengembangan Materi Pembelajaran Seni Rupa
121
Pengembangan Materi Pembelajaran Seni Rupa
122
Pengembangan Materi Pembelajaran Seni Rupa
123
Pengembangan Materi Pembelajaran Seni Rupa
124
Pengembangan Materi Pembelajaran Seni Rupa
125
Pengembangan Materi Pembelajaran Seni Rupa
126
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
BAB V
PENDIDIKAN SENI RUPA DALAM
KAJIAN EMPIRIK
125
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
126
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
127
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
128
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
129
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
130
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
131
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
132
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
133
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
134
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
135
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
136
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
137
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
138
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
139
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
140
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
5. Penutup
Sebagai pengakhir dapat ditegaskan bahwa secara konseptual
pendidikan seni rupa dan desain pada lembaga pendidikan
sekolah amat besar perannya dalam mremberikan
pengalaman estetik siswa. Pada gilirannya dengan perolehan
pengalaman tersebut akan terjadi dua kemungkinan,
pertama, lulusan menjadi penikmat yang apresiatif, dan
kedua, lulusan menjadi seniman atau desainer kreatif.
Penikmat yang apresiatif perlu penyiapan program yang
terencana dalam lembaga pendidikan sekolah dengan
141
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
142
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
143
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
144
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
145
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
146
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
147
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
4. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang
secara khusus menggunakan model etnografi sebagaimana
yang diajukan oleh Spradley (1979: 9; 1980: 28-35), dengan
latar kajian SD yang berdasarkan informasi awal sebagai
sekolah yang berhasil dan yang belum berhasil menanamkan
nilai estetik bagi para siswa di Kota Semarang. Indikator
penentuan kriteria tersebut adalah keberhasilan sekolah
dalam pelaksanaan pendidikan seni rupa.
Selanjutnya, sesuai dengan masalah penelitian yang
telah dikemukakan, sasaran kajian penelitian ini adalah
perilaku guru, perilaku siswa, iklim belajar, dan keterkaitan
ketiga gejala tersebut dalam proses penanaman nilai estetik.
Secara khusus sasaran tersebut dikaji dalam lingkup
pendidikan seni rupa.
Observasi berpartisipasi dan wawancara mendalam
dipakai untuk menjolok data sebagaimana sasaran yang
dimaksud. Observasi berpartisipasi dan wawancara
mendalam dipedomani dan dikembangkan sebagaimana
yang diajukan oleh Spradley (1979: 60; 1980: 33), yakni
148
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
149
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
150
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
151
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
6. Rekomendasi
Bertolak dari kenyataan empirik sebagaimana yang telah
dikemukakan di atas, rekomendasi penelitian dikemukakan
sebagai berikut. Saratnya tugas guru kelas --baik yang
152
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
153
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
154
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
155
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
156
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
2. Tinjauan Pustaka
Kajian seni rupa dalam konteks pendidikan, secara umum
dapat dikelompokkan atas dua pandangan yang akhirnya
melahirkan dua pendekatan. Pertama adalah pandangan yang
meletakkan posisi seni rupa sebagai materi belajar dalam
pendidikan, pendidikan dalam seni (education in art), dan
kedua, adalah pandangan yang memposisikan seni rupa
157
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
158
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
159
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
160
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
3. Metode Penelitian
Pendekatan penelitian yang dipilih adalah kualitatif yang
diharapkan dapat diperoleh pemahaman dan penafsiran
secara relatif mendalam tentang tanggapan guru berkenaan
dengan kondisi ideal dan realitas profil pendidikan seni rupa
di SD. Untuk kepentingan tersebut, secara khusus
161
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
162
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
163
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
164
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
165
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
166
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
167
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
168
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
169
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
170
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
5. Penutup
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dapat diambil
simpulan sebagai berikut.
Pertama, realitas pendidikan seni rupa SD di Jawa
Tengah dalam kondisi yang memprihatinkan. Pendidikan
seni rupa tidak atau belum memenuhi fungsi yang
diharapkan, hanya sekedar sebagai pajangan kurikulum,
pengisi waktu luang, dan pelepas lelah guru. Sebagian besar
guru menyajikan materi tidak sesuai kurikulum, sebagian
lainnya sesuai, dan sebagian lagi dengan pengembangan atau
perubahan. Strategi pembelajaran amat bergantung pada
kemauan dan kemampuan guru, yang umumnya
berkecenderungan pada penggunaan satu metode saja, yakni
171
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
172
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
173
Pendidikan Seni Rupa dalam Kajian Empirik
174
DAFTAR PUSTAKA
175
Conrad, G. (1964). The Process of Art Education in the
Elementary School. Englewood, N.J.: Prentice-Hall.
176
Gaitskell, C. D dan Hurwitz, A. (1975). Children and their Art.
New York: Harcourt Brace Jovanovich.
177
Linderman, E. W. dan Linderman, M. M. (1984). Art &
Crafts for the Classroom. New York: Macmillan.
178
------. (1980). Participant Observation. New York: Holt,
Rinehart and Winston.
179
------.(2007). Konsep dan Model Pembelajaran Seni Rupa.
Semarang: Jurusan Seni Rupa FBS Unnes.
180
Woolfolk, A. E. dan Nicolich, L.M. (1984). Educational
Psychology for Teachers. Englewood, N.J.: Prentice-Hall.
181
BIODATA SINGKAT PENULIS
182