Anda di halaman 1dari 8

MANAJEMEN PERSEDIAAN

1. Pengertian Persediaan
Persediaan merupakan bagian utama dari modal kerja, sebab jumlahnya yang paling besar.
Menurut Lukman (2000) persediaan merupakan investasi yang paling besar dalam aktiva lancar
untuk sebagian besar perusahaan industri. Persediaan diperlukan untuk dapat melakukan proses
produksi dan penjualan secara lancar. Persediaan bahan mentah dan barang dalam proses
diperlukan untuk menjamin kelancaran proses produksi. Perusahaan manufaktur mempertahankan persediaan, baik persediaan bahan baku maupun persediaan barang setengah jadi dalam
jumlah tertentu selama masa produksi. Dalam perusahaan manufaktur terdapat tiga jenis
persediaan yaitu persediaan bahan baku atau bahan mentah (inventory of raw material),
persediaan barang setengah jadi (inventory of work in process) dan persediaan barang jadi
(inventory of finished goods). Sedangkan pada perusahaan dagang, persediaan yang ada
merupakan persediaan barang dagangan (inventory of merchandise). Dengan demikian
pengertian persediaan yaitu sejumlah bahan yang dimiliki oleh perusahaan untuk diolah lagi dan
dijual atau sejumlah barang untuk dijual. Perusahaan manufaktur mempunyai persediaan bahan
baku dan persediaan barang setengah jadi untuk memperlancar proses produksi dan persediaan
barang jadi untuk memenuhi permintaan pelanggan. Perusahaan dagang memiliki persediaan
barang dagangan tujuannya agar bisa memenuhi permintaan pembeli.
Manajemen persediaan (inventory management) yang baik merupakan kunci keberhasilan
setiap perusahaan, baik perusahaan manufaktur maupun perusahaan dagang. Pengelolaan
persediaan secara baik memungkinkan penggunaan sumber daya dan penjadwalan produksi
secara efisien. Perusahaan harus memelihara persediaan barang dalam proses dalam jumlah
tertentu selama proses produksi. Ada sejumlah aspek yang memerlukan pertimbangan mendalam
tentang persediaan yaitu berapa macam jenis persediaan, berapa jumlah persediaan yang
dianggap tepat, hubungan antara persediaan dengan piutang. Begitu pentingnya manajemen
persediaan, sehingga semua level manajer akan terlibat dalam pengelolaan persediaan untuk
menjaga besarnya persediaan guna mencapai tujuan perusahaan secara efektif dan efisien.
Persediaan dalam proses atau persediaan dalam perpindahan, yaitu persediaan antara berbagai
tahap produksi atau penyimpanan. Kebijakan persediaan perlu dilakukan oleh manajer agar
supaya : 1. Dapat menjamin kelancaran proses produksi. 2. Dapat dijangkau oleh dana yang
tersedia. 3. Dapat mencapai jumlah pembelian optimal.
Pada perusahaan manufaktur, faktor-faktor yang menentukan besarnya persediaan (khususnya
persediaan bahan baku) adalah: 1. Lead time, yaitu lamanya masa tunggu bahan yang dipesan
datang. 2. Frekuensi penggunaan bahan selama satu periode. 3. Jumlah dana yang tersedia.
4. Daya tahan bahan persediaan.
Perusahaan memiliki persediaan dengan maksud untuk menjaga kelancaran operasionalnya. Perusahaan manufaktur mempunyai persediaan bahan baku dan persediaan barang
setengah jadi dimaksudkan untuk memperlancar proses produksi, sedangkan persediaan barang
jadi untuk memenuhi permintaan pelanggan. Perusahaan dagang mempunyai persediaan agar
bisa memenuhi permintaan pembeli. Perusahaan tidak harus memiliki persediaan yang sebanyakbanyaknya. Persediaan yang banyak memungkinkan bisa memenuhi permintaan pelanggan yang
mendadak, namun persediaan yang terlalu banyak mengakibatkan modal kerja besar pula. Pada
dasarnya jika perusahaan bisa memprediksi dengan tepat pada waktunya sesuai dengan jumlah
yang diperlukan, maka jumlah persediaan bisa kecil sekali atau bahkan nol dan teknik ini sering
disebut sebagai teknik persediaan just in time atau zero inventory. Untuk memprediksi permintaan
pelanggan secara tepat memang sulit, oleh karena itu perlu direncanakan agar persediaan tidak
terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit. Jika persediaan terlalu banyak akan menghadapi berbagai
risiko seperti besarnya biaya penyimpanan dan pemeliharaan di gudang, kerugian karena
kerusakan dan turunnya kualitas bahan, sehingga semua ini akan memperkecil keuntungan. Jika
persediaan terlalu kecil mempunyai dampak menekan keuntungan juga, karena kekurangan bahan
baku mengakibatkan perusahaan tidak bisa bekerja dengan kapasitas yang optimal.

2. Biaya Persediaan Optimal


Dalam pengelolaan persediaan bahan baku ada 2 jenis biaya yang dipertimbangkan untuk
menentukan jumlah persediaan yang paling optimal, yaitu: 1. Biaya pesan atau ordering cost, dan
2. Biaya simpan atau carrying cost.
1. Biaya pesan (ordering cost) yaitu semua biaya yang dikeluarkan dalam proses pemesanan
suatu barang. Biaya pesan bersifat variabel atau berubah-ubah yang perubahannya sesuai
dengan frekuensi pemesanan. Biaya pesan meliputi: a. Biaya selama proses pesanan, b. Biaya
pengiriman permintaan, c. Biaya penerimaan, pengecekan bahan dan penimbangan, d. Biaya
penempatan bahan kedalam gudang, e. Biaya proses pembayaran. Biaya pesan besarnya
tergantung dari frekuensi pemesanan. Apabila dalam satu tahun suatu perusahaan
membutuhkan bahan untuk dibeli sebanyak R unit, dan setiap kali pembelian bahan sebanyak
Q unit, serta biaya pesanan setiap kali pesan sebesar O (Ordering Cost) rupiah atau S (Set-up
cost) rupiah, maka biaya pesan dapat dihitung dengan rumus:
R

Biaya Pesan = Q x O atau Q x S


2. Biaya simpan (carrying cost) yaitu biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam rangka proses
penyimpanan suatu barang yang dibeli. Biaya simpan merupakan biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan untuk menyimpan persediaan selama periode tertentu agar bahan baku yang
disimpan kualitasnya sesuai dengan yang diinginkan. Biaya simpan bersifat variabel atau
berubah-ubah yang perubahannya tergantung dari jumlah bahan baku yang disimpan. Biaya
simpan ini meliputi: a. Biaya sewa gudang, b. Biaya pemeliharaan bahan di gudang, c. Biaya
modal (bunga yang diperlukan untuk investasi barang yang akan disimpan, d. Biaya asuransi,
e. Biaya keusangan barang (kadaluarsa barang) dan biaya penurunan kualitas (absolescence).
Apabila bahan yang dipesan setiap kali pesan Q unit, maka rata-rata persediaan adalah Q/2.
Apabila biaya disimpan sebesar C rupiah dari rata-rata bahan yang disimpan, maka biaya
simpan dapat dihitung dengan rumus:

Biaya Simpan =

Q
xC
2

Contoh 1.
PT. A merencanakan untuk melakukan pembelian bahan selama satu tahun sebanyak
160.000 unit. Biaya pesan Rp. 10.000 setiap kali pesan. Biaya simpan Rp. 2 per unit. Harga
beli Rp.1.000 per unit. Dari data diketahui : R = 160.000 unit, O = Rp.10.000 dan C = Rp.2,-

Keterangan
Jumlah Pembelian (Q)
Ordering Cost
Carrying Cost
Total Cost

Perhitungan Biaya Persediaan


Frekuensi Pembelian
1x
2x
3x
4x
160.000
80.000
53.333
40.000
10.000
20.000
30.000
40.000
160.000
80.000
53.333
40.000
170.000
100.000
83.333
80.000

5x
32.000
50.000
32.000
82.000

6x
26.666
60.000
26.666
86.666

Dari perhitungan biaya persediaan dengan metode coba-coba tsb, dapat diketahui bahwa
biaya persediaan paling minimal pada pembelian 40.000 unit setiap kali membeli yaitu dengan
biaya Rp.80.000,- Jika diperhatikan pada saat biaya minimal tersebut ternyata biaya pesan
sama dengan biaya simpan. Dengan dasar perhitungan tsb, maka bisa dicari jumlah
pembelian dengan biaya yang paling minimal.
3. Economical Order Quantity (EOQ)

Perusahaan berusaha menekan biaya seminimal mungkin agar keuntungan yang diperoleh
menjadi lebih besar, demikian pula dengan manajemen persediaan selalu mengupayakan agar
biaya persediaan menjadi minimal. Metode untuk menentukan persediaan yang paling optimal
atau paling ekonomis adalah Economical Order Quantity (EOQ) yaitu jumlah kuantitas bahan
yang dibeli pada setiap kali pembelian dengan biaya yang paling minimal. EOQ tercapai pada
saat biaya pesan sama dengan biaya simpan. Jumlah kuantitas pesanan yang paling
ekonomis (EOQ) dapat dicapai pada saat biaya pesan sama dengan biaya simpan. Untuk lebih
jelasnya kita ikuti keterangan berikut:
Jumlah kuantitas pesanan yang paling ekonomis (EOQ) tercapai pada biaya pesan sama
dengan biaya simpan yaitu:
R
Q
R.O
Q.C
atau
O =
C =
=
= Q2 . C = 2 . R . O =
Q2 =
Q
Q
2
2
2.R .O
C
dari persamaan tersebut, maka jumlah pesanan yang paling optimal adalah sebesar:
2.R .O
C

Q=
dimana:
Q =
R =
O =
C =

atau

EOQ =

2.R .O
C

Jumlah kuantitas pesanan yang paling ekonomis (EOQ)


Jumlah kebutuhan barang yang dibeli selama setahun
Biaya pesanan setiap kali pesan, kadang-kadang diberi simbol S
Biaya simpan bahan (barang) per unit atau dihitung dari persentase rata-rata persediaan
dikalikan dengan harga barang.

Jumlah kuantitas pesanan yang paling ekonomis (EOQ) juga dapat dicari dengan formula:

Q=

2.R .O
PI

dimana PI adalah perkalian antara harga barang dengan persentase biaya simpan.
Untuk menentukan kebijakan persediaan yang tepat dapat digunakan analisis Kuantitas Pesanan
yang Ekonomis (Economical Order Quantity). Economical Order Quantity (EOQ) adalah jumlah
bahan yang dapat dibeli dengan biaya persediaan yang minimal atau sering disebut jumlah
pesanan bahan yang optimal.
Contoh 1.
PT. A merencanakan untuk melakukan pembelian bahan selama satu tahun sebanyak 160.000
unit. Biaya pesan Rp. 10.000 setiap kali pesan. Biaya simpan Rp. 2 per unit. Harga beli Rp. 1000
per unit. Besarnya jumlah pembelian atau pesanan yang paling ekonomis (EOQ) adalah:
2 x 160.000 x 10.000
= 1.600.000.000 = 40.000 unit
2
Untuk membuktikan apakah benar bahwa 40.000 unit merupakan jumlah pesanan yang optimal,
maka dapat dijelaskan dengan membuat tabel berikut:

EOQ =

Tabel 1. Jumlah Pembelian Paling Ekonomis


Keterangan
Inventory (unit)
Average Inventory
Ordering Cost
Carrying Cost
Total Cost

1x
160.000
80.000
10.000
160.000
170.000

2x
80.000
40.000
20.000
80.000
100.000

Frekuensi Pembelian
3x
4x
53.333
40.000
26.667
20.000
30.000
40.000
53.333
40.000
83.333
80.000

5x
32.000
16.000
50.000
32.000
82.000

6x
26.666
13.333
60.000
26.666
86.666

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa Total Cost terendah sebesar Rp. 80.000 tercapai
pada frekuensi pembelian 4 kali. Pada saat itu besarnya biaya pesan sama dengan biaya simpan
(Ordering Cost = Carrying Cost). Frekuensi pembelian yang kurang dari atau lebih dari 4 kali
tersebut akan menanggung biaya yang lebih besar. Misalnya frekuensi pembelian sebanyak 5 kali
menyebabkan biaya pesan sebesar 5 x Rp. 10.000 = Rp. 50.000 dan biaya simpannya = 16.000
unit x Rp. 2 = Rp. 32.000. Sehingga total biaya pembelian jika dilakukan sebanyak 5 kali = Rp.
50.000 + Rp. 32.000 = Rp. 82.000. Jumlah biaya ini lebih besar daripada biaya pada pesanan
yang paling ekonomis yaitu Rp 80.000.
Analisis EOQ ini sebenarnya merupakan analisis yang cukup lemah dalam analisis
keuangan. Hal ini karena ada beberapa asumsi yang mendasari berlakunya analisis EOQ ini yang
mungkin sulit untuk ditepati. Asumsi berlakunya EOQ yaitu:
a. Bahan atau barang yang dibutuhkan harus tersedia di pasar ketika dibutuhkan
b. Harga barang selalu tetap (stabil) selama periode analisis
c. Biaya simpan selalu stabil selama periode analisis
d. Biaya-biaya yang berhubungan dengan pemesanan relatif tetap.
Dari keterangan di atas, biaya pesan memiliki sifat yang positif-linier dengan frekuensi pesanan.
Artinya semakin sering memesan, maka biaya pesanan semakin tinggi. Sebaliknya, biaya simpan
memiliki hubungan yang negatif-tidak linier dengan frekuensi pesanan, yaitu semakin sering
pesanan barang dilakukan, maka semakin kecil biaya simpannya. Hubungan biaya pesan, biaya
simpan dan jumlah biaya pada keadaan EOQ dapat digambarkan sebagai berikut:

Total Inventory Cost


Carrying Cost
Biaya Persediaan Minimal
Ordering Cost

EOQ

Kuantitas

Gambar 1. Hubungan antara Biaya Pesan, Biaya Simpan


4. REORDER POINT (ROP)
Reorder Point (titik pemesanan kembali), disingkat ROP, adalah saat harus diadakan
pesanan lagi sehingga penerimaan bahan yang dipesan tepat pada waktu persediaan di atas
safety stock sama dengan nol. Saat kapan pemesanan harus dilakukan kembali perlu ditentukan
secara baik karena kekeliruan saat pemesanan kembali tersebut dapat berakibat terganggunya
proses produksi. Titik di mana perusahaan harus memesan kembali agar kedatangan bahan yang
dipesan tepat pada saat persediaan bahan di atas safety stock sama dengan nol disebut Reorder
Point. Pada saat tersebut perusahaan harus memesan kembali agar kedatangan bahan yang
dipesan tidak sampai melanggar persediaan pengaman (safety stock).
Ada 2 faktor yang menentukan Reorder Point, yaitu:
1. Penggunaan bahan selama lead time
Lead time adalah masa tunggu sejak pesanan barang atau bahan dilakukan sampai bahan
tersebut tiba di perusahaan. Waktu tunggu ini berbeda-beda antara barang yang satu dan
lainnya. Di samping itu, waktu tunggu juga ditentukan oleh jarak antara perusahaan dan

sumber bahan, alat transportasi yang digunakan dan lain sebagainya. Selama waktu tunggu
ini, proses produksi di perusahaan tidak boleh terganggu. Oleh karena itu penggunaan bahan
selama waktu tunggu perlu diperhitungkan dengan cermat sehingga perusahaan tidak sampai
kekurangan bahan.
2.

Safety Stock, adalah persediaan minimal (persediaan besi) yang ada dalam perusahaan.
Persediaan besi ini merupakan persediaan yang dimaksudkan untuk berjaga-jaga apabila
perusahaan kekurangan barang atau ada keterlambatan bahan yang dipesan sampai di
perusahaan.

Dari kedua faktor yang mempengaruhi waktu pemesanan kembali di atas, maka
pemesanan kembali (ROP) harus dilakukan ketika jumlah barang atau bahan tepat sama dengan
jumlah barang yang dijadikan Safety Stock ditambah kebutuhan selama waktu tunggu atau:

Reorder Point = Kebutuhan Safety Stock + Kebutuhan Lead Time


Hubungan antara Reorder Point, Safety Stock dan Lead Time dapat diperlihatkan pada
gambar berikut:

B
C

ROP

Persediaan
A

D
Safety Stock
O

Waktu

Gambar 2. Hubungan antara ROP, Safety Stock dan Lead Time


Keterangan:
AB
C
D
EF

= Besarnya EOQ
= Reorder point
= bahan yang dipesan tiba
= Lead Time

Contoh 2.
Dari contoh 1 diketahui bahwa penggunaan bahan selama satu tahun 160.000 unit. Apabila
ditentukan lead time (waktu tunggu) bulan dan safety stock 10.000 unit. Apabila 1 tahun dihitung
360 hari, maka Reorder Point dapat dihitung sebagai berikut:
Penggunaan bahan per hari = 160.000 unit : 360 = 444,44 unit atau = 444 unit.
Penggunaan bahan selama waktu tunggu = 15 hari x 444,44 unit = 6.667 unit.
Reorder Point = safety stock + penggunaan selama waktu tunggu
= 10.000 unit + 6.667 unit = 16.667 unit.

Unit
50.000
C

ROP

16.667
D

10.000

Safety Stock
O

Waktu

Gambar 3. Besarnya ROP, Safety Stock dan EOQ


Keterangan:
Besarnya EOQ = 50.000 unit - 10.000 unit = 40.000 unit
Besarnya ROP = 10.000 unit + 6.667 unit = 16.667 unit
Besarnya Lead Time = 6.667 unit
SOAL DAN PENYELESAIAN
Soal l.
Kebutuhan bahan PT. A selama 1 tahun 480.000 unit dengan harga per unit Rp 10,-.
Biaya pesan (ordering cost) setiap kali pesan Rp 60.000,-. Biaya simpan (carrying cost) sebesar
40% dari nilai rata-rata persediaan. Safety stock 30.000 unit, dan waktu tunggu (lead time) selama
1/2 bulan. Dari data tersebut:
1. Hitunglah EOQ
2. Hitunglah ROP
3. Gambarkan grafik hubungan EOQ, ROP dan Safety stock
4. Gambarkan hubungan antara Total Cost, Ordering Cost dan Carrying Cost
Penyelesaiannya:
1. Menghitung besarnya EOQ
2xR xO
EOQ =
PxI
dimana: R = Jumlah bahan yang dibutuhkan selama periode tertentu
S = Biaya pesan setiap kali pesan
P = Harga pembelian bahan per unit
I = Biaya simpan dinyatakan dalam persentase dari nilai persediaan
2 x 480.000. x 60.000
EOQ =
= 57.600.000 = 120.000 unit
10 x 40%
2.

Menghitung ROP
Penggunaan 1 tahun 480.000 unit Penggunaan per bulan = 40.000 unit
Penggunaan selama lead time (1/2 bulan) = 1/2 x 40.000 unit = 20.000 unit
ROP = Safety stock + Penggunaan selama lead time
= 30.000 unit + 20.000 unit = 50.000 unit
Jadi pemesanan kembali dilakukan ketika persediaan tinggal 50.000 unit

3. Gambar grafik hubungan EOQ, ROP dan Safety Stock sebagai berikut:

Unit

150.000
C

ROP = 50.000 unit

50.000

Pemesanan Datang

30.000
Safety Stock = 30.000 unit
O

Waktu

Lead Time

4. Grafik hubungan Total Cost (TC), Ordering Cost (OC) dan Carrying Cost (CC)
Untuk menggambar grafik hubungan antara total biaya, (total cost), biaya pesan
(ordering cost) dan biaya simpan (carrying cost) terlebih dahulu disusun tabel perhitungan
untuk mencari total biaya yang paling ekonomis (minimal). Tabel ini menunjukkan berbagai
alternatif jumlah yang akan dibeli pada setiap kali pembelian/pesanan. Kita tahu bahwa biaya
persediaan terdiri dari biaya pesan dan biaya simpan. Dengan mengkombinasikan biaya
pesan dan biaya simpan pada berbagai frekuensi dan jumlah pembelian, akan diperoleh
biaya yang paling minimal seperti pada tabel berikut:
Tabel 2. Biaya Persediaan pada Berbagai Alternatif Jumlah Pembelian
Biaya Persediaan pada Berbagai Frekuensi Pembelian (dalam rupiah)
1x
2x
3x
4x
5x
6x
Inventory (unit)
480.000
240.000
160.000
120.000
96.000
80.000
Nilai Inventory (Rp)
4.800.000 2.400.000 1.600.000 1.200.000 960.000 800.000
Invent. rata-rata (Rp)
2.400.000 1.200.000
800.000
600.000 480.000 400.000
Ordering Cost (Rp)
60.000
120.000
180.000
240.000 300.000 360.000
Carrying Cost (Rp)
960.000
480.000
320.000
240.000 192.000 160.000
Total Cost (Rp)
1.200.000
600.000
500.000
480.000 492.000 520.000
Keterangan

Total cost terendah sebesar Rp. 480.000,- pada frekuensi pembelian empat kali, di mana
ordering cost = carrying cost, (atau biaya pesan sama dengan biaya simpan). Apabila ditunjukkan
dengan grafik hubungan antara Total Cost, Ordering Cost dan Carrying Cost akan terlihat
sebagai berikut:
Biaya
Total Inventory Cost

Carrying Cost
480.000
Biaya total minimal pada EOQ = 120.000 unit

240.000

Biaya
simpan

120.000 unit

pesan

biaya

Ordering Cost
Kuantitas (unit)

Soal 2.
Perusahaan ANTARA dalam setahun membutuhkan bahan mentah sebanyak 150.000
unit dengan harga Rp. 2.000,- per unitnya. Biaya pesanan setiap kali pesan sebesar Rp. 150.000,dan biaya simpan 10% dari rata-rata nilai persediaan. Pada saat ini perusahaan memiliki gudang
yang terbatas kapasitasnya, sehingga hanya bisa menyimpan maksimum 12.000 unit. Perusahaan
akan meningkatkan kapasitas gudangnya menjadi 15.000 unit. Untuk meningkatkan kapasitas
gudang menjadi 15.000 unit membutuhkan biaya perbaikan sebesar Rp. 1.500.000,-, sehingga
perusahaan perlu utang ke bank. Apabila biaya modal untuk menambah kapasitas tersebut adalah
20% apakah sebaiknya gudang tersebut diperluas menjadi 15.000 unit atau tetap saja
berkapasitas 12.000 unit ?.
Penyelesaiannya:
Jumlah pembelian ekonomis adalah :
EOQ =

2 x 150.000 x 150.000
= 150.000 unit
2000 x 10%

Jadi jumlah pembelian yang ekonomis sebesar 15.000 unit, berarti kapasitas gudang tidak
mencukupi karena hanya mampu menampung maksimum 12.000 unit. Dengan demikian perlu
dipertimbangkan untuk memperluas gudang sampai kapasitas 15.000 unit, yang memerlukan
biaya Rp. 1.500.000,- dengan biaya modal 20%.
Alternatif Pertama:

Tidak memperluas gudang, sehingga pembelian hanya sesuai kapasitas


gudang yaitu 12.000 unit setiap kali pesan.
Biaya pesan 1 tahun = (150.000/12.000) x Rp. 150,000 = Rp. 1.875.000, Biaya simpan 1 tahun = Rp. 2.000 x 10% x (12.000/2)
= Rp. 1.200.000,Total Biaya
= Rp. 3.075.000,Alternatif Kedua:

Memperluas gudang agar kapasitas mencapai 15.000 unit sesuai dengan


pembelian ekonomis.
Biaya pesan 1 tahun = (150.000/15.000) x Rp. 150.000 = Rp. 1.500.000, Biaya simpan 1 tahun = (2.000x 10%) x (15.000/2)
= Rp. 1.500.000, Biaya modal investasi = 20% x Rp. 1.500.000
= Rp. 300.000.Total Biaya
= Rp. 3.300.000,Ternyata dengan menambah kapasitas, biaya persediaan yang dikeluarkan menjadi lebih besar
yaitu Rp. 3.300.000 dibanding apabila kapasitasnya 12.000 unit yaitu sebesar Rp. 3.075.000,-.
Oleh karena itu, sebaiknya perusahaan tidak melakukan perluasan gudang dan pembelian setiap
kali beli sebesar 12.000 unit sesuai dengan kapasitas gudang.

Anda mungkin juga menyukai