Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH SINTESIS ENZIM

Sintesis Enzimatis Flavonoid-glikosida dari Gambir (Uncaria


gambir) menggunakan Enzim CGT-ase dari Bacillus
Licheniformis

OLEH:
SITI HAJAR
N111 13 065

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gambir Uncaria gambir (Hunter) Roxb merupakan komoditi unggulan
Sumatera Barat yang potensial karena memiliki nilai ekonomi tinggi dan multi guna.
Gambir mengandung flavonoid yang merupakan bahan baku untuk pembuatan
obat-obatan anti-hepatitis B, anti-diare (Dharma 1985), penghambat pembentukan
plak gigi (Kozai et al. 1995. cit. Nazir 2000), antimikroba, antinematoda (Alen,
Bakhtiar, Noviantri 2004) dan manfaat lainnya dalam mendukung berbagai industri
farmasi, kosmetik, dan pertanian (Nazir, 2000).
Menurut Nazir (2000), Indonesia merupakan satu-satunya eksportir gambir
utama dunia dimana hampir 80% gambir yang dihasilkan Indonesia diekspor ke luar
negeri, terutama India. Kondisi saat ini menunjukkan kecenderungan bahwa harga
komoditas gambir ini masih ditentukan oleh pasar luar negeri dengan fluktuasi harga
gambir mencapai 400% (Linkeinheil, 1998). Walaupun gambir sudah lama
diperdagangkan, akan tetapi teknologi pengolahannya masih sederhana, gambir
masih dijual dalam bentuk "gambir mentah". Posisi tawar menawar (bargaining
power) petani kita masih rendah. Menurut Linkenheil (1998) harga gambir yang
dinikmati petani jauh lebih rendah dibandingkan harga yang berlaku di pasaran
international. Kondisi ini tidak dapat dibiarkan berlangsung terus menerus. Maka
dari itu diversifikasi produk gambir dan pemanfaatannya mutlak dilakukan. Salah
satu upaya adalah membuat sediaan senyawa flavonoid dari gambir untuk
dimanfaatkan sebagai antioksidan dan antimikroba.
Walaupun demikian, senyawa flavonoid mempunyai kelemahan. Flavonoid
umumnya memiliki kelarutan yang rendah serta tidak stabil terhadap pengaruh
cahaya, oksidasi dan perubahan kimia. Karena itu, apabila teroksidasi, strukturnya
akan berubah dan fungsinya sebagai bahan aktif akan berkurang dan bahkan hilang
(Kitao dan Sekine, 1994). Salah satu cara meningkatkan kelarutan dan kestabilan
senyawa flavonoid ialah dengan mengubah senyawa tersebut menjadi bentuk
glikosida yaitu flavonoid-glikosida (flavonoid dengan gula terikat) Norman Ferdinal,
dkk: Sintesis Enzimatis Flavonoid-glikosida dari Gambir (Uncaria gambir)
menggunakan Enzim CGT-ase dari Bacillus Licheniformis melalui reaksi
transglikosilasi, baik secara kimiawi maupun secara enzimatis dengan bantuan
enzim transferase (CG-Tase) (Kometani et al 1996). Akan tetapi dibandingkan
dengan sintesis enzimatis, sintesis senyawa flavonoid-glikosida secara kimiawi
selain tidak ekonomis, juga tidak mudah karena akan menghasilkan produk
campuran dengan konfigurasi - dan -glikosida (Funayama et.a, 1994, Sulistyo et
al 2000 dan Handayani et al 2002). Oleh karena itu, sintesis flavonoid-- glikosida
melalui reaksi transfer enzimatik menjadi pilihan untuk memperoleh senyawa yang
relatif stabil dan memiliki kelarutan tinggi, Sulistyo et al. (1998) melaporkan bahwa

enzim CGT-ase dapat dimanfaatkan dalam reaksi transglikosilasi dengan memakai


senyawa flavonoid sebagai akseptor.
Ada empat tipe gambir yang ada di Sumatera Barat. Keempat jenis gambir
tersebut adalah tipe udang, tipe riau mancik, riau gadang dan tipe cubadak (Nazir
2000) yang secara anatomis (Nazir dan Yurnawati 2002) dan
secara genetik
memiliki variasi (Fauza 2007). Ekstrak tanaman gambir kaya akan flavonoid yang
bisa dimanfaatkan sebagai antioksidan dan antimikroba (Nazir 2000). Dalam upaya
pengembangan dan pemberdayaan tanaman lokal yang potensial tersebut maka
perlu dilakukan suatu penelitian yang bisa mendapatkan senyawa flavonoidglikosida dan diuji bioaktivitasnya sebagai antioksidan dan antimikroba.
Penelitian ini penting untuk menjawab beberapa pertanyaan yang belum
diketahui selama ini: (a) apakah ada variasi fitokimia dari 4 tipe gambir yang ada di
Sumatera Barat; (b) apakah ada variasi komponen flavonoid dari 4 jenis gambir yang
ada di Sumatera Barat; (c) mikroba apa yang menghasilkan enzim CG-tase terbaik
untuk mensintesis flavonoid-glikosida dari gambir; (d) bagaimana kondisi bioproses
terbaik untuk melakukan sintesis flavonoid-glikosida dari gambir. Untuk jangka
panjang hasil penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan dalam pengembangan
obat tradisional, farmasi, industri pangan dan kosmetik yang berbasis bahan alam
terutama tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb.). Dengan adanya diversifikasi
produk gambir dan pemanfaatannya diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah
komoditas gambir Sumatera Barat dan mengurangi ketergantungan untuk hanya
menjual gambir dalam bentuk gambir mentah ke luar negeri sehingga posisi tawar
kita menjadi kuat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambir adalah sejenis getah yang dikeringkan yang berasal dari ekstrak
remasan daun dan ranting tumbuhan yang bernama sama (Uncaria gambir Roxb.).
Di Indonesia gambir pada umumnya digunakan untuk menyirih. Kegunaan yang
lebih penting adalah sebagai bahan penyamak kulit dan pewarna. Gambir juga
mengandung katekin (catechin), suatu bahan alami yang bersifat antioksidan. India
mengimpor 68% gambir dari Indonesia, dan menggunakannya sebagai bahan
campuran menyirih.
Uncaria gambir berupa tumbuhan setengah merambat/atau memanjat dengan
percabangan memanjang dan mendatar; batang menyegi empat --terutama ketika
muda-- dan dipersenjatai dengan duri-duri yang melengkung seperti kait. Daun-daun
tunggal, berhadapan, agak seperti kulit, oval hingga jorong lebar, (6-)9-12(-15) cm x
(3.5-)5-7(-8) cm, pangkalnya membundar atau bentuk jantung, ujungnya meruncing,
permukaan tidak berbulu (licin), dengan tangkai daun pendek. Bunganya tersusun
majemuk dalam bongkol dengan diameter (3.5-)4-5 cm; mahkota berwarna merah
muda atau hijau; kelopak bunga pendek, mahkota bunga berbentuk corong (seperti
bunga kopi), benang sari lima. Buah berupa kapsula dengan dua ruang, panjang 1418 mm, berbiji banyak, bersayap, dan bertangkai hingga 20 mm.
Gambir sejak lama telah dibudidayakan di Semenanjung Malaya, Singapura,
dan Indonesia (Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, dan Maluku). Asal usulnya
diperkirakan dari Sumatera dan Kalimantan, di mana jenis-jenis liarnya didapati
tumbuh di alam. Rumphius melaporkan bahwa tumbuhan ini telah ditanam orang di
Maluku pada pertengahan abad ke-18, namun sumber lain meyakini bahwa
perdagangannya di kawasan Malaya telah berlangsung sejak abad ke-17.
Gambir liar kerap didapati di hutan sekunder. Ia tidak tumbuh di wilayah yang
kering, namun juga tidak tahan dengan penggenangan. Tumbuh baik hingga
ketinggian 200 m, gambir bisa hidup hingga elevasi 1.000 m dpl. Gambir ditanam
juga di r berproduksi dengan baik pada jenis tanah podsolik merah kuning sampai
merah kecoklatan. Ketinggian tempat yang sesuai antara 100-500 m dpl dengan
curah hujan sekitar 3.000 3.353 mm pertahun (Anonim, 2000 dalam Noor Roufiq
dkk, tt.).
Pada masa lalu gambir dihasilkan dari Sumatera Barat, Riau, Bangka,
Belitung dan Kalimantan Barat (Heyne, 1987), namun kini utamanya diproduksi oleh
Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Jambi dan Bengkulu dengan sekitar 90%
produksi gambir Indonesia dihasilkan dari Provinsi Sumatera Barat dan Riau
(Roswita, 1998). Negara tujuan utama ekspor gambir Indonesia adalah India dan
Singapura.

Gambir dari Pasar Anyar, Bogor


Gambir adalah ekstrak air panas dari daun dan ranting tanaman gambir yang
diendapkan dan kemudian dicetak dan dikeringkan, yang berfungsi sebagai
astringen. Hampir 95% produksi dibuat menjadi produk ini, yang dinamakan betel
bite atau plan masala. Bentuk cetakan biasanya silinder, menyerupai gula merah.
Warnanya coklat kehitaman atau kekuningan. Gambir (dalam perdagangan
antarnegara dikenal sebagai gambier) biasanya dikirim dalam kemasan 50kg.
Bentuk lainnya adalah bubuk atau "biskuit". Nama lainnya adalah catechu, gutta
gambir, catechu pallidum (pale catechu).
Kegunaan utama adalah sebagai komponen menyirih, yang sudah dikenal
masyarakat kepulauan Nusantara, dari Sumatera hingga Papua sejak paling tidak
2.500 tahun yang lalu. Diketahui, gambir merangsang keluarnya getah empedu
sehingga membantu kelancaran proses pencernaan di perut dan usus. Fungsi lain
adalah sebagai campuran obat, seperti sebagai luka bakar, obat sakit kepala, obat
diare, obat disentri, obat kumur-kumur, obat sariawan, serta obat sakit kulit
(dibalurkan). Gambir digunakan pula sebagai bahan penyamak kulit dan bahan
pewarna tekstil. Sifat astringen] gambir ditemukan pula pada kayu Acacia catechu
(Leguminosae), yang bisa ditemukan di India dan Semenanjung Malaya.
Fungsi yang tengah dikembangkan juga adalah sebagai perekat kayu lapis
atau papan partikel. Produk ini masih harus bersaing dengan sumber perekat kayu
lain, seperti kulit kayu Acacia mearnsii, kayu Schinopsis balansa, serta kulit polong
Caesalpinia spinosa yang dihasilkan negara lain.
Kandungan yang utama dan juga dikandung oleh banyak anggota Uncaria
lainnya adalah flavonoid (terutama gambiriin), katekin (sampai 51%), zat penyamak
(22-50%), serta sejumlah alkaloid (seperti gambirtannin) dan turunan dihidro- dan
okso-nya. Sediaan gambir termuat dalam Ekstra Farmakope Indonesia 1974
sebagai Catechu EFI (Gambir EFI), dengan kandungan isi d-katekin 7-33% dan
asam katekutanat (sejenis tanin) 22-50%. Pemakaian utamanya sebagai
astringensia.[11] Gambir juga mengandung katekin (catechin, cyanidol-3) digunakan
sebagai anti-histamin yang bisa digunakan dengan anti-alergi. Bisa digunakan
sebagai hepatitis dan luka pada hati, yang bisa digunakan sebagai obat di sana.

BAHAN DAN METODE

Biakan yang digunakan. Bacillus


licheniformis,

isolat dari koleksi Bidang

Mikrobiologi, Puslit Biologi-LIPI,


Cibinong-Bogor. Gambir yang digunakan
berasal dari empat jenis gambir yang
ditanam di daerah Siguntur, Pesisir Selatan,
Sumatera Barat.

a. Esktraksi Gambir
Daun gambir diambil dari sentra gambir
di Sumatera Barat yaitu Pesisir Selatan
yaitu tipe udang (U), tipe riau gadang
(RG), riau mancik (RM) dan tipe cubadak
(C). 100 gram daun gambir direbus selama
1 jam (sampai daun berwarna coklat),
diekstrak menggunakan blender, disaring,
filtratnya dibekukan 12 jam, diendapkan
dan dikeringkan.

b. Penapisan Fitokimia (Harborne 1988)


Penapisan fitokimia adalah untuk
melihat apakah ada perbedaan komponen
kimia diantara ketiga tipe gambir ini.
Penapisan fitokimia meliputi Uji alkoloid,
Uji steroid-triterpenoid, uji flavonoid,
saponin, tanin dan kuinon.
Sampel 10 gram dirajang tambahkan 20

30 ml methanol dan didihkan 5 menit.


Ekstrak methanol dipisahkan, kemudian Prosiding Semirata FMIPA Universitas
Lampung, 2013

Semirata 2013 FMIPA Unila |187


pelarutnya diuapkan sampai kering dengan
penangas air, sehingga didapat residu.
Residunya didihkan dengan air beberapa
menit, kemudian disaring dalam keadaan
panas. Terhadap fraksi air dilakukan uji
fenolik, flavonoid ,saponin dan tanin.
Residu ditambahkan kloroform sambil
diaduk, fraksi kloroform dibagi dua :
Bagian 1 dilakukan uji steroid dan
triterpenoid
Bagian 2 ditambahkan amoniak pekat 1
tetes dan selanjutnya asam sulfat pekat.
Campuran dikocok dan fraksi air
dipisahkan, kemudian terhadap fraksi
air dilakukan uji alkaloid dengan
pereaksi Mayer dan Dragendroff.

Fenolik
Fraksi air dipindahkan kedalam tabung
reaksi, kemudian ditambahkan beberapa
tetes FeCl3. Pewarnaan biru atau biru ungu

memberikan uji positif fenolik.

Flavonoid
Sebagian fraksi air dipipet kedalam
tabung reaksi, lalu tambahkan HCl pekat (
0,5 volume air) dan beberapa butir serbuk
magnesium. Pewarnaan orange sampai
merah memberikan uji positif flavonoid.

Saponin
Dilakukan dengan pengocokan 10 ml
fraksi air dalam tabung reaksi tertutup
selama 10 menit. Adanya saponin
ditunjukan dengan terbentuknya buih stabil
( 15menit) dan tidak hilang dengan
penambahan 1 tetes HCl pekat.

Steroid dan triterpenoid


Fraksi eter dipindahkan ke dalam
lempeng tetes lalu ditambahkan 3 tetes
anhdrida asam asetat sambil diaduk
perlahan-lahan dan dibiarkan sampai
kering, kemudian tambahkan 1-2 tetes
H2SO4 pekat (uji Lieberman-Burchard).
Warna merah atau ungu menunjukkan
adanya triterpenoid dan warna hijau atau
biru menunjukkan adanya steroid.

Alkaloid.
Fraksi eter dipindahkan kedalam tabung
reaksi bertutup, kemudian tambahkan
beberapa tetes NH40H. Ekstrak kloroform
dalam tabung reaksi dikocok dengan 10
tetes H2SO4 2 M dan kemudian lapisan
asamnya dipisahkan ke dalam tabung reaksi
yang lain. Lapisan asam ini diteteskan pada
lempeng tetes dan ditambahkan pereaksi
Mayer, dan Dragendrof yang akan
menimbulkan endapan dengan warna
berturut-turut putih dan merah jingga

Kuinon
Keberadaan kuinon dalam contoh
tumbuhan biasanya ditandai dengan
pewarnaan kuning, orange,atau merah.
Pemeriksaan kuinon dapat dilakukan
dengan cara mengekstraksi contoh
tumbuhan segar (telah diracik) dengan eter.
Jika warna contoh yang diuji terekstrak ke
dalam eter, maka boleh jadi zat warnha
yang ada adalah kuinon. Selanjutnya jika
ekstrak eter ini diekstrak kembali dengan
larutan NaOH 5% ternyata warnanya
hilang dan jika ditambahkan asam klorida
encer sampai bereaksi asam ternyata warna

semula kembali timbul, maka zat warna


dimaksud termasuk ke dalam kelompok
kuinon.

Tanin
Fraksi air dimasukkan ke dalam tabung
reaksi sebanyak 3 mL, kemudian
ditambahkan dengan 3 tetes larutan FeCl3 1
%. Jika ekstrak mengandung senyawa tanin
akan menghasilkan warna hijau kehitaman
atau biru tua.

c. Ekstraksi dan fraksinasi Flavonoid


(Markham 1988)
Gambir sebanyak masing-masing 20
gram (tipe udang (U), tipe riau gadang
(RG), riau mancik (RM) dan tipe cubadak
(C) ditambahkan MeOH : H2O (140 ml : 60
ml), kemudian difraksinasi dengan berturutturut dengan :
Heksana = 3 x 75 ml Norman Ferdinal, dkk: Sintesis Enzimatis Flavonoid-glikosida
dari Gambir (Uncaria
gambir) menggunakan Enzim CGT-ase dari Bacillus Licheniformis
188| Semirata 2013 FMIPA Unila
CHCl3

== 3 x 75 ml

EtOAc

= 3x 75 ml

BuOH

= 3 x 75 ml

Masing-masing fraksi dilakukan uji


flavonoidnya. Fraksi-fraksi yang
mengandung flavonoid dijadikan bahan
baku untuk sintesis flavonoid glikosida.
Pengukuran rendemen diperlukan untuk
mengetahui dan membandingkan jumlah
senyawa yang dapat terambil oleh pelarut.
Banyaknya rendemen hasil ekstraksi
dihitung berdasarkan(%) = bobot ekstrak
/bobot sampel x 100%

d. Sintesis Flavonoid-glikosida melalui


reaksi transglikosilasi enzimatik
menggunakan enzim CGTase

Ekstraksi enzim CGT-ase


Ekstraksi enzim CGT-ase dari biakan
diperbanyak pada media agar (PDA) dan
diinkubasi pada suhu 27C selama 5 hari.
Setelah itu biakan disuspensikan dengan 5
mL aquades steril. Selanjutnya suspensi
biakan diinokulasikan menurut metode
Mori et al. (1994).

Pengujian aktivitas enzim CGT-ase dan


aktivitas transglikosilasi.

Pengujian aktivitas enzim CGT-ase


dilakukan menurut metode Funayama et al.
(1993). Masing-masing contoh diukur
aktivitasnya dengan spektrofotometer
Perkin Elmer pada serapan 660 nm.
Pengujian aktivitas transglikosilasi
dilakukan menurut metode Sulistyo et al.
(1998) menggunakan kromatografi lapis
tipis (KLT) dengan larutan pengembang
propanol 85%. Setelah plat KLT
dikeringkan selama satu jam, kemudian
disemprot dengan larutan pembangkit (20%
H2S04 dalam metanol), selanjutnya plat
tersebut dipanaskan pada suhu 150 C
selama 5-10 menit.
Sintesis flavonoid--glikosida oleh enzim
CGT-ase.
Flavonoid--glikosida disintesis dalam
campuran yang mengandung 5% iso-malto
atau pati terlarut komersial, 0.25%
flavonoid yang diekstrak dari gambir (fraksi
butanol dan etil asetat), 1 mL buffer fosfat
atau buffer asetat 0.05 M pH 6.5 dan 0.5
mL enzim CGT-ase, serta 0.50 mL
butanol/etil asetat dan diinkubasi pada
suhu 40
0

C selama 24 jam.

Analisis Produk transfer


Kandungan gula total pada produk
dianalisis menurut metode Dubois et al.
(1956).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Kualitatif Fitokimia Ekstrak


Gambir
Dari hasil analisis kualitatif menujukkan
bahwa gambir mengandung quinon,
terpenoid, alkaloid, tannin, flavonoid dan
saponin (Thorpe dan Whiteley 1921,
Bakhtiar 1991 dan Nazir 2000). Sementara
itu steroid tidak terdeteksi pada keseluruhan
tipe gambir (Tabel 1). Alkaloid yang
terbesar terdapat pada gambir tipe udang.

Tabel 1. Identifikasi Kualitatif Fitokimia


Ekstrak Gambir

Group of
Chemical
compoun
ds

Type of Gambir
Cubada
k
Udan
g
Riau
Manci
k
Riau
Gadan
g
Quinon + + + +
Terpenoid + + + +
Steroid - - - Alkaloid + ++ + +
Tannin + + + +
Flavonoid + + + +
Saponin + + + +

Ekstraksi Flavonoid
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

Semirata 2013 FMIPA Unila |189

Gambar 2. Variabilitas Kandungan flavonoid 4


tipe gambir Sumatera Barat
berdasarkan pelarutnya

Ada 3 pelarut yang digunakan dalam


ekstraksi gambir: kloroform, etil asetat dan
butanol. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat variasi kandungan flavonoid
dari gambir berdasar jenis pelarutnya dan
berdasarkan tipe gambirnya (Gambar 2).
Kandungan flavonoid yang paling tinggi
ada pada gambir tipe Riau Gadang. Variasi
tersebut terjadi diduga karena adanya
variasi genetik dari gambir (Fauza 2007)
dan adanya variasi anatomis (Nazir dan
Yusniwati 2002).
Dalam penelitian ini, yang digunakan
sebagai bahan untuk flavonoid glikosida
adalah fraksi etil asetat dan butanol.

Aktivitas transglikosilasi CGT-ase dari


berbagai sumber biakan
Gambar 3 menunjukkan pengaruh suhu
terhadap aktivitas transglikosilasi CGT-ase
dari biakan B. Licheniformis. Suhu
berpengaruh terhadap aktivitas enzim CGTase, dimana suhu optimum yang

memperlihatkan potensi paling aktif


sebagai enzim transferase adalah pada suhu
45
o
C.
Pengujian aktivitas enzim CGT-ase
dilakukan dengan menggunakan pati
sebagai substrat. Kemampuan
menghidrolisis pati diuji dengan
menambahkan KI dalam I2 sehingga
terbentuk larutan yang berwarna biru.
Intensitas warna biru sebanding dengan
konsentrasi pati yang tidak terhidrolisis,
sehingga semakin banyak pati yang
terhidrolisis, warna biru akan memudar.
Hasil uji pengaruh suhu dan pH terhadap
aktivitas enzim menunjukkan bahwa CGTase dari B. lichenifirmis mempunyai
kemampuan optimum pada suhu 45C (7.89
unit/mL) dan pH 6,5 (7,88 unit/mL ), dapat
dilihat pada Gambar 3 dan 4.
Aktivitas enzim CGT-ase sangat
dipengaruhi oleh pH dan suhu agar
aktivitasnya optimal, tetapi enzim ini akan
kehilangan aktivitasnya akibat panas.
Berdasarkan uji yang dilakukan diperoleh
bahwa aktivitasnya akan menurun dengan

meningkatnya suhu dan pH. Aktivitas tidak


akan meningkat lagi setelah pH >9
(Sulistyo et al 1998, Handayani et al 2002
dan 2005)

Gambar 3. Pengaruh suhu terhadap aktivitas


enzim CGT-ase

Gambar 4. Pengaruh pH terhadap aktivitas


enzim CGT-ase
Sintesis flavonoid--glikosida
Norman Ferdinal, dkk: Sintesis Enzimatis Flavonoid-glikosida dari Gambir (Uncaria
gambir) menggunakan Enzim CGT-ase dari Bacillus Licheniformis
190| Semirata 2013 FMIPA Unila

Gambar 5. Kandungan gula produk transfer

Dari hasil penelitian menunjukkan


bahwa enzim CGT-ase dari biakan B.
Licheniformis dengan donor glikosil berasal
dari isomalto dan pati terlarut komersial
dan akseptor ekstrak flvonoid (fraksi atil
asetat dan butanol) pada sistem reaksi dua
lapisan mempunyai aktivitas transfer gugus
glukosil yang tinggi (Gambar 5).

Penentuan konsentrasi produk transfer yang


diperoleh dilakukan dengan metode Dubois
dengan standar arbutin. Kandungan gula
produk transfer berkisar adalah 1998 ppm
untuk flavonoid dari gambir fraksi etil
asetat dan 1389 ppm untuk gambir fraksi
butanol. Dari Gambar 5 terlihat bahwa
flavonoid dari semua fraksi (fraksi etil
asetat dan butanol) bisa dijadikan produk
transfer, dilihat dari kandungan gulanya.
Hasil penelitian menunjukkan donor
glikosil isomalto terlihat lebih baik daripada
pati terlarut komersial.
dari gambir fraksi etil asetat dan butanol

KESIMPULAN

Dari hasil analisis kualitatif menujukkan


bahwa gambir mengandung quinon,
terpenoid, alkaloid, tannin, flavonoid dan
saponin. Sementara itu steroid tidak
terdeteksi pada keseluruhan tipe gambir .
Alkaloid yang terbesar terdapat pada
gambir tipe udang.
Kandungan flavonoid terbanyak pada
fraksi EtOAc dan fraksi BuOH dan yang
paling tinggi ada pada gambir tipe Riau

Gadang. Variasi tersebut terjadi diduga


karena adanya variasi genetik dari gambir
dan adanya variasi anatomis

Enzim CGT-ase dari B. Lichineformis


(buffer fosfat) berpotensi aktif sebagai
enzim transferase.
Hasil uji pengaruh suhu dan pH terhadap
aktivitas enzim menunjukkan bahwa CGTase dari B. lichenifirmis mempunyai
kemampuan optimum pada suhu 45C dan
pH 6,5.

Kandungan gula produk transfer berkisar


adalah 1998 ppm untuk flavonoid dari
gambir fraksi etil asetat dan 1389 ppm
untuk gambir fraksi butanol.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih disampaikan kepada DP2M


Direktorat Jendral Pergururuan Tinggi
Depdiknas RI atas bantuan biaya penelitian
Hibah Bersaing. Terimasih juga
disampaikan kepada Puslit Biologi LIPI
Cibinong atas segala fasilitas yang
digunakan dalam penelitian ini. Kepada

Lembaga Penelitian Unand, atas bantuan


dan kerjasamanya juga dihaturkan
terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA

Alen Y., Elvi Rahmayuni dan A. Bakhtiar.


2004.

Isolasi Senyawa Bioaktif

Antinematoda Bursaphelenchus
xylophilus dari Ekstrak Gambir,
Makalah Poster Seminar Nasional TOI
XXVI, 7-8 September 2004.
Bakhtiar, A. 1991. Manfaat Tanaman
Gambir. Makalah Penataran Petani
dan Pedagang Pengumpul Gambir di
Kec. Pangkalan 50 Kota. 29-30
Nopember 1991. FMIPA Unand.
Padang. 23 hal. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

Semirata 2013 FMIPA Unila |191


Dharma, A.P. 2005. Tanaman Obat
Tradisional Indonesia. PN Balai
Pustaka. Jakarta.
Dubois, M., K. Giles and J.K. Hamilton.
1956. Colorimetric Method for
Determination of sugar. Anal Chem 28,

356-359.
Fauza, A. 2007. Variasi Genetik beberapa
Jenis Gambir Sumatera Barat (riset S-3
Faperta Unpad) . Komunikasi Pribadi.
Funayama, M. T. Nishino, A. Hirota, S.
Murao, S. Takenishi and H. Nakao.
1993- Enzymatic synthesis of (+)
catechin--glukosida and its effects on
tyronase activity.

Biosci Biotech.

Biochem. 57(10): 1666-1669.


Funayama, M., H. Arakawa, R.
Yamamoto. T. Nishino, T. Shin and S.
Murao. 1994. A new microorganism
producing a glucosyl transfer enzyme to
polyphenols. Bioscience, Biotechnology,
and Biochemistry 58 (5): 817-821.
Handayani, R and J. Sulistyo. 2005.
Transesterification of Fatty Acid by
Application of Lipase Technology. J.
Biodiversitas. 6 (5) Hal. 164-167.
Handayani, R., M. Hawab & J. Sulistyo.
2002. Antioxidation Activity of
Polyphenol Glycosides Synthesized by
Enzymatic Transglycosylation Reaction
of Bacillus macerans. J. BioSMART. 4
(2) Hal. 18-22.
Harborne, J.B. 1988. Metode Fitokimia:

Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan. Terbitan ke-2. Terjemahan
Kosasih, P dan S. Iwang. Penerbit ITB.
Bandung.
Kitao, S. and H. Sekine. 1994, -D-glukosyl
transfer to phenolic compounds by
sucrose phosphorylase from leuconostoc
mesenteroides and production of arbutin.

Biosci. Biotech. Biochem.

58(1): 38-42
Kometami, T., Y. Terada, T. Nishimura, T.
Nakae, H. Takii and Okada. 1996.
Acceptor Specificity of Cyclodextrin
Glucanotransferase from an Alkalophilic
Bacillus species and Synthesis of
Glycosyl Rhamnose., Bioscience,
Biotechnology, and Biochemistry 60 (7):
1176-1178.
Linkenheil, K. 1998. Gambir Processing
Industry in West Sumatra. ATIAMI and
Departemen Perindustrian dan
Perdagangan Sumatera Barat
Mori, S., S. Hirose, T. Oya.and S. Kitahata.
1994. Purification and Properties of
Cyclodextrin Glucanotrasferase from
Brevibuctrium sp. No. 9605., Bio.sci.
Biotech. Biochem. 58(11), 1968-1972.

N., 2000. Gambir; Budidaya, Pengolahan


dan Prospek Diversifikasinya, Penerbit
Hutanku.
Nazir, N. dan Yurnawati. 2002. Studi
Awal mengenai Sifat Anatomis 3 Jenis
Gambir Sumatera Barat. Makalah poster
pada peresmian Gambir Development
Center, Payakumbuh 8 Agustus 2002.
Sulistyo, J. Y.S. Soeka. Dan R. Handayani.
2000.

Enzymatic Synthesis of

Polyphenol Galactoside and its


Antimelanogenesis and Antioxidative
Activities. Makalah pada Kongres
Biologi XII.
Sulistyo, J., Y.S. Soeka and A.K. Karim.
1998. Sintesis Polifenol--glukosida
oleh CG-Tase Secara Reaksi
Transglikolisasi., Biol. Indo. 2(3)y150161.
Thorpe, J.F dan Whiteley, MA, 1921.
Thorpes Dictionary of Applied
Chemistry. Fourth Edition,Vol II.
Longman, Green and Co. London 434438.

192| Semirata 2013 FMIPA Unila

Anda mungkin juga menyukai