Teori Material Baja
Teori Material Baja
PENDAHULUAN
1.1. Baja Sebagai Bahan Bangunan
Baja adalah suatu jenis bahan bangunan yang berdasarkan pertimbangan ekonomi,
sifat, dan kekuatannya, cocok untuk pemikul beban. Oleh karena itu baja banyak dipakai
sebagai bahan struktur, misalnya untuk rangka utama bangunan bertingkat sebagai kolom
dan balok, sistem penyangga atap dengan bentangan panjang seperti gedung olahraga,
hanggar, menara antena, jembatan, penahan tanah, fondasi tiang pancang, bangunan
pelabuhan, struktur lepas pantai, dinding perkuatan pada reklamasi pantai, tangki-tangki
minyak, pipa penyaluran minyak, air, atau gas.
Beberapa keunggulan baja sebagai bahan struktur dapat diuraikan sebagai berikut.
Batang struktur dari baja mempunyai ukuran tampang yang lebih kecil daripada batang
struktur dengan bahan lain, karena kekuatan baja jauh lebih tinggi daripada beton maupun
kayu. Kekuatan yang tinggi ini terdistribusi secara merata. The Kozai Club (1983)
menyatakan kekuatan baja bervariasi dari 300 Mpa sampai 2000 Mpa. Kekuatan yang
tinggi ini mengakibatkan struktur yang terbuat dari baja lebih ringan daripada struktur
dengan bahan lain. Dengan demikian kebutuhan fondasi juga lebih kecil. Selain itu baja
mempunyai sifat mudah dibentuk. Struktur dari baja dapat dibongkar untuk kemudian
dipasang kembali, sehingga elemen struktur baja dapat dipakai berulang-ulang dalam
berbagai bentuk.
Fabrikasi struktur baja dapat dilakukan di bengkel-bengkel maupun pabrik dengan
mesin-mesin yang cukup terkendali memakai komputer, sehingga akurasi dan kecepatan
produksi yang baik dapat dicapai. Pengangkutan elemen-elemen struktur baja dari bengkel
ke lokasi pembangunan mudah dilakukan. Sangat jarang dijumpai kerusakan elemen struktur
baja sebagai akibat pengangkutan. Dua hal ini memberi keuntungan waktu pelaksanaan
bangunan menjadi singkat. Waktu pelaksanaan yang singkat ini secara teknis sangat
diperlukan dalam pembangunan struktur lepas pantai serta pelabuhan, sedang pada bangunan
gedung yang komersial dari sudut pandang ekonomi cukup menguntungkan, karena
bangunan yang dibuat dapat segera menghasilkan uang.
Penyambungan elemen struktur baja dapat dilakukan secara permanen memakai las,
.tanpa lubang-lubang perlemahan, sehinggga kekuatan sambungan tidak banyak berubah
dari kekuatan batang aslinya. Sekalipun kalau ditinjau dari tegangan residu, sebagai akibat
pendinginan yang tidak bersamaan serta pengerjaan secara dingin, sebenarnya pada baja
tersebut timbul tegangan residu. Pekerjaan las yang kurang baik dapat mengakibatkan
tegangan residu yang cukup besar yaitu sekitar 45% dari tegangan leleh baja. Hal ini berarti
bahwa sebelum dibebani, elemen struktur sudah mempunyai tegangan, sehingga kemampuan untuk memikul beban menjadi berkurang.
Baja sebagai bahan struktur juga mempunyai beberapa kelemahan. Salah satu kelemahan baja adalah kemungkinan terjadinya korosi, yang memperlemah struktur, mengurangi
keindahan bangunan, dan memerlukan beaya perawatan cukup besar secara periodik.
Matsushima dan Tamada (1989) menyatakan bahwa pemeliharaan jembatan dengan
pengecatan setiap 5 tahun akan memakan biaya 10 persen dari harga bangunan. Hal ini
berarti bahwa biaya 50 tahun pemeliharaan akan sama dengan biaya pembuatan jembatan
baru.
Kekuatan baja sangat dipengaruhi oleh temperatur. Pada temperatur tinggi kekuatan
baja sangat rendah, sehingga pada saat terjadi kebakaran bangunan dapat runtuh sekalipun
tegangan yang terjadi hanya rendah. Kendala berikutnya, karena kekuatan baja sangat tinggi
maka banyak dijumpai batang-batang struktur yang langsing. Oleh karena itu bahaya tekuk
(buckling) mudah terjadi.
F
D
B
A
E
C
Diagram tegangan-regangan normal tipikal yang disajikan pada Gambar 1.2. memperlihatkan hubungan antara tegangan dan regangan pada OA linier. Pada fase tersebut peningkatan tegangan proporssional dengan peningkatan regangan, sedang di atas A diagram sudah
tidak lagi linier yang berarti bahwa peningkatan tegangan sudah tidak proporsional dengan
peningkatan regangan. Oleh karena itu tegangan pada titik A disebut sebagai tegangan batas
proporsional. (proporsional limit) atau batas sebanding, dan biasa diberi notasi fp. Pada
daerah proporsional (OA) berlaku hukum Hooke yang dinyatakan dengan Persamaan (1.1).
f=E
.(1.1)
standar tersebut dituliskan dengan SNI-2002. Sifat-sifat mekanis baja berdasarkan SNI-2002
pasal 5.1.3 ditentukan sebagai berikut:
Modulus elastisitas
Modulus Geser
Nisbah Poisoson
Koefisien pemuaian
: E = 200 Gpa
: G = 80.000 Mpa
: = 0,3
: = 12x10-6/oC
.(1.2)
E
2(1 + )
..(1.3)
a.
b.
f
fy
0,2%
Jenis Baja
BJ 34
BJ 37
BJ 41
BJ 50
BJ 55
Tegangan putus
minimum, fu
(MPa)
Tegangan leleh
minimum, f y
(MPa)
210
240
250
290
410
340
370
410
500
550
Peregangan
minimum
(%)
22
20
18
16
13
f i 2 = 0,5[(f1 f 2 ) 2 + (f 2 f3 ) 2 + (f3 f1 ) 2 ]
.(1.5)
fy adalah tegangan leleh yang diperoleh dari pengujian tarik uniaksial. Hubungan ini biasa
disebut dengan kriteria leleh Henky Von Mises atau distorsi energi. Pemakaian terbanyak
didasarkan pada tegangan bidang, dengan tegangan utama yang tegaklurus bidang itu nol,
Persamaan 1.5 berubah menjadi Persamaan 1.6.
f i 2 = f12 + f 22 f1 f 2
.(1.6)
f2
fy
f y2 = f12 + f 22 f1 f 2
+1
-1
+1
f1
fy
-1
Gambar 1.6. Kuat tarik dan tegangan leleh baja pada berbagai temperatur
Pada temperature tinggi, elemen struktur dapat putus sekalipun tegangan yang terjadi
masih rerndah. The Kosai Club (1983) memperlihatkan pengaruh kenaikan temperatur
terhadap tegangan leleh dan kuat tarik seperti terlihat pada Gambar 1.6 dan Gambar 1.7.
Demikian juga modulus Elastisitas yang untuk berbagi macam kualitas baja kurang lebih
sama, mengalami penurunan jika temperatur dinaikkan akan berperilaku seperti Gambar 1.8
(Brockenbrough and Johnston, 1981). Perubahan modulus geser terhadap perubahan
temperatur serupa dengan perubahan modulus elastisitas, tetapi angka Poisson tidak
mengalami perubahan.
Bentuk kurva creep untuk baja struktural yang dibebani dengan tegangan tekan pada
temperatur tinggi yang konstan, serupa dengan bentuk kurva creep tarik, tetapi tidak terdapat
daerah dengan perubahan bentuk meningkat seperti pada fase 3 kurva creep tarik. Creep ini
dapat mempercepat terjadinya buckling (lipat).
1.2.4. Pengaruh Kecepatan Regangan
Sifat mekanis yang telah dibicarakan di atas diukur dari pengujian bahan yang
dilakukan dengan kecepatan regangan rendah atau pembebanan statik. Menurut ASTM,
pembebanan statik adalah pembebanan dengan perubahan tegangan kurang dari 700 Mpa
permenit.
Seringkali penetapan sifat mekanis bahan dilakukan dengan pengujian tarik dengan
kecepatan tinggi, atau dengan benturan tarik atau tekan. Pengujian tarik dengan cepat
biasanya dilakukan dengan mesin uji tarik yang telah disesuaikan dengan gerakan cepat
memakai beban yang relatif merata. Sifat yang diperoleh dari tarikan cepat biasanya mirip
dengan hasil yang diperoleh dari pengujian tarik secara tumbukan. Selain itu juga telah
dibuktikan bahwa sifat dinamik tarik dan dinamik tekan logam tidak banyak berbeda. Oleh
karena itu hasil yang diperoleh dari pengujian dengan tumbukan (impact test) dapat dipakai
untuk melukiskan sifat umum baja pada kecepatan pembebanan tinggi. Kurva a dan b pada
Gambar 1.10 diperoleh dengan tumbukan berulang, kurva a diperoleh dari pengujian dengan
kecepatan pembebanan paling tinggi, sedang kurva c diperoleh dari pengujian dengan
kecepatan pembebanan rendah atau yang sering disebut dengan pembebanan statik. Tampak
bahwa pengujian statik memberi hasil lebih rendah daripada pengujian dengan kecepatan
tinggi.
ulang. Tampak pada Gambar 1.11. bahwa setiap beban dilepas, selalu ada regangan sisa,
sehingga setelah pembebanan dilakukan beberapa kali dicapai regangan batas bahan yang
apabila spesimen dibebani lagi, spesimen akan putus. Mengingat hal itu, maka dapat
dipahami banwa sifat batang struktur yang dibentuk secara dingin cukup rumit.
Seperti terlihat pada Gambar 1.11, jika spesimen baja dibebani sampai daerah plastis
atau pengerasan regangan, kemudian beban dilepas maka kurva pada pembebasan beban
akan sejajar dengan kurva bagian elastis. Oleh karena itu akan terdapat regangan yang
tertinggal setelah beban dilepas.
Suatu spesimen yang telah diregangkan sampai fase pengerasan regangan, beban
dilepas, selanjutnya spesimen disimpan beberapa hari yang disebut sebagai proses penuaan
regangan (strain aging) pada temperatur ruangan. Setelah itu diadakan pembebanan ulang,
maka terjadi peningkatan tegangan leleh dan kuat tarik, tetapi disertai penurunan regangan
putus. Peristiwa ini dilukiskan pada Gambar 1.12.
10
Cara pengujian kelelahan dapat juga dilakukan dengan closed loop dynamic materials
testing system. Pada pengujian ini, spesimen dibebani dengan tekan dan tarik secara bergantian. Pembebanan ini dilakukan berulang-ulang sampai spesimen putus. Hubungan antara
tegangan batas dan jumlah ulangan pembebanan diperlihatkan pada Gambar 1.15 Pada
percobaan ini dipakai perbandingan tegangan (R) 0, -1/2, dan -1. Perbandingan tegangan
R=0 berarti bahwa beban tarik sebesar P dan tekan 0, sedang R=-1/2 berarti beban tarik P
dan tekan -1/2 P.
. Dari Gambar 1.15. terlihat bahwa tinggi tegangan batas lelah pada jumlah siklus
pembebanan di atas 2.000.000 mendekati konstan, sedang pada jumlah siklus kurang dari
100.000 besar reduksi kekuatan dapat dipandang tidak begitu signifikan. Untuk memudahkan
analisis, diagram tegangan batas lelah dengan skala logaritmis, yang nonlinier sesuai Gambar
1.15 seringkali disederhanakan bentuknya menjadi beberapa penggal garis lurus seperti
Gambar 1.16.
11
12
Keretakan dapat terjadi jika tegangan sisa ini cukup tinggi. Untuk mengurangi pengaruh
tegangan sisa, pada baja struktural dapat dikenakan perlakuan panas (heat treatment).
1.2.8. Tegangan Sisa
Tegangan sisa (residual stress) adalah tegangan yang tertinggal pada batang struktur
setelah proses fabrikasi. Hal ini dapat dijelaskan oleh (a) pendinginan setelah penggilasn
profil, (b) pengerjaan secara dingin, (c) pelubangan atau pemotongan, dan (d) pengelasan.
Tegangan sisa yang perlu diperhatikan adalah akibat pendinginan dan pengelasan. Tegangan
sisa positif biasanya berada pada pertemuan plat, sedang tegangan tekan terdapat pada bagian
yang jauh dari pertemuan plat itu. Beberapa contoh bentuk distribusi tegangan sisa pada
tampang profil WF dapat dilihat pada Gambar 1.18. Sesuai dengan persyaratan kesetimbangan maka resultan gaya dan momen yang terdapat pada tampang profil adalah nol.
Dalam analisis tampang secara plastis maka tegangan sisa tidak berpengaruh pada
kekuatan elemen struktur, baik pada batang tarik, batang tekan yang pendek (stocky culmns),
maupun batang lentur. Pada elemen struktur tekan tegangan sisa ini dapat mengakibatkan
premature buckling, sekalipun demikian penelitian Morisco (1986) memperlihatkan bahwa
tegangan sisa yang terdistribusi linier, dengan tegangan sisa ekstrim 30 persen dari tegangan
leleh, hanya menimbulkan penurunan kapasitas batang tekan dari profil WF, antara 0 sampai
4 persen.
13
leleh, hanya menimbulkan penurunan kapasitas batang tekan dari profil WF, antara 0 sampai
4 persen.
1
1
1
1
1
1
Mn +
Si +
Ni + Cr + Mo + V
6
24
40
5
4
14
1.4. Fabrikasi
.1.4.1. Proses Produksi Baja.
Baja dan besi cor merupakan perpaduan antara Fe dan C, dengan rumus kimia Fe3C.
Teoritis kandungan C pada baja dan besi cor adalah 6,67%, tetapi dalam praktek
kaaandungan C pada baja sebanyak 0,062 %, pada besi cor 25 %, sedang pada besi
murni maksimal 0,06 %.
Baja diproduksi dengan cara melebur biji besi yang diperoleh dari tambang dalam
tanur tinggi atau melebur kembali baja scraps dalam tanur pengolahan baja dengan bahan
dasar biji besi atau besi tua ditambah arang kayu, kokas, oksigen dan bahan imbuh diolah
dalam tanur temperatur tinggi. Arang kayu akan bertindak sebagai bahan bakar dan sekaligus
bahan reduksi, sesudah bereaksi dengan udara panas yang dihembuskan lewat pemanas
udara. Disini pemanasan diperoleh dengan pembakaran gas buang dari tanur. Hasil keluaran
14
dari tanur berupa massa-massa besi mentah dalam ukuran besar yang disebut pigs dan pig
irons. Besi mentah ini masih kotor dan mengandung karbon yang berlebihan. Kotoran dan
kelebihan karbon ini dihilangkan dengan cara menghaluskan besi tersebut. Untuk memperoleh mutu tinggi yang berkaitan dengan kekuatan, keliatan, sifat mampu las, dan ketahanan
terhadap karat, perlu ditambahkan elemen-elemen paduan. Beberapa elemen paduan ini
antara lain adalah tembaga, nikel, krom, mangan, molibden, pospor, silikon, belerang, titan,
columbium, dan vanadium. Pengolahan di dalam tanur ini menghasilkan ingot baja.
15
16
17
Daya hantar lapisan elektrolit akan naik karena polutan-polutan agresif yang terlarut
dalam air hujan tersebut, sehingga laju korosi bahan penutup atap dan dinding baja akan
naik, terutama pada daerah-daerah genangan air, tempat garam terlarut akan terakumulasi.
1.5.7. Derajat Polusi Udara
Udara yang tercemar oleh beberapa senyawa dari hasil pembakaran atau buangan
industri akan mempercepat laju korosi bahan penutup atap dan dinding dari baja, yang
digunakan pada bangunan di daerah tersebut.
Beberapa materi pencemar seperti asap, pasir, gas SO2, H2S, dan NH3 akan berperan
banyak pada proses korosi bahan penutup atap dan dinding dari baja yang dilapisi oleh
partikel-partikel padat yang mengandung sulfat atau chlorida pada kelembaban tinggi atau
adanya air hujan akan membentuk lapisan elektrolit yang aktif dan sangat agresif.
Polutan lain yang mempercepat korosi bahan penutup atap dan dinding baja adalah
CO2. Di daerah industri atau daerah padat kendaraan bermotor, gas ini merupakan hasil
pembakaran bahan bakar yang mengandung belerang.
1.5.8. Percikan Air Garam Yang Berasal Dari Laut
Air garam yang berasal dari laut mengandung ion chlorida yang sangat agresif
terhadap korosi logam di lingkungan udara. Percikan air garam yang berasal dari ombak laut
berbentuk partikel halus yang terbawa angin akan melekat pada permukaan penutup atap dan
dinding baja.
1.5.9. Pipa Penyaluran Air Terpendam
Pengaliran air, minyak, dan gas seringkali memakai pipa baja yang ditanam di dalam
tanah. Korosi pada pipa-pipa pengaliran ini dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut ini.
a. Korosi sel makro terjadi jika sel makro terbentuk sebagai akibat perbedaan potensial
lokal, misalnya pipa panjang melewati beberapa lingkungan yang berbeda, atau bahan
pipa bermacam-macam. Korosi sel makro akibat perbedaan lingkungan terutama
disebabkan oleh perbedaan kandungan oksigen di dalam tanah. Sebagai contoh, pipa
tertanam melewati pasir dan lempung (Gambar 1.21). Kandungan udara pada lempung
rendah sehingga kadar oksigen juga rendah, sedang pada pasir terjadi kebalikannya.
Perbedaan kadar oksigen ini dapat mengakibatkan perbedaan potensi sampai 150 mV,
dengan anoda pada daerah lempung. Korosi paling parah terjadi pada perbatasan.
Menurut Okimoto, jika pipa tidak diisolasi terhadap lingkungan, laju korosi dapat
mencapai 0,4 mm per tahun.
Korosi sel makro dapat juga terjadi pada pipa yang sebagian berada di atas muka air
tanah, sedang sebagian lagi berada di bawah muka air tanah (Gambar 1.22). Pada kasus
ini konsentrasi oksigen di bawah muka air tanah rendah, sehingga bagian ini menjadi
anoda. Perbedaan potensial dapat mencapai 170 mV. Korosi terjadi sekitar muka air
tanah, dengan laju kortosi sekitar 0,47 mm per tahun.
18
Jenis Metal
Nikel
Tembaga
Baja
Timah
Cadmium
Timah
Hitam
Zink
Potensial (mV)
Di Air Laut
Di Mortel Semen
-270
-210
-720
-490
-760
-510
-1060
- 40
-200
-180
-980
-870
-650
-450
Sebagai contoh pemakaian dua bahan yang saling tidak cocok, sehingga mengakibatkan
terjadinya korosi yaitu pemasangan katup tembaga pada pipa baja. Contoh lain yang sering
kurang diperhatikan adalah pemakaian pipa hitam tanpa lapis pelindung, atau penyambungan
pipa lama dengan pipa baru. Pipa baru cenderung menjadi anoda, sehingga pipa baru dapat
19
mulai berkarat lebih cepat dari yang diperkirakan. Perhatian khusus perlu diberikan agar pipa
baja baru jangan sampai disambung dengan pipa lama yang terbuat dari baja tuang dengan
lapisan graphit.
Gambar 1.24. Pencegahan korosi dengan kombinasi isolasi, pelapisan, dan katoda
20
Korosi temperatur tinggi terjadi pada pipa bawah tanah yang dipakai untuk mengalirkan
cairan panas, seperti air panas dan minyak mentah (crude oil), Semakin tinggi temperatur
cairan semakin tinggi pula laju korosi.
b. Korosi elektrolit banyak terjadi pada pipa yang berdekatan dengan jalur kereta rel bawah
tanah yang memakai tenaga listrik. Kebocoran arus listrik yang masuk ke dalam tanah,
menjalar ke pipa dan diteruskan ke setasiun daya. Korosi tidak terjadi di sekitar
kebocoran arus, tetapi terjadi di sekitar ujung-ujung pipa (Gambar 1.26).
21
Gambar 1.27. Korosi akibat kontak langsung antara pipa dan tulangan
Untuk menanggulangi korosi yang cepat pada pipa galvanis, agar tidak terjadi lubanglubang pada waktu yang dini, maka pipa pelayanan perlu diisolasi terhadap tulangan struktur
beton (Gambar 1.28). Pemakaian lapis orgnik sangat dianjurkan untuk meningkatkan
pencegahan terhadap proses korosi. Pipa penyaluran air yang dilas listrik dapat diserang
korosi pada bagian las sisi dalam, membentuk suatu alur. Hal ini disebabkan oleh pemanasan
secara lokal pada saat pengelasan yang disusul dengan proses pendinginan secara cepat,
mengakibatkan sifat metalurgi baja di sekitar las mengalami perbedaan dengan baja aslinya,
dan mudah terjadi korosi. Korosi pada daerah las terjadi cukup parah, dengan laju korosi
yang sangat tinggi, dapat mencapai beberapa mm/th. Masalah ini dapat diatasi dengan
memakai pipa yang berkekuatan tinggi. Pelapisan dengan polyethylene dan PVC pada pipa
baja sangat membantu pencegahjan terhadap korosi.
22
23
kadar garam. Oksigen yang larut, pH, gaya pukulan ombak dan arus, serta pencemaran
biologi. Korosi air laut juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan logam.
Untunglah kemajuan teknologi saat ini telah menemukan langkah-langkah yang
diperlukan dalam penanggulangan korosi. Pada dasarnya ada empat metoda untuk mencegah
terjadinya korosi pad abaja di lingkungan lautan: (a) pemakaian lapis pelindung, (b)
perlindungan katodik, (c) peningkatan mutu rancangan, dan (d) modifikasi mutu baja. Sistem
penanggulangan korosi pada sebarang struktur dituntut untuk efektif, kemudahan dalam
fabrikasi dan pemeliharaan, serta ekonomi dalam keseluruhan.
Pertimbangan kemudahan pemeliharaan seringkali kurang diperhatikan dalam
pembangunan. Sekalipun suatu sistem mempunyai efektifitas yang tinggi pada saat awal,
tetapi efektifitas itu akan berkurang seiring dengan waktu, baik secara kimia, mekanika, atau
kombinasinya. Dengan demikian pemeliharaan sangat perlu dipertimbangkan dari segi biaya
serta kemudahannya. Sebagai contoh, jika tiang-tiang pancang sebagai struktur lepas pantai
dilindungi dengan lapis pelindung organik, maka dapat dipertanyakan bagaimana cara
inspeksi untuk mengetahui apakah lapis pelindung itu telah rusak. Lebih lanjut pemasangan
lapis pelindung yang baru sangatlah sulit, bahkan dapat dikatakan tidak mungkin dilaksanakan.
Lingkungan struktur lepas pantai dapat dibedakan dalam lima macam berdasarkan
posisinya terhadap permukaan air laut (Gambar 1.29), yaitu atmosfir, daerah percikan
((splash zone), permukaan pasang surut (tidal zone), di bawah permukaan (submerged zone),
dan daerah lumpur (mud zone).
Gambar 1.29. Pembagian zone dan tebal korosi relatif (Kure, NC)
Daerah percikan dan permukaan pasang surut. Dari dua daerah ini, daerah percikan
adalah bagian yang mengalami korosi sangat berat, sedang daerah permukaan pasang surut
relatif ringan untuk suatu batang struktur vertikal tanpa lapis pelindung, seperti tiang
pancang. Hal ini karena daerah permukaan pasang surut secara galvanis dilindungi oleh
bagian yang berada sedikit di bawahnya. Bagian yang tersebut belakangan ini laju korosinya
meningkat bersamaan dengan perlambatan korosi pada daerah permukaan pasang-surut.
Tetapi jika tiang pancang diberi lapis pelindung dari bahan yang dapat berfungsi sebagai
24
25
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi korosi pada tiang pancang antara lain
adalah komposisi tanah, aerasi, kelembaban, aerasi, pH, keasaman, bakteri, temperatur, dan
sel-sel makro. Komponen tanah yang mempengaruhi korosi antara lain adalah sulfida,
hidrogen sulfida, asam belerang, dan zat organik. Semakin rendah pH suatu tanah, maka
semakin tinggi laju korosi tanah itu.
Dalam hal-hal tertentu, korosi yang parah dapat saja terjadi karena pengaruh galvanis
permukaan struktur atau elektrolisis arus menyimpang. Oleh karena itu evaluasi situasi
korosi sebelum pemasangan dapat dikatakan sangat perlu. Jika diantisipasi akan terjadi
korosi, maka dalam perancangan dapat dipertimbangkan pemakaian perlindungan katodik
pada fondasi tiang, atau pemakaian isolasi pada sambungan antara fondasi tiang dengan
struktur bawah tanah yang lain. Pemakaian cat pada fondasi tiang sebagai pencegah korosi
tidak akan memberikan hasil yang baik, karena pada saat pemancangan lapisan cat itu dapat
rusak.
1.5.14. Korosi Pada Tangki Minyak
Tangki minyak berhubungan langsung dengan tiga macam lingkungan yang korosif,
yaitu tanah dasar tangki, udara, serta air yang memisah dari minyak dan mengumpul di dasar
tangki. Korosi dapat menimbulkan lubang-lubang pada tangki dan mengakibatkan
kebocoran. Lubang-lubang itu selain menimbulkan kerugian minyak juga memacu bahaya
kebakaran. Selain itu lubang-lubang juga memperlemah struktur, sehingga dapat mengakibatkan keruntuhan pada saat terjadi gempa bumi.
Korosi pelat dasar tangki dapat dipercepat oleh arde yang terbuat dari tembaga.
Tembaga termasuk logam yang lebih mulia daripada baja dan mengakibatkan korosi
bimetalik pada baja. Kadang-kadang terjadi sel makro galvanis antara beberapa tangki yang
dihubungkan dengan pipa. Dalam kasus tertentu pelat dasar tangki menjadi anoda dari
komponen yang lain dan korosi terjadi lebih cepat.
Sisi luar tangki yang langsung berhubungan dengan udara biasanya dicat dan bebas
dari korosi sepanjang lapis cat cukup rapat. Udara sekitar tangki umumnya sangat korosif,
karena tangki biasanya berada di daerah industri yang udaranya banyak mengandung sulfur
dioksida, dan seringkali berdekatan pantai dengan udara mengandung chlorida cukup tinggi.
Korosi mudah terjadi pada bagian yang memungkinkan air hujan mengumpul dan tertahan
dalam waktu lama.
Korosi pada sisi pelat dalam tangki minyak terjadi di dasar dan menyerang pelat
tempat terkumpulnya air yang memisah dari minyak. Drainasi memang dapat dilakukan
dengan pipa secara periodik, tetapi permukaan pelat tetap berhubungan dengan air dalam
waktu yang lama, sehingga proses korosi tetap berlangsung Korosi tangki minyak yang
tidak dicat juga terjadi pada pengujian tekanan hidrostatis pada saat pembuatan. Pengisian
dan pengososngan tangki yang besar dapat memakan waktu sampai satu bulan. Korosi ini
akan semakin parah jika pengujian tekanan memakai air laut.
26
Tangki minyak terjadi kontak dengan tanah pada sisi luar pelat bagian bawah. Korosi
terjadi secara lokal, dengan kecepatan 0,1 0,5 mm/th, lebih rendah dari laju korosi pada
pipa pelayanan gas atau air yang kontak langsung dengan tulangan beton. Air hujan biasanya
hanya berpengaruh sekitar seperlima radius tangki dari sisi luar, akibat kurang sempurnanya
sealing . Potongan-potongan kayu yang tertinggal di bawah tangki dan kontak dengan pelat
dasar, mempunyai kontribusi dalam proses korosi, karena kayu itu meresap air hujan.
Setelah diuraikan berbagai masalah yang ada pada tangki minyak dari baja, berikut ini
akan diuraikan beberapa cara pencegahan korosi.
Pelat-pelat dasar tangki minyak disambung setelah ditempatkan pada posisi yang
direncanakan. Jika ada lapisan cat, maka lapisan cat ini akan terbakar sepanjang sambungan
las, sehingga cat tidak efektif lagi. Pemakaian cat setelah pengelasan tidak praktis, bahkan
dapat dikatakan tidak mungkin. Oleh karena itu cat biasanya tidak dipakai untuk hal tersebut.
Korosi pengaruh tanah dapat dikurangi dengan memberi lapisan yang sangat tahan
dan kedap air seperti aspal di atas tanah dasar tangki. Usaha lain yang cukup efektif dapat
dilakukan dengan perlindungan katodik, memakai arus listrik atau dengan mengorbankan
logam lain sebagai anoda. Untuk mencegah peresapan air hujan dari daerah sekeliling, maka
dipakai penutup berm dari bahan yang kedap air, fleksibel, dan anti retak.
1.5.15. Perkembangan Penaggulangan Korosi di Masa Depan
Di antara logam struktur, baja adalah yang paling banyak dipakai, tetapi dilain pihak
baja juga sebagai bahan yang paling mudah terserang korosi. Untunglah perkembangan ilmu
bahan dan teknologi penang-gulangan korosi telah membuat korosi dapat dikendalikan
dengan biaya yang relatif murah.
Pada dasarnya terdapat lima macam pendekatan untuk mencegah korosi pada baja.
Pemakaian lapis pelindung, pengaturan lingkungan, perlindungan katodik, peningkatan
perancangan, dan modifikasi mutu baja.
Suatu sistem penanggulangan korosi yang baik tidak hanya efektif, tetapi juga mudah
fabrikasinya, dapat diandalkan, ekonomis baik pelaksanaan maupun pemeliharaannya. Dari
berbagai faktor ini, kemudahan pemeliharaan seringkali kurang diperhatikan pada saat
pelaksanaan.
Suatu contoh, pemeliharaan struktur lepas pantai, pemeriksaan lapis pelindung pada
bagian percikan, pelepasan lapis pelindung yang retak, persiapan permukaan baja,
pemasangan lapisan baru pada lautan terbuka mudah. Hal ini perlu difikirkan pada saat
permulaan.
Sekarang ini semakin banyak struktur baja diperengkapi dengan sistem pencegah
korosi yang baik, dan cara pemeliharaan yang mudah. Sekalipun demikian masih ada juga
struktur baja yang mengalami korosi, biasanya penyebabnya bukanlah pertimbangan
teknologi, tetapi pertimbangan sosial. Dengan kata lain resiko korosi telah disadari, tetapi
27
tidak ada langkah-langkah pencegahan dilakukan, Karena kurangnya dana. Selain itu
kasus lain terjadi karena kurangnya pengetahuan tentang cara penanggulangan korosi. Oleh
karena itu pengetahuan tentang korosi cukup perlu untuk disebar luaskan.
28
Cara ketiga untuk melindungi struktur baja dari bahaya kebakaran dilakukan dengan
menutup permukaan baja dengan papan yang terbuat dari asbestos, atau kalsium silikat, atau
rockwool. Papan-papan tersebut ditempelkan pada permukaan baja dengan perekat waterglass. Cara ini diperlihatkan pada Gambar 1.33, paku dan kelem untuk digunakan untuk
merangkai.
29
Daftar Pustaka
Badan Stadardisasi Nasional, 2002, Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk
Bangunan Gedung, SNI 03-1729-2002, Litbang Teknologi Permukiman, Bandung.
Brockenbrough, R.L., and Johnston, B.G., 1981, Steel Design Manual, United Steel
Corporation, Pitsburg.
Matsushima, I. and Tamada, A., 1989, Corrosion Protection of Steel Structures, Japan Iron
and Steel Exporters Assosiation, Tokyo.
Morisco, 1986, Inelastic Behaviour of Steel Beam Columns, Ph.D. Thesis, City University,
London.
Muto, Y., 1990, High Rise Steel Structures in Singapore and Neighbouring Countries,
Nippon Steel Corporation, Singapore.
Okamoto, K., Corrosion of Underground Pipeline and Cathodic Protection, Nakagawa
Corrosion Protecting Company Ltd., Tokyo.
The Kozai Club, 1983, Steel Construction Guidebook Civil Engineering, , Tokyo
30