Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TEMPOROMANDIBULAR DISORDER DALAM


KEDOKTERAN GIGI

Kedokteran gigi pertama kali dinilai berwewenang di dalam wilayah


TMDs secara luas adalah dengan terbitnya sebuah artikel yang ditulis oleh Dr
James Costen, seorang otolaryngologist, pada tahun 1934. Berdasarkan 11 kasus,
Costen menyimpulkan bahwa profesi dokter gigi mempunyai kompetensi untuk
melihat perubahan kondisi gigi dalam kaitannya dengan berbagai gejala telinga.
Tidak lama setelah artikel Costen itu, klinisi mulai mempertanyakan tentang
akurasi kesimpulan Costen mengenai etiologi dan perawatan kasus ini. Meskipun
sebagian besar, atau hampir semua kalangan luas percaya, bahwa proposal Costen
ini telah terbukti. Pendapat ini membuahkan rangsangan bagi para profesi dokter
gigi untuk lebih memperdalam lagi mengenai penatalaksanaan TMDs ini. Pada
akhir 1930-an hingga 1940-an, hanya beberapa dokter gigi yang tertarik dalam
menangani masalah nyeri TMDs ini. Terapi yang paling umum yang dilakukan
pada saat itu adalah membuatkan peralatan galangan gigit, hal ini yang pertama
kali disarankan dan dijelaskan oleh Costen sendiri. Pada akhir 1940-an hingga
1950-an, profesi dokter gigi mulai mempertanyakan peralatan galangan gigit
sebagai terapi pilihan untuk disfungsi TemporoMandibula Joint itu. Pada saat ini
terlihat bahwa profesi dokter gigi mulai meneliti lebih dekat lagi mengenai
gangguan oklusal sebagai faktor etiologi utama dari keluhan TMDs.
Penyelidikan ilmiah mengenai TMDs yang pertama, dimulai pada tahun
1950.

Studi

ilmiah

awal

menunjukkan
3

bahwa

kondisi

oklusal

dapat

mempengaruhi fungsi otot pengunyahan. Studi elektromiografi digunakan untuk


mengkorelasikan hubungan fungsi otot pengunyahan dan kondisi oklusal ini. Pada
akhir 1950-an diterbitkan buku pelajaran pertama yang ditulis mengenai disfungsi
pengunyahan. Kondisi yang digambarkan pada waktu adalah kondisi yang paling
umum, yaitu nyeri karena gangguan otot pengunyahan. Penyebab gangguan ini
pada umumnya dianggap adalah disharmoni oklusal. Oklusi dan (kemudian) stres
emosional merupakan hal yang cukup diterima sebagai faktor etiologi utama dari
gangguan fungsional sistem pengunyahan pada era tahun 1960 dan 1970-an.
Kemudian pada tahun 1970 terjadi ledakan minat dalam menangani kasus TMDs.
Hal yang sama juga terjadi seputar informasi yang didapat oleh profesi dokter gigi
tentang gangguan nyeri yang timbul karena sumber intrakapsular. Informasi ini
menjadi titik awal pemikiran dan arah para profesi klinisi dalam mendalami
bidang TMD. Tahun 1980 bahwa para profesi klinisi mulai menyadari sepenuhnya
dan menghargai kompleksitas TMDs. Para profesi dokter gigi saat ini meneliti
lebih jauh mengenai penatalaksanaan kompleksitas TMDs ini. Hal ini bertujuan
untuk menentukan peran yang tepat dalam perawatan TMDs dan nyeri orofacial.

2.1 STUDI EPIDEMIOLOGI GANGGUAN TEMPOROMANDIBULAR


Pada penelitian tentang kaitan TMDs dalam praktek kedokteran gigi, yang
pertama kali harus diperhatikan adalah apakah banyak terjadi masalah TMDs
pada masyarakat luas? Kedua, apakah TMDs ini berkaitan dengan struktur yang
dirawat oleh dokter gigi?. Jika terdapat tanda dan gejala disfungsi pengunyahan
yang umum ditemui pada masyarakat, maka TMDs menjadi masalah penting yang

perlu ditangani. Penelitian ini akan memperhatikan tanda-tanda dan gejala yang
sering didapati.
Jika gejala TMDs terbukti sering terjadi, maka yang berikutnya harus
ditanyakan adalah, "Apakah etiologi TMDs?, dan apakah TMDs dapat dirawat
dengan terapi yang biasa dilakukan oleh dokter gigi?" Pertanyaan tentang etiologi
perlu dibahas saat ini, karena merupakan dasar dalam memahami peran dokter
gigi dalam menangani TMDs.
Pada oklusi yang tidak memainkan peran dalam TMDs, maka upaya yang
dilakukan oleh dokter gigi untuk mengubah kondisi oklusal adalah salah arah dan
harus dihindari. Hal ini menjadi jelas bahwa pertanyaan ini menjadi sangat
penting bagi profesi dokter gigi. Salah satu tujuan dari bab ini adalah untuk
menggali lebih dalam tentang TMDs melalui studi ilmiah yang akan memberi kita
wawasan tentang pertanyaan ini.
Angka kejadian mengenai tanda dan gejala yang berhubungan dengan
TMDs dapat diketahui melalui studi epidemiologi. Dorlands Illustrated Medical
Dictionary menggambarkan epidemiologi sebagai studi tentang faktor yang
menentukan dan mempengaruhi frekuensi dan distribusi penyakit, cedera yang
terjadi, dan hal lainnya yang berhubungan dengan peristiwa kesehatan dan
penyebabnya pada populasi manusia yang ditetapkan untuk tujuan membuat
program pencegahan dan pengendalian perkembangan dan penyebaran penyakit.

Table 2-1 Tanda-tanda dan Gejala Temporomandibular Disorder pada populasi penelitian

Penelitian

ini mengungkapkan bahwa prevalensi gangguan fungsional

dalam sistem pengunyahan cukup tinggi, terutama pada populasi tertentu.


Beberapa diantaranya disebabkan oleh pola kontak oklusal. Jika hubungan ini
benar, itu membuat penelitian tentang oklusi adalah bagian penting dalam dunia
kedokteran gigi. Hubungan antara oklusi dan TMD, bagaimanapun juga bukan
merupakan hal yang sederhana. Tabel 2-1 meringkas tentang 57 studi
epidemiologi dari berbagai populasi yang berusaha untuk melihat hubungan
antara oklusi dengan tanda-tanda dan gejala yang berhubungan dengan TMDs
Klinisi mencatat bahwa pada 22 studi tidak menemukan adanya hubungan antara
faktor oklusal dan gejala TMDs, sedangkan 35 studi menemukan hubungan
diantara kedua faktor tersebut.
Dalam menilai 35 studi yang menemukan adanya hubungan antara oklusi
dan TMD, klinisi terus menggali melalui banyak pertnyaan seperti , " Hubungan
oklusal yang bagaimana yang paling banyak berhubungan dengan gejala TMD?".
Untuk dapat melihat peran penting faktor oklusi dalam TMDs, klinisi
harus lebih memahami faktor yang dapat mempengaruhi fungsi dari sistem sangat
pengunyahan yang kompleks.

2.2

PERKEMBANGAN

GANGGUAN

FUNGSIONAL

SISTEM

PENGUNYAHAN
Tanda-tanda dan gejala adanya gangguan dalam sistem pengunyahan terlihat
sebagai gejala yang umum, sehingga pemahaman mengenai etiologi dapat

menjadi suatu hal yang sulit. Tidak ada penyebab tunggal yang dapat
menyebabkan semua tanda dan gejala.
Ada dua hal yang dapat menjelaskan pernyataan ini :
1) Gangguan tersebut memiliki beberapa etiologi dan tidak ada perawatan
tunggal yang dapat berlaku efektif bagi semua etiologi,
2) Gangguan tersebut bukan masalah tunggal tetapi merupakan istilah yang
digunakan secara umum di mana ada beberapa kelainan yang menyertai
TMDs ini.
Banyak kondisi yang dapat mempengaruhi fungsi pengunyahan. Juga, sesuai
dengan struktur yang terlibat, berbagai gangguan dapat terjadi. Untuk
menyederhanakan

bagaimana

gejala

TMD

berkembang,

rumusan

yang

dikemukakan adalah:

Fungsi normal sering terganggu oleh adanya kelainan sistem pengunyahan.


Banyak kejadian kelainan sistim pengunyahan yang dapat ditoleransi oleh sistem
tubuh dan tidak menimbulkan keluhan, hal ini disebabkan oleh karena tidak ada
efek klinis yang terlihat.
Pada keadaan dimana tubuh secara fisiologis dapat mentolerir kelainan,
yang pada keadaan selanjutnya akan menciptakan respon yang timbul dalam
sistem. Respon dari sistem dapat dilihat sebagai berbagai gejala klinis yang terkait
dengan TMDs.

2.3 FUNGSI NORMAL


Sistem pengunyahan adalah suatu unit yang kompleks yang dirancang
untuk melaksanakan tugas-tugas mengunyah, menelan, dan berbicara. Fungsifungsi ini merupakan fungsi dasar bagi makhluk hidup. Tugas ini dilakukan oleh
sistem kontrol yang kompleks dari organ neuromuskuler
Pada saat mengejutkan, input sensorik tak terduga yang diterima, dapat
mengaktifkan mekanisme refleks pelindung, menciptakan penurunan aktivitas otot
di daerah input. Ini adalah refleks nociceptive.

2.4 TOLERANSI FISIOLOGIS


Dokter harus menyadari bahwa tidak semua individu akan menanggapi
dengan cara yang sama untuk suatu keadaan yang sama. Variasi ini mencerminkan
apa yang mungkin dianggap sebagai toleransi fisiologis individu. Setiap pasien
memiliki kemampuan untuk mentolerir peristiwa-peristiwa tertentu tanpa efek
yang merugikan. Toleransi fisiologis belum diselidiki secara ilmiah. Toleransi
fisiologis seorang pasien mungkin dipengaruhi oleh faktor lokal dan sistemik.
Faktor Lokal
Bagaimana sistem pengunyahan merespon faktor-faktor lokal yang
dipengaruhi sebagian oleh stabilitas ortopedi nya? Bab 5 membahas kondisi
sistem pengunyahan yang memperlihatkan hubungan ortopedi paling stabil antara
rahang bawah dan rahang atas. Hal ini dapat disimpulkan sebagai berikut: Ketika
rahang bawah tertutup, dengan kondilus terletak dalam posisi yang paling
superoanterior, menempel pada lereng posterior eminensia artikularis dengan

10

discus terletak pada celah yang benar, bahkan ada kontak yang simultan dari
semua gigi. Pada posisi ini memungkinkan untuk mengarahkan kekuatan kunyah
melalui sumbu panjang gigi-gigi. Dari posisi itu, ketika mandibula bergerak
eksentris, gigi anterior berkontak dan disocclude dengan gigi posterior.
Ketika kondisi ini terjadi,

sistem pengunyahan yang baik mampu

mentolerir keadaan lokal dan sistemik. Di sisi lain, ketika stabilitas ortopedi tidak
sempurna, dapat menjadi penyebab relatif yang tidak signifikan seringkali
mengganggu fungsi dari sistem. Hal ini mungkin menjadi salah satu cara di mana
kondisi oklusal dari gigi mempengaruhi gejala yang berhubungan dengan TMD.
Ketidakstabilan ortopedi bisa mengakibatkan kondisi yang berhubungan dengan
oklusi, sendi, atau keduanya. Kurang baiknyanya stabilitas oklusal dapat
berhubungan dengan faktor genetik, faktor tumbuh kembang, atau iatrogenik.
Ketidakstabilan TMJ juga mungkin berhubungan dengan perubahan bentuk
anatomi normal, seperti perpindahan diskus atau kondisi rematik. Ketidakstabilan
juga dapat timbul karena kurangnya keselarasan hubungan antara interkuspal yang
stabil (ICP) pada gigi dan posisi (MS) sendi musculoskeletally yang stabil.
Faktor sistemik
Beberapa faktor sistemik yang dapat mempengaruhi toleransi fisiologis
pasien. Meskipun secara klinis jelas terlihat, penyelidikan ilmiah dalam bidang ini
belum dapat memastikannya. Setiap pasien memiliki beberapa karakteristik unik
yang membentuknya. Faktor-faktor dasar dalam TMDs cenderung dipengaruhi
oleh genetika, jenis kelamin, dan diet. Faktor sistemik juga dipengaruhi oleh
adanya kondisi lain seperti penyakit akut atau kronis atau bahkan kondisi fisik

11

keseluruhan dari pasien. Efektivitas sistem modulasi nyeri dibahas dalam Bab 2
yang dapat mempengaruhi respon individu untuk sebuah kejadian. Sebagai
contoh, jika sistem penghambatan yang dapat menurunkan modulasi nociceptive
terjadi, sehingga input nociceptive tidak efektif, sistem menjadi lebih rentan
terhadap peristiwa yang dihadapi.

Anda mungkin juga menyukai