ii
Prolog
Prolog
iii
Prolog
vi
Daftar Isi
Daftar Isi
Prolog........................................................................ iii
daftar isi.................................................................. vii
I. Masa Depan Ekonomi, Reformasi Birokrasi
dan Ekonomi Politik Anggaran................... 1
1. Kemerdekaan Ekonomi RI Ada di Tangan Kita. 3
2. Sampai dimana Reformasi Birokrasi?................ 8
3. Bekerjasama Dengan DPR.................................. 15
4. UU APBN dan Dinamika DPR............................ 21
5. Politik Anggaran dana DAPIL............................. 26
II. Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital
Inflow, Subsidi BBM dan Listrik................ 31
1. Pemantauan Dini, Early Warning dan Hedging. 33
2. Pengungkapan Risiko Fiskal............................... 39
3. Ancaman Inflasi................................................... 48
4. Fenomena Capital Inflow.................................... 54
5. Ketidakpastian Harga Minyak Dunia................. 61
6. Kelangkaan BBM................................................. 69
7. Pengaturan BBM Bukan Sekedar Memilih Opsi. 73
8. Listrik Untuk Siapa?............................................ 80
9. Konsistensi Kebijakan TDL................................. 85
III. Dukungan Sektor Riil dan Perpajakan... 91
1. Tantangan Pajak.................................................. 93
2. Wajib Pajak (Belum) Patuh................................. 98
3. Menyoal Kembali Zakat sebagai Pengurang
Pajak.................................................................... 107
4. Pajak untuk mendorong perfilman nasional...... 113
5. APBN, Pajak, dan Utang..................................... 119
6. Tidak Perlu Renegosiasi ACFTA......................... 125
vii
viii
Bagian I
Bagian I Masa Depan Ekonomi, Reformasi Birokrasi dan Ekonomi Politik Anggaran
Kemerdekaan Ekonomi RI
Ada di Tangan Kita
Pengantar :
Perencanaan ekonomi, saat ini telah dibuat oleh
bangsa Indonesia dan diinisiasi oleh Pemerintah pusat dan
daerah. Selain itu semua pinjaman kepada pihak IMF dan
juga pembubaran CGI (Consultative Group on Indonesia)
juga telah dilunasi. Hal ini dapat menggambarkan bahwa
tidak ada lagi campur tangan IMF ataupun lembaga
multilateral dan bilateral dalam mengurus sektor ekonomi.
Penulis juga menambahkan, bahwa adanya kemandirian
ini, merupakan sebuah ilustrasi bahwa Indonesia saat ini
telah merdeka secara ekonomi.
Bagian I Masa Depan Ekonomi, Reformasi Birokrasi dan Ekonomi Politik Anggaran
Bagian I Masa Depan Ekonomi, Reformasi Birokrasi dan Ekonomi Politik Anggaran
***
Bagian I Masa Depan Ekonomi, Reformasi Birokrasi dan Ekonomi Politik Anggaran
RB di Eksekutif
Pada umumnya di suatu negara, reformasi birokrasi
pemerintah dipimpin langsung oleh Presiden Indonesia
periode tahun 2009-2014, Susilo Bambang Yudoyono, dengan
program, kinerja, target, dan penganggaran yang jelas serta
berdurasi jangka menengah (minimal 5 tahun). Reformasi
Birokrasi tersebut juga harus diikuti dengan reformasi di
bidang penganggaran untuk menghilangkan overlap dan
mengelola beban anggaran multi years maupun beban masa
depan (pensiun) dan benefit lainnya.
Sehubungan
dengan hal tersebut,
sebenarnya
Pemerintah KIB I sudah mencanangkan program 3 tahun
reformasi birokrasi, mulai dari bidang keuangan (2009-2010)
Kemenkeu, BPK, MA, Sekneg, Menko; bidang keamanan dan
penengakan hukum (2010) meliputi Polri, TNI, Kejaksaan,
Kemenhuk, PAN-RB dan bidang lainnya (2011-2012).
Pelaksanaannya ternyata mengalami barbagai hambatan.
10
Bagian I Masa Depan Ekonomi, Reformasi Birokrasi dan Ekonomi Politik Anggaran
Champion RB di Kemenkeu
Reformasi Birokrasi di Departemen Keuangan telah
dimulai sejak tahun 2003 pada masa kepemimpinan Menteri
Keuangan Prof. Boediono. RB di Departemen Keuangan
pada waktu itu, terkonsentrasi pada reformasi keuangan
negara. Sayangnya, RB di Depkeu waktu itu tidak dibangun
dari bawah dengan kajian komprehensif. RB dilanjutkan
oleh Menkeu Jusuf Anwar dengan penataan organisasi di
Bapepam dan ditempat lain secara sporadis.
Tahun 2006-2009, reformasi birokrasi bergulir secara
agresif dan tepat serta tegas. Kepemimpinan Menkeu Sri
11
Bagian I Masa Depan Ekonomi, Reformasi Birokrasi dan Ekonomi Politik Anggaran
13
***
14
Bagian I Masa Depan Ekonomi, Reformasi Birokrasi dan Ekonomi Politik Anggaran
15
16
Bagian I Masa Depan Ekonomi, Reformasi Birokrasi dan Ekonomi Politik Anggaran
Ketua Panja UU
Penulis sudah malang melintang 10 tahun di DPR,
memimpin panitia kerja UU APBN dan UU APBN-P selama
hampir 10 tahun. Memimpin panja UU Cukai, UU Perbankan
Syariah, UU MD3 dan UU PDRD (Pajak dan Restribusi
Daerah). Disamping itu turut serta sebagai anggota Panja
Pemerintah didalam pembahasan perubahan UU BI, UU
Keuangan Negara, UU SUN (Surat Utang Negara), dan
UU Desentralisasi Fiskal. Disamping menyelesaikan tugas
penyelesaian UU tersebut bersama DPR mitra kerja, penulis
juga menelorkan gagasan-gagasan baru.
Dalam UU APBN dan APBN-P perbaikan dalam proses
pengambilan keputusan, keterwakilan posisi puncak di
17
18
Bagian I Masa Depan Ekonomi, Reformasi Birokrasi dan Ekonomi Politik Anggaran
19
***
20
Bagian I Masa Depan Ekonomi, Reformasi Birokrasi dan Ekonomi Politik Anggaran
Pengantar :
Pembahasan APBN di DPR selalu menarik untuk
diikuti. Pembahasan ini sedikit berbeda dengan
pembahasan yang melibatkan DPR dan Pemerintah seperti
halnya dalam pembahasan RUU. Dalam pembahasan
APBN yang lebih ditekankan adalah isi dari APBN
tersebut, yaitu kemana anggaran negara dibelanjakan
dan darimana sumber pembiayaannya. Pembahasan
mengenai kalimat per kalimat seperti dalam pembahasan
RUU tidak menjadi begitu penting, mengingat banyaknya
sektor yang perlu segera mendapat pembiayaan dan asas
proporsionalitas dalam pembagian dana APBN. Namun,
dalam RAPBN 2011 yang diajukan oleh Pemerintah kepada
DPR terdapat isu ganjil yang mencuat ke permukaan, yaitu
isu dimasukannya pasal siluman oleh Pemerintah. Tentu
hal ini menarik untuk dilihat dari sudut pandang Penulis
sebagai akademisi.
21
22
Bagian I Masa Depan Ekonomi, Reformasi Birokrasi dan Ekonomi Politik Anggaran
23
Tidak seperti RUU lainnya, RUU APBN adalah satusatunya RUU yang hanya boleh diajukan oleh Pemerintah dan
DPR tidak memberikan DIM (Daftar Inventarisasi Masalah).
Pembahasan APBN lebih difokuskan pada substansi dan
konsekuensi bujetnya, sedangkan pembahasan butir-butir
RUU tidak terlalu intensif seperti RUU yang lain.
Jadi secara prosedur dan mekanisme serta substansi
APBN, pasal 8 ayat 2b tidak menyimpang dan tidak salah.
Anggota DPR tidak perlu menggugat dan mencari pihakpihak yang bertanggung jawab atas munculnya pasal siluman
tersebut. Kemenkeu juga
tidak perlu risau jika ada Ke depan ada baiknya
Pemerintah dan DPR
gugatan dari pihak DPR.
Dari
sisi
kebijakan
kelistrikan
sendiri,
sebenar-benarnya
pasal
8 ayat 2b tersebut tidak
diperlukan.
Mengingat
substansi penyesuaian harga
keekonomian
pelanggan
6600 KvA keatas sudah
ditampung dalam Tarif Daftar Listrik (TDL) tahun 2010
yang baru saja ditetapkan. Dengan memberikan batas
50% kenaikan dari konsumsi tahun 2010 sama saja artinya
pelanggan dalam kelompok tersebut telah membayar harga
keekonomian.
TDL untuk golongan pelanggan 6600 KvA sebesar Rp
1.130/kwh sebenarnya telah ditetapkan tanpa pemberian
subsidi. Jadi ditetapkan atau dihapuskannya pasal 8 ayat 2b
24
Bagian I Masa Depan Ekonomi, Reformasi Birokrasi dan Ekonomi Politik Anggaran
***
25
Bagian I Masa Depan Ekonomi, Reformasi Birokrasi dan Ekonomi Politik Anggaran
27
28
Bagian I Masa Depan Ekonomi, Reformasi Birokrasi dan Ekonomi Politik Anggaran
Hindari Kongkalikong
Beberapa pendapat dari pengamat asing yang sempat
bertemu penulis mendukung adanya pembahasan usulan ini,
29
***
30
Bagian II
31
32
Bagian II Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital Inflow, Subsidi BBM dan Listrik
Bagian II Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital Inflow, Subsidi BBM dan Listrik
Bagian II Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital Inflow, Subsidi BBM dan Listrik
37
***
38
Bagian II Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital Inflow, Subsidi BBM dan Listrik
39
Bagian II Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital Inflow, Subsidi BBM dan Listrik
41
42
Bagian II Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital Inflow, Subsidi BBM dan Listrik
Bagian II Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital Inflow, Subsidi BBM dan Listrik
46
Bagian II Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital Inflow, Subsidi BBM dan Listrik
***
47
Ancaman Inflasi
Pengantar :
Pemerintah SBY Boediono telah mencanangkan
pertumbuhan ekonomi sebesar 7 % pada tahun 2011. Hal
ini tentu membutuhkan kerja keras dan kerja cerdas dari
Presiden dan seluruh staf dan jajarannya. Fungsi-fungsi
pendukung termasuk birokrasi, legislasi dan masalah
hukum harus membantu tercapainya target tersebut.
Permasalahannya adalah, apabila semua elemen telah
bekerja dengan baik dan mendekati optimal apakah target
7 % itu bisa tercapai ? Salah satu tantangan yang dihadapi
oleh Pemerintah dalam tahun 2011 ini adalah ancaman
inflasi. Ancaman ini meliputi kondisi over-heating ekonomi
di dalam negeri dan juga faktor eksternal seperti kenaikan
harga pangan dan minyak dunia.
48
Bagian II Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital Inflow, Subsidi BBM dan Listrik
Fenomena Global
Di tingkat global, keberlanjutan kebijakan stimulus di
AS memperlemah nilai tukar dolar AS dan meningkatkan
harga komoditas utama, minyak, kepala sawit, batubara dan
lain-lain di pasar internasional akibat adanya pergeseran
motif investasi. Akibat banjir likuiditas dan kenaikan harga
komoditas menyebabkan suku bunga di negara berkembang
atau emerging market cenderung meningkat guna menekan
inflasi dan menjaga daya tarik investasi.
Di sisi lain, derasnya capital inflows sebagai akibat
stimulus AS telah memberikan dampak apresiasi Rupiah
dan menimbulkan kompleksitas kebijakan makroekonomi.
Di satu sisi apresiasi Rupiah membantu dalam pengendalian
inflasi, akan tetapi di sisi lain berdampak pada menurunnya
laju pertumbuhan ekonomi dan semakin cepat terjadinya
defisit transaksi berjalan.
Penguatan rupiah pada tahun 2012 yang berasal dari
meningkatknya pasokan devisa membantu sebetulnya
49
Bagian II Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital Inflow, Subsidi BBM dan Listrik
51
Harga Minyak
Seiring dengan kenaikan harga minyak dunia, Pemerintah
telah merespons dengan recana mengurangi subsidi BBM
untuk kendaraan pribadi. Mulai April 2011 (namun kemudian
diundur kembali), Pemerintah berencana membatasi
pemberian subsidi BBM bagi mobil plat hitam atau mobil
pribadi. Kebijakan ini akan dilakukan secara bertahap mulai
di Jawa dan berlanjut pada tahun-tahun berikutnya ke seluruh
wilayah tanah air. Mobil plat hitam nantinya akan diwajibkan
untuk membeli BBM Pertamax, berarti akan ada kenaikan
harga dari Rp. 4500 (premium) menjadi Rp. 7400 (pertamax)
dengan harga minyak saat ini. Pertanyaan berikutnya yang
belum dijawab adalah jika harga pertamax mencapai batas
psikologis Rp. 8000 rupiah per liter.
Kalau dari sisi volume, pembatasan pemberikan subsidi
BBM bagi mobil plat hitam pribadi itu berarti bisa menghemat
BBM subsidi 2,11 juta kiloliter atau hemat Anggaran (APBN)
Rp 3,8 Triliun, kata Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh.
Darwin mengakui, belum seluruh SPBU di Indonesia siap
menjalankan pembatasan BBM subsidi. Menurutnya, SPBU
yang sudah siap adalah SPBU yang dilengkapi dengan tangki
dan dispenser solar, premium, dan pertamax. Dari total
4.667 SPBU, pemerintah menyatakan 1.686 SPBU sudah siap
menjual Pertamax.
Dengan kesiapan yang memadai, Pemerintah bersiapsiap ke DPR lagi untuk meminta persetujuan dan segera
meluncurkannya. Penetapan waktu sangat krusial karena
berkejaran dengan naiknya harga minyak dunia. Semakin
52
Bagian II Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital Inflow, Subsidi BBM dan Listrik
***
53
54
Bagian II Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital Inflow, Subsidi BBM dan Listrik
Bagian II Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital Inflow, Subsidi BBM dan Listrik
58
Bagian II Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital Inflow, Subsidi BBM dan Listrik
meningkat pesat dari USD 4,4 miliar pada 2009, masih belum
mampu menampung derasnya capital inflow. Disamping
Pertumbuhan ekspor terus didorong dan pengendalian
impor barang konsumsi harus dilakukan. Surplus neraca
perdagangan Indonesia cederung menurun dari waktu ke
waktu, terutama karena melonjaknya impor. Secara empris
ditemukan bahwa setiap terjadi pertumbuhan ekonomi,
tambahan impor melebihi tambahan ekspor, ini yang masih
memprihatinkan.
Masuknya arus modal asing tampaknya akan terus
terjadi di 2011 dan jika kita tidak siap menghadapinya
termasuk rencana kontigensi, risiko pembalikan modal akan
menghadang.
***
60
Bagian II Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital Inflow, Subsidi BBM dan Listrik
61
Bagian II Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital Inflow, Subsidi BBM dan Listrik
63
64
Bagian II Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital Inflow, Subsidi BBM dan Listrik
Bagian II Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital Inflow, Subsidi BBM dan Listrik
***
68
Bagian II Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital Inflow, Subsidi BBM dan Listrik
Kelangkaan BBM
Pengantar:
Isu kelangkaan BBM yang beredar akhir-akhir
ini apabila diartikan secara benar, sebenarnya bukan
kelangkaan, namun pemakaian BBM subsidi telah
melampaui kuota yang disepakati dengan komisi VII DPR
RI. Sepengetahuan penulis, tidak ada suatu ketentuan yang
mewajibkan persetujuan DPR untuk menambah volume
konsumsi BBM, ini adalah konvensi baru. Ada baiknya
ketentuan yang mengikat volume konsumsi di tangan
DPR dihapuskan karena akan mempersulit penghitungan
subsidi BBM dan korban langsungnya adalah rakyat yang
membutuhkan BBM.
69
Bagian II Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital Inflow, Subsidi BBM dan Listrik
Untuk
71
***
72
Bagian II Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital Inflow, Subsidi BBM dan Listrik
Pengaturan BBM
Bukan Sekedar Memilih Opsi
Pengantar :
Ketika harga minyak dunia semakin tinggi yang
salah satunya disebabkan oleh destabilisasi politik di
Timur Tengah, Pemerintah Indonesia pun ikut-ikutan
merasakan efek destabilisasi tersebut, namun yang terjadi
di sini bukan destabilisasi politik melainkan ekonomi. Hal
ini bukan disebabkan oleh efek langsung seperti adanya
revolusi di jalanan seperti yang terjadi di dunia Arab,
tetapi karena kekacauan di semenanjung Arab dan Afrika
Utara ikut menaikan harga minyak dunia. Indonesia
sebagai salah satu negara yang memberikan subsidi
minyak tahunan yang besar kepada rakyatnya terimbas
ekses negatif ini. Maklum, semenjak menjadi negara netimportir minyak beberapa tahun yang lalu setiap kenaikan
harga minyak dunia harus diikuti dengan kenaikan harga
BBM, yang mana tentu kenaikan tersebut (pengurangan
subsidi) tidak bisa instan mengikuti respon pasar. Salah
satu metode yang sedang dikembangkan dan dipelajari
Pemerintah adalah adanya pembatasan BBM bersubsidi,
yang mana nantinya bensin subsidi (Premium) tidak bisa
73
Bagian II Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital Inflow, Subsidi BBM dan Listrik
Bagian II Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital Inflow, Subsidi BBM dan Listrik
78
Bagian II Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital Inflow, Subsidi BBM dan Listrik
Pilihan Tabu
Menteri Koordinator Perekonomian Kabinet Indonesia
Bersatu II, Hatta Rajasa mengatakan bahwa opsi pengaturan
subsidi BBM sudah disiapkan untuk mengatasi harga
minyak dunia yang bertahan tinggi. Opsi berikutnya adalah
membatasi konsumsi BBM bersusidi secara bertahap.
Pentahapan tersebut sangat penting untuk mengurangi
tekanan inflasi yang berlebih jika dilakukan sekaligus dan
mendadak. Menurut kepala BPS, Kebijakan kenaikan harga
bertahap keseluruhan BBM subsidi dengan target subsidi
pada sektor produktif adalah lebih baik daripada parsial
seperti pembatasan BBM subsidi untuk mobil pribadi
ataupun pengalihan konsumen Premium ke Pertamax,
sayangnya kebijakan tersebut merupakan pilihan tabu bagi
pemerintahan saat ini.
***
79
80
Bagian II Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital Inflow, Subsidi BBM dan Listrik
81
sebesar-besar
Dewasa ini ada dua
kemakmuran rakyat
masalah besar yang dihadapi
Indonesia, bukan
oleh kelistrikan Indonesia
sebagian rakyat atau
dan PLN pada khususnya.
pengusaha besar dan
Pertama,
ketersediaan
energi primer non-BBM bukan juga konsumen di
luar negeri
untuk pembangkit listrik,
khususnya batubara dan
gas. Ini menyangkut sikap
ambivalensi Pemerintah terhadap pemanfaatan energi
primer yang tidak memberikan jaminan pasokan dan harga
pada PLN. Kedua, besarnya kebutuhan dana investasi PLN
untuk membangun pembangkit listrik gas dan batubara
maupun dengan energi terbarukan. Termasuk diantaranya
investasi dalam bentuk jaringan distribusi, transmisi, serta
program listrik masuk desa. Jika tidak dibangun sendiri oleh
Pemerintah, dalam hal ini PLN, maka hal yang diperlukan
adalah perlunya kebijakan yang mendorong pembangunan
listrik dengan pola IPP atau kemitraan swasta.
82
Bagian II Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital Inflow, Subsidi BBM dan Listrik
***
84
Bagian II Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital Inflow, Subsidi BBM dan Listrik
85
86
Bagian II Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital Inflow, Subsidi BBM dan Listrik
88
Bagian II Masalah Risiko Fiskal: Inflasi, Capital Inflow, Subsidi BBM dan Listrik
89
***
90
Bagian III
91
92
Tantangan Pajak
Reformasi perpajakan yang sudah mulai dilakukan
sejak lama tampaknya masih harus terus dilakukan.
Munculnya beberapa masalah seperti kasus mafia
pajak dan Gayus serta masalah lain seperti rendahnya
penerimaan PPh orang pribadi membuat kebutuhan untuk
meneruskan reformasi perpajakan menjadi isu penting.
Selain itu, tantangan terbesar untuk mengembalikan
reputasi dan kepercayaan masyarakat kepada institusi
perpajakan juga masih belum terpenuhi. Dalam tulisan
ini, penulis memaparkan beberapa tantangan yang
akan dihadapi oleh direktorat perpajakan kedepannya
dan beberapa saran mengenai langkah apa yang harus
diambil.
***
97
98
99
102
Rp 778,112 triliun
104
***
106
108
***
112
ada awal tahun 2010, penulis ingat di gedung BKFDepartemen Keuangan, insan perfilman nasional
termasuk di dalamnya aktor ternama Deddy Mizwar
datang dan membicarakan mengenai kebijakan
fiskal, khususnya beban pajak perfilman.
Kebijakan fiskal yang diimplimentasikan oleh pemerintah
dalam praktik pemungutan pajak dan bea masuk pada saat
itu dinilai tidak mendukung pertumbuhan sektor perfilman
di Tanah Air. Sesungguhnya waktu itu, Badan Kebijakan
Fiskal (BKF) sudah mendisain kebijakan fiskal dan sistem
113
114
Importir dirugikan?
Kemudian kita dikejutkan adanya berita melalui TV,
Radio, Koran, dan di Twitter bahwa Hollywood akan
menghentikan pengiriman film ke Indonesia dengan alasan
ada peraturan atau regulasi baru yang menyebabkan mereka
akan dikenakan pajak yang tinggi dan membuat impor film
menjadi tidak kompetitif. Benarkah hal itu? Sekali lagi penulis
masih ingat dan ada kajiannya yang menunjukkan bahwa
beban pajak untuk pembuatan 1 judul film nasional jauh lebih
besar dibandingkan dengan untuk pengimporan satu judul
film asing (film impor).
Mengutip kata-kata aktor Deddy Mizwar baru-baru ini,
film nasional dengan anggaran Rp5 miliar, beban pajaknya
mencapai Rp500 juta, sekitar 10 kali lipat lebih besar
dibandingkan dengan pajak (BM + PPN) yang dibayar untuk
impor satu judul film sebanyak 25 kopi (hanya + Rp50 juta).
Perthitungan tersebut kurang lebih seperti yang ada dalam
kajian waktu itu di BKF.
Sementara itu, membandingkan besaran pajak impor
film dan produksi film tidaklah sulit. Pajak untuk mengimpor
film dilakukan dengan cara dua cara. Pertama, beli putus
(membayar US$100,000 atau lebih untuk memperoleh hak
edar), dan kedua, bagi hasil (membayar sebagian hasil edar ke
pemilik film di luar negeri). Beban pajak (BM 10% dan PPN
10%) untuk film impor hanya dikenakan atas impor copy film,
yaitu 21% dari nilai pabean (NP).
Sementara itu, beban pajak untuk memproduksi film
nasional dibagi menjadi beberapa kewajiban pajak. Pertama,
bea masuk dan PPN atas pengimporan bahan baku dan
peralatan produksi film. Kedua, PPN atas semua material dan
jasa yang digunakan proses produksi seperti PPN material
115
Dengan melihat
perhitungan kasar
berdasarkan kondisi itu,
jelas beban pajak atas
film impor lebih murah
dibandingkan dengan
pajak atas film produksi
nasional.
Perlakuan/kebijakan
pajak yang kurang adil
tersebut
mengakibatkan
munculnya
persaingan
yang tidak sehat antara film
nasional dan film impor yang
pada akhirnya menyebabkan perkembangan film nasional
tidak optimal. Film nasional sangat berfluktuasi, beberapa
kali mati suri, kurang feasible, kualitas kurang baik, dan
jumlah produksinya rendah. Hal-hal tersebut menyebabkan
investasi bidang usaha perfilman nasional menjadi kurang
menarik.
Untuk menciptakan rasa keadilan sekaligus untuk
mengamankan perfilman nasional, pemerintah mengeluarkan
sejumlah kebijakan dengan mempertimbangkan berbagai
hal, Pertama, dasar nilai pabean yang wajar. Pertimbangan
kedua adalah harmonized system, sehingga tarif BM untuk
116
***
118
119
121
Sumber Pembiayaan
Masalah utang dan pajak adalah dua sumber pembiayaan
anggaran yang saling melengkapi. Dua-duanya dibutuhkan.
Penarikan pajak yang tinggi dan eksesif akan mengurangi
kemampuan wajib pajak untuk melakukan investasi. Dan
kemampuan Wajib Pajak untuk membayar kewajiban pajak
akan tergantung pada kondisi perekonomian, pendapatan
riil masyarakat dan dunia usaha serta upaya-upaya internal
DJP untuk menjaring uang pajak. Sementara dalam keadaan
krisis dan kelesuan sektor riil, dimana dana pajak masih
kurang, penarikan utang adalah alternatif pembiayaan APBN.
Namun penarikan utang yang terlalu besar akan mendorong
kenaikan biaya bunga dan beban utang di masa mendapatang.
Disinilah letak dari kebijakan fiskal dengan strategi untuk
menyeimbangkan antara pendanaan dari pajak sebagai
sumber utama dan utang apabila dibutuhkan.
Keinginan DPR untuk memperbesar penerimaan pajak,
apalagi tax ratio pusat 15%, dan mengurangi penarikan
utang, sulit dipenuhi sekarang. Tujuan itu akan tercapai
dalam jangka menengah. Namun demikian upaya tersebut
harus tetap dikawal, termasuk disisi belanja. Keinginan DPR
untuk menambah belanja melalui transfer ke daerah melalui
dana aspirasi daerah adalah langkah yang tidak salah. Hanya
saja harus tetap dicari formula yang transparan, efisien dan
bertahap jumlahnya serta jelas penggunaannya. Penulis
sungguh sangat menghormati dan mengerti permintaan DPR
123
***
124
126
1,2 miliar dolar AS, bandingkan dengan nilai 105 pos tarif
yang hanya 43 juta.
Di samping itu, opsi renegosiasi mengharuskan
Indonesia untuk lebih dahulu melakukan notifikasi kepada
semua parties with supplying interest dalam hal itu seluruh
ASEAN dan China). Hal tersebut dapat menyebabkan negara
ASEAN lain dapat ikut meminta kompensasi dari Indonesia.
Jangka waktu penyelesaian juga menjadi lebih lama
karena karena harus melihat setiap pos tarif yang diminta.
Selain itu, opsi renegosiasi dapat mengganggu citra Indonesia
di berbagai forum internasional, karena menunjukkan
ketidakpastian kebijakan yang akan berdampak ke sektor
lain, seperti investasi.
Menteri Perdagangan Indonesia pernah melakukan
pembicaraan bilateral dengan mendag China Chen Deming
membicarakan masalah AFCTA di Yogyakarta awal tahun
yang lalu. Hasilnya memang ada, yakni tujuh kesepakatan
umum, namun tidak spesifik mengenai langkah renegosiasi,
yang terkait dengan ACFTA, yakni pertama, sepakat untuk
melaksanakan ACFTA yang diimplementasikan secara
menyeluruh dan saling menguntungkan; kedua, apabila
terjadi ketidakseimbangan neraca perdagangan, maka pihak
yang surplus wajib melaksanakan langkah-langkah untuk
meningkatkan impor dan memberikan dukungan yang
diperlukan kepada mitranya;keempat, dibentuk kelompok
kerja selambat-lambatnya dalam waktu 2 bulan yang akan
melakukan analisis data dan informasi perdagangan dua arah
dan merekomendasikan langkah-langkah yang diperlukan,
dengan prioritas diberikan kepada sektor-sektor yang akan
ditentukan kemudian, utamanya besi dan baja, tekstil dan
produk tekstil, serta sepatu (catatan: tarif lines dari besi dan
128
***
131
132
Bagian IV
Anggaran dan
Pemberantasan Korupsi
133
134
135
136
Tantangan
Dalam penyusunan RAPBN 2004, pemerintah melihat
adanya empat tantangan utama di tahun 2004. Pertama,
melaksanakan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR,
DPD, dan memilih Presiden dan Wakil Presiden langsung
secara jujur, lancar, dan aman. Kedua, menyelesaikan kontrak
kerja sama dengan IMF tanpa menimbulkan guncangan
ekonomi. Ketiga, menjaga keutuhan negara kesatuan
Republik Indonesia. Keempat, meningkatkan daya saing
dalam persaingan global yang kian ketat.
Keempat faktor itu merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dan berpengaruh secara langsung maupun tidak.
Masing-masing tantangan memiliki resiko positif dan negatif.
Untuk itulah berbagai asumsi dan perhitungan dalam RAPBN
2004 terkesan konservatif bahkan pesimistis. Padahal,
tidak. Tentunya, asumsi-asumsi tersebut bisa diubah dalam
pembahasan dengan DPR sesuai perkembangan mutakhir.
Asumsi konservatif, penting untuk mengamankan
pelaksanaan APBN apabila ada resiko negatif di kemudian
hari, namun asumsi optimisme juga perlu dikemukakan agar
ada kepercayaan pelaku. Penting juga bagi eksekutif untuk
menetapkan target tinggi agar berupaya secara maksimal.
Untuk itulah disusun asumsi makro serealistis mungkin.
Di samping melihat perkembangan ke depan, penyusunan
RAPBN 2004 didasarkan pada kecenderungan yang ada
tahun ini dan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi dari tahun
ke tahun menunjukkan arah pemulihan secara bertahap
meskipun harus disadari perlunya terus mengupayakan
pertumbuhan yang lebih tinggi untuk menanggulangi
kemiskinan dan mengurangi tingkat pengangguran yang
terus meningkat. Tingkat inflasi tinggi yang sebelumnya
137
139
Perpajakan
Berdasarkan asumsi-asumsi itu, pendapatan negara dan
hibah dalam RAPBN 2004 ditargetkan mencapai Rp 343,9
triliun (17,2 % PDB), dan belanja negara Rp 368,8 triliun (18,4
% PDB). Dengan demikian, defisit anggaran diperkirakan
Rp 24,9 triliun (1,2 % PDB). Target defisit itu menurun
dari APBN 2003 1,8 persen dari PDB. Pemerintah bisa saja
mengusulkan RAPBN 2004 dengan defisit yang lebih rendah
dan mendekati nol persen. Namun, karena ada kebutuhan
agar RAPBN memberikan stimulasi dari sisi belanja lebih
longgar, diusulkan defisit 1,2 persen.
Bentuk stimulus fiskal lain juga bisa dilihat dalam RAPBN
2004 adalah dari penetapan asumsi makro dan penetapan
target penerimaan perpajakan maupun efisiensi belanja yang
moderat dan tidak memberikan beban tambahan kepada
pelaku ekonomi.
Dalam RAPBN 2004, direncanakan penerimaan dalam
negeri Rp 343,2 triliun, dan hibah Rp 0,6 triliun. Dari
keseluruhan penerimaan dalam negeri tersebut, sekitar 79 %
merupakan penerimaan dari sektor perpajakan, sedangkan
21 % lainnya penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB dalam
RAPBN 2004 meningkat menjadi 13,5 % dari sebelumnya
13,1% dalam APBN 2003. Banyak pengamat dan anggota
legislatif menghendaki angka ini lebih tinggi. Kalau
diperhatikan, jelas rasio perpajakan nonmigas meningkat
cukup besar; 0,6% PDB dibandingkan dengan tahun 2003,
sebaliknya rasio perpajakan migas menurun.
Secara nominal, penerimaan perpajakan naik Rp 17
triliun atau 0,4% PDB, bersumber dari kenaikan penerimaan
140
141
143
144
***
145
146
arti pentingnya
Kedua,
penggunaan
dual budgeting mendorong pembangunan, namun
dualisme dalam penyusunan dalam pelaksanaannya
telah menunjukan
daftar
perkiraan
mata
banyak kelemahan.
anggaran keluaran (MAK)
karena untuk satu jenis
belanja, ada MAK yang diciptakan untuk belanja rutin dan
ada MAK lain yang ditetapkan untuk belanja pembangunan.
T-Account ke I-Account
Sebelum tahun 2001, prinsip APBN adalah anggaran
berimbang dinamis, dimana jumlah penerimaan negara
selalu sama dengan pengeluaran negara, dan jumlahnya
diupayakan meningkat dari tahun ke tahun. Sejak tahun 2001
hingga sekarang, prinsip anggaran yang digunakan adalah
anggaran surplus/defisit. Sejalan dengan itu, format dan
struktur APBN berubah dari T-Account menjadi I-Account.
Format dan struktur I-account yang berlaku saat ini terdiri
atas (i)pendapatan negara dan hibah, (ii)belanja negara,dan
(iii)pembiayaan.
Pendapatan negara dan hibah menampung seluruh
pendapatan negara yang bersumber dari (1) penerimaan
perpajakan, (2)penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan
(3) hibah. Sedangkan belanja negara menampung seluruh
pengeluaran negara, yang terdiri dari (1)belanja pemerintah
pusat, yang meliputi pengeluaran rutin dan pengeluaran
pembangunan, dan (2) belanja untuk daerah, yang
meliputi dana perimbangan dan dana otonomi khusus dan
penyeimbang/penyesuaian. Selisih antara pendapatan negara
dan hibah dengan belanja negara akan berupa surplus/defisit
anggaran. Guna menutup defisit anggaran maka diperlukan
pembiayaan yang bersumber dari luar pendapatan negara
148
150
Pemberantasan KKN
Kedepan, sejalan dengan amanat UU No.17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara akan pula diterapkan secara
penuh anggaran berbasis kinerja di sektor publik, agar
penggunaan anggaran tersebut bisa dinilai kemanfaatan dan
kegunaannya bagi masyarakat. Jelas ada keinginan yang kuat
dari Pemerintah bahwa mulai tahun depan pengelompokkan
atas anggaran belanja rutin dan anggaran belanja
pembangunan tidak boleh dipergunakan lagi, karena telah
menimbulkan peluang terjadinya duplikasi, penumpukan,
dan penyimpangan anggaran.
152
***
153
154
***
158
159
160
161
163
***
164
Bagian V
Sektor Keuangan,
Privatisasi dan Utang
165
166
168
169
170
Persepsi Positif
Rendahnya spread dan imbal hasil tersebut mencerminkan
persepsi investor yang sangat positif pada kondisi ekonomi
politik Indonesia saat ini dan masa mendatang. Risiko politik
171
172
173
174
***
175
Kewajaran IPO KS
Pengantar:
Penerbitan saham perdana KS pada akhir tahun 2010,
merupakan sebuah langkah pemerintah, sebagai pemegang
saham tunggal KS, untuk mencari dana dari pasar
modal. Setelah melakukan analisis dan pertimbangan
dari beberapa pendekata, penulis berpendapat bahwa
penerbitan saham ini terbukti telah sesuai dengan proses
dan prosedur yang ditetapkan.
176
Ukuran Kewajaran
Awalnya kisaran harga IPO KS adalah sebesar Rp750
1.150 / lembar saham. Berdasarkan laporan feedback dari para
investor calon peminat saham KS disepakati dan diputuskan
bahwa kisaran harga untuk IPO KS diperketat menjadi Rp
178
Kelebihan Permintaan
Pemerintah tentu juga ingin agar jumlah minat investor
yang masuk pada saat pengumpulan order (bookbuilding)
banyak, khususnya investor kualitas dan investor ritel, yang
seimbang dari sisi geografis investor, dan faktor lainnya.
Konsekuensi dari tujuan tersebut adalah perolehan harga
yang tidak dapat optimal. Faktor-faktor penentu harga: yakni
pertama, komposisi dan distribusi antara investor retail
dan institusi, investor lokal dan asing, serta yang terpenting
adalah pemesanan dari investor berkualitas, kedua valuasi
dari perusahaan pembanding regional sejenis seperti Posco
dan Tata, dan lain-lain. Berdasarkan data perbandingan
yang ada, penulis yakin harga yang ditetapkan relatif optimal.
Ketiga, penetapan harga yang atraktif sehingga kinerja di
pasar sekunder dapat berjalan baik mengingat dalam IPO ini
tidak ada program stabilisasi harga (green shoe). Keempat,
mengupayakan terciptanya momentum yang positif sehingga
diharapkan program-program privatisasi BUMN selanjutnya
yang sedang dipersiapkan tetap diminati oleh investor.
Kelebihan permintaan akan membawa pembentukan
harga yang wajar dan penjatahan yang adil sesuai dengan
aturan serta jumlah permintaan dan kualifikasi investor.
Metoda IPO melalui penawaran umum di dalam dan luar
negeri juga dapat menghindarkan adanya ketidak adilan
dalam penjatahan. Metode IPO yang dilakukan adalah melalui
Penawaran Umum di Indonesia dan Penawaran Terbatas
dengan format Rule - 144 A SEC untuk pasar internasional,
180
***
181
182
183
186
Sudah Setara
Pada harga Rp 850,00 / lembar saham, KS dinilai sebesar
9,9 kali Price Earning Ratio (PER) (harga dibandingkan
dengan laba bersih perusahaan per saham). Sedangkan untuk
pembanding di industri sejenis, seperti POSCO dan Tata Steel
yang merupakan perusahaan pembanding yang cocok, PER
dari masing-masing perusahaan tersebut adalah sebesar 8,2
kali dan 8,1 kali. Jadi, dapat disimpulkan bahwa PER KS
sudah termasuk tinggi.
Seperti yang penulis sampaikan di depan, dari kisaran
harga Rp 750 1.150,00 / lembar saham kemudian diputuskan
kisaran harga diperkecil menjadi Rp 800 1.150,00 / lembar
187
188
***
189
190
191
Perlu OJK
Peristiwa Bank Century tersebut telah meyakinkan
rekan-rekan di Kementrian Keuangan bahwa solusi untuk
memperbaiki pengawasan perbankan dan produk sektor
keuangan adalah dengan membentuk Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) yang unified dan independen. Dengan OJK yang
menggabungkan regulasi/pengawasan produk perbankan
194
***
195
197
198
***
199
200
204
***
206
Bagian VI
207
208
Respons G-20
Terlepas dari banyaknya isu yang harus dibahas,
London Summit sendiri sebetulnya merupakan puncak dari
210
Hasil konkrit
memperjuangkan
dibentuknya instrumen
pendanaan yang
murah, bersifat tanpa
persyaratan dan
percepatan pencairan
yang diperuntukkan
bagi negara
berkembang dengan
kerangka kebijakan dan
fundamental yang baik
seperti Indonesia.
***
214
Forum Utama
Forum G-20 sering dianggap sebagai premier forum
dari arsitektur sistem ekonomi dan keuangan dunia di
mana keanggotaannya bersifat eksklusif. Anggotanya adalah
216
218
Peristiwa bangkrutnya Lehman Brothers, lembagalembaga investasi keuangan dan sekarang krisis fiskal di
Yunani menunjukkan lemahnya pengawasan oleh lembaga
keuangan regional seperti European Community dan IMF.
Meskipun negara tersebut memiliki rekam jejak fiskal yang
buruk, lembaga peringkat tetap memberikan predikat AAA
untuk peringkat utang mereka. Sungguh sangat tidak adil.
Sementara Indonesia yang melakukan pengelolaan utang
dan fiskal bagus tidak dihargai sepadan dengan prestasinya,
sehingga pertingkat utang kita masih dalam batas BB+ atau
dua tahap di bawah investment grade.
Masalah Yunani dan reformasi keuangan, surveilance
dan lembaga pemeringkat
Negara-negara
menjadi satu agenda yang
penting dalam forum G-20 berkembang termasuk
Indonesia menjadi
di Busan dan Toronto.
Apalagi
dampak
krisis korban apabila tidak ada
Yunani berpotensi menular upaya global mengatasi
ke negara lainnya. Negaramasalah krisis di
negara
berkembang
Yunani.
termasuk Indonesia menjadi
korban apabila tidak ada upaya global mengatasi masalah
krisis di Yunani.
Menunggu hasil
Pada masa depan, keefektivan kerja forum G-20 akan
dituntut lebih tinggi dalam mengelola risiko ekonomi global:
pertama, komitmen untuk meningkatkan kerja sama respons
kebijakan terhadap resiko keuangan/ekonomi global melalui
Financial Stability Board dan BIS. Kedua, memperkuat
stabilitas dan keefektivan sektor keuangan domestik melalui
regulasi keuangan global yang adaptif dengan keadaan
219
***
220
untuk menetapkan komitmen baru dalam KTT di Toronto 2627 Juni 2010.
Komunike menkeu dan gubernur bank sentral tersebut
berisi 10 butir kesepakatan yang dapat dibagi dalam empat
kategori. Pertama, perbaikan prospek ekonomi global, respons
pada krisis di Eropa, exit strategy dan kerangka pertumbuhan
yang kuat dan seimbang; kedua, progres reformasi sektor
keuangan, transparansi dan regulasi sektor keuangan,
transparansi perpajakan, dan pencucian uang; ketiga, adalah
reformasi lembaga multilateral dunia, IMF dan Bank Dunia
dan keempat, terkait dengan rencana pembentukan global
financial safety nets (GFSN). Dalam komunike tersebut juga
disinggung mengenai pembiayaan UMKM, pengurangan
subsidi energi dan penghapusan utang kepada Haiti. Penulis
menyayangkan beberapa topik penting seperti komitmen
liberalisasi perdagangan dan pembiayaan perubahan iklim
yang merupakan agenda pokok bagi Indonesia sama sekali
tidak dicantumkan.
224
Agenda Indonesia
Pertemuan pemimpin G-20 di Toronto nantinya akan
sangat penting. Indonesia harus berpartisipasi secara penuh,
khususnya dalam topik terkait seperti reformasi sektor
keuangan, masalah pajak, GFSN dan reformasi lembaga
225
***
226
227
228
Kerjasama Regional
Secara global, ada upaya yang dilakukan untuk
memperkuat cadangan devisa suatu negara terhadap krisis
likuiditas global. Pencegahan keuangan dari IMF dalam
bentuk yang baru dikembangkan Fleksibel Credit Line (FCL)
telah diperkenalkan. Namun, bahkan dengan pengenalan
229
230
231
Financial Safetynets
Oleh karena itu, ada kebutuhan mendesak untuk
mendiskusikan cara efektif menghadapai volatilitas
mendadak.
Pertama, mengembangkan instrumen pembiayaan
fleksibel dan kontingensi selama masa gangguan
pasar. Sebagai contoh adalah Deferred Drawdown Option
(DDO) mekanisme yang dinegosiasikan Indonesia
bekerjasama dengan Bank Pembangunan Asia (ADB), Bank
Dunia, Australia, dan Jepang. Inisiatif ini telah membantu
untuk mengurangi persepsi pasar pada kerentanan ekonomi
dan meningkatkan harapan di masa depan.Oleh karena itu,
membantu mengurangi arus keluar modal. Namun, DDO
memiliki keterbatasan dalam sifat ad-hoc dan sementara.
Akan bermanfaat untuk menggali kemungkinan memiliki
fasilitas darurat untuk pembiayaan anggaran sebagai dasar
232
233
***
234
236
Pencegahan global
KTT G-20 26-27 Juni 2010 di Toronto membahas
manajemen krisis di tingkat global. Anggota G-20 menggagas
pembentukan Global Financial Safety Nets (JPSK) dengan
dana yang dikumpulkan melalui berbagai macam inisiatif.
Di tingkat bilateral telah banyak negara melakukan
perjanjian swap bilateral. Tahun 2007, Indonesia melakukan
swap bilateral dengan China dan Jepang dalam mata uang
lokal dan dollar AS senilai setara 30 miliar dollar AS. Di
tingkat regional, pada tahun 2009 ASEAN+3 telah secara
resmi membentuk dana pooling cadangan devisa sebesar
120 miliar dollar AS untuk mencegah krisis likuiditas jangka
pendek. Skema ini dikenal dengan sebutan Chiang Mai
Initiative Multilateralization (CMIM). Mekanisme CMIM
juga dilengkapi AMRO (ASEAN+3 Regional Macroeconomic
Office) dalam rangka pengawasan atau surveilence. Namun,
swap bilateral dan CMIM mempunyai keterbatasan dalam
jumlah dan persyaratan penarikannya.
IMF juga memiliki instrumen bernama Flexible Credit
Line (FCL). Instrumen ini untuk berjaga-jaga (precautionary)
apabila terjadi krisis likuiditas bagi negara yang mempunyai
rekam jejak baik dan dapat dipinjamkan tanpa persyaratan.
Meskipun dana pinjaman berasal dari negara-negara G-20,
banyak negara berkembang masih memiliki trauma terhadap
IMF atas kesalahan resep dan persyaratan pinjaman di waktu
krisis 1998. Indonesia sudah menyatakan tak berminat untuk
menarik dana pinjaman IMF.
Keterbatasan pilihan pendanaan global untuk antisipasi
krisis merupakan dilema tersendiri bagi negara yang
membutuhkan instrumen pencegahan krisis. KTT G-20 di
Toronto sedang menggodok pendirian dana Jaring Pengaman
237
Upaya Internal
Secara teoretis instrumen pencegahan krisis harus
dimulai dari penguatan kebijakan ekonomi makro dan
sektor keuangan dalam negeri yang baik dan berhati-hati.
Pertumbuhan harus berbasis investasi dengan inflasi rendah,
rasio utang aman, cadangan devisa cukup, kesehatan sektor
perbankan dijaga, pembangunan infrastruktur berjalan, dan
subsidi tepat sasaran serta risiko termitigasi dengan baik.
Pengelolaan ekonomi makro yang baik dan berhati-hati
merupakan lini pertahanan pertama melawan krisis. Meskipun
kita telah memiliki rekam jejak dalam kebijakan makro yang
baik, protokol manajemen krisis tetap harus dipersiapkan.
Manajemen krisis meliputi tata cara penanganan dan
pencegahan krisis, baik krisis ringan maupun krisis sistemik.
Ini melibatkan otoritas pemerintah, mulai dari Presiden,
Menkeu dan BI, dan karena menyangkut penggunaan
anggaran, DPR juga terlibat. Bahkan, BPK, Kepolisian, KPK,
dan Kejaksaan juga harus mempunyai kesamaan pendapat
mengenai masalah hukum manajemen krisis. Manajemen
krisis memerlukan penanganan profesional, cepat, dan
terukur. Masalah kecepatan dan prioritas menjadi penting
karena krisis keuangan mempunyai daya tular yang sangat
cepat dan tidak terduga.
Manajemen pencegahan dan penanganan krisis harus
mengandung langkah-langkah sebagai berikut; pertama,
tersedianya model pendeteksian dini makro dan sensitivitas
238
239
***
240
241
Risiko pembalikan
Di balik semua perbaikan fondasi perekonomian
Indonesia, risiko terjadi pembalikan tetap ada, bahkan
meningkat. Fenomena akhir-akhir ini, seperti meningkatnya
arus modal jangka pendek, kepemilikan surat utang dan
saham oleh asing, jumlah utang jangka pendek khususnya
swasta memberikan indikasi bahwa perekonomian Indonesia
memiliki risiko shock external yang meningkat. Apalagi
kebutuhan pembiayaan APBN 2010 adan 2011 meningkat
dan kenaikan inflasi akibat kenaikan harga-harga kebutuhan
pokok sangat serius.
RAPBN 2011 juga tidak memberikan suatu bantalan
yang mencukupi apabila terjadi shock external yang tiba-tiba
dan dapat mengganggu kelangsungan APBN kita. Apabila
pemerintah membatalkan dan DPR menolak kenaikan harga
BBM, tarif dasar listrik (TDL) dan harga eceran tertinggi
(HET) pupuk, penolakan tersebut akan menambah risiko
pembiayaan APBN 2011.
243
***
245
246
Tantangan 2011
Tiga isu yang sangat menonjol dibicarakan dalam WEF
2011 adalah masalah pangan, energi, dan ketidakseimbangan
247
248
Seruan Davos
Inflasi yang tinggi akan menambah jumlah penduduk
miskin dan menimbulkan kerawanan sosial. Pertemuan
Davos mengimbau agar memimpin dunia duduk bersama
dan berkoordinasi melawan inflasi. Pertemuan G-20 adalah
forum tertinggi yang tentunya akan membahas masalah upaya
global menurunkan inflasi. Para pemimpin dunia harus bisa
menghentikan laju ketidakseimbangan global yang semakin
249
250
***
251
254
256
***
257
258
Epilog
259
260
Epilog
262
Epilog
Epilog
***
266
Epilog
267
268
Epilog
270
Epilog
271
Epilog
273
Penulis Buku Tetralogi Sisi Lain SBY (Pak Beye dan Istananya, Pak Beye dan
Politiknya, Pak Beye dan Kerabatnya, dan Pak Beye dan Keluarganya) dan Pak
Kalla dan Presidennya.
***
274
275
276
***
278
279