Anda di halaman 1dari 13

III.

VALIDASI PEMBERSIHAN
3.1 Pengertian
Validasi Pembersihan (Cleaning Validation) adalah proses untuk
membuktikan bahwa prosedur yang ditetapkan untuk membersihkan suatu
peralatan pengolahan hingga pengemasan primer mampu membersihkan sisa
bahan aktif obat dan deterjen yang digunakan untuk proses pencucian dan juga
dapat mengendalikan cemaran mikroba pada tingkat yang dapat diterima. Selain
itu validasi pembersihan bertujuan agar peralatan/mesin yang dibersihkan tidak
terdapat pengaruh yang negatif karena efek pembersihan. Operator/pelaksana
yang melakukan pembersihan adalah orang yang kompeten, mengikuti prosedur
pembersihan dan peralatan pembersihan yang telah ditentukan.
3.2 Prinsip dan Ruang Lingkup
Prinsip dari validasi pembersihan yaitu tersedianya prosedur pembersihan
yang efektif untuk membersihkan peralatan pengolahan hingga pengemasan
primer yang merupakan hal yang penting untuk mencegah risiko kontaminasi
silang terhadap produk berikutnya yang diproduksi dengan peralatan yang sama.
Kontaminasi dapat bersumber dari:
1. Bahan aktif obat dari produk sebelumnya
2. Bahan pembersih / deterjen
3. Mikroba dari lingkungan
4. Bahan lain (debu, pelumas)
Pembersihan dilakukan setelah pembuatan ataupun pengemasan suatu
produk. Hasil pembersihan yang efektif akan menghilangkan sisa cemaran bahan
aktif obat, sisa deterjen, maupun tingkat cemaran mikroba. Setelah zat penanda
(marker) ditetapkan sesuai tingkat kelarutan maupun toksisitasnya, maka prosedur
penetapan kadar residu disiapkan dan divalidasi.
Pengamatan dan pengujian dilakukan terhadap:
1. Pengamatan secara visual kebersihan permukaan alat yang kontak langsung
dengan produk.
2. Kualitas air bilasan akhir

3. Residu yang diambil secara usap dan / atau bilas.


4. Cemaran mikroba pada permukaan alat yang kontak dengan produk.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan Validasi
Pembersihan yaitu sebagai berikut:
1. Penentuan batas kandungan residu suatu produk, bahan pembersih dan
pencemaran mikroba, secara rasional hendaklah didasarkan pada bahan yang
terkait dengan proses pembersihan. Batas tersebut hendaklah dapat dicapai dan
diverifikasi
2. Harus tersedia metode analisa tervalidasi yang memiliki kepekaan untuk
mendeteksi residu atau cemaran. Batas deteksi masing-masing metode analisis
hendaklah cukup peka untuk mendeteksi tingkat residu atau cemaran yang
dapat diterima.
3. Hendaklah dipertimbangkan juga untuk bagian alat yang tidak bersentuhan
langsung dengan produk.
4. Interval waktu antara penggunaan alat dan pembersihan hendaklah divalidasi
demikian juga antara pembersihan dan penggunaan kembali. Hendaklah
ditentukan metode dan interval pembersihan
5. Untuk mesin yang sama (merek, jenis) hanya salah satu yang harus divalidasi.
Jika dalam proses menggunakan rangkaian mesin yang berbeda secara
berkelanjutan (in line machine), masing-masing mesin harus tetap divalidasi
secara terpisah. Jika rangkaian mesin merupakan kombinasi mesin yang
permanen, validasi bisa dilaksanakan bersama-sama.
3.3 Penetapan Senyawa Marker (active substance) yang Divalidasi
Dalam menentukan senyawa marker yang digunakan untuk pelaksanaan
validasi pembersihan, harus dilakukan kajian terhadap active substance yang
digunakan berdasarkan nilai risiko-nya.
3.4 Metode Pengampilan Sampel (Cuplikan)
Metode pengambilan sampel (cuplikan) adalah sebagai berikut:
1. Metode Apus (swab sampling method)

Prinsip metode ini yaitu residu diperoleh dengan mengapus (swab) secara
langsung pada permukaan alat/ruangan yang kontak dengan produk. Hasil
swab dianalisis untuk kandungan residu setelah melalui proses ekstraksi atau
untuk kandungan mikroorganisme setelah melalui kultur mikroba dan inkubasi.
Metode ini merupakan metode pengambilan sampel dengan cara menggunakan
bahan apus (swab material) yang dibasahi dengan pelarut yang langsung dapat
menyerap residu dari permukaan alat. Bahan yang digunakan untuk sampling
harus kompatibel dengan solvent dan metode analisanya, tidak ada sisa-sisa
serat yang mengganggu analisa, serta ukuran material harus disesuaikan
dengan area sampling. Sedangkan bahan pelarut (solvent), harus disesuaikan
dengan spesifikasi bahan yang diperiksa dan tidak mempengaruhi stabilitas
bahan yang diuji. Sebelum dilakukan validasi, harus dilakukan pemeriksaan/
uji perolehan kembali (recovery test) dengan larutan yang diketahui kadarnya.
2. Metode Pembilasan Terakhir (Rinse sampling method)
Prinsip dari metode ini yaitu residu diperoleh dengan mengumpulkan pelarut
pembilas yang telah kontak dengan permukaan alat dimana produk diproses.
Hasil bilas kemudian dianalisis untuk kandungan residu dan atau kandungan
mikroba. Umumnya dilakukan untuk alat/mesin yang sulit dijangkau dengan
cara apus (banyak pipa, lekukan, dan lain-lain). Pelarut pembilas harus tidak
boleh menyebabkan penguraian/degradasi residu. Pelarut pembilas harus
kontak dengan permukaan alat dalam waktu yang cukup agar residu dapat larut
sempurna.
3. Metode dengan menggunakan placebo
Prinsip dari metode ini yaitu residu diperoleh dari batch produk plasebo yang
dibuat dengan cara simulasi dalam kondisi yang sebenarnya. Contoh produk
sepanjang proses produksi melalui suatu rangkaian alat kemudian dianalisis
untuk kandungan residu atau kandungan mikroorganisme. Pengambilan sampel

yang dilakukan dengan cara pengolahan produk yang bersangkutan tanpa


bahan aktif dengan peralatan yang sudah dibersihkan kemudian dianalisa.
3.4 Penetapan Kadar Cemaran Bahan Aktif Obat (BAO)
Dalam rangka mengevaluasi prosedur pembersihan, penting untuk
menetapkan tingkat cemaran bahan aktif obat yang dapat diterima. Total cemaran
pada peralatan dapat dihitung berdasarkan hasil usap atau bilas yang mewakili
seluruh permukaan.
3.4.1 Pendekatan Skenario Terburuk
Perhitungan cemaran dilakukan secara terpisah untuk setiap alat yang
dipakai dalam proses pengolahan produk hingga pengemasan primer. Tingkat
cemaran bahan aktif obat dihitung berdasarkan luas permukaan alat yang kontak
dengan produk dan ukuran bets terkecil yang pada proses berikutnya setelah
proses pembersihan alat.
3.4.1 Penetapan Cemaran Mikroba
Efektifitas prosedur pembersihan untuk mengendalikan tingkat cemaran
mikroba dengan menguji kebersihan permukaan setelah proses pembersihan alat
dan pembilasan akhir. Cemaran mikroba diperiksa setelah proses pencucian
maupun pada akhir penetapan lamanya status bersih. Sampel untuk pengujian
cemaran mikroba diambil dengan cara usap, rodac plates ataupun dari air bilasan
akhir.
3.4.3 Kriteria Keberterimaan
Kriteria keberterimaan ditetapkan secara rasional berdasarkan risiko
terbawanya sisa bahan aktif obat ke produk lain berikutnya serta risiko cemaran
mikroba.
1. Kebersihan secara visual.Kriteria: tidak tampak sisa pengotor di permukaan
peralatan setelah pembersihan yang mungkin mencemari produk berikutnya.
2. Tingkat cemaran bahan aktif obat

Bila lebih dari satu produk diproses dengan peralatan yang sama, Batas
ditetapkan sebagai Maximum Allowable Carryover (MACO) untuk penetapan
residu bahan aktif obat.
3. Penetapan Batas Cemaran
Batas paling ketat diambil berdasarkan ketentuan:
a. Dosis terapetik harian
Bila dosis perhari dari produk yang dibuat berikutnya dan produk yang
dibuat sebelum pencucian alat diketahui, maka perhitungan MACO
diperhitungkan sebagai bagian dari Minimum Single Dose (MSD) dari
produk (X) yang akan dihilangkan dalam Maximum Daily Dose (MDD)
dari produk berikutnya (Y).
b. Data toksisitas Catatan Umum
Menghasilkan angka carry over yang sangat tinggi dan tidak dapat diterima,
MACO dibatasi pada 1000 mg/kg. Data toksisitas dapat digunakan untuk
menghitung MACO jika dosis terapetik tidak tersedia (misal untuk bahan
antara atau prekursor). Dihitung dengan persamaan berikut:
c. Batas Umum 10 ppm
Secara umum tidak lebih dari 10 mg/kg (=10 ppm) zat penanda (marker)
yang

harus

dibersihkan

dari

produk

sebelumnya

Batas

visual

Batas visual ditetapkan 100 g/ 25 cm2.


d. Deterjen
Gunakan deterjen dengan komposisi yang diketahui. Bila tidak diketahui,
deterjen food grade dipilih yang diketahui tingkat toksisitasnya.
e. Batas Cemaran Mikroba (MAML : Maximum Allowable Microbial Limits)
Batas Cemaran Mikroba dihitung dengan mengacu pada ukuran. Contoh
seluas 25 cm. Batas berikut dipakai sebagai acuan:

3.5 Laporan Validasi Prosedur Pembersihan


Laporan Validasi memuat:
1. Hasil pengujian yang dilaksanakan sesuai protokol.
2. Evaluasi dan perbandingan terhadap hasil uji yang diharapkan dari kriteria
keberterimaan.
3. Evaluasi terhadap adanya penyimpangan dari protokol serta tindakan koreksi
yang diambil.
4. Dafter referensi bila diperlukan.
5. Laporan dievaluasi dan disetujui oleh Manajer Produksi, Teknik dan Pemastian
Mutu.
IV. KUALIFIKASI
4.1 Pengertian
Kualifikasi merupakan istilah yang digunakan untuk validasi terhadap
mesin, peralatan produksi maupun sarana penunjang. Jadi Kualifikasi diartikan
sebagai kegiatan pembuktian bahwa perlengkapan, fasilitas atau sistem yang
digunakan dalam suatu proses/sistem akan selalu bekerja sesuai dengan kriteria
yang diinginkan dan konsisten serta menghasilkan produk sesuai dengan
spesifikasi yang telah ditentukan.
Kualifikasi mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang merupakan
langkah pertama (first step) dalam pelaksanaan validasi di industri farmasi.
Seluruh kegiatan validasi di industri farmasi diawali dengan pelaksanaan program
kualifikasi ini. Validasi metode analisa, validasi proses produksi, validasi proses

pengemasan, serta validasi pembersihan tidak bisa dilakukan tanpa melakukan


kualifikasi mesin, peralatan produksi serta sarana penunjang terlebih dahulu,
seperti terlihat pada gambar Hierarki Validasi berikut ini :

Gambar 1. Hirarki Validasi


4.2 Tingkatan Kualifikasi
Tingkatan kualifikasi mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang terdiri dari
empat tingkatan, yaitu :
1. Kualifikasi Desain (Design Qualification/DQ)
Kualifikasi Desain (KD) adalah unsur pertama dalam melakukan
validasi terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru. Kualifikasi Desain (KD)
diartikan sebagai dokumen yang memverifikasikan bahwa desain dari fasilitas,
sistem dan peralatan sesuai untuk tujuan yang diinginkan.
Tujuan Design Qualification (DQ) adalah untuk menjamin dan
mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan atau sarana penunjang yang
akan dipasang atau dibangun (rancang bangun) sesuai dengan ketentuan atau
spesifikasi yang diatur dalam ketentuan CPOB yang berlaku. Jadi DQ
dilaksanakan sebelum mesin, peralatan produksi atau sarana penunjang
(termasuk bangunan untuk industri farmasi) tersebut dibeli /dipasang/dibangun.

Sasaran/target dari pelaksanaan DQ adalah:


a. Memastikan bahwa sistem atau peralatan atau bangunan yang akan
dipasang atau dibangun (rancang bangun) sesuai dengan ketentuan yang
tercantum dalam CPOB (GMP complience).
b. Memastikan bahwa sistem atau peralatan atau bangunan yang akan
dipasang atau dibangun (rancang bangun) memperhatikan aspek aspek
keamanan dan kemudahan operasional (HAZOPs Hazard and Operation
Studies).
c. Memastikan bahwa sistem atau peralatan atau bangunan, telah dilengkapi
dengan modul desain, gambar teknis dan spesifikasi produk secara
lengkap.
d. Khusus untuk bangunan industri farmasi, rancang bangun/Rencana Induk
Pembangunan (RIP) sudah mendapat persetujuan dari Badan POM.
2. Kualifikasi Instalasi (Installation Qualification/IQ)
Kualifikasi Instalasi (KI) adalah dokumentasi yang memverifikasikan
bahwa seluruh aspek kunci dari instalasi peralatan atau sistem telah sesuai
dengan tujuan desainnya dan mengikuti rekomendasi yang diberikan oleh
industri pembuat. Kualifikasi Instalasi (KI) dilakukan terhadap fasilitas, sistem
dan peralatan baru atau yang dimodifikasi.
Tujuan Installation Qualification (IQ) adalah untuk menjamin dan
mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan yang diinstalasi sesuai
dengan spesifikasi yang tertera pada dokumen pembelian, manual alat yang
bersangkutan dan pemasangannya dilakukan memenuhi spesifikasi yang telah
ditetapkan. Jadi IQ dilaksanakan pada saat pemasangan atau instalasi mesin
atau peralatan produksi atau sarana penunjang.
Kualifikasi Instalasi mencakup, tapi tidak terbatas pada hal berikut:
a. Instalasi peralatan, pipa dan sarana penunjang dan instrumentasi sesuai
dengan spesifikasi dan gambar teknik yang didesain
b. Pengumpulan dan penyusunan dokumen pengoperasian dan perawatan
peralatan dari pemasok

c. Ketentuan dan persyaratan kalibrasi; dan


d. Verifikasi bahan konstruksi.
Sasaran/target dari pelaksanaan IQ adalah :
a. Memastikan bahwa sistem atau peralatan telah dipasang sesuai rencana
desain yang telah ditentukan (GMP complience).
b. Memastikan bahwa bahan dan konstruksi peralatan telah sesuai dengan
spesifikasi yang telah ditentukan (jenis baja anti karat, kemudahan
pembersihan, dan lain-lain).
c. Memastikan ketersediaan perlengkapan pengawasan (alat kontrol) dan
pemantauan (monitor) sesuai dengan penggunaannya.
d. Memastikan sistem atau peralatan aman dioperasikan serta tersedia sistem
atau peralatan pengaman yang sesuai.
e. Memastikan bahwa sistem penunjang, misalnya listrik, air, udara, dan lainlain telah tersedia dalam kualitas dan kuantitas yang memadai sesuai
dengan penggunaannya.
f. Memastikan bahwa kondisi instalasi dan sistem penunjang telah tersedia
dan terpasang dengan benar.
3. Kualifikasi Operasional (Operational Qualification/OQ).
Kualifikasi Operasional (KO) diartikan sebagai dokumentasi yang
memverifikasikan bahwa seluruh fasilitas, sistem dan peralatan yang telah
diinstalasi atau dimodifikasi berfungsi sesuai rancangan pada rentang
operasional yang diantisipasi.
Kualifikasi Operasional dilakukan setelah Kualifikasi Instalasi selesai
dilaksanakan, dikaji dan disetujui. KO mencakup, tapi tidak terbatas pada hal
berikut:
a. Pengujian yang perlu dilakukan berdasarkan pengetahuan tentang proses,
sistem dan peralatan; dan
b. Pengujian yang meliputi satu atau beberapa kondisi yang mencakup batas
operasional atas dan bawah, sering dikenal sebagai kondisi terburuk (worst
case).

Tujuan

Operational

Qualification

adalah

untuk

menjamin

dan

mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan yang telah diinstalasi


bekerja (beroperasi) sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan.
Sasaran/target dari pelaksanaan OQ adalah :
a. Memastikan bahwa sistem atau peralatan bekerja sesuai rencana desain
dan spesifikasi.
b. Memastikan bahwa kapasitas mesin atau peralatan secara actual dan
operasional telah sesuai dengan rencana design yang telah ditentukan.
c. Memastikan bahwa parameter operasi yang berdampak terhadap kualitas
produk akhir telah bekerja sesuai dengan rancangan design yang telah
ditentukan.
d. Memastikan bahwa langkah operasi (urutan tata cara kerja) berdasarkan
petunjuk operasional, telah sesuai dengan waktu dan peristiwa dalam
operasi secara berurutan.
Penyelesaian KO yang berhasil, mencakup finalisasi kalibrasi, prosedur
operasional dan prosedur pembersihan, pelatihan operator dan persyaratan
perawatan preventif. Setelah selesai KO maka pelulusan fasilitas, sistem dan
peralatan dapat dilakukan secara formal.
4. Kualifikasi Kinerja (Performance Qualification/PQ).
Kualifikasi

Kinerja

(KK)

merupakan

dokumentasi

yang

memverifikasikan bahwa fasilitas, sistem dan peralatan, yang telah terpasang


dan difungsikan, dapat bekerja secara efektif dan memberi hasil yang dapat
terulang, berdasarkan metode proses dan spesifikasi yang disetujui.
KK dilakukan setelah KI dan KO selesai dilaksanakan, dikaji dan
disetujui. KK mencakup, tapi tidak terbatas pada hal berikut:
a. Pengujian dengan menggunakan bahan baku, bahan pengganti yang
memenuhi spesifikasi atau produk simulasi yang dilakukan berdasarkan
pengetahuan tentang proses, fasilitas, sistem dan peralatan;
b. Uji yang meliputi satu atau beberapa kondisi yang mencakup batas
operasional atas dan bawah.

Sasaran/target dari pelaksanaan PQ adalah :


a. Memastikan bahwa sistem atau peralatan yang digunakan bekerja sesuai
dengan yang diharapkan dan spesifikasi yang telah ditetapkan.
b. Pada umumnya pelaksanaan dilakukan dengan Placebo (kondisi ini
dilakukan pada saat pelaksanaan Kualifikasi Operasional/KO)
c. Selanjutnya dengan menggunakan produk (obat) dan pada kondisi
produksi normal.
Masing-masing pelaksanaan kualifikasi harus dilakukan secara urut dan
berkesinambungan. Artinya, dalam pelaksanaan kualifikasi dimulai dari Design
Qualification (DQ) dulu, baru kemudian Installation Qualification (IQ),
Operational Qualification (OQ) dan yang terakhir Performance Qualification
(PQ), tidak bisa dibolak-balik.
V. KALIBRASI
Kalibrasi adalah kegiatan untuk menentukan kebenaran konvensional
penunjukkan instrumen ukur dan bahan ukur dengan cara membandingkannya
terhadap standar ukurannya yang ditelusuri (traceable) ke dalam standar nasional
atau internasional (Dewan Standardisasi Nasional, 1990). Sementara menurut
Permenkes No. 363 Tahun 1998, kalibrasi adalah kegiatan penerapan untuk
menentukan kebenaran nilai penunjukan alat ukur dan data bahan ukur.
Tujuan dari kalibrasi adalah mencapai ketertelusuran pengukuran. Hasil
pengukuran dapat dikaitkan/ditelusur sampai standar yang lebih tinggi/teliti
(standar primer nasional dan atau internasional), melalui rangkaian perbandingan
yang tak terputus.
Manfaat kalibrasi yaitu sebagai berikut
1. Untuk mendukung sistem mutu yang diterapkan diberbagai industri pada
peralatan laboratorium dan produksi yang dimiliki
2. Mengetahui seberapa jauh perbedaan (penyimpangan) antara harga benar
dengan harga yang ditunjukkan oleh alat ukur.
Prinsip Kalibrasi adalah sebagai berikut:
1. Obyek Ukur (Unit Under Test)

2. Standar Ukur (Alat standar kalibrasi, Prosedur/Metode Standar (mengacu ke


standar kalibrasi internasional atau prosedur yang dikembangkan sendiri oleh
laboratorium yang sudah teruji/diverifikasi))
3. Operator/Teknisi

(Dipersyaratkan

operator/teknisi

yang

mempunyai

kemampuan teknis kalibrasi bersertifikat)


4. Lingkungan yang dikondisikan
gangguan

faktor

lingkungan

(Suhu dan kelembaban selalu dikontrol,


luar

selalu

diminimalkan,

dan

sumber

ketidakpastian pengukuran)
5. Sifat metrologi lain, seperti faktor kalibrasi, kurva kalibrasi.
VI. VERIFIKASI
Verifikasi merupakan suatu uji kinerja metode standar. Verifikasi ini
dilakukan terhadap suatu metode standar sebelum diterapkan di laboratorium.
Tujuan dari verifikasi adalah sebagai berikut:
1.

Membuktikan bahwa laboratorium yang bersangkutan mampu melakukan


pengujian dengan metode tersebut dengan hasil yang valid.

2.

Membuktikan bahwa laboratorium memiliki data kinerja. Hal ini


dikarenakan laboratorium yang berbeda memiliki kondisi dan kompetensi
personil serta kemampuan peralatan yang berbeda.

Didalam verifikasi metode, kinerja yang akan diuji adalah keselektifan seperti uji
akurasi (ketepatan) dan presisi (kecermatan). Dua hal ini merupakan hal yang
paling minimal harus dilakukan dalam verifikasi sebuah metode. Akurasi diartikan
sebagai kedekatan hasil analisa terhadap nilai yang sebenarnya. Presisi diartikan
sebagai kedekatan antara sekumpulan hasil analisa. Sedangkan reliabilitas data
adalah gabungan antara presisi dan akurasi.
Hubungan antara akurasi dan presisi dalam uji metode dapat terjadi dalam
empat hal:
1. Akurasi dan presisi sama-sama rendah.
2. Presisi tinggi, akurasi rendah
3. Presisi rendah, akurasi tinggi
4. Akurasi dan Presisi tinggi.

Reliabilatas data (keandalan suatu data) merupakan syarat mutlak yang


harus dimiliki oleh suatu laboratorium analisa. Suatu laboratorium yang
berkualitas harus dapat mengeluarkan data-data yang andal dan dapat dipercaya
(memiliki akurasi dan presisi tinggi).
PUSTAKA
Almuhajirin.

2010.

Verifikasi

dan

Kalibrasi.

Tersedia

di

http://cora-

ajhy.blogspot.com/2010/04/validasi-verifikasi-dan-kalibrasi.html. [diakses
tanggal 23 Februari 2015].
BPOM. 2012. Cara Pembuatan Obat yang Baik. Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia. Jakarta.
Haris,

R.A.

2013.

Kalibrasi,

Kualifikasi

dan

Validasi.

Tersedia

di

http://pharmassip.blogspot.com/2013/06/kalibrasi-kualifikasi-danvalidasi.html. [diakses tanggal 23 Februari 2015]


Priyambodo, B. 2007. Manajemen Farmasi Industri. Global Pustaka Utama.
Yogyakarta.
Priyambodo,

B.

2014.

Validasi

Pembersihan.

Tersedia

https://priyambodo1971.wordpress.com/cpob/kualifikasi-dan-validasi
paradigma-baru/validasi-pembersihan-cleaning-validation/.[diakses
tanggal 23 Februari 2015].

di

Anda mungkin juga menyukai