Anda di halaman 1dari 3

Membuat Sistem Pengelolaan Air Hujan

Juni 13, 2007

Hujan adalah anugerah, tapi jika lingkungan sebagai penampung alami rusak maka
hujan akan menjadi cobaan. Banjir di daerah urban dan longsor di daerah bergunung kembali
akan terjadi. Banjir yang terjadi karena saluran pembuangan yang buruk dan sedikitnya
drainese serta semakin berkurangnya ruang terbuka hijau. Di musim hujan kita seperti
kelebihan air, sangat klise dengan apa yang terjadi di musim kemarau.
Air adalah sumber kehidupan, tapi terlalu banyak atau terlalu sedikit air akan menjadi
ancaman terhadap kehidupan. Bisakah kita menabung air hujan untuk dipanen di kemudian
hari?
The Rainwater Utilization System
Dengan semakin padatnya penduduk, kebutuhan akan air menjadi semakin
meningkat. Seiring dengan itu, dari waktu ke waktu kondisi permukaan air tanah semakin
menurun. Dampak penurunan muka air tanah ini bukan tanpa masalah. Buruknya kualitas air
yang kita konsumsi merupakan salah satu akibat. Apalgi bagi daerah yang mempunyai
ketinggian rendah, seperti pesisir pantai. Akan mendorong terjadinya penyusupan (intrusi) air
laut sehingga air tanah akan berasa payau karena tercampur oleh air laut yang mempunyai
kadar garam yang tinggi. Akibat yang lebih parah adalah amblasnya permukaan tanah (land
subsidence) dan menurunkan daya dukung kota. Kondisi ini akan sangat mempengaruhi
keberadaan bangunan-bangunan tinggi dan prasarana kota.
Ironisnya, di tengah kesulitan air tersebut hujan yang melimpah umumnya dibiarkan saja
terbuang. Hanya sedikit dari masyarakat yang mau memanfaatkannya. Padahal jika air hujan
mau dimanfaatkan, hampir sebagian kebutuhan air dapat ditanggulangi. Seperti untuk
mencuci, mandi, wc, menyiram tanaman, mencuci kendaraan dan lain-lain.

Ada suatu teknologi dimana air hujan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan
kita sehari-hari akan air. Teknologi ini pernah dimanfaatkan oleh Yayasan Mutiara Hujan,
sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak dalam konservasi
hujan. Teknologi tersebut bernama The Rainwater Utilization System.
Secara sederhana sistem teknologi ini meliputi sistem pengumpulan, penyimpanan dan
pemanfaatan hujan. Penampungan hujan dilakukan dengan membuat bak-bak (tandon)
penampungan. Pengoperasian sistem dilakukan dengan sistem pemipaan secara khusus.
Teknologi pemanfaatan hujan ini disusun berdasarkan fungsi-fungsi seperti pengumpulan
hujan, penyimpanan hujan, penentuan syarat hujan, pendistribusian, pengaliran hujan yang
berlebih dan pengisian bak penampungan di musim kering.

Dengan teknologi pemanfaatan hujan ini, masyarakat dapat secara mandiri memenuhi
kebutuhan airnya. Yang tidak kalah penting adalah menjaga kelestarian sirkulasi air alami,
serta menciptakan keharmonisan antara penataan lingkungan perkotaan dan curah hujan.
Menurut perhitungan dari Yayasan Mutiara Hujan, jika misalnya jumlah rumah di suatu
kota sebanyak 2.204.288 buah dengan luas atapnya rata-rata 60 m2 dan curah hujan turun
1800 mm/tahun, maka potensi simpanan air adalah 60m2/rumah x 1,8 m/tahun x 2.204.288
rumah. Artinya, akan ada 238,7 juta m3 air hujan per tahun (Aikon, Sigit Witjaksono,
Pemanfaatan Hujan Untuk Pelestarian Alam). Bayangkan, berarti jumlah ini jauh melebihi
kapasitas produksi PDAM atau setara dengan bendungan raksasa!
Namun, sayangnya teknologi ini belum banyak dilirik masyarakat. Hal ini karena
sedikitnya informasi tentang pemanfaatan air hujan serta tidak lepas dari persepsi masyarakat
tentang hujan. Misalnya sebagian masyarakat menganggap bahwa hujan tidak dapat
digunakan untuk minum, sehingga mereka menolak untuk memanfaatkannya. Yang kedua,
masyarakat belum atau tidak terbiasa menggunakan hujan sebagai sumber air bersih untuk
kegunaan selain air minum. Bersamaan dengan itu, di kalangan perencanaan bangunan dan
kebijakan juga masih menganggap bahwa hujan tidak bisa dimanfaatkan sebagai sumber
penyediaan air karena teknologinya belum mereka ketahui.
Coba bayangkan, kalau saja rumah tinggal, kompleks perumahan, tempat ibadah,
gedung-gedung perkantoran, taman dan jalan-jalan perkotaan dimanfaatkan untuk dibuatkan
teknologi pemanfaatan hujan. Setidaknya dapat menjadikan masalah air di tahun-tahun
mendatang dapat diatasi. Sebab, di era pembangunan saat ini, kota-kota di Indonesia
termasuk dalam kategori daerah kekurangan air dalam batas ambang kebutuhan. Dalam
pengertian ini, daerah perkotaan akan selalu dilanda kekeringan di musim kemarau. Jika
sudah begini, jadilah air seharga m

PERENCANAAN DAN MODIFIKASI PENERAPAN


TEKNOLOGI PEMANENAN AIR HUJAN (RAIN
WATER HARVESTING) SEBAGAI ALTERNATIF
PEREDUKSI GENANGAN BANJIR DAN PENYEDIAAN
AIR BERSIH SKALA RUMAH TANGGA Studi Kasus di
Gampong Lancang Garam Kota Lhokseumawe
Penulis

Faisal
Pembimbing: Dr.Ing Ir. Agus Maryono

ABSTRACT: Implementation of rainwater harvesting technology is important to be an alternative


extensive application of fresh water resources. It avoiding water shortage problem in household.
This technology can reduce flood that affected from rain water overflows. In massive
implementation of this technology is not only usefull to warding off the flood, but also to cutting
corner the PDAM's water consumtion. The prototype of this technology has been implemented in
Gampong Lancang Garam district, in Lhokseumawe City. It contain 85.78 m2 of roof sample area
from 0.15 km2 of total area. The prototype has compiled from catching roof, rain-gutter containers,
leaf filters, dust-blocker filters, storage tanks, distribution pipelines, and fresh water filters that
containing quartz sand, charcoal, small pebbles, gravel medium and sponges. The implementation
result indicated that the prototype has recieve about 2,574 m3 of rain water proper in top-level
rainfall storm on December 1st 2012. This is equivalent to 9,373 m3 per month in December 2012
and saving Rp.73,493,- on fresh water cost in the same time. In other word, it can receive
approximatly 4,432 m2 of fresh water supply per month, or equivalent to 53,184 m2 of fresh water
supply per year. This floodwater conservation can be effective to reduce puddle from rain water if
implemented on every house with total 47,040 m2 of rain water catching area in Gampang
Lancang Garam district. According to the standard of The Ministry of Health, the rain water sample
from this implementation has been classified to Grade B of The Fresh Water Criteria.
INTISARI: Penerapan teknologi pemanenan air hujan penting sebagai alternatif sumber daya air
yang dapat dipraktekkan secara luas. Masalah kekurangan air pada skala rumah tangga dapat
dihindari. Selain itu, teknologi ini secara langsung dapat mereduksi banjir akibat limpasan hujan.
Penerapan teknologi panen hujan secara massal dapat menjadi solusi untuk mengatasi banjir
sekaligus menghemat pemakaian air bersih yang bersumber dari PDAM. Rancangan modifikasi
terhadap rancangan alat pemanenan air hujan skala rumah tangga dilakukan di Gampong Lancang
Garam Kota Lhokseumawe dengan luas wilayah 0,15 km2 dan luasan atap seluas 85,78 m2.
Rancangan teknologi pemanenan air hujan ini terdiri dari atap penangkapan, talang penampung
hujan, saringan daun, saringan penghalau debu, tangki penampungan, jaringan pipa distribusi,dan
saringan bahan baku air minum. Komposisi saringan pada rancangan saringan bahan baku air
minum terdiri atas pasir kuarsa, arang tempurung, kerikil kecil, kerikil sedang dan spon. Hasil
perhitungan dari penerapan rancangan pada luasan atap tangkapan dapat menampung air hujan
sebanyak 2,574 m3 pada curah hujan tertinggi pada 1 Desember 2012. Nilai ini setara dengan
9,373 m3/bulan Desember 2012 dengan penghematan pengeluaran air PDAM sebesar Rp 73.493,pada bulan tersebut. Dengan demikian, pemanenan air hujan yang dirancang dapat menampung
air bersih sebanyak rata-rata 4,432 m3/bulan dan 53,184 m3/tahun. Konservasi dan genangan air
yang dapat direduksi akan sangat berdampak jika teknologi ini diterapkan pada seluruh rumah
hunian di Gampong Lancang Garam dengan total area penangkapan hujan seluas 47070 m2. Hasil
uji sampel air hujan yang diperoleh setara dengan standar golongan B yang ditetapkan
kementerian kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai