ADMINISTRASI KEUANGAN
OLEH
NIM : 7161144039
KELAS : REGULER-A
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT.yang telah memberikan
rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini. Adapun yang menjadi judul makalah kami adalah “APBN di masa presiden
Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono dan Jokowi ”. Tujuan saya menulis makalah ini yang
utama untuk memenuhi tugas mata kuliah Administrasi Keuangan.
Jika dalam penulisan makalah terdapat berbagai kesalahan dan kekurangan dalam
penulisan, maka kepada para pembaca, penulis memohon maaf sebesar-besarnya atas
koreksi-koreksi yang telah dilakukan. Hal tersebut semata-mata agar menjadi suatu evaluasi
dalam pembuatan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam sistem nilai tukar bebas dan prefect capital mobility, kebijakan moneter lebih
efektif dibandingkan kebijakan fiskal dalam upaya mencapai keseimbangan dan stabilitas
makroekonomi. Kebijakan moneter lebih berperan dalam menstimulasi pemulihan ekonomi.
Kebijakan moneter yang efektif menjanjikan tercapainya inflasi yang rendah, stabilitas nilai
tukar uang, dan suku bunga. Dalam konteks ini, bila diapahami Bank Indonesia dan IMF
memiliki peran yang dominan bagi terciptanya stabilitas mikroekonomi dan pemulihan
ekonomi.
Kebijakan BI untuk menaikkan suku bunga SBI (Surat Berharga Bank Indonesia)
menjadi 14, 79 persen untuk jangka waktu tiga bulan per 10 Januari 2001 guna meredam
melemahnya nilai tukar, mendapat tantangan dari pemerintah karena dapat merangsang bank-
bank menyimpan dananya dalam surat berharga ini sehingga alokasi kredit ke sektor real
akan berkurang.
Sekalipun nilai tukar rupiah telah mengalami penguatan berarti setelah Megawati
menjadi presiden, tampaknya Bank Indonesia masih menerapkan kebijakan moneter yang
“ketat”. Namun, dengan semakin stabilnya perbaikan makroekonomi, tampaknya Bank
Indonesia mulai melonggarkan target base money. Langkah ini pada akhirnya didukung oleh
IMF sehingga pada Lol terbaru yang ditandatangani pada senin, 27 Agustus 2001, target base
money ditingkatkan dari Rp. 108 triliun menjadi Rp. 10, 8 Triliun.
3
Tingkat suku bunga SBI yang akan cenderung meningkat menorong alokasi dana ke
sektor real akan berkurang karena tersedot ke BI. Hal terparah akibat peningkatan suku bunga
adalah negatif spread dapat dialami kembali oleh bank-bank nasional. Pada tahun 2001,
faktor-faktor yang menjadi tekanan terhadap inflasi tampaknya tidak berbeda jauh dengan
tahun 2000. Pemerintah telah meningkatkan harga BBM sebesar rata-rata 30 persen pada
pertengahan tahun 2001.
RAPBN tahun 2001 mengalami defisit sebesar Rp. 52 triliun atau sekitar 3,7 persen
dari PDB. Jika dibandingkan dengan APBN tahun 2000 yang mengalami defisit 4,5 persen
dari PDB, maka defisit ini lebih kecil. Kendala di sisi pengeluaran adalah tingginya beban
pembayaran cicilan utang dan bunga, baik untuk utang dalam negeri maupu utang luar negeri.
Beban bunga akibat penerbitan obligasi pemerintah untuk keperluan testrukrisasi perbankan,
pada tahun anggaran 2000 dikeluarkan sebantak Rp. 38 triliun dan pada tahun anggaran 2001
direncanakan akan dikeluarkan sebanyak Rp. 56 triliun. Sedangkan pembayaran cicilan utang
luar negeri dan bunganya mencapai Rp. 25, 2 triliun pada tahun 2000 dan Rp. 37, 5 triliun
pada tahun 2001.
Beban lain adalah pengeluaran subsidi BBM. Peningkatan harga minyak di satu sisi
memang meningktakan penerimaan, namun di sisi pengeluaran mengakibatkan beban
pengeluaran subsidi meningkat. Pada tahun anggaran 2001 subsidi dialokasikan sebesar Ro.
48 triliun sedangkan pada tahun 2000 dialokasikan sebesar Rp. 30, 8 triliun. Jika rencana
peningkatan subsidi BBM sebesar rata-rata 20 persen pada bulan April 2001 gagal,
diperkirakan akan menambah defisit APBN sebesar Rp. 4, 81 triliun.
Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, dana APBN tahun 2001 sebesar Rp. 33,5
triliun merupakan dana perimbangan daerah yang alokasinya sepenuhnya tergantung
preferensi daerah. Hal ini dari sisi fiskal berarti pemerintah pusat kesulitan membuat agar
dana perimbangan tersebut berdampak ekspansif bagi perekonomian. Pembiayaan defisit
bersumber dari penjualan aset program restukrisasi perbankan sebesar Rp. 27 triliun dan
privatisasi sebesar Rp. 6, 5 triliun.
4
kerusuhan etnis di Kalimantan Tengah, dan tensi politik yang semakin tinggi untuk
mengganti presiden setelah disetujuinya. Memorandum I DPR mempertahankan, apalagi
meningktakan, kinerja ekspor menjadi semakin sulit.
Dilihat dari jangka waktu, utang luar negeri Indonesia yang berjangka waktu pendek
(jatuh tempo dalam setahun) sampai Oktober 2001 sebesar US$ 29 miliar, terdiri dari uang
pemerintah sebesar US$ 3,4 miliar dan utang swasta sebesar US$ 25,6 miliar. Besarnya utang
luar negeri yang jatuh tempo tentu akan memperberat beban neraca pembayaran dan tekanan
terhadap nilai tukar rupiah. Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar AS cenderung
melemah pada kahir tahun 2000 dan apad awal tahun 2001. Nilai tukar rupiah sejak awal
Januari sampai akhir Maret 2001 lebih tinggi dari dari asumsi yang telah ditetapkan, yaitu
sebesar Rp. 7.000 per dolar AS. Beberapa tekanan yang membuat rupiah melemah adalah:
Pertama, situasi sejak bulan April 200 menjelang Sidang Tahunan MPR pada bulan Agustus
serta beberapa peristiwa lain seperti pemboman yang mengganggu stabilitas politik dan
keamanan. Kedua, menguatnya mata dolar AS hampir terhadap semua mata uang dunia.
Ketiga, permintaan valas untuk pembayaran utang luar negeri jatuh tempo.
Pada tahun 2001 sampai 2004 perhitungan PDB berdasarkan tahun dasar 2000,
ekonomi Indonesia tumbuh rata-rata sebesar 4,6 persen. Akhirnya pada masa reformasi yaitu
tahun 1999 sampai dengan tahun 2004, pergeseran itu semakin cenderung ke sektor Industri
Pengolahan yaitu 27,8 persen pada tahun 2000 menjadi 28,3 persen pada tahun 2004,
sedangkan sektor lainnya semakin mengecil. Sektor Pertanian pada tahun 2000 turun menjadi
15,6 persen dan turun lagi menjadi hanya 15,4 persen pada tahun 2004;sektor pertambangan
dan penggalian, sempat naik di tahun 2000 yaitu menjadi 12,1 persen tetapi turun lagi
menjadi 8,6 persen pada tahun 2004. Sedangkan sektor lainnya turun menjadi 44,6 persen
pada tahun 2000 dan 47,7 persen pada tahun 2004.
Pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga pada masa recovery, kedua dan
kebangkitan kembali perekonomian Indonesia 2000-2004 bertumbuh sebesar 3-4 persen.
Mulai tahun 2000 sampai 2004 angkanya semakin naik, 3,1 persen tahun 2000 menjadi 4,9
persen tahun 2004. Pengeluaran konsumsi pemerintah juga mengalami pertumbuhan yang
cukup tinggi, tetapi semakin mengecil bila dibandingkan antar tahun 2000-2004. Sebesar 6,5
5
persen tahun 2000 menjadi 2,0 persen tahun 2004. Pembentukan Modal Tetap Domestik
Bruto bertumbuh cukup bagus mulai sebesar 14,2 persen pada tahun 2000 menjadi 15,7
persen tahun 2004. Hal ini mengindikasikan sudah mulai kembali bergeraknya roda investasi
yang pada masa sebelumnya sewaktu krisis ekonomi sempat mandek dan berhenti.
Pertumbuhan ekspor barang dan jasa juga semakin membaik, walaupun sempat mengalami
stagnasi dan pertumbuhan negatif tahun 2001 dan 2002 sebesar 0,6 dan 1,2 tetapi kemudian
memberikan pertumbuhan yang tinggi tahun 2000 sebesar 26,5 persen dan 8,5 persen tahun
2004. Tahun 2000-2004 dalam masa pemulihan ekonomi kontribusi pengeluaran konsumsi
rumah tangga naik kembali dari 61,7 persen tahun 2000 menjadi 66,5 persen tahun 2004.
Kontribusi pengeluaran konsumsi pemerintah yang sempat menurun tahun-tahun sebelumnya
pada masa pemulihan ekonomi ini agak naik sedikit dari sebesar 6,5 persen tahun 2000
menjadi 8,2 persen tahun 2004. Pembentukan Modal Tetap Bruto kontribusinya masih belum
sebesar masa-masa sebelum pemulihan ekonomi yang biasanya di atas 20 persen, yaitu 19,9
persen tahun 2000 menjadi 21,0 persen, bahkan tahun 2003 hanya sebesar 18,9 persen.
Begitu pula dengan kontribusi impor barang dan jasa juga menurun dari 30,5 persen tahun
2000 menjadi 26,9 persen tahun 2004.
Saat Ibu Megawati memerintah, nilai tukar rupiah kita berada pada posisi stabil
dikisaran Rp. 8000 per 1 dollar. Hal ini berhasil dipertahankan hingga akhir masa
jabatannya.Pencapaian yang dilakukan pada masa pemerintahan Ibu Megawati itu, termasuk
istimewa, karena sebelumnya, nilai tukar rupiah berada pada posisi antara Rp. 9000 hingga
Rp. 14 ribu rupiah.
Dalam anggapan publik, kinerja pemerintahan Megawati tiga bulan terakhir masih
belum beranjak dari triwulan sebelumnya. Jika dalam jajak pendapat bulan kesembilan
pemerintahan Megawati sempat terbersit titik cerah dan optimisme dari sebagian masyarakat,
maka pada saat ini mulai terjadi stagnasi kepuasan dan titik balik optimisme publik.
6
Bahkan, apabila mengamati pola umum ekspresi ketidakpuasan publik saat ini, tak
bisa dielakkan bahwa ada kecenderungan merosotnya pamor pemerintahan Megawati di
bidang perekonomian. Sikap pesimistis tersebut tercermin dari kenaikan persentase
responden yang terekam. Apabila proporsi ketidakpuasan responden pada penilaian sembilan
bulan pemerintahan mencatat angka 66 persen, kini naik menjadi 70 persen.
Parahnya, ungkapan ketidakpuasan publik ini tersebar dengan derajat yang tinggi
pada setiap kalangan, baik dari responden yang mengaku sebagai simpatisan Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) maupun non-PDI Perjuangan. Mereka yang
mengaku pada pemilu lalu memilih PDI-P, misalnya, hampir dua per tiga bagian responden
(62 persen) kalangan ini mengaku tidak puas terhadap kinerja presiden. Terlebih bagi mereka
yang mengaku simpatisan partai lain, ungkapan ketidakpuasan disuarakan oleh 72 persen
responden.
Derajat ketidakpuasan juga terjadi pada seluruh wilayah pengumpulan pendapat ini.
Baik mereka yang bermukim di Jakarta, Medan, maupun Jayapura menunjukkan ekspresi
ketidakpuasan yang relatif sama. Dengan demikian, tampaknya sikap publik berlaku
universal, menganggap bahwa kondisi perekonmian yang mereka rasakan setahun terakhir ini
memang tidak juga membaik.
Ada beberapa indikator penyikapan publik terhadap kinerja pemerintah dalam bidang
perekonomian dan kesejahteraan rakyat ini. Dalam bidang perekonomian, penguatan nilai
rupiah selama dua triwulan belakangan dianggap merupakan nilai lebih pemerintah. Kondisi
demikian memang masih lebih baik jika dilihat dari era pemerintahan sebelumnya dengan
ukuran periode waktu yang sama.
Namun, kondisi tersebut tampaknya juga mulai menampakkan titik jenuh. Setelah
terus-menerus menguat hingga titik Rp 8.000-an dari Rp 10.000, pada awal tahun ini,
belakangan rupiah mulai merambat kembali, nyaris menyentuh Rp 9.000 per dollar AS.
Fluktuasi rupiah tersebut terbukti menahan optimisme publik yang tadinya sempat berbinar.
Saat ini, tidak kurang dari 33 persen yang merasa puas. Padahal, tiga bulan sebelumnya
tingkat kepuasan mencapai proporsi 36 persen responden.
Sekalipun upaya pemerintah saat ini masih dianggap lebih baik dari periode
sebelumnya, ungkapan ketidakpuasan publik tetap mendominasi segenap penilaian setahun
usia pemerintahan. Pasalnya, segenap upaya pemerintah secara langsung belum menyentuh
keseharian ekonomi masyarakat. Dalam praktik, membaiknya nilai tukar rupiah tidak diikuti
oleh penurunan ataupun stabilitas harga barang kebutuhan pokok. Tidak hanya itu, beberapa
kebijakan kenaikan tarif yang didasarkan pada kenaikan bahan bakar minyak justru semakin
memperparah beban ekonomi masyarakat. Bercermin dari pengalaman itu, sebanyak 77
persen responden merasa tidak puas terhadap upaya pemerintah dalam mengendalikan harga-
harga kebutuhan pokok.
Dari sisi penanganan bidang kesejahteraan masyarakat, penilaian publik atas kinerja
pemerintahan Megawati tidak juga menampakkan hasil menggembirakan. Berbagai indikator
yang terekam dari jajak pendapat ini memperlihatkan mulai menurunnya pamor Me-gawati
7
dalam menangani masalah kesejahteraan sosial. Melihat sisi penyediaan lapangan kerja,
misalnya, sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi yang tak juga membaik, penyediaan
lapangan kerja baru seakan menjadi tembok yang sukar ditembus. Angka 40 juta penganggur
yang ada nyaris tak berkurang secara signifikan sejak awal Masa Pemerintahan Megawati.
Melihat kenyataan itu, tak heran jika hampir 85 persen responden menyuarakan
ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah menyediakan lapangan kerja.
Kondisi ekonomi Indonesia mulai membaik dan terkendali setelah dua tahun masa
pemerintahan SBY. Sedikit demi sedikit dana subsidi MIGAS ditarik oleh pemerintah mulai
dari Bensin, Solar kemudian Minyak Tanah yang selama ini membebani pemerintah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran 2014 adalah rencana
keuangan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat untuk tahun
2014. APBN tahun 2014 disusun dengan berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah tahun
2014, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal tahun 2014.
APBN 2014 disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 14 November
2013 melalui Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun Anggaran 2014. Pada tanggal 18 Juni 2014 Dewan Perwakilan
Rakyat telah menetapkan Undang-Undang Perubahan APBN tahun anggaran 2014.
8
Selanjutnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengesahkan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2014 pada tanggal 30 Juni 2014.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005—2025 menggariskan bahwa
visi Indonesia tahun 2025 adalah Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur, yang
pelaksanaannya dibagi ke dalam 4 (empat) tahapan pembangunan jangka menengah. Tahapan
kedua dari empat tahap tersebut adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2010—2014 dengan visi Indonesia yang sejahtera, demokratis, dan
berkeadilan. Tahun anggaran 2014 merupakan babak akhir dari pelaksanaan pembangunan
jangka menengah tahap kedua. Sebagai penjabaran tahun terakhir dari RPJMN 2010—2014,
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2014 memiliki arti yang penting dalam menuntaskan
pencapaian sasaran-sasaran pembangunan jangka menengah nasional kedua. Arah kebijakan
dan program pembangunan yang tertuang dalam RKP 2014 dirumuskan dalam satu tema,
yaitu “Memantapkan Perekonomian Nasional bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang
Berkeadilan”. Sejalan dengan itu, RKP tahun 2014 menekankan pada penanganan isu
strategis antara lain (1) pemantapan perekonomian nasional; (2) peningkatan kesejahteraan
rakyat; dan (3) pemeliharaan stabilitas sosial dan politik. Pemantapan perekonomian nasional
dilakukan melalui konektivitas yang mendorong pertumbuhan ekonomi, perkuatan
kelembagaan hubungan industrial, peningkatan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
pencapaian surplus beras 10 juta ton, dan peningkatan produksi jagung, kedelai, gula, dan
daging, diversifikasi pemanfaatan energi, dan percepatan pembangunan Provinsi Papua dan
Papua Barat.
Secara umum, APBN 2014 mempunyai peran strategis untuk melaksanakan tiga
fungsi ekonomi Pemerintah, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi.
Untuk itu, APBN 2014 didesain sesuai dengan penetapan tiga fungsi tersebut. Fungsi alokasi
berkaitan dengan alokasi anggaran Pemerintah untuk tujuan pembangunan nasional, terutama
dalam melayani kebutuhan masyarakat dan mendukung penciptaan akselerasi pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dan berkualitas. Fungsi distribusi berkaitan dengan distribusi
pendapatan dan subsidi dalam upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, sedangkan fungsi
stabilisasi berkaitan dengan upaya untuk menjaga stabilitas dan akselerasi kinerja ekonomi
sehingga perekonomian tetap pada kondisi yang produktif, efisien, dan stabil.
Asumsi Dasar
Indikator
APBN [1] APBN-P [4]
9
Inflasi 5,5 % 5,3%
Ringkasan APBN
Berikut ringkasan anggaran APBN tahun 2014 :
10
- Belanja Pemerintah Pusat Rp1.249,9 triliun Rp1.280,4 triliun
11
Kode Fungsi APBN APBN-P
12
No Jenis APBN APBN-P
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018 (disingkat APBN
2018) adalah rencana keuangan pemerintahan negara Republik Indonesia yang disetujui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat untuk tahun 2018
Pokok-Pokok Kebijakan
Pendapatan Negara
Dalam postur APBN 2018, pendapatan negara diproyeksikan sebesar Rp1.894,7 triliun.
Jumlah ini berasal dari penerimaan perpajakan sebesar Rp1.618,1 triliun, Penerimaan Negara
Bukan Pajak sebesar Rp275,4 triliun dan Hibah sebesar Rp1,2 triliun. Untuk mencapai target
tersebut, Pemerintah akan melakukan berbagai upaya penguatan reformasi di bidang
perpajakan serta Kepabeanan dan Cukai, antara lain melalui:
13
Belanja negara dalam APBN 2018, pemerintah dan DPR RI menyepakati belanja sebesar
Rp2.220,7 triliun. Besaran ini meliputi belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.454,5 triliun,
serta transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp766,2 triliun.
Anggaran infrastruktur diarahkan untuk mengejar ketertinggalan (gap) Indonesia terhadap
penyediaan infrastruktur, baik diperkotaan dan daerah, maupun di perbatasan dan daerah
terluar. Adapun sasaran pembangunan (sementara) antara lain jalan baru sepanjang 865 km,
jalan tol sepanjang 25 km, jembatan sepanjang 8.695 m, dan pembangunan rumah susun
sebanyak 13.405 unit.
Pemerintah juga melaksanakan amanat peraturan perundang-undangan dengan memenuhi
belanja dalam APBN 2018 (mandatory spending), seperti anggaran pendidikan dalam APBN
2018 tetap dijaga sebesar 20%. Bidang pendidikan diarahkan untuk meningkatkan akses,
distribusi, dan kualitas pendidikan, diantaranya melalui peningkatan akses program Indonesia
Pintar yang menjangkau 19,7 juta siswa, dan pemberian beasiswa bidik misi kepada 401,5
ribu mahasiswa dalam rangka sustainable education.
Mandatory spending lainnya ialah anggaran bidang kesehatan tetap dijaga sebesar 5%. Dalam
APBN 2018, anggaran kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan, baik dari sisi supply side maupun layanan, upaya kesehatan promotif preventif,
serta menjaga dan meningkatkan kualitas program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JKN)
bagi penerima bantuan iuran (PBI) hingga menjangkau 92,4 juta jiwa.
Sementara itu, transfer ke daerah dan dana desa dalam APBN 2018 dialokasikan sebesar
Rp766,2 triliun. Alokasi ini diarahkan untuk meningkatkan pemerataan kemampuan
keuangan antardaerah, meningkatkan kualitas dan mengurangi ketimpangan layanan publik
antardaerah, serta mendukung upaya percepatan pengentasan kemiskinan di daerah.
Adapun kebijakan dan output yang menjadi sasaran alokasi transfer ke daerah dan dana desa
sebagai berikut :
14
Berdasarkan perkiraan pendapatan negara dan rencana belanja negara, maka defisit anggaran
pada APBN tahun 2018 diperkirakan mencapai Rp325,9 triliun (2,19 persen PDB). Besaran
ini lebih rendah dibandingkan outlook APBN Perubahan tahun 2017 sebesar 2,67% terhadap
PDB. Keseimbangan primer juga turun menjadi negatif Rp87,3 triliun dari outlook tahun
2017 sebesar negatif Rp144,3 triliun.
Defisit anggaran tersebut akan ditutup dengan sumber-sumber pembiayaan anggaran yang
mengacu pada kebijakan untuk mengendalikan rasio utang terhadap PDB dalam batas aman
dan efisiensi pembiayaan anggaran agar tercapai fiscal sustainability. Selain itu, pembiayaan
anggaran tahun 2018 juga diarahkan untuk pembiayaan investasi dalam rangka mendukung
pembangunan infrastruktur, perbaikan kualitas pendidikan, dan UMKM.
Asumsi Dasar
Indikator
RAPBN- APBN-
RAPBN APBN
P P
Lifting minyak (ribu barel per hari) 800 800 n/a n/a
Lifting gas (ribu barel setara minyak per hari) 1.200 1.200 n/a n/a
15
Uraian RAPBN APBN RAPBN-P APBN-P
16
- Pemberian pinjaman (6.691,7) (6.690,1)
Zaman pemerintahan Ibu Megawati, rasio utang dengan PDB juga turun, dari 77
persen menjadi 57 persen. Patut diingat, hal itu dicapai dalam jangka waktu 3 tahun saja.
Berbeda dengan SBY yang baru mencapainya dalam 5 tahun masa pemerintahannya.
Hal yang menakutkan, dari sedemikian besar utang, hanya 0,3 % saja yang
dipergunakan oleh SBY untuk mensubsidi rakyat miskin. Artinya, upaya membantu
masyarakat kecil (melalui program BLT, PNPM, BOS, dll.) memang benar-benar kecil
nilainya.
Naiknya besaran utang Indonesia, itu sama artinya, beban cicilan dan pokok utang
juga semakin membengkak. Kondisi ini menekan alokasi anggaran belanja pemerintah untuk
kebutuhan utama pemerintah, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.Dampak
besarnya utang tersebut, sangat mengancam kedaulatan dan ketahanan ekonomi bangsa kita,
termasuk didalamnya, nilai tukar rupiah. Sewajarnya, nilai tukar rupiah kita berada pada level
8000 rupiah per 1 dollar, atau dibawahnya. Sekarang, nilai tukar rupiah adalah antara Rp. 10
ribu hingga Rp. 12 ribu (nilai Rp 12 ribu per 1 dollar terjadi pada bulan Februari 2009
kemarin).
Apabila nilai tukar rupiah bisa mencapai angka Rp. 8000 per 1 dollar, itu baru terjadi
stabilitas ekonomi. Posisi nilai tukar rupiah bisa mencapai angka Rp. 8000 per 1 dollar,
adalah nilai tukar yang seharusnya dicapai dan membuat indikator perekonomian Indonesia
bisa dibilang membaik dan telah baik.
Saat Ibu Megawati memerintah, nilai tukar rupiah kita berada pada posisi stabil
dikisaran Rp. 8000 per 1 dollar. Hal ini berhasil dipertahankan hingga akhir masa rupiah kita
berada pada level 8000 rupiah per 1 dollar, atau dibawahnya.
Pencapaian yang dilakukan pada masa pemerintahan Ibu Megawati itu, termasuk
istimewa, karena sebelumnya, nilai tukar rupiah berada pada posisi antara Rp. 9000 hingga
Rp. 14 ribu rupiah. Kondisi ekonomi Indonesia mulai membaik dan terkendali setelah dua
tahun masa pemerintahan SBY. Sedikit demi sedikit dana subsidi MIGAS ditarik oleh
pemerintah mulai dari Bensin, Solar kemudian Minyak Tanah yang selama ini membebani
pemerintah. Pemerintah cenderung menyerahkan harga barang pada mekanisme pasar.
17
Interaksi ekonomi domestiknya berwawasan internasional dan mengikuti sistem ekonomi
internasional. Secara ekonomi memang menunjukkan kondisi membaik, namun rakyat
Indonesia masih banyak yang miskin, pengangguran belum bisa diatasi pemerintah, nilai
rupiah masih sekitar 9.000-an per 1 US$, kemampuan daya beli masyarakat Indonesia masih
rendah, korupsi masih tinggi tercatat Indonesia termasuk dalam peringkat kelima negara
terkorup di dunia (TEMPO, 20 Oktober 2004), dan sebagainya.
1. Kebijakan Privatisasi
Secara teoritis, bagi penganut neoliberal, privatisasi dimaksudkan sebagai jalan untuk
mengatasi masalah kekurangan financial, untuk membuat pelayanan menjadi lebih efisien,
serta mengindari distorsi pada makro dan mikro ekonomi akibat pelayanan public gratis
(Carlos Vilas). Pada kenyataannya, privatisasi telah mengarah para pengguna jasa untuk
membeli dengan harga yang lebih mahal, karena perusahaan yang terprivatisasi kini
menggunakan kriteria bisnis dan mencari keuntungan (profit).
Soal kebijakan utang luar negeri, pemerintahan SBY terlalu banyak melakukan
kebohongan terhadap publik. Soal utang kepada IMF, misalnya, SBY mengatakan
bahwa jumlahnya semakin menurun, tetapi angka kumulatif utang luar negeri terus
bertambah dari donatur di luar IMF, baik dari Bank Dunia, ADB, Paris Club, dsb,
maupun dari utang bilateral.
Semasa pemerintahan Megawati, yaitu 3,5 tahun, jumlah utang luar negeri Indonesia
bertambah sebesar Rp 12 triliun. Sementa itu, di bawah pemerintahan SBY, tercatat
terjadi peningkatan total utang luar negeri secara signifikan dari Rp. 662 triliun (2004)
menjadi Rp. 920 triliun (2009). Artinya pemerintahan SBY “berhasil” membawa
Indonesia kembali menjadi negara pengutang dengan kenaikan 392 triliun dalam
kurun waktu kurang 5 tahun.
Dalam tiap tahunnya, misalnya, Megawati menambah utang rp 4 triliun pertahun,
sementara pemerintahan SBY menambah utang sebesar 80 trilyun pertahun. Jika
dibandingka dengan era Soeharto pun, SBY masih jauh lebih “beringas”, dimana SBY
menambah 80 trilyun pertahun, sementara soeharto menambah 1500 trilyun dalam 32
tahun.
Untuk diketahui, outstanding Utang luar negeri Indonesia sejak tahun 2004-2009 terus
meningkat dari Rp1275 triliun menjadi Rp1667 triliun.
Sementara itu, sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2008, pembayaran bunga dan
cicilan pokok utang luar negeri menunjukkan tren yang meningkat. Sejak awal masa
pemerintahan presiden SBY di tahun 2005 sampai dengan September 2008 total
pembayaran bunga dan cicilan pokok pinjaman luar negeri sebesar Rp277 triliun. Hal
inilah, secara factual, yang menyebabkan APBN tidak bisa berfungsi untuk mendanai
pembangunan dan belanja capital.
Pada tahun 2003, ketika Budiono menjabat menteri keuangan, dia berusaha
memperpanjang kontrak dengan IMF melalui Post Program Monitoring (PPM),
padahal sidang MPR mengamanatkan kepada pemerintah untuk mengakhiri kerjasama
dengan IMF.
19
Dalam hal pencabutan subsidi BBM, pemerintahan SBY jauh lebih agressif dalam
mencabut subsidi BBM. Dihitung berdasarkan persentase, maka tingkat kenaikan BBM pada
era pemerintahan Megawati adalah 31%, sementara tingkat kenaikan BBM pada
pemerintahan SBY adalah 64%.
20
5. Aspek-Aspek Kemandirian dalam Pemerintahan Megawati
Pada masa pemerintahan Megawati, kerjasama ekonomi dan politik luar negeri tidak
begitu determinis di bawah kendali sebuah negara. Tidak seperti SBY sekarang ini, dimana
benar-benar terfokus dan ditentukan oleh AS dan negara-negara kapitalis maju. Di masa
pemerintahan Megawati, kerjasama ekonomi dan politik juga dilakukan diluar blok AS dan
sekutunya, seperti kerjasama pembelian pesawat Sukhoi dengan Rusia dan kerjasama
perdagangan dengan China.
Selain itu, pemerintahan Megawati berusaha keras untuk keluar dari jebakan IMF. Hanya
saja, usaha itu dibiaskan oleh Budiono, menteri keuangan waktu itu, dengan menandatangi
post program monitoring (PPM) yang berarti melanjutkan campur tangan IMF secara
sembunyi-sembunyi.
Untuk perlindungan terhadap perempuan dan TKI di luar negeri, pemerintahan Megawati
pernah mengajukan tiga RUU, yaitu Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang
Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan di Lingkungan Kerja dan Rumah Tangga, RUU
Pekerja di Luar Negeri, dan RUU Tindak Pidana Perdagangan.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo selama tiga tahun disebut mencatatkan defisit anggaran
lebih besar dibanding lima tahun kepemimpinan SBY. (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean).
Jakarta, CNN Indonesia -- Total defisit Anggaran Pemerintah dan Belanja Negara (APBN)
sejak tiga tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang mencapai Rp941,2 triliun sudah
melampaui total defisit anggaran dalam lima tahun kepemimpinan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY). Dalam lima tahun SBY memimpin, total defisit anggaran pemerintah
disebut mencapai Rp722,9 triliun.
"Pemerintah SBY dalam lima tahun terakhir kepemimpinannya defisit APBN itu Rp722
triliun, sementara Jokowi baru 3 tahun Rp941,2 triliun. Itu jauh lebih tinggi," kata Direktur
Political Economy and Policy Studies Anthony Budiwan di Kwik Kian Gie School of
Business, Rabu (16/5).
Tahun ini, pemerintah memperkirakan defisit anggaran di tahun ini mencapai Rp325,9 triliun.
Defisit anggaan tersebut rencananya ditutup dengan menerbitkan utang.
Kendati demikian, Ketua Bidang Perekonomian Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDIP) Hendrawan Supratikno menilai defisit anggaran pada masa Jokowi akan berdampak
pada perkembangan pertumbuhan ekonomi.
Lihat juga: Kuartal I 2018, Utang Luar Negeri Indonesia Rp5.425 Triliun
Kenaikan nilai utang yang diakibatkan dari defisit anggaran digunakan untuk memenuhi
pembangunan infrastruktur yang diharapkan mendorong perekonomian, termasuk produksi
barang dan jasa. Jika produksi meningkat, maka akan memperbaiki pertumbuhan ekonomi
21
juga.
"Ini untuk menggeser kebiasaan yang tadinya utang untuk konsumsi, sekarang kita utang
untuk meningkatkan produksi," kata Hendrawan. Ia juga menekankan utang di masa Jokowi
lebih besar karena digunakan untuk mengembangkan hal-hal yang bersifat produktif.
Di sisi lain, Hendrawan juga menilai rasio utang pemerintah saat ini sekitar 30 persen
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga masih aman. Pasalnya, rasio tersebut jauh
berada di bawah batas maksimum utang yang boleh dimiliki pemerintah sebesar 60 persen
terhadap PDB. "Utang Indonesia masih berkisar 30 persen terhadap PDB, batasnya 60 persen
terhadap PDB, sehingga dianggap masih masuk akal dan wajar," terang dia.
22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran 2014 adalah rencana
keuangan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat untuk tahun
2014. APBN tahun 2014 disusun dengan berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah tahun
2014, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal tahun 2014.
APBN 2014 disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 14 November
2013 melalui Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun Anggaran 2014.
Berdasarkan perkiraan pendapatan negara dan rencana belanja negara, maka defisit
anggaran pada APBN tahun 2018 diperkirakan mencapai Rp325,9 triliun (2,19 persen PDB).
Besaran ini lebih rendah dibandingkan outlook APBN Perubahan tahun 2017 sebesar 2,67%
terhadap PDB. Keseimbangan primer juga turun menjadi negatif Rp87,3 triliun dari outlook
tahun 2017 sebesar negatif Rp144,3 triliun.
23
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran_Pendapatan_dan_Belanja_Negara_Indonesia
https://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran_Pendapatan_dan_Belanja_Negara_Indonesia_Tahun_
Anggaran_2018
http://rizki-hernanda.blogspot.com/2011/05/perekonomian-pada-masa-megawati-dan.html
24
25