Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

Karsinoma kolon merupakan keganasan yang mengenai sel-sel epitel di mukosa


kolon. Kebanyakan kanker kolon berada di rectal, sehingga lebih banyak dikenal
dengan karsinoma colorektal.

Insidens karsinoma kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka


kematiannya. Pada tahun 2002 karsinoma kolorektal menduduki peringkat kedua
pada kasus karsinoma yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita karsinoma
kolorektal menduduki peringkat ketiga dari semua kasus karsinoma.

Secara histopatologis, hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma


(terdiri atas epitel kelenjar) dan dapat mensekresi mukus yang jumlahnya berbedabeda. Tumor dapat menyebar melalui infiltrasi langsung ke struktur yang
berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih, melalui pembuluh limfe ke kelenjar
limfe perikolon dan mesokolon, dan melalui aliran darah, biasanya ke hati karena
kolon mengalirkan darah ke sistem portal.

Gejala yang di timbulkan antara lain adalah nyeri di perut bagian bawah, darah
pada tinja, diare, konstipasi, atau perubahan kebiasaan buang air besar, obstruksi
usus, anemia dengan penyebab tidak di ketahui dan berat badan tanpa alasan yang
diketahui. Dari anamnesa, apabila kita temukan gejala-gejala seperti itu, kita
perkuat dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis yang dapat
1

dilakukan antara lain berupa ultrasonografi, CT-Scan, foto polos abdomen, barium
enema dan foto thoraks.

Ultrasonografi digunakan untuk menemukan dan menentukan letak massa dalam


rongga perut dan pelvis. Membedakan kista dengan massa yang solid, sulit
dilakukan untuk memeriksa karsinoma pada kolon, tetapi digunakan untuk
melihat ada tidaknya metastasis karsinoma kekelenjar getah bening di abdomen
dan hati. CT scan memegang peranan penting pada pasien dengan karsinoma
kolon dalam menentukan staging, CT scan bisa mendeteksi metastase ke hepar,
kelenjar adrenal, ovarium, kelenjar limfa dan organ lainnya di pelvis. CT scan
sangat berguna untuk mendeteksi rekurensi setelah pembedahan karsinoma kolon.
Foto polos abdomen merupakan pemeriksaan awal untuk melakukan pemeriksaan
barium enema. Pada foto polos abdomen kadang kelainan sukar ditemukan,
seringnya berupa dilatasi usus yang terletak lebih proksimal dari tempat tumor
akibat adanya massa di bagian distalnya. Oleh karenanya, lebih sering dilanjutkan
dengan pemeriksaan barium enema. Pemeriksaan barium enema dapat
memperlihatkan keganasan kolon dengan gambaran apple core. Pemeriksaan
foto thoraks berguna selain untuk melihat ada/tidaknya metastasis ke paru juga
bisa untuk persiapan tindakan pembedahan. Pemeriksaan lain yang dapat
dilakukan adalah kolonoskopi. Pada kolonoskopi dipakai fiberskop lentur untuk
melihat dinding kolon dari dalam lumen sampai ileumterminalis. Dengan alat ini
dapat terlihat seluruh kolon termasuk yang tidak terlihat pada foto kolon.
Akhirnya diagnosis pasti karsinoma kolon adalah dengan pemeriksaan
histopatologis.

BAB II
ISI

Pengertian Karsinoma Kolon


Krsinoma kolon merupakan suatu pertumbuhan tumor yang bersifat ganas dan
merusak sel DNA dan jaringan sehat di sekitar kolon.
Anatomi Kolon
Usus besar atau kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang
sekitar 1,5 m (5 kaki) yang terbentang dari caecum hingga canalis ani. Diameter
usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil, yaitu sekitar 6,5 cm (2,5
inci), tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil. Usus besar terdiri dari 6
bagian, yaitu caecum, colon ascenden, colon transversum, colon descenden, colon
sigmoid dan rectum. Berbeda dengan mukosa usus halus, pada mukosa kolon tidak
dijumpai vili dan kelenjar biasanya lurus-lurus dan teratur. Permukaan mukosa
terdiri dari pelapis epitel tipe absorptif diselang-seling dengan sel goblet. Pada
lamina propria dan basis kripta secara sporadik terdapat nodul jaringan limfoid.
Struktur kolon:
1. Caecum
Merupakan kantong yang terletak di bawah muara ileum pada usus besar.
Panjang dan lebarnya kurang lebih 6 cm dan 7,5 cm. Caecum terletak pada
fossa iliaca kanan di atas setengah bagian lateralis ligamentum inguinale.
Biasanya caecum seluruhnya dibungkus oleh peritoneum sehingga dapat
bergerak bebas, tetapi tidak mempunyai mesenterium; terdapat perlekatan ke
3

fossa iliaca di sebelah medial dan lateral melalui lipatan peritoneum yaitu
plica caecalis, menghasilkan suatu kantong peritoneum kecil, recessus
retrocaecalis.

2. Kolon ascenden
Bagian ini memanjang dari caecum ke fossa iliaca kanan sampai ke sebelah
kanan abdomen. Panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah
kanan, dan di bawah hati membelok ke kiri. Lengkungan ini disebut fleksura
hepatica (fleksura coli dextra) dan dilanjutkan dengan kolon transversum.23

3. Kolon Transversum
Merupakan bagian usus besar yang paling besar dan paling dapat bergerak
bebas karena tergantung pada mesokolon, yang ikut membentuk omentum
majus. Panjangnya antara 45-50 cm, berjalan menyilang abdomen dari
fleksura coli dekstra sinistra yang letaknya lebih tinggi dan lebih ke lateralis.
Letaknya tidak tepat melintang (transversal) tetapi sedikit melengkung ke
bawah sehingga terletak di regio umbilicalis.

4. Kolon descenden
Panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri, dari
atas ke bawah, dari depan fleksura lienalis sampai di depan ileum kiri,
bersambung dengan sigmoid, dan dibelakang peritoneum.

5. Kolon sigmoid

Disebut juga kolon pelvinum. Panjangnya kurang lebih 40 cm dan berbentuk


lengkungan huruf S. Terbentang mulai dari apertura pelvis superior (pelvic
brim) sampai peralihan menjadi rectum di depan vertebra S-3. Tempat
peralihan ini ditandai dengan berakhirnya ketiga teniae coli, dan terletak + 15
cm di atas anus. Kolon sigmoideum tergantung oleh mesokolon sigmoideum
pada dinding belakang pelvis sehingga dapat sedikit bergerak bebas (mobile).
bawah hati membelok ke kiri. Lengkungan ini disebut fleksura hepatica
(fleksura coli dextra) dan dilanjutkan dengan kolon transversum.

6. Kolon Transversum
Merupakan bagian usus besar yang paling besar dan paling dapat bergerak
bebas karena tergantung pada mesokolon, yang ikut membentuk omentum
majus. Panjangnya antara 45-50 cm, berjalan menyilang abdomen dari
fleksura lienalis (fleksura coli dekstra sinistra) yang letaknya lebih tinggi dan
lebih ke lateralis. Letaknya tidak tepat melintang (transversal) tetapi sedikit
melengkung ke bawah sehingga terletak di regio umbilicalis.

7. Kolon descenden
Panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri, dari
atas ke bawah, dari depan fleksura lienalis sampai di depan ileum kiri,
bersambung dengan sigmoid, dan dibelakang peritoneum.

8. Kolon sigmoid

Disebut juga kolon pelvinum. Panjangnya kurang lebih 40 cm dan berbentuk


lengkungan huruf S. Terbentang mulai dari apertura pelvis superior (pelvic
brim) sampai peralihan menjadi rectum di depan vertebra S-3. Tempat
peralihan ini ditandai dengan berakhirnya ketiga teniae coli, dan terletak + 15
cm di atas anus. Kolon sigmoideum tergantung oleh mesokolon sigmoideum
pada dinding belakang pelvis sehingga dapat sedikit bergerak bebas (mobile).

Gambar 1. Anatomi Kolon - Rectum

Anatomi Rectum
Bagian ini merupakan lanjutan dari usus besar, yaitu kolon sigmoid dengan
panjang sekitar 15 cm. Rectum memiliki tiga kurva lateral serta kurva
dorsoventral. Mukosa dubur lebih halus dibandingkan dengan usus besar.

Rectum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3
bagian distal rectum terletak di rongga pelvic dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian
proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini
dipisahkan oleh peritoneum reflectum dimana bagian anterior lebih panjang
dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari
usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal,
dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan internal ) serta otot-otot yang mengatur
pasase isi rectum kedunia luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas,
medial dan depan.

Fungsi Kolon
Usus besar atau kolon mengabsorbsi 80% sampai 90% air dan elektrolit dari
kimus yang tersisa dan mengubah kimus dari cairan menjadi massa semi padat.
Usus besar hanya memproduksi mucus. Sekresinya tidak mengandung enzim atau
hormon pencernaan. Sejumlah bakteri dalam kolon mampu mencerna sejumlah
kecil selulosa dan memproduksi sedikit kalori nutrien bagi tubuh dalam setiap
hari. Bakteri juga memproduksi vitamin K, riboflavin, dan tiamin, dan berbagai
gas. Usus besar mengekskresi zat sisa dalam bentuk feses.

Fungsi rectum dan canalis anal yang merupakan lanjutan dari kolon ialah untuk
mengeluarkan massa feses yang terbentuk dan melakukan hal tersebut dengan
cara yang terkontrol. Fungsi rectum berhubungan dengan defekasi sebagai hasil
refleks. Apabila feses masuk ke dalam rectum, terjadi peregangan rectum sehingga
menimbulkan gelombang peristaltik pada kolon descendens dan kolon sigmoid
mendorong feses ke arah anus, sfingter ani internus dihambat dan sfingter ani
internus melemas sehingga terjadi defekasi. Feses tidak keluar secara terus
menerus dan sedikit demi sedikit dari anus berkat adanya kontraksi tonik otot
sfingter ani internus dan externus.

Epidemiologi
1. Distribusi dan Frekuensi
a. Orang
Sekitar 75% dari kanker colorectal terjadi pada orang yang tidak memiliki
faktor risiko tertentu. Sisanya sebesar 25% kasus terjadi pada orang
dengan faktor-faktor risiko yang umum, sejarah keluarga atau pernah
menderita kanker colorectal atau polip, terjadi sekitar 15-20% dari semua
kasus. Faktor-faktor risiko penting lainnya adalah kecenderungan genetik
tertentu, seperti Hereditary Nonpolyposis Colorectal Cancer (HNPCC; 47% dari semua kasus) dan Familial Adenomatosa Polyposis (FAP, 1%)
serta Inflammatory Bowel Disease (IBD; 1% dari semua kasus).

b. Tempat dan Waktu


8

Kanker colorectal merupakan salah satu penyakit yang mematikan.


Berdasarkan laporan World Cancer Report WHO, diperkirakan 944.717
kasus ditemukan di seluruh dunia pada tahun 2000. Insiden yang tinggi
pada kasus kanker colorectal ditemukan di Amerika Serikat, Kanada,
Jepang, negara bagian Eropa, New Zealand, Israel, dan Australia,
sedangkan insiden yang rendah itu ditemukan di Aljazair dan India.
Sebagian besar kanker colorectal terjadi di negara-negara industri. Insiden
kanker colorectal mulai mengalami kenaikan di beberapa negara seperti di
Jepang, Cina (Shanghai) dan di beberapa negara Eropa Timur. Menurut
American Cancer Society pada tahun 2008 di Amerika Serikat
diperkirakan sekitar 148.810 orang didiagnosis menderita kanker
colorectal dan 49.960 mengalami kematian dengan CFR 33,57%.
Eropa, sebagai salah satu negara maju memiliki angka kesakitan kanker
colorectal yang tinggi. Pada tahun 2004, terdapat 2.886.800 kasus dan
1.711.000 kematian karena kanker dengan CFR 59,27%, kanker colorectal
menduduki peringkat kedua pada angka insiden dan mortalitas. Insidens
kanker colorectal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka
kematiannya. Pada tahun 2002 kanker colorectal menduduki peringkat
kedua pada kasus kanker yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita
kanker colorectal menduduki peringkat ketiga dari semua kasus kanker.
Pada kebanyakan kasus kanker, terdapat variasi geografik pada insidens
yang ditemukan, yang mencerminkan perbedaan sosial ekonomi dan
kepadatan penduduk, terutama antara negara maju dan berkembang.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian karsinoma kolon yaitu:
1. Umur
Kanker kolon sering terjadi pada usia tua. Lebih dari 90% penyakit ini
menimpa penderita di atas usia 40 tahun, dengan insidensi puncak pada usia
60-70 tahun (lansia). Kanker colorectal ditemukan di bawah usia 40 tahun
yaitu pada orang yang memiliki riwayat colitis ulseratif atau polyposis
familial.
2. Faktor Genetik
Meskipun sebagian besar kanker colorectal kemungkinan disebabkan oleh
faktor lingkungan, namun faktor genetik juga berperan penting. Ada beberapa
indikasi bahwa ada kecenderungan faktor keluarga pada terjadinya kanker
colorectal. Risiko terjadinya kanker colorectal pada keluarga pasien kanker
colorectal adalah sekitar 3 kali dibandingkan pada populasi umum.

Banyak kelainan genetik yang dikaitkan dengan keganasan kanker colorectal


diantaranya sindrom poliposis. Namun demikian sindrom poliposis hanya
terhitung 1% dari semua kanker colorectal.
3. Faktor Lingkungan
Kanker colorectal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor
genetik dan faktor lingkungan. Sejumlah bukti menunjukkan bahwa
lingkungan berperan penting pada kejadian kanker colorectal. Risiko
mendapat kanker colorectal meningkat pada masyarakat yang bermigrasi dari
wilayah dengan insiden kanker colorectal yang rendah ke wilayah dengan

10

risiko kanker colorectal yang tinggi. Hal ini menambah bukti bahwa
lingkungan

sentrum

perbedaan

pola

makanan

berpengaruh

pada

karsinogenesis.
4. Faktor Makanan
Makanan mempunyai peranan penting pada kejadian kanker colorectal.
Mengkonsumsi serat sebanyak 30 gr/hari terbukti dapat menurunkan risiko
timbulnya kanker colorectal sebesar 40% dibandingkan orang yang hanya
mengkonsumsi serat 12 gr/hari. Orang yang banyak mengkonsumsi daging
merah (misal daging sapi, kambing) atau daging olahan lebih dari 160 gr/hari
(2 porsi atau lebih) akan mengalami peningkatan risiko kanker colorectal
sebesar 35% dibandingkan orang yang mengkonsumsi kurang dari 1 porsi per
minggu.

Serat makanan terutama yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin
sebagian besar tidak dapat dihancurkan oleh enzim-enzim dan bakteri di dalam
tractus digestivus. Serat makanan ini akan menyerap air di dalam kolon,
sehingga volume feses menjadi lebih besar dan akan merangsang syaraf pada
rectum, sehingga menimbulkan keinginan untuk defekasi. Dengan demikian
tinja yang mengandung serat akan lebih mudah dieliminir atau dengan kata lain
transit time yaitu kurun waktu antara masuknya makanan dan dikeluarkannya
sebagai sisa makanan yang tidak dibutuhkan tubuh menjadi lebih singkat.
Waktu transit yang pendek, menyebabkan kontak antara zat-zat iritatif dengan
mukosa kolon menjadi singkat, sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit
di kolon dan rectum. Di samping menyerap air, serat makanan juga menyerap

11

asam empedu sehingga hanya sedikit asam empedu yang dapat merangsang
mukosa kolon, sehingga timbulnya karsinoma kolon dapat dicegah.
5. Polyposis Familial
Polyposis Familial diwariskan sebagai sifat dominan autosom. Insiden pada
populasi umum adalah satu per 10.000. Jumlah total polip bervariasi 10010.000 dalam setiap usus yang terserang. Bentuk polip ini biasanya mirip
dengan polip adenomatosun bertangkai atau berupa polip sesil, akan tetapi
multipel tersebar pada mukosa kolon. Sebagian dari poliposis ini asimtomatik
dan sebagian disertai keluhan sakit di abdomen, diare, sekresi lendir yang
meningkat dan perdarahan kecil yang mengganggu penderita. Polip cenderung
muncul pada masa remaja dan awal dewasa dan risiko karsinoma berkembang
di pasien yang tidak diobati adalah sekitar 90% pada usia 40 tahun.
6. Polip Adenoma
Polip Adenoma sering dijumpai pada usus besar. Insiden terbanyak pada umur
sesudah dekade ketiga, namun dapat juga dijumpai pada semua umur dan lakilaki lebih banyak dibanding dengan perempuan. Polip adenomatosum lebih
banyak pada kolon sigmoid (60%), ukuran bervariasi antara 1-3 cm, namun
terbanyak berukuran 1 cm. Polip terdiri dari 3 bagian yaitu puncak, badan dan
tangkai. Polip dengan ukuran 1,2 cm atau lebih dapat dicurigai adanya
adenokarsinoma. Semakin besar diameter polip semakin besar kecurigaan
keganasan. Perubahan dimulai dibagian puncak polip, baik pada epitel pelapis
mukosa maupun pada epitel kelenjar meluas ke bagian badan dan tangkai serta
basis polip. Risiko terjadinya kanker meningkat seiring dengan meningkatnya
ukuran dan jumlah polip.

12

7. Adenoma Vilosa
Adenoma vilosa jarang terjadi, berjumlah kurang dari 10% adenoma kolon.
Terbanyak dijumpai di daerah rectosigmoid dan biasanya berupa massa
papiler, soliter, tidak bertangkai dan diameter puncak tidak jauh berbeda
dengan ukuran basis polip. Adenoma vilosa mempunyai insiden kanker
sebesar 30-70%. Adenoma dengan diameter lebih dari 2 cm, risiko menjadi
kanker adalah 45%. Semakin besar diameter semakin tinggi pula insiden
kanker.
8. Colitis Ulserosa
Perkiraan kejadian kumulatif dari kanker kolon yang berhubungan dengan
colitis ulserosa adalah 2,5% pada 10 tahun, 7,6% pada 30 tahun, dan 10,8%
pada 50 tahun.Colitis ulserosa dimulai dengan mikroabses pada kripta mukosa
kolon dan beberapa abses bersatu membentuk ulkus. Pada stadium lanjut
timbul pseudopolip yaitu penonjolan mukosa kolon yang ada diantara ulkus.
Perjalanan penyakit yang sudah lama, berulang-ulang, dan lesi luas disertai
adanya pseudopolip merupakan resiko tinggi terhadap karsinoma. Pada kasus
demikian harus dipertimbangkan tindakan kolektomi. Tujuannya adalah
mencegah terjadinya karsinoma (preventif) dan menghindari penyakit yang
sering berulang-ulang. Karsinoma yang timbul sebagai komplikasi colitis
ulserosa sifatnya lebih ganas, cepat tumbuh dan metastasis.

Tipe Karsinoma Kolon


Secara makroskopis terdapat tiga tipe karsinoma kolon dan rektum, yaitu

13

1. Tipe polipoid atau vegetatif


Pada tipe ini tumor tumbuh menonjol ke dalam lumen usus, berbentuk bunga
kol dan ditemukan terutama di sekum dan kolon ascendens.
2. Tipe skirus atau infiltratif,
Pada tipe ini biasanya mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis
dan gejala obstruksi, terutama ditemukan pada kolon descendens, sigmoid dan
rektum.
3. Tahap ulserasi
Pada tipe ini terjadi karena nekrosis di bagian sentral dan terletak di daerah
rektum. Pada tahap lanjut, sebagian besar tumor kolon akan mengalami
ulcerasi menjadi tukak yang maligna.

Gambaran Klinis
Pasien dengan karsinoma kolon umumnya memberikan keluhan berupa gangguan
proses defekasi (Change of bowel habit), berupa konstipasi atau diare, perdarahan
segar lewat anus (rectal bleeding), perasaan tidak puas setelah buang air besar
(tenesmus), buang air besar berlendir (mucoid diarrhea), anemia tanpa sebab yang
jelas,dan penurunan berat badan. Adanya suatu massa yang dapat teraba dalam
perut jugadapat menjadi keluhan yang dikemukakan.

Manifestasi klinik karsinoma kolon tergantung dari bentuk makroskopis dan letak
tumor. Bentuk polipoid (cauli flower) dan koloid (mukoid) menghasilkan banyak
mukus, bentuk anuler menimbulkan obstruksi dan kolik, sedangkan bentuk
infiltratif (schirrhus) tumbuh longitudinal sesuai sumbu panjang dinding rektal
14

dan bentuk ulseratif menyebabkan ulkus ke dalam dinding lumen.Karsinoma yang


terletak di kolon asenden menimbulkan gejala perdarahan samar sedangkan tumor
yang terletak di rektum memanifestasikan perdarahan yang masih segar dan
muncul gejala diare palsu. Di kolon desenden, karsinoma ini menyebabkan kolik
yang nyata karena lumennya lebih kecil dan feses sudah berbentuk solid.

Keluhan dan gejala tergantung juga dari lokasi dan besarnya tumor.

1. Karsinoma Kolon Sebelah Kanan


Penting untuk diketahui bahwa umumnya pasien dengan karsinoma pada
caecum atau pada ascending kolon biasanya memperlihatkan gejala
nonspesifik seperti kekurangan zat besi (anemia). Kejadian anemia ini
biasanya meningkatkan kemungkinan terjadinya karsinoma kolon yang belum
terdeteksi, yang lebih cenderung berada di proksimal daripada di kolon distal.
Beberapa tanda gejala yang terlihat yaitu berat badan yang menurun dan sakit
perut pada bagian bawah yang relatif sering, tetapi jarang terjadi pendarahan
di anus. Pada 50-60% pasien terdapat massa yang teraba di sisi kanan perut.

2. Karsinoma kolon sebelah kiri


Jika karsinoma terletak pada bagian distal, maka kemungkinan besar akan ada
gangguan pada kebiasaan buang air besar, serta adanya darah di feses.
Beberapa karsinoma pada transversa kolon dan kolon sigmoid dapat teraba

15

melalui dinding perut. Karsinoma sebelah kiri lebih cepat menimbulkan


obstruksi, sehingga terjadi obstipasi. Tidak jarang timbul diare paradoksikal,
karena tinja yang masih encer dipaksa melewati daerah obstruksi partial.

3. Karsinoma Rectum
Sering terjadi gangguan defekasi, misalnya konstipasi atau diare. Sering
terjadi perdarahan yang segar dan sering bercampur lendir, berat badan
menurun. Perlu diketahui bahwa rasa nyeri tidak biasa timbul pada kanker
rectum. Kadang-kadang menimbulkan tenesmus dan sering merupakan gejala
utama.

Patologi
Pada umumnya, dalam perjalanan penyakit, pertumbuhan adenokarsinoma usus
besar sebelah kanan dan kiri berbeda. Adenokarsinoma usus besar kanan (caecum,
kolon ascenden, transversum sampai batas flexura lienalis), tumor cenderung
tumbuh eksofitik atau polipoid. Pada permulaan, massa tumor berbentuk sesil,
sama seperti tumor kolon kiri. Akan tetapi kemudian tumbuh progresif, bentuk
polipoid yang mudah iritasi dengan simtom habit bowel: sakit di abdomen yang
sifatnya lama. Keluhan sakit, sering berkaitan dengan makanan/minuman atau
gerakan peristaltik dan kadang-kadang disertai diare ringan. Berat badan semakin
menurun dan anemia karena adanya perdarahan kecil tersembunyi. Konstipasi
jarang terjadi, mungkin karena volum kolon kanan lebih besar. Suatu saat dapat
dipalpasi massa tumor di rongga abdomen sebelah kanan.

16

Karsinoma usus besar kiri (kolon transversum batas flexura lienalis, kolon
descenden, sigmoid dan rectum) tumbuh berbentuk cincin menimbulkan napkinring. Pada permulaan, tumor tampak seperti massa berbentuk sesil, kemudian
tumbuh berbentuk plak melingkar yang menimbulkan obstipasi. Kemudian bagian
tengah mengalami ulserasi yang menimbulkan simtom diare, tinja campur lendir
dan darah, konstipasi dan tenesmus mirip dengan sindrom disentri.

Gambar 2. Tumor Kolon

17

Metastasis
Metastase ke kelenjar limfa regional ditemukan pada 40-70% kasus pada saat
direseksi. Invasi ke pembuluh darah vena ditemukan pada lebih 60% kasus.
Metastase sering ke hepar, cavum peritoneum, paru-paru, diikuti kelenjar adrenal,
ovarium dan tulang. Metastase ke otak sangat jarang, dikarenakan jalur limfatik
dan vena dari rektum menuju vena cava inferior, maka metastase karsinoma
rektum lebih sering muncul pertama kali di paru-paru. Berbeda dengan kolon
dimana jalur limfatik dan vena menuju vena porta, maka metastase karsinoma
kolon pertama kali paling sering di hepar
Stadium
Prognosis dari pasien karsinoma kolon berhubungan dengan dalamnya penetrasi
tumor ke dinding kolon, keterlibatan kelenjar getah bening regional atau
metastasis jauh. Semua variabel ini digabung sehingga dapat ditentukan sistem
staging yang awalnya diperhatikan oleh Dukes.

18

2.8. Pencegahan

Diagnosis
Diagnosis karsinoma kolon ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratoris, radiologis, kolonoskopi,
dan histopatologis.
1. Anamnesis
Pada stadium dini, karsinoma kolon tidak memberikan gejala. Gejala biasanya
muncul saat perjalanan penyakit sudah lanjut. Pasien dengan karsinoma kolon
biasanya mengeluh rasa tidak enak, kembung, tidak bisa flatus, sampai rasa
nyeri di perut. Didapatkan juga perubahan kebiasaan buang air besar berupa
diare atau sebaliknya, obstipasi, kadang disertai darah dan lendir. Buang air
besar yang disertaidengan darah dan lendir biasanya dikeluhkan oleh pasien
dengan karsinoma kolon bagian proksimal. Hal ini disebabkan karena darah
yang dikeluarkan oleh karsinoma tersebut sudah bercampur dengan feses.
Gejala umum lain yang dikeluhkan oleh pasien berupa kelemahan, kehilangan
nafsu makan dan penurunan berat badan.
Secara umum gejala meliputi perubahan pola kebiasaan defekasi, baik berupa
diare ataupun konstipasi (change of bowel habit), perdarahan per anum (darah
segar), penurunan berat badan, faktor predisposisi (risk factor), riwayat
kanker dalam keluarga, riwayat polip usus, riwayat colitis ulserosa, riwayat
kanker payudara/ovarium, uretero sigmoidostomi, serta kebiasaan makan
(rendah serat, banyak lemak)

19

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik mungkin tidak banyak menolong dalam menegakkan
diagnosis. T u mor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi abdomen,
bila teraba menunjukkan keadaan yang sudah lanjut. Bila tumor sudah
metastasis ke hepar akan teraba hepar yang noduler dengan bagian yang keras
dan yang kenyal. Asites biasa didapatkan jika tumor sudah metastasis
ke peritoneal. Perabaan limfonodi inguinal,iliaka, dan supraklavikular
penting untuk mengetahui ada atau tidaknya metastasis ke limfonodi tersebut.
Pada pasien yang diduga menderita karsinoma kolorektal harusdilakukan
rectal toucher . Bila letak tumor ada di rektum atau rektosigmoid, akanteraba
massa maligna (keras dan berbenjol-benjol dengan striktura) di rektum atau
rektosigmoid teraba keras dan kenyal. Biasanya pada sarung tangan akan
terdapat lendir dan darah.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium tidak dapat menentukan diagnosis. Walau
demikian, setiap pasien yang mengalami perdarahan perlu diperiksa kadar
hemoglobin.Pemeriksaan radiologis yang dapat dikerjakan berupa foto polos
abdomen,barium enema dengan single contrast maupun double contrast dan
foto thoraks
a. Pemeriksaan Laboratotium
-

Anemia dapat dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium darah


(hemoglobin dan hematokrit).

Test guaiac pada feses

Carcinoembryonic antigen (CEA)

b. Pemeriksaan Radiologi
- Ultrasonografi (USG)
20

Ultrasonografi (USG) merupakan salah satu imaging diagnostik


(pencitraan diagnostik) untuk pemeriksaan alat alat dalam tubuh
manusia,dimana kita dapat mempelajari bentuk, ukuran anatomis,
gerakan serta hubungan dengan jaringan sekitarnya. Pemeriksaan ini
bersifat non-invasif, tidak menimbulkan rasa sakit pada penderita,
dapat dilakukan dengan cepat, aman dan data yang diperoleh
mempunyai nilai diagnostik yang tinggi. Tidak ada kontra indikasinya,
karena pemeriksaan ini sama sekali tidak akan memperburuk penyakit
penderita. Dalam 20 tahun terakhir ini, diagnostik ultrasonik
berkembang dengan pesatnya, sehingga saat ini USG mempunyai
peranan penting untuk meentukan kelainan berbagai organ tubuh.
Prinsip USG: Ultrasonik adalah gelombang suara dengan frekwensi
lebih tinggi daripada kemampuan pendengaran telinga manusia,
sehingga kita tidak bisa mendengarnya sama sekali. Suara yang dapat
didengar manusia mempunyai frekwensi antara 20 20.000 Cpd
(Cicles per detik- Hertz).. Sedangkan dalam pemeriksaan USG ini
mengunakan frekwensi 1- 10 MHz ( 1- 10 juta Hz). Gelombang suara
frekwensi tingi tersebut dihasilkan dari kristal-kristal yang terdapat
dalam suatu alat yang disebut transducer. Perubahan bentuk akibat
gaya mekanis pada kristal, akan menimbulkan teganganlistrik.
Fenomena ini disebut efek Piezo-electric, yang merupakan dasar
perkembangan USG selanjutnya. Bentuk kristal juga akan berubah bila
dipengaruhi oleh medan listrik. Sesuai dengan polaritas medan listrik

21

yang melaluinya, kristal akan mengembang dan mengkerut, maka akan


dihasilkan gelombang suara frekwensi tingi.
Kekurangan: USG tidak mampu menembus bagian tertentu badan.
Tujuh puluh persen gelombang suara yang mengenai tulang akan
dipantulkan, sedang pada perbatasan rongga-rongga yang mengandung
gas 99% dipantulkan. Dengan demikian pemeriksaan USG paru dan
tulang pelvis belum dapat dilakukan. Dan diperkirakan 25%
pemeriksaan di abdomen diperoleh hasil yang kurang memuaskan
karena gas dalam usus. Penderita gemuk agak sulit, karena lemak yang
banyak akan memantulkan gelombang suara yang sangat kuat.
Pemakaian Klinis: USG digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis dalam berbagai kelainan organ tubuh. USG digunakan antara
lain menemukan dan menentukan letak massa dalam rongga perut dan
pelvis, membedakan kista dengan massa yang solid. mempelajari
pergerakan organ (jantung, aorta, vena kafa), maupun pergerakan janin
dan jantungnya. Pengukuran dan penetuan volum. Pengukuran
aneurisma arterial, fetalsefalometri, menentukan kedalaman dan letak
suatu massa untuk bioksi. Menentukan volum massa ataupun organ
tubuh tertentu (misalnya buli-buli, ginjal, kandung empedu, ovarium,
uterus, dan lain-lain). Bioksi jarum terpimpin. Arah dan gerakan jarum
menuju sasaran dapat dimonitor pada layar USG. Menentukan
perencanaan dalam suatu radioterapi. Berdasarkan besar tumor dan
posisinya, dosis radioterapi dapat dihitung dengan cepat. Selain itu
setelah radioterapi, besar dan posisi tumor dapat pula diikuti.

22

CT-Scan Kolon
Pemanfaatan alat CT scan dalam melakukan pemeriksaan Kolon
merupakan teknik yang baru dan dapat kita lakukan dengan sangat
cepat dan dapat meniadakan radiasi yang diterima oleh pekerja radiasi.
Dengan pemeriksaan CT Kolon ini dapat dilihat gambaran Kolon baik
dalam maupun luarnya sebagaimana kita melakukan Kolonoskopi.
CT-Scan kolon dapat dilakukan dengan 2 cara, antara lain :
Dengan memasukkan kontras media positif.
Dengan memasukkan kontras media negative.

CT Kolon adalah pemeriksaan Kolon dengan memanfaatkan alat CT


Scan untuk menperlihatkan gambaran Kolon dan menggunakan
kontras media negative yaitu udara yang dipompakan kedalam kolon.
Tujuan pemeriksaan ini sama halnya dengan pemeriksaan Kolon biasa,
hanya disini kita tak perlu melakukan fluoroskopi dan juga tidak
memasukkan Barium kedalam usus sipenderita. Jadi pemeriksaannya
jauh lebih nyaman dari pemeriksaan Kolon yang biasa kita lakukan,
serta waktu yang dibutuhkan jauh lebih cepat. Pada CT Kolon kita
dapat mengevaluasi permukaan luar (3D Kolon) dan structure dalam
dari Kolon dengan Navigator ,seperti divertikuli , dokter dapat juga
mengevaluasi bagian dari structure abdomen lainnya, seperti liver,
ginjal, dll. Setelah dilakukan pemotretan dalam posisi supine dan
prone dengan mempergunakan Helical dan ketebalan irisan 3 - 5 mm ,
23

pasien

diperbolehkan

keluar

dari

ruangan

pemeriksaan,

dan

selanjutnya kita lakukan prosesing gambar pada operator console.


Untuk melihat Kolon dengan penampilan tiga dimensi, cukup kita klik
Built model, terus 3D Kolon , dengan sekejap kita dapatkan gambaran
Kolon. Dengan jalan memutar-mutar gambar sedemikian rupa , kita
dapatkan gambaran Kolon yang kita kehendaki. Gambar Kolon 3D
yang sudah kita dapatkan kita ubah lagi menjadi gambaran kolon
seperti yang biasa kita buat dengan alat Rontgen konvensionil. Dengan
menggunakan alat (Navigator) yang dapat kita gerakkan sepanjang
gambaran Kolon , dimana kita sudah mempunyai gambaran Kolon
dalam potongan axial , sagital dan coronal sebagai panduan., maka kita
dapatkan gambaran permukaan dalam dari Kolon , dimana gambar
yang kita lihat adalah gambaran seperti yang dihasilkan dengan alat
Kolonoskopi yang selama ini kita lihat. Bila dokter memerlukan
visualisasi dari Kolon itu sendiri dapat dengan mudah dilakukan,
walaupun pasien sudah keluar dari bagian Radiologi.
Tujuan pemeriksaan : untuk melihat kelainan-kelainan pada daerah
kolon
Indikasi Pemeriksaan :
Colitis
Polip
Tumor
Invaginasi
24

Hemoroid

Kontra indikasi :
Perforasi
Keadaan umum pasien jelek
Diare

Persiapan Pasien :
Dua hari sebelum pemeriksaan, pasien dianjurkan makanan lunak /
bubur kecap dan disarankan banyak minum air
Jika kita lakukan pagi maka makan bubur kecap yg terakhir jam
19.00 wib. Dan jika pemeriksaan dilakukan siang, makan terakhir
jam 07.00 wib.
Jika kita lakukan pemeriksaan pagi, maka pasien minum garam
inggris 1 bks dicmpur dgn air 1 gelas jam20.00 wib. Utk
pemeriksaan siang maka minum garam inggris dicampur air 1
gelas jam 07.00 wib.
Jika dilakukan pemeriksaan pagi maka mulai puasa jam24.00 wib
dan jika dilakukan siang, puasa jam07.00, pasien dianjurkan tdk
merokok dan tdk boleh bnyak bicara.
Besok pagi / siang pasien dtg ke radiologi dlm keadaan puasa.
Sebaiknya sebelum pemeriksaan pasien dilakukan klisma.

Persiapan Alat dan Bahan :


Cateter
25

Gunting klem
Spuit 20cc
Jelly
Spuit cateter
Handscone
Bahan Kontras

Dengan memakai CT Scan dual slice saja kita bisa menghasilkan


gambaran CT Kolon dengan baik, apalagi apabila kita pakai CT multi
slice, pasti gambarannya akan jauh lebih baik , sebab resolusinya akan
semakin halus. Keuntungan pemeriksaan ini adalah mengurangi radiasi
yang diterima pekerja radiasi. Dapat memperlihatkan struktur Kolon
baik lapisan luar maupun lapisan dalamnya. Kita bisa melihat
gambaran Kolonoskopi tanpa menunggu dokter ahli Penyakit dalam
untuk melakukannya. Kelemahannya kita tak bisa mengambil cuplikan
bahan yang akan diperiksa dilaboratorium, apabila ada hal-hal yang
mencurigakan. Kerugiankerugiannya adalah boleh dikatakan tidak
ada.

26

Gambar 3. CT Scan colorektal

CT telah menjadi standar untuk gambar modalitas abdomen pada


pasien dengan karsinoma kolorektal. CT scan dapat mengevaluasi
abdominal cavity dari pasien kanker kolon pre operatif. CT scan
bisa mendeteksi metastase ke hepar, kelenjar adrenal, ovarium,
kelenjar limfa dan organ lainnyadi pelvis. CT scan sangat berguna
untuk mendeteksi rekurensi pada pasien dengan nilai CEAyang
meningkat setelah pembedahan kanker kolon. Sensitifitas CT scan
mencapai 55%. CT scan memegang peranan penting pada pasien
dengan kanker kolon dalam menentukan stage dari lesi sebelum
tindakan operasi. Pelvic CT scan dapat mengidentifikasi invasi
tumor kedinding usus dengan akurasi mencapai 90 %, dan
mendeteksi pembesaran kelanjar getah bening>1 cm pada 75%
pasien.Penggunaan CT dengan kontras dari abdomen dan pelvis
dapat

mengidentifikasi

metastase

pada

hepar

dan

daerah

intraperitoneal.

27

Kerugian CT Scan: CT Scan menggunakan sinar x untuk


menghasilkan gambar potongan tubuh , maka tentu saja pasien
yang sedang dalam pemeriksaan CT Scan akan terpapar dengan
sinar x. CT Scan dengan teknologi saat ini hanya akan
memaparkan 4% saja dari radiasi sinar x yang dipaparkan oleh alat
Rontgen sinar x biasa. Oleh karena itu ibu hamil tak dapat
melakukan pemeriksaan CT Scan , oleh karena itu ibu hamil wajib
memeberitahukan kondisi kehamilannya pada dokter sebelum
dokter merekomendasikan pemeriksaan CT Scan. Munculnya
gambaran artefak (gambaran yang seharusnya tidak ada tapi
terekam). Hal ini biasanya timbul karena pasien bergerak selama
perekaman CT Scan berlangsung, pasien yang menggunakan
tambalan gigi amalgam atau sendi palsu dari logam, atau kondisi
jaringan tubuh tertentu yang mengakibatkan timbulnya gambaran
artefak. Demikian penggunakan CT Scan sejak awal sampai saat
ini setelah banyak sekali kemajuan teknologi yang dicapai
,kemajuan ini dapat sangat bermanfaat untuk dunia kedokteran dan
kesehatan.

Foto Polos Abdomen


Foto polos abdomen merupakan pemeriksaan awal untuk melakukan
pemeriksaan barium enema. Apabila pada pemeriksaan foto polos
abdomen ditemukan tanda-tanda perforasi, maka pemeriksaan barium
enema merupakan kontra indikasi.
28

Foto polos abdomen sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak dengan
sinar horizontal. Posisi supine perlu untuk melihat distribusi gas,
sedangkan di sikap tegak untuk melihat batas udara-air dan letak
obstruksi karena massa.
Foto Polos Abdomen menjadi salah satu alat bantu dalam
mendiagnosis terjadinya gangguan pada abdomen. Pemeriksaan
radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan
dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Foto polos
abdomen dapat dilakukan dalam 3 posisi, yaitu :
Tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior (AP).
Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan,
dengan sinar horizontal proyeksi AP.
Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar

horizontal, proyeksi AP.


Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat
mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan
ukuran kaset dan film ukuran 35 x 43 cm.
Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran step ladder dan air fluid
level pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya
suatu obstruksi. Foto polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas

29

66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada


obstruksi kolon.
Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran step ladder dan
air fluid level terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa
saja tidak tampak gas. Jika terjadi stangulasi dan nekrosis, maka akan
terlihat gambaran berupa hilangnya mukosa yang reguler dan adanya
gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto thoraks tegak
menunjukkan adanya perforasi usus. Penggunaan kontras tidak
dianjurkan karena dapat menyebabkan peritonitis akibat adanya
perforasi.

Colon In Loop
Tujuan Pemeriksaan :
Membantu menegakkan diagnosis dari carcinoma kolon dan
penyakit inflamasi kolon.
Mendeteksi adanya polip, inflamasi dan perubahan struktural pada
kolon.
Resiko dan Tindakan Pencegahan :

30

Pemeriksaan ini berbahaya jika dikerjakan pada penderita


tachycardia atau colitis berat.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan hati-hati pada penderita
ulcerative colitis, diverticulitis, berak darah akut atau kecurigaan
pneumatosis cytoides intestinalis.
Nilai Normal : Barium akan mengisi kolon secara rata dan
menunjukkan contour, patency (bebas terbuka) dan posisi bowel yang
normal.
Indikasi :
Gangguan pola buang air besar
Nyeri daerah kolon
Kecurigaan massa daerah kolon
Melena
Kecurigaan obstruksi kolon

Kontra indikasi :
Absolute

Toxic megakolon

Pseudo membranous colitis

Post biopsy kolon (sebaiknya menunggu setelah 7 hari)

Relatif
31

Persiapan kolon kurang baik

Baru saja mengalami pemeriksaan GI tract bagian atas dengan


kontras

Komplikasi :
Perforasi usus
Extraluminasi ke venous
Water intoxication
Intramural barium
Cardiac arithmia
Transient bactericemia
ES obat-obatan yang dipergunakan (buscopan, dll)

Persiapan Pemeriksaan
48 jam sebelum pemeriksaan pasien makan makanan lunak rendah
serat
18 jam sebelum pemeriksaan ( jam 3 sore ) minum tablet dulcolax
4 jam sebelum pemeriksaan ( jam 5 pagi ) pasien diberi dulkolak
kapsul per anus selanjutnya dilavement
Seterusnya puasa sampai pemeriksaan
30 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi sulfas atrofin 0,25 1
mg / oral untuk mengurangi pembentukan lendir

32

15 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi suntikan buscopan


untuk mengurangi peristaltic usus.
Prosedur :
Catat tanda-tanda vital pasien, tekanan darah, denyut nadi dan hasil
laboratorium bila ada.
Dilakukan plain foto Abdomen polos/ BNO Pendahuluan,
menggunakan kaset ukuran 30 x 40 cm, bila pasien berukuran
besar menggunakan kaset ukuran 43 x 35 cm. Teknik Foto Plain
Abdomen polos/ BNO Pendahuluan
Posisi Pasien Supine diatas meja pemeriksaan, kedua lengan
disamping tubuh, kaki lurus dengan lutul sedikit fleksi untuk
mobilisasi.
Posisi objek Mid Sagital Plane pada pertengahan meja, batas atas
processus xyphoideus dan batas bawah sympisis pubis. 6.2.3.
Central Ray: Vertical, Center point : umbilikus, FFD : 90 cm Kv :
70 , MAS. 6.2.4. Eksposi: sekspirasi dan tahan nafas supaya
abdomen lebih tipis, diafragma keatas sehingga abdomen terlihat
jelas.
Siapkan media kontras barium sulfat yang dicampur dengan air
dengan perbandingan 1:8.
Masukkan ke tabung irigator yang telah tersambung dengan selang
irigator. Letakkan pada ketinggian 1 meter dari tempat tidur pasien.

33

Masukkan kanula yang telah diolesi vaselin ke anus pasien, diklem


dengan gunting klem. 6.6. Buka gunting klem sehingga barium
masuk ke kolon sigmoid (5 menit). Tutup gunting klem pada
selang irigator. Lakukan pemotretan dengan kaset 24 x 30 cm.
Buka kembali klem alirkan barium kira-kira sampai mengisi
rectum

10

menit).

Lakukan

pemotretan

AP

dengan

menggunakan kaset 30 x 40 cm. Kemudian dilanjutkan dengan


pemotretan posisi obliq kanan dan kiri dengan menggunakan kaset
30 x 40 cm.
Pasien dipersilahkan BAB.
Setelah itu dimasukkan media kontras negatif melalui anus pasien
dengan spuit (double kontras). Kemudian dilakukan pemotretan
dengan posisi AP.
Pemeriksaan Kolon in loop selesai. Pasien diantar keluar ruang
pemeriksaan.
Kelebihan dalam menegakan diagnosa pemeriksaan usus besar / kolon
in loop bahwa radiolog dapat memonitor secara real time. Pergerakan
peristaltic pada saat dilakukan pemeriksaan kolon in loop, dengan
catatan bahwa dalam pemeriksaan ini menggunakan flouroscopi.
Teknik Pemasukan Media Kontras
Metode Kontras Tunggal

34

Pemeriksaan hanya menggunakan BaSO4 sebagai media


kontras.

Kontras dimasukkan ke kolon sigmoid, desenden, transversum,


ascenden sampai daerah sekum.

Dilakukan pemotretan full fillng

Evakuasi, dibuat foto post evakuasi

Metode Kontras Ganda Satu Tingkat

Kolon diisi BaSO4 sebagian selanjutnya ditiupkan udara untuk


mendorong barium melapisi kolon

Selanjutnya dibuat foto full filling

Kontras Ganda Dua Tingkat

Kolon diisi BaSO4 sampai kira 2 fleksura lienalis atau


pertengahan kolon transversum

Pasien disuruh merubah posisi agar barium masuk ke seluruh


kolon

Menunggu 1 2 menit supaya barium melapisi mukosa kolon

Pasien disuruh BAB

Dipompakan udara ke dalam kolon = 1800 2000 ml, tidak


boleh berlebihan karena akan timbul komplikasi : reflex fagal
(wajah pucat, bradikardi, keringat dingin dan pusing )

Tahap pemotretan
35

Pemotretan

dilakukan

apabila

yakin

seluruh

kolon

mengembang semua

Posisi pemotretan tergantung dari bentuk dan kelainan serta


lokasinya.
o Proyeksi PA, PA oblig & lateral ( rectum )
o Proyeksi AP, AP oblig ( kolon transversum termasuk
fleksura)
o Proyeksi PA, PA oblig pasien berdiri ( fleksura lienalis dan
hepatica)

36

Gambar 4. Gambaran radiologi kolon sigmoid

Setelah Pemeriksaan :
Jika X-ray lebih lanjut tidak dimintakan , maka penderita dapat
kembali makan secara normal.
Minum banyak cairan karena pemeriksaan dapat menyebabkan
dehydrasi.
Kotoran penderita akan berwarna keputihan hingga 24 72 jam ( 1
3 hari ).
37

Keuntungan:
Sensitivitasnya untuk mendiagnosis karsinoma kolon-rektum: 65
95 %
Aman
Tingkat keberhasilan prosedur sangat tinggi
Tidak memerlukan sedasi
Telah tersedia di hampir seluruh rumah sakit.

Kelemahan:
Rendahnya akurasi untuk mendiagnosis lesi di rekto-sigmoid
dengan divertikulosis dan di sekum
Rendahnya akurasi untuk mendiagnosis lesi tipe datar
Rendahnya sensitivitas (7095 %) di dalam mendiagnosis polip
<1cm
Mendapat paparan radiasi.
-

Kolonoskopi
Kolonoskopi dianjurkan untuk memeriksa pasien lebih dari 50 tahun
rata-rata berusia risiko karsinoma kolon atau polip kolon. Karsinoma
usus jarang tidak dapat dideteksi pada kolonoskopi karena ia
cenderung lebih besar daripada adenomatosa polip. Kolonoskopi
adalah tes yang sangat spesifik. Pada kolonoskopi, massa dibiopsi
untuk diagnosis patologis.

38

Kolonoskopi adalah cara paling akurat mengevaluasi mukosa kolon,


dan memungkinkan biopsi lesi. Pemeriksaan lengkap ke sekum kolon
dapat dicapai dalam lebih dari 95% pasien. Potensi ketidaknyamanan
dari prosedur agak tergantung pada operator, tetapi dalam banyak
kasus prosedur dapat dilakukan dengan nyaman intravena sederhana
sedasi sadar.. Kolonokopi adalah sekitar 12% lebih akurat daripada
udara kontras barium enema, terutama dalam mendeteksi lesi kecil
seperti adenomas. Pemeriksaan ini paling akurat dan sangat efektif.
Keuntungan:
Tingkat sensitivitas di dalam mendiagnosis adenokarsinoma atau

poli kolorektal adalah 95%


Kolonoskopi berfungsi sebagai alat diagnostik melalui biopsi dan

terapipada polipektomi
Kolonoskopi dapat mengidentifikasi dan melakukan reseksi

synchronous polyp
Tidak ada paparan radiasi.

Kerugian:
Pada 5 30 % pemeriksaan tidak dapat mencapai sekum
Sedasi intravena selalu diperlukan
Lokalisasi tumor dapat tidak akurat
Tingkat mortalitas adalah 1 : 5000 kolonoskopi.

39

c. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi melalui biopsi merupakan diagnosis pasti dari
karsinoma. Klinisi harus mereview penemuan hasil pemeriksaan ini untuk
mengkonfirmasi diagnosis dan dapat segera memberikan terapi yang tepat.
Dalam kedokteran onkologi, ini merupakan prinsip dasar dalam
menegakkan diagnosis keganasan.

Diagnosa Banding
Gejala dari tumor kolon dapat menyerupai beberapa penyakit seperti :
1. Divertikulitis
Terutama divertikulitis yang terjadi di daerah sigmoid atau kolon descendens,
dimana pada kolon dan divertikulitis sama-sama ditemukan feces yang
bercampur dengan darah dan lendir.
2. Colitis Ulcerative
Pada colitis ulcerativa juga ditemukan feces yang berdarah dan berlendir,
tenesmus, mules dan nyeri perut. Tetapi pada colitis ulserativa terdapat diare
sedangkan pada tumor kolon biasanya feces berbentuk kecil-kecil seperti
kotoran kambing.
3. Appendicitis Infiltrat
Pada appendicitis infiltrat terasa nyeri dan panas yang mirip dengan tumor
sekum stadium lanjut (tumor sekum pada stadium awal bersifat mobile).

40

4. Haemoroid
Pada haemoroid, feces juga bercampur darah namun pada haemoroid darah
keluar sesudah feces keluar baru kemudian bercampur. Sedangkan pada tumor
kolon darah keluar bersamaan dengan feces.
5. Tumor Ovarium
Pada tumor ovarium dan tumor kolon kiri sama-sama sering ditemukan
gangguan konstipasi. Pada tumor ovarium, juga didapati pembesaran abdomen
namun tumor ini tidak menyebabkan keluarnya darah bersama feces. Selain itu
tumor ovarium menyebabkan gangguan pada miksi berupa peningkatan
frekuensi di mana hal ini tidak dijumpai pada tumor kolon.

Penatalaksanaan
Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif adalah tindakan bedah. Tujuan utama
tindakan bedah adalah memperlancar saluran cerna baik bersifat kuratif maupun
non kuratif dengan mengangkat karsinoma dan kemudian memulihkan
41

kesinambungan usus. Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan tidak


memberikan manfaat kuratif. Tindakan bedah terdiri dari reseksi luas karsinoma
primer dan kelenjar limfe regional. Bila sudah terjadi metastase jauh, tumor
primer akan direseksi juga dengan maksud mencegah obstruksi, perdarahan,
anemia, inkontinensia, fistel dan nyeri.
1. Terapi primer
Terapi utama untuk tumor kolon adalah operatif. Tindakan operatif yang
dilakukan tergantung dari letak tumor kolon tersebut. Tehnik pembersihan
mesenterium dan keadaan patologi (benigna atau maligna) menentukan berapa
panjang kolon yang harus direseksi.
Tindakan yang paling sering dilakukan adalah hemikolektomi kanan,
kolektomi transversal, hemikolektomi kiri atau reseksi anterior, dan reseksi
abdominoperineal. Pembedahan sangat berhasil bila dilakukan pada pasien
yang tidak mengalami metastasis. Pemeriksaan tindak lanjut dengan antigen
embrionik adalah penanda yang sensitif untuk rekurensi tumor yang tidak
terdeteksi. Daya tahan hidup 5 tahun adalah sekitar 50%.
Indikasi untuk hemikolektomi adalah tumor di caecum, kolon ascenden, kolon
transversum, tetapi lesi di fleksura lienalis dan kolon descenden di atasi
dengan hemikolektomi kiri. Tumor di sigmoid dan rectum proksimal dapat
diangkat dengan tindakan LAR (Low Anterior Resection). Angka mortalitas
akibat operasi sekitar 5% tetapi bila operasi dikerjakan secara emergensi maka
angka mortalitas menjadi lebih tinggi. Reseksi terhadap metastasis di hati

42

dapat memberikan hasil 25-35% rata-rata masa bebas tumor (disease free
survival rate).
2. Terapi paliatif

Reseksi tumor secara paliatif dilakukan untuk mencegah atau mengatasi


obstruksi atau menghentikan pendarahan supaya kualitas hidup penderita lebih
baik. Jika tumor tidak dapat diangkat, dapat dilakukan bedah pintas atau anus
preternaturalis.
Pada metastasis di hepar yang tidak lebih dari 2 atau 3 nodul dapat
dipertimbangkan eksisi metastasis. Pemberian sitostatik melalui arteri
hepatika, yaitu perfusi secara selektif, kadang lagi disertai terapi embolisasi,
dapat berhasil menghambat pertumbuhan sel ganas.
3. Kemoterapi

Kemoterapi diberikan apabila ada metastasis ke kelenjar regional (Dukes C),


tumor telah menembus muskularis propria (Dukes B), atau tumor setelah
dioperasi kemudian residif kembali.
Kemoterapi yang biasa diberikan pada penderita kanker colorectal adalah
kemoterapi ajuvan. Sepertiga pasien yang menjalani operasi kuratif akan
mengalami rekurensi. Kemoterapi ajuvan dimaksudkan untuk menurunkan
tingkat rekurensi kanker colorectal setelah operasi. Pasien Dukes A jarang
mengalami rekurensi sehingga tidak perlu terapi ajuvan. Pasien kanker
colorectal Dukes C yang mendapat levamisol dan 5 FU secara signifikan
43

meningkatkan harapan hidup dan masa interval bebas tumor (disease free
interval). Kemoterapi ajuvan tidak berpengaruh pada kanker colorectal Dukes
B.
Komplikasi
1. Anemia
Anemia pada tumor kolon terutama disebabkan akibat adanya perdarahan.
Anemia yang terjadi adalah anemia hipokrom mikrositik.
2. Perforasi
Perforasi terjadi karena adanya sumbatan oleh tumor yang akan mengganggu
pasase dari feses.
3. Ileus obstruksi
4. Metastasis
Terutama ke hepar, paru, tulang, dan otak.

44

da atau tidaknya metastasis jauh, yaitu klasifikasi penyebaran tumor dan tingkat
keganasan sel tumor. Bila disertai dengan diferensiasi sel tumor buruk,
prognosisnya sangat buruk.

Gambar 5. Metastasis karsinoma kolon


Prognosis
Prognosis tergantung dari ada atau tidaknya metastasis jauh, yaitu klasifikasi
penyebaran tumor dan tingkat keganasan sel tumor. Bila disertai dengan
diferensiasi sel tumor buruk, prognosisnya sangat buruk.

45

BAB III
PENUTUP

Karsinoma kolon merupakan keganasan yang mengenai sel-sel epitel di mukosa


kolon. Secara umum karsinoma selalu dihubungkan dengan: bahan-bahan kimia,
bahan-bahan radioaktif, dan virus. Umumnya

karsinoma kolon terjadi

dihubungkan dengan factor genetic dan lingkungan. Serta dihubungkan juga


dengan factor predisposisi diet rendah serat, kenaikan berat badan, intake alkohol.
Di Indonesia dari berbagai laporan terdapat kenaikan jumlah kasus tetapi belum
ada angka yang pasti berapa insiden karsinoma kolon. Insidennya meningkat
sesuai dengan usia (kebanyakan pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun) dan
makin tinggi pada individu dengan riwayat keluarga yang mengalami karsinoma
kolon.
Pasien dengan karsinoma kolon umumnya memberikan keluhan berupa gangguan
proses defekasi (Change of bowel habit), berupa konstipasi atau diare, perdarahan
segar lewat anus (rectal bleeding), perasaan tidak puas setelah buang air besar
(tenesmus), buang air besar berlendir (mucoid diarrhea), anemia tanpa sebab yang
jelas,dan penurunan berat badan. Pemeriksaan fisik berupa colok dubur.
Pemeriksaan laboratorium tidak dapat menentukan diagnosis. Walau demikian,
setiap pasien yang mengalami perdarahan perlu diperiksa kadar hemoglobin.
Pemeriksaan radiologis yang dapat dikerjakan berupa USG, CT Scan, foto polos

46

abdomen, barium enema dengan single contrast maupun double contrast dan foto
thoraks.
Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif adalah tindakan bedah. Tujuan utama
tindakan bedah adalah memperlancar saluran cerna baik bersifat kuratif maupun
non kuratif dengan mengangkat karsinoma dan kemudian memulihkan
kesinambungan usus. Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan tidak
memberikan manfaat kuratif.
Prognosis tergantung dari ada atau tidaknya metastasis jauh, yaitu klasifikasi
penyebaran tumor dan tingkat keganasan sel tumor. Bila disertai dengan
diferensiasi sel tumor buruk, prognosisnya sangat buruk.

47

Anda mungkin juga menyukai