Anda di halaman 1dari 43

Uses and Gratification Theory

(Teori Kegunaan dan Gratifikasi)

Sejarah
Teori Kegunaan dan Gratifikasi/kepuasan (Uses and Gratification Theory)
pertama kali di rumuskan oleh Elihu Katz, Jay G. Blumler, dan Michael
Gurevitch(1974). Teori ini menyatakan bahwa seseorang secara aktif mencari
media tertentu dan muatan(isi) tertentu untuk menghasilkan kepuasan(atau hasil)
tertentu.
Awal penelitian teori ini sudah dimulai tahun 1940-an dimana research
masih berfokus pada bagaimana anak-anak memilih bacaan komik dan saat
adanya pemogokan Koran pada masa itu. Pada periode ini muncul ketertarikan
lebih terhadap interpretasi psikologis. Selanjutnya pada tahun 1948 Lasswell
menyampaikan empat intrepretasi fungsional dari media di tingkat macrosociological. Media mencakup fungsi pengawasan, korelasi, hiburan dan transmisi
budaya bagi masyarakat dan individu. Lebih lanjut dalam tahapan awal, Herta
Herzog(1944) dia berusaha membagi alasan-alasan orang melakukan bentukbentuk yang berbeda mengenai perilaku media, seperti membaca surat kabar, dan
mendengarkan radio. Herzog mempelajari mengenai peran dari keinginan dan
kebutuhan khalayak dan ia sering di asosiasikan sebagai pelopor teori kegunaan
dan gratifikasi. Selain itu teori kegunaan dan gratifikasi adalah perluasan dari teori
kebutuhan dan motivasi(Maslow,1970). Dalam teori kebutuhan dan motivasi,
Abraham maslow menyatakan bahwa orang secara aktif berusaha untuk
memenuhi hierarki kebutuhannya.

Penelitian lain yang ada pada tahapan awal ini adalah yang dilakukan
Wilbur Schramm(1954), ia mengembangkan sebuah cara untuk menentukan
mengenai penawaran komunikasi massa mana yang akan dipilih oleh individu
tertentu. Fraksi pemilihan(fraction of selection) menggambarkan secara tepat
proses yang dilalui individu untuk memilih komunikasi massa yang ana yang
akan dipilih :
Janji
Upaya yang
diperlukan

Probabilitas
Imbalan

yang

dimaksudkan

disini

adalah apakah komunikasi massa yang dipilih akan mampu memuaskan individu
yang menonton. Upaya yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sangat
bergantung pada tersedia tau tidaknya media dan kemudahan memanfaatkannya.
Maka dari kedua hal tersebut akan dieroleh suatu probabilitas seleksi dari media
massa tertentu.
Tahap kedua dari perkembangan teori kegunaan dan gratifikasi (kepuasan)
diawali oleh Jay Blumer dan Dennis McQuail(1969), memulai menguraikan
alasan kenapa orang menonton tayangan politik. Mereka menemukan beberapa
motif untuk menonton tayangan politik. Peneliti lainnya(McQuail, Blumler,
&Brown, 1972) menambahkan bahwa penggunaan media dapat dikategorikan
dalam empat pembagian dasar : pengalihan perhatian, hubungan personal,
identitas personal, dan pengawasan. Selanjutnya terdapat tiga peneliti Katz,
Gurevitch, dan Hadassah Haas(1973) mulai menekankan secara khusus
bagaimana orang melihat media massa. Ini dikaitkan dengan kebutuhan individu
terhadap media massa.

Tahapan yang ketiga dan paling baru, peneliti kegunaan dan gratifikasi
tertarik dalam menghubungkan alasan khusus untuk penggunaan media dengan
variable seperti kebutuhan, tuuan, keuntungan dan konsekuensi penggunaan
media, dan factor individual (faber, 2000 ; Greene&Kremar, 2005; Haridakis &
Rubin, 2005 ; Rubin, 1994).
Pembahasan
Seperti yang sudah dituliskan di awal, Teori ini menyatakan bahwa
seseorang secara aktif mencari media tertentu dan muatan(isi) tertentu untuk
menghasilkan kepuasan(atau hasil) tertentu(Katz, Blumer, &Gurevitch, 1974). Ini
berarti dikatakan bahwa pengguna media adalah pihak yang aktif berkomunikasi.
Teori ini merupakan kebalikan dari teori peluru yang mengatakan bahwa audience
atau pengguna media merupakan pihak yang pasif. teori ini juga menyatakan
bahwa media punya pengaruh jahaat dalam kehidupan.
Teori kegunaan dan gratifikasi ada untuk menjelaskan kegunaan dan
fungsi media untuk individu, kelompok, dan masyarakat. Ada tiga tujuan dalam
pengembangan teori kegunaan dan gratifikasi yaitu :

Untuk menjelaskan bagaimana individu menggunakan media massa untuk


memuaskan kebutuhannya

Untuk mencari motif dari individu dalam menggunakan media

Untuk mengidentifikasi konsekuensi positif dan negatif dalam penggunaan


media secara individu
Selain itu, Terdapat lima asumsi yang dasar teori kegunaan dan

gratifikasi(Katz, Blumer, &Gurevitch, 1974), antara lain :

Khalayak aktif dan penggunaan medianya berorientasi pada tujuan

Inisiatif dalam menghubungkan kepuasan kebutuhan pada pilihan media


tertentu terdapat pada anggota khalayak

Media berkompetisi dengan sumber lainnya untuk kepuasan kebutuhan

Orang punya cukup kesadaran diri akan penggunaan media mereka, minat
dan motif sehingga dapat memberikan sebuah gambaran yang akurat
mengenai kegunaan tersebut kepada para peneliti

Penilaian mengenai nilai isi media hanya dapat dinilai oleh khalayak
Kebutuhan dan kepuasan khalayak pengguna media massa ada bermacam-

macam, mereka menyesuaikan atas apa kesukaan diri mereka masing-masing.


McQuail

dan

koleganya(1972)

mengindetifikasi

beberapa

cara

untuk

mengklasifikasikan kebutuhan dan kepuasan khalayak. Klasifikasi kepuasan


khalayak tersebut dapat mencakup Pengalihan (diversion) yang bisa di
identifikasikan sebagai keluar dari rutinitas atau masalah sehari-hari, Hubungan
Personal(personal relationship) ini terjadi jika orang menggunakan media
sebagai ganti temannya, Identitas Personal(personal identity), cara untuk
menekankan nilai-nilai individu, dan Pengawasan (surveillance), mencari
informasi untuk membantu seseorang mencapai sesuatu.
Sedangkan kebutuhan khalayak dapat digolongkan menjadi lima, antara
lain:

Kognitif, kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan informasi,


pengetahuan dan pemahaman mengenai lingkungan. Contoh :
Televisi(menonton berita), film (dokumenter)

Afektif, kebutuhan yang berkaitan dengan penugahan pengalaman


yang

estetis,

menyenangkan,

dan

emosional.

Contoh

Televisi(komedi situasi, drama)

Integrasi Personal, Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan


kredibilitas, kepercayaan, stabilitas dan status individual. Contoh :
video(bagaimana berbicara dengan keyakinan)

Integrasi Sosial, kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan


kontak dengan keluarga, teman dan dunia. Contoh : internet (email,
chat room, dll)

Pelepasan

Ketegangan,

menghindarkan

tekanan,

berkaitan
ketegangan,

dengan
dan

kebutuhan
hasrat

akan

keanekaragaman. Contoh : televisi, radio, film, video, internet

dari klasifikasi diatas tampak jelas bagaimana kebutuhan dan kepuasan


dari khalayak pengguna media massa digolongkan. Setelah ini akan dibahas
bagaimana khalayak aktif yang dimaksudkan dalam teori ini. Khalayak menjadi
sangat penting karena di dalam teori ini khalayak mengambil sebagai pusat
perhataon teori. Berikut ini adalah penggolongan aktivitas yang dilakukan
khalayak aktif, pertama, emdia punya kegunaan untuk orang, dan orang dapat
menempatkan media pada kegunaan tersebut, istilah ini disebut kegunaan(utility),
contoh: mendengarkan radio untuk mendengarkan siaran lalu lintas. Kesengajaan
(intensionality) terjadi ketika motivasi orang menentukan konsumsi mereka akan
isi media. Contoh ketika mereka ingin dihibur, mereka menonton komedi.
Selektivitas(selectivity), yaitu bahwa khalayak menggunakan media dapat

merefleksikan ketertarikan dan prefensi mereka. Contoh : Jika anda suka jazz
mungkin

anda

akan

mendengarkan

suara

Surabaya.

Kesulitan

untuk

mempengaruhi (imperviousness to infuence) menyatakan bahwa khalayak


membentuk pemahaman mereka sendiri dari isi dan bahwa makna mempengaruhi
apa yang mereka pikirkan dan lakukan. Mereka seringkali menghindari pengaruh
media tertentu. Contoh : seseorang memutuskan tetap menggunakan merek sony
untuk barang elektronik karena sudah terlanjur percaya kualitasnya.

Agenda Setting Theory


(Teori Agenda Setting)

Sejarah
Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Maxwell McCombs dan Donald
L.Shaw. teori ini muncul sekitar tahun 1973 dengan publikasi pertamanya
berjudul The Agenda Setting Function of The Mass Media Public Opinion
Quarterly No.37. Teori ini dikembangkan sebagai studi pada pemilihan presiden
1968 di mana Demokrat berkuasa Lyndon B. Johnson digulingkan oleh
penantangnya dari Republik Richard Nixon. Dalam pemilihan ini ditemukan
hubungan yang tinggi antara penekanan berita dengan bagaimana berita itu dinilai
tingkatannya oleh pemilih. Meningkatnya nilai penting suatu topik berita pada
media massa menyebabkan meningkatnya nilai penting topik tersebut bagai
khalayaknya.

Pembahasan
Secara singkat teori agenda setting ini mengatakan media(khususnya
media berita) tidak selalu berhasil memberitahu apa yang kita pikir, tetapi media
tersebut benar-benar memberithau kita berpikir tentang apa(Cohen, 1963).
Dua asumsi dasar yang paling mendasari penelitian tentang penentuan agenda
adalah:
(1) Masyarakat pers dan mass media tidak mencerminkan kenyataan;
mereka menyaring dan membentuk isu; (2) konsentrasi media massa hanya pada

beberapa masalah masyarakat untuk ditayangkan sebagai isu-isu yang lebih


penting daripada isu-isu lain;
Dengan kata lain, Agenda Setting menggambarkan betapa powerful-nya
(pengaruh) media, terutama dalam kemampuannya menunjukkan kepada kita.
Dengan demikian, teori ini mengandung asumsi bahwa media tidak semata-mata
mengabarkan informasi dan opini, melainkan lebih daripada itu, juga menyeleksi
dan menentukan informasi maupun opini tersebut. Artinya, media sebenarnya
hanya berkonsentrasi pada isu-isu tertentu yang jumlahnya mungkin sedikit, dan
kemudian membuat audiens menerima bahwa memang itulah isu-isu yang lebih
penting dibandingkan isu-isu lainnya yang banyak sekali.
Menurut William Dunn (1990), isu kebijakan merupakan produk atau
fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun
penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa masuk menjadi
suatu agenda kebijakan.
Ada beberapa Kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan
publik diantaranya:
1.

Telah mencapai titik kritis tertentu jika diabaikan, akan menjadi ancaman yang
serius

2.

Telah mencapai tingkat partikularitas tertentu berdampak dramatis

3.

Menyangkut emosi tertentu dari sudut kepentingan orang banyak (umat manusia)
dan mendapat dukungan media massa

4.

Menjangkau dampak yang amat luas

5.

Mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat ;menyangkut


suatu persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan, tetapi mudah dirasakan
kehadirannya)
Contohnya ketika agenda media adalah memberitakan mengenai Juara
yang diperoleh oleh TIMNAS U-19 dan dimana dengan prestasi baik tersebut
sudah seharusnya kita mempertahankan pelatih indra syafrie maka dengan itu
khalayak

juga

akan

membicarakan

gelar

juara

dan

dukungan

untuk

mempertahankan indra syafrie sebagai pelatih.


Terdapat tiga jenis agenda setting yang disampaikan oleh Everett Rogers
and J.W. Dearing (1988): Khalayak, Media, dan agenda kebijakan. Dimana ketiga
agenda ini akan saling mempengaruhi, agenda media akan mempengaruhi agenda
khalayak, sehingga agenda khalayak akan mempengaruhi agenda kebijakan.
Untuk lebih memperjelas tiga agenda yang sudah disebutkan, dalam teori
agenda setting ini, ada beberapa dimensi yang berkaitan seperti yang
dikemukakan oleh Mannheim (Severin dan Tankard Jr, 1922) sebagai berikut :
1. Agenda Media terdiri dari dimensi berikut :

Visibilitas, jumlah dan tingkat menonjolnya berita

Audience Salience, relevansi isi berta terhadap kebutuhan khalayak

Valensi, menyenangkan atau tidak menyenangkan cara pemberitaan


bagi suatu peristiwa

2. Agenda Khalayak terdiri dari dimensi sebagai berikut :

Familiarity (keakraban), derajat kesadaran khalayak akan topik


tertentu

Personal Sailence (penonjolan pribadi), relevansi kepentingan


individu dan ciri pribadi

Favorability (Kesenangan), yakni pertimbangan senang atau tidak


senang terhadap topik berita

3. Agenda Kebijakan terdiri dari dimensi-dimensi berikut :

Support (dukungan), kegiatan menyenangkan bagi posisi suatu


berita tertentu

Likelihood

of

action(kemungkinan

kegiatan),

kemungkinan

pemerintah melaksanakan apa yang diibaratkan

Freedom of Action(kebebasan bertindak), yakni nilai kegiatan yang


mungkin dilakukan pemerintah

10

Cultivation Theory
(Teori Kultivasi)

Sejarah
Riset pertama yang dilakukan oleh Gerbner pada tahun 1960 bersama
koleganya di Annenberg School for Communication bertujuan untuk mengetahui
dunia nyata seperti apa yang dibayangkan dan dipersepsikan oleh penonton
televisi. Tradisi pengaruh media dalam jangka waktu panjang dan efek yang tidak
langsung menjadi kajiannya dalam penelitian ini.

Pembahasan
Analisis kultivasi adalah sebuah teori yang memprediksikan dan
menjelaskan formasi dan pembentukan jangka panjang dari persepsi, pemahaman,
dan keyakinan mengenal dunia sebagai akibat dari konsumsi akan pesan-pesan
media. Teori ini termasuk dalam konteks komunikasi massa. Garis pemikiran
Gerbner dalam analisis kultivasi menunjukan bahwa komunikasi massa, terutama
televisi, mengkultivasi keyakinan tertentu mengenai kenyataan yang dianggap
sebagai sesuatu yang umum oleh konsumen komunikasi massa.
Menurut Miller (2005: 282), teori kultivasi tidak dikembangkan untuk
mempelajari

"efek

yang

ditargetkan

dan spesifik (misalnya,

bahwa

menonton Superman akan mengarahkan anak-anak untuk mencoba terbang


dengan

melompat

keluar

hal akumulasi dan dampak televisi

jendela)
secara

melainkan

menyeluruh,

yaitu

dalam
bagaimana

11

masyarakat melihat dunia dimana mereka hidup ". Oleh karena itu disebut
'Analisis Budaya'.
Gerbner,

Gross, Morgan,

& Signorielli (1986)

berpendapat

bahwa

meskipun agama atau pendidikan sebelumnya telah berpengaruh besar pada


tren sosial dan adat istiadat, namun sekarang ini, televisilah yang merupakan
sumber gambaran yang paling luas dan paling berpengaruh dalam hidup. sehingga
televisi merupakan gambaran dari lingkungan umum kehidupan masyarakat.
Teori Kultivasi dalam bentuk yang paling dasar menunjukkan paparan
bahwa

sesungguhnya

televisi

dari

waktu

ke

waktu,

secara

halus

"memupuk" persepsi pemirsa tentang kehidupan realitas. Teori ini dapat memiliki
dampak pada pemirsa TV, dan dampak tersebut akan berdampak pula pada seluruh
budaya kita. Gerbner dan Gross

(1976) mengatakan "televisi adalah

media sosialisasi kebanyakan orang menjadi peran standar dan perilaku.


Fungsinya adalah satu, enkulturasi".
Televisi memang sudah sangat melekat dikehidupan kita sehari-hari. Dari
televisilah kita belajar tentang kehidupan dan budaya. Tontonan seperti
acara sinetron maupun reality

show yang

sering

menunjukkan kekerasan,

perselingkuhan, kriminal, dan lain sebagainya akan dianggap sebagai gambaran


bahwa itulah yang sering terjadi di kehidupan realita. Padahal belum tentu semua
yang terdapat pada tayangan itu adalah kejadian-kejadian yang sering terjadi
dikehidupan kita. Karena jika ditelaah, semua yang terdapat pada reality show
atau sinetron adalah hasil dari skenario belaka.
Lebih jauh dalam Teori Kultivasi dijelaskan bahwa pada dasarnya ada 2
(dua)

tipe

penonton

televisi

yang

mempunyai karakteristik saling

12

bertentangan/bertolak belakang, yaitu (1) para pecandu/penonton fanatik (heavy


viewers) adalah mereka yang menonton televisi lebih dari 4(empat) jam setiap
harinya. Kelompok penonton ini sering juga disebut sebagai khalayak the
television type, serta 2 (dua) adalah penonton biasa (light viewers), yaitu mereka
yang menonton televisi 2 jam atau kurang dalam setiap harinya. Dan teori
kultivasi ini berlaku terhadap para pecandu / penonton fanatik, karena mereka
semua adalah orang-orang yang lebih cepat percaya dan menganggap bahwa apa
yang terjadi di televisi itulah dunia senyatanya.
Dalam penelitian yang dilakukannya, Gerbner juga

menyatakan

bahwa cultivation differential dari media effect untuk dijadikan rujukan untuk
membandingkan sikap penonton televisi. Dalam hal ini, ia membagi ada 4 sikap
yang akan muncul berkaitan dengan keberadaan heavy viewers, yaitu:
1. Mereka yang memilih melibatkan diri dengan kekerasan
Yaitu mereka yang pada akhirnya terlibat dan menjadi bagian dari berbagai
peristiwa kekerasan
2. Mereka yang ketakutan berjalan sendiri di malam hari
Yaitu merekayang percaya bahwa kehidupan nyata juga penuh dengan
kekerasan, sehingga memunculkan ketakutan terhadap berbagai situasi yang
memungkinkan terjadinya tindak kekerasan. Beberapa kajian menunjukkan
bahwa untuk tipe ini lebih banyak perempuan daripada laki-laki.
3. Mereka yang terlibat dalam pelaksanaan hukum
Yaitu mereka yang percaya bahwa masih cukup banyak orang yang tidak
mau terlibat dalam tindakan kekerasan.

13

4. Mereka yang sudah kehilangan kepercayaan


Yaitu mereka yang sudah apatis tidak percaya lagi dengan kemampuan hukum
dan aparat yang ada dalam mengatasi berbagai tindakan kekerasan.
Proses kultivasi dapat terjadi dalam dua cara, pertama adalah
mainstreaming ini terjadi ketika, terutama bagi penonton kelas berat, symbolsimbol televisi mendominasi sumber informasi lainnya dan ide mengenal dunia.
Cara kedua kultivasi bekerja adalam melalui resonansi (resonance) terjadi ketika
hal-hal dalam televisi, dalam kenyataan, kongruen dengan realitas keseharian para
penonton. Sehingga apa yang terjadi di televisi terjadi juga di lingkungan mereka,
sehingga mereka benar-benar yakin akan kondisi tersebut, dan menggap hal itu
terjadi di semua tempat.

14

Coordinated Management of Meaning Theory


(Teori Manajemen Makna Terkoordinasi)

Sejarah
Teori ini pertama kali dikembangkan oleh W.Barnett Pearce dan Vernon
Cronen(1980). Coordinated Management of Meaning Theory biasa disingkat
dengan sebutan CMM. Menurut Pearce dan Cronen orang-orang berkomunikasi
berdasarkan aturan tertentu. Aturan bukan hanya berfungsi membantu dalam
berkomunikasi, tetapi juga dalam menginterpretasikan apa yang dikomunikasikan
orang lain kepada kita, selain itu teori ini juga dapat membantu untuk menjelaskan
bagaimana individu saling menciptakan makna dalam sebuah percakapan. Dalam
teori ini juga dijalskan bagaimana setiap individu juga terdiri dari system
antarpribadi yang membantu menjelaskan tindakan dan reaksi mereka. Teori
CMM memiliki hubungan dengan sejumlah teori, antara lain : Speech Art,
Interaksi Simbolik, dan Teori Sistem.
Pembahasan
Teori CMM termasuk dalam konteks komunikasi interpersonal, yang
dimana teori ini memang membicarakan proses interaksi antara dua orang. Teori
CMM mengatakan pada dasarnya bahwa orang-orang yang terlibat dalam sebuah
percakapan membangun realitas social mereka sendiri dengan cara memperoleh
Pertalian Tertentu(Coherence), Tindakan yang Terkoordinasi(coordinating
action), serta Pengalaman Rahasia(experiencing mystery) ini adalah kunci dari
CMM.

15

Pertalian tertentu/ koherensi(coherence) mengarahkan perhatian kita


pada kisah yang kita ceritakan yang membuat hidup kita berarti. Menurut Little
John(2008) Kisah atau cerita membantu pelaku komunikasi memahami sebuah
situasi, sehingga biasanya membuat koordinasi ketempat yang lebih tinggi. CMM
mengidentifikasi enam aspek cerita yang mempengaruhi penciptaan hubungan
dalam berbagai tingkatan atau berlawanan, kebingungan, dalam situasi
komunikasi. Anda dapat mengingat semua ini dengan model LUUUTT yang
merupakan kepanjangan dari : Stories LIVED, UNTOLD Stories, UNHEARD
Sories, UNKNOWN Stories, Stoies TOLD, dan Stories TELLING.
Menurut Little John(2008) Proses penceritaan ini menyediakan data dan
materi yang berasal dari maksud dan tindakan yang muncul. Ketika hubungan
yang terbagi tinggi (1) cerita yang dikisahkan mencerminkan kebenaran kisah
kehidupan, (2) cerita dikisahkan sesuai kisah yang di dengar, dan (3) hasil yang
secara konstruktif tidak dicegah dengan cerita yang tidak diketahui atau belum
pernah diceritakan.
Dalam koherensi para teoritikus CMM mengemukakan enam level
pemaknaan yang terorganisasi, level ini disusun secara hirarkis. yaitu Isi (content)
dimana data mentah dikonversikan menjadi makna, Tutur Kata (speech act) yaitu
tindakan-tindakan yang diakukan dengan cara berbicara, didalamnya termasuk
intonasi berbicara, sehingga kita bisa mengetahui maksud dari si pembicara
tersebut, Episode (episodes) episode adlah rutinitas komunikasi yang memiliki
awal, pertengahan, dan akhir yang jelas. Bisa dikatakan, episode mendiskripsikan
konteks dimana seseorang bertindak, Hubungan(Relationship) adalah suatu
hubungan dimana dua orang menyadai potensi dan keterbatasan mereka sebagai

16

mitra dalam sebuah hubungan, Life Script (Naskah Kehidupan) adalah


kelompok-kelompok episode masa lalu dan masa kini, dan Pola Budaya
(Cultural Pattern) dimana manusia mendefinisikan diri mereka dengan kelompok
tertentu dalam kebudayaan tertentu.
Dalam

hirarki

ini

terdapat

Loops.

Loops

artinya

proses

pencerminan/refleksi kembali makna dari level context yang lebih rendah kepda
level context yang lebihtinggi dan mempengaruhi makna yang ada pada level
context yang lebih tinggi. Istilah Loops dipergunakan untuk mendukung
pandangan bahwa komunikasi adalah proses yang terus berlangsung(ongoing),
dinamis, dan terus berubah (ever-changing). Loops terbentuk melalui komunikasi
intra-personal. Terdapat dua jenis Loops, yaitu Charmed loops dan strange loops.
Charmed Loops adalah ketika makna yang ada di masing-masing level context
selalu konsisten. Antara satu bagian dengan bagian yang lain saling
mengkonfirmasi. Strange Loops adalah ketika makna yang ada di masing-masing
level context berubah, menjadi tidak konsisten. Antara satu bagian dengan bagian
yang lain saling menegaskan sehingga menciptakan kebingungan.
Selanjutnya adalah Tindakan yang Terkoordinasi (Coordinating Action),
mengarahkan pandangan kita pada cara bagaimana tindakan-tindakan yang kita
lakukan secara bersamaan membentuk sebuah pola. Koordinasi ada ketika dua
orang berusaha untuk mengartikan pesan-pesan yang yang berurutan dalam
percakapan mereka. Tiga hasil mungkin muncul ketika dua orang sedang
berbincang, mereka mencapai koordinasi, mereka tidak mencapai koordinasi, atau
mereka mencapai koordinasi pada tingkat tertentu (Philipsen, 1995).

17

Dalam koordinasi manusia dapat saling memuaskan tanpa saling mengerti.


Dengan kata lain, pelaku komunikasi dapat mengatur tindakan mereka dalam
berbagai cara yang kelihatannya logus untuk semua pihak, tetapi mereka
memahami apa yang sedang terjadi dengan cara yang sangat berbeda. Namun bisa
juga koordinasi menjadi pengalaman yang tidak memuaskan. Dua pelaku
komunikasi mungkin berorganisasi dengan baik tanpa harus menyenangi hal
tersebut. Dalam CMM sendiri hubungan tersebut disebut sebuah Unwanted
repetitive pattern (URP).
Salah satu cara yang digunakan individu untuk mengelola dan
mengkoordinasikan makna adalah melalui peggunaan aturan. Penggunaan aturan
dalam percakapan lebih dari sekedar kemampuan untuk menggunakan aturan. Hal
ini juga membutuhkan kemampuan fleksibel yangtidak dapat disederhanakan
menjadi sebuah teknik belaka(Cronen, 1995).
Pearce dan Cronen (1980) membagi dua tipe aturan. Aturan pertama
adalah Aturan Konstruktif (constructive Rules) yang menunjuk bagaimana
perilaku harus diintepretasikan dalam satu konteks. Yang kedua adalah Aturan
Regulatif (Regulative Rules) yang di dalam aturan ini mengacu pada urutan
tindakan yang dilakukan oleh seseorang dan menyampaikan apa yang akan terjadi
selanjutya dalam sebuah percakapan.
Yang ketiga adalah pengalaman misteri (experiencing Mystery)
digunakan untuk mengingatkan bahwa dalam kehidupan ada lebih dari sekedar
fakta yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Pearce dan Cronen(1980) percaya
bahwa setiap upaya untuk menjalankan hidup kita untuk menemukan sekedar
fakta adalah kesalahan dan pada akhirnya akan gagal.

18

Teori CMM berfokus pada diri dan hubungannya dengan orang lain. Serta
mengkaji bagaimana seseorang individu memberikan makna pada sebuah pesan.
Jika kita kembali melihat metafora mengenai teater, pertimbangan bahwa semua
aktor harus dapat berimprovisasi menggunakan pengalaman acting pribadinya,
serata merujuk pada naskah yang mereka bawa dalam drama mereka tersebut.
Mengacu pada hal tersebut CMM memiliki beberapa asumsis sebagai berikut :

Manusia hidup dalam komunikasi


Asumsi pertama dari CMM merupak pentingny akomuniakasi,
yaitu manusia hudup dalam komunikasi. Pearce (1989) berpendapat
bahwa, komunikasi adalah, dan akan selalu, menjadi lebih penting bagi
manusia dan seharusnya.

Manusia saling menciptakan realitas social


Kepercayaan bahwa orang-orang saling menciptakan realitas social
mereka dalam percakapan disebut juga Konstruksionisme Sosial (social
constructionism). Terkadang, individu-individu berkomunikasi untuk
mengekspresikan emosi mereka dan untuk merujuk pada dunia disekeliling
mereka. Akan tetapi dari mana datangnya individu, emosi, dan
peristiwa/ objek? semua ini dikonstruksikan dalam proses komunikasi.
Realitas Sosial

(social reality) mengacu pada pandangan

seseorang mengenai baimana makna dan tindakan sesuai dengan interaksi


interpersonalnya. Ketika dua orang terlebit dalam pembicaraan, masingmasing telah memiliki banyak pengalaman bercakap-cakap di masa lalu
dari realitas social sebelumnya. Percakapan yang kini terjadi, akan
memunculkan realitas baru karena dua orang datang dengan sudut pandang

19

yang berbeda. Melalu cara ini dua orang menciptakan realitas social yang
baru.

Transaksi informasi tergantung pada makana pribadi dan makna


interpersonal
Pada dasarnya, transaksi informasi tergantung pada makna pribadi
dan interpersonalnya, sebagaimana dikemukakan oleh Donald Cushman
dan Gordon Whiting (1972). Makna Pribadi (personal meaning)
didefinisikan sebagai makna yang dicapai ketika seseorang berinteraksi
dengan orang lain sambil membawa pengalaman yang unik kedalam
interaksi. Makna pribadi membantu orang-orang dalam penemuan;
maksudnya, hal ini tidak hanya mampu membuat kita mampu mengenali
diri sendiri, tapi juga mampu membantu mengenai penemuan diri orang
lain.
Ketika dua orang sepakat mengenai interpretasi satu sama lain,
mereka telah dikatak mencapai Makna Interpersonal (interpersonal
meaning). Untuk mencapai ini mungkin akan membutuhkan waktu, karena
hubungan bersifat kompleks dan dihadapkan pada berbagai isu
komunikasi, tergantung dari per-masalahan mana yang sedang dibahas.
Makana pribadi dan interpersonal didapatkan dalam percakapan dan
seringkali tanpa dipikirkan sebelumnya.

Social Construction

20

(Konstruksi Sosial)

Sejarah
Membahas teori konstruksi sosial (social construction), tentu tidak bisa
terlepaskan dari bangunan teoretik yang telah dikemukakan oleh Peter L. Berger
dan Thomas Luckmann. Peter L. Berger merupakan sosiolog dari New School for
Social Reserach, New York, Sementara Thomas Luckman adalah sosiolog dari
University of Frankfurt. Teori konstruksi sosial, sejatinya dirumuskan kedua
akademisi ini sebagai suatu kajian teoretis dan sistematis mengenai sosiologi
pengetahuan. Istilah konstruksi atas realitas sosial (social construction of reality)
menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman
melalui bukunya yang berjudul The Social Construction of Reality: A Treatise in
the Sociological of Knowledge (1966). Ia menggambarkan proses sosial melalui
tindakan dan interaksinya, dimana individu menciptakan secara terus menerus
suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif.
Asal usul konstruksi sosial dari filsafat konstruktivisme yang dimulai dari
gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Menurut Von Glaserfeld, pengertian
konstruktif kognitif muncul pada abad ini dalam tulisan Mark Baldwin yang
secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget. Namun, apabila
ditelusuri, sebenarnya gagasan-gagasan pokok konstruktivisme sebenarnya telah 5
dimulai oleh Giambatissta Vico, seorang epistemolog dari italia, ia adalah cikal
bakal konstruktivisme (Suparno dalam Bungin, 2008:13) Dalam aliran filsafat,
gagasan konstruktivisme telah muncul sejak sokrates menemukan jiwa dalam
tubuh manusia, sejak Plato menemukan akal budi dan ide. Gagasan tersebut

21

semakin lebih konkret lagi setelah Aristoteles mengenalkan istilah, informasi,


relasi, individu, substansi, materi, esensi dan sebagainya. Ia mengatakan bahwa,
manusia adalah makhluk sosial, setiap pernyataan harus dibuktikan kebenarannya,
bahwa kunci pengetahuan adalah logika dan dasar pengetahuan adalah fakta
(Bertens dalam Bungin, 2008:13). Aristoteles pulalah yang telah memperkenalkan
ucapannya Cogoto, ergo sum atau saya berfikir karena itu saya ada (Tom Sorell
dalam Bungin, 2008:13). Kata-kata Aristoteles yang terkenal itu menjadi dasar
yang kuat bagi perkembangan gagasan-gagasan konstruktivisme sampai saat ini.
Pembahasan
Berger dan Luckman (Bungin, 2008:14) mulai menjelaskan realitas sosial
memisahkan pemahaman kenyataan dan pengetahuan. Realitas diartikan sebagai
kualitas yang terdapat di dalam realitas-realitas yang diakui sebagai memiliki
keberadaan (being) yang tidak tergantung kepada kehendak kita sendiri.
Pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata
(real) dan memiliki karakteristik yang spesifik. Berger dan Luckman (Bungin,
2008:15) mengatakan terjadi dialektika antara indivdu menciptakan masyarakat
dan masyarakat menciptakan individu. Proses dialektika ini terjadi melalui
eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi.
Proses dialektis tersebut mempunyai tiga tahapan; Berger menyebutnya
sebagai momen. Ada tiga tahap peristiwa. Pertama, eksternalisasi, yaitu usaha
pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan
mental maupun fisik. Ini sudah menjadi sifat dasar dari manusia, ia akan selalu
mencurahkan diri ke tempat dimana ia berada. Manusia tidak dapat kita mengerti
sebagai ketertutupan yang lepas dari dunia luarnya. Manusia berusaha menangkap

22

dirinya, dalam proses inilah dihasilkan suatu dunia dengan kata lain, manusia
menemukan dirinya sendiri dalam suatu dunia.
Kedua, objektivasi, yaitu hasil yang telah dicapai baik mental maupun
fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Hasil itu menghasilkan realitas
objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu
faktisitas yang berada di luar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya.
Lewat proses objektivasi ini, masyarakat menjadi suatu realitas suigeneris. Hasil
dari eksternalisasi kebudayaan itu misalnya, manusia menciptakan alat demi
kemudahan hidupnya atau kebudayaan non-materiil dalam bentuk bahasa. Baik
alat tadi maupun bahasa adalah kegiatan ekternalisasi manusia ketika berhadapan
dengan dunia, ia adalah hasil dari kegiatan manusia. Setelah dihasilkan, baik
benda atau bahasa sebagai produk eksternalisasi tersebut menjadi realitas yang
objektif. Bahkan ia dapat menghadapi manusia sebagai penghasil dari produk
kebudayaan. Kebudayaan yang telah berstatus sebagai realitas objektif, ada diluar
kesadaran manusia, ada di sana bagi setiap orang. Realitas objektif itu berbeda
dengan kenyataan subjektif perorangan. Ia menjadi kenyataan empiris yang bisa
dialami oleh setiap orang.
Ketiga, internalisasi. Proses internalisasi lebih merupakan penyerapan
kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif
individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia
yang telah terobjektifkan tersebut akan ditangkap sebagai gejala realitas diluar
kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui
internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat. Bagi Berger, realitas itu
tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan.

23

Tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi. Dengan pemahaman semacam


ini, realitas berwajah ganda/plural. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang
berbeda-beda atas suatu realitas. Setiap orang yang mempunyai pengalaman,
preferensi, pendidikan tertentu, dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu akan
menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing.
Selain konstruksi social yang terjadi secara umum di masyarakat, media
massa juga punya peranan yang sangat besar dalam proses konstruksi social.
Teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Luckman
telah direvisi dengan melihat variabel atau fenomena media massa menjadi sangat
substansi dalam proses eksternalisasi, subyektivasi, dan internalisasi inilah yang
kemudian dikenal sebagai konstruksi sosial media massa. Substansi dari
konstruksi sosial media massa ini adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan
luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan sangat cepat dan sebarannya
merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga membentuk opini massa, massa
cenderung apriori dan opini massa cenderung sinis.

Proses konstruksi sosial media massa melalui tahapan sebagai berikut :


1. Tahap menyiapkan materi konstruksi
Menyiapkan materi konstruksi sosial media massa adalah tugas redaksi
media massa, tugas itu didistribusikan pada desk editor yang ada di setiap media
massa. Masing-masing media memiliki desk yang berbeda-beda sesuai dengan
kebutuhan dan visi suatu media. Isu-isu penting setiap hari menjadi fokus media
massa, terutama yang berhubungan tiga hal yaitu kedudukan, harta, dan
perempuan. Ada tiga hal penting dalam penyiapan materi konstruksi sosial yaitu :

24

a. Keberpihakan media massa kepada kapitalisme. Sebagaimana


diketahui, saat ini hampir tidak ada lagi media massa yang tidak
dimiliki oleh kapitalis. Dalam arti kekuatan-kekuatan kapital untuk
menjadikan media massa sebagai mesin penciptaan uang dan
pelipatgandaan modal.
b. Keberpihakan semu kepada masyarakat. Bentuk dari keberpihakan
ini adalah dalam bentuk empati, simpati dan berbagai partisipasi kepada
masyarakat, namun ujung-ujungnya adalah juga untuk menjual berita
demi kepentingan kapitalis.
c. Keberpihakan kepada kepentingan umum. Bentuk keberpihakan
kepada kepentingan umum dalam arti sesungguhnya sebenarnya adalah
visi setiap media massa, namun akhir-akhir ini visi tersebut tak pernah
menunjukkan jati dirinya, namun slogan-slogan tentang visi ini tetap
terdengar. Jadi, dalam menyiapkan materi konstruksi, media massa
memosisikan diri pada tiga hal tersebut di atas, namun pada umumnya
keberpihakan pada kepentingan kapitalis menjadi sangat dominan
mengingat media massa adalah mesin produksi kapitalis yang mau
ataupun tidak harus menghasilkan keuntungan.

2. Tahap sebaran konstruksi


Sebaran konstruksi media massa dilakukan melalui strategi media massa.

25

Konsep konkret strategi sebaran media massa masing-masing media berbeda,


namun prinsip utamanya adalah real time. Media cetak memiliki konsep real time
terdiri dari beberapa konsep hari, minggu atau bulan, seperti terbitan harian,
terbitan mingguan atau terbitan beberapa mingguan atau bulanan. Walaupun
media cetak memiliki konsep real time yang sifatnya tertunda, namun konsep
aktualitas menjadi pertimbangan utama sehingga pembaca merasa tepat waktu
memperoleh berita tersebut.
Pada umumnya sebaran konstruksi sosial media massa menggunakan
model satu arah, dimana media menyodorkan informasi sementara konsumen
media tidak memiliki pilihan lain kecuali mengonsumsi informasi itu. Prinsip
dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah semua informasi harus
sampai pada pembaca secepatnya dan setepatnya berdasarkan pada agenda media.
Apa yang dipandang penting oleh media menjadi penting pula bagi pembaca.

3. Tahap pembentukan konstruksi realitas


a. Tahap pembentukan konstruksi realitas
Tahap berikut setelah sebaran konstruksi, dimana pemberitaan
telah sampai pada pembaca yaitu terjadi pembentukan konstruksi di
masyarakat melalui tiga tahap yang berlangsung secara generik.
Pertama, konstruksi realitas pembenaran; kedua, kesediaan dikonstruksi
oleh media massa; ketiga, sebagai pilihan konsumtif. Tahap pertama
adalah konstruksi pembenaran sebagai suatu bentuk konstruksi media
massa yang terbangun di masyarakat yang cenderung membenarkan apa
saja yang ada (tersaji) di media massa sebagai sebuah realitas

26

kebenaran. Dengan kata lain, informasi media massa sebagai otoritas


sikap untuk membenarkan sebuah kejadian. Tahap kedua adalah
kesediaan dikonstruksi oleh media massa, yaitu sikap generik dari tahap
pertama. Bahwa pilihan seseorang untuk menjadi pembaca media massa
adalah

karena

pilihannya

untuk

bersedia

pikiran-pikirannya

dikonstruksi oleh media massa.


Tahap ketiga adalah menjadikan konsumsi media massa sebagai
pilihan konsumtif, dimana seseorang secara habit tergantung pada
media massa. Media massa adalah bagian kebiasaan hidup yang tak bisa
dilepaskan. Pada tingkat tertentu, seseorang merasa tak mampu
beraktivitas apabila apabila ia belum membaca koran.

b. Pembentukan konstruksi citra


Pembentukan konstruksi citra bangunan yang diinginkan oleh
tahap konstruksi. Dimana bangunan konstruksi citra yang dibangun
oleh media massa ini terbentuk dalam dua model : 1) model good news
dan 2) model bad news. Model good news adalah sebuah konstruksi
yang

cenderung

mengkonstruksi

suatu

pemberitaan

sebagai

pemberitaan yang baik. Pada model ini objek pemberitaan dikonstruksi


sebagai sesuatu yang memiliki citra baik sehingga terkesan lebih baik
dari sesungguhnya kebaikan yang ada pada objek itu sendiri.
Sementara, pada model bad news adalah sebuah konstruksi yang
cenderung mengkonstruksi kejelekan atau cenderung memberi citra
buruk pada objek pemberitaan sehingga terkesan lebih jelek, lebih

27

buruk, lebih jahat dari sesungguhnya sifat jelek, buruk, dan jahat yang
ada pada objek pemberitaan itu sendiri.

4. Tahap konfirmasi
Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun pembaca memberi
argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam tahap
pembentukan konstruksi. Bagi media, tahapan ini perlu sebagai bagian untuk
menjelaskan mengapa ia terlibat dan bersedia hadir dalam proses konstruksi
sosial. Ada beberapa alasan yang sering digunakan dalam konfirmasi ini yaitu a)
kehidupan modern menghendaki pribadi yang selalu berubah dan menjadi bagian
dari produksi media massa, b) kedekatan dengan media massa adalah life style
orang modern, dimana orang modern sangat menyukai popularitas terutama
sebagai subjek media massa itu sendiri, dan c) media massa walaupun memiliki
kemampuan mengkonstruksi realitas media berdasarkan subyektivitas media,
namun kehadiran media massa dalam kehidupan seseorang merupakan sumber
pengetahuan tanpa batas yang sewaktu-waktu dapat diakses.

Symbolic Interactionism Theory


(Teori Interaksi Simbolik)

28

Sejarah
Teori interaksi simbolik ini pertama kali di rumuskan oleh Herbert
Blummer (1969) dia mengatakan bahwa proses interaksi ada dalam pembentukan
makna bagi individu. Selanjutnya inspirasi untuk meneliti mengenai teori ini
datang dari Dewey (1981), yang mengatakan bahwa kebiasaan manusia paling
baik dipahami secara langsung dalam praktiknya melalui hubungan interaktif
dengan lingkungan mereka.
Selain itu banyak yang menganggap gerakan interaksionisme simbolik
didirikan oleh George Herbert Mead dimana karya-karyanya benar-benar
membentuk inti dari Chicago school. Herbert Blumer, menjadi teladan penting
bagi Mead, menemukan istilah Interksionisme Simbolis, sebuah pernyataan yang
Mead sendiri belumpernah menggunakannya.
Pembahasan
Teori interkasi simbolik, sebuah pergerakan dalam sosiaologi, berfokus
pada cara-cara manusia membentuk makna dan susunan dalam masyarakat
melalui percakapan. Barbara Ballis Lal Meringkaskan dasar-dasar pemikiran teori
ini :

Manusia membuat keputusa dan bertindak sesuai dengan pemahaman

subjektif mereka terhadap situasi ketika mereka menemukan diri mereka


Kehidupan social terdiri dari proses-proses interaksi daripada susunan,

sehingga terus berubah


Manusia memahami pengalaman mereka melalului makna-makna yang
ditemukan dalam simnol-simbol dari kelompok utama mereka dan bahasa
merupakan bagian penting dalam kehidupan social

29

Dunia terbentuk dari objek-objek social yang memiliki nama dan makan

yang ditentukan secara social


Tindakan manusia didasarkan pada penafsiran mereka, dimana objek dan
tindakan yang berhubungan dalam situasi yang dipertimbangkan dan

diartikan
Diri seseorang merupakan sebuah objek yang signifikan dan layaknya
semua objek social, dikenalkan melaului interkasi social dengan orang lain
Itu adalah dasar-dasar bagaimana teori ini bisa dipahami secara singkat

dan jelas, arah pembahasan teori ini ada dalam enam gambaran tersebut.
Selanjutnya menurut Griffin (1997) teori ini terdiri dari tiga prinsip utama,
yaitu Meaning (makna), Language (bahasa), dan thought (pikiran). Ketiga prinsis
ini yang membentuk penciptaan diri dan bagaimana seseorang bersosialisasi
dengan kelompok yang lebih besar.
Pertama, Meaning (makna) menyatakan bahwa orang-orang kan bertindak
kepada orang lain atau hal-hal lain sesuai dengan makan yang ia telah berikan.
Teori interaksionisme simbolis mempunyai prinsip bahwa makna memiliki arti
penting dalam perilaku manusia.
Kedua, Language (bahasa) merupakan sebuah sarana penyampaian makan
bagi orang-orang melalui symbol-simbol. Manusia mengindetifikasi makna
melalu pembicaraan dengan orang lain.
Ketiga, Thought (pikiran) memodifikasi symbol sesuai denagn pemikiran
kita sendiri, dimana pikiran merupakan sebuah konsep mental dalam pembicaraan
yang mengakibatkan kita bisa memiliki sudat pandang berbeda dengan lawan
bicara kita.

30

Dengan adanya tiga unsure tersebut konsep diri dapat dibingkai. Orang
menggunakan konsep Looking Glass Self, mereka melihat diri mereka melalu
bagaimana orang lain memperlakukan diri mereka. Diri adalah fungsi bahasa,
tanpa kita berbicara tidak akan ada konsep diri yang terbentuk. Dengan banyak
nya jumlah orang lain di sekitar kita, sudah seharusnya kita memberikan
pandangan lebih terhadap pandangan orang lain terhadap diri kita.
Sedangkan menurut Mead, terdapat tiga konsep utama dala teori interaksi
simbolik, yaitu masyarakat, diri sendiri, dan pikiran.
Masyarakat (Society) atau kehidupan berkelompok, terdiri atas perilaku
koopertaif anggota-anggotanya. Kerjasama dalam masyarakat mengharuskan kita
memahami maksud orang lain yang juga mengharuskan kit auntuk mengetahui
apa yang akan kita lakukan selanjutnya. Masyarakat juga terdiri atas sebah
jaringan interaksi social dimana anggota-anggotanya menempatkan makana bagi
tindakan mereka dan tindakan orang lain dengan menggunakan symbol-simbol.
Diri Sendiri (Self), kita memiliki diri karena kita dapat merespon pada riri
sendiri sebagai sebuah objek. Kadang kita bereaksi dengan baik pada diri sendiri,
serta dengan merasa bangga, bahagia dan berani. Cara utama dapat melihat diri
kita sendiri adalah melalui pengambilan peran atau menggunakan sudut pandang
orang lain untuk melihat diri kita. Diri memiliki dua segi, masingmasing
mejalankan fungsi penting. I adalah bagian diri anda yang menurutkan kata hati,
tidak teratur, tidak terarah dan tidak dapat ditebak. Me adalah refleksi umum
orang lain yang terbentuk dari pola-pola teratur dan tetap, yang dibagi dengan
orang lain.

31

Berpikir (Thought), berpikir bukan sebuah benda, malainkan sebuah


proses. hal ini tidak lebih dari sekedar berinteraksi dengan diri kita sendiri.
Berpikir melibatkan keraguan (menunda tindakan yang jelas) ketika kita
menfsirkan situasi. Di sini, anda berpikir untuk membaca situasi dan
merencanakan tindakan selnjutnya. Kita akan membayangkan beragam hasil dan
memilih serta menguji alternatif-alternatif yang mungkin ada.
Teori interkasi simbolis ada sebagai sebuah gerakan, untuk meneliti aracara manusia berkomunikasi, berkelompok, atau bagaimana dapat membagi
makna atas suatu hal.

Attribution Theory
(Teori Atribusi)

32

Sejarah
Pembuatan teori tentang atribusi dimulai Fritz eider (1946 1958),
seorang

psikolog

bangsa

Jerman

mengatakan

bahwa

kita

cenderung

mengorganisasikan sikap kita, sehingga tidak menimbulkan konflk. Di lain pihak


Weiner dan rekan (misalnya, Jones et al, 1972; Weiner, 1974, 1986)
mengembangkan sebuah kerangka teoritis yang telah menjadi paradigma
penelitian utama psikologi social.
Pembahasan
Atribusi adalah sebuah teori yang membahas tentang upaya-upaya yang
dilakukan untuk memahami penyebab-penyebab perilaku kita dan orang lain.
Definisi formalnya, atribusi berarti upaya untuk memahami penyebab di balik
perilaku orang lain, dan dalam beberapa kasus juga penyebab di balik perilaku
kita sendiri
Sementara menurut Weiner (Weiner, 1980, 1992) attribution theory is
probably the most influential contemporary theory with implications for academic
motivation. Artinya Atribusi adalah teori kontemporer yang paling berpengaruh
dengan implikasi untuk motivasi akademik. Hal ini dapat diartikan bahwa teori ini
mencakup modifikasi perilaku dalam arti bahwa ia menekankan gagasan bahwa
peserta didik sangat termotivasi dengan hasil yang menyenangkan untuk dapat
merasa baik tentang diri mereka sendiri.
Teori yang dikembangkan oleh Bernard Weiner ini merupakan gabungan
dari dua bidang minat utama dalam teori psikologi yakni motivasi dan penelitian
atribusi.Teori yang diawali dengan motivasi, seperti halnya teori belajar

33

dikembangkan terutama dari pandangan stimulus-respons yang cukup popular dari


pertengahan 1930-an sampai 1950-an.
Sebenarnya istilah atribusi mengacu kepada penyebab suatu kejadian atau
hasil menurut persepsi individu. Dan yang menjadi pusat perhatian atau
penekanan pada penelitian di bidang ini adalah cara-cara bagaimana orang
memberikan penjelasan sebab-sebab kejadian dan implikasi dari penjelasanpenjelasan tersebut. Dengan kata lain, teori itu berfokus pada bagaimana orang
bisa sampai memperoleh jawaban atas pertanyaan mengapa? (Kelly 1973)
Model Atribusi mengenai motivasi mempunyai beberapa komponen, yang
terpenting adalah hubungan antara atribusi, perasaan dan tingkah laku. Menurut
Weiner, urutan-urutan logis dari hubungan psikologi itu ialah bahwa perasaan
merupakan hasil dari atribusi atau kognisi. Perasaan tidak menentukan kognisi,
misalnya semula orang merasa bersyukur karena memperoleh hasil positif dan
kemudian memutuskan bahwa keberhasilan itu berkat bantuan orang lain. Hal ini
merupakan urutan yang tidak logis (weiner, 1982 hal 204).
Hubungan antara kepercayaan, pada reaksi afektif dan tingkah laku.
Penyebab

keberhasilan

dan

kegagalan

menurut

persepsi

menyebabkan

pengharapan untuk terjadinya tindakan yang akan datang dan menimbulkan emosi
tertentu. Tindakan yang menyusul dipengaruhi baik oleh perasaan individu
maupun hasil tindakan yang diharapkan terjadi.
Menurut teori atribusi, keberhasilan atau kegagalan seseorang dapat
dianalisis dalam tiga karakteristik, yakni :
1. Penyebab keberhasilan atau kegagalan mungkin internal atau eksternal.
Artinya, kita mungkin berhasil atau gagal karena factor-faktor yang kami

34

percaya memiliki asal usul mereka di dalam diri kita atau karena factor
yang berasal di lingkungan kita.
2. Penyebab keberhasilan atau kegagalan seseorang dapat berupa stabil
atau tidak stabil. Maksudnya, jika kita percaya penyebab stabil maka
hasilnya mungkin akan sama jika melakukan perilaku yang sama pada
kesempatan lain.
3. Penyebab keberhasilan atau kegagalan dapat berupa dikontrol atau tidak
terkendali. Faktor terkendali adalah salah satu yang kami yakin kami
dapat mengubah diri kita sendiri jika kita ingin melakukannya. Adapun
factor tak terkendali adalah salah satu yang kita tidak percaya kita dengan
mudah dapat mengubahnya.
Merupakan factor internal yang dapat dikontrol, yakni kita dapat
mengendalikan usaha dengan mencoba lebih keras. Demikian juga factor
eksternal dapat dikontrol , misalnya seseorang gagal dalam suatu lembaga
pelatihan , namun dapat berhasil jika dapat mengambil pelatihan yang lebih
mudah. Atau dapat disebut sebagai factor tidak terkendali apabila kalkulus
dianggap sulit kareba bersifat abstrak, akan tetap abstrak, tidak akan terpengaruh
terhadap apa yang kita lakukan.
Secara umum, ini berarti bahwa ketika peserta didik berhasil di tugas
akademik, mereka cenderung ingin atribut keberhasilan ini untuk usaha mereka
sendiri, tetapi ketika mereka gagal, mereka ingin atribut kegagalan mereka untuk
factor-faktor dimana mereka tidak memiliki kendali, sepeti mengajarkan hal buruk
atau bernasib buruk.

35

Menurut Weiner, factor paling penting yang mempengaruhi atribusi ada


empat factor yakni antara lain :
1. Ability yakni kemampuan, adalah factor internal dan relative stabil
dimana peserta didik tidak banyak latihan control langsung.
2. Task difficulty yakni kesulitan tugas dan stabil merupakan factor
eksternal yang sebgaian besar di luar pembelajaran control.
3. Effort yakni upaya, adalah factor internal dan tidak stabil dimana peserta
didik dapat latihan banyak control.
4. Luck yakni factor eksternal dan tidak stabil dimana peserta didik latihan
control sangat kecil.
Untuk memahami seseorang dalam kaitannya dengan suatu kejadian,
Weiner menunjuk dua dimensi yaitu :
a. Dimensi internal-eksternal sebagai sumber kausalitas
b. Dimensi stabil-tidak stabil sebagai sifat kausalitas

Dimensi-dimensi menurut Weiner


STABILI
TY
STABIL

LOCUS OF CONTROL
INTERNAL
KEMAMAMPUAN,INTELEGENSI,KARAKT

EKSTERNAL
KESULITAN

36

ERISTIK-KARAKTERISTIK FISIK

TIDAK
STABIL

EFFORT,MOOD,FATIQUE

TUGAS
HAMBATAN
LINGKUNGAN
KEBERUNTUN
GAN (LUCK)
KEBETULAN
(CHANCE)
KESEMPATAN
(OPORTUNITY)

4. ATRIBUSI KEBERHASILAN DAN KEGAGALAN menurut Weiner


Ada dua macam dimensi pokok:
a. Keberhasilan dan kegagalan memiliki penyebab internal maupun
eksternal
b. Stabilitas penyebab, stabil atau tidak stabil
Kestabilan
(locus of CTRL)
Internal

Tidak stabil
(Temporer)
Usaha,mood,kelelahan

Eksternal

Nasib, ketidaksengajaan,
kesempatan

Stabil
(Permanen)
Bakat, kecerdasa
karakteristik fisik
Tingkat kesukara
Tugas

Teori atribusi juga menggambarkan secara khusus bagaimana kita


beratribusuterhadapdirikitasendiri. Salah satu hipotesis yang paling menarik
dalam teori atribusi adalah bahwa orang sampai kepada persepsi keadaan intern
mereka sendiri dengan cara yang sama dengan jika mereka sampai pada persepsi
tentang keadaan orang lain. Gagasan ini berasal dari asumsi umum bahwa emosi,
sikap, ciri, dan kemampuan kita seringkali tidak jelas dan meragukkan kita
sendiri. Kita harus menyimpulkannya dari perilaku terbuka kita dan persepsi kita
tentang paksaan lingkungan di sekitar kita.

37

Pendekatan tersebut menyatakan bahwa dalam persepsi diri sendiri, seperti


halnya persepsi terhadap orang lain, maka kita mencari asosiasi penyebab-akibat
tetap serta menggunakan prinsip keraguan untuk membagi tanggung jawab
tentang berbagai sebab yang masuk akal. Jika kita mempersepsikan paksaan
ekstern yang kuat mendorong untuk sampai ke atribusi situasional. Andakata kita
terdapat paksaanekstern yang jelas, kita mengasumsi bahwa atribusi disposisional
akan lebih cepat. Pendekatan ini telah banyak mendorong diadakannya riset
tentang persepsi diri sendiri atas sikap, motivasi, dan emosi.
- Sikap
Sudah sejak lamapara psikolog mengasumsikan bahwa orang menilai
sikap mereka sendiri melalui introspeksi, yaitu dengan meninjau kembali berbagai
kognisi dan perasaan secara sadar.
- Motivasi
Gagasan yang sama telah diterapkan terhadap persepsi diri akan motivasi.
Gagasannya adalah bahwa pelaksanaan tugas demi penghargaan tinggi, akan
menjurus kepada atribusi eksternal yaitu, saya melakukannya karena telah dibayar
tinggi untuknya. Melaksanakan tugas yang sama dengan penghargaan rendah akan
menjurus kepada atribusi intern yaitu saya tidak seyogianya telah melakukannya
demi sedikit uang tersebut, sehingga saya harus sudah melakukannya karena saya
benar-benar menikmatinya. Hal ini akan menjurus kepada ramalan paradoksal
bahwa penghargaan rendah akan menjurus ke minat intrinsik yang amat besar
akan suatu tugas karena orang tersebut mengartibusikan pelaksanaan tugas tadi
dengan minat intrinsik, dan bukan dengan penghargaan ekstrinsik. Dengan kata
lain, pembenaran berlebihan untuk terlibat ke dalam suatu aktivitas akan

38

merongrong

minat

intrinsik

akan

aktivitas

tersebut.

Penghargaan adakalanya menimbulkan akibat yang tidak diinginkan, yaitu :


penghargaan itu dapat menjauhkan orang secara aktual dari segala aktivitas yang
mungkin akan mereka nikmati, dan bukannya memberikan dorongan. Hukuman
pun dapat membuat aktivitas terlarang kelihatan lebih menarik, meskipun bukti
mengenai hal ini lebih sedikit jumlahnya.
- Emosi
Para ahli teori tradisional tentang emosi menyatakan bahwa kita mengenal
apa yang kita rasakan dengan mempertimbangkan keadaan fisiologis kita sendiri,
keadaan mental kita, dan stimulus ekstern yang menyebabkan keadaan tersebut.
Namun, bukti terakhir menunjukkan bahwa berbagai reaksi emosional secara
biokimia serupa. Kita dapat membedakan rangsangan tinggi dari rangsangan
rendah, tapi tidak dapat membedakan berbagai jenis emosi. Sebagai contoh, sukar
sekali membedakan berbagai jenis emosi. Sebagai contoh, sukar sekali
membedakan antara rasa cemburu yang berlebihan dari rasa cinta yang besar.
Oleh karenanya, kita memerlukan informasi lain guna mengidentifikasikan emosi
kita.
Stanley Schacter (1962) telah mengambil pendekatan persepsi-diri-sendiri
berdasar emosi. Ia menyatakan bahwa persepsi terhadap emosi kita tergantung
dari :
1. Tingkat rangsangan fisiologik yang kita alami dan
2. Ciri kognitif yang kita terapkan seperti marah atau senang.

Untuk sampai kepada ciri kognitif, kta meninjau perilaku kita sendiri serta

39

situasinya. Jika secara fisiologik kita terangsang dan mentertawakan pertunjukkan


komedi di televisi, maka dapat kita simpulkan bahwa kita merasa senang. Jika kita
membentak seseorang karena dia telah mendorong kita dijalan yang padat, maka
dapat kita simpulkan bahwa kita marah. Pada setiap kasus, perilaku dan
interpretasi kita tentang keadaan akan melengkapi kita dengan ciri kognitif yang
memungkinkan kita untukmenginterpretasikan pengalaman intern kita mengenai
rangsangan emosi. Seperti teori Bem tentang teori persepsi-diri-sendiri, segi
pandangan in kembali menekankan sifat meragukan dari keadaan intern, dan
karena itu persepsi-diri-sendiri sangat bergantung dari persepsi atas perilaku yang
timbul dan lingkungan ekstern.
Teori ini juga menjelaskan bagaimana atribusi terhadap orang lain.
Prinsip-prinsip teoritis biasanya diterapkan pada atribusi tentang mengatribusikan
perilaku orang lain. Pertanyaan yang paling pokok adalah sebagai berikut :
Bilakah kita menarik kesimpulan bahwa tindakan orang lain mencerminkan
pembawaan sejati seperti ciri, sikap, keadaan hati, atau keadaan intern lainnya?
Bilakah kita menyimpulkanbahwa orang lain sesuai dengan situasi eksternnya?
Atau

guna

lebih

menempatkannya

secara

kontras.

Bilakah kita membuat kesimpulan pembawaan yang bertentangan dengan


kesimpulan situasional?, Kita tahu bahwa orang tidak selalu melakukan atau
mengatakan apa yang diyakininya. Seorang tawanan perang mungkin akan
mengatakan hal-hal yang bertentangan dengan sikapnya yang sebenarnya. Atau,
seorang pemudabarangkali akan gembira dan bahagia di sekolah setelah semalam
ia

ditinggal

pergi

pacarnya.

Sebaliknya,

adakalanya

tawanan

perang

mengungkapkan kecaman yang murni keluar dari hatinya terhadap rencana

40

penyerangan negaranya. Hal ini pasti terjadi di Vietnam pada beberapa serdadu
Amerika dan penerbang. Dan pemuda tadi mungkin merasa lega sejati karena
hubungan dengan pacarnya selama ini membuatnya tertekan. Jadi, bagaimana kita
dapat membedakan bilakah tindakan seseorang itu benar-benar merupakan
cerminan
Prinsip

sikap

internnya

atau

keraguan

menyatakan

bahwa

merupakan
terlebih

dahulu

ciri
kita

lain?
harus

mempertimbangkan apakah paksaan ekstern yang mungkin akan mengarahkan


seseorang untuk salah menempatkan sikapnya yang sejati atau tidak.

Daftar pustaka

41

Book :

Nurudin, M.Si. . (2007) . Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta : Raja Grafindo


Persada.

Turner , Lynn.H & West, Richard .(2007) . Pengantar Teori Komunikasi


Analisis dan Aplikasi. Buku 1. 3rd ed. Terj. Maria Natalia Darmayanti
Maer. Jakarta : Salemba Humanika

M. Freeland, Amber . (2012) . An Overview of Agenda Setting Theory in


Mass Communications, Texas

R. West & L. H. Turner . (2004) . Introducing Communication Theory:


Analysis and Application, 2nd. ed. NY: McGraw-Hill, NY

Littlejohn,

Stephen W. &

Foss,

Karen A.

(2008)

. Teori

Komunikasi :Theories of Human Communication. Ed 9. Terj. Mohammad


Yusuf Hamdan. Jakarta : Salmba Humanika
Non Book :

http://wsmulyana.wordpress.com/2009/01/09/teori-kultivasi/

[viewed

on

1/10/2013]

http://nurudin-umm.blogspot.com/search/label/teori%20komunikasi%20massa
[viewed on 1/10/2013]

http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_kultivasi [viewed on 1/10/2013]

http://www.utwente.nl/cw/theorieenoverzicht/Theory%20Clusters/Mass

%20Media/Agenda-Setting_Theory.doc/ [viewed on 1/10/2013]

www.academica.edu [viewed on 3/10/2013]

http://en.wikipedia.org/wiki/Agenda-setting_theory [viewed on 3/10/2013]

http://en.wikipedia.org/wiki/Uses_and_gratifications_theory

[viewed

on

4/10/2013]

42

http://www.utwente.nl/cw/theorieenoverzicht/Theory
%20Clusters/Communication%20and%20Information
%20Technology/Uses_and_Gratifications_Approach-1.doc/

[viewed

on

4/10/2013]

http://www.scribd.com/doc/37141155/Coordinated-Management-of-MeaningTheory [viewed on 13/10/2013]

http://www.uky.edu/~drlane/capstone/interpersonal/cmm.htm

[viewed

on

13/10/2013]

http://www.utwente.nl/cw/theorieenoverzicht/Theory%20clusters/Language
%20Theory%20and%20Linguistics/Coordinated_Management_Meaning.doc/
[viewed on 13/10/2013]

http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/163/BAB%20II
%20TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf?sequence=3 [viewed on 15/10/2013]

http://www.utwente.nl/cw/theorieenoverzicht/Theory%20Clusters/Interpersonal
%20Communication%20and%20Relations/Symbolic_Interactionism.doc/
[viewed on 15/10/2013]

http://studies-dianfebriani.blogspot.com/2010/03/attribution-theory.html [viewed
on 15/10/2013]

http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/12/teori-atribusi-berner-weiner-danimplementasinya-dalam-pembelajaran-346951.html [viewed on 15/10/2013]

http://www.utwente.nl/cw/theorieenoverzicht/Theory%20Clusters/Interpersonal
%20Communication%20and%20Relations/attribution_theory.doc/ [viewed on
15/10/2013]

43

Anda mungkin juga menyukai