Pielonefritis Akut
Pielonefritis Akut
BAB I
PENDAHULUAN
Pielonefritis merupakan peradangan supurative pada parenkim dan pelvis ginjal yang
disebabkan oleh infeksi bakteri. Pielonefritis merupakan bagian dari ISK bagian atas,
sedangkan ISK bagian bawah terdiri dari sistitis dan urethritis.4 Manifestasi klinis ISK sangat
bervariasi dan tergantung pada umur, mulai dengan asimtomatik hingga gejala yang berat,
sehingga ISK sering tidak terdeteksi baik oleh tenaga medis maupun oleh orangtua.
Kesalahan dalam menegakkan diagnosis (underdiagnosis atau overdiagnosis) akan sangat
merugikan. Underdiagnosis dapat berakibat penyakit berlanjut ke arah kerusakan ginjal
karena tidak diterapi. Sebaliknya overdiagnosis menyebabkan anak akan menjalani
pemeriksaan dan pengobatan yang tidak perlu. 3
Infeksi saluran kemih (ISK) terjadi pada 1-3% anak perempuan dan 1% dari anak
laki-laki. Pada perempuan, ISK biasanya terjadi pada usia 5 tahun, dengan puncak tertinggi
pada masa bayi dan toilet training. Sedangkan pada laki-laki sering terjadi pada usia 1 tahun
dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki yang tidak disunat. ISk biasa disebabkan oleh
koloni bakteri. Pada perempuan, 75-90% disebabkan oleh E.coli, Klebsiella sp, Proteus spp
dan Staphylococcus saprophyticus, sedangkan pada laki-laki usia diatas 1 tahun lebih sering
disebabkan oleh Proteus, E. coli dan Staphylococcus saprophyticus. 2
Pielonefritis Akut
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI
2.1 Anatomi
Pielonefritis Akut
Gambar 2. Struktur anatomi ginjal pada ginjal kanan dan posisi ginjal pada CT
scan.
Puncak piramid medula menonjol ke dalam disebut papil ginjal yang merupakan
ujung kaliks minor. Beberapa duktus koligens bermuara pada duktus pipalaris Bellini yang
ujungnya bermuara di papil ginjal dan mengalirkan urin ke dalam kaliks minor. Karena ada
18-24 lubang muara duktus Bellini pada ujung papil maka daerah tersebut terlihat sebagai
tapisan beras dan disebut area kribrosa. 1
Antara dua piramid terdapat jaringan korteks tempat masuknya cabang-cabang arteri
renalis disebut kolumna Bertini. Beberapa kaliks minor membentuk kaliks mayor yang
bersatu menjadi piala (pelvis) ginjal dan kemudian bermuara ke dalam ureter. Ureter kanan
dan kiri bermuara di vesika urinaria. Urin dikeluarkan dari vesika urinaria melalui uretra. 1
Tiap ginjal menerima kira-kira 25 persen isi sekuncup jantung. Bila diperbandingkan
dengan berat organ ginjal hal ini merupakan suplai darah terbesar di dalam tubuh manusia.
Suplai darah pada setiap ginjal biasanya berasal dari arteri renalis yang keluar dari aorta,
arteri renalis bercabang-cabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan melewati medula
menuju ke batas antara korteks dan medula. Disini, arteri interlobaris becabang membentuk
arteri arkuata yang berjalan sejajar dengan permukaan ginjal. Arteri interlobaris bersaal dari
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 15 September 2014 22 November 2014
Pielonefritis Akut
arteri akuata dan bercabang menjadi arteriol aferen glomerulus. Sel-sel otot khusus di dinding
arteriol aferen, dengan sel alcis seta bagian dari tubulus distal yang berdekatan dengan
glomerulus (makula densa), membentuk aparat jukstaglomerular yang mengendalikan sekresi
renin. Arterio aferen bercabang-cabang menjadi jalinan kapiler glomerulus yang kemudian
bergabung lagi menjadi arteriol eferen. 1
Tiap ginjal mengandung 1 juta nefron (glomerulus dan tubulus yang berhubungan
dengannya). Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah lahir. Pada manusia, pembentukan nefron
selesai pada janin 35 minggu. Perkembangan paling cepat terjadi pada 5 tahun pertama
setelah lahir. Tiap nefron terdiri atas glomerulus dan kapsula Bowman, tubulus proksimal, asa
Henle dan tubulus distal. Glomerulus bersama kapsula Bowman juga disebut badan Malphigi.
Fungsi ginjal normal terdiri atas 3 komponen yang saling berhubungan, yaitu : ultrafiltrasi
glomerulus; reabsorpsi tubulus terhadap solut dan air; sekresi tubulus terhadap zat-zat organik
dan non organik. 1
2.2 Fisiologi
Fungsi ginjal secara keseluruhan dibagi menjadi 2, yaitu : 1
1. Fungsi Eksresi
a. Eksresi sisa metabolit protein
Sisa metabolit protein yaitu ureum, kalium, fosfat, sulfat anorganik dan asam
urat dikeluarkan melalui ginjal.
b. Regulasi cairan tubuh
Bila tubuh kelebihan cairan maka terdapat rangsangan melalui arteri karotis
interna ke osmoreseptor di hipotalamus anterior. Rangsangan tersebut
diteruskan ke kelenjar hipofisis posterior sehingga produksi hormon antidiuretik (ADH) dikurangi dan akibatnya diuresis menjadi banyak. Sebaliknya,
bila tubuh kekurangan cairan, maka produksi ADH akan bertambah sehingga
produksi urin berkurang karena penyerapan air di tubulus distal dan duktus
koligens bertambah.
c. Menjaga keseimbangan asam basa
Keseimbangan asam basa tubuh diatur oleh pari dan ginjal. Paru menjaga
jumlah H2CO3 plasma (N = 1,15 -1,35 mEq/l) dengan mengatur kadar pCO 2
dan ginjal menjaga konsentrasi NaHCO 3 (N = 25-27 mEq/l) dengan cara
menyerap NaHCO3 dan mensekresi H+.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 15 September 2014 22 November 2014
Pielonefritis Akut
2. Fungsi Endokrin
a. Eritropoesis
Pembentukan sel darah merah diperlukan zat eritropetin. Eritropoetin dirubah
dari proeritropoetin yang mungkin dibuat dalam hati oleh zat yang diproduksi
ginjal yang disebut faktor eritropoetik gijal (kidney eritropoetic factor).
b. Pengaturan tekanan darah
Ginjal menghasilkan renin yang berperan penting dalam pengaturan tekanan
darah. Bila terjadi iskemia ginjal maka granula renin akan dilepaskan dari
aparta jukstaglomerular. Renin akan merubah angiotensin di dalam darah
menjadi Angiotensin I, kemudian dirubah menjadi Angiotenin II oleh enzim
konvartase di paru. Angitensin II mempunyai efek yaitu mengakibatkan
vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan merangsang korteks adrenal untuk
memproduksi aldosteron. Aldosteron bersifat meretensi air dan natrium
sehingga akibatnya volume darah bertambah.
c. Keseimbangan kalsium
Ginjal juga mempengaruhi metabolisme kalsium, khususnya penyerapan
kalsium, dengan mengkonversi prekursor vitamin D menjadi bentuk yang
paling aktif, 1,25-dihydroxyvitamin D.
Pielonefritis Akut
BAB III
PIELONEFRITIS AKUT
3.1 Definisi
Pielonefritis akut merupakan peradangan supurative pada parenkim dan pelvis ginjal
yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Pielonefrtis akut biasanya merupakn lanjutan dari
sistitis akut secara ascenden. 4
3.2 Etiologi
Penyebab
terbanyak
ISK,
baik
pada
yang
simtomatik
maupun
yang
Refluks vesiko ureter merupakan kelainan traktus urinarius yang tidak jarang terjadi
pada anak. Refluks ini biasanya didiagnosis sebagai kelainan penyerta pada anak yang
sebelumnya telah terdiagnosis sebagai infeksi saluran kemih (ISK). Adanya refluks ini
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 15 September 2014 22 November 2014
Pielonefritis Akut
membuat ISK sulit diatasi, karena itu kelainan ini harus ditangani bersama-sama dengan tata
laksana ISK. 6
3.3 Faktor Predisposisi
3.3.1 Faktor Penjamu
Pada beberapa anak, predisposisi terjadinya ISK adalah karena adanya kelainan
anatomi kongenital atau yang didapat, sedangkan pada anak yang lainnya kemungkinan
kelianan itu tidak ditemukan, walaupun sudah diteliti. Pada kelompok yang terakhir ini
diduga yang menjadi faktor predisposisi adalah virulensi bakteri atau karena kelainan
fungsional saluran kemih. 1
Tabel 2. Faktor pejamu dan predisposisi 1
Faktor anatomi:
Refluks vesiko ureter dan refluks intarenal
Obstruksi saluran kemih
Benda asing dalam saluran kemih (kateter urin)
Duplikasi collecting system
Ureterokel
Divertikulum kandung kemih
Meningkatnya perlekatan ke sel uroepitel
Nonsecretors with P blood group antigen
Nonsecretors with Lewis blood group phenotype
Pada anak yang normal, perlekatan dan proliferasi bakteri pada mukosa kandung
kemih dapat dicegah oleh adanya aliran urin yang deras dan adanya mekanisme pertahanan
lokal mukosa kandung kemih. 1
Pielonefritis Akut
Mekanisme pertahanan lokal ini dapat terganggu bila ada kelainan anatomi kongenital
atau yang didapat, dan dapat meninggikan risiko terjadinya ISK. Secara keseluruhan kelainan
radiologik yang dapat ditemukan pada ISK hanya berkisar 40-50%. Refluks vesiko ureter
merupakan kelainan saluran kemih yang paling sering ditemukan pada ISK, itupun hanya
bisa ditemukan sekitar 30%. Adanya refluks mengakibatkan anak mudah mendapat ISK, dan
dari urin yang terinfeksi tersebut, infeksi dapat naik ke parenkim ginjal. Pada tempat refluks
tersebut bakteri dapat bertahan lama, dan merupakan sumber infeksi dalam saluran kemih. 1
Statis urin karena adanya obstruksi saluran kemih, dan adanya residu urin, merupakan
faktor lainnya yang mempermudah bakteri tinggal lebih lama dan dapat berproliferasi.
Adanya divertikulum kandung kemih, ureterokel, lambatnya aliran urin pada collecting
system yang duplikasi, mengakibatkan timbulnya nidus sehingaa bakteri dapat lebih lama
tinggal berproliferasi dalam saluran kemih. Adanya benda asing dalam saluran kemih seperti
kateter juga memmudahkan terjadinya ISK. Lebih dari 90% ISK nosokomial pada anak yang
dirawat disebabkan pemasangan kateter urin. 1
Bila tidak ditemukan adanya defek anatomi saluran kemih, dianggap penyebab resiko
ISK adalah faktor pejamu. Melekatnya bakteri ke sel uroepitel,merupakan prasyarat untuk
timbulnya kolonisasi bakteri. Sel uroepitel pada anak sangat rentan terhadap infeksi, karena
memiliki kapasitas untuk mengikat bakteri, disebabkan oleh adanya reseptor pada sel
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 15 September 2014 22 November 2014
Pielonefritis Akut
tersebut. Jadi pada anak yang mempunyai struktur anatomi saluran kemih yang normal,
timbulnya kerentanan terhadap infeksi karena sel uroepitelnya mempunyai kapasitas pengikat
bakteri yang masuk ke saluran kemih. Mekanisme molekuler mengenai perlekatan bakteri ini
ke sel uroepitel tersebut masih belum diketahui dengan pasti. 1
3.3.2 Faktor Virulensi
Tabel 4. Faktor-faktor bakteri yang berhubungan dengan virulensi uropatogenik dari E.coli 1
Mempunyai fimbria
Melekat ke uroepitel
Mempunyai serotype O dan K
Menghasilkan hemolisin
Menghasilkan colistin V
Menghasilkan aerobactin
Resisten terhadap bactericidal action atau normal human serum
Sifat melekat E.coli merupakan hal yang penting dari organisme tersebut untuk
bertahan di saluran kemih dan menyebabkan ISk. Perlekatan antaran bakteri dan sel uroepitel
diperantarai oleh reseptor uroepitel dengan molkelu protein dari bakteri yang disebut
adhesion yang berada pada permukaan bakteri tersebut. Pada bakteri E.coli adhesi terletak
pada ujung-ujung fimbria. Pili dengan ujung adhesi-nya dapat melekatkan bakteri tersebut ke
permukaan uroepitel. 1
Ada dua jenis fimbriae, tipe I dan tipe II. Tipe I fimbriae ditemukan pada sebagian
besar strain E. coli, fimbriae ini dapat diblokir oleh mannose, fimbriae ini disebut sebagai
mannose-sensitifve,sehingga tidak terjadi perlekatan dan tidak memiliki peran dalam
pielonefritis. Tipe II fimbriae tidak dihambat oleh mannose, dan ini dikenal sebagai mannoseressistent. Fimbriae ini diungkapkan oleh hanya strain tertentu dari E. coli. Reseptor untuk
tipe II fimbriae adalah glycosphingolipid yang terdapat pada membran sel uroepithelial dan
antigen P sel darah merah. Karena fimbriae ini dapat mengaglutinasi oleh P eritrosit golongan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 15 September 2014 22 November 2014
Pielonefritis Akut
darah, mereka dikenal sebagai P fimbriae. Bakteri dengan P fimbriae lebih mungkin
menyebabkan pielonefritis. Sebanyak 76-94% dari strain pielonefrogenik dari E. coli
memiliki P fimbriae. 2
Penderita yang terinfeksi dengan E.coli yang melekat ke sel uroepitel akan
menunjukkan gejala inflamasi sistemik dan renal yang nyata (leukosituria, CRP meningkat,
LED meningkat). Bakteri yagn melekat ke sel uroepitel, akan menghasilkan endotoksin dan
lipopolisakarida lebih banyak dan langsung ke jaringan ginjal. 1
3.3 Patofisiologi
10
Pielonefritis Akut
Terdapat dua jalur infeksi bakteri masuk ke ginjal, yaitu; 1.) melalui aliran darah
(hematogenous); 2.) saluran kemih bagian bawah (infeksi ascending). Infeksi ascending lebih
sering terjadi dibandingkan dengan hematogenous. 4
Bakteri uretropatogenik yang melekat pada sel uroepitel, dapat mempengaruhi
kontraktilitas otot polos dinding ureter, dan menyebabkan ganggaun peristaltiknya.
Melekatnya bakteri ke sel uroepitel ini, akan meningkatkan virulensi bakteri tersebut. 1
Mukosa kandung kemih dilapisi oleh suatu glycoprotein mucin layer yang berfungsi
sebagai antibakteri. Robeknya lapisan ini, menyebabkan bakteri dapat melekat dan
membentuk koloni dipermukaan mukosa, kemudian masuk menembus epitel dan mulai
mengadakan peradangan. 1
Infeksi akut/kronik vesika urinaria (sistitis) akibat infeksi yang berulang
mengakibatkan perubahan pada dinding vesika urinaria dan dapat mengakibatkan
inkompetensi dari katup vesikoureter. Akibat rusaknya katup ini, urin dapat naik kembali ke
ureter terutama pada waktu berkemih (waktu kontraksi kandung kemih). Akibat refluks ini
ureter dapat melebar atau ruin sampai ke ginjal dan menyebabkan kerusakan pielum dan
parenkim ginjal (pielonefritis). 1
Pada bayi infeksi secara hematogen lebih sering terutama bila ada kelainan struktur
traktus urinarius. Bakteri patogen ataupun bakteri yang non-patogen di daerah tubuh lainnya
(kolon, mulut, kulit) bila berkembang biak di parenkim ginjal akan menghasilkan amonia
yang dapat menghalangi pertahanan tubuh yang normal yaitu dengan menghalangi sistem
komplemen dan dapat menghalangi migrasi leukosit PMN dan fagositosis, karena amonia
meninggikan hipertonisistas medula. Bila sudah terdapat infeksi parenkim, fungsi ginjal dapat
terganggu. Infeksi ginjal bisa terjadi melalui collecting system. Pelvis dan medula ginjal dapat
rusak, baik karena infeksi maupun oleh tekanan urin akibat refluks, berupa ginjal atrofi. 1
3.4 Manifestasi Klinik
Pada pielonefritis dapat dijumpai demam tinggi disertai menggigil, gejala saluran
cerna seperti mual, muntah, diare. Tekanan darah pada umumnya masih normal, dapat
ditemukan nyeri pinggang. Gejala neurologis dapat berupa iritabel dan kejang. Pada bayi baru
11
Pielonefritis Akut
lahir manifestasi klinis hanya muncul gejala yang tidak spesifik seperti penurunan nafsu
makan, anak menjadi rewel, ikterik, dan penurunan berat badan. 3
Tabel 5. Manifestasi Klinis Neonatus Anak Usia 6-11 tahun dengan ISK 8
3.5 Diagnosa
12
Pielonefritis Akut
mengevalusi
diagnosis
refluks,
penderita
metode
ISK.
definitif
Sedangkan
adalah
untuk
dengan
menegakkan
VCUG
(Voiding
radioisotop
sintigrafi
dengan
menggunakan
DMSA
13
Pielonefritis Akut
KETERANGAN
Derajat I
Derajat II
Kontras sampai pielum dan kaliks, juga tidak ada dilatasi, dan kaliks
masih normal
Derajat III
Ureter dan pelvis dilatasi dan berkelok-kelok, (bisa ringan atau sedang)
Derajat IV
Derajat V
Derajat IV-V
14
Pielonefritis Akut
15
Pielonefritis Akut
16
Pielonefritis Akut
Pengobatan pielonefritis akut, untuk bayi dengan ISK dan untuk anak dengan ISK
disertai gejala sistemik infeksi, setelah sampel urin diambil untuk dibiakkan, diberi antibiotik
parenteral (tanpa menunggu hasil biakan urin) untuk mencegah terjadinya parut ginjal.
Sebaiknya anak dirawat di rumah sakit terutama bula disertai tanda toksik.1
Pemberian antibiotik parenteral diteruskan sampai 3-5 hari atau sampai 48 jam
penderita bebas demam, kemudian dilanjutkan dengan pemberian oral selama 10-14
hari,disesuaikan dengan hasil biakan urin dan uji sensitivitasnya. Biakan urin ulang dilakukan
setelah 48 jam tidak makan obat untuk melihat hasil pengobatan, apakah bakteriuria masih
ada. Antibiotik profilaksis diberikan sampai dilakukan VCUG, dan bila ditemukan refluks
antibiotik profilaksis diteruskan. 3
Tabel 7. Dosis antibiotika parenteral (A), oral (B), dan profilaksis (C) 1
Obat
Parentral
Amphisilin
Dosis mg/kgBB/hari
100
Sefotaksim
Gentamisin
150
5
Seftriakson
Seftazidim
75
150
Frekuensi/(umur)
@ 12 jam (bayi < 1 minggu)
@ 6-8 jam (bayi > 1 minggu)
@ 6 jam
@ 12 jam (bayi < 1 minggu)
@ 8 jam (bayi > 1 minggu)
@ 1 x/hari
@ 6 jam
17
Pielonefritis Akut
Sefazolin
50
@ 8 jam
Tobramisin
5
@ 8 jam
Ticarsilin
100
@ 6 jam
A. Oral
Rawat jalan antibiotik oral
Amoksilin
20-40
@ 8 jam
Amphisilin
50-100
@ 6 jam
Augmentin
50
@ 8 jam
Sefaleksim
50
@ 6-8 jam
B. Profilaksis
Sefiksim
4
@ 12 jam
1x malam hari
Nitrofurantoin *
6-7
@ 6 jam
1-2 mg/kgBB
Sulfisoksazole *
120-150
@ 6-8 jam
50 mg/kgBB
Trimetoprim *
6-12
@ 6 jam
2 mg/kgBB
Sulfametoksazole
30-60
@ 6-8 jam
10 mg/kgBB
* Tidak direkomendasikan untuk neonatus dan penderita dengan insufisiensi ginjal
Pada penganggulangan RVU (derajat I-III) pada nak pemberian antibiotika profilaktik
bisa sampai 5 tahun. Pada umumnya RVU derajat I-III kan menghilang dengan pengobatan.
Derajat IV-V perlu tindakan bedah. Tindakan bedah pada RVU derajat IV-V dulu rutin
dikerjakan tetapi pada saat ini dipertanyakan manfaatnya. Penelitian jangka panjang
menunjukkan bahwa tidak ditemukan perbedaan antar pasien yang dilakukan pembedahan
dan yang mendapat antibiotika profilaksis jangka panjang pada terjadinya parut ginjal baru
(nefropati refluks), sehingga dianggap tidak bermanfaat dalam pencegahn gagal ginjal
terminal. Tetapi pada umumnya disepakati bhwa pembedahan perlu dilakukan bila terjadi
infeksi berulang (breakthrough infection) meskipun dalam pemberian antibiotika profilaksis
untuk mencegah terjadinya progresivitas parut ginjal. 1
3.7 Komplikasi
18
Pielonefritis Akut
kelainan bawaan lahir, dan sebagian lain karena infeksi yang tidak diketahui. Sekitar 25%
gagal ginjal tahap akhir pada anak disebabkan oleh pielonefritis kronik atrofi (nefropati
refluks) akibat ISK berualng. 1
Satu dari 3 penderita kerusakan ginjal bilateral (renal scar) akan menjurus ke
hipertensi asimtomatik. Hipertensi ini akan berlanjut disertai penurunan fungsi ginjal dan
akkhirnya menderita gagal ginjal kronik. 1
3.8 Prognosis
Prognosis penyakit ini bergantung pada diagnosis dan penatalaksanaan. Pada
pielonefritis tanpa disertai dengan penyulit dan komplikasi pemberian terapi yang adekuat
dapat memberikan prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan yang disertai degna
penyulit atau disertai dengan komplikasi. 7
3.9 Pencegahan
Tujuan pengobatan medis pasien yang memiliki pielonefritis tidak untuk mengobati
infeksi tetapi juga untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko untuk infeksi berulang dan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 15 September 2014 22 November 2014
19
Pielonefritis Akut
20
Pielonefritis Akut
BAB IV
KESIMPULAN
1. Ginjal terletak di ruang retroperitoneal antara vetebra torakal dua belas atau lumbal
satu dan lumbal empat. Panjang dan beratnya bervariasi 6 cm dan 24 gram pada
bayi lahir cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram pada orang dewasa.
2. Ginjal memiliki 2 fungsi utama yaitu; fungsi eksresi (Eksresi sisa metabolit protein;
Regulasi cairan tubuh; Menjaga keseimbangan asam basa); fungsi endokrin
(Eritropoesis; Pengaturan tekanan darah; Keseimbangan kalsium)
3. Pielonefritis akut merupakan peradangan supurative pada parenkim dan pelvis ginjal
yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
4. Penyebab
Pielonefritis, baik pada
yang
simtomatik
maupun
yang
DMSA (dimercaptosuccinic
acid).
8. Pengobatan pielonefritis akut berupa pemberian antibiotik parenteral selama 3-5 hari
atau sampai 48 jam penderita bebas demam, kemudian dilanjutkan dengan pemberian
oral selama 10-14 hari,disesuaikan dengan hasil biakan urin dan uji sensitivitasnya.
9. Pada pielonefritis tanpa disertai dengan penyulit dan komplikasi pemberian terapi
yang adekuat dapat memberikan prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan yang
disertai degna penyulit atau disertai dengan komplikasi.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 15 September 2014 22 November 2014
21
Pielonefritis Akut
10. Pencegahan pada pielonefritis tidak untuk mengobati infeksi tetapi juga untuk
mengidentifikasi pasien yang berisiko untuk infeksi berulang dan munculnya jaringan
parut ginjal; melakukan sunat pada anak laki-laki, minum banyak air putih, dan
membersihkan kemaluan dari depan ke belakang sebagai tindakan pencegahan ISK.
22
Pielonefritis Akut
DAFTAR PUSTAKA
1. Rusdidjas, Rmayanti R. Infeksi Saluran Kemih. Dalam : Buku Ajar Nefrologi Anak.
Edisi 2. Jakarta, Balai Penerbit FK UI, 2002 : 142-161.
2. Elder JS. Urinary Track Infection. Dalam : Nelson Textbook of Pediatrics ed 9th.
Philadelphia, Elsevier Saunders, 2011 : 1829-33.
3. Pardede SO et al. Infeksi Saluran Kemih. Dalam buku : Konsensus Infeksi Saluran
Kemih pada Anak IDAI. Jakarta, IDAI, 2011.
4. Kumar V, Abbas AK, Mitchell RN. Disease Affecting Tubule And Interstitium. Dalam
ebook : Robbins Basic Pathology 8th ed, Saunders Elsevier.
5. Conder G, Rende J, Kidd S, Misra RR. Pyelonephritis. Dalam buku : A-Z of
Abdominal Radiology. New York, Cambridge University, 2009 : 262-9.
6. Raszka W.Jr, Khan O. Pyelonephritis. Pednephrology (Internet). 2005 (cited : 2014
November
9).
Available
from
http://pednephrology.stanford.edu/secure/documents/Pyelonephritis.pdf
7. Fulop T et al. Acute Pyelonephritis. Emedicine (Internet). 2014. (cited : 2014
November 9). Available from : http://emedicine.medscape.com/article/245559overview#aw2aab6b2b6
8. Fisher DJ et al. Pediatric Urinary Tract Infection Treatment & Management.
23