Anda di halaman 1dari 6

2.

2 Pengertian Stomatitis Aphthous


Stomatitis aphtosa atau sariawan adalah radang yang terjadi di daerah mukosa
mulut,biasanya berupa bercak putih kekuningan dengan permukaan yang agak cekung, bercak itu
dapat berupa bercak tunggal maupun kelompok. Stomatitis aphthous atau sariawan merupakan
penyakit yang diakibatkan dengan adanya jamur pada mulut dan saluran kerongkongan. Jamur
yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Candida albicans bukanlah jamur yang berbahaya.
Hampir di setiap bagian tubuh kita mengandung jamur ini termasuk di daerah mukosa mulut dan
alat kelamin, namun adanya jamur ini tidak menimbulkan keluhan yang berarti. Dulu jamur ini
lebih dikenal dengan sebutan jamur Monilia. Jamur ini sering menimbulkan keluhan dikarenakan
daya tubuh manusia (imunitas) yang menurun sehingga pertahanan terhadap jamur dan bakteri
lainnya berkurang. Keadaan seperti ini biasanya terjadi setelah pemberian antibiotik dalam
jangka panjang, infeksi virus pada saluran pernapasan, iritasi pada mulut akibat adanya
pemasangan gigi palsu, kawat gigi; diabetes, HIV, kanker serta pemberian pengobatan dengan
kortikosteroid dan penyakit imunodefisiensi (berkurangnya daya tahan tubuh). Dengan demikian
penyakit yang ringan pada mulut ini bisa mengindikasikan penyakit yang lebih berat, oleh karena
itu jangan pernah meremehkan penyakit sariawan ini. Meski penyakit ini tidak begitu berat
namun tetap saja keberadaan penyakit ini dapat mengganggu aktifitas sehari-hari.
Stomatitis adalah peradangan pada mukosa mulut yang bisa mengenai mukosa pipi, bibir
dan langit-langit, lidah dan mukosa oral lainnya. Stomatitis merupakan infeksi yang dapat terjadi
secara tersendiri atau bisa merupakan bagian dari penyakit sistemik.
Recurrent aphthous stomatitis (RAS) adalah lesi mukosa rongga mulut yang paling sering
terjadi, ditandai dengan ulser yang timbul berulang di mukosa mulut pasien dengan tanpa
adanya gejala dari penyakit lain.
Tipe Penyakit
Ada dua tipe utama stomatitis aphthous: stomatitis herpetik akut dan stomatitis aphthous.
Stomatitis tipe herpetik akut biasanya sembuh sendiri, tetapi bisa parah dan pada bayi baru lahir
bisa berakibat fatal. Stomatitis aphthous biasanya sembuh dengan sendirinya dalam 10-14 hari
tanpa bekas.
Stomatitis aphthous ini mempunyai 2 jenis tipe penyakit, diantaranya:
1. Sariawan akut : Bisa disebabkan oleh trauma sikat gigi, tergigit, dan sebagainya. Pada
sariawan akut ini bila dibiarkan saja akan sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari.
2. Sariawan kronis : Akan sulit sembuh jika dibiarkan tanpa diberi tindakan apa-apa. Sariawan
jenis ini disebabkan oleh xerostomia (mulut kering). Pada keadaan mulut kering, kuantitas saliva
atau air ludah berkurang. Akibatnya kualitasnya pun juga akan berkurang. Penyebab dari

xerostomia ini bisa disebabkan gangguan psikologis (stress), perubahan hormonal, gangguan
pencernaan, sensitif terhadap makanan tertantu dan terlalu banyak mengonsumsi antihistamin
atau sedatif.
Secara klinis stomatitis aphtosa ini dapat dibagi menjadi 3 subtipe, diantaranya:
1. Stomatitis aphtosa minor (MiRAS). Sebagian besar pasien menderita stomatitis aphthous
bentuk minor ini. Minor RAS (MiRAS), terjadi lebih dari 80% dari semua kasus RAS yang
ditandai oleh ulser bulat atau oval, dangkal dengan diameter < 10 mm dan dikelilingi oleh
pinggiran yang eritematus. MiRAS biasanya mengenai daerah-daerah non-keratin seperti mukosa
labial, mukosa bukal dan dasar mulut, tetapi tidak mengenai daerah keratin seperti gingiva,
palatum atau dorsum lidah. Sebagian besar terjadi pada masa anak-anak. Lesi berulang dengan
frekuensi yang bermacam-macam, dalam beberapa waktu 1-5 ulser bisa muncul dan sembuh
dalam waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan bekas.
2. Stomatitis aphtosa major (MaRAS). Hanya sebagian kecil dari pasien yang terjangkit
stomatitis aphtosa jenis ini. Namun jenis stomatitis aphtosa pada jenis ini lebih hebat daripada
stomatitis jenis minor (MiRAS). Secara klasik, ulser ini berdiameter kira-kira 1-3 cm, dan
berlangsung selama 4minggu atau lebih dan dapat terjadi pada bagian mana saja dari mukosa
mulut, termasuk daerah-daerah berkeratin. Stomatitis aphthous major ini meninggalkan bekas,
bekas pernah adanya ulser seringkali dapat dilihat penderita MaRAS; jaringan parut terjadi
karena keseriusan dan lamanya lesi. Major RAS (MaRAS), biasa juga disebut periadenitis
mucosa necrotica recurrens yang diderita oleh kira-kira 10% penderita RAS. Bentuk lesi serupa
dengan minor RAS, tetapi ulser berdiameter > 10 mm, tunggal atau jamak dengan menimbulkan
rasa sakit. Demam, disfagia dan malaise terkadang muncul pada awal munculnya penyakit.
Sering terdapat pada bibir, palatum molle dan dapat terjadi pada bagian mana saja dari mukosa
mulut. Ulser berlangsung selama 6 minggu atau lebih dan sembuh dengan meninggalkan
jaringan parut.
3. Herpetiform RAS (HuRAS), terdapat hanya 5-10% dari semua kasus RAS. Nama ini
digunakan karena mirip dengan lesi intraoral pada infeksi virus herpes simplex primer (HSV),
tetapi HSV tidak mempunyai peran etiologi pada HuRAS atau dalam setiap bentuk ulser RAS
lainnya. Bentuk lesi ini ditandai dengan ulser-ulser kecil, berbentuk bulat, sakit, penyebarannya
luas dan dapat menyebar di rongga mulut. 100 ulser kecil bisa muncul pada satu waktu, dengan
diameter 1-3 mm, bila pecah bersatu ukuran lesi menjadi lebih besar. Ulser akan sembuh dalam
waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan bekas Ulserasi Herpetiformis (HU) Istilah herpetiformis
digunakan karena bentuk klinis dari HU (yang dapat terdiri atas 100 ulser kecil-kecil pada satu
waktu) mirip dengan gingivostomatitis herpetik primer, tetapi virus-virus herpes ini tidak
mempunyai peran etiologi pada HU atau dalam setiap bentuk ulserasi aphthous.

Tanda-tanda dan Gejala


Gejala pada umumnya berupa rasa panas atau terbakar yang terjadi satu atau dua hari yang
kemudian bisa menimbulkan luka (ulser) di rongga mulut. Lesi pada mukosa oral didahului
dengan timbulnya gejala seperti terbakar (prodormal burning) pada 2-48 jam sebelum ulser
muncul. Selama periode initial akan terbentuk daerah kemerahan pada area lokasi. Setelah
beberapa jam, timbul papul, ulserasi, dan berkembang menjadi lebih besar setelah 48-72 jam.
Lesi bulat, simetris, dan dangkal, tetapi tidak tampak jaringan yang sobek dari vesikel yang
pecah. Mukosa bukal dan labial merupakan tempat yang paling sering terdapat ulser. Namun
ulser juga dapat terjadi pada palatum dan gingiva.
Bercak luka yang ditimbulkan akibat dari sariawan ini agak kaku dan sangat peka terhadap
gerakan lidah atau mulut sehingga rasa sakit atau rasa panas yang dirasakan ini dapat membuat
kita susah makan, susah minum, ataupun susah berbicara. Penderita penyakit ini biasanya juga
banyak mengeluarkan air liur. Biasanya sariawan ini akan sembuh dengan sendirinya adalam
waktu empat sampai 20 hari. Bila penyakit ini belum sembuh sampai waktu 20 hari maka
penderita harus diperiksa lebih lanjut untuk menentukan apakah ada sel kankernya atau tidak.
Pada stomatitis aphtosa yang berat, dapat digunakan suatu alat pelindung mulut yang bersih
dengan pengolesan anestetik lokal dibawah alat tersebut.
Pada stomatitis aphthous luka tunggal atau multipel yang nyeri pada mukosa bibir, pipi lidah dan
bawah lidah, langit-langit, dan gusi. Lesi awal ditunjukkan dengan ke-merahan, tonjolan (papul)
keras yang cepat erosi menjadi bentuk yang berbatas jelas, luka nekrotik dengan dikelilingi
daerah merah. Luka aphthous kecil berdiameter 2-10 mm dan sembuh spontan dalam 7-10 hari.
Luka aphtosa yang besar berdiameter lebih dari 10 mm, sembuh dalam 10-30 hari. Bentuk ke
tiga luka stomatitis aphtosa tampak seperti herpes. Bentuk ini ditunjukkan dengan beberapa
kelompok lesi 1-2 mm yang bergabung menjadi plak yang sembuh dalam 7-10 hari. Pasien
dengan stomatitis aphthous secara khas mengeluh terbakar, teriritasi dan sedikit bengkak pada
lapisan mukosanya. Biasanya daerah yang paling sering timbul stomatitis aphthous (sariawan) ini
pada daerah mukosa pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah, gusi serta langit-langit dalam
rongga mulut.
Beberapa faktor penyebab yang dapat mengakibatkan terjadinya stomatitis aphthous ,
diantaranya:
1. Hal pertama yang harus dipikirkan adalah keadaan gigi bagi si pasien, karena higiene gigi
yang buruk sering dapat menjadi penyebab timbulnya sariawan yang berulang.
2. Luka tergigit, bisa terjadi karena bekas dari tergigit itu bisa menimbulkan ulsersehingga dapat
mengakibatkan stomatitis aphtosa.
3. Mengkonsumsi air dingin atau air panas.
4. Alergi, bisa terjadi karena kenaikan kadar IgE dan keterkaitan antara beberapa jenis makanan

dan timbulnya ulser. Gejala timbul biasanya segera setelah penderita mengkonsumsi makanan
tersebut
5. Faktor herediter bisa terjadi, misalnya kesamaan yang tinggi pada anak kembar, dan pada
anak-anak yang kedua orangtuanya menderita stomatitis aphtosa.
6. Kelainan pencernaan Gangguan saluran pencernaan, seperti Chorn disease, kolitis ulserativ,
dan celiac disease sering disertai timbulnya stomatitis apthosa.
7. Faktor psikologis (stress), diduga berhubungan dengan produksi kortison di dalam tubuh.
8. Gangguan hormonal (seperti sebelum atau sesudah menstruasi). Terbentuknya stomatitis
aphtosa ini pada fase luteal dari siklus haid pada beberapa penderita wanita.
9. Pada penderita yang sering merokok juga bisa menjadi penyebab dari sariawan. Pambentukan
stomatitis aphtosa yang dahulunya perokok, bebas simtom ketika kebiasaan merokok dihentikan.
10. Jamur, namun biasanya hal ini dihubungkan dengan penurunan sistem pertahanan tubuh
(imuno). Berasal dari kadar imunoglobin abnormal. Abnormalitas immunologis atau hipersensitif
terhadap organisme oral seperti Streptococcus sanguis
11. Pada penggunaan obat kumur yang mengandung bahan-bahan pengering (misal,alkohol,
lemon/ gliserin) harus dihindari.
12. Sedangkan sariawan yang dikarenakan kekurangan vitamin C sangat mungkin terjadi, karena
bagi si pasien yang kekurangan vitamin C dapat mengakibatkan jaringan dimukosa mulut dan
jaringan penghubung antara gusi dan gigi mudah robek yang akhirnya mengakibatkan sariawan.
13. Kekurangan vitamin B dan zat besi juga dapat menimbulkan sariawan.. Namun kondisi
seperti itu dapat diatasi dengan sering memakan buah ataupun makan sayur-sayuran. Penyakit
yang menjangkit ini biasanya dapat menyerang siapa saja dan tidak mengenal umur maupun
jenis kelamin, termasuk pada bayi yang masih berusia 6-24 bulan.
Pada bayi dan anak terjadinya stomatitis atau sariawan sering disebabkan/dipicu oleh :
Makanan/Minuman Panas
Mulut bayi belum sekuat orang dewasa. Jadi hati-hati saat membuatkan
makanan/minuman bagi si kecil. Selalu periksa keadaan suhunya; masih kepanasan atau sudah
cukup hangat untuk diterima mulut mungilnya. Justru anggapan bahwa susu yang memancar
terlalu kencang dari botol bisa memicu terjadinya sariawan ternyata tidak tepat. Kecuali jika susu
tersebut bersuhu tinggi. Jadi penyebabnya bukan kekuatan pancarannya tapi, sekali lagi, karena
suhu yang panas.
Traumatik
Yang dimaksud traumatik di sini, mulut anak terluka oleh sesuatu; entah karena gusinya tergigit
atau terkena gesekan dot yang terlalu keras. Seperti yang sudah disinggung, kejadian luka pada
gusi bayi bisa berkaitan dengan ketidaknyamanan bayi akibat giginya yang baru tumbuh.
Antisipasinya, coba berikan ia teether (mainan khusus untuk digigit-gigit) sehingga rasa tidak
nyamannya dapat berkurang. Gesekan dot yang berkontur agak kasar dan terbuat dari karet yang
keras juga memungkinkan munculnya sariawan. Jadi sebaiknya gunakan dot yang dibuat dari
bahan lunak dan lentur seperti dari silikon.

Zat kimia
Pemakaian obat-obatan yang terlalu lama umpamanya pada bayi yang harus mengonsumsi obat
untuk menyembuhkan vlek pada paru-parunya bisa memunculkan sariawan. Zat kimia yang
dikandung dalam obat bersifat asam. Bila tersisa di mulut bisa memicu sariawan karena proses
pengasaman akan mengundang datangnya bakteri. Untuk itu, sedapat mungkin, setelah
meminumkan obat, minumkan bayi air putih sehingga sisa-sisa obat tidak menempel di gusi
maupun dinding mulut.
Patofisiologi
Tubuh sebenarnya memiliki pertahanan tubuh alamiah terhadap serangan bakteri. Pertahanan ini
disebut dengan sistem laktoperoksidase (LP-sistem). Sistem ini terdapat pada saliva atau ludah.
LP sistem dapat berfungsi sebagai bakteriostatis terhadap bakteri mulut dan bakteriosid terhadap
bakteri patogen jika tersedia ketiga komponennya. Yaitu enzim laktoperoksidase, dosianat, dan
hydrogen peroksida (H2O2). Bakteri di dalam mulut dapat berkembang biak tak terkendali
karena sistem laktoperoksidase yang merupakan pertahanan alami dalam saliva umumnya rusak.
Hal ini dikarenakan seringnya mengonsumsi makanan yang mengandung zat-zat kimia, seperti
perasa, pewarna, pengawet, bahkan yang memakai zat pembasmi hama.
Pemakaian deterjen (sodium laurit sulfat) yang berlebihan dalam pasta gigi juga dapat sebagai
peneyebab dari rusaknya ludah. Bila dalam pemakaian yang berlebihan atau melebihi toleransi
dapat dengan mudah merusak ludah dan menghancurkan sistem pertahanan alami. Tidak hanya
itu, pemakaian antiseptik pada obat kumur atau pasta gigi juga dapat merusakkan LP system,
sebab antiseptik ini bersifat bakteriosid sehingga dapat membunuh semua bakteri yang berada di
dalam rongga mulut, yang dapat mengakibatkan lingkungan mukosa mulut menjadi rusak.
Seperti telah diterangkan bahwa mulut merupakan pintu gerbang masuknya kuman-kuman atau
rangsangan-rangsangan yang bersifat merusak. Dilain pihak mulut tidak dapat melepaskan diri
dari masuknya berbagai jenis kuman ataupun berbagai pengaruh rangsangan antigenik yang
bersifat merusak.
Rangsangan perusak yang masuk sesuai dengan potensinya akan ditanggapi oleh tubuh baik
secara lokal atau sistemik. Tanggapan ini dapat berlangsung wajar, artinya tanggapan-tanggapan
tersebut secara normal dapat dieleminasi melalui aksi fagositosis. Sebenarnya reaksi tubuh
terhadap rangsangan yang merusak itu bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan peradangan
tersebut. Tetapi kadang-kadang reaksi jaringan amat berlebih, melebihi porsi stimulusnya sendiri
sehingga reaksi pertahanan yang tadinya dimaksudkan untuk melindungi struktur dan fungsi
jaringan justru berakhir dengan kerusakan jaringan sendiri.
Dalam keadaan yang tidak wajar, (trauma, stress, dll ) terjadi ketidak seimbangan immunologik
yang melahirkan fenomena alergi dan defisiensi immunologi dengan efek kerusakan-kerusakan
yang menyangkut komponen vaskuler, seluler dan matriks daripada jaringan. Dalam hal ini
sistem imun yang telah dibangkitkan untuk melawan benda asing oleh porsi reaksi yang tidak
seimbang akhirnya ikut merusak jaringan-jaringan sendiri disekitarnya. Misalnya pelepasan

mediator aktif dari aksi-aksi komplemen, makrofag, sel plasma, sel limposit dan leukosit,
histamin, serta prostaglandin.
Pencegahan
Dengan mengetahui penyebabnya, kita diharapkan dapat menghindari terjadinya stomatitis
aphthous (sariawan) ini, diantaranya dengan menjaga kebersihan rongga mulut serta
mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama pada makanan yang mengandung vitamin B12 dan
zat besi. Selain itu, anda juga dianjurkan untuk menghindari stress. Namun bila sariawan selalu
hilang timbul, anda dapat mencoba dengan kumur-kumur air garam hangat dan berkonsultasi
dengan dokter gigi dengan meminta obat yang tepat sariawannya.
Ada beberapa usaha lain yang dilakukan untuk mencegah munculnya sariawan. Misalnya,
menjaga kesehatan umum terutama kesehatan pada mulut, menghindari luka pada mulut saat
menggosok gigi atau saat menggigit makanan, menghindari pasta gigi yang merangsang,
menghindari kondisi stress, menghindari makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin, sering
mengkonsumsi buah dan sayuran, terutama vitamin B, vitamin C, dan zat besi; serta menghindari
makanan dan obat-obatan atau zat yang dapat menimbulkan reaksi alergi pada rongga mulut.

Anda mungkin juga menyukai