Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

ADMINISTRASI KEUANGAN

“ANALISIS PERBANDINGAN APBN PADA MASA MEGAWATI, SUSILO


BAMBANG YUDHOYONO DAN JOKOWI”

OLEH

NAMA : SUCI WULANDARI

NIM : 7161144039

KELAS : REGULER-A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ADMINISTRASI PERKANTORAN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSTAS NEGERI MEDAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT.yang telah memberikan
rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini. Adapun yang menjadi judul makalah kami adalah “APBN di masa presiden
Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono dan Jokowi ”. Tujuan saya menulis makalah ini yang
utama untuk memenuhi tugas mata kuliah Administrasi Keuangan.

Jika dalam penulisan makalah terdapat berbagai kesalahan dan kekurangan dalam
penulisan, maka kepada para pembaca, penulis memohon maaf sebesar-besarnya atas
koreksi-koreksi yang telah dilakukan. Hal tersebut semata-mata agar menjadi suatu evaluasi
dalam pembuatan makalah ini.

Mudah-mudahan dengan adanya pembuatan makalah ini dapat memberikan manfaat


berupa ilmu pengetahuan yang baik bagi penulis maupun bagi para pembaca.

Medan, September 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG MASALAH ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................................................. 2
BAB II........................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3
A. Pertumbuhan Perekonomian di Masa Pemerintahan Megawati ..................................... 3
B. Pertumbuhan Perekonomian Masa Susilo Bambang Yudhoyono .................................. 8
C. Pertumbuhan Perekonomian Masa JokoWidodo (2018) .............................................. 13
D. Perbandingan kondisi Perekonomian di Masa Pemerintahan Megawati dan Masa
Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ............................................................. 17
BAB III .................................................................................................................................... 23
PENUTUP................................................................................................................................ 23
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pengelolaan keuangan merupakan suatu kegiatan yang akan mempengaruhi


peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dan bangsa Indonesia, kewajibn
pemerintah pusat dan daerah untuk menyusun laporan keuangan sebagai wujud akuntabilitas,
pengelolaan keuangan negara/daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi
daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara
selama satu tahun anggaran bisa dibaratkan sebagai anggaran rumah tangga ataupun anggaran
perusahaan yang memiliki dua sisi, yaitu sisi penerimaan dan sisi pengeluaran.
Penyusunan anggaran senantiasa dihadapkan pada ketidakpastian pada kedua sisi. Misalnya,
sisi penerimaan anggaran rumah tangga akan sangat tergantung pada ada atau tidaknya
perubahan gaji/upah bagi rumah tangga yang memilikinya.
Demikian pula sisi pengeluaran anggaran rumah tangga, banyak dipengaruhi
perubahan harga barang dan jasa yang dikonsumsi. Sisi penerimaan anggaran perusahaan
banyak ditentukan oleh hasil penerimaan dari penjualan produk, yang dipengaruhi oleh daya
beli masyarakat sebagai cerminan pertumbuhan ekonomi.
Adapun sisi pengeluaran anggaran perusahaan dipengaruhi antara lain oleh perubahan
harga bahan baku, tarif listrik dan bahan bakar minyak (BBM), perubahan ketentuan upah,
yang secara umum mengikuti perubahan tingkat harga secara umum. Ketidakpastian yang
dihadapi rumah tangga dan perusahaan dalam menyusun anggaran juga dihadapi oleh para
perencana anggaran negara yang bertanggungjawab dalam penyusunan Rencana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). Setidaknya terdapat enam sumber ketidakpastian
yang berpengaruh besar dalam penentuan volume APBN yakni (i) harga minyak bumi di
pasar internasional; (ii) kuota produksi minyak mentah yang ditentukan OPEC; (iii)
pertumbuhan ekonomi; (iv) inflasi; (v) suku bunga; dan (vi) nilai tukar Rupiah terhadap
Dolar Amerika (USD). Penetapan angka-angka keenam unsure diatas memegang peranan
yang sangat penting dalam penyusunan APBN. Hasil penetapannya disebut sebagai asum-
asumsi dasar penyusunan RAPBN. Penerimaan dan pengeluaran untuk anggaran negara
lazim disebut pendapatan dan belanja.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan alat utama pemerintah
untuk mensejahterakan rakyatnya dan sekaligus alat pemerintah untuk mengelola
perekonomian negara. Sebagai alat pemerintah, APBN bukan hanya menyangkut keputusan
ekonomi, namun juga menyangkut keputusan politik. Dalam konteks ini, DPR dengan hak
legislasi, penganggaran, dan pengawasan yang dimilikinya perlu lebih berperan dalam
mengawal APBN. sehingga APBN benar-benar dapat secara efektif menjadi instrumen untuk
mensejahterakan rakyat dan mengelola perekonomian negara dengan baik.

1
B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan dari makalah ini yaitu


1. Bagaimana keadaan ekonomi masa presiden Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono,
dan Jokowi?
1. Bagaimana perbedaan apbn dari ketiga masa masa megawati,SBY dan jokowi?

C. Tujuan

Tujuan penulisan rekayasa ide ini adalah:


2. Untuk mengetahui keadaan ekonomi masa presiden Megawati, Susilo Bambang
Yudhoyono, dan Jokowi.
3. Untuk mengetahui perbedaan apbn dari ketiga masa megawati, SBY dan jokowi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pertumbuhan Perekonomian di Masa Pemerintahan Megawati

a. Kebijakan Moneter, Suku Bunga, Penyaluran Kredit, dan Inflasi

Dalam sistem nilai tukar bebas dan prefect capital mobility, kebijakan moneter lebih
efektif dibandingkan kebijakan fiskal dalam upaya mencapai keseimbangan dan stabilitas
makroekonomi. Kebijakan moneter lebih berperan dalam menstimulasi pemulihan ekonomi.
Kebijakan moneter yang efektif menjanjikan tercapainya inflasi yang rendah, stabilitas nilai
tukar uang, dan suku bunga. Dalam konteks ini, bila diapahami Bank Indonesia dan IMF
memiliki peran yang dominan bagi terciptanya stabilitas mikroekonomi dan pemulihan
ekonomi.

Kebijakan BI untuk menaikkan suku bunga SBI (Surat Berharga Bank Indonesia)
menjadi 14, 79 persen untuk jangka waktu tiga bulan per 10 Januari 2001 guna meredam
melemahnya nilai tukar, mendapat tantangan dari pemerintah karena dapat merangsang bank-
bank menyimpan dananya dalam surat berharga ini sehingga alokasi kredit ke sektor real
akan berkurang.

Sekalipun nilai tukar rupiah telah mengalami penguatan berarti setelah Megawati
menjadi presiden, tampaknya Bank Indonesia masih menerapkan kebijakan moneter yang
“ketat”. Namun, dengan semakin stabilnya perbaikan makroekonomi, tampaknya Bank
Indonesia mulai melonggarkan target base money. Langkah ini pada akhirnya didukung oleh
IMF sehingga pada Lol terbaru yang ditandatangani pada senin, 27 Agustus 2001, target base
money ditingkatkan dari Rp. 108 triliun menjadi Rp. 10, 8 Triliun.

Kecenderungan naiknya suku bunga berpotensi menggeroti pendapatan perbankan


yang sebagian besar berasal dari bunga obligasi. Naiknya suku bunga SBI dapat mendorong
naik suku bunga deposito yang pada akhirnya bank-bank terutama bank rekap mengalami
negatif spread kembali. Hal ini pada gilirannya menggeroti modal atau CAR (capital
adequacy ratio) merosot. Apalgi mengingat struktur aktiva Bank Indonesia didominasi oleh
obligasi pemerintah dengan pendapatan bunga tetap 12 persen. Sekitar 55 persen dari total
aktiva bank rekap skala besar adalah bentuk obligasi.

Masalah lain adalah upaya pemerintah meningkatkan pendapatan pajak bunga


deposito sebesar 20 persen. Peningkatan pajak ini akan mengurangi bunga real yang
ditetapkan BI yang pada akhirnya akan mengurangi efektivitas kebijakan moneter.
Kecenderungan terakhir lingkungan eksternal tampaknya mendorong ke arah penurunan
tingkat suku bunga. Hal ini didorong tindakan Bank Sentral Amerika Serikat yang
menurunkan suku bunga sebagai antisipasi kebijakan terhadap perekonomian Amerika
Serikat yang mengalami slow down.

3
Tingkat suku bunga SBI yang akan cenderung meningkat menorong alokasi dana ke
sektor real akan berkurang karena tersedot ke BI. Hal terparah akibat peningkatan suku bunga
adalah negatif spread dapat dialami kembali oleh bank-bank nasional. Pada tahun 2001,
faktor-faktor yang menjadi tekanan terhadap inflasi tampaknya tidak berbeda jauh dengan
tahun 2000. Pemerintah telah meningkatkan harga BBM sebesar rata-rata 30 persen pada
pertengahan tahun 2001.

b. Kebijakan Fiskal (APBN), Subsidi, dan Utang

RAPBN tahun 2001 mengalami defisit sebesar Rp. 52 triliun atau sekitar 3,7 persen
dari PDB. Jika dibandingkan dengan APBN tahun 2000 yang mengalami defisit 4,5 persen
dari PDB, maka defisit ini lebih kecil. Kendala di sisi pengeluaran adalah tingginya beban
pembayaran cicilan utang dan bunga, baik untuk utang dalam negeri maupu utang luar negeri.
Beban bunga akibat penerbitan obligasi pemerintah untuk keperluan testrukrisasi perbankan,
pada tahun anggaran 2000 dikeluarkan sebantak Rp. 38 triliun dan pada tahun anggaran 2001
direncanakan akan dikeluarkan sebanyak Rp. 56 triliun. Sedangkan pembayaran cicilan utang
luar negeri dan bunganya mencapai Rp. 25, 2 triliun pada tahun 2000 dan Rp. 37, 5 triliun
pada tahun 2001.

Beban lain adalah pengeluaran subsidi BBM. Peningkatan harga minyak di satu sisi
memang meningktakan penerimaan, namun di sisi pengeluaran mengakibatkan beban
pengeluaran subsidi meningkat. Pada tahun anggaran 2001 subsidi dialokasikan sebesar Ro.
48 triliun sedangkan pada tahun 2000 dialokasikan sebesar Rp. 30, 8 triliun. Jika rencana
peningkatan subsidi BBM sebesar rata-rata 20 persen pada bulan April 2001 gagal,
diperkirakan akan menambah defisit APBN sebesar Rp. 4, 81 triliun.

Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, dana APBN tahun 2001 sebesar Rp. 33,5
triliun merupakan dana perimbangan daerah yang alokasinya sepenuhnya tergantung
preferensi daerah. Hal ini dari sisi fiskal berarti pemerintah pusat kesulitan membuat agar
dana perimbangan tersebut berdampak ekspansif bagi perekonomian. Pembiayaan defisit
bersumber dari penjualan aset program restukrisasi perbankan sebesar Rp. 27 triliun dan
privatisasi sebesar Rp. 6, 5 triliun.

Perkembangan terakhir hubungan dengan IMF menunjukkan tanda-tanda sangat


positif bagi keberlangsungan mendapatkan sumber dana murah dari luar negeri. Dengan
telah ditandatangani Lol, maka akan segera cair pinjaman dari IMF sebesar US$ 400 JUTA.
Dampak positif yang lebih signifikan adalah untuk APBN 2002.

c. Neraca Pembayaran, Kinerja Ekspor, Arus Modal, dan Kurs

Permintaaan ekspor pada tahun 2001 mengahadapi ancaman karena pertumbuhan


negara tujuan ekspor utama yaitu AS, mengalami pertumbuhan yang lebih rendah
dibandingkan tahun 2000. Permintaan ekspor sangat sulit diharapkan dapat meningkat karena
pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2001 yang menujukkan kecenderungan menurun
dibandingkan tahun 2000. Dihadapkannya pada situasi stablitas politik dan kemanan pada
dua bulan pertama 2001 yang cenderung memburuk ditamdai kerusuhan di Jawa Timur,

4
kerusuhan etnis di Kalimantan Tengah, dan tensi politik yang semakin tinggi untuk
mengganti presiden setelah disetujuinya. Memorandum I DPR mempertahankan, apalagi
meningktakan, kinerja ekspor menjadi semakin sulit.

Dilihat dari jangka waktu, utang luar negeri Indonesia yang berjangka waktu pendek
(jatuh tempo dalam setahun) sampai Oktober 2001 sebesar US$ 29 miliar, terdiri dari uang
pemerintah sebesar US$ 3,4 miliar dan utang swasta sebesar US$ 25,6 miliar. Besarnya utang
luar negeri yang jatuh tempo tentu akan memperberat beban neraca pembayaran dan tekanan
terhadap nilai tukar rupiah. Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar AS cenderung
melemah pada kahir tahun 2000 dan apad awal tahun 2001. Nilai tukar rupiah sejak awal
Januari sampai akhir Maret 2001 lebih tinggi dari dari asumsi yang telah ditetapkan, yaitu
sebesar Rp. 7.000 per dolar AS. Beberapa tekanan yang membuat rupiah melemah adalah:
Pertama, situasi sejak bulan April 200 menjelang Sidang Tahunan MPR pada bulan Agustus
serta beberapa peristiwa lain seperti pemboman yang mengganggu stabilitas politik dan
keamanan. Kedua, menguatnya mata dolar AS hampir terhadap semua mata uang dunia.
Ketiga, permintaan valas untuk pembayaran utang luar negeri jatuh tempo.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 3 tanggal 3 Januari 2001 tentang Pembatasan


Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valas oleh bank membawa implikasi pada
perbatasan penyediaan rupiah oleh bank-bank di Inonesia kepada bukan penduduk. Tujuan
kebijakan ini adalah meredam transakasi rupiah untuk spekulasi oleh bukan penduduk.
Peraturan ini mencakup: Pertama, larangan pemberian kredit, penempatan dana, termasuk
penempatan antarkantor dan transfer rupiah ke luar negeri., penempatan dana surat-surat
berharga yang diterbitkan oleh bukan penduduk dengan didominasi rupiah, serta peryetaan
dalam rupiah kepada bukan penduduk. Kedua, pembatasan transaksi derivatif valas tanpa
didasari underlying transaction maksimun US$ 3 juta. Trnsaksi dimaksud mencakup forward
jual, swap jual, option jual, call atau beli put, yaitu masing-masing valas terhadap rupiah.

 Pertumbuhan Perekonomian di Masa Pemerintahan Megawati

Pada tahun 2001 sampai 2004 perhitungan PDB berdasarkan tahun dasar 2000,
ekonomi Indonesia tumbuh rata-rata sebesar 4,6 persen. Akhirnya pada masa reformasi yaitu
tahun 1999 sampai dengan tahun 2004, pergeseran itu semakin cenderung ke sektor Industri
Pengolahan yaitu 27,8 persen pada tahun 2000 menjadi 28,3 persen pada tahun 2004,
sedangkan sektor lainnya semakin mengecil. Sektor Pertanian pada tahun 2000 turun menjadi
15,6 persen dan turun lagi menjadi hanya 15,4 persen pada tahun 2004;sektor pertambangan
dan penggalian, sempat naik di tahun 2000 yaitu menjadi 12,1 persen tetapi turun lagi
menjadi 8,6 persen pada tahun 2004. Sedangkan sektor lainnya turun menjadi 44,6 persen
pada tahun 2000 dan 47,7 persen pada tahun 2004.

Pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga pada masa recovery, kedua dan
kebangkitan kembali perekonomian Indonesia 2000-2004 bertumbuh sebesar 3-4 persen.
Mulai tahun 2000 sampai 2004 angkanya semakin naik, 3,1 persen tahun 2000 menjadi 4,9
persen tahun 2004. Pengeluaran konsumsi pemerintah juga mengalami pertumbuhan yang
cukup tinggi, tetapi semakin mengecil bila dibandingkan antar tahun 2000-2004. Sebesar 6,5

5
persen tahun 2000 menjadi 2,0 persen tahun 2004. Pembentukan Modal Tetap Domestik
Bruto bertumbuh cukup bagus mulai sebesar 14,2 persen pada tahun 2000 menjadi 15,7
persen tahun 2004. Hal ini mengindikasikan sudah mulai kembali bergeraknya roda investasi
yang pada masa sebelumnya sewaktu krisis ekonomi sempat mandek dan berhenti.
Pertumbuhan ekspor barang dan jasa juga semakin membaik, walaupun sempat mengalami
stagnasi dan pertumbuhan negatif tahun 2001 dan 2002 sebesar 0,6 dan 1,2 tetapi kemudian
memberikan pertumbuhan yang tinggi tahun 2000 sebesar 26,5 persen dan 8,5 persen tahun
2004. Tahun 2000-2004 dalam masa pemulihan ekonomi kontribusi pengeluaran konsumsi
rumah tangga naik kembali dari 61,7 persen tahun 2000 menjadi 66,5 persen tahun 2004.
Kontribusi pengeluaran konsumsi pemerintah yang sempat menurun tahun-tahun sebelumnya
pada masa pemulihan ekonomi ini agak naik sedikit dari sebesar 6,5 persen tahun 2000
menjadi 8,2 persen tahun 2004. Pembentukan Modal Tetap Bruto kontribusinya masih belum
sebesar masa-masa sebelum pemulihan ekonomi yang biasanya di atas 20 persen, yaitu 19,9
persen tahun 2000 menjadi 21,0 persen, bahkan tahun 2003 hanya sebesar 18,9 persen.
Begitu pula dengan kontribusi impor barang dan jasa juga menurun dari 30,5 persen tahun
2000 menjadi 26,9 persen tahun 2004.

Pemerintahan Megawati mewarisi kondisi perekonomian Indonesia yang jauh lebih


buruk daripada masa pemerintahan Gusdur. Inflasi yang dihadapi Kabinet Gotong Royong
pimpinan Megawati juga sangat berat. Rendahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada
masa pemerintahan Megawati disebabkan antara lain masih kurang berkembangnya investor
swasta, baik dalam negeri mauoun swasta. Melihat indikator lainnya, yakni nilai tukar rupiah,
memang kondisi pemerintahan Indonesia pada pemerintahan Megawati lebih baik.

Saat Ibu Megawati memerintah, nilai tukar rupiah kita berada pada posisi stabil
dikisaran Rp. 8000 per 1 dollar. Hal ini berhasil dipertahankan hingga akhir masa
jabatannya.Pencapaian yang dilakukan pada masa pemerintahan Ibu Megawati itu, termasuk
istimewa, karena sebelumnya, nilai tukar rupiah berada pada posisi antara Rp. 9000 hingga
Rp. 14 ribu rupiah.

Setahun usia pemerintahan Megawati Soekarnoputri dianggap belum banyak


memberikan kemajuan di bidang perekonomian. Publik menilai, berbagai upaya perbaikan
ekonomi yang dilakukan pemerintah masih terasa gamang. Sekalipun dalam beberapa
persoalan upaya pemerintah saat ini masih relatif lebih baik daripada pemerintahan
sebelumnya, semua itu secara langsung belum menyentuh kehidupan masyarakat.Kesimpulan
demikian merupakan salah satu rangkuman dari jajak pendapat Kompas yang
diselenggarakan di 13 ibu kota provinsi. Jajak pendapat yang diselenggarakan untuk
keempatkalinya ini secara umum mengungkap berbagai ketidakpuasan responden terhadap
kinerja pemerintah di bidang perekonomian maupun kesejahteraan masyarakat.

Dalam anggapan publik, kinerja pemerintahan Megawati tiga bulan terakhir masih
belum beranjak dari triwulan sebelumnya. Jika dalam jajak pendapat bulan kesembilan
pemerintahan Megawati sempat terbersit titik cerah dan optimisme dari sebagian masyarakat,
maka pada saat ini mulai terjadi stagnasi kepuasan dan titik balik optimisme publik.

6
Bahkan, apabila mengamati pola umum ekspresi ketidakpuasan publik saat ini, tak
bisa dielakkan bahwa ada kecenderungan merosotnya pamor pemerintahan Megawati di
bidang perekonomian. Sikap pesimistis tersebut tercermin dari kenaikan persentase
responden yang terekam. Apabila proporsi ketidakpuasan responden pada penilaian sembilan
bulan pemerintahan mencatat angka 66 persen, kini naik menjadi 70 persen.

Parahnya, ungkapan ketidakpuasan publik ini tersebar dengan derajat yang tinggi
pada setiap kalangan, baik dari responden yang mengaku sebagai simpatisan Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) maupun non-PDI Perjuangan. Mereka yang
mengaku pada pemilu lalu memilih PDI-P, misalnya, hampir dua per tiga bagian responden
(62 persen) kalangan ini mengaku tidak puas terhadap kinerja presiden. Terlebih bagi mereka
yang mengaku simpatisan partai lain, ungkapan ketidakpuasan disuarakan oleh 72 persen
responden.

Derajat ketidakpuasan juga terjadi pada seluruh wilayah pengumpulan pendapat ini.
Baik mereka yang bermukim di Jakarta, Medan, maupun Jayapura menunjukkan ekspresi
ketidakpuasan yang relatif sama. Dengan demikian, tampaknya sikap publik berlaku
universal, menganggap bahwa kondisi perekonmian yang mereka rasakan setahun terakhir ini
memang tidak juga membaik.

Ada beberapa indikator penyikapan publik terhadap kinerja pemerintah dalam bidang
perekonomian dan kesejahteraan rakyat ini. Dalam bidang perekonomian, penguatan nilai
rupiah selama dua triwulan belakangan dianggap merupakan nilai lebih pemerintah. Kondisi
demikian memang masih lebih baik jika dilihat dari era pemerintahan sebelumnya dengan
ukuran periode waktu yang sama.

Namun, kondisi tersebut tampaknya juga mulai menampakkan titik jenuh. Setelah
terus-menerus menguat hingga titik Rp 8.000-an dari Rp 10.000, pada awal tahun ini,
belakangan rupiah mulai merambat kembali, nyaris menyentuh Rp 9.000 per dollar AS.
Fluktuasi rupiah tersebut terbukti menahan optimisme publik yang tadinya sempat berbinar.
Saat ini, tidak kurang dari 33 persen yang merasa puas. Padahal, tiga bulan sebelumnya
tingkat kepuasan mencapai proporsi 36 persen responden.

Sekalipun upaya pemerintah saat ini masih dianggap lebih baik dari periode
sebelumnya, ungkapan ketidakpuasan publik tetap mendominasi segenap penilaian setahun
usia pemerintahan. Pasalnya, segenap upaya pemerintah secara langsung belum menyentuh
keseharian ekonomi masyarakat. Dalam praktik, membaiknya nilai tukar rupiah tidak diikuti
oleh penurunan ataupun stabilitas harga barang kebutuhan pokok. Tidak hanya itu, beberapa
kebijakan kenaikan tarif yang didasarkan pada kenaikan bahan bakar minyak justru semakin
memperparah beban ekonomi masyarakat. Bercermin dari pengalaman itu, sebanyak 77
persen responden merasa tidak puas terhadap upaya pemerintah dalam mengendalikan harga-
harga kebutuhan pokok.

Dari sisi penanganan bidang kesejahteraan masyarakat, penilaian publik atas kinerja
pemerintahan Megawati tidak juga menampakkan hasil menggembirakan. Berbagai indikator
yang terekam dari jajak pendapat ini memperlihatkan mulai menurunnya pamor Me-gawati

7
dalam menangani masalah kesejahteraan sosial. Melihat sisi penyediaan lapangan kerja,
misalnya, sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi yang tak juga membaik, penyediaan
lapangan kerja baru seakan menjadi tembok yang sukar ditembus. Angka 40 juta penganggur
yang ada nyaris tak berkurang secara signifikan sejak awal Masa Pemerintahan Megawati.
Melihat kenyataan itu, tak heran jika hampir 85 persen responden menyuarakan
ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah menyediakan lapangan kerja.

Tingginya ketidakpuasan dalam bidang kesejahteraan terekam pula dalam penilaian


publik atas penanganan sektor pendidikan. Dibanding triwulan sebelumnya, persentase
ketidakpuasan responden membesar menjadi 63 persen. Padahal, tiga bulan sebelumnya
ketidakpuasan dalam pendidikan diungkapkan oleh 55 persen responden. Bisa jadi,
peningkatan ini berkaitan dengan berbagai problem pendidikan dalam kualitas dan kuantitas
persekolahan yang acap dikeluhkan masyarakat di era tahun ajaran baru. Berbagai
peningkatan dan stagnasi kekecewaan publik terhadap kondisi perekonomian dan
kesejahteraan rakyat tak ayal memupuk penurunan optimisme publik atas kinerja Megawati.
Secara akumulatif, jika pada tiga jajak pendapat triwulanan terdahulu tingkat keyakinan
publik selalu menaruh harapan yang tinggi pada Megawati, maka mulai satu tahun usia
pemerintahan keyakinan itu menurun hingga kini pada posisi berimbang. Saat ini, sebanyak
46 persen responden tidak lagi merasa yakin bahwa di masa yang akan datang pemerintahan
Megawati akan mampu memperbaiki keadaan ekonomi. Namun, sebanyak 45 persen
responden lain masih menaruh keyakinan pada kemampuan pemerintah dalam memperbaiki
persoalan-persoalan perekonomian. Peningkatan rasa pesimistis publik ini tentu harus
dipandang sebagai sesuatu yang mengkhawatirkan. Terlebih tren peningkatan ini juga sudah
terjadi di era pemerintahan sebelumnya. Artinya, selama terjadi perubahan kepemimpinan
belum ada satu pun yang mampu memberikan kepuasan masyarakat. Sebenarnya, apa yang
menjadi harapan publik tidak beranjak dari dua persoalan ini, yaitu mereka berharap
pemerintah secepatnya mengendalikan harga ba-rang kebutuhan pokok dan penciptaan
lapangan pekerjaan. Kedua persoalan tersebut menjadi prioritas mengingat keduanya secara
langsung berkaitan dengan kehidupan ekonomi mereka. (Toto Suryaningtyas/Litbang
Kompas).

Kondisi ekonomi Indonesia mulai membaik dan terkendali setelah dua tahun masa
pemerintahan SBY. Sedikit demi sedikit dana subsidi MIGAS ditarik oleh pemerintah mulai
dari Bensin, Solar kemudian Minyak Tanah yang selama ini membebani pemerintah.

B. Pertumbuhan Perekonomian Masa Susilo Bambang Yudhoyono

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran 2014 adalah rencana
keuangan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat untuk tahun
2014. APBN tahun 2014 disusun dengan berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah tahun
2014, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal tahun 2014.
APBN 2014 disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 14 November
2013 melalui Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun Anggaran 2014. Pada tanggal 18 Juni 2014 Dewan Perwakilan
Rakyat telah menetapkan Undang-Undang Perubahan APBN tahun anggaran 2014.

8
Selanjutnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengesahkan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2014 pada tanggal 30 Juni 2014.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005—2025 menggariskan bahwa
visi Indonesia tahun 2025 adalah Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur, yang
pelaksanaannya dibagi ke dalam 4 (empat) tahapan pembangunan jangka menengah. Tahapan
kedua dari empat tahap tersebut adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2010—2014 dengan visi Indonesia yang sejahtera, demokratis, dan
berkeadilan. Tahun anggaran 2014 merupakan babak akhir dari pelaksanaan pembangunan
jangka menengah tahap kedua. Sebagai penjabaran tahun terakhir dari RPJMN 2010—2014,
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2014 memiliki arti yang penting dalam menuntaskan
pencapaian sasaran-sasaran pembangunan jangka menengah nasional kedua. Arah kebijakan
dan program pembangunan yang tertuang dalam RKP 2014 dirumuskan dalam satu tema,
yaitu “Memantapkan Perekonomian Nasional bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang
Berkeadilan”. Sejalan dengan itu, RKP tahun 2014 menekankan pada penanganan isu
strategis antara lain (1) pemantapan perekonomian nasional; (2) peningkatan kesejahteraan
rakyat; dan (3) pemeliharaan stabilitas sosial dan politik. Pemantapan perekonomian nasional
dilakukan melalui konektivitas yang mendorong pertumbuhan ekonomi, perkuatan
kelembagaan hubungan industrial, peningkatan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
pencapaian surplus beras 10 juta ton, dan peningkatan produksi jagung, kedelai, gula, dan
daging, diversifikasi pemanfaatan energi, dan percepatan pembangunan Provinsi Papua dan
Papua Barat.
Secara umum, APBN 2014 mempunyai peran strategis untuk melaksanakan tiga
fungsi ekonomi Pemerintah, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi.
Untuk itu, APBN 2014 didesain sesuai dengan penetapan tiga fungsi tersebut. Fungsi alokasi
berkaitan dengan alokasi anggaran Pemerintah untuk tujuan pembangunan nasional, terutama
dalam melayani kebutuhan masyarakat dan mendukung penciptaan akselerasi pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dan berkualitas. Fungsi distribusi berkaitan dengan distribusi
pendapatan dan subsidi dalam upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, sedangkan fungsi
stabilisasi berkaitan dengan upaya untuk menjaga stabilitas dan akselerasi kinerja ekonomi
sehingga perekonomian tetap pada kondisi yang produktif, efisien, dan stabil.

Asumsi Dasar Ekonomi Makro

Asumsi Dasar
Indikator
APBN [1] APBN-P [4]

Pertumbuhan ekonomi 6,0 % 5,5%

9
Inflasi 5,5 % 5,3%

Suku bunga Surat Perbendaharaan


5,5% 6%
Negara (SPN) 3 bulan

Nilai tukar rupiah Rp 10.500,00/US$ Rp 11.600,00/US$

Harga minyak mentah Indonesia US$105/barel US$105/barel

Lifting minyak 870.000 barel/hari 818.000 barel/hari

1.240 ribu barel setara 1.224 ribu barel setara


Lifting gas
minyak per hari minyak per hari

Ringkasan APBN
Berikut ringkasan anggaran APBN tahun 2014 :

Uraian APBN APBN-P

Pendapatan Negara Rp1.667,1 triliun Rp1.635,4 triliun

- Penerimaan Perpajakan Rp1.280,4 triliun Rp1.246,1 triliun

- Penerimaan Negara Bukan Pajak Rp385,4 triliun Rp386,9 triliun

- Penerimaan Hibah Rp1,4 triliun Rp2,3 triliun

Belanja Negara Rp1.842,5 triliun Rp1.876,9 triliun

10
- Belanja Pemerintah Pusat Rp1.249,9 triliun Rp1.280,4 triliun

- Transfer ke daerah Rp592,6 triliun Rp596,5 triliun

Defisit Rp175,4 triliun Rp241,5 triliun

Pembiayaan Netto Rp175,4 triliun Rp241,5 triliun

Belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi


Berikut Belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi dalam APBN tahun 2014 :

Kode Fungsi APBN APBN-P

01 Pelayanan umum Rp 794,8 triliun belum ada

02 Pertahanan Rp 86,3 triliun belum ada

03 Ketertiban dan keamanan Rp 38,0 triliun belum ada

04 Ekonomi Rp 128,3 triliun belum ada

05 Lingkungan hidup Rp 12,2 triliun belum ada

06 Perumahan dan fasilitas umum Rp 31,5 triliun belum ada

07 Kesehatan Rp 13,1 triliun belum ada

08 Pariwisata dan ekonomi kreatif Rp 2,1 triliun belum ada

09 Agama Rp 4,5 triliun belum ada

11
Kode Fungsi APBN APBN-P

10 Pendidikan dan kebudayaan Rp 131,3 triliun belum ada

11 Perlindungan sosial Rp 8,1 triliun belum ada

Total Rp 1.249,9 triliun belum ada

Belanja Pemerintah Pusat menurut jenis


Berikut Belanja Pemerintah Pusat menurut jenis dalam APBN tahun 2014 :

No Jenis APBN APBN-P

1 Belanja pegawai Rp 263,0 triliun belum ada

2 Belanja barang Rp 188,9 triliun belum ada

3 Belanja modal Rp 229,5 triliun belum ada

4 Pembayaran bunga utang Rp 121,3 triliun belum ada

5 Subsidi Rp 333,7 triliun belum ada

6 Belanja hibah Rp 3,5 triliun belum ada

7 Bantuan sosial Rp 73,2 triliun belum ada

8 Belanja lain-lain Rp 36,9 triliun belum ada

12
No Jenis APBN APBN-P

Total Rp 1.249,9 triliun belum ada

Pada tanggal 19 Mei 2014 Presiden Susilo Bambang


Yudhoyono mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4 tahun 2014 tentang Langkah-langkah
Penghematan dan Pemotongan Belanja Kementerian/Lembaga dalam rangka Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014. Dalam lampiran Instruksi
Presiden tersebut tercantum rincian anggaran dari 86 Kementerian/Lembaga (K/L) yang
harus dihemat. Total anggaran yang dihemat berdasarkan Inpres ini mencapai Rp 100 triliun,
dari jumlah anggaran belanja K/L sebelumnya, yaitu Rp 637,841 triliun. Namun Badan
Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat hanya mampu melakukan penghematan sebesar Rp43
triliun dari Rp100 triliun penghematan dan pemotongan Kementerian/Lembaga (K/L) yang
diajukan pemerintah.

C. Pertumbuhan Perekonomian Masa JokoWidodo (2018)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018 (disingkat APBN
2018) adalah rencana keuangan pemerintahan negara Republik Indonesia yang disetujui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat untuk tahun 2018

Pokok-Pokok Kebijakan
 Pendapatan Negara
Dalam postur APBN 2018, pendapatan negara diproyeksikan sebesar Rp1.894,7 triliun.
Jumlah ini berasal dari penerimaan perpajakan sebesar Rp1.618,1 triliun, Penerimaan Negara
Bukan Pajak sebesar Rp275,4 triliun dan Hibah sebesar Rp1,2 triliun. Untuk mencapai target
tersebut, Pemerintah akan melakukan berbagai upaya penguatan reformasi di bidang
perpajakan serta Kepabeanan dan Cukai, antara lain melalui:

1. Dukungan Automatic Exchange of Information (AEoI) agar dapat meningkatkan basis


pajak serta mencegah praktik penghindaran pajak dan erosi perpajakan;
2. Penguatan data dan Sistem Informasi Perpajakan agar lebih up to date dan
terintegrasi, melalui e-filing, e-form dan e-faktur;
3. Membangun kepatuhan dan kesadaran pajak (sustainable compliance);
4. Perbaikan kemudahan dan percepatan pelayanan di pelabuhan dan bandara serta,
penegakan pemberantasan penyelundupan.
Sedangkan di bidang PNBP, pencapaian target didukung dengan langkah efisiensi dan
efektivitas pengelolaan sumber daya alam, peningkatan kinerja BUMN, perbaikan regulasi
PNBP serta perbaikan pengelolaan PNBP di Kementerian/Lembaga
 Belanja Negara

13
Belanja negara dalam APBN 2018, pemerintah dan DPR RI menyepakati belanja sebesar
Rp2.220,7 triliun. Besaran ini meliputi belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.454,5 triliun,
serta transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp766,2 triliun.
Anggaran infrastruktur diarahkan untuk mengejar ketertinggalan (gap) Indonesia terhadap
penyediaan infrastruktur, baik diperkotaan dan daerah, maupun di perbatasan dan daerah
terluar. Adapun sasaran pembangunan (sementara) antara lain jalan baru sepanjang 865 km,
jalan tol sepanjang 25 km, jembatan sepanjang 8.695 m, dan pembangunan rumah susun
sebanyak 13.405 unit.
Pemerintah juga melaksanakan amanat peraturan perundang-undangan dengan memenuhi
belanja dalam APBN 2018 (mandatory spending), seperti anggaran pendidikan dalam APBN
2018 tetap dijaga sebesar 20%. Bidang pendidikan diarahkan untuk meningkatkan akses,
distribusi, dan kualitas pendidikan, diantaranya melalui peningkatan akses program Indonesia
Pintar yang menjangkau 19,7 juta siswa, dan pemberian beasiswa bidik misi kepada 401,5
ribu mahasiswa dalam rangka sustainable education.
Mandatory spending lainnya ialah anggaran bidang kesehatan tetap dijaga sebesar 5%. Dalam
APBN 2018, anggaran kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan, baik dari sisi supply side maupun layanan, upaya kesehatan promotif preventif,
serta menjaga dan meningkatkan kualitas program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JKN)
bagi penerima bantuan iuran (PBI) hingga menjangkau 92,4 juta jiwa.
Sementara itu, transfer ke daerah dan dana desa dalam APBN 2018 dialokasikan sebesar
Rp766,2 triliun. Alokasi ini diarahkan untuk meningkatkan pemerataan kemampuan
keuangan antardaerah, meningkatkan kualitas dan mengurangi ketimpangan layanan publik
antardaerah, serta mendukung upaya percepatan pengentasan kemiskinan di daerah.
Adapun kebijakan dan output yang menjadi sasaran alokasi transfer ke daerah dan dana desa
sebagai berikut :

1. DAU diarahkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan antar daerah dengan


sasaran membaiknya indeks pemerataan menjadi 0,5947.
2. DAK Fisik diarahkan untuk mengejar ketertinggalan infrastruktur layanan publik
dengan sasaran antara lain sarana dan prasarana puskesmas 15,7 Ribu unit, irigasi 51
Ribu ha, rehabilitasi jaringan irigasi 771,9 Ribu ha, stimulan pembangunan
perumahan baru 225,8 Ribu rumah tangga.
3. DAK non fisik diarahkan untuk mengurangi beban masyarakat terhadap layanan
publik dengan sasaran BOS 47,4 Juta siswa, tunjangan profesi guru (TPG) 1,2 Juta
guru, dan bantuan operasional kesehatan (BOK) 9.785 puskesmas.
4. Dana Desa diarahkan untuk pengentasan kemiskinan melalui penurunan porsi alokasi
yang dibagi merata dan peningkatan alokasi formula, pemberian bobot yang lebih
besar kepada jumlah penduduk miskin dan afirmasi kepada daerah tertinggal dan
sangat tertinggal dengan jumlah penduduk miskin tinggi, dengan alokasi per desa rata
rata Rp1,15 Miliar untuk 74.958 desa.
Pengelolaan Pembiayaan

14
Berdasarkan perkiraan pendapatan negara dan rencana belanja negara, maka defisit anggaran
pada APBN tahun 2018 diperkirakan mencapai Rp325,9 triliun (2,19 persen PDB). Besaran
ini lebih rendah dibandingkan outlook APBN Perubahan tahun 2017 sebesar 2,67% terhadap
PDB. Keseimbangan primer juga turun menjadi negatif Rp87,3 triliun dari outlook tahun
2017 sebesar negatif Rp144,3 triliun.
Defisit anggaran tersebut akan ditutup dengan sumber-sumber pembiayaan anggaran yang
mengacu pada kebijakan untuk mengendalikan rasio utang terhadap PDB dalam batas aman
dan efisiensi pembiayaan anggaran agar tercapai fiscal sustainability. Selain itu, pembiayaan
anggaran tahun 2018 juga diarahkan untuk pembiayaan investasi dalam rangka mendukung
pembangunan infrastruktur, perbaikan kualitas pendidikan, dan UMKM.

Asumsi Dasar Ekonomi Makro

Asumsi Dasar

Indikator
RAPBN- APBN-
RAPBN APBN
P P

Pertumbuhan ekonomi (%,yoy) 5,4 5,4 n/a n/a

Inflasi (%,yoy) 3,5 3,5 n/a n/a

Rupiah (Rp/dolar Amerika Serikat) 13.500 13.400 n/a n/a

Tingkat bunga SPN 3 bulan (%) 5,3 5,2 n/a n/a

Harga minyak mentah Indonesia (dolar Amerika


48 48,0 n/a n/a
Serikat/barel)

Lifting minyak (ribu barel per hari) 800 800 n/a n/a

Lifting gas (ribu barel setara minyak per hari) 1.200 1.200 n/a n/a

Ringkasan Postur APBN


Berikut ringkasan postur APBN tahun 2018 dalam miliar rupiah:

15
Uraian RAPBN APBN RAPBN-P APBN-P

A. Pendapatan Negara 1.878.447,3 1.894.720,3

- Penerimaan Perpajakan 1.609.383,3 1.618.095,5

- Penerimaan Negara Bukan Pajak 267.867,2 275.428,0

- Penerimaan Hibah 1.196,9 1.196,9

B. Belanja Negara 2.204.383,9 2.220.657,0

- Belanja Pemerintah Pusat 1.443.296,4 1.454.494,4

- Transfer ke daerah 701.087,5 706.162,6

- Dana Desa 60.000,0 706.162,6

C. Keseimbangan Primer (78.352,6) (87.329,5)

D. Surplus/(Defisit) Anggaran 325.936,6 (325.936,6)

% defisit terhadap PDB (2,19) (2,19)

E. Pembiayaan Anggaran 325.936,6 325.936,6

- Pembiayaan utang 399.241,5 399.219,4

- Pembiayaan investasi (65.669,3) (65.654,3)

16
- Pemberian pinjaman (6.691,7) (6.690,1)

- Kewajiban penjaminan (1.126,9) (1.121,3)

- Pembiayaan lainnya 183,0 183,0

D. Perbandingan kondisi Perekonomian di Masa Pemerintahan Megawati dan


Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

Zaman pemerintahan Ibu Megawati, rasio utang dengan PDB juga turun, dari 77
persen menjadi 57 persen. Patut diingat, hal itu dicapai dalam jangka waktu 3 tahun saja.
Berbeda dengan SBY yang baru mencapainya dalam 5 tahun masa pemerintahannya.

Hal yang menakutkan, dari sedemikian besar utang, hanya 0,3 % saja yang
dipergunakan oleh SBY untuk mensubsidi rakyat miskin. Artinya, upaya membantu
masyarakat kecil (melalui program BLT, PNPM, BOS, dll.) memang benar-benar kecil
nilainya.

Naiknya besaran utang Indonesia, itu sama artinya, beban cicilan dan pokok utang
juga semakin membengkak. Kondisi ini menekan alokasi anggaran belanja pemerintah untuk
kebutuhan utama pemerintah, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.Dampak
besarnya utang tersebut, sangat mengancam kedaulatan dan ketahanan ekonomi bangsa kita,
termasuk didalamnya, nilai tukar rupiah. Sewajarnya, nilai tukar rupiah kita berada pada level
8000 rupiah per 1 dollar, atau dibawahnya. Sekarang, nilai tukar rupiah adalah antara Rp. 10
ribu hingga Rp. 12 ribu (nilai Rp 12 ribu per 1 dollar terjadi pada bulan Februari 2009
kemarin).

Apabila nilai tukar rupiah bisa mencapai angka Rp. 8000 per 1 dollar, itu baru terjadi
stabilitas ekonomi. Posisi nilai tukar rupiah bisa mencapai angka Rp. 8000 per 1 dollar,
adalah nilai tukar yang seharusnya dicapai dan membuat indikator perekonomian Indonesia
bisa dibilang membaik dan telah baik.

Saat Ibu Megawati memerintah, nilai tukar rupiah kita berada pada posisi stabil
dikisaran Rp. 8000 per 1 dollar. Hal ini berhasil dipertahankan hingga akhir masa rupiah kita
berada pada level 8000 rupiah per 1 dollar, atau dibawahnya.

Pencapaian yang dilakukan pada masa pemerintahan Ibu Megawati itu, termasuk
istimewa, karena sebelumnya, nilai tukar rupiah berada pada posisi antara Rp. 9000 hingga
Rp. 14 ribu rupiah. Kondisi ekonomi Indonesia mulai membaik dan terkendali setelah dua
tahun masa pemerintahan SBY. Sedikit demi sedikit dana subsidi MIGAS ditarik oleh
pemerintah mulai dari Bensin, Solar kemudian Minyak Tanah yang selama ini membebani
pemerintah. Pemerintah cenderung menyerahkan harga barang pada mekanisme pasar.
17
Interaksi ekonomi domestiknya berwawasan internasional dan mengikuti sistem ekonomi
internasional. Secara ekonomi memang menunjukkan kondisi membaik, namun rakyat
Indonesia masih banyak yang miskin, pengangguran belum bisa diatasi pemerintah, nilai
rupiah masih sekitar 9.000-an per 1 US$, kemampuan daya beli masyarakat Indonesia masih
rendah, korupsi masih tinggi tercatat Indonesia termasuk dalam peringkat kelima negara
terkorup di dunia (TEMPO, 20 Oktober 2004), dan sebagainya.

Secara teoritik, neoliberalisme merupakan teori ekonomi yang benar-benar


membebaskan pasar bertindak, ketimbang regulasi, sehingga cenderung disebut menihilkan
peran negara. Disini, mengutip Vincent Navarro, pokok kebijakan neoliberalisme adalah
sebagai berikut; (i) deregulasi pasar tenaga kerja, melalui penerapan sistim kontrak dan
outsourcing, (ii) deregulasi pasar financial, (iii) deregulasi perdangan barang dan jasa, (iv)
mengurangi subsidi dan jaminan sosial untuk public, (v) privatisasi dan penjualan asset
strategis, (vi) mempromosikan individualisme dan konsumerisme, (vii) pengembangan teori
dan narasi yang memuji-muji keunggulan pasar, (viii) mempromosikan anti-
intervensionisme.

Kita tidak akan menggunakan keseluruhan parameter tersebut, tetapi hanya


mengambil beberapa point kebijakan neoliberal yang familiar bagi rakyat luas, seperti soal
privatisasi, utang luar negeri, soal pencabutan subsidi, dan liberalisasi ekonomi. Tujuannya,
tentu saja, supaya rakyat lebih mudah memahami perbedaan era pemerintahan SBY dan
pemerintahan sebelumnya, serta watak neoliberal rejim SBY yang lebih agressif dibanding
sebelumnya.

1. Kebijakan Privatisasi

Secara teoritis, bagi penganut neoliberal, privatisasi dimaksudkan sebagai jalan untuk
mengatasi masalah kekurangan financial, untuk membuat pelayanan menjadi lebih efisien,
serta mengindari distorsi pada makro dan mikro ekonomi akibat pelayanan public gratis
(Carlos Vilas). Pada kenyataannya, privatisasi telah mengarah para pengguna jasa untuk
membeli dengan harga yang lebih mahal, karena perusahaan yang terprivatisasi kini
menggunakan kriteria bisnis dan mencari keuntungan (profit).

Baiklah, kita memperbandingkan privatisasi di zaman pemerintahan Megawati dan


pemerintahan SBY sekarang ini:

 Secara faktual, baik pemerintahan Megawati maupun Susilo Bambang Yudhoyono,


menjalankan kebijakan privatisasi berdasarkan desakan dari luar, khsusunya IMF dan
bank dunia. Bedanya, jika Megawati hanya melanjutkan kesepakatan yang dibuat
pemerintahan sebelumnya, Habibie, melalui stuctrual adjustment program (SAP),
maka SBY menjalankan privatisasi dengan dimandori secara langsung oleh Bank
Dunia.
 Selain itu, pertimbangan melakukan privatisasi di zaman Megawati adalah untuk
mencari pendanaan untuk menutupi defisit APBN. Seperti diketahui, Megawati
mewarisi sebuah kondisi ekonomi yang compang camping akibat krisis ekonomi
1997. Sementara di bawah pemerintahan SBY, kondisi APBN cenderung membaik,
18
dan bahkan surplus. Artinya, SBY menjalankan privatisasi memang berdasarkan
scenario neoliberalisme, sementara Megawati menjalankannya sebagai pertimbangan
pragmatis dalam situasi darurat.
 Dari segi jumlah BUMN yang diprivatisasi, SBY jauh lebih agressif ketimbang
Megawati. Berdasarkan catatan kami, Periode 1991-2001, pemerintah Indonesia 14
kali memprivatisasi BUMN. Yang terprivatisasi 12 BUMN. Sedangkan dibawah
SBY, situasinya cukup menggemparkan, bayangkan, hanya dalam setahun 44 BUMN
dilego. Apalagi, privatisasi kali ini disertai penjualan seluruh saham 14 BUMN
industri, 12 BUMN kepada investor strategis, dan beberapa BUMN lainnya kepada
asing. Jadi, SBY benar-benar “royal” dalam mengobral BUMN dibandingkan
pemerintahan sebelumnya.

2. Soal Utang Luar Negeri

 Soal kebijakan utang luar negeri, pemerintahan SBY terlalu banyak melakukan
kebohongan terhadap publik. Soal utang kepada IMF, misalnya, SBY mengatakan
bahwa jumlahnya semakin menurun, tetapi angka kumulatif utang luar negeri terus
bertambah dari donatur di luar IMF, baik dari Bank Dunia, ADB, Paris Club, dsb,
maupun dari utang bilateral.
 Semasa pemerintahan Megawati, yaitu 3,5 tahun, jumlah utang luar negeri Indonesia
bertambah sebesar Rp 12 triliun. Sementa itu, di bawah pemerintahan SBY, tercatat
terjadi peningkatan total utang luar negeri secara signifikan dari Rp. 662 triliun (2004)
menjadi Rp. 920 triliun (2009). Artinya pemerintahan SBY “berhasil” membawa
Indonesia kembali menjadi negara pengutang dengan kenaikan 392 triliun dalam
kurun waktu kurang 5 tahun.
 Dalam tiap tahunnya, misalnya, Megawati menambah utang rp 4 triliun pertahun,
sementara pemerintahan SBY menambah utang sebesar 80 trilyun pertahun. Jika
dibandingka dengan era Soeharto pun, SBY masih jauh lebih “beringas”, dimana SBY
menambah 80 trilyun pertahun, sementara soeharto menambah 1500 trilyun dalam 32
tahun.
 Untuk diketahui, outstanding Utang luar negeri Indonesia sejak tahun 2004-2009 terus
meningkat dari Rp1275 triliun menjadi Rp1667 triliun.
 Sementara itu, sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2008, pembayaran bunga dan
cicilan pokok utang luar negeri menunjukkan tren yang meningkat. Sejak awal masa
pemerintahan presiden SBY di tahun 2005 sampai dengan September 2008 total
pembayaran bunga dan cicilan pokok pinjaman luar negeri sebesar Rp277 triliun. Hal
inilah, secara factual, yang menyebabkan APBN tidak bisa berfungsi untuk mendanai
pembangunan dan belanja capital.
 Pada tahun 2003, ketika Budiono menjabat menteri keuangan, dia berusaha
memperpanjang kontrak dengan IMF melalui Post Program Monitoring (PPM),
padahal sidang MPR mengamanatkan kepada pemerintah untuk mengakhiri kerjasama
dengan IMF.

3. Soal Pencabutan Subsidi

19
Dalam hal pencabutan subsidi BBM, pemerintahan SBY jauh lebih agressif dalam
mencabut subsidi BBM. Dihitung berdasarkan persentase, maka tingkat kenaikan BBM pada
era pemerintahan Megawati adalah 31%, sementara tingkat kenaikan BBM pada
pemerintahan SBY adalah 64%.

4. Liberalisasi Perdagangan dan Investasi

 Pada masa pemerintahan SBY, liberalisasi ekonomi berlangsung di bidang


perdagangan, industri dan investasi.
 Di bidang perdagangan, SBY menjadi pengikut setia WTO dalam mendorong
penghapusan tarif impor dan ekspor di kawasan Asia Tenggara. Selain itu, SBY juga
aktif dalam mendorong Free Trade Agreement (FTA) dengan negara-negara lain,
seperti ASEAN EU FTA, ASEAN Jepang FTA, ASEAN India FTA, ASEAN Korea
Selatan FTA, dan Indonesia Jepang EPA.
 Di bidang industri, di bawah pemerintahan SBY, banyak sektor Industri yang
menderita kekurangan bahan baku. Industri rotan, misalnya, harus tutup dan
mengalami kebangkrutan karena SBY meliberalisasi rotan Indonesia.
 Di sektor energi, liberalisasi juga menyebabkan pasokan gas untuk industri juga
mengalami kemandekan. Sebagai misal, Dua pabrik pupuk besar, yaitu PT Pupuk
Iskandar Muda (PIM) dan Asean Aceh Fertilizer (AAF), harus tutup. Selain itu, ada
banyak industri di dalam negeri yang menderita kekurangan pasokan energi, akibat
keputusan pemerintahan SBY meliberalkan sektor energi dan menerapkan kebijakan
ekspor bahan mentah.
 Puncak liberalisasi di era pemerintahan SBY adalah pengesahan pengesahan UU
Penanaman Modal No. 25/2007 dan Peraturan Presiden No. 76 dan 77. Dalam UU
Penanaman Modal yang dihasilkan pemerintahan SBY tersebut, tidak ada lagi
perlakuan yang berbeda antara modal asing dan dalam negeri. Selain itu, UU PM ini
juga menjamin kepemilikan saham oleh pihak asing hingga 100%. Artinya, dengan
UU PM ini, Indonesia tidak punya lagi kedaulatan ekonomi.
 Di sektor jasa, khususnya pendidikan dan kesehatan, SBY juga begitu aktif dalam
mengaprove proposal yang diajukan WTO. Di bidang pendidikan, misalnya,
pemerintahan SBY menghasilkan RUU BHP yang mengarahkan pendidikan pada
mekanisme pasar.
 Sebagai dampak dari liberalisasi yang diperkenalkan SBY, di sektor migas, misalnya,
pihak asing mengontrol hingga 85-90% pengelolan migas nasional, akibatnya 85%
produksi migas nasional dikontrol oleh pihak asing. Kemudian, Sebanyak 65%
kepemilikan saham di pasar modal adalah asing. Sebesar 14 milyar dollar AS
kepemilikan SBI dan SUN adalah asing.
 Selain itu, sebagai dampak penerapan liberalisasi investasi, Lebih dari 95 juta hektar
lahan telah diserahkan kepada perusahaan minyak di sektor hulu dalam rangka
ekploitasi minyak. Lebih dari 40 juta hektar diserahkan dalam rangka eksploitasi
mineral dan batubara, sekitar 7 juta hektar diserahkan untuk korporasi perkebunan dan
sekitar 31 juta hektar diserahkan untuk korporasi kehutanan.

20
5. Aspek-Aspek Kemandirian dalam Pemerintahan Megawati

Pada masa pemerintahan Megawati, kerjasama ekonomi dan politik luar negeri tidak
begitu determinis di bawah kendali sebuah negara. Tidak seperti SBY sekarang ini, dimana
benar-benar terfokus dan ditentukan oleh AS dan negara-negara kapitalis maju. Di masa
pemerintahan Megawati, kerjasama ekonomi dan politik juga dilakukan diluar blok AS dan
sekutunya, seperti kerjasama pembelian pesawat Sukhoi dengan Rusia dan kerjasama
perdagangan dengan China.

Selain itu, pemerintahan Megawati berusaha keras untuk keluar dari jebakan IMF. Hanya
saja, usaha itu dibiaskan oleh Budiono, menteri keuangan waktu itu, dengan menandatangi
post program monitoring (PPM) yang berarti melanjutkan campur tangan IMF secara
sembunyi-sembunyi.

Untuk perlindungan terhadap perempuan dan TKI di luar negeri, pemerintahan Megawati
pernah mengajukan tiga RUU, yaitu Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang
Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan di Lingkungan Kerja dan Rumah Tangga, RUU
Pekerja di Luar Negeri, dan RUU Tindak Pidana Perdagangan.

Defisit APBN Era Jokowi Lebih Besar dari SBY

Pemerintahan Presiden Joko Widodo selama tiga tahun disebut mencatatkan defisit anggaran
lebih besar dibanding lima tahun kepemimpinan SBY. (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean).

Jakarta, CNN Indonesia -- Total defisit Anggaran Pemerintah dan Belanja Negara (APBN)
sejak tiga tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang mencapai Rp941,2 triliun sudah
melampaui total defisit anggaran dalam lima tahun kepemimpinan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY). Dalam lima tahun SBY memimpin, total defisit anggaran pemerintah
disebut mencapai Rp722,9 triliun.

"Pemerintah SBY dalam lima tahun terakhir kepemimpinannya defisit APBN itu Rp722
triliun, sementara Jokowi baru 3 tahun Rp941,2 triliun. Itu jauh lebih tinggi," kata Direktur
Political Economy and Policy Studies Anthony Budiwan di Kwik Kian Gie School of
Business, Rabu (16/5).

Tahun ini, pemerintah memperkirakan defisit anggaran di tahun ini mencapai Rp325,9 triliun.
Defisit anggaan tersebut rencananya ditutup dengan menerbitkan utang.
Kendati demikian, Ketua Bidang Perekonomian Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDIP) Hendrawan Supratikno menilai defisit anggaran pada masa Jokowi akan berdampak
pada perkembangan pertumbuhan ekonomi.

Lihat juga: Kuartal I 2018, Utang Luar Negeri Indonesia Rp5.425 Triliun

Kenaikan nilai utang yang diakibatkan dari defisit anggaran digunakan untuk memenuhi
pembangunan infrastruktur yang diharapkan mendorong perekonomian, termasuk produksi
barang dan jasa. Jika produksi meningkat, maka akan memperbaiki pertumbuhan ekonomi

21
juga.
"Ini untuk menggeser kebiasaan yang tadinya utang untuk konsumsi, sekarang kita utang
untuk meningkatkan produksi," kata Hendrawan. Ia juga menekankan utang di masa Jokowi
lebih besar karena digunakan untuk mengembangkan hal-hal yang bersifat produktif.

Lihat juga:nRupiah Melemah, Jokowi Sebut RI Hadapi Keseimbangan Baru


Rasio Utang

Di sisi lain, Hendrawan juga menilai rasio utang pemerintah saat ini sekitar 30 persen
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga masih aman. Pasalnya, rasio tersebut jauh
berada di bawah batas maksimum utang yang boleh dimiliki pemerintah sebesar 60 persen
terhadap PDB. "Utang Indonesia masih berkisar 30 persen terhadap PDB, batasnya 60 persen
terhadap PDB, sehingga dianggap masih masuk akal dan wajar," terang dia.

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara teoritik, neoliberalisme merupakan teori ekonomi yang benar-benar


membebaskan pasar bertindak, ketimbang regulasi, sehingga cenderung disebut menihilkan
peran negara. Disini, mengutip Vincent Navarro, pokok kebijakan neoliberalisme adalah
sebagai berikut; (i) deregulasi pasar tenaga kerja, melalui penerapan sistim kontrak dan
outsourcing, (ii) deregulasi pasar financial, (iii) deregulasi perdangan barang dan jasa, (iv)
mengurangi subsidi dan jaminan sosial untuk public, (v) privatisasi dan penjualan asset
strategis, (vi) mempromosikan individualisme dan konsumerisme, (vii) pengembangan teori
dan narasi yang memuji-muji keunggulan pasar, (viii) mempromosikan anti-
intervensionisme.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran 2014 adalah rencana
keuangan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat untuk tahun
2014. APBN tahun 2014 disusun dengan berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah tahun
2014, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal tahun 2014.
APBN 2014 disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 14 November
2013 melalui Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun Anggaran 2014.

Berdasarkan perkiraan pendapatan negara dan rencana belanja negara, maka defisit
anggaran pada APBN tahun 2018 diperkirakan mencapai Rp325,9 triliun (2,19 persen PDB).
Besaran ini lebih rendah dibandingkan outlook APBN Perubahan tahun 2017 sebesar 2,67%
terhadap PDB. Keseimbangan primer juga turun menjadi negatif Rp87,3 triliun dari outlook
tahun 2017 sebesar negatif Rp144,3 triliun.

23
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran_Pendapatan_dan_Belanja_Negara_Indonesia

https://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran_Pendapatan_dan_Belanja_Negara_Indonesia_Tahun_
Anggaran_2018

http://rizki-hernanda.blogspot.com/2011/05/perekonomian-pada-masa-megawati-dan.html

24
25

Anda mungkin juga menyukai