Anda di halaman 1dari 5

Pemeriksaan klinis

Perhatikan rambut pasien, kepala, wajah, leher, dan tangan, hal ini seharusnya
menjadi observasi awal setelah pasien duduk di dental chair. Dokter gigi dapat
mendeteksi kenaikan suhu dengan memegang tangan pasien. Tangan dingin, lembab atau
menggigit kuku tangan merupakan indikasi awal kecemasan abnormal pada anak. Warna
kebiruan pada dasar kuku mungkin menunjukkan penyakit jantung kongenital yang
membutuhkan tindakan khusus selama perawatan gigi. (McDonald dkk, 2004)
Inspeksi dan palpasi kepala dan leher pasien juga perlu dilakukan. Perhatikan
pula karakteristik rambut atau kulit. Variasi ukuran, bentuk, kesimetrisan kepala dan leher
seharusnya dicatat. Terjadinya abnormalitas pada struktur ini mungkin mengindikasikan
adanya sindrom atau kondisi yang berhubungan dengan abnormalitas rongga mulut.
(McDonald dkk, 2004)
Pemeriksaan intraoral
Pemeriksaan gigi untuk membuktikan adanya karies dan anomali herediter atau
didapat. Gigi seharusnya dihitung dan diidentifikasi untuk memastikan adanya
supernumerary teeth atau kehilangan gigi. Identifikasi karies penting untuk pasien semua
usia, namun pada pasien anak-anak karies perkembangannya lebih cepat jika tidak
terkontrol. Eliminasi aktivitas karies dan mengembalikan gigi dibutuhkan untuk
mencegah nyeri dan penyebaran infeksi dan juga agar stabilitas perkembangan oklusi
tidak terganggu. (McDonald dkk, 2004)
Pada pasien dengan karies gigi berat, tes aktivitas karies dan analisis diet
berperan untuk proses diagnosis dengan mengetahui faktor etiologi spesifik. Prosedur ini
akan membantu pasien atau orangtua pasien mengerti proses karies dan memotivasi
mereka untuk mengubah kebiasaan agar penyakit tersebut terkontrol dengan baik.
Informasi disediakan untuk pasien atau orangtua meliputi instruksi dalam mengontrol
plak dan rekomendasi untuk penggunaan flouride. (McDonald dkk, 2004)
Kelainan darah
Identifikasi pasien dengan risiko kelainan perdarahan dimulai dengan anamnesa
riwayat medisnya. Riwayat pasien terdahulu mengenai perdarahan yang mengikuti
prosedur bedah, seperti ektraksi gigi, dapat membantu identifikasi risiko tersebut.
Mencari tahu apakah pasien sedang mengonsumsi obat, seperti obat yang berdampak
pada hemostatis, berupa coumarin anticoagulant, heparin, aspirin, NSAID. Kebanyakan
pasien dengan kelainan perdarahan yang keparahannya ringan hingga sedang tidak
menunjukkan gejala. Gejala muncul jika penyakit sudah berat. Ketika hasil anamnesa

1|OD(pedodonsia)

tentang riwayat pasien menunjukkan peningkatan perdarahan, maka dibutuhkan


pemeriksaan laboratorium. (Greenberg dan Glick, 2003)
1) Kelainan koagulasi
a) Koagulopati kongenital
Hemofilia A
Defisiensi faktor VIII, faktor hemofilik.
Hemofilia B
Defisiensi faktor IX (chrismas factor).
2) Abnormalitas koagulasi yang didapat
Pasien dengan terapi antikoagulan jangka lama dengan warfarin atau heparin akan
meningkatkan risiko perdarahan karena trauma atau prosedur bedah. Peran
antikoagulan dalam perawatan atau pencegahan penyakit tromboembolik seharusnya
dipertimbangkan sebelum terapi. Warfarin adalah agonis vitamin K, menghambat carboxylation residu asam glutamik pada faktor pembekuan zimogen II, VII, IX, dan
X. Tidak adanya modifikasi ini menghambat calcium-dependent berikatan kepada
anionic phospholipid, yang dibutuhkan untuk perakitan kompleks enzim koagulasi
pada permukaan sel. Heparin adalah proteoglikan yang berfungsi sebagai cofactor
dari antikoagulan antitrombin, mempercepat penghambatan serine protease dari
kaskade koagulasi, khususnya faktor IIa dan Xa. (Israels, 2006)
3) Kelainan platelet
a. Thrombositopenia
Tingkat platelet darah normalnya 150-400 x 109/L, walaupun untuk beberapa
orang kebanyakan lebih rendah. Tingkat ini karena keseimbangan antara sintesis
platelet di sumsum tulang dan eliminasi oleh limpa. Gangguan keseimbangan ini
oleh

penurunan

produksi

atau

peningkatan

eliminasi

menyebabkan

trombositemia. Peningkatan perdarahan terkadang karena jumlah platelet kurang


dari 50 x 109/L. Untuk bedah mulut, perlu dilakukan peningkatan jumlah platelet
untuk mendukung hemostatis. (Israels, 2006)
b. Bernard Soulier syndrom
Kelainan autosomal resesif yang disebabkan oleh defek genetik pada GPIb,
GPIb, GPV, atau GPIX. Ditandai oleh platelet raksasa dan trombositopenia.
Gejalanya meliputi perdarahan mukosa, mudah memar dan perdarahan bedah.
Manajemen episode perdarahan atau preparasi untuk bedah biasanya dibutuhkan
transfusi platelet. (Israels, 2006)
c. Glanzmant thrombasthenia
Adalah kelainan autosomal resesif disebabkan oleh defek kualitatif dan
kuantitatif pada 1 dari protein dalam IIb3 integrin, struktur yang mengikuti
aktivasi platelet yang kritis terhadap interaksi platelet-platelet dan pembentukan

2|OD(pedodonsia)

bekuan. Tanda diagnostiknya adalah jumlah platelet dan morfologi yang normal,
tetapi tidak adanya agregasi platelet. Hal tersebut yang menyebabkan
terlambatnya fase penyembuhan. (Israels, 2006)
Dental management
Trombin topikal merupakan agen yang efektif untuk diaplikasikan secara langsung
pada luka perdarahan yang akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin dan
mempercepat hemostatis pada luka.
Pasien dengan terapi heparin sering terjadi pada pasien yang melakukan hemodialisis
karena end-stage renal disease. Pasien dapat melakukan perawatan pada hari antara
dialisis. Yaitu satu hari setelah hemodialisis. (Gupta dkk, 2007)
Fisiologi Erupsi Gigi
Tekanan dari erupsi gigi permanen dipercaya berperan dalam mengimbangi
resorpsi, tetapi keberadaan gigi permanen pengganti bukan prasyarat untuk proses ini
terjadi. Gigi sulung tanpa gigi permanen pengganti juga dapat teresorpsi walaupun waktu
eksfoliasinya lebih lama. Proses erupsi gigi permanen diatur oleh beberapa faktor seperti
fungsi kelenjar endokrin (hipofisis, timus, kelenjar tiroid), atau nutrisi (defisiensi Ca dan
Mg, defisiensi vitamin A, C dan D), faktor ini mempunyai efek tidak langsung pada
resorpsi akar gigi sulung. Hipotiroidisme, pituitary dwarfism, dan malnutrisi kronik dapat
memperlambat tanggalnya gigi sulung karena mengganggu proses erupsi gigi permanen.
(Hajishengallis, 2007)
Resorpsi akar oleh pergerakan gigi permanen normalnya secara horizontal misal
dari lingual ke labial. Contohnya, insisiv permanen rahang bawah tidak bergerak dengan
cukup ke labial selama erupsi. Hal ini menyebabkan ketidaklengkapan atau terlambatnya
resorpsi akar insisiv sulung dan menyebabkan erupsi insisiv permanen erupsi ke lingual
dari insisiv sulung yang masih di lengkung rahang. (Hajishengallis, 2007)
Selain itu, dental folikel dan stellate reticulum berperan dalam resorpsi akar gigi
sulung. Tekanan erupsi gigi permanen menyebabkan diferensiasi dan aktivasi odontoklas.
Dengan tidakadanya dental folikel akan mencegah erupsi gigi. Dalam proses erupsi, sel
dari stellate reticulum perkembangan gigi mensekresikan parathyroid hormone (PTH)related protein (PTHrP). PTHrp adalah sebuah molekul pengatur perkembangan yang
dibutuhkan untuk erupsi gigi. PTHrP yang disekresi akan berikatan dalam fungsi parakrin
ke reseptor PTHrP yang diekspresikan oleh sel di dental folikel. Interleukin-1 juga
disekresi oleh stellate epithelium dan berikatan dengan reseptor IL-1 yang ditemukan di

3|OD(pedodonsia)

dental folikel. Stimulasi sel dental folikel dalam mensekresikan monosit merekrut faktor
seperti colony-stimulating factor-1, monocyte chemotactic protein-1 atau vascular
endothelial growth factor. Dibawah faktor ini, monosit direkrut dari daerah kaya
vaskularisasi ke dental folikel dalam regio korona. Dalam lingkungan yang mendukung
pada dental folikel, monosit-monosit ini menyatu dan berdiferensiasi menjadi sel
peresorpsi jaringan keras, yaitu osteoklas atau odontoklas. (Hajishengallis, 2007)
Ketika akar gigi sulung teresorpsi aktif, jaringan pulpa yang masih tersisa dalam
keadaan normal dan tidak terlihat berpartisipasi dalam proses resorbsi. Odontoklas tidak
ditemukan dalam pulpa hingga resorpsi akar mendekati lengkap. Selama fase ini, sel
inflamasi kronik, yaitu limfosit T dan B mengalami infiltrasi ke pulpa korona dan
odontoblas mulai degenerasi. (Hajishengallis, 2007)
Penyebab gigi persistensi
Tidak adanya benih gigi permanen. Normalnya, akar gigi sulung akan diresorpsi
bersamaan dengam erupsinya gigi permanen pengganti. Tetapi proses resorpsi akar
gigi sulung

juga terjadi ketika gigi permanen tidak ada. Tingkat resorpsi akar

bervariasi tergantung pada individunya dan berkurang dengan usia. Berdasar pada
penelitian, resorpsi akar molar sulung tidak mengalami kemajuan hingga 16 tahun
setelah usia eksfoliasi alami. Jadi, jika gigi persisten yang berhubungan dengan tidak
adanya benih gigi permanen pengganti, resorpsi akar gigi sulung menjadi berkurang.
Perkembangan anomali pada gigi permanen pengganti.
Impaksi gigi permanen pengganti. Hal ini dapat disebabkan karena adanya keadaan
patologis seperti kista, tumor, dan odontoma dibawah gigi sulung.
Translasi atau transmigrasi gigi permanen pengganti. (Aktan, 2011)

Rencana Perawatan
Perawatan untuk gigi sulung yang persisten karena ketidakadaan benih gigi
permanen pengganti, yang mengalami karies, penyakit periodontal atau periapikal, dan
estetik yang kurang, dapat dilakukan ekstraksi dan prosthetic replacemen berupa restorasi
atau dental implant. Ektraksi yang dilakukan pada gigi sulung dengan akar utuh
diperlukan anestesi, sedangkan yang disertai resorpsi akar tanpa anestesi. (Robinson dan
Chan, 2009)
Daftar pustaka

4|OD(pedodonsia)

Aktan, Ali Murat, Isa Kara, Ismail Sener, Cihan Bereket, Salih Celik, Mustafa Kirtay dkk.
2011. An evaluation of factors assosiated with persistent primary teeth. European Journal
of Orthosontics :1-5.
Greenberg, Martin S., Michael Glick. 2003. Burkets Oral Medicine : Diagnosis and
Treatment 10th Edition. Ontario : BC Decker Inc.
Gupta, Anurag, Joel B. Epstein, Robert J. Cabay. 2007. Bleeding disorder of importance
in dental care and related patient management. J Can Dent Assoc 73(1): 77-83.
Hajishengallis, Evlambia Harokopakis. 2007. Psysiologic root resorption in primary teeth
: molecular and histological events. Journal of Oral Science 49(1):1-12.
Israels, Sara, Nora Schwetz, Ron Boyar, Archie McNicol. 2006. Bleeding disorders :
characterization, dental consideration and management. J Can Dent Assoc 72(9):827.
McDonald, Ralph E, David R. Avery, Jeffrey A. Dean. 2004. Dentistry for The Child and
Adolescent 8th Edition. Philadelphia : Elsevier.
Robinson, S., M. F. W-Y Chan. 2009. New teeth from old : treatment options for retained
primary teeth. British Dental Journal 207:315-320.

5|OD(pedodonsia)

Anda mungkin juga menyukai