Anda di halaman 1dari 6

SENSITIFITAS DAN SPESIFISITAS DARI SISTEM SKORING

JABALPUR DALAM MEMPREDIKSI MORTALITAS PASIEN


PADA PASIEN PERFORASI TUKAK LAMBUNG DI RUMAH
SAKIT HASAN SADIKIN, BANDUNG PERIODE JANUARI 2012DESEMBER 2012
Irzan Gustanto N Lubis*, Nurhayat Usman**
* Residen Ilmu Bedah, Departemen Ilmu Bedah, Rumah Sakit Hasan Sadikin, Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran, Bandung
** Kepala Bagian Departement Ilmu Bedah, Rumah Sakit Hasan Sadikin, Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran, Bandung

Latar Belakang: Beberapa sistem skoring kompleks tersedia untuk menilai sespis
abdominal. Peneliti meneliti suatu sistem skoring yang sederhana yaitu sistem skoring
Jabalpur untuk perforasi tukak lambung , yang dapat di aplikasikan dengan mudah di
negara-negara berkembang. Metode : Pasien dengan perforasi tukak lambung yang
menjalanai operasi laparotomi eksplorasi dan patch omental yang dirawat di Rumah
Sakit Hasan Sadikin periode Januari 2012 Desember 2012 diteliti secara reprospektif.
Setiap pasien dihitung skor Jabalpur dengan menghitung faktor umur, perforation-tooperation interval, penyakit komorbid, syok preoperatif, denyut jantung, dan kreatinin
serum. Menggunakan Receiver Operating Characteristic (ROC) dengan program SPSS 20
data di evaluasi. Hasil : Dari tiga puluh tujuh pasien yang diteliti tiga puluh satu pasien
pulang dengan perbaikan dan tujuh pasien meninggal, setelah dievaluasi dengan
menggunakan program SPSS 20 sistem skoring Jabalpur memiliki sensitifitas sebesar
77,8%, dan spesifisitas 75%. Simpulan : Sistem skoring Jabalpur memiliki sensitifitas
sebesar 77,8% dan spesifitas 75% serta akurasi yang baik untuk memprediksi mortalitas
kasus perforasi tukak lambung (AUC=0,845). Sistem ini sangat sederhana dan mudah
diaplikasikan karena hanya menggunakan enam faktor yang secara rutin diperiksa.
Latar Belakang
Insidensi dari perforasi tukak lambung mulai berkurang di banyak negara di
dunia.1 Akan tetapi di negara tropis tetap menjadi penyakit yang sering menyebabkan
sepsis abdominal. Meskipun gambaran klinis pasien dengan perforasi tukak lambung
kadang-kadang dapat kabur dengan gejala yang samar-samar, kebanyakan tampak
dengan gejala yang jelas dengan tanda-tanda peritonitis dan akhirnya sepsis. Variasi
dalam presentasi klinis serta keterlambatan dalam diagnosis dan penanganan saat
masuk ke rumah sakit sehingga berpotensi menyebabkan memburuknya gejala dan
kondisi klinis, dengan hasil yang merugikan. Namun, pada pasien perforasi ulkus
peptikum yang dilakukan pembedahan tetap memiliki risiko tinggi untuk morbiditas (2050%) dan mortalitas (3-40%).2-7 Pada satu dari setiap lima pasien perforasi tukak
lambung dengan tanda-tanda sepsis dan dengan penilaian preoperatif yang baik, tingkat
keparahan kondisi pasien, dan manajemen yang tepat dapat memberikan hasil yang
1

optimal.8,9 Saat ini, nilai American Society of Anesthesiologist (ASA) dan skor Boey yang
paling sering digunakan untuk menilai prognosis pada pasien dengan perforasi tukak
lambung. 10-14
Skor ASA diperkenalkan pada tahun 1941 dan dimaksudkan untuk penilaian
preoperatif tingkat kebugaran pasien, dan merupakan sistem penilaian tertua yang ada
saat ini.15,16 Namun, skor ASA adalah skor risiko pembedahan pada umumnya tidak
ditujukan khusus untuk pasien perforasi tukak lambung. Sedangkan skor Boey hanya
menilai faktor perforation-operation interval lebih atau kurang dari 24 jam, ada tidaknya
syok perioperatif dan penyakit komorbid.14 Dalam dua dekade terakhir, beberapa skor
prognostik untuk sepsis intraabdomen telah dievaluasi. Salah satunya adalah sistem
skoring Jabalpur. Sistem ini mengukur perubahan di berbagai faktor fisiologis yang
mewakili fungsi sistem organ utama. Poin numerik diberikan untuk tingkat keparahan
penyimpangan dari normal dan hasil prognosis penyakit diperkirakan oleh jumlah poin
untuk semua faktor. Sistem penilaian ini memungkinkan stratifikasi pasien menurut
tingkat keparahan, membantu dalam identifikasi pasien berisiko tinggi dan memberikan
informasi prognostik. Sistem ini juga memberikan informasi untuk pengambilan
keputusan klinis yang berkaitan dengan biaya-manfaat. Keterbatasan utama dari
kebanyakan sistem-sistem penilaian adalah ketergantungannya pada pemeriksaan yang
rumit. Pemeriksaan tersebut mungkin tidak mudah tersedia di negara-negara
berkembang. Oleh karena itu peneliti meneliti suatu sistem skoring yang sederhana
yaitu sistem skoring Jabalpur (tabel 1) khusus untuk perforasi tukak lambung , yang
dapat mudah di aplikasikan di RSHS.17

Metode
Studi ini merupakan studi retrospektif dengan kriteria inklusi yaitu pasien
dengan perforasi tukak lambung yang dirawat periode Januari 2010 sampai dengan
desember 2012, dilakukan operasi laparotomi eksplorasi dan patch omental untuk
menutup defek, dan post operatif dirawat di ruangan General Intensive Care Unit.
Diagnosis dibuat dari riwayat penyakit, pemeriksaan klinis, udara bebas pada foto toraks
tegak, dan laparotomi eksplorasi darurat. Variabel independen pada penelitian ini
adalah umur, perforation-to-operation interval, penyakit komorbid, syok preoperatif,
denyut jantung, dan kreatinin serum pasien dan variabel dependen pada penelitian ini
adalah skor Jabalpur. Variabel independen tersebut dicatat lalu diberikan skor
berdasarkan sistem skoring Jabalpur untuk mendapatkan skor Jabalpur dan total skor di
evaluasi menggunakan Receiver Operating Characteristic (ROC) Curve analysis.
Perhitungan statistik menggunakan IBM SPSS Statistics 20. Hasil lalu disajikan dalam
bentuk tabel dan gambar.

Receiver Operating Characteristic (ROC) Curve analysis adalah metode statistik


yang mengukur akurasi diagnostik tes dan memberi tampilan grafis dari positif sejati
versus positif palsu. Area di bawah kurva (AUC) digunakan untuk mengukur "luas" dari
kurva prediksi disusun oleh tampilan grafis antara 'sensitifitas' dan hubungan
'spesifisitas'. AUC dapat berkisar 0,5-1,0 dan hasil dari 1,0 menunjukkan kemampuan
diskriminatif yang sempurna.18 Nilai AUC lebih dari 0,8 dianggap baik, nilai antara 0,600,80 dianggap sebagai menengah, dan nilai AUC kurang dari 0.60 dianggap sebagai
buruk.18 Kurva ROC dihitung dengan menggunakan semua kemungkinan nilai skor
sebagai cut-off nilai potensial untuk hasil prediksi yang diberikan (seperti angka
kematian), dan menampilkan titik cut-off ketika sensitivitas dan spesifisitas mencapai
optimal untuk kedua nilai-nilai, dimana titik pada garis melengkung ROC paling dekat ke
sudut kiri atas pada kurva.
Hasil
Terdapat tiga puluh tujuh pasien dengan perforasi tukak lambung yang
menjalanai operasi laparotomi eksplorasi dan patch omental yang dirawat di Rumah
Sakit Hasan Sadikin periode Januari 2012 Desember 2012. Dari hasil pengumpulan
data faktor-faktor yang dinilai dalam Skor Jabalpur didapatkan data pada Tabel 2.

Faktor-faktor tersebut dijumlahkan untuk mendapatkan skor Jabalpur. Skor


Jabalpur rata-rata 7,57(antara 2-14). Tidak ada pasien dengan skor Jabalpur 0-4 yang
meninggal, dua pasien dengan skor Jabalpur 5-9 meninggal, dan tujuh pasien dengan
skor Jabalpur 10-14 meninggal (Tabel 3).

Dengan menggunakan ROC Curve faktor-faktor dalam Jabalpur skor dievaluasi


dan didapatkan nilai AUC yang dijelaskan pada Tabel 4. Dan sistem skoring Jabalpur
memiliki sensitifitas 77,8% dan spesifisitas 75% dengan skor 9 sebagai cut-off point yang
paling optimal (Tabel 5). Nilai AUC untuk sistem skoring Jabalpur adalah 0,845.
Tabel 5: Nilai kriterion dan koordinat ROC curve

Gambar 1 ROC Curve

Pembahasan
Pada penelitian awal Mishra(2003) dengan 140 pasien di India skor Jabalpur
memiliki sensitifitas sebesar 87% dan spesifisitas 85% dengan AUC 0,92 dengan cut-off
poin 9.15 Pada penelitian ini peneliti mendapatkan Jabalpur score memiliki sensitifitas
77,8% dan spesifisitas 75% dengan AUC 0,845 dengan cut-off poin yang sama. Namun
penelitian ini memiliki subjek yang lebih sedikit dan merupakan studi retrospektif.
Dibandingkan dengan sistem skoring lain yang sering digunakan untuk menilai
prognostik kasus perforasi tukak lambung antara lain skor ASA memiliki AUC yang lebih
tinggi yaitu 0,91 dan skor Boey memiliki AUC yang hampir sama yaitu 0,85.14-15

Meski tingkat akurasi Boey skor dan Jabalpur skor hampir sama terdapat
beberapa perbedaan dalam faktor-faktor yang dinilai. Faktor-faktor perforationoperation interval pada Boey skor hanya dibedakan berdasarkan lebih dari 24 jam atau
tidak sedangkan pada Jabalpur skor dibedakan menjadi lima interval waktu, syok
perioperatif pada Boey skor hanya pasien yang memiliki tekanan darah sistol <90 mmHg
sedangkan pada Jabalpur skor memperhitungkan tekanan darah sistol dan kecepatan
denyut jantung dan faktor usia dan kreatinin serum yang tidak diperhitungkan di skor
boey dianggap faktor yang berpengaruh pada Jabalpur skor. Sehingga skor Jabalpur
memiliki kriteria penilaian yang lebih lengkap namun masih mudah didapatkan di rumah
sakit di negara berkembang sekalipun.
Skor Jabalpur dapat mudah diaplikasikan karena faktor-faktor yang dinilai dapat
secara rutin diperiksa di rumah sakit di negara berkembang karena tidak menggunakan
pemeriksaan yang canggih.
Simpulan
Sistem skoring Jabalpur memiliki sensitifitas sebesar 77,8% dan spesifitas 75% serta
akurasi yang baik untuk memprediksi mortalitas kasus perforasi tukak lambung
(AUC=0,845). Sistem ini sangat sederhana dan mudah diaplikasikan karena hanya
menggunakan enam faktor yang secara rutin diperiksa.
Saran
Peneliti menyarankan untuk melakukan penelitian prospektif dengan jumlah sampel
yang lebih besar tentang Jabalpur skor dan menggunakan skor ASA dan Boey sebagai
pembanding.

Referensi

1.

Sanchea-Bueno F. Marin F. Rios A. Aguayo IL. Robles R. Pinero A, et al, Has the incidence of perforated peptic ulcer
decreased over rite last decade? Dig Surg 2001: l 8:d-d-4-8.

2.

Christensen S, Riis A, Norgaard M, Srensen HT, Thomsen RW: Short-term mortality after perforated or bleeding
peptic ulcer among elderly patients: a population-based cohort study. BMC Geriatr 2007, 7:8.

3.

Christiansen C, Christensen S, Riis A, Thomsen RW, Johnsen SP, Tonnesen E, Sorensen HT: Antipsychotic drugs and
short-term mortality after peptic ulcer perforation: a population-based cohort study. Aliment Pharmacol Ther
2008, 28(7):895902.

4.

Thorsen K, Glomsaker TB, von Meer A, Soreide K, Soreide JA: Trends in diagnosis and surgical management of
patients with perforated peptic ulcer. J Gastrointest Surg 2011, 15(8):13291335.

5.

Bertleff MJ, Lange JF: Perforated peptic ulcer disease: a review of history and treatment. Dig Surg 2010,
27(3):161169.

6.

Lau JY, Sung J, Hill C, Henderson C, Howden CW, Metz DC: Systematic review of the epidemiology of complicated
peptic ulcer disease: incidence, recurrence, risk factors and mortality. Digestion 2011, 84(2):102113.

7.

Bae S, Shim KN, Kim N, Kang JM, Kim DS, Kim KM, Cho YK, Jung SW: Incidence and short-term mortality from
perforated peptic ulcer in korea: a population-based study. J Epidemiol 2012, 22(6):508516.

8.

Moller MH, Shah K, Bendix J, Jensen AG, Zimmermann-Nielsen E, Adamsen S, Moller AM: Risk factors in patients
surgically treated for peptic ulcer perforation. Scand J Gastroenterol 2009, 44(2):145152. 142 p following 152.

9.

Moller MH, Adamsen S, Thomsen RW, Moller AM: Multicentre trial of a perioperative protocol to reduce mortality
in patients with peptic ulcer perforation. Br J Surg 2011, 98(6):802810.

10. Lohsiriwat V, Prapasrivorakul S, Lohsiriwat D: Perforated peptic ulcer: clinical presentation, surgical outcomes, and

the accuracy of the Boey scoring system in predicting postoperative morbidity and mortality. World J Surg 2009,
33(1):8085.

11. Pedersen T, Eliasen K, Ravnborg M, Viby-Mogensen J, Qvist J, Johansen SH, Henriksen E: Risk factors,

complications and outcome in anaesthesia. A pilot study. Eur J Anaesthesiol 1986, 3(3):225239.

12. McCulloch P, Ward J, Tekkis PP: Mortality and morbidity in gastrooesophageal cancer surgery: initial results of ASCOT

multicentre prospective cohort study. BMJ 2003, 327(7425):11921197.

13. Arenal JJ, Bengoechea-Beeby M: Mortality associated with emergency abdominal surgery in the elderly. Can J Surg

2003, 46(2):111116.

14. Boey J, Choi SK, Poon A, Alagaratnam TT: Risk stratification in perforated duodenal ulcers. A prospective validation

of predictive factors. Ann Surg 1987, 205(1):2226.

15. Saklad M: Grading of patients for surgical procedures. Anesthesiology 1941,2:281284.


16. Wolters U, Wolf T, Stutzer H, Schroder T: ASA classification and perioperative variables as predictors of

postoperative outcome Br J Anaesth 1996, 77(2):217222.

17. Mishra A, Sharma D, Raina V K: A simplified prognostic scoring system for peptic ulcer perforation in developing

countries. Indian Journal of Gastroenterology 2003, Vol 22:50-54.

18. Soreide K, Korner H, Soreide JA: Diagnostic accuracy and receiver-operating characteristics curve analysis in surgical
research and decision making. Ann Surg 2011, 253(1):2734.
19. Koc M, Yoldas O, Kilic YA, Gocmen E, Ertan T, Dizen H, Tez M: Comparison and validation of scoring systems in a cohort of
patients treated for perforated peptic ulcer. Langenbecks Arch Surg 2007, 392(5):581

Anda mungkin juga menyukai