Anda di halaman 1dari 11

KONJUNGTIVITIS GONORE

Definisi
Konjungtivitis gonore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat
yang disertai dengan sekret purulen. Konjungtivitis gonore adalah penyakit
menular seksual yang dapat ditularkan secara langsung dari transmisi
genital-mata, kontak genital-tangan-mata, atau tansmisi ibu-neonatus selama
persalinan. 1,2,3

Etiologi
Konjungtivis gonore disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae.
Gonokok merupakan kuman yang sangat pathogen, virulen, dan bersifat
invasiv sehingga reaksi radang terhadap kuman ini snagat berat. 1

Morfologi Neisseria Gonorrhoeae


1. Ciri Organisme
Secara umum ciri Neisseriae adalah bakteri gram negatif,
diplokokus non motil, berdiameter mendekati 0,8 m. Masing-masing
cocci berbentuk ginjal.
cekung akan berdekatan. 4

2. Karakteristik Pertumbuhan

Ketika organisme berpasangan sisi yang

Neisseriae paling baik tumbuh pada kondisi aerob. Mereka


membutuhkan

syarat

pertumbuhan

yang

kompleks.

Neisseria

menghasilkan oksidase dan memberikan reaksi oksidase positif, tes


oksidase merupakan kunci dalam mengidentifikasi mereka. Ketika
bakteri terlihat pada kertas filter yang telah direndam dengan tetrametil
parafenilenediamin hidroklorida (oksidase), neisseria akan dengan
cepat berubah warna menjadi ungu tua.
Gonococci paling baik tumbuh pada media yang mengandung
substansi organik yang kompleks seperti darah yang dipanaskan,
hemin, protein hewan dan dalam ruang udara yang mengandung 5%
CO2. Pertumbuhannya dapat dihambat oleh beberapa bahan beracun
dari media seperti asam lemak dan garam. Organisme dapat dengan
cepat mati oleh pengeringan, penjemuran, pemanasan lembab dan
desinfektan. Mereka menghasilkan enzim autolitik yang dihasilkan dari
pembengkakan yang cepat dan lisis in vitro pada suhu 25 C dan pada
pH alkalis.
Organisme ini tidak dapat hidup pada daerah kering dan suhu
rendah, tumbuh optimal pada suhu 35-37 oC dan ph 7,2-7,6 untuk
pertumbuhan yang optimal. Gram negative diplokokus biasa terlihat
didalam neutrofil. Gonokokkus terdiri dari 4 morfologi, type 1 dan 2
bersifat patogenik dan type 3 dan 4 tidak bersifat patogenik.Tipe 1 dan
2 memiliki vili yang bersifat virulen dan terdapat pada permukaannya,
sedangkan tipe 3 dan 4 tidak memiliki vili dan bersifat non-virulen. Vili

akan melekat pada mukosa epitel dan akan menimbulkan reaksi


radang.4,5,6

Patofisiologi
Konjungtiva adalah lapisan mukosa yang membentuk lapisan terluar
mata. Iritasi apapun pada mata dapat menyebabkan pembuluh darah
dikonjungtiva

berdilatasi.

Iritasi

yang

terjadi

ketika

mata

terinfeksi

menyebabkan mata memproduksi lebih banyak air mata. Sel darah putih dan
mukus yang tampak di konjungtiva ini terlihat sebagai discharge yang tebal
kuning kehijauan.
Perjalanan penyakit pada orang dewasa secara umum, terdiri atas 3 stadium:
1. Infiltratif
2. Supuratif atau purulenta
3. Konvalesen (penyembuhan)

1. Stadium Infiltratif.
Berlangsung 34 hari, ditemukan kelopak dan konjungtiva yang
kaku disertai rasa sakit pada perabaan. Kelopak mata membengkak
dan kaku sehingga sukar dibuka. Terdapat pseudomembran pada
konjungtiva tarsal superior sedang konjungtiva bulbi merah, kemotik,
dan menebal. Pada orang dewasa selaput konjungtiva lebih bengkak
dan lebih menonjol. Pada orang dewasa terdapat perasaan sakit pada
mata yang dapat disertai dengan tanda-tanda infeksi umum. Pada

umumnya menyerang satu mata terlebih dahulu dan biasanya kelainan


ini pada laki-laki didahului pada mata kanannya. Pada umumnya
kelainan ini menyerang satu mata terlebih dahulu dan biasanya
kelainan ini pada laki-laki didahului pada mata kanannya.
2. Stadium supuratif atau purulenta
Berlangsung 2-3 minggu. Gejala-gejala tidak begitu hebat lagi.
Palpebra masih bengkak, hiperemis, tetapi tidak begitu tegang.
Blefarospasme masih ada. Sekret campur darah, keluar terus
menerus. Pada bayi biasanya mengenai kedua mata dengan dengan
sekret kuning kental, terdapat pseudomembran yang merupakan
kondensi fibrin pada permukaan konjungtiva. Kalau palpebra dibuka,
yang khas adalah sekret akan keluar dengan mendadak. Oleh karena
itu harus hati-hati bila membuka palpebra, jangan sampai sekret
mengenai mata pemeriksa.
3. Stadium Konvalesen (penyembuhan)
Berlangsung 2-3 minggu. Gejala-gejala tidak begitu hebat lagi.
Palpebra sedikit bengkak, konjungtiva palpebra hiperemi, tidak
infiltratif. Konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva masih nyata,
tidak kemotik. Sekret jauh berkurang. Pada neonatus infeksi
konjungtiva terjadi pada saat Bila tidak diobati, biasanya tidak tercapai
stadium III, tanpa penyulit, meskipun ada yang mengatakan bahwa
penyakit ini dapat sembuh dengan spontan.
Klasifikasi menurut umur 7

1,,7

1. Kurang dari 3 hari

: Oftalmia gonoroika neonatorum

2. Lebih dari 3 hari

: Oftalmia gonoroika infantum

3. Anak kecil

: Oftalmia gonoroika yuvenilis

4. Orang dewasa

: Oftalmia gonoroika adultum

Gambaran Klinis
Pada bayi dan anak ditemukan kelainan bilateral dengan sekret
kuning kental, sekret dapat bersifat serous tetapi kemudian menjadi kuning
kental dan purulen. Kelopak mata membengkak, sukar dibuka dan terdapat
pseudomembran pada konjungtiva tarsal. Konjungtiva bulbi merah, kemotik,
dan tebal.
Pada orang dewasa gambaran klinis meskipun mirip dengan
oftalmia neonatorum tetapi mempunyai beberapa perbedaan, yaitu sekret
purulen yang tidak begitu kental. Selaput konjungtiva terkena lebih berat dan
menjadi lebih menonjol, tampak berupa hipertrofi papiler yang besar.
Konjungtiva bulbi superior paling sering mengalami infeksi karena pada
konjungtiva bulbi superior tertutup oleh palpebra dan suhunya sama dengan
suhu tubuh yang mengakibatkan bakteri akan lebih mudah berkembang biak.
Pada orang dewasa infeksi ini dapat terjadi berminggu-minggu.

Pemeriksaan Penunjang

1,7

Pada

pemeriksaan

penunjang

dilakukan

pemeriksaan

sediaan

langsung sekret dengan pewarnaan gram atau Giemsa untuk mengetahui


kuman penyebab dan uji sensitivitas untuk perencanaan pengobatan. Pada
pemeriksaan sekret dengan pewarnaan metilen biru, diambil dari sekret atau
kerokan konjungtiva , yang diulaskan pada gelas objek, dikeringkan dan
diwarnai dengan metilen biru 1% selama 1 2 menit. Setelah dibilas dengan
air, dikeringkan dan diperiksa di bawah mikroskop. Pada pemeriksaan dapat
dilihat diplokok yang intraseluler sel epitel dan lekosit, disamping diplokok
ekstraseluler yang menandakan bahwa proses sudah berjalan menahun. Bila
pada anak didapatkan gonokok (+), maka kedua orang tua harus diperiksa.
Jika pada orang tuanya ditemukan gonokok, maka harus segera diobati.

1,78

Pada pemeriksaan pewarnaan gram pada konjungtivitis gonore akan


ditemukan gonococcus gram negatif

Cara pemeriksaan :

Siapkan preparat dari sekret atau kerokan konjungtiva diatas kaca


objek Setelah itu difiksasi di atas api bunsen sebanyak 3 kali. Lalu
didinginkan

Tetesi preparat tersebut dengan zat warna Karbol Gentian Violet.


Diamkan selama 30 detik - 1 menit. Bilas dengan air mengalir.

Tambahkan Lugol selama 30 detik - 1 menit. Kemudian cuci dengan


air

Bilas preparat dengan alkohol 96% selama 2 detik hingga zat warna
larut kemudian bilas dengan akuades.

Tetesi preparat dengan karbol fuhsin/safranin. Diamkan selama 30


detik. Bilas dengan akuades.

Keringkan preparat dan diatasnya diberi satu tetes minyak imersi.


Amati di bawah mikroskop.

Hasil :

Bakteri gram positif berwarna ungu


Bakteri gram negatif berwarna merah

Kultur
Lempeng agar modifikasi Thayer-Martin yang telah diinokulasi harus
diinkubasi pada suhu 35o C dalam udara lembab yang diperkaya dengan
karbon dioksida (stoples lilin), dan harus diobservasi tiap hari selama2 hari.
Laboratorium yang mengerjakan sejumlah besar spesimen untuk N.
gonorrhoeae sering kali lebih suka menggunakan agar coklat non-selektif
yang diperkaya dengan Iso vitalex, atau suplemen yang setara, selain media
MTM yang selektif, karena sebanyak 3-10% galur gonokokus di daerah
tertentu mungkin peka terhadap konsentrasi vancomycin yang digunakan
dalam media selektif. Koloni gonokokus mungkin masih belum tampak
setelah 24 jam. Koloni tersebut timbul setelah 48 jam sebagai koloni kelabu

sampai putih, opak, menonjol, dan berkilau, dengan ukuran dan morfologi
yang berbeda. 10
Uji Resistensi
Isolat N. gonorrhoeae harus diskrining secara rutin untuk melihat
produksi R-laktamase dengan salah satu dari uji-uji yang disarankan, seperti
uji nitrocefin. Untuk uji nitrocefin, dibuat suspensi pekat dari beberapa koloni
dalam tabung kecil berisi 0,2 ml larutan saline, kemudian 0,025 ml nitrocefin
ditambahkan ke dalam suspensi dan dicampur selama satu menit.
Perubahan wama yang cepat dari kuning menjadi merah muda atau merah,
menunjukkan bahwa jalur tersebut menghasilkan R-laktamase.

10

Pengobatan
Pengobatan dimulai bila terlihat pada pewarnaan Gram negatif
diplokok batang intraseluler dan sangat dicurigai konjungtivitis gonore.

Pasien dirawat dan diberi antibiotik sistemik dan dapat juga


diberikan secara topikal. Pada pasien yang resisten terhadap
penisillin dapat diberikan cefriakson. Ceftriakson merupakan
golongan sefalosporin generasi 3. Konjungtivitis gonokokus tanpa
ulkus kornea diberikan injeksi ceftriakson 1g intramuskular. Pasien
dengan ulkus kornea diobati dengan intravena ceftriakson 1g
setiap 12 jam untuk 3 hari. Salep eritromisin, basitranin,

gentamisin, dan ciprofloksasin direkomendasikan untk terapi


topikal.

Irigasi normal salin setiap 30-60 menit untuk membuang debris, sel
inflamasi dan protease.

Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksan mikroskopik yang


dibuat setiap hari menghasilkan 3 kali berturut-turut negatif. 1,3,7

Penyulit
Penyulit yang terjadi adalah tukak kornea marginal terutama bagian
atas, yang dimulai dengan infiltrat, kemudian menjadi ulkus. Bisa terjadi pada
stadium 1 dan 2, dimana terdapat blefarospasme dengan pembentukan
sekret yang banyak.

Sehingga sekret menumpuk dibawah konjungtiva

palpebra superior, ditambah lagi kuman gonokok mempunyai enzim


proteolitik yang merusak kornea dan hidupnya intraseluler, sehingga dapat
menimbulkan keratitis tanpa didahului kerusakan epitel kornea.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas SH, editor. In: Ilmu penyakit mata : mata merah dengan
pengihatan normal. 3rd ed. Jakarta, Balai Penerbit FKUI; 2005. p. 11645
2. Voughan DG, Asbury T, Eva PR. Oftalmologi Umum (General
Ophthalmology). Ed. 14. Widya Medika, Jakarta : 2000. 103-5.
3. Liesegang TJ, Skuta GL, Cantor LB, editors. In : External Disease and
Corneal . Section 8 2007-2008. Infectious Disease of the External
Eyes: Clinical Aspect. American Academy of Ophthalmology. San
Francisco. p:139-91
4. Neisseria Gonorrhoeae.
http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/devina-07114114.pdf
5. Liesegang TJ, Skuta GL, Cantor LB, editors. In : External Disease and
Corneal . Section 8 2007-2008. Infectious Disease of the External
Eyes : Basic Concepts. American Academy of Ophthalmology. San
Francisco. p:113-36
6. http://www.scribd.com/doc/49148368/ISI
7. Wijana,N. Ilmu Penyakit Mata. Abadi Tegal, Jakarta: 1993. 41-59
8. Indriatmi W. Duh Tubuh Genital.
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/0cddf24544f2a7cc584666
8e6b3f644eae0d4bd8.pdf

9. Teknik Pewarnaan Gram Identifikasi Bakteri.


http://mikrobiolaut.files.wordpress.com/2011/03/modul-4.pdf
10. Yerhaegen JV, Engbaek K, Rohner P, Piot P, Heuck GC. Prosedur
Laboratorium Dasar Untuk Bakteriologi Klinis : Penyakit Menular
Seksual. Edisi 2. 2003. p:72-77

Anda mungkin juga menyukai