Anda di halaman 1dari 153

KAJIAN SISTEM MANAJEMEN TERPADU (ISO 9001:2000 DAN ISO

22000:2005) DI PERUSAHAAN GULA RAFINASI MELALUI MAGANG


DI PERUSAHAAN JASA KONSULTASI, PREMYSIS CONSULTING,
JAKARTA

HANS PUTRA KELANA


F24104051

2009
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

KAJIAN SISTEM MANAJEMEN TERPADU (ISO 9001:2000 DAN ISO


22000:2005) DI PERUSAHAAN GULA RAFINASI MELALUI MAGANG
DI PERUSAHAAN JASA KONSULTASI, PREMYSIS CONSULTING,
JAKARTA

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

HANS PUTRA KELANA


F24104051

2009
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

HANS PUTRA KELANA. F24104051. Kajian Sistem Manajemen Terpadu (ISO


9001:2000 dan ISO 22000:2005) di Perusahaan Gula Rafinasi Melalui Magang di
Perusahaan Jasa Konsultasi, Premysis Consulting, Jakarta. Di bawah bimbingan
Dr. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc dan Tjahja Muhandri, MT.
ABSTRAK
Isu keamanan pangan kerap menjadi sesuatu yang disepelekan perusahaan
pangan tetapi akan berdampak besar ke bisnis perusahaan tersebut jika sampai
terjadi. Jaminan keamanan pangan merupakan persyaratan dasar untuk seluruh
aktivitas yang meliputi rantai pangan, seperti produksi, distribusi, sampai
konsumsi. Selain itu, setiap orang adalah pelanggan yang sangat mencari dan
menghargai mutu dari sebuah produk. The International Organization for
Standardization (ISO) menjawab kebutuhan perusahaan tersebut dengan
mengeluarkan produk berupa sistem manajemen mutu (ISO 9001:2000) dan
sistem manajemen keamanan pangan (ISO 22000:2005).
Kegiatan magang ini memiliki enam tujuan yang sistematis. Tujuan tersebut
yaitu: (1) mempelajari Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP), standar
sistem manajemen ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005, (2) melakukan
identifikasi kesesuaian dan menganalisis ketidaksesuaian sistem manajemen
terpadu milik perusahaan gula rafinasi dengan standar mutu dan keamanan pangan
internasional ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005, (3) melakukan pemeriksaan
ketidaksesuaian implementasi sistem manajemen terpadu yang ada di perusahaan
gula rafinasi dengan acuan standar mutu (ISO 9001:2000) dan keamanan pangan
(ISO 22000:2005), (4) menyusun solusi alternatif bagi ketidaksesuaian
implementasi sistem manajemen terpadu milik perusahaan gula rafinasi, (5)
melakukan verifikasi keberhasilan solusi alternatif yang diberikan, dan (6)
memberikan solusi alternatif tahap kedua atas ketidaksesuaian yang ditunjukkan
hasil verifikasi. Melalui tujuan-tujuan tersebut diharapkan tulisan ini dapat
digunakan sebagai salah satu sumber informasi dan pembelajaran praktis bagi
akademisi maupun praktisi industri pangan dalam mengenal sistem manajemen
terpadu berbasis ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005.
Pelaksanaan magang dilakukan di tiga tempat. Tempat pertama di Perusahaan
Jasa Konsultasi, Premysis Consulting, Jakarta. Tempat kedua di kantor pusat PT
Gula Rafinasi A, Jakarta. Tempat ketiga di pabrik PT Gula Rafinasi A, Cilegon.
Secara garis besar, pelaksanaan magang dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu
kajian sistem HACCP, ISO 9001:2000, dan ISO 22000:2005, tinjauan umum
perusahaan tempat magang, dan kajian penerapan sistem manajemen terpadu (ISO
9001:2000 dan ISO 22000:2005) di perusahaan gula rafinasi.
Hasil analisis HACCP, ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 menunjukkan
keterkaitan antara ketiga sistem ini. HACCP merupakan sistem analisa bahaya
yang dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan titik-titik kritis di dalam proses
pangan. ISO mengintegrasikan HACCP ke dalam ISO 22000:2005 dan
menjadikannya sebagai salah satu elemen kunci penerapan ISO 22000:2005. ISO
9001:2000 dan ISO 22000:2005 memiliki keterkaitan berupa perbedaan dan
persamaan sistem ini bagi sebuah organisasi. Kelima bagian utama pada ISO

9001:2000 dan ISO 22000:2005 yang dapat diintegrasikan adalah saasaran dan
kebijakan, wakil manajemen, pengendalian dokumen dan catatan, audit, dan
tinjauan manajemen.
Kajian tahap pertama sistem manajemen terpadu di PT Gula Rafinasi A
dengan menggunakan tabel ketidaksesuaian menunjukkan PT Gula Rafinasi A
masih belum memenuhi persyaratan ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 secara
penuh. Hasil identifikasi menunjukkan terdapat 4 ketidaksesuaian sistem
manajemen mutu berdasarkan ISO 9001:2000. Selain itu, hasil identifikasi
menunjukkan 5 ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan
ISO 22000:2005.
Ketidaksesuaian yang ada berusaha diselesaikan dengan penyusunan solusi
alternatif bersama antara tim konsultan Premysis dengan tim mutu dan keamanan
pangan PT Gula Rafinasi A. Solusi alternatif yang telah disusun dicoba
diimplementasikan dan diamati tiga bulan berikutnya. Setelah tiga bulan,
dilakukan verfikasi sistem manajemen terpadu PT Gula Rafinasi A. Solusi
alternatif yang disusun mampu menyelesaikan 4 ketidaksesuaian sistem
manajemen mutu dan 3 ketidaksesuaian manajemen keamanan pangan. Selain itu,
hasil verifikasi menunjukkan terdapat 2 ketidaksesuaian manajemen keamanan
pangan yang baru teridentifikasi di pabrik PT Gula Rafinasi A. Selanjutnya, solusi
alternatif tahap kedua disusun untuk menyelesaikan 2 ketidaksesuaian lama dan 2
ketidaksesuaian baru untuk sistem manajemen keamanan pangan. Secara
keseluruhan, PT Gula Rafinasi A telah menerapkan sistem manajemen terpadu
berbasis ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005.

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Isu keamanan pangan kerap menjadi sesuatu yang disepelekan
perusahaan pangan tetapi akan berdampak besar ke bisnis perusahaan tersebut
jika sampai terjadi. Jaminan keamanan pangan merupakan persyaratan dasar
untuk seluruh aktivitas yang meliputi rantai pangan, seperti produksi,
distribusi, sampai konsumsi. Hal ini menjadi perhatian karena setiap orang
memiliki hak yang sama untuk mengkonsumsi pangan yang aman bagi
kesehatannya. Selain itu, setiap orang adalah pelanggan yang sangat mencari
dan menghargai mutu dari sebuah produk.
Perusahaan yang baik akan berusaha menjaga dan meningkatkan mutu
produk sesuai yang diharapkan konsumennya. Kepuasan pelanggan adalah
ukuran yang penting bagi perusahaan dalam menjaga bisnisnya dan
melakukan siklus perbaikan berkelanjutan. Perbaikan secara berkelanjutan,
peningkatan kinerja dan mutu, dan pelaksanaan bisnis dengan jaminan
keamanan pangan merupakan kebutuhan bagi setiap perusahaan pangan saat
ini.
The International Organization for Standardization (ISO) menjawab
kebutuhan perusahaan tersebut dengan mengeluarkan produk berupa sistem
manajemen mutu (ISO 9001:2000) dan sistem manajemen keamanan pangan
(ISO 22000:2005). ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 adalah perangkat
sistem manajemen yang memberikan jaminan proses terkendali, dinamis, dan
terstandarisasi internasional yang efektif dalam meningkatkan kinerja dan
keuntungan perusahaan.
ISO mengadopsi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) ke
dalam ISO 22000:2005. Hal ini dikarenakan HACCP telah diakui sebagai
perangkat yang efektif untuk mengendalikan keamanan pangan. Pengetahuan
tentang HACCP, khususnya terkait 12 langkah penerapan meliputi 7 prinsip
telah diperkenalkan secara luas pada praktisi industri pangan di berbagai
belahan dunia. Penerapan HACCP bisa diterapkan di dalam rantai produksi
pangan, mulai dari produsen utama bahan baku pangan (pertanian),

penanganan, pengolahan, distribusi, pemasaran, sampai dengan pengguna


akhir.
Berdasarkan pertimbangan di atas, pelaksana magang berusaha
membantu menyediakan informasi pembelajaran memadukan penerapan ISO
9001:2000 dan ISO 22000:2005 dalam industri pangan bagi pihak lain yang
membutuhkan seperti praktisi industri maupun akademisi. Penerapan sistem
manajemen yang terstandarisasi dan efektif merupakan kebutuhan bagi semua
pihak yang terlibat dalam perusahaan pangan. Melalui laporan kegiatan
magang ini diharapkan dapat menumbuhkan cara berpikir baru bagi setiap
orang yang ingin tahu mengenai penerapan standar internasional di dalam
perusahaan pangan.

B. Tujuan
Tujuan dilakukan kegiatan magang di PT Premysis Consulting, Jakarta
adalah (1) mempelajari HACCP, standar sistem manajemen ISO 9001:2000
dan ISO 22000:2005, (2) melakukan identifikasi dan analisis ketidaksesuaian
sistem manajemen terpadu milik perusahaan gula rafinasi dengan standar
mutu dan keamanan pangan internasional ISO 9001:2000 dan ISO
22000:2005, (3) melakukan pemeriksaan ketidaksesuaian implementasi sistem
manajemen terpadu yang ada di perusahaan gula rafinasi dengan acuan
standar mutu (ISO 9001:2000) dan keamanan pangan (ISO 22000:2005), (4)
menyusun solusi alternatif bagi ketidaksesuaian implementasi sistem
manajemen terpadu milik perusahaan gula rafinasi, (5) melakukan verifikasi
keberhasilan solusi alternatif yang diberikan, dan (6) memberikan solusi
alternatif tahap kedua atas ketidaksesuaian yang ditunjukkan hasil verifikasi.

C. Manfaat
Manfaat hasil laporan magang ini adalah sebagai salah satu sumber
informasi dan pembelajaran praktis bagi akademisi maupun praktisi industri
pangan dalam mengenal sistem manajemen mutu dan keamanan pangan
berstandar internasional, ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005.

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Sistem Manajemen Mutu
Juran di dalam Muhandri dan Kadarisman (2008) mendefinisikan mutu
sebagai fitness for use (kecocokan atau kelayakan untuk digunakan). Hal ini
dapat diartikan penggunaan akan barang atau jasa sesuai dalam pemenuhan
kebutuhan konsumennya. Penjelasan fitness for use oleh Juran dapat dikaji
menjadi dua bagian, yaitu quality of design (mutu rancangan) dan quality of
conformance (mutu kesesuaian). Quality of design disebut sebagai mutu
absolut artinya mutu yang direncanakan. Bila biaya untuk menaikkan mutu
ini ditingkatkan maka dapat meningkatkan nilai jual lebih tinggi. Quality of
conformance merupakan tingkat kesesuaian produk atau jasa terhadap
rancangan yang sudah dibuat. Tingkat kesesuaian yang tinggi akan
menurunkan biaya produksi per unit produk.
Ada dua unsur mendasar tentang mutu, yaitu pengalaman pelanggan
dalam mengenal mutu dan kreatifitas produsen mengenai mutu (Kolarik,
1999). Saat pelanggan melakukan pilihan, secara tidak sadar dirinya
membentuk pengertian mutu. Kepuasan pelanggan menggunakan sebuah
produk baik barang maupun jasa akan selalu diukur oleh dirinya sendiri yang
nantinya akan menjadi sebuah ingatan dan pengalaman dalam menentukan
pilihan produk selanjutnya. Bagi pihak produsen, pengalaman-pengalaman
konsumen tersebut merupakan kumpulan atribut berharga yang sebisa
mungkin dipenuhi agar produk yang dijual sesuai mutu yang ada di
pengalaman konsumen.
Produk pangan merupakan komoditas yang tidak terlepas dari konsep
mutu. Berbagai atribut mutu yang melekat pada produk pangan seperti rasa,
aroma, warna, tekstur, harga, dan sebagainya, merupakan faktor penentu bagi
konsumen dalam menentukan pilihannya. Oleh karena itu, perusahaan pangan
harus mampu secara nyata meningkatkan mutu produknya untuk memberikan
kepuasan dan kepercayaan konsumen.
Seiring perjalanan waktu, tidak jarang perusahaan-perusahaan lalai dalam
mengendalikan mutu produknya. Pengendalian mutu menurut Juran (1995),

merupakan proses yang digunakan untuk membantu pencapaian produk dan


proses sesuai dengan tujuan. Kegiatan pengendalian mutu mencakup: 1)
menilai kinerja operasi yang aktual, 2) membandingkan dengan tujuan
(standar) dan 3) mengambil tindakan jika terdapat perbedaan. Melalui
pengendalian mutu, sebuah perusahaan selain mampu mengendalikan biaya
dalam kegiatan operasional juga mampu bertahan dalam persaingan usaha
dari kompetitornya.
Kendala yang umum terjadi di dalam perusahaan yang belum atau tidak
memiliki sistem di dalamnya adalah ketergantungan pada pihak tertentu yang
menguasai konsep dan pengendalian mutu. Pengendalian disertai peningkatan
mutu yang dilakukan berkesinambungan memerlukan sebuah sistem yang
mampu mengaturnya. Sistem ini akan membantu perusahaan mampu
mengendalikan mutunya walaupun pihak yang selama ini ahli dalam
melakukan pengendalian mutu, tidak lagi berada di perusahaan tersebut.

B. Standar Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000


ISO 9001:2000 adalah sebuah standar internasional yang dibuat oleh The
International Organization for Standardization (ISO) untuk memberikan
panduan, arahan, dan acuan sistem manajemen mutu di dalam organisasi.
Pengadopsian sistem manajemen mutu hendaknya merupakan keputusan
strategis dari suatu organisasi. Perancangan dan penerapan dari sistem
manajemen mutu organisasi dipengaruhi oleh kebutuhan yang bervariasi,
tujuan tertentu, produk yang disediakan, proses yang digunakan, serta ukuran
dan struktur dari organisasi (ISO, 2000).
Menurut ISO (2008), ISO 9001:2000 memiliki delapan prinsip dalam
memberikan standar sistem manajemen mutu, yaitu:
1) fokus ke pelanggan,
2) kepemimpinan,
3) pelibatan semua pihak,
4) pendekatan proses,
5) pendekatan sistem ke manajemen,
6) perbaikan berkelanjutan,

7) pendekatan faktual untuk pengambilan keputusan, dan


8) hubungan saling menguntungkan dengan pemasok.
Kedelapan prinsip tersebut menyediakan kerangka bekerja yang ilmiah dan
sistematis bagi manajer senior untuk menjalankan organisasinya menuju
peningkatan kinerja. Prinsip-prinsip tersebut berguna dalam meningkatkan
mutu suatu organisasi dan melibatkan seluruh pihak yang terkait di dalamnya.
Penerapan ISO 9001:2000 tidak terlepas dari pentingnya penerapan
standar. Standar memberikan kontribusi positif yang besar hampir di setiap
aspek kehidupan. Menurut ISO (2008), standar memastikan karakteristik
yang diinginkan untuk produk dan jasa seperti mutu, keramahan lingkungan,
keamanan, keterandalan, efisiensi dan pertukaran, serta biaya ekonomis. Jika
standar tidak muncul dalam suatu hal, baik itu produk maupun proses, hal ini
dapat segera diketahui.
Standar sistem manajemen mutu yang terdapat dalam ISO 9001:2000
memiliki tatanan yang ilmiah dalam pengaturan proses yang terdapat dalam
organisasi. Standar internasional ini mengutamakan pendekatan proses dalam
memberikan arahan untuk menyusun sistem manajemen mutu yang efektif.
Hal ini penting, karena syarat sebuah organisasi berjalan efektif, maka
organisasi tersebut harus mampu mengidentifikasi dan mengelola sejumlah
kegiatan yang saling berhubungan. Kegiatan yang menggunakan sumberdaya
dan dikelola untuk memungkinkan perubahan masukan menjadi keluaran
dapat dianggap sebagai proses.
Keuntungan yang didapat dengan menjalankan ISO 9001:2000 bagi
sebuah organisasi adalah terpenuhinya kebutuhan sesuai dengan harapan
organisasi dan regulasi yang berlaku. Selain itu, organisasi yang menjalankan
standar internasional ini dapat meningkatkan kepercayaan pelanggan terhadap
kinerja dan mutu organisasi. Peningkatan kinerja dan mutu organisasi dapat
menurunkan biaya produksi dan meningkatkan produktivitas.
ISO 9001:2000 bisa diterapkan di setiap organisasi apapun. Standar
sistem ini memiliki ruang lingkup yang luas karena menekankan kepada
sistem manajemen mutu. Makna mutu berlaku universal di seluruh bidang
usaha apapun. Standar ini tidak menyiratkan harus terjadi keseragaman sistem

manajemen mutu maupun dokumentasinya. Sebagai acuan tambahan, standar


ini menggunakan beberapa aturan seperti peraturan pemerintah ataupun
persyaratan pelanggan.
Penerapan ISO 9001:2000 memerlukan persiapan yang matang untuk
suatu organisasi dalam mewujudkan kerangka kerja sistem manajemen mutu.
Saat yang tepat bagi sebuah organisasi dalam menerapkan standar
internasional ini adalah ketika organisasi telah siap memajukan dan
mengembangkan usahanya. Hal ini disebabkan, perubahan di dalam dunia
usaha selalu dinamis dan menuntut setiap organisasi untuk selalu bergerak
maju. Perubahan tersebut mengharuskan organisasi memiliki suatu kerangka
berpikir yang mantap untuk senantiasa mengutamakan mutu.

C. Sistem Manajemen Keamanan Pangan


Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang: Pangan,
keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah
pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Pangan
bersifat sensitif terhadap kesehatan manusia karena pangan dikonsumsi
setidaknya tiga kali dalam sehari. Selama pengolahan mulai dari hulu sampai
hilir terdapat berbagai ancaman bagi pangan yang bisa menyebabkan
gangguan kesehatan bagi konsumen.
Sementara itu, Codex Alimentarius Commission (2003) menyatakan
keamanan pangan adalah jaminan bahwa pangan tidak akan menyebabkan
bahaya bagi konsumen ketika disiapkan dan/atau dimakan berdasarkan tujuan
penggunanya. Bahaya yang mungkin timbul selama proses persiapan,
pengolahan, sampai penyajian pangan disebabkan adanya kontaminasi, reaksi
yang timbul selama pengolahan, dan kesalahan penanganan pangan.
Hariyadi (2008) memiliki pandangan lain dengan mengelompokkan
keamanan pangan menjadi dua bagian, yaitu keamanan bagi tubuh (safety for
body) dan keamanan bagi keyakinan (safety for mind). Tinjauan keamanan
pangan bagi tubuh (safety for body) setidaknya meliputi tiga aspek utama,
yaitu mikrobiologi, fisik, dan kimia. Keamanan bagi tubuh bila dijabarkan lagi

berdasarkan sumber-sumbernya dapat dikelompokkan menjadi tujuh yaitu


kimia (residu pestisida, obat hewan ternak, antibiotik, dan lain-lain),
kontaminan lingkungan, biologi (bakteri, virus, parasit, protozoa, dan lainlain), mikotoksin (toksin dari kapang), alergen, non-konvensional (prion), dan
bioterorisme. Keamanan pangan untuk keyakinan (safety for mind) biasanya
berlaku bagi pemeluk agama tertentu. Contoh keamanan pangan ini berupa
jaminan Kosher bagi umat Yahudi atau Halal bagi umat Islam.
Mengacu kepada konsep Codex Alimentarius Commission (CAC),
terdapat kemungkinan bahaya keamanan dalam perdagangan pangan yang
dikategorikan menjadi 3 hal yaitu bahaya biologi, kimia, dan fisik.
1. Bahaya biologi
Bahaya

biologi

artinya

pangan

terjamin

keamanannya

dari

kontaminan biologi yang bersumber dari bakteri, virus, parasit, dan


protozoa, yang patogenik bagi kesehatan manusia dan menyebabkan
gangguan penyakit karena makanan (foodborne disease). Penyakitpenyakit keracunan pangan di Indonesia yang terpublikasi biasanya
disebabkan patogen dan atau senyawa kimia. Mengingat di negara-negara
maju dengan tingkat sanitasi tinggi dilaporkan bahwa patogen adalah
penyebab utama kasus-kasus penyakit asal pangan, maka cukup aman
untuk mengasumsikan bahwa kemungkinan besar kasus-kasus penyakit
asal pangan di Indonesia juga didominasi oleh patogen asal pangan
(foodborne pathogen) Dewanti-Hariyadi (2008).
Secara umum penyakit-penyakit karena patogen asal pangan dapat
digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu infeksi dan intoksikasi. Infeksi
adalah penyakit asal pangan yang terjadi karena masuknya patogen hidup
seperti virus, bakteri, protozoa, cacing melalui bahan pangan. Jika patogen
berhasil mencapai usus, pada saat yang bersamaan mereka akan
mengganggu kesehatan inang (manusia) yang ditumpanginya dengan
berbagai cara. Intoksikasi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya
toksin melalui bahan pangan ke dalam tubuh. Toksin dalam bahan pangan
dapat berupa toksin secara alami terdapat dalam bahan pangan tersebut,

toksin yang dihasilkan bakteri atau kapang, toksin lingkungan, atau toksin
dari penggunaan pestisida (Dewanti-Hariyadi, 2008).
2. Bahaya kimia
Kontaminan kimia yang terpapar dalam pangan cukup banyak
jenisnya. Pembagian jenis menurut Andrews et. al. (2001) mengacu
kepada perkembangan ditemukannya

kontaminan kimia. Pertama,

kontaminan kimia yang dapat menyebabkan penyakit dalam jangka waktu


yang panjang seperti senyawa karsinogenik. Kedua, kontaminan kimia
yang dapat menyebabkan penyakit degenerasi permanen secara perlahan
seperti yang disebabkan timbal dan merkuri. Ketiga, kontaminan kimia
yang muncul dalam pengolahan pangan dan bersifat karsinogen seperti 3monokloropropanadiol (3-MCPD), dan asam lemak trans (Muhandri dan
Kadarisman, 2006). Keempat, kontaminan kimia yang terpapar pada
produk pertanian, seperti residu pestisida dan herbisida. Kelima,
kontaminan kimia yang baru diketahui memiliki efek negatif bagi manusia
seperti residu perawatan hewan ternak (veterinary residues) dan organisme
genetik termodifikasi/genetically modified organism (GMO) (Andrews et.
al., 2001).
3. Bahaya fisik
Keamanan dari bahaya fisik di sini berarti pangan terjamin
keamanannya dari benda-benda asing (kontaminan fisik) yang dapat
menyebabkan luka jika konsumen mengonsumsinya. Kontaminan fisik
dapat menyebabkan resiko keamanan dan penurunan kualitas pangan.
Kontaminan fisik biasanya jarang ditemukan dalam kasus keamanan
pangan dan hanya mempengaruhi sejumlah kecil konsumen, berbeda
dengan kontaminan biologi atau kimia yang mampu mempengaruhi
seluruh populasi.
Kontaminan fisik ada yang langsung mempengaruhi keamanan tubuh
konsumen dan ada yang dapat mempengaruhi pandangan konsumen
terhadap mutu. Kontaminan yang dapat menyebabkan luka biasanya
pecahan gelas, potongan kayu tajam, serpihan besi, batu dan logam-logam
non besi. Bila ada pecahan gelas di makanan bayi, potongan paku di dalam

sekaleng minuman ringan, atau serpihan kacang dalam makanan bebas


kacang, dapat dikategorikan bahaya keamanan pangan. Contoh terakhir
lebih terkait dengan isu alergen. Kontaminan fisik jenis lain yang
menurunkan mutu produk dalam pandangan konsumen biasanya kotoran
atau potongan tubuh hewan kecil seperti serangga dan serpihan kayu. Jika
konsumen menemukan potongan tubuh serangga pada salad atau
menemukan serpihan kayu pada kue pai akan menyebabkan ketidakpuasan
konsumen. (Andrews et. al., 2001).

Maraknya kasus keracunan pangan di dunia mengindikasikan minimnya


kesadaran dan pengetahuan tentang keamanan pangan bagi sebagian besar
pelaksana usaha pangan. Hal ini perlu menjadi pembelajaran bagi setiap
organisasi yang membuat, menangani, atau memasok pangan untuk lebih
memperhatikan keamanan pangan. Dampak keracunan pangan tidak hanya
berimbas kepada konsumen tetapi juga kepada nama baik dan kelangsungan
bisnis produsen. Sebagai contoh kasus keamanan pangan, Amerika Serikat
dan Indonesia memiliki kasus dalam jumlah yang besar. Sebagai pembanding
Amerika Serikat dipilih karena sistem pendataannya yang baik dan akurat.
Berdasarkan data Centre for Disease Control and Prevention (CDC),
Amerika Serikat pada tahun 2006 memiliki kasus penyakit diakibatkan
pangan (foodborne illness) dan kejadian luar biasa (outbreaks) dalam jumlah
yang besar. Kejadian luar biasa setidaknya memiliki dua arti, yaitu: 1) suatu
kejadian dimana terdapat dua atau lebih orang mengalami sebuah penyakit
yang sama setelah menelan makanan yang sama, atau 2) analisis epidemiologi
dari suatu kejadian yang mengindikasikan pangan sebagai sumber dari
penyebab penyakit (Hui, et. al., 2001). Sebagian besar kasus penyakit
disebabkan oleh virus, yang tercatat sebanyak 11.122 kasus terkonfirmasi dan
2841 kasus dugaan. Ilustrasi data jumlah kasus penyakit diakibatkan pangan
di Amerika Serikat pada tahun 2006, dapat dilihat pada Gambar 1. Kasus
kejadian luar biasa (KLB) pada tahun ini, tercatat virus sebagai penyebab
terbesar, yaitu sebanyak 337 KLB terkonfirmasi dan 165 KLB dugaan.
Ilustrasi data jumlah kejadian luar biasa di Amerika Serikat pada tahun 2006,

dapat dilihat pada Gambar 2. Total keseluruhan kasus penyakit diakibatkan


pangan dan KLB di Amerika Serikat ditampilkan pada Gambar 3. Data
keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 1.

11,122

12,000

Kasus

10,000
8,000

Konfirmasi

5,336
6,000
2,841

4,000

Dugaan

1,440

2,000

221 39

129

Kimia

Parasit

18

0
Bakteri

Virus

Penyebab

Gambar 1. Jumlah kasus penyakit diakibatkan pangan di Amerika Serikat


tahun 2006 (dimodifikasi dari CDC, 2006)

337
350
300
Kasus

250

223
165

200

Konfirmasi

150
100

75

Dugaan

53
11

50

9 3

0
Bakteri

Kimia

Parasit

Virus

Penyebab

Gambar 2. Jumlah Kejadian Luar Biasa di Amerika Serikat tahun 2006


(dimodifikasi dari CDC, 2006)

Kasus

20000

16,904
Jumlah Kejadian
Luar Biasa
(KLB)

15000
10000

Jumlah Kasus

4,592
5000

623

4,163
349

275

0
Total
Total Dugaan
Sumber Penyakit
Konfirmasi
Sumber Penyakit
yang tidak
Sumber Penyakit
diketahui

Gambar 3. Jumlah Kejadian Luar Biasa dan kasus penyakit diakibatkan


pangan di Amerika Serikat tahun 2006 (dimodifikasi dari CDC,
2006)
Berdasarkan data Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia (BPOM RI), Indonesia memiliki kasus keamanan pangan dalam
jumlah besar (Hariyadi, 2008). Kejadian luar biasa yang terjadi di Indonesia
tercatat mengalami peningkatan seperti terlihat pada Gambar 4. Hal yang
serupa juga terlihat pada jumlah korban sakit seperti terlihat pada Gambar 5,
sedangkan jumlah korban yang meninggal akibat pangan seperti terlihat pada
Gambar 6. Data keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 2.

200

164

184
159

KLB

150
100
50

26

43

34

2002

2003

0
2001

2004

2005

2006

Tahun

Gambar 4. Jumlah Kejadian Luar Biasa di Indonesia dari tahun 2001 sampai
dengan tahun 2006 (dimodifikasi dari BPOM tahun 2008)

8949

10000
7366

8000
Korban sakit

8747

6000
3635
4000
1843

1183

2000
0

2001

2002

2003

2004

2005

2006

Tahun

Gambar 5. Jumlah korban sakit akibat pangan di Indonesia dari tahun 2001

Korban meninggal

sampai dengan tahun 2006 (dimodifikasi dari BPOM tahun 2008)

60

51

49

50

38

40
30
16

20

10

12

2002

2003

10
0
2001

2004

2005

2006

Tahun

Gambar 6. Jumlah korban meninggal akibat pangan di Indonesia dari tahun


2001 sampai dengan tahun 2006 (dimodifikasi dari BPOM tahun
2008)

Era keterbukaan dan globalisasi memberikan kemajuan pesat informasi


di berbagai bidang termasuk keamanan pangan. Setiap pelanggan akan
semakin peduli terhadap keamanan pangan yang mereka konsumsi. Hal ini
berdampak langsung bagi setiap organisasi yang menghasilkan, menangani,
atau memasok pangan, wajib mengetahui bahwa semakin meningkatnya
persyaratan keamanan pangan yang diajukan pelanggan.

D. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)


1. Pengertian HACCP
HACCP atau Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis adalah
suatu sistem jaminan mutu yang berdasarkan kepada kesadaran atau
penghayatan bahwa bahaya (hazard) dapat timbul pada berbagai titik atau
tahap produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan pengendalian untuk
mengontrol bahaya-bahaya tersebut (Winarno dan Surono, 2002). Bahayabahaya yang dimaksud bisa berupa bahaya yang bersifat fisik, kimia, atau
biologi yang bisa terdapat pada bahan baku maupun proses. Bahayabahaya tersebut dapat mengakibatkan masalah kesehatan bagi manusia
yang terdapat pada produk pangan jika tidak dikendalikan oleh produsen.
Sistem HACCP yang didasarkan pada ilmu pengetahuan dan
sistematika, mengidentifikasi bahaya dan tindakan pengendaliannya untuk
menjamin keamanan pangan. HACCP menilai bahaya dan menetapkan
sistem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan daripada
mengandalkan sebagian besar pengujian produk akhir. Setiap sistem
HACCP mengakomodasi perubahan seperti kemajuan dalam rancangan
peralatan, prosedur pengolahan atau perkembangan teknologi (BSN,
1998).
Beberapa negara dunia menetapkan aturan untuk keamanan dan
kelayakan dari produk pangan untuk menerapkan HACCP dalam setiap
usaha dan organisasi yang menghasilkan pangan. Bidang yang tercakup
meliputi keseluruhan, baik itu organisasi profit maupun tidak, baik umum
maupun pribadi, aktivitas-aktivitas seperti persiapan, proses, manufaktur,
pengemasan,

penyimpanan,

transportasi,

distribusi,

penanganan,

penawaran langsung untuk dijual ataupun untuk mensuplai kebutuhan


pangan. Di Eropa, melalui acuan aturan EU Directive 93/94/EEC on Food
Hygiene, semua pihak yang beroperasi di bidang pangan di dalam Uni
Eropa harus menerapkan HACCP (National Board of Experts-HACCP,
2002). Mereka harus memastikan bahwa prosedur keamanan yang cukup
memenuhi untuk diidentifikasi, didokumentasikan, dipelihara, dan ditinjau

berdasarkan prinsip-prinsip yang digunakan untuk mengembangkan sistem


HACCP.
Indonesia sering mengalami permasalahan di bidang keamanan
pangan saat melakukan ekspor produk pangannya ke uni eropa. Pada tahun
2004 tercatat 71 Unit Pengolahan Ikan (UPI) mendapatkan notifikasi
Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF). Kemudian jumlah
notifikasi menurun pada tahun 2005 menjadi 65 UPI. Tahun 2006,
Indonesia mendapatkan notifikasi 46 UPI pada tahun 2006, sedangkan
pada tahun 2007 (Maret) tercatat 12 UPI memperoleh notifikasi RASFF
(Retnowati, 2007).
Penerapan sistem keamanan pangan yang melibatkan HACCP terbukti
meningkatkan kualitas keamanan produk perikanan Indonesia. Hal ini
dapat dilihat dari penurunan notifikasi yang diterima Indonesia pada tahun
2007 menjadi 12 notifikasi terhadap UPI. Oleh karena itu, penerapan
konsep sistem HACCP dalam melakukan upaya yang berhubungan dengan
keamanan pangan merupakan salah satu piranti yang cukup efektif.
2. Sejarah HACCP
Sejarah perkembangan HACCP oleh beberapa ahli dianggap sebagai
evolusi, karena perkembangannya melalui proses yang panjang sejak
dimulai pada tahun 1959. Awalnya, Pillsbury Company bekerja sama
dengan

National Aeronautics and Space Agency (NASA), Natick

Research and Development Laboratories dan US Air Force Space


Laboratory Project pada tahun 1959, mengadakan penelitian penerapan
HACCP dengan tujuan mengembangkan makanan yang aman bagi
astronot (Thaheer, 2005). Kemudian, pada tahun 1971, dimulai pemaparan
pertama kepada masyarakat mengenai sistem HACCP di American
National Conference for Food Protection, Amerika Serikat. Lalu, pada
tahun 1973, FDA mengeluarkan aturan untuk menerapkan prinsip HACCP
pada makanan kaleng berasam rendah (low acid canned food).
Selanjutnya, sistem HACCP selalu dipelajari dan dikembangkan terus
menerus oleh negara-negara di dunia dan mengalami perkembangan yang
pesat sejak tahun 1990-an.

HACCP mulai dikenal di Indonesia melalui panduan HACCP yang


berasal dari Codex Alimentarius Commission. Pada tahun 1993, Codex
Guidelines for the Application of the HACCP diadopsi oleh FAO/WHO
Codex Alimentarius Commission (CAC) termasuk the Codex Code on
General Principles of Food Hygiene direvisi untuk mencakup sistem
HACCP. Selanjutnya diadakan revisi

Codex Guidelines for the

Application of the HACCP pada tahun 1997 menjadi Hazard Analysis


Critical Control Point (HACCP) System and Guidelines for Its
Application. Sejak tahun 1998, Indonesia mengadopsi Hazard Analysis
Critical Control Point (HACCP) System and Guidelines for Its
Application menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI 01-4852-1998)
Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis
and Critical Control Point) Serta Pedoman Penerapannya.
3. Keunggulan HACCP
HACCP merupakan sistem yang efektif biaya dalam proses bisnis
pangan. Sistem ini menargetkan ke sumber area kritis proses. Selain itu,
HACCP juga mengurangi risiko pembuatan dan penjualan produk yang
tidak aman.

Oleh karena itu, di dunia internasional hingga saat ini,

HACCP adalah metode paling efektif dalam memaksimalkan keamanan


pangan (Mortimore dan Wallace, 1998)
Pengguna HACCP hampir sepenuhnya yakin akan menemukan
manfaat tambahan di area mutu produk. Peningkatan kesadaran akan
bahaya (hazard) secara umum dan partisipasi aktif dari orang-orang yang
terlibat di area operasi merupakan keutamaan dari sistem ini. Banyak
mekanisme

pengendalian

keamanan

berfungsi

sekaligus

dalam

pengendalian mutu produk (Mortimore dan Wallace, 1998).


Penerapan sistem HACCP dapat membantu inspeksi oleh lembaga
yang berwenang dan memajukan perdagangan internasional melalui
peningkatan kepercayaan keamanan pangan (BSN, 1998). Karena
keunggulan dan tatanan kerja yang sistematis dan logis, HACCP diakui
banyak negara di seluruh dunia sebagai sebuah sistem keamanan pangan
yang dapat diterapkan di mana pun. Pengujian akan keefektifan sistem

keamanan pangan yang terdapat dalam organisasi yang memproduksi


pangan lebih mudah dilakukan karena salah satu prinsip HACCP, yaitu
dokumentasi. Penjaminan dari lembaga sertifikasi akan pengoperasian
HACCP dalam organisasi berupa sertifikat HACCP memudahkan
penerimaan produk organisasi tersebut dalam perdagangan internasional.
4. Cara menerapkan HACCP
Penerapan

HACCP

tidak

terlepas

dari

keduabelas

langkah

penerapannya yang terdiri dari lima langkah awal dan tujuh prinsip
penerapannya. Lima langkah awal penerapan HACCP yaitu: 1)
pembentukan tim HACCP, 2) deskripsi produk, 3) identifikasi rencana
penggunaan, 4) penyusunan diagram alir, dan 5) verifikasi diagram alir di
lapangan. Tujuh prinsip penerapan HACCP yaitu: 1) analisa bahaya, 2)
penentuan titik kendali kritis (TTK/CCPs), 3) penetapan batas kritis, 4)
penetapan sistem untuk memantau pengendalian titik kendali kritis
(monitoring), 5) penetapan tindakan perbaikan (corrective action), 6)
penetapan prosedur verifikasi, dan 7) penetapan dokumentasi mengenai
semua prosedur dan catatan. Semua prinsip HACCP ini terdapat hampir di
seluruh standar keamanan pangan di negara-negara dunia, seperti
International

Food

Standards,

ISO

22000:2005,

Recommended

International Code of Practise General Principles of Food Hygiene


CAC/RCP I -1969, Rev.4 (2003) dan SNI 01-4852-1998.
A. Lima langkah awal penerapan HACCP
1. Pembentukan tim HACCP
Operasi pangan harus menjamin bahwa pengetahuan dan
keahlian spesifik produk tertentu tersedia untuk pengembangan
rencana HACCP yang efektif. Secara optimal, hal tersebut dapat
dicapai dengan pembentukan sebuah tim dari berbagai disiplin ilmu.
Apabila beberapa keahlian tidak tersedia, diperlukan konsultan dari
pihak luar. Adapun lingkup dari program HACCP harus
diidentifikasi. Lingkup tersebut harus menggambarkan segmensegmen mana saja dari rantai pangan tersebut yang terlibat dan

penjenjangan secara umum bahaya-bahaya yang dimaksudkan


(yaitu meliputi semua jenjang bahaya atau hanya jenjang tertentu).
2. Deskripsi produk
Penjelasan lengkap dari produk harus dibuat termasuk
informasi mengenai komposisi, struktur fisika/kimia (termasuk a w,
pH, dll.), perlakuan-perlakuan mikrosidal/statis (seperti perlakuan
pemanasan,

pembekuan,

penggaraman,

pengasapan,

dll.),

pengemasan, kondisi penyimpanan dan daya tahan serta metoda


pendistribusiannya.
3. Identifikasi rencana penggunaan
Rencana penggunaan harus didasarkan pada kegunaankegunaan yang diharapkan dari produk oleh pengguna produk atau
konsumen. Dalam hal-hal tertentu, kelompok-kelompok populasi
yang rentan, seperti yang menerima pangan dari institusi, mungkin
perlu dipertimbangkan.
4. Penyusunan diagram alir
Diagram alir harus disusun oleh tim HACCP. Dalam diagram
alir harus memuat segala tahapan dalam operasional produksi. Bila
HACCP diterapkan pada suatu operasi tertentu, maka harus
dipertimbangkan tahapan sebelum dan sesudah operasi tersebut.
5. Verifikasi diagram alir di lapangan
Tim

HACCP,

sebagai

penyusun

diagram

alir

harus

memverifikasi operasional produksi dengan semua tahapan dan jam


operasi serta bilamana perlu mengadakan perubahan diagram alir.
B. Tujuh prinsip HACCP
1. Analisa bahaya
Tim HACCP harus membuat daftar bahaya yang mungkin
terdapat pada tiap tahapan dari produksi utama, pengolahan,
manufaktur, dan distribusi hingga sampai pada titik konsumen saat
konsumsi. Tim HACCP harus mengadakan analisis bahaya untuk
mengidentifikasi program HACCP dimana bahaya yang terdapat
secara alami, karena sifatnya mutlak harus ditiadakan atau dikurangi

hingga batas-batas yang dapat diterima, sehingga produksi pangan


tersebut dinyatakan aman.
Dalam

mengadakan

analisis

bahaya,

apabila

mungkin

seyogyanya dicakup hal-hal sebagai berikut:


-

kemungkinan timbulnya bahaya dan pengaruh yang merugikan


terbadap kesehatan;

evaluasi secara kualitatif dan/atau kuantitatif dari keberadaan


bahaya;

perkembangbiakan dan daya tahan hidup mikroorganismemikroorganisme tertentu;

produksi terus menerus toksin-toksin pangan, unsur-unsur


fisika dan kimia; dan

kondisi-kondisi yang memacu keadaan di atas.

2. Penentuan titik kendali kritis (TTK)/critical control points (CCP)


Pengendalian bahaya yang sama mungkin terdapat lebih dari
satu CCP pada saat pengendalian dilakukan. Penentuan dari CCP
pada sistem HACCP dapat dibantu dengan menggunakan pohon
keputusan seperti pada Gambar 7 yang menyatakan pendekatan
pemikiran yang logis (masuk akal).
Penerapan dari pohon keputusan harus fleksibel, tergantung
apakah operasi tersebut produksi, penyembelihan, pengolahan,
penyimpanan, distribusi atau lainnya. Pohon keputusan ini mungkin
tidak dapat diterapkan pada setiap CCP dan mempertimbangkan
situasi yang ada. Pendekatan-pendekatan lain dapat digunakan serta
dianjurkan untuk mengadakan pelatihan dalam penggunaan pohon
keputusan.
3. Penentuan batas kritis
Batas-batas kritis (critical limits) harus ditetapkan secara
spesifik dan divalidasi apabila mungkin untuk setiap CCP. Dalam
beberapa kasus lebih dari satu batas kritis akan diuraikan pada suatu
tahap

khusus.

Kriteria

yang

sering

digunakan

mencakup

pengukuran-pengukuran terhadap suhu, waktu, tingkat kelembaban,

Q1
Apakah ada
tindakan
pengendalian?
Tidak

Apakah pengendalian
pada tahap ini perlu
untuk pengamanan?

Ya

Modifikasi
Tahapan Proses

Ya

Q2

Tidak

Bukan CCP

Apakah langkah ini


khusus dibuat untuk
mengendalikan bahaya?
Ya

Tidak

Q3
Dapatkah kontaminasi
dengan bahaya teridentifikasi
terjadi melebihi tingkatan
yang dapat diterima?

Tidak

CCP
Ya

Q4
Apakah tahapan berikutnya
menghilangkan bahaya yang
teridentifikasi atau mengurangi
tingkatan kemungkinan terjadinya
hingga ke tingkatan yang dapat
diterima?

Tidak

Ya

Gambar 7. Pohon keputusan CCP untuk proses

pH, aw, keberadaan klorin, dan parameter-parameter sensori seperti


penampakan visual dan tekstur.
4. Penetapan sistem untuk memantau pengendalian titik kendali kritis
Pemantauan

merupakan

pengukuran

atau

pengamatan

terjadwal dari CCP yang dibandingkan terhadap batas kritisnya.


Prosedur pemantauan harus dapat menemukan kehilangan kendali

pada CCP. Pemantauan seyogianya dilaksanakan sebelum terjadi


penyimpangan dan

memberi informasi yang tepat waktu untuk

memastikan pengendalian proses dapat mencegah penyimpangan


dari batas kritis. Penyesuaian proses harus dilaksanakan pada saat
hasil pemantauan sebab mungkin saja hasil tersebut menunjukkan
kecenderungan ke arah kehilangan kendali pada suatu CCP. Data
yang diperoleh dari pemantauan harus dinilai oleh orang yang diberi
tugas, berpengetahuan dan berwewenang untuk melaksanakan
tindakan perbaikan yang diperlukan. Apabila pemantauan tidak
berkesinambungan, maka jumlah atau frekuensi pemantauan harus
cukup untuk menjamin agar TKK terkendali.
5. Penetapan tindakan perbaikan
Tindakan perbaikan yang spesifik harus dikembangkan untuk
setiap TKK dalam sistem HACCP agar dapat menangani
penyimpangan yang terjadi. Tindakan-tindakan harus memastikan
bahwa TKK telah berada dibawah kendali. Tindakan-tindakan harus
mencakup disposisi yang tepat dan produk yang terpengaruh.
Penyimpangan

dan

prosedur

disposisi

produk

harus

didokumentasikan dalam catatan HACCP.


6. Penetapan prosedur verifikasi
Penetapan prosedur verifikasi. Metode audit dan verifikasi,
prosedur dan pengujian, termasuk pengambilan contoh secara acak
dan analisa, dapat dipergunakan untuk menentukan apakah sistem
HACCP bekerja secara benar. Frekuensi verifikasi harus cukup
untuk memverifikasi bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif.
Contoh kegiatan verifikasi mencakup :
-

Peninjauan kembali sistem HACCP dan catatannya

Peninjauan kembali penyimpangan dan disposisi produk

Memverifikasi apakah TKK dalam kendali

Apabila memungkinkan, kegiatan validasi harus mencakup tindakan


untuk memverifikasi keefektifan semua elemen-elemen rencana
HACCP.

7. Penetapan dokumentasi mengenai semua prosedur dan catatan.


Pencatatan dan pembuktian yang efisien serta akurat penting
dalam penerapan sistem HACCP. Prosedur dalam menjalankan
kegiatan

yang

berkaitan

dengan

keamanan

pangan

harus

didokumentasikan. Dokumentasi dan pencatatan harus cukup


memadai sesuai sifat dan besarnya operasi.
Contoh dokumentasi :
-

Analisa Bahaya

Penentuan TKK

Penentuan Batas Kritis

Contoh pencatatan :
-

Kegiatan pemantuan Titik Kendali Kritis/TKK (CCP)

Penyimpangan dan Tindakan perbaikan yang terkait

Perubahan pada sistem HACCP

Selain 5 langkah awal dan 7 prinsip HACCP, keberhasilan penerapan


sistem ini juga memerlukan beberapa kondisi. Kondisi penting di tingkat
manajemen yaitu komitmen dan keterlibatan penuh dari manajemen dan
tenaga kerja. Selanjutnya, HACCP juga mensyaratkan pendekatan dan
berbagai disiplin. Pendekatan berbagai disiplin ini harus mencakup
keahlian dalam agronomi, kesehatan veteriner, produksi, mikrobiologi,
obat-obatan,

kesehatan

masyarakat,

teknologi

pangan,

kesehatan

lingkungan, kimia, perekayasa sesuai dengan pengkajian yang teliti (BSN,


1998).
5. Area penerapan HACCP
HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk
primer sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus dipedomani
dengan bukti secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia (BSN,
1998). Keseluruhan rantai pangan yang dimaksud bisa meliputi produsen
hasil pertanian, pakan ternak, produsen pangan primer, pabrik pangan,
produsen makanan sekunder, grosir, pengecer, jasaboga, katering, hingga
pangan tersebut sampai ke tangan konsumen. Pengawasan dan
pengendalian keamanan pangan melalui HACCP di setiap titik rantai

pangan dapat menurunkan risiko terjadinya gangguan kesehatan pada


konsumen akibat pangan.

E. Standar Sistem Manajemen Keamanan Pangan ISO 22000:2005


Organisasi yang menghasilkan, menangani, atau memasok pangan,
dituntut untuk mampu menampilkan dan menyediakan bukti yang cukup atas
kemampuan mereka dalam menangani keamanan pangan. Mereka harus bisa
mengidentifikasi dan mengendalikan bahaya keamanan pangan dan berbagai
kondisi yang berdampak bagi keamanan pangan. Kemudian, pembuktian
usaha tersebut lebih dapat dipertanggungjawabkan melalui sertifikasi sistem
manajemen keamanan pangan.
ISO 9001:2000 yang diterapkan pada industri pangan tidak selalu dapat
berfungsi menjaga keamanan pangan. Menurut Frgemand dan Jespersen,
(2004), sebagai sebuah standar sistem manajemen mutu, ISO 9001:2000 tidak
mengulas secara spesifik mengenai keamanan pangan Hasilnya, banyak
negara, seperti Denmark, Belanda, Irlandia, dan Australia mengembangkan
standar nasional sukarela untuk sistem keamanan pangan.
Standar nasional sukarela yang dimiliki beberapa negara tersebut akan
menemui masalah jika menghadapi perdagangan internasional. Keberagaman
persyaratan dan kondisi dari masing-masing negara tidak akan menemukan
titik temu jika menggunakan standar nasional sukarela dari sebuah negara
tertentu. Perlunya sebuah standar internasional yang membahas sistem
keamanan pangan yang bisa digunakan di keseluruhan organisasi apa pun di
wilayah mana pun menjadi sebuah kebutuhan yang terelakkan. Oleh karena
itu, dibentuklah suatu standar internasional sistem manajemen keamanan
pangan oleh The International Organization for Standardization (ISO), yang
dikenal dengan nama ISO 22000:2005.
1. Sejarah ISO 22000:2005
Tanggal 1 September 2005 adalah publikasi resmi standar
internasional ISO 22000:2005 (ISO, 2005). Standar ini diluncurkan dengan
tujuan menjamin keamanan pangan di keseluruhan rantai pangan bagi
seluruh organisasi yang bergerak di bidang pangan di seluruh dunia.

Standar ini telah mengalami perubahan berulangkali dalam penyusunannya


hingga sampai pematangan konsep sistem keamanan pangan. Standar ini
selanjutnya banyak diadopsi oleh berbagai organisasi yang bergerak di
bidang pangan hingga saat ini.
2. Manfaat ISO 22000:2005
Banyak manfaat yang diperoleh organisasi dari penerapan ISO 22000
seperti yang diungkapkan Frgemand dan Jespersen (2004) dari ISO
dalam artikel mereka saat rancangan ISO 22000 hampir selesai. Manfaat
pertama, terjalinnya komunikasi yang terarah dan terorganisasi antar mitra
bisnis. Manfaat kedua adalah pengoptimasian sumberdaya baik internal
maupun

sepanjang

rantai

pangan.

Manfaat

ketiga,

sistem

pendokumentasian yang lebih baik. Manfaat keempat, perencanaan proses


lebih baik dan mampu mengurangi verifikasi pasca proses. Manfaat
kelima, pengendalian yang dinamis dan efisien terhadap bahaya keamanan
pangan. Manfaat keenam, semua ukuran pengendalian diterapkan ke
analisis bahaya. Manfaat ketujuh, manajemen yang sistematis dari
program-program

prayarat

(Prerequisite

programmes).

Manfaat

kedelapan, memiliki dasar yang sah untuk pengambilan keputusan


Manfaat kesembilan pengendalian terfokus kepada apa yang diperlukan
sehingga mampu menyimpan sumberdaya dengan mengurangi biaya lebih
dari sistem audit.
Menurut Frgemand dan Jespersen (2004), ISO 22000 akan
menyediakan sistem keamanan pangan yang tepat digunakan dalam
organisasi yang bergerak di bidang rantai pangan apapun. Sistem
keamanan pangan yang paling efektif dirancang, dioperasikan dan
diperbarui dalam kerangka kerja sistem manajemen yang terstruktur ke
dalam

keseluruhan

memaksimalkan

aktivitas

keuntungan

manajemen
untuk

organisasi.

organisasi

dan

Kondisi
pihak

ini
yang

berkepentingan. ISO 22000:2005 juga mempertimbangkan persyaratan


yang dibutuhkan ISO 9001:2000 untuk meningkatkan kesesuaian kedua
standar tersebut serta memungkinkan jika mau dilakukan pengintegrasian.

3. Cara menerapkan ISO 22000:2005


Penerapan ISO 22000:2005 secara sederhana mengacu kepada empat
elemen kunci yang dimilikinya. Elemen pertama adalah HACCP, sebuah
sistem analisa bahaya dan pengendalian titik-titik kritis bahaya pada proses
pengolahan pangan. Elemen kedua adalah Pre Requisite Programme
(PRP), kondisi dasar dan aktivitas yang diperlukan untuk memelihara
lingkungan yang higienis sepanjang rantai makanan. Elemen ketiga adalah
komunikasi interaktif, sebuah sistem komunikasi yang melibatkan pihak
internal dan eksternal untuk mengkomunikasikan informasi atau
perubahan apa pun yang berkaitan dengan jaminan keamanan sepanjang
rantai makanan. Elemen keempat adalah sistem manajemen yang
menyediakan sumberdaya yang diperlukan untuk sistem keamanan
pangan, menjamin sistem keamanan pangan dilaksanakan seluruh pihak di
organisasi, dan mengendalikan sistem keamanan pangan tersebut.
a. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
HACCP adalah suatu sistem jaminan mutu yang berdasarkan
kepada kesadaran bahwa bahaya (hazard) dapat timbul pada berbagai
titik atau tahap produksi tertentu Bahaya-bahaya yang dimaksud bisa
berupa bahaya yang bersifat fisik, kimia, atau biologi yang bisa terdapat
pada bahan baku maupun proses. Bahaya-bahaya tersebut dapat
mengakibatkan masalah kesehatan bagi manusia yang terdapat pada
produk pangan jika tidak dikendalikan oleh produsen. Penjaminan
keamanan pangan melalui HACCP didasarkan pada ilmu pengetahuan
dan sistematika pengidentifikasian bahaya dan tindakan pengendaliannya untuk menjamin keamanan pangan.
b. Pre Requisite Programme (PRP)
Pre requisite programme atau program persyaratan dasar
keamanan pangan adalah kondisi dasar dan aktifitas yang diperlukan
untuk memelihara lingkungan yang higienis sepanjang rantai makanan.
Kondisi dasar dan aktivitas yang ditentukan disesuaikan dengan proses
produksi, penanganan dan ketetapan produk akhir yang aman untuk
konsumsi manusia. PRP yang diperlukan tergantung pada bagian mana

dari rantai makanan organisasi tersebut beroperasi dan jenis organsasi.


Contoh istilah yang setara digunakan dalam organisasi yang bergerak di
bidang pangan adalah: Good Agricultural Practices (GAP), Good
Manufacturing Practices (GMP), Good Hygienic Practices (GHP),
Good Production Practices (GPP), Good Distribution Practices (GDP)
dan Good Trading Practices (GTP).
Organisasi harus mempertimbangkan hal-hal berikut pada saat
menetapkan program ini:
1) konstruksi dan tata letak bangunan dan utilitas yang berkaitan;
2) tata letak tempat, meliputi ruang kerja dan fasilitas pekerja;
3) pasokan udara, air, energi, dan utilitas lainnya;
4) layanan pendukung, meliputi pembuangan limbah dan kotoran;
5) kesesuaian dengan peralatan dan kemudahan akses untuk proses
pembersihan, perawatan, dan perawatan untuk mencegah kerusakan;
6) pengaturan pembelian bahan (contohnya bahan baku, bahan
penyusun, bahan kimia, dan pengemas), pasokan (contohnya air,
udara, uap air, dan es), pembuangan (contohnya limbah dan
kotoran) dan penanganan produk (contohnya penyimpanan dan
transportasi);
7) ukuran untuk tindakan pencegahan kontaminasi silang;
8) pembersihan dan sanitasi;
9) pengendalian hama;
10) kebersihan pekerja;
11) aspek-aspek lain yang sesuai kondisi perusahaan.
c. Komunikasi interaktif
Komunikasi sepanjang rantai makanan penting untuk memastikan
bahwa semua bahaya keamanan pangan yang relevan teridentifikasi dan
dikendalikan secara memadai pada setiap tahapan dalam rantai
makanan. Komunikasi yang dilakukan berlaku bagi pihak internal dan
pihak eksternal. Ini menyiratkan bahwa komunikasi antara organisasi
baik dari hulu hingga hilir dalam rantai makanan harus terjalin baik.

1) Komunikasi eksternal
Komunikasi dengan para pelanggan dan pemasok tentang
bahaya yang teridentifikasi dan tindakan pengendalian akan
membantu dalam menjelaskan persyaratan-persyaratan pelanggan
dan pemasok. Sebagai contoh, kelayakan dan kebutuhan untuk
persyaratan-persyaratan tersebut dan dampak peran mereka terhadap
produk akhir.
Pengenalan peran organisasi dan posisi dalam rantai makanan
merupakan sebuah hal yang penting. Hal ini untuk memastikan
komunikasi interaktif yang efektif sepanjang rantai makanan dalam
rangka mengirimkan produk yang aman kepada konsumen akhir.
Demi mendapatkan informasi yang cukup tentang isu mengenai
keamanan pangan tersedia di seluruh rantai makanan, organisasi
harus menetapkan, menerapkan dan memelihara bentuk komunikasi
yang efektif dengan:
a) para pemasok dan kontraktor,
b) para pelanggan atau konsumen, khususnya yang berkaitan
dengan informasi produk (termasuk instruksi mengenai sasaran
penggunaan, persyaratan penyimpanan yang spesifik dan,
bilamana sesuai, umur simpan), permintaan keterangan, kontrak
atau penanganan order termasuk perubahan-perubahannya dan
umpan balik pelanggan yang juga mencakup keluhan pelanggan,
c) pihak yang berwenang dalam perundang-undangan dan peraturan
yang berlaku, serta
d) organisasi lainnya yang berdampak pada, atau yang akan
terpengaruh oleh keefektifan atau perbaharuan dari sistem
manajemen keamanan pangan.
Komunikasi tersebut harus menyediakan informasi mengenai
aspek keamanan pangan dari produk organisasi tersebut yang
mungkin relevan terhadap organisasi lainnya dalam rantai makanan.
Penerapan ini terutama untuk bahaya keamanan pangan yang
diketahui bahwa perlu dikendalikan oleh organisasi lainnya dalam

rantai makanan. Catatan komunikasi eksternal harus dipelihara untuk


menjaga sistem.
2) Komunikasi internal
Organisasi harus menetapkan, mengimplementasikan dan
memelihara bentuk komunikasi yang efektif dengan personal internal
tentang isu yang memiliki dampak terhadap kemanan pangan. Dalam
rangka memelihara efektivitas sistem manajemen keamanan pangan,
organisasi harus memastikan bahwa tim keamanan pangan
diinformasikan tepat pada waktunya untuk setiap adanya perubahan
setidaknya meliputi:
a) produk ataupun produk baru;
b) bahan baku, bahan dan jasa;
c) sistem produksi dan peralatan;
d) fasilitas produksi, lokasi peralatan, lingkungan sekitar;
e) program pembersihan dan sanitasi;
f) sistem pengemasan, penyimpanan dan distribusi;
g) tingkatan kualifikasi personal dan/atau pembagian tanggung
jawab dan wewenang
h) persyaratan perundang-undangan dan peraturan;
i) pengetahuan mengenai bahaya keamanan pangan dan tindakan
pengendalian;
j) persyaratan pelanggan, sector atau lainnya yang organisasi
pantau;
k) permintaan keterangan yang relevan dari pihak eksternal yang
berkepentingan
l) komplain yang mengindikasikan bahaya keamanan pangan
m) kondisi lainnya yang berdampak pada keamanan pangan.
Tim keamanan pangan harus memastikan bahwa informasi ini
dimasukkan dalam pembaharuan sistem manajemen keamanan
pangan. Manajemen puncak harus memastikan bahwa informasi
yang relevan dengan keamanan pangan dimasukkan sebagai
masukan tinjauan manajemen. Setelah didapatkan keputusan tindak

lanjut atas informasi keamanan pangan dari tinjauan manajemen, tim


keamanan pangan mensosialisasikannya kepada personil yang terkait
agar melaksanakan ketetapan yang baru.
d. Sistem manajemen
Sistem keamanan pangan yang paling efektif dibuat, dilaksanakan
dan diperbaharui dalam kerangka suatu sistem manajemen yang
terstruktur dan satu kesatuan dalam keseluruhan aktivitas manajemen
organisasi. Hal ini memberikan manfaat maksimum untuk organisasi
dan pihak yang berkepentingan. Selain itu, standar Internasional ISO
22000:2005 telah disejajarkan dengan ISO 9001 dalam rangka
meningkatkan kesesuaian dua standar.
Organisasi harus menetapkan, mendokumentasikan, mengimplementasikan dan memelihara suatu sistem manajemen keamanan pangan
dan memperbaharuinya bilamana diperlukan sehubungan dengan
standar ISO 22000:2005. Ruang lingkup sistem manajemen keamanan
pangan harus ditetapkan oleh organisasi agar menyesuaikan dengan
standar. Ruang lingkup tersebut harus menentukan produk atau kategori
produk, proses dan lokasi produksi yang ditujukan oleh sistem
manajemen keamanan makanan.
Dalam rangka membangun sistem manajemen keamanan pangan,
organisasi harus melakukan minimal empat hal. Pertama, organisasi
harus memastikan bahwa bahaya keamanan pangan yang mungkin
terjadi dalam hubungannya dengan produk dalam lingkup sistem
diidentifikasi, dievaluasi, dan dikendalikan dengan cara

yang

sedemikian rupa agar produk dari organisasi tersebut tidak, secara


langsung atau tidak langsung, merugikan konsumen. Kedua, organisasi
harus mengkomunikasikan informasi yang sesuai sepanjang rantai
makanan

mengenai

isu

keamanan

yang

berhubungan

dengan

produknya. Ketiga, organisasi harus mengkomunikasikan informasi


mengenai pengembangan, implementasi dan pembaharuan sistem
manajemen keamanan pangan sepanjang organisasi tersebut, kepada
tingkat yang diperlukan untuk memastikan keamanan pangan yang

diperlukan

oleh

ISO

22000:2005.

Keempat,

organisasi

harus

mengevaluasi secara periodik, dan memperbaharui sistem manajemen


keamanan

pangan

guna

memastikan

bahwa

sistem

tersebut

mencerminkan aktivitas organisasi dan menyertakan informasi terbaru


mengenai bahaya keamanan pangan yang terkendali.
Bukti berjalannya sistem manajemen keamanan pangan terdapat
dalam dokumen dan catatan organisasi. Dokumen dan catatan ini harus
dikendalikan, dipelihara, dan diperbaharui jika diperlukan untuk
menjaga kelangsungan sistem. Suatu prosedur yang terdokumentasi
harus dibuat dalam rangka pengendalian dokumen yang diperlukan
untuk:
1) Menyetujui dokumen akan kecukupannya sebelum diedarkan
2) Meninjau, memperbaharui seperlunya dan menyetujui ulang
dokumen.
3) Memastikan perubahan dan status revisi terakhir dari dokumen
dapat teridentifikasi.
4) Memastikan versi relevan dari dokumen yang berlaku tersedia di
tempat pemakaiannya.
5) Memastikan dokumen tetap dapat dibaca dan mudah diidentifikasi
6) Memastikan dokumen yang relevan dari luar teridentifikasi dan
pendistribusiannya dikendalikan; dan
7) Mencegah penggunaan yang tidak diinginkan terhadap dokumen
yang kadaluwarsa, dan guna memastikan bahwa dokumen tersebut
teridentifikasi secara memadai sebagaimana jika disimpan untuk
tujuan tertentu.
5. Area penerapan ISO 22000:2005
Seperti HACCP, ISO 22000:2005 dapat diterapkan pada seluruh rantai
pangan dari produk primer sampai pada konsumsi akhir. Organisasi dalam
rantai makanan terbentang dari produsen pakan dan produsen utama
melalui pabrikan makanan, jasa pengangkutan dan penyimpanan serta para
kontraktor hingga pengeceran dan toko-toko pelayanan makanan

(bersama-sama dengan organisasi terkait di dalamnya seperti produsen


peralatan, material kemas, bahan pembersih, bahan aditif dan bahan baku).
ISO 22000 mengharuskan bahwa semua bahaya yang mungkin terjadi
dalam rantai makanan, termasuk bahaya yang berhubungan dengan proses
dan fasilitas yang digunakan, diidentifikasi dan ditinjau. Jadi hal ini
menyediakan cara untuk menentukan dan mendokumenkan alasan bahaya
teridentifikasi yang tertentu perlu dikendalikan oleh organisasi tertentu dan
mengapa yang lainnya tidak perlu. Ilustrasi skema rantai pangan di mana
ISO 22000:2005 dapat diterapkan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Skema rantai pangan di mana ISO 22000:2005 dapat diterapkan


(ISO, 2005)

F. Industri dan Teknologi Pengolahan Gula


Gula adalah sebutan untuk bahan pemanis yang diekstraksi dari tumbuhtumbuhan yang menghasilkan gula alami (Anonim c, 2008). Gula yang umum
dikenal di dunia berasal dari tumbuhan bit dan tebu. Tumbuhan lainnya yang
dapat digunakan juga untuk menghasilkan gula adalah kelapa dan aren.
Kegunaan dari gula sebagai bahan pangan cukup bervariasi. Gula dapat
berfungsi sebagai pemberi rasa manis pada pangan maupun minuman. Gula
merupakan bahan baku utama dalam produk konfeksioneri. Selain itu, gula
bisa berguna sebagai humektan atau pengikat air untuk pangan tertentu yang

memiliki aw rendah. Selain menentukan tekstur, sifat pengikat air ini juga
menjadikan gula sebagai salah satu pengawet alami. Melalui pengikatan air
bebas oleh gula hingga kadar aw tertentu, sebagian mikroba tidak mampu
untuk tumbuh maupun hidup di dalam pangan. Gula juga bisa berfungsi
sebagai agen pembentuk warna coklat melalui proses karamelisasinya.
Gula memiliki berbagai jenis bentuk dan karakter fisik yang bergantung
pada pengolahannya. Melalui ekstraksi cairan tumbuhan, biasanya dihasilkan
gula kristal mentah dan molase. Gula kristal mentah ini yang nantinya dapat
diolah menjadi berbagai jenis produk turunan lainnya. Secara umum, diagram
pengolahan berbagai jenis gula dapat dilihat pada Gambar 9.

Tumbuhan

Ekstraksi

Kristalisasi lambat

Cairan gula

Gula Batu

Kristalisasi

Molase

Gula kristal
mentah

Pencampuran

Pemurnian
sederhana

Gula
coklat

Gula
granulasi

Rafinasi

Gula
rafinasi/
caster

Penghancuran
mekanis

Gula
bubuk

Penghancuran
mekanis +
sirup jagung

Gula icing
(icing
sugar)

Gambar 9. Pengolahan berbagai jenis gula secara umum (dimodifikasi dari


Anonimb, 2008)

1. Gula rafinasi
Gula rafinasi adalah gula sukrosa yang diproduksi melalui tahapan
proses pengolahan gula kristal mentah yang meliputi: afinasi pelarutan
kembali (remelting) - klarifikasi dekolorisasi kristalisasi fugalisasi
pengeringan pengemasan (BSN, 2006). Setelah melalui tahapan ini gula
akan mengalami perubahan ukuran, warna, derajat polarisasi, dan kadar
gula pereduksi. Tahapan proses pembuatan gula rafinasi secara umum
dapat dilihat pada Gambar 10.
Proses pembuatan gula rafinasi dimulai dari penanganan gula kristal
mentah. Gula kristal mentah masih dilapisi dengan molase yang
mengandung ketidakmurnian (impurities) dan bahan berwarna. Rerata
kemurnian dari film tersebut sekitar 70% (Baikow, 1982). Film ini dapat
dihilangkan melalui proses afinasi. Afinasi adalah proses pencucian gula
kristal mentah yang telah dicampur dengan air atau sirup gula dalam
mixer. Selanjutnya, gula dicuci menggunakan mesin sentrifugal untuk
menghilangkan lapisan tetes yang ada di permukaan kristal.
Gula afinasi atau gula yang telah dicuci harus memasuki tahapan
pelarutan kembali (re-melting) sebelum memasuki tahapan selanjutnya.
Pelarutan kembali biasanya menggunakan air gula (sweet water),
kondensat, atau air netral yang bebas dari garam anorganik terlarut dan
bakteri. Pelarutan gula yang paling menguntungkan dan ekonomis sebaik
nya 66 Brix karena dapat menghilangkan proses evaporasi lebih lanjut
(Baikow, 1982).
Sirup gula dari proses re-melting masih memiliki warna yang keruh dan
memerlukan proses penjernihan atau klarifikasi. Proses klarifikasi bisa
dilakukan dengan fosfatasi, karbonatasi atau proses lainnya. Umumnya,
industri rafinasi gula menggunakan fosfatasi dan karbonatasi karena kedua
proses tersebut baik dalam menghilangkan warna dengan harga rendah dan
peralatan sederhana.

Gula kristal mentah

Afinasi

Gula afinasi

Re-melting

Sirup gula I

Klarifikasi

Sirup gula II

Filtrasi

Sirup gula III

Dekolorisasi

Sirup gula IV

Penguapan,
pH =9

Sirup gula V

Pendinginan

Massecuites
Fugalisasi

Larutan Induk

Kristal sukrosa

Pengeringan

Gula Rafinasi

Pengemasan

Gula Rafinasi dalam kemasan

Gambar 10. Pembuatan gula rafinasi secara umum (dimodifikasi dari


BSN, 2006)

Sirup gula yang sudah melalui penjernihan di proses klarifikasi,


dijernihkan melalui proses filtrasi untuk menghilangkan semua bahan yang
tidak dibutuhkan. Oleh karena itu, proses filtrasi biasanya dilakukan dalam
beberapa tingkat tergantung metode pemurnian (refining). Mesin filter
bertekanan digunakan dalam proses filtrasi untuk menghilangkan partikel
atau endapan yang ada di sirup gula. Hasil yang diperoleh berupa sirup
yang jernih, sedikit berwarna, tipis, dengan kandungan kering sekitar 1215% (Belitz and Grosch, 1987).
Setelah melalui filtrasi, sirup gula sudah memiliki tingkat kejernihan
tinggi karena terbebas dari bahan warna dan endapan lainnya. Langkah
selanjutnya adalah dekolorisasi atau penghilangan warna sirup gula.
Dekolorisasi bisa menggunakan resin penukar ion, karbon aktif atau bahan
penyerap warna lainnya. Penghilangan warna sirup ini menghilangkan
pigmen-pigmen warna melalui adsorpsi.
Sirup gula yang sudah kehilangan warna diuapkan dalam tahapan
berkali-kali. Selama proses penguapan, kondisi alkali (pH 9) dijaga untuk
mencegah inversi sukrosa. Melalui proses penguapan dan pendinginan
sirup gula, dihasilkan campuran kristal sukrosa dengan larutan induk
(mother liquor).
Campuran kristal sukrosa dengan larutan induk selanjutnya diproses
melalui fugalisasi untuk memisahkan keduanya. Pemisahan dilakukan
dengan menggunakan mesin sentrifugal. Larutan induk (fase cair) yang
memiliki berat jenis lebih rendah akan berada di lapisan atas, sedangkan
kristal sukrosa (fase padat) yang memiliki berat jenis lebih tinggi akan
berada di lapisan bawah. Fase cair dari mesin sentrifugal dilarutkan dan
dikembalikan ke panci pemanasan (reboiling/re-melting).
Proses selanjutnya adalah pengeringan. Fase padat dikeringkan,
disaring, digranulasikan, dan ditekan menjadi bentuk yang diinginkan.
Proses pengeringan fase padat tersebut setidaknya melalui dua tahap, yaitu
penghilangan uap air tidak terikat, dan penghilangan uap air terikat yang
berlebih (Baikow, 1982).

Tahap terakhir pembuatan gula rafinasi adalah pengemasan. Pada tahap


ini gula rafinasi dalam bentuk curah (bulk sugar) disalurkan melalui pipapipa kemudian ditampung dalam silo-silo gula rafinasi. Selanjutnya gula
rafinasi ini akan disalurkan ke konsumen dalam dua bentuk pilihan, yaitu
curah atau karung.
Gula rafinasi yang diproduksi di Indonesia ditujukan untuk konsumsi
industri makanan dan minuman. Guna melindungi kepentingan konsumen
dan memudahkan produsen, Badan Standardisasi Nasional (BSN)
mengeluarkan SNI 01-3140.2-2006, yang mengatur penetapan syarat
mutu, pengambilan contoh dan cara uji gula kristal rafinasi.
2. Gula kristal mentah
Gula kristal mentah yang dikenal sebagai sukrosa dengan rumus kimia
C12H22O11 (dapat dilihat pada Gambar 11) diperoleh dari hasil olahan
kristalisasi cairan tanaman bit (Beta vulgaris ssp. vulgaris) atau tebu
(Saccharum officinarum) dan masih memiliki lapisan molase. Gula kristal
mentah yang dibahas di dalam tulisan ini adalah gula kristal hasil olahan
cairan tebu. Menurut Bender di dalam Anonim (2008), gula kristal mentah
adalah gula kristal berwarna coklat yang belum dimurnikan, memiliki
kadar kemurnian 96-98%, dan perlu dimurnikan lebih lanjut (refining).
Gula kristal mentah tidak dapat dikonsumsi langsung oleh manusia
sebelum diproses lebih lanjut.

Gambar 11. Rumus kimia sukrosa (C12H22O11)


Menurut James di dalam Jackson (1999) proses pembuatan gula kristal
mentah yang berasal dari tebu meliputi tahapan sebagai berikut:
1. Tebu dihancurkan dan cairannya diperas keluar
2. Cairan tebu dipanaskan dan diberikan kapur untuk menghilangkan
kotoran (impurities)

3. Cairan tebu dievaporasi sampai gula mengkristal


4. Campuran kristal dan cairan induk (mother liquor) yang juga disebut
massecuite atau masse, disentrifugasi untuk menghasilkan gula tebu
mentah dan cairan induk
5. Cairan induk dari tahapan 4 dipanaskan lagi untuk menghasilkan gula
mentah lainnya
6. Cairan induk dari tahapan dipanaskan lagi untuk ketiga kalinya
7. Setelah pemanasan pada tahapan 6, akan dihasilkan sisa cairan induk
yang secara ekonomi sudah mengalami penurunan mutu hingga
tingkatan paling rendah (bottom downgrade). Sisa ini disebut juga
factory molasses
8. Gula mentah hasil ekstraksi tebu mengandung 97% sukrosa dan 3%
molase.
Gula kristal mentah biasanya masih terkontaminasi dengan spora kapang,
bakteri, serat tebu, dan butiran tanah. Gambar gula kristal mentah dapat
dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Gula kristal mentah (Anonima, 2008)


3. Molase
Molase merupakan produk samping dari pembuatan gula, memiliki
warna coklat berbentuk lapisan hasil dari olahan massecuitemagma
yang terbentuk dari proses kristalisasi cairan guladengan tingkatan mutu
terendah. Bagian utama molase tersusun dari berbagai karamel dan
mineral. Molase digunakan sebagai bahan campuran bersama gula kristal
mentah dalam pembuatan gula coklat (brown sugar). Gambar molase
dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Molase (Anonimb, 2008)


4. Gula coklat
Gula coklat adalah produk turunan gula granulasi yang dicampur
dengan sedikit molase untuk menghasilkan gula dengan warna coklat dan
flavor yang khas. Pembuatan gula coklat menurut Anonim c (2008)
dibedakan menjadi gula coklat terang dan gula coklat gelap. Gula coklat
terang dapat dibuat dengan perbandingan 2/3 gula coklat gelap ditambah
1/3 gula granulasi. Gula coklat gelap dapat dibuat dengan perbandingan
satu cangkir gula granulasi ditambah dua sendok makan molase atau satu
cangkir gula coklat terang ditambah satu sendok makan molase. Gambar
gula coklat dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Gula coklat (Anonimb, 2008)


5. Gula batu
Gula batu memiliki bentuk besar tidak beraturan dengan derajat
kemurnian rendah. Gula batu tidak semanis gula granulasi biasa. Gula
batu memiliki kristal bening berukuran besar berwarna putih atau kuning
kecoklatan. Kristal bening dan putih dibuat dari larutan gula jenuh yang
mengalami kristalisasi secara lambat. Gula batu putih memiliki rekahanrekahan kecil yang memantulkan cahaya. Kristal berwarna kuning
kecoklatan mengandung berbagai karamel. Gula ini kurang manis karena
kandungan air dalam kristal cukup tinggi (Anonima, 2008). Gambar gula
batu bisa dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Gula batu (Anonimb, 2008)


6. Gula granulasi
Gula granulasi (gula pasir) adalah kristal-kristal gula berbentuk
butiran kecil yang umumnya dijumpai dan digunakan di rumah (Anonima,
2008). Gula granulasi merupakan hasil olahan pemurnian gula kristal
mentah secara sederhana. Pembuatan gula granulasi serupa dengan gula
kristal mentah, hanya saja untuk gula granulasi melalui proses
penambahan sulfur dioksida yang berfungsi memucatkan warna sirup gula
sebelum proses penguapan atau evaporasi (Bloch, 2007). Gula granulasi
dijual dalam bentuk gula butiran/pasir seperti terlihat pada Gambar 16 atau
dicetak dalam bentuk gula kubus seperti terlihat pada Gambar 17.

Gambar 16. Gula granulasi (gula pasir) (Anonimb, 2008)

Gambar 17. Gula kubus (Anonimb, 2008)


7. Gula bubuk/gula icing (Icing sugar)
Gula bubuk biasanya diproduksi di industri melalui penghancuran
mekanis gula granulasi dengan cara digiling menjadi 4 kali, 6 kali, atau 10
kali lebih kecil dengan satuan ukuran mesh (Baikow, 1982). Biasanya,

gula ini dicampur dengan sedikit pati atau bahan anti kempal seperti pati
jagung atau tri-kalsium fosfat sebanyak 3% dari berat gula untuk
mencegah penggumpalan. Gula bubuk juga dikenal sebagai gula
confectionary. Gula ini biasa digunakan sebagai bahan baku dalam
pembuatan kue-kue manis dan juga bisa menjadi bahan pelapis kue. Gula
bubuk/gula icing dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Gula bubuk/gula icing (icing sugar) (Anonimb, 2008)


8. Gula caster
Gula castor atau caster adalah nama dari gula pasir yang sangat halus.
Gula ini dinamai demikian karena ukuran butirannya sangat kecil sehingga
dapat ditaburkan dari wadah berlubang-lubang kecil. Biasanya gula caster
diperoleh dari pembuatan gula rafinasi yang dimodifikasi sehingga ukuran
partikel gula ini mampu melewati saringan (shieve) berukuran 0.4 mm atau
lebih kecil.
Karena kehalusannya, gula ini lebih cepat larut dibandingkan gula
putih pada umumnya.Oleh karena itu gula ini secara khusus bermanfaat
dalam pembuatan meringues' dan cairan dingin. Gula ini tidak sehalus
gula bubuk yang dihaluskan secara mekanis. Gula caster dapat dilihat pada
Gambar 19. Perbandingan bentuk antara gula icing, gula granulasi, dan
gula caster dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 19. Gula caster (Anonimb, 2008)

Gambar 20. Gula icing gula granulasi gula caster (Arfi, 2008)

G. Mutu dan Keamanan Produk Gula Rafinasi


Menurut BSN (2006), produk gula rafinasi di Indonesia wajib
menggunakan acuan SNI 01-3140.2-2006 untuk kriteria mutu dan keamanan.
Faktor mutu yang diperhatikan adalah derajat polarisasi, kandungan gula
pereduksi, susut pengeringan, warna larutan, kadar abu, dan sedimen yang
terbentuk. Faktor keamanan bagi gula rafinasi yang perlu diperhatikan adalah
cemaran senyawa kimia seperti belerang dioksida (SO 2), logam-logam berat
seperti timbal (Pb), tembaga (Cu), arsen (As), dan mikroba dengan kriteria
angka lempeng total (ALT), kapang, dan khamir. Kriteria mutu dan keamanan
gula rafinasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Karakteristik gula rafinasi yang memiliki sedikit kandungan air
menjadikannya sulit sebagai media pertumbuhan mikroorganisme. Gula
rafinasi atau Berry sugar menurut Belitz dan Grosch (1987) memiliki
karakteristik kandungan sukrosa sebanyak 98.8%, dengan kadar air sebesar
0.7%, kadar abu sebesar 0.2%, dan 0.29% bahan organik lainnya. Kadar air
sebesar 0.7% merupakan kondisi yang sulit bagi mikroba untuk melakukan
pertumbuhan.
Kondisi pengepakan dan penyimpanan yang kurang higienis biasanya
dapat menyebabkan produk gula pasir (granulasi) terkontaminasi mikroba.
Jenis mikroba yang biasanya mengkontaminasi biasanya tergolong dalam
jenis Bacillus dan Clostridium (Apriyantono, et. al., 1989). Menurut
Vanderzart dan Splittstoetsser (1992) setidaknya terdapat 3 jenis mikrospora
bakteri termofilik yang bisa mengontaminasi produk gula. Jenis pertama
adalah spora bakteri termofilik penyebab kebusukan flat sour (asam tanpa

gas), contohnya Bacillus stearothermophillus, Bacillus coagulans, dan


Bacillus thermoacidurans. Jenis kedua adalah spora bakteri anaerobik yang
tidak memproduksi H2S, contohnya Clostridium thermosaccharolyticum.
Jenis ketiga adalah spora bakteri anaerobik penyebab kebusukan sulfida
(memproduksi H2S), contohnya Clostridium nigrificans dan Bacillus
betanigrificans.

Tabel 1. Syarat mutu gula kristal rafinasi (BSN, 2006)


No.

Kriteria uji

Satuan

Polarisasi

Persyaratan
I
II
min. 99.80 min. 99.70

Gula Pereduksi

maks. 0.04

maks. 0.04

Susut pengeringan

% ,b/b

maks. 0.05

maks. 0.05

Warna larutan

maks. 45

maks. 80

Abu

%, b/b

maks. 0.03

maks. 0.05

Sedimen

mg/kg

maks. 7.0

maks. 10.0

Belerang dioksida (SO2)

mg/kg

maks. 2.0

maks. 5.0

Timbal (Pb)

mg/kg

maks. 2.0

maks. 2.0

Tembaga (Cu)

mg/kg

maks. 2.0

maks. 2.0

10

Arsen (As)

mg/kg

maks. 1.0

maks. 1.0

11

Angka Lempeng Total (ALT)

koloni/10 g

maks. 200

maks. 250

12

Kapang

koloni/10 g

maks. 10

maks. 10

13

Khamir

koloni/10 g

maks. 10

maks. 10

IU

CATATAN Z = Zuiker = Sukrosa; IU = ICUMSA UNIT

Salah satu kasus kejadian luar biasa (KLB) terkait gula adalah kasus
KLB kontaminasi batang tebu di Brazil. Menurut Massarani (2005), insiden
ini terjadi karena cairan tebu terkontaminasi oleh parasit Trypanosoma cruzi
sehingga menimbulkan penyakit Chagas. Penyakit Chagas adalah penyakit
yang berpotensi menimbulkan dampak fatal bagi kesehatan manusia yang
disebabkan parasit. Umumnya penyakit ini ditularkan ke manusia melalui
gigitan serangga. Dampak yang ditimbulkan penyakit ini ke pasien adalah
demam, migrain, dan nyeri otot. Namun, penyakit ini bisa berkembang lebih

jauh menimbulkan penyakit kuning, nyeri perut, pendarahan organ dalam,


cairan di paru-paru, dan gagal jantung. Tercatat lima orang dari kasus ini
dinyatakan meninggal.

III. METODE PELAKSANAAN


A. Tempat dan Waktu
Pelaksanaan magang dilakukan di tiga tempat. Tempat pertama di
Perusahaan Jasa Konsultasi, Premysis Consulting, Jakarta. Tempat kedua di
kantor pusat PT Gula Rafinasi A. Tempat ketiga di pabrik PT Gula Rafinasi
A. Nama perusahaan gula disamarkan atas dasar kesepakatan pelaksana
magang dengan perusahaan penyedia magang. Kegiatan dilakukan selama 7
bulan dari bulan Maret sampai dengan Oktober 2008.

B. Tahapan dan Cara Pelaksanaan


Secara garis besar, pelaksanaan magang dilakukan dengan tiga tahapan,
yaitu kajian sistem HACCP, ISO 9001:2000, dan ISO 22000:2005, tinjauan
umum perusahaan tempat magang, dan kajian penerapan sistem manajemen
terpadu (ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005) di perusahaan gula rafinasi.
Kajian sistem HACCP, ISO 9001:2000, dan ISO 22000:2005 dilakukan untuk
mengetahui keterkaitan antar sistem manajemen tersebut. Tahapan berikutnya,
yaitu tinjauan umum perusahaan dilakukan untuk mengetahui gambaran
umum mengenai dua perusahaan tempat dilakukan magang. Tahapan terakhir
adalah kajian penerapan sistem manajemen terpadu di perusahaan gula
rafinasi. Tahap ini merupakan praktik pengamatan langsung kesesuaian sistem
manajemen yang ada di perusahaan tersebut dengan standar internasonal
sistem mutu (ISO 9001:2000) dan keamanan pangan (ISO 22000:2005).
1. Kajian HACCP, ISO 9001:2000, dan ISO 22000:2005
Tahapan melakukan kajian terhadap ketiga sistem tersebut, yaitu:
a. Mempelajari HACPP
Hal yang dipelajari terkait dengan HACCP meliputi pengertian,
sejarah, keunggulan, cara menerapkan, dan area penerapan HACCP.
b. Mempelajari ISO 9001:2000
Hal yang dipelajari terkait ISO 9001:2000 meliputi sistem
manajemen mutu dan garis besar tentang ISO 9001:2000.

c. Mempelajari ISO 22000:2005


Hal yang dipelajari terkait ISO 22000:2005 meliputi sistem
manajemen keamanan pangan, sejarah, manfaat, cara menerapkan,
dan area penerapan ISO 22000:2005.
d. Melakukan analisis keterkaitan HACCP, ISO 9001:2000, dan ISO
22000:2005
Setelah

mempelajari

22000:2005,

dilakukan

Keterkaitan

bisa

HACCP,
analisis

berupa

ISO

9001:2000,

keterkaitan

kesamaan,

antara

perbedaan,

dan

ISO

ketiganya.
dan

cara

pengintegrasian antara ketiga sistem tersebut.


Kajian HACCP, ISO 9001:2000, dan ISO 22000:2005 dilakukan
dengan cara studi pustaka, diskusi, rapat kecil, dan mengikuti pelatihan
ISO 9001:2000, HACCP, dan ISO 22000:2005
a. Studi pustaka
Studi pustaka dilakukan pelaksana magang dengan membaca
pustaka-pustaka

terkait

HACCP,

ISO

9001:2000,

dan

ISO

22000:2005 berupa pustaka fisik maupun elektronik.


b. Diskusi
Diskusi langsung dilakukan pelaksana magang dengan tiga orang
konsultan senior Premysis untuk mengetahui makna setiap informasi
yang didapat dari tinjauan pustaka. Diskusi juga membahas makna
dari setiap klausa yang tercantum di dalam ISO 9001:2000 terkait
mutu dan ISO 22000:2005. Pembahasan setiap klausa ISO 9001:2000
dan ISO 22000:2005 disertai contoh-contoh praktik manajemen mutu
dan keamanan pangan pada beberapa industri pangan. Setiap hasil
diskusi dicatat oleh pelaksana magang dalam bentuk data elektronik.
c. Rapat
Rapat dilakukan antara pelaksana magang dan tiga orang konsultan
senior Premysis untuk mengukur kedalaman pengetahuan dan
pemahaman pelaksana magang mengenai mutu, keamanan pangan,
HACCP, standar internasional mutu (ISO 9001:2000) dan standar
internasional keamanan pangan (ISO 22000:2005). Rapat kecil

dilakukan di ruang pertemuan Premysis menggunakan alat bantu


laptop dan LCD. Pelaksana magang melakukan presentasi hasil
sementara yang sudah diperolehnya untuk dievaluasi oleh tiga orang
konsultan senior Premysis. Rapat kecil dilakukan sekali setiap bulan.
d. Mengikuti pelatihan ISO 9001:2000, HACCP, dan ISO 22000:2005
Pelaksana magang ikut serta sebagai asisten konsultan senior
dalam pelatihan ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 untuk industri
pangan yang diadakan Premysis Consulting. Pelaksana magang
membantu persiapan pelatihan dan mengikuti pelatihan ISO
9001:2000 dan ISO 22000:2005. Pengetahuan yang didapatkan
pelaksana magang dari hasil pelatihan sama seperti peserta yang
merupakan praktisi industri pangan.
2. Tinjauan umum perusahaan
Tahapan melakukan tinjauan umum perusahaan tempat magang,
yaitu:
a. Mempelajari Premysis Consulting
Tinjauan untuk Premysis Consulting dilakukan dalam lingkup
profil, lokasi, struktur organisasi, waktu kerja, metode kerja, dan
produk perusahaan.
b. Mempelajari PT Gula Rafinasi A
Tinjauan untuk Premysis Consulting dilakukan dalam lingkup
profil, struktur organisasi, dan produk perusahaan.
Tinjauan umum perusahaan dilakukan dengan cara kunjungan
langsung, studi dokumen dan wawancara.
1. Kunjungan langsung ke perusahaan
Kunjungan langsung ke perusahaan dilakukan untuk mengetahui
informasi-informasi umum tentang Premysis Consulting dan PT Gula
Rafinasi A.
2. Studi dokumen
Studi dokumen dilakukan setelah dilakukan kunjungan langsung ke
perusahaan dengan meminjam dokumen-dokumen kepada pihak yang

bertanggung jawab di perusahaan. Dokumen yang terkait berupa


booklet dan pedoman perusahaan.
3. Wawancara
Wawancara dilakukan kepada pihak yang bertanggung jawab di
perusahaan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan pelaksana
magang.
3. Kajian penerapan sistem manajemen terpadu di PT Gula Rafinasi A
Kajian penerapan Sistem Manajemen Terpadu di PT Gula Rafinasi A
dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
a. Mempelajari Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan di PT
Gula Rafinasi A
Saat kunjungan langsung tahap pertama, pelaksana magang
mempelajari sistem manajemen terpadu yang terimplementasi di PT
Gula Rafinasi A. Sistem manajemen yang masuk lingkup di sini
adalah sistem manajemen mutu dan keamanan pangan yang berlaku
di kedua bagian perusahaan (kantor pusat dan pabrik).
b. Identifikasi ketidaksesuaian
Langkah selanjutnya dilakukan identifikasi ketidaksesuaian sistem
manajemen terpadu yang terimplementasi di PT Gula Rafinasi A
dengan acuan persyaratan ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005.
c. Analisis ketidaksesuaian
Setelah dilakukan pengidentifikasian, langkah berikutnya adalah
pembahasan ketidaksesuaian-ketidaksesuaian yang ada dalam sistem
manajemen PT Gula Rafinasi A antara tim konsultan dengan tim
mutu dan keamanan pangan PT Gula Rafinasi A. Pembahasan
bertujuan untuk menyelesaikan ketidaksesuaian yang ada dengan
ruang lingkup penyebab ketidaksesuaian, kondisi perusahaan yang
menyebabkan ketidaksesuaian, dan sarana serta prasarana yang dapat
dimanfaatkan untuk menyelesaikan ketidaksesuaian.
d. Penyusunan solusi alternatif tahap pertama
Setelah dilakukan pembahasan ketidaksesuaian, penyusunan solusi
alternatif dilakukan untuk menangani ketidaksesuaian yang ada

dalam penerapan ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 di PT Gula


Rafinasi A. Solusi alternatif dirancang berdasarkan pertimbangan
ketidaksesuaian, sumber ketidaksesuaian, sarana yang dimiliki
perusahaan, dan metode yang bisa diterapkan. Pemberian solusi
alternatif mengacu pada sumber literatur yang sahih dan praktik
industri yang benar. Solusi alternatif dicatat dan disimpan dalam
bentuk data elektronik. Selanjutnya, hasil solusi alternatif akan
diajukan tim mutu dan keamanan pangan di rapat tinjauan
manajemen untuk dibahas dan diputuskan penerapannya.
e. Verifikasi implementasi sistem yang telah disusun solusi alternatifnya
Langkah berikutnya dalam melakukan kajian sistem manajemen
terpadu adalah verifikasi sistem di PT Gula Rafinasi A. Hal ini untuk
mengetahui perkembangan penerapan sistem dan keefektifan solusi
alternatif yang diberikan. Verifikasi dilakukan berupa kunjungan
langsung ke pabrik PT Gula Rafinasi A di Cilegon pada bulan
Oktober 2008. Tujuan kunjungan ke pabrik untuk melihat kesesuaian
praktik dengan dokumen yang ada di kantor pusat PT Gula Rafinasi
A. Pemeriksaan kesesuaian implementasi sistem dilakukan dengan
wawancara kepada pihak terkait.
f. Penyusunan solusi alternatif tahap kedua
Langkah terakhir dalam kegiatan magang ini adalah penyusunan
solusi alternatif tahap kedua untuk menindaklanjuti hasil verifikasi
sistem. Penyusunan solusi alternatif kedua dirancang dengan dasar
pemikiran seperti tahap pertama, yaitu berdasarkan pertimbangan
ketidaksesuaian, sumber ketidaksesuaian, sarana yang dimiliki
perusahaan, dan metode yang bisa diterapkan.

Kajian penerapan Sistem Manajemen Terpadu di PT Gula Rafinasi A


dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Kunjungan langsung ke kantor pusat PT Gula Rafinasi A
Hal ini dilakukan untuk mengetahui kelengkapan dokumen dan
persyaratan yang dibutuhkan perusahaan untuk menerapkan ISO

9001:2000 dan ISO 22000:2005. Secara teknis, pelaksana magang


menjadi bagian dari tim konsultan Premysis Consulting untuk
melakukan kajian sistem manajemen terpadu di PT Gula Rafinasi A.
b. Tabulasi data ke tabel ketidaksesuaian
Sebagai alat bantu untuk melakukan identifikasi ketidaksesuaian
sistem, pelaksana magang menggunakan tabel ketidaksesuaian sistem
manajemen terpadu, yang memuat informasi klausul standar ISO,
kriteria standar, deskripsi klausul, pemenuhan yang telah dilakukan
PT Gula Rafinasi A, ketidaksesuaian, dan rujukan seperti yang
ditunjukkan Gambar 21.

STANDAR ISO
KLAU SUL
KRITERIA

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT
GULA RAFINASI A

KETIDAKSESUAI
AN

RUJUKAN

Gambar 21. Contoh tabel ketidaksesuaian sistem manajemen terpadu


c. Studi dokumen
Identifikasi ketidaksesuaian sistem manajemen dilakukan dengan
memeriksa kelengkapan dokumen-dokumen yang ada. Dokumen
yang diperiksa berupa pedoman perusahaan, Rencana HACCP,
Rencana PRP, Rencana Komunikasi, dan dokumen pendukung
lainnya.
d. Rapat
Rapat dilakukan antara tim konsultan dengan tim mutu dan
keamanan pangan dengan bahasan mengenai implementasi sistem
yang terdokumentasi. Hasil pemeriksaan yang diperoleh dari rapat ini
menentukan tahap pengisian tabel ketidaksesuaian sistem manajemen
terpadu.
Setelah tabel ketidaksesuaian sistem manajemen terpadu terisi,
rapat dilanjutkan oleh tim konsultan Premysis untuk membahas
ketidaksesuaian bersama dengan tim mutu dan keamanan pangan PT
Gula Rafinasi A. Tujuan dari rapat ini adalah untuk mendapatkan
tindakan perbaikan atau solusi alternatif yang dapat digunakan untuk

mengatasi ketidaksesuaian. Hal-hal yang didiskusikan antara lain


sumber ketidaksesuaian, sarana yang dimiliki perusahaan untuk
mengatasi ketidaksesuaian, dan metode yang memungkinkan untuk
tindakan perbaikan ketidaksesuaian.
e. Wawancara
Wawancara dilakukan kepada pihak yang bertanggung jawab di
perusahaan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan pelaksana
magang.
f. Kunjungan langsung ke Pabrik PT Gula Rafinasi A
Kunjungan langsung ke Pabrik dilakukan pada bulan Oktober 2008
dengan

tujuan

melakukan

verifikasi/pemeriksaan

kesesuaian

implementasi sistem manajemen dengan ISO 9001:2000 dan ISO


22000:2005.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Sistem HACCP, ISO 22000:2005, dan ISO 9001:2000
Pelaksana magang menggunakan pembandingan konsep dasar yang
terdapat pada berbagai sumber pustaka yang relevan terhadap sistem HACCP,
ISO 22000:2005, dan ISO 9001:2000. Sumber-sumber pustaka yang digunakan
oleh pelaksana magang baik berupa fisik maupun elektronik yaitu: buku Sistem
Manajemen HACCP (Thaheer, 2005), buku HACCP: A Practical Approach
(Mortimore dan Wallace, 1998), Sistem analisa bahaya dan pengendalian titik
kritis

(HACCP)

serta

pedoman

penerapannya

(SNI

01-4852-1998),

Recommended international code of practice general principles of food


hygiene CAC/RCP 1-1969, Rev. 4-2003, materi pelatihan penerapan metode
HACCP oleh European committee for standardization, dan materi pelatihan
HACCP, ISO 22000:2005, dan ISO 9001:2000 oleh Premysis, Selain itu,
melalui pelatihan HACCP, ISO 22000:2005 yang diadakan Premysis juga
menambah pemahaman konsep sistem-sistem tersebut bagi pelaksana magang.

1. Keterkaitan HACCP dengan ISO 22000:2005


Analisis sistem dimulai dengan mengkaji HACCP dengan ISO
22000:2005. Hal ini disebabkan keterkaitan yang sangat erat antara kedua
sistem ini. International Organization for Standardization (ISO) dalam ISO
22000:2005 menyatakan bahwa standar internasional ini mengintegrasikan
prinsip dari Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan
penerapan langkah-langkah yang dikembangkan oleh Codex Alimentarius
Commission.

Melalui

persyaratan

yang

bisa

diaudit,

standar

ini

mengkombinasikan rencana HACCP dengan program-program persyaratan


dasar (PRP).
Penelaahan kesesuaian HACCP dengan ISO 22000:2005 yang
dilakukan pelaksana magang menggunakan informasi yang disediakan
Codex Alimentarius Commission (CAC) dan Premysis. Pelaksana magang
mengambil

garis-garis

besar

konsep

HACCP

dari

CAC

dan

mendiskusikannya dengan konsultan Premysis. Selain itu melalui pelatihan


ISO 22000:2005 yang diadakan oleh Premysis, pelaksana magang
menambah informasi untuk analisa konsep HACCP dan ISO 22000:2005.
Menurut Codex Alimentarius Commission (2003), sistem Hazard
Analysis Critical Control Point (HACCP) memiliki beberapa penjabaran
arti sebagai berikut:
-

Suatu sistem yang memiliki landasan ilmiah dan yang secara sistematis
mengidentifikasi

potensi-potensi

bahaya

tertentu

serta

cara-cara

pengendaliannya untuk menjamin keamanan pangan.


-

Sebuah alat untuk memperkirakan potensi bahaya dan menentukan


sistem pengendalian yang berfokus pada pencegahan terjadinya bahaya
dan bukannya sistem yang semata-mata bergantung pada pengujian produk
akhir.

Sebuah sistem yang mampu mengakomodasi perubahan-perubahan


seperti perkembangan dalam rancangan alat, cara pengolahan atau
perkembangan teknologi.

Sebuah konsep yang dapat diterapkan pada seluruh rantai makanan dari
produksi primer hingga konsumsi akhir, dimana penerapannya dipandu
oleh bukti-bukti ilmiah tentang resiko terhadap kesehatan manusia.
Melalui poin-poin penting berupa kata-kata yang dicetak dengan huruf
tebal di atas, terdapat keterkaitan dengan apa yang dijelaskan oleh ISO
dalam standar ISO 22000:2005. ISO mengungkapkan bahwa ISO
22000:2005 mengintegrasikan prinsip dari Sistem Analisa Bahaya dan
Pengendalian Titik Kendali Kritis (HACCP) dan penerapan langkahlangkah yang dikembangkan oleh Codex Alimentarius Commission (CAC).
Keseluruhan penerapan HACCP diadopsi ISO yang dituangkan dalam ISO
22000:2005 pada klausul 7 (perencanaan dan realisasi produk yang aman
dikonsumsi) dan klausul 4 (persyaratan dokumentasi).
Selain penjabaran berbagai arti HACCP,
Commission (2003) juga menyebutkan bahwa:

Codex

Alimentarius

Penerapan HACCP sesuai dengan penerapan sistem manajemen mutu


seperti seri ISO 9000 dan merupakan sistem pilihan diantara sistem-sistem
pengelolaan keamanan pangan.

Penerapan HACCP yang berhasil memerlukan komitmen yang utuh dan


keterlibatan manajemen serta kerja keras.

Penerapan HACCP memerlukan pendekatan multidisipliner, termasuk


keahlian yang sesuai di bidang agronomi, kesehatan veteriner, produksi,
mikrobiologi, obat-obatan, kesehatan masyarakat, teknologi pangan,
kesehatan lingkungan, kimia dan rekayasa.
Kesesuaian landasan berpikir nilai-nilai penting di atas untuk penerapan
HACCP, juga digunakan oleh ISO untuk ISO 22000:2005. Melalui
pengantar di dalam ISO 22000:2005, ISO menjelaskan bahwa sistem ini
telah disejajarkan dengan ISO 9001 dalam rangka meningkatkan kesesuaian
dua standar dalam penerapannya. Selain itu, kebutuhan komitmen dan
keterlibatan manajemen yang diungkapkan CAC juga diatur dalam ISO
22000:2005, klausul 5 (tanggung jawab manajemen) yang melingkupi
komitmen manajemen, kebijakan keamanan pangan, perencanaan sistem
manajemen keamanan pangan, pembagian tanggungjawab dan wewenang,
penunjukkan ketua tim keamanan pangan, komunikasi, kesigapan dan
respon tanggap darurat, dan tinjauan manajemen. Pendekatan multidispliner
dimuat dalam ISO 22000:2005 klausul 7.3.2 (tim keamanan pangan). Selain
itu, perlunya pencatatan dan tindak lanjut untuk kompetensi yang
dibutuhkan personil (perlu pelatihan tambahan atau tidak) yang akan masuk
ke tim keamanan pangan, diatur dalam klausul 6 (sumber daya manusia).
Penerapan HACCP juga membutuhkan dukungan dari programprogram persyaratan dasar (PRP) agar pelaksanaan sistem ini efektif (CAC,
2003). PRP yang dimaksud setidaknya meliputi persiapan produksi primer
(lingkungan higiene, sumber bahan baku higiene, penanganan bahan,
penyimpanan, transportasi, pembersihan, perawatan, dan higiene personil di
sektor produksi primer), pendirian desain dan fasilitas (lokasi, landasan,
ruang, peralatan, dan fasilitas), pengendalian operasi (pengendalian bahaya
keamanan pangan, aspek kunci pengendalian sistem higiene, persyaratan

bahan masuk, pengemasan, air, manajemen dan supervisi, dokumentasi dan


catatan, dan prosedur recall), penetapan sistem perawatan dan sanitasi
(perawatan dan pembersihan, program pembersihan, pengendalian hama,
manajemen limbah, efektivitas pemantauan), penetapan higiene personil
(status kesehatan, penyakit dan luka, kebersihan personil, kebiasaan
personil, dan pengunjung), transportasi, informasi produk dan kesadaran
konsumen (identifikasi lot, informasi produk, pelabelan, pendidikan
konsumen), dan pelatihan (kesadaran dan tanggung jawab, program
pelatihan, instruksi dan supervisi, dan pelatihan pengingat).
Komponen-komponen PRP yang dijelaskan CAC dalam CAC/RCP 11969, Rev. 4-2003 tentang rekomendasi kode internasional untuk prinsipprinsip umum praktik higiene pangan (Recommended International Code of
Practice General Principles of Food Hygiene), dimasukkan juga oleh ISO
ke dalam ISO 22000:2005. Hal ini dapat dilihat pada klausul 7.2 mengenai
PRP. Pengaturan PRP di dalam ISO 22000:2005 bersifat fleksibel dan
relevan sesuai kebutuhan organisasi, regulasi yang berlaku, dan persyaratan
pelanggan. Hal ini termaktub dalam ISO 22000:2005 klausul 7.2.3 yang
menjelaskan

bahwa

saat

menetapkan

PRP,

organisasi

harus

mempertimbangkan dan menggunakan informasi yang sesuai (contohnya


persyaratan peraturan dan perundang-undangan, persyaratan pelanggan,
pedoman yang sudah diakui, prinsip dan aturan-aturan penerapan yang
diterapkan oleh Codex Alimentarius Commission, serta standar-standar
nasional, internasional, atau sektoral).
Menurut konsultan senior Premysis, untuk mempermudah konsep
kaitan empat elemen kunci ISO 22000:2005 yang melibatkan HACCP juga,
secara sederhana dapat diibaratkan sebuah rumah sistem. Pondasi awal
untuk membangun ISO 22000:2005 adalah penerapan PRP yang baik dan
benar sesuai kebutuhan organisasi. Setelah PRP sudah terimplementasi dan
terlaksana dengan baik, maka sistem penting yang dibangun berikutnya
adalah HACCP. Semua isi rumah sistem ini perlu dikomunikasikan
organisasi baik ke pihak internal maupun eksternal. Semua komponen ini
perlu didukung, dilaksanakan, dan dipelihara sesuai dengan kerangka sistem

manajemen yang benar. Model rumah sistem ISO 22000:2005 menurut


Premysis Consulting diilustrasikan pada Gambar 22.

Gambar 22. Model rumah sistem ISO 22000:2005 menurut Premysis


Consulting

Penjelasan selanjutnya untuk memahami kesesuaian 12 langkah


penerapan HACCP yang diadopsi ISO 22000:2005 dijabarkan sebagai
berikut.
1) Langkah pertama HACCP : Pembentukan tim HACCP
Keterkaitan pada ISO 22000:2005:
- klausul 7.3.2: Pembentukan tim keamanan pangan
- klausul 5.5: Ketua tim keamanan pangan
2) Langkah kedua HACCP: Deskripsi produk
Keterkaitan pada ISO 22000:2005:
- klausul 7.3.3: Karakteristik produk akhir yang meliputi identitas bahan
baku, bahan pendukung, bahan yang kontak dengan produk dan produk
akhir
- klausul 7.5.2: Deskripsi dari masing-masing proses yang terlibat dalam
pembuatan produk maupun proses yang bisa mempengaruhi keamanan
pangan
3) Langkah ketiga HACCP
- Identifikasi rencana penggunaan

Keterkaitan pada ISO 22000:2005:


- klausul 7.3.4: Rencanan penggunaan, penanganan produk akhir yang
sesuai harapan, dan segala kesalahan penanganan dan penggunaan
produk

akhir

yang

tidak

diinginkan

tapi

bisa

terjadi

harus

dipertimbangkan dan dideskripsikan dalam dokumen


4) Langkah keempat HACCP
- Penyusunan bagan alir
Keterkaitan pada ISO 22000:2005:
- klausul 7.5.1: diagram alir dipersiapkan untuk produk atau proses yang
termasuk ke dalam sistem manajemen keamanan pangan. Diagram alir
yang ada harus jelas, akurat, dan detail
5) Langkah kelima HACCP
- Konfirmasi bagan alir di lapangan
Keterkaitan pada ISO 22000:2005:
- klausul 7.5.1: sesuai dengan klausul 7.8 (perencanaan verifiikasi), tim
keamanan pangan harus memverifikasi akurasi diagram alir dengan
pemeriksaan di tempat. Diagram alir yang telah diverifikasi disimpan
sebagai catatan.
6) Langkah keenam (Prinsip pertama HACCP)
Pencatatan semua bahaya potensial yang berkaitan dengan setiap
tahapan, pengadaan suatu analisa bahaya dan menyarankan berbagai
pengukuran

untuk

mengendalikan

bahaya-bahaya

teridentifikasi/Analisa bahaya
Keterkaitan pada ISO 22000:2005:
- klausul 7.4: Analisa bahaya
- klausul 7.4.2 : Identifikasi bahaya
- klausul 7.4.3 : Kajian bahaya
- klausul 7.4.4 : Pemilihan dan kajian dari tindakan pengendalian
7) Langkah ketujuh (Prinsip kedua HACCP)
Penentuan titik kendali kritis (TTK/CCP)
Keterkaitan pada ISO 22000:2005:
- klausul 7.6.2: Identifikasi titik kendali kritis (TTK/CCP)

yang

8) Langkah kedelapan (Prinsip ketiga HACCP)


Penentuan batas-batas kritis TTK/CCP
Keterkaitan pada ISO 22000:2005:
- klausul 7.6.3: Penentuan batas-batas kritis TTK/CCP
9) Langkah kesembilan (Prinsip keempat HACCP)
Penyusunan sistem pemantauan untuk setiap TTK/CCP
Keterkaitan pada ISO 22000:2005:
- klausul 7.6.4: Sistem untuk pemantauan TTK/CCP
10) Langkah kesepuluh (Prinsip kelima HACCP)
Penetapan tindakan perbaikan
Keterkaitan pada ISO 22000:2005:
- klausul 7.6.5: Tindakan ketika pemantauan menunjukkan batas kritis
terlewati
11) Langkah kesebelas (Prinsip keenam HACCP)
Penetapan prosedur verifikasi
Keterkaitan pada ISO 22000:2005:
- klausul 7.8: Perencanaan verifikasi
12) Langkah keduabelas (Prinsip ketujuh HACCP)
Penetapan dokumentasi dan pencatatan
Keterkaitan pada ISO 22000:2005:
- klausul 4.2: Persyaratan dokumentasi
- klausul 7.7: Pembaharuan dari informasi dan dokumen terdahulu yang
menyebutkan PRP dan HACCP plan.
2. Keterkaitan ISO 9001:2000 dengan ISO 22000:2005
ISO 9001:2000 memiliki beberapa syarat yang menjadi ciri khas tersendiri
sebagai sebuah standar internasional sistem manajemen mutu. Ciri-ciri khas
ISO 9001:2000 yang tidak terdapat di HACCP maupun ISO 22000:2005 yang
berhasil diidentifikasi oleh para konsultan senior Premysis Consulting. Ciri-ciri
tersebut, yaitu:

Pedoman Mutu (Quality Manual)

Identifikasi Proses (Process Identification)

Komunikasi internal (Internal Communication)

Desain dan Pengembangan (Design & Development)

Pembelian (Purchasing)

Ukuran Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction Measurement)

Proses yang terkait dengan pelanggan (Customer Related Processes)

Kendali produksi dan penyediaan layanan (Control of Production &


Service Provision)

Kepemilikan pelanggan (Customer Property)

Pemeliharaan produk (Preservation of Product)

Pengawasan dan pengukuran produk (Monitoring & Measurement of


Product)

Tindakan pencegahan (Preventive Action)


Sementara itu, ISO 22000:2005 memiliki beberapa syarat yang menjadi

ciri khas tersendiri sebagai sebuah standar internasional sistem manajemen


keamanan pangan Ciri-ciri khas ISO 22000:2005 yang tidak terdapat ISO
9001:2000 yang berhasil diidentifikasi oleh para konsultan senior Premysis
Consulting. Ciri-ciri tersebut, yaitu:

Langkah awal melakukan analisis bahaya

7 prinsip HACCP

PRP yang meliputi tata letak infrastruktur, pengaturan utilitas, penanganan


limbah, desain peralatan, pembersihan dan sanitasi, higiene personil,
pengendalian hama, dan prasyarat lain sesuai dengan jenis organisasi

Persiapan dan respon tanggap darurat

Komunikasi internal dan eksternal

Operational PRP

Validasi dari tindakan pengendalian

Evaluasi dari hasil verifikasi

Analisis dari hasil verifikasi

Pembaharuan Sistem Manajemen Keamanan Pangan


Sebagai sebuah sistem manajemen, baik ISO 9001:2000 maupun ISO

22000:2005 memiliki beberapa persamaan di dalamnya yang dapat dilihat


sebagai berikut:
-

Pengendalian dokumen dan catatan

Komitmen manajemen

Tanggung jawab dan wewenang

Tinjauan manajemen

Sumber daya manusia

Lingkungan kerja

Pengendalian ketidaksesuaian

Sistem kemampuan penelusuran

Kalibrasi

Audit internal

Tindakan koreksi

Peningkatan/Perbaikan

Persamaan di atas menunjukkan bahwa dalam suatu standar sistem manajemen


setidaknya harus memiliki poin-poin tersebut.
Pengendalian

dokumen

dan

catatan,

penting

untuk

melakukan

penyimpanan bukti-bukti pelaksanaan sistem manajemen di dalam organisasi.


Bukti-bukti ini digunakan untuk meninjau keberhasilan penerapan sistem
dalam organisasi. Selain itu, dokumen dan catatan juga penting jika ada
personil yang berganti posisi dan peranan dalam organisasi. Hal ini
memudahkan personil baru memahami sistem yang berjalan.
Komitmen manajemen adalah hal penting untuk pelaksanaan sistem di
organisasi. Bila pelaksanaan sistem dimotori oleh manajemen dengan bukti
komitmennya tertulis serta diberitahukan ke seluruh komponen organisasi,
biasanya pelaksanaan sistem akan optimal. Dukungan yang umumnya
dibutuhkan dari manajemen adalah alokasi biaya untuk perancangan,
pelaksanaan, dan pemeliharaan sistem.
3. Integrasi ISO 9001:2000 ke dalam ISO 22000:2005
Beberapa persamaan yang terdapat dalam ISO 9001:2000 dan ISO
22000:2005 memungkinkan kedua sistem tersebut untuk diintegrasikan (ISO,
2005). Melalui lima bagian utama dari sistem manajemen baik mutu maupun
keamanan pangan cara mengintegrasikannya dijelaskan sebagai berikut.
a. Kebijakan dan Sasaran

Persyaratan yang diwajibkan dalam klausul 5.3 pada ISO 9001:2000


atau 5.2 pada ISO 22000:2005. mengenai kebijakan mutu/keamanan
pangan, pimpinan utama dalam organisasi bertanggungjawab untuk
menetapkan Kebijakan Mutu dan Keamanan Pangan. Pimpinan utama
harus meninjau kembali kebijakan tersebut setiap tahun dan setiap ada
rencana perubahan. Pimpinan utama juga bertanggung jawab atas
komunikasi dan pemahaman Kebijakan Mutu dan Keamanan Pangan dan
memastikan bahwa kebijakan tersebut dipahami pada semua tingkatan di
dalam perusahaan.
Langkah selanjutnya untuk memastikan bahwa Kebijakan Mutu dan
Keamanan Pangan telah dipahami, maka masing-masing

ketua

departemen/manajer harus menetapkan Sasaran Mutu/Keamanan Pangan


untuk periode satu tahun berdasarkan Kebijakan Mutu dan Keamanan
Pangan. Pembuatan sasaran ini merupakan kewajiban hanya pada sistem
manajemen mutu seperti yang tertulis dalam klausul 5.4.1 pada ISO
9001:2000. Namun, pengintegrasian sistem manajemen mutu dan
keamanan pangan memberikan manfaat jika diberlakukan pula sasaran
keamanan pangan.
Sasaran Mutu/Keamanan Pangan harus disetujui oleh pimpinan utama
organisasi. Sasaran Mutu dan Keamanan Pangan dibuat agar dapat diukur
dan konsisten dengan Kebijakan Mutu dan Keamanan Pangan. Hal ini juga
meliputi komitmen untuk perbaikan secara berkesinambungan. Setiap
Sasaran Mutu/Keamanan Pangan harus dipahami pada setiap fungsi dan
tingkatan di bagian masing-masing dan dilaporkan proses penerapannya
kepada Wakil Manajemen/Ketua Tim Keamanan Pangan setiap bulan.
b. Wakil

Manajemen/Ketua

Tim

Keamanan

Pangan

(Management

Representative/Food Safety Team Leader)


Organisasi yang ingin menerapkan sistem manajemen mutu/keamanan
pangan harus menunjuk seorang di organisasi untuk memimpin jalannya
sistem ini. Hal ini sesuai dengan peryaratan klausul 5.5 pada ISO
22000:2005 atau klausul 5.5.2 pada ISO 9001:2000. Personil yang
ditunjuk memiliki kewenangan dan tanggung jawab terhadap sistem

mutu/keamanan pangan di luar posisi aslinya di perusahaan. Seorang


Wakil Manajemen/Ketua Tim Keamanan Pangan setidaknya memiliki
kewenangan dan tanggungjawab sebagai berikut:
-

memastikan proses yang diperlukan untuk menjalankan sistem


mutu/keamanan pangan ditetapkan, diimplementasikan, dipelihara dan
diperbaharui jika diperlukan.

melaporkan

pada

manajemen

puncak

tentang

kinerja

sistem

manajemen mutu/keamanan pangan dan perbaikan yang diperlukan


-

memastikan peningkatan kesadaran akan persyaratan pelanggan


diseluruh organisasi

mengelola tim keamanan pangan dan mengorganisir perkerjaannya,

memastikan pendidikan dan pelatihan yang relevan dari anggota tim


keamanan pangan

c. Penyusunan dan pengendalian dokumen dan catatan


Organisasi

hendaknya

menetapkan

proses

penyusunan

dan

pengendalian dokumen dalam prosedur yang terdokumentasi. Prosedur


tersebut ditujukan untuk mengendalikan dokumen internal (seperti
Pedoman Mutu, Prosedur Operasi Standar, Rencana HACCP, Rencana
Komunikasi, Instruksi Kerja, Lembar isian) dan dokumen eksternal
(seperti dokumen milik pelanggan, dokumen dari perusahaan lain) yang
berkaitan dengan Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan.
Dokumen yang berkaitan dengan sistem manajemen mutu dan
keamanan pangan setidaknya harus mengikuti prosedur pengendalian
dokumen sesuai dengan persyaratan klausul 4.2.2 dan 4.2.3 pada ISO
22000:2005 atau klausul 4.2.3 dan 4.2.4 pada ISO 9001:2000. Biasanya
untuk mempermudah organisasi, di dalam Pedoman Mutu (hanya
disyaratkan di dalam ISO 9001:2000 klausul 4.2.2) dicantumkan juga
semua informasi terkait dengan sistem manajemen keamanan pangan.
Dokumen baru dan revisi disetujui oleh yang berwenang sebelum
diterbitkan, perubahan yang terjadi diidentifikasi dengan jelas. Setelah
mendapatkan persetujuan dari Wakil Manajemen/Ketua Tim Keamanan
Pangan, pengendali dokumen mendistribusikan dokumen yang baru dan

menarik dokumen yang lama untuk dimusnahkan. Dokumen yang


kadaluarsa yang masih disimpan untuk dipergunakan untuk tujuan lain
diberi tanda yang jelas. Semua penerima dokumen menjaga agar dokumen
tidak diperbanyak tanpa seijin Wakil Manajemen/Ketua Tim Keamanan
Pangan dan dokumen yang lama ditarik dari peredaran untuk diserahkan
pada Wakil Manajemen/Ketua Tim Keamanan Pangan.
d. Audit
Sebagai instrumen untuk memastikan efektifitas Sistem Manajemen
Mutu dan Keamanan Pangan yang diterapkan, diperlukan audit internal
sesuai dengan persyaratan klausul 8.4.1 pada ISO 22000:2005 atau klausul
8.2.2 pada ISO 9001:2000. Audit dijadwalkan berdasarkan status dan
pentingnya aktivitas yang diaudit. Biasanya untuk mengetahui keefektifan
sistem, diperlukan audit internal minimal dua kali dalam setahun.
Audit dilaksanakan oleh auditor terlatih yang ditunjuk oleh
Koordinator Audit Internal dan/atau Wakil Manajemen/Ketua Tim
Keamanan Pangan dengan syarat auditor yang ditunjuk tidak terlibat
langsung dalam aktivitas departemen yang diaudit berdasarkan jadwal
audit yang sudah ditetapkan. Auditor memberikan hasil audit kepada
departemen yang diaudit untuk dilakukan tindakan perbaikan dan/atau
pencegahan. Tindakan perbaikan dan/atau pencegahan dilakukan sesuai
dengan waktu yang disepakati dan tidak diperkenankan menunda
penyelesaiannya tanpa alasan yang jelas.
Auditor dan/atau Koordinator Audit Internal bertanggung jawab untuk
melakukan verifikasi tindakan perbaikan yang telah dilakukan oleh
departemen yang diaudit serta membuat kesimpulan dari hasil audit yang
dilakukan. Selanjutnya Koordinator Audit Internal membuat ringkasan
dari hasil audit keseluruhan dan melaporkan kepada pimpinan organisasi
sebagai salah satu agenda dalam Rapat Tinjauan Manajemen.
e. Tinjauan Manajemen
Baik ISO 9001:2000 maupun ISO 22000:2005 mensyaratkan tinjauan
manajemen untuk mengetahui keefektifan sistem mutu/keamanan pangan
yang diterapkan dalam organisasi. Masukan untuk tinjauan manajemen

setidaknya sesuai persyaratan klausul 5.8.2 pada ISO 22000:2005 atau


klausul 5.6.2 pada ISO 9001:2000 harus meliputi informasi sebagai
berikut:
a. kelanjutan tindakan dari tinjauan manajemen sebelumnya,
b. analisa hasil aktifitas verifikasi perubahan keadaan yang dapat
mempengaruh sistem mutu/keamanan pangan
c. situasi darurat, kecelakaan dan withdrawal
d. peninjauan hasil aktifitas sistem pembaharuan
e. tinjauan aktifitas komunikasi, termasuk umpan-balik pelanggan
f. audit internal atau inspeksi eksternal.
g. kinerja proses dan kesesuaian produk
h. status tindakan pencegahan dan koreksi
i. rekomendasi untuk perbaikan
Tinjauan manajemen menggunakan informasi masukan tinjauan
menghasilkan keluaran tinjauan yang diharapkan setidaknya sesuai
persyaratan klausul 5.8.3 pada ISO 22000:2005 atau klausul 5.6.3 pada
ISO 9001:2000 meliputi informasi sebagai berikut:
a. perbaikan keefektifan sistem manajemen mutu/keamanan pangan dan
prosesnya
b. perbaikan produk yang berhubungan dengan persyaratan pelanggan
c. kebutuhan sumber daya untuk menunjang sistem
d. jaminan keamanan pangan
e. revisi kebijakan mutu/keamanan pangan organisasi dan sasarannya,
jika diperlukan
Keseluruhan aktivitas yang terlibat dalam tinjauan manajemen dicatat dan
didokumentasikan untuk dikendalikan oleh pengendali dokumen.

B. Tinjauan Umum Perusahaan


1. Premysis Consulting
a. Profil perusahaan
Premysis Consulting berdiri pada tahun 1996 di Indonesia.
Premysis Consulting adalah sebuah perusahaan jasa konsultasi

manajemen yang berdedikasi mendukung organisasi, di semua sektor


bisnis, industri, dan pemerintahan. Perusahaan ini berupaya mengubah
pandangan maupun mengusahakan inisiatif perubahan di dalam
organisasi agar mencapai peningkatan hasil. Dalam rangka memenuhi
tujuannya, Premysis Consulting menyediakan jasa konsultasi dan
pelatihan dengan cakupan luas di wilayah Strategi, Mutu, Lingkungan,
Keamanan Pekerja dan Keamanan Pangan.
Sebagai penyeragam arah dan tujuan organisasi bagi setiap manajer
dan karyawan, Premysis Consulting memiliki visi dan misi. Visi
perusahaan ini adalah menjadi perusahaan jasa konsultasi dan
pelatihan manajemen terbaik di Indonesia dan negara-negara
sewilayah dengan membantu kliennya mencapai hasil terobosan
melalui pendekatan kreatif dan inovatif, serta menyediakan karir
unggul dan kesempatan belajar sama baiknya dengan lingkungan kerja
yang luar biasa bagi karyawan Premysis. Misi perusahaan ini adalah
berkomitmen untuk memberikan nilai lebih jasa konsultasi dan
pelatihan yang membawa kontribusi signifikan bagi kliennya, sebuah
kesuksesan jangka panjang melalui inovasi, perbaikan berkelanjutan,
dan pengembangan sumberdaya manusia Premysis menuju potensi
maksimal mereka.
b. Lokasi perusahaan
Premysis Consulting memiliki dua buah kantor dalam menjalankan
bisnis jasa layanan konsultasi dan pelatihan sistem manajemen. Satu
buah kantor pusat terletak di Jakarta dan satu buah kantor cabang
terletak di Surabaya. Kantor pusat di Jakarta beralamat Menara
Rajawali lantai 11, Jalan Mega Kuningan Lot 5.1 Jakarta. Kantor
cabang di Surabaya beralamat di Komplek Graha Asri K-128, Jalan
Ngagel 179-183 Surabaya.
c. Struktur organisasi perusahaan
Premysis Consulting merupakan badan usaha Perseroan Terbatas
(PT) dengan nama daftar PT Mitra Kualitas Utama. Perseroan Terbatas
merupakan bentuk perusahaan persekutuan untuk menjalankan

perusahaan yang mempunyai modal usaha terbagi atas saham-saham.


Anggotanya memiliki hak suara penuh dalam rapat anggota, sehingga
tiap pemegang saham atau anggota turut menentukan jalannya
perusahaan.
Pemegang kekuasaan tertinggi terdapat pada direktur (director).
Kekuasaan ini kemudian dipercayakan kepada manajer puncak (top
manager) di kantor pusat Premysis Consulting di Jakarta, yang terdiri
dari tiga orang manajer. Selanjutnya masing-masing wilayah (Jakarta
dan Surabaya) dipimpin oleh manajer cabang (branch manager).
Manajer cabang membawahi tujuh divisi, yaitu konsultan (consultant),
keuangan (finance), sumber daya manusia (human resources),
pemasaran (marketing), rumah tangga (general affairs), pelatihan
(training), dan teknologi informasi (information technology). Divisi
konsultan sendiri terbagi sesuai bidang keahlian, yaitu strategi
(strategy), mutu (quality), keamanan lingkungan (environment),
keamanan pekerja (employee safety), ekspor (export), keamanan pangan
(food

safety),

teknologi

informasi

(information

technology),

laboratorium (laboratory), otomotif (automotive), peningkatan sumber


daya manusia (human resources). Kegiatan magang dilakukan pada
divisi konsultan bagian keamanan pangan (food safety). Struktur
organisasi Premysis Consulting dapat dilihat pada Gambar 23.
d. Waktu kerja perusahaan
Premysis Consulting secara umum menerapkan waktu kerja bagi
karyawan lima hari kerja dalam seminggu dengan jam kerja rerata 9
jam. Hari kerja tersebut dimulai dari hari Senin sampai dengan hari
Jumat. Waktu kerja dimulai pukul 08.30 sampai dengan 17.30 WIB.
Sebagai sebuah perusahaan jasa konsultasi dan pelatihan yang
fokus kepada kebutuhan pelanggan, waktu dan lokasi kerja beberapa
divisi, kadang menyesuaikan dengan jam kerja yang diminta klien
Premysis Consulting. Tiga divisi yang biasanya menyesuaikan dengan
kebutuhan klien adalah divisi konsultan, divisi pemasaran, dan divisi
pelatihan.

Director
Top Manager
Branch Manager
Consultant
Division
Strategy

Quality

Environment

Employee
Safety

Finance
Division

Human
Resources
Food Safety

Human
Resources
Marketing
Division

Laboratory

Automotive

Export

Information
Technology

General
Affair

Training
Division

Information
Technology

Gambar 23. Struktur organisasi Premysis Consulting


e. Metode Kerja Perusahaan
Metode kerja Premysis Consulting dalam memberikan bimbingan
kepada klien dalam rangka mendirikan sistem manajemen yang sesuai
standar internasional dibagi menjadi delapan tahap sebagai berikut.
i. System Initial Assessment
Tahapan pertama Premysis Consulting dalam memberikan bantuan
kepada klien dimulai dengan melakukan kajian awal sistem
manajemen (system initial assessment organisasi klien). Pada tahap ini
dilakukan analisis kesenjangan (gap analysis) sistem manajemen klien
dengan standar sistem manajemen internasional.

ii. Training
Selanjutnya,

tahapan

pelatihan

(training)

dilakukan

untuk

memberikan pengetahuan umum kepada klien mengenai standar


sistem manajemen internasional. Kemudian, pelatihan tentang
dokumentasi

sistem

manajemen

internasional

diberikan

agar

memudahkan klien dalam membuat rangka kerja organisasinya


mendirikan sistem manajemen internasional.
iii. Action Plan
Tahap berikutnya, dilakukan rencana tindakan (action plan) untuk
melaksanakan

penyusunan

sistem

manajemen

sesuai

standar

internasional. Pada tahap ini juga dilakukan perencanaan komunikasi


dan strategi organisasi (communication plan and strategy)
iv. System Documentation
Setelah perencanaan, dilakukan dokumentasi sistem manajemen
yang akan diterapkan di organisasi klien berdasarkan standar
internasional. Umumnya, sebagai kebutuhan dasar dokumentasi
organisasi,

dibuat

panduan

perusahaan

(company

manual).

Selanjutnya, kebijakan dan sasaran organisasi ditentukan dan


didokumentasikan (policy and objective). Berikutnya dilakukan
penyusunan prosedur kerja dan instruksi kerja (work procedure and
work instruction).
v. System Implementation
Tahap berikutnya adalah penerapan sistem manajemen (system
implementation) yang mengacu ke standar internasional di dalam
organisasi. Pada tahap ini dilakukan pelatihan serta pembentukan tim
internal audit (training & formation of internal audit team) yang
bertujuan untuk melakukan audit internal. Audit internal (internal
audit) perlu dilakukan untuk mengetahui kesesuaian dan keefektifan
sistem manajemen yang baru diterapkan. Selain itu, audit internal juga
penting untuk melakukan tindakan koreksi (corrective action) bila
ditemukan ketidaksesuaian.

vi. Independent Audit


Selanjutnya, Premysis Consulting akan menugaskan konsultan lain
yang tidak terlibat di dalam proses konsultasi untuk melakukan audit
independen (independent audit). Hal ini diperlukan untuk menghindari
bias yang akan terjadi bila konsultan yang membimbing mengaudit
sistem hasil bimbingannya. Audit independen ini diperlukan untuk
persiapan menghadapi tim audit sertifikasi.
vii. Auditees Tip and Tricks
Setelah dilakukan audit independen, Premysis Consulting akan
meninjau hasil audit. Selanjutnya Premysis Consulting akan
memberikan saran dan cara-cara bagi pihak yang diaudit (auditees tip
and tricks) dalam menyikapi pertanyaan dan komentar tim audit
sertifikasi.
viii. System Certification
Tahapan terakhir adalah melakukan pendampingan klien dalam
proses sertifikasi sistem organisasi (system certification). Proses
sertifikasi berlangsung dengan urutan: kajian awal (pre-assessment),
kajian akhir (final assessment), dan tindakan koreksi (corrective
action) yang diperlukan. Secara ringkas, metode kerja Premysis
Consulting ditampilkan pada Gambar 24.
f. Produk perusahaan
Produk yang disediakan Premysis berupa jasa layanan konsultasi
dan pelatihan sistem manajemen. Jasa layanan yang disediakan oleh
Premysis Consulting secara umum meliputi strategi, mutu, keamanan
lingkungan, keamanan pekerja, perdagangan ekspor, keamanan pangan,
teknologi informasi, laboratorium, otomotif, dan peningkatan mutu
sumber daya manusia (SDM). Daftar jenis dan nama produk Premysis
dapat dilihat pada Tabel 2.

System Initial
Assessment

Auditees Tip

Independent Audit

& Tricks

Gap analysis

System Implementation

Training
Understanding
International Standard

Training & Formation of


Internal Audit Team

System
Documentation

Conducting Internal Audit

Pre-assesment

Corrective Action

Final Assessment

System Certification

Corrective Action

Action Plan
Action Plan
Communication Plan &
Strategy

System Documentation
Company Manual
Policy & Objective
Procedure & Work
Instruction Form

Gambar 24. Metode kerja layanan jasa konsultasi Premysis Consulting

Tabel 2. Jenis dan nama produk Premysis Consulting


Jenis Produk
Strategi

Mutu
Keamanan lingkungan
Keamanan pekerja
Perdagangan ekspor
Keamanan pangan

Teknologi informasi
Laboratorium
Otomotif
Peningkatan mutu SDM

Nama Produk
- Malcolm Baldridge
- Lean Six Sigma
- Balanced Scorecard
- Cost Saving
ISO 9001
ISO 14001
OHSAS 18001
ISO 29001
ISO 22000
BRC
IFS
AIB
ISO 27001
ISO 17025
ISO/TS 16949
- Leadership
- Human Resources
- Service Excellence

2. Perseroan Terbatas Gula Rafinasi A (PT Gula Rafinasi A)


a. Profil Perusahaan
Saat kegiatan magang berlangsung, perusahaan gula rafinasi yang
dijadikan studi kasus, sedang dalam setengah perjalanan menerapkan
sistem manajemen terpadu ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005. Nama
perusahaan gula rafinasi yang dijadikan tempat studi kasus sistem
manajemen terpadu ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 sengaja
disamarkan menjadi PT Gula Rafinasi A. Apabila terjadi kesamaan
nama perusahaan dengan salah satu perusahaan di Indonesia bukan
sesuatu yang disengaja. Hal ini berdasarkan kesepakatan dengan
pembimbing lapang untuk menjaga kerahasiaan data pelanggan
Premysis Consulting.
PT Gula Rafinasi A lahir dari keinginan pendirinya untuk
memenuhi permintaan pasar akan gula rafinasi pada tahun 2004.
Keinginan ini didasari perkembangan industri gula rafinasi di Indonesia
yang dirasakan sangat cepat dalam kurun waktu enam tahun terakhir
(dimulai sejak tahun 2002 hingga saat ini). Perkembangan ini
disebabkan perkembangan industri pangan dan minuman yang
menggunakan gula rafinasi di Indonesia cukup pesat.
Seiring dengan kebutuhan gula rafinasi yang

semakin besar

kebutuhan akan jaminan mutu dan keamanan gula rafinasi juga


meningkat. Kesadaran setiap industri pangan dan minuman untuk
menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan di organisasi
mereka semakin besar setelah diperkenalkannya standar sistem
manajemen mutu ISO 9001:2000 dan standar sistem manajemen
keamanan pangan ISO 22000:2005 oleh The International Organization
for Standardization (ISO). Adanya standar yang bisa diterapkan setiap
organisasi di belahan dunia manapun membantu menyediakan jaminan
yang universal.
Sebagai sebuah perusahaan gula rafinasi yang relatif baru berdiri,
PT Gula Rafinasi A belum memiliki pengalaman dalam menerapkan
sistem manajemen terpadu mutu dan keamanan pangan sesuai dengan

standar internasional ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005. Namun, ini


tidak menyurutkan keinginan PT Gula Rafinasi A untuk mendirikan
sistem manajemen mutu dan keamanan pangan di organisasinya.
Langkah yang diambil pertama kali oleh PT Gula Rafinasi A adalah
dengan meminta bantuan Premysis Consulting untuk mendirikan sistem
manajemen tersebut.
PT Gula Rafinasi A memiliki dua kepengurusan organisasi yang
berbeda, yaitu kantor pusat dan pabrik. Kepengurusan kantor berfungsi
menangani proses bisnis, administrasi, dan transaksi dengan pelanggan.
Kepengurusan pabrik berfungsi untuk menangani produksi gula
rafinasi. Kedua area ini diterapkan sistem manajemen terpadu ISO
9001:2000 dan ISO 22000:2005 oleh PT Gula Rafinasi A Sebagai
penyeragam arah dan tujuan organisasi bagi setiap manajer dan
karyawan, PT Gula Rafinasi A memiliki visi dan misi. Visi dari PT
Gula Rafinasi A adalah menjadi perusahaan gula rafinasi terkemuka di
Indonesia sebelum tahun 2012 yang dapat memenuhi kebutuhan gula
berkualitas tinggi dan sesuai standar mutu dan keamanan pangan. Misi
yang dibawa PT Gula Rafinasi A ada 5, yaitu: 1) pelanggan
memperoleh gula produk yang sesuai standar mutu dan keamanan
pangan, 2) pelanggan dapat

menerima gula produk yang sesuai

standar mutu dan keamanan pangan secara tepat waktu, 3) PT Gula


Rafinasi A mengembangkan dan membina karyawan/karyawati agar
dapat bersaing di level internasional, 4) PT Gula Rafinasi A berusaha
terus-menerus memperbaiki sistem pengolahan limbah baik dalam
bentuk padat, cair atau gas sebagai wujud kepedulian untuk menjaga
lingkungan bersih dari polusi, dan 5) PT Gula Rafinasi A
mengembangkan dan mengadakan program sosial untuk keluarga
karyawan/masyarakat di sekitar pabrik dan seluruh Indonesia guna
meningkatkan standar hidup (pendidikan, kesehatan, dan lain-lain).
b. Struktur Organisasi Perusahaan
PT Gula Rafinasi A memiliki dua kepengurusan organisasi yang
berbeda, yaitu kepengurusan di kantor pusat dan kepengurusan di

pabrik. Pemegang kekuasaan tertinggi di PT Gula Rafinasi A berada


pada tangan Direktur Utama. Selanjutnya, kekuasaan dipercayakan
kepada tiga manajer puncak,yaitu Direktur Operasional (Operational
Director), Direktur Keuangan dan Pembelanjaan (Finance and
Purchasing Director), dan Direktur Pengembangan Sumberdaya
Manusia dan Teknologi Informasi (Human Resource Development and
Information Technology Director). Direktur Operasional membawahi
tiga manajer, yaitu Manajer Pabrik (Factory Manager), Manajer
Pemasaran (Marketing Manager), dan Manajer Pendukung Teknis dan
Jaminan Mutu (Technical Support and Quality Assurance Manager).
Direktur Keuangan dan Pembelanjaan membawahi Manajer Akuntansi
(Accounting Manager) dan Manajer Keuangan dan Pembelanjaan
(Finance

and

Purchasing

Manager).

Direktur

Pengembangan

Sumberdaya Manusia dan Teknologi Informasi membawahi Manajer


Pengembangan Sumberdaya Manusia (HRD Manager) dan Manajer
Teknologi Informasi (IT Manager).
Penerapan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan di PT
Gula Rafinasi A membutuhkan dua jabatan baru dalam struktur
organisasi yaitu MR/FSTL dan Koordinator Audit Internal (Internal
Audit Coordinator). Penerapan sistem manajemen mutu dan keamanan
pangan ditangani oleh tim mutu dan keamanan pangan (TMKP) PT
Gula

Rafinasi

dengan

diketuai

oleh

seorang

Manager

Representative/Food Safety Team Leader (MR/FSTL). TMKP berisikan


karyawan-karyawan yang dipilih dari beberapa departemen untuk
menangani proyek penerapan ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005.
Tugas dan fungsi setiap posisi di TMKP terpisah dari posisi karyawan
sebenarnya. Koordinator Audit Internal bertugas untuk merancang,
menjadwalkan, dan mengkoordinasikan departemen-departemen terkait
untuk pelaksanaan audit internal terkait sistem mutu dan keamanan
pangan di PT Gula Rafinasi A. Gambar struktur organisasi PT Gula
Rafinasi A dapat dilihat pada Gambar 25.

Director

Finance & Purchasing


Director

Operational Director

HRD & IT Director

MR/FSTL

Factory Manager

Internal Audit Coordinator

Marketing Manager

QA & TS
Manager

Accounting Manager

Finance & Purchasing


Manager

HRD&GA Manager

IT Manager

Marketing Spv.

Marketing Staff
.

QA & TS Staff

Accounting Spv.

Inventory Control Spv.

Accounting Staff

Inventory Control
Staff

Financial Analyst

Corporate Finance

Purchasing Staff

Purchasing Spv.

Purchasing Admin.

Gambar 25. Struktur Organisasi PT Gula Rafinasi A

HRD & GA Spv.

IT Spv.

HRD Staff

GA Staff

IT Staff

Driver

Courier

Office Boy

c. Produk Perusahaan
Secara umum produk yang dihasilkan oleh PT Gula Rafinasi A
berupa gula rafinasi yang digunakan untuk industri pangan dan
minuman. Proses produksinya melalui beberapa tahapan proses, yaitu
affination,

melting,

carbonatation,

filtration,

decolorization,

evaporation dan crystalization. PT Gula Rafinasi A memiliki kapasitas


produksi lebih kurang 540.000 ton per tahun. PT Gula Rafinasi
memproduksi gula rafinasi dengan membaginya menjadi dua kategori,
yaitu Grade A untuk mutu premium dan Grade B untuk mutu standar.

C. Analisis Sistem Manajemen Terpadu di PT Gula Rafinasi A


Pelaksanaan analisis sistem manajemen terpadu di PT Gula Rafinasi A
menggunakan alat bantu tabel ketidaksesuaian sistem manajemen. Analisis
dilakukan menjadi dua bagian, yaitu pertama untuk analisis sistem manajemen
mutu berdasarkan ISO 9001:2000 dan kedua untuk analisis sistem manajemen
keamanan pangan berdasarkan ISO 22000:2005.

Analisis dilakukan

berdasarkan pemeriksaan dokumen, catatan, dan hasil wawancara dari pihak


yang bertanggungjawab di PT Gula Rafinasi A dalam pemenuhan sistem
sesuai standar. Data yang didapat selanjutnya ditabulasikan ke dalam tabel
ketidaksesuaian sistem manajemen.
Tabel ketidaksesuaian dibagi menjadi enam kolom tabulasi. Kolom
klausul dan kriteria menunjukkan angka klausul dan judul klausul standar
sistem manajemen (ISO 9001:2000 atau ISO 22000:2005). Kolom deskripsi
menunjukkan penjabaran persyaratan yang diminta standar sistem manajemen.
Kolom pemenuhan PT Gula Rafinasi A menunjukkan kondisi aktual yang ada
di PT Gula Rafinasi A. Kolom ketidaksesuaian menunjukkan status dan alasan
ketidaksesuaian sistem PT Gula Rafinasi yang ada dengan standar sistem
manajemen. Kolom rujukan menunjukkan bukti berupa dokumen atau catatan
terkait pemenuhan standar. Tabel analisis ketidaksesuaian sistem mutu
disajikan pada Tabel 3, sedangkan tabel analisis ketidaksesuaian sistem
keamanan pangan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000
ISO 9001:2000
KLAU
KRITERIA
SUL
4
Sistem
Manajemen
Mutu (SMM)
4.1
Persyaratan
umum

4.2
4.2.1

Persyaratan
Dokumentasi
Persyaratan
umum

4.2.2

Pedoman
mutu

4.2. 3

Pengendalian
dokumen

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

RUJUKAN

SMM harus:
- ditetapkan
- didokumentasikan
- dipelihara
- ditingkatkan keefektifannya

SMM sudah:
- ditetapkan
- didokumentasikan
- dipelihara
- diperbaharui untuk meningkatkan keefektifannya

Tidak ada

Company Manual

Dokumentasi SMM harus mencakup


pernyataan terdokumentasi:
- kebijakan mutu dan sasarannya
- prosedur terdokumentasi
- catatan pelaksanaan
Organisasi harus menyusun dan
memelihara suatu pedoman mutu yang
mencakup :
a) ruang lingkup SMM
b) prosedur terdokumentasi
c) gambaran interaksi proses dalam
SMM
Dokumen SMM harus dikontrol dan
dicatat sesuai tipe masing-masing
dokumen dan harus disetujui

Kebijakan dan sasaran mutu dan


keamanan pangan, prosedur
terdokumentasi, dan catatan
pelaksanaan sudah tertulis di
dalam Company Manual
Pedoman mutu yang mencakup
ruang lingkup SMM, prosedur
terdokumentasi, dan gambaran
interaksi proses sudah termuat
dalam Company Manual

Tidak ada

Company Manual

Tidak ada

Company Manual

Document controller bertugas


mengganti, menarik, dan
memusnahkan dokumendokumen yang sudah tidak
terpakai serta mendistribusikan
dokumen ke seluruh departemen

Tidak ada

Prosedur pengendalian
dokumen

Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000
ISO 9001:2000
KLAU
KRITERIA
SUL
4.2.4
Pengendalian
catatan

5.1

Tanggung
Jawab
Manajemen
Komitmen
Manajemen

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

Catatan pelaksanaan SMM perlu


dipelihara untuk memberikan bukti
kesesuaian terhadap keefektifannya

Data hasil catatan tersimpan


dalam bentuk tertulis (fisik) dan
elektronik dan dipelihata di
dalam ruang dokumen

Tidak ada

Prosedur pengendalian
dokumen

Manajemen puncak harus memberikan


bukti tertulis komitmennya mendukung
SMM

Dibuatnya surat pernyataan


manajemen
puncak
untuk
mendukung pembuatan dan
pelaksanaan SMM
Perusahaan memastikan
seluruh persyaratan pelanggan
yang ditentukan terpenuhi,
dengan cara mempelajari setiap
permintaan pelanggan sebelum
disetujui. Perusahaan juga
secara berkala melakukan rapat
manajemen dan rapat tinjauan
manajemen untuk meningkatkan
pencapaian kepuasan pelanggan
tersebut yang terukur dalam
Customer Satisfaction Index
sesuai kebutuhan perusahaan.
Kebijakan mutu dan keamanan
pangan
perusahaan
yang
disusun Tim Manajemen Mutu
dan Keamanan Pangan telah
disetujui dan disahkan oleh
Direktur Utama

Tidak ada

Company Manual :
Tanggung jawab
Manajemen

Tidak ada

Company Manual:
Fokus Customer

Tidak ada

Company Manual :
Kebijakan mutu dan
keamanan pangan PT
Gula Rafinasi A

5.2

Fokus
terhadap
pelanggan

Manajemen puncak harus memastikan


persyaratan pelanggan ditentukan dan
dipenuhi dengan tujuan meningkatkan
kepuasan pelanggan (lihat 7.2.1 dan
8.2.1)

5.3

Kebijakan
mutu

Manajemen
harus
memastikan
kebijakan mutu:
- sesuai sasaran organisasi
- mencakup komitmen
- menyediakan kerangka kerja
- dikomunikasikan
- ditinjau

RUJUKAN

Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000
ISO 9001:2000
KLAU
KRITERIA
SUL
5.4
Perencanaan
5.4.1
Sasaran mutu

5.4.2

Perencanaan
SMM

5.5

Tanggung
jawab,
wewenang,
dan
komunikasi
Tanggung
jawab dan
wewenang

5.5.1

5.5.2

Wakil
Manajemen
/Management
Representative

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

RUJUKAN

- Company Manual:
Sasaran Mutu dan
Keamanan Pangan
- Sasaran Mutu dan
Keamanan Pangan tiaptiap Departemen
- Company Manual:
Sasaran Mutu dan
Keamanan Pangan
- Company Manual:
Lampiran, Business
Process Mapping

Manajemen puncak harus memastikan


sasaran mutu, termasuk yang
diperlukan untuk memenuhi
persyaratan produk (lihat 7.1.a)
ditetapkan pada fungsi dan tingkat yang
relevan di perusahaan
Manajemen puncak harus memastikan
SMM dilaksanakan dan dipelihara

Sasaran mutu direncanakan,


didiskusikan, dan ditetapkan
oleh manajer dari tiap
Departemen

Tidak ada

Perusahaan sudah menetapkan


dan mendokumentasikan aliran
proses bisnis dan
menyesuaikannya dengan ISO
9001:2000. Setiap sasaran mutu
yang ditetapkan merupakan
bagian perencanaan SMM PT
Gula Rafinasi A

Tidak ada

Manajemen puncak harus memastikan


bahwa tanggung jawab dan wewenang
ditetapkan
dan
dikomunikasikan
didalam perusahaan

Tanggung jawab, wewenang


dan hubungan antarbagian
dibuat melalui struktur
organisasi dalam Company
Manual. Rincian tanggung
jawab dan wewenang dibuat
dalam Job Description
Wakil manajemen sistem mutu
(Management Representative/
MR)
sekaligus
merangkap
ketua tim keamanan pangan

Tidak ada

Job Description

Tidak ada

Surat pengangkatan
FSTL/MR

Manajemen puncak harus menunjuk


seorang wakil manajemen, di luar
tanggung jawabnya yang lain, yang
memiliki tanggung jawab dan

Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000
ISO 9001:2000
KLAU
KRITERIA
SUL
5.5.2
(MR)

5.5.3

Komunikasi
internal

5.6

Tinjauan
manajemen
Umum

5.6.1

5.6.2

Masukan
Tinjauan

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

RUJUKAN

wewenang :
a) memastikan proses yang diperlukan
ditetapkan, diimplementasikan, dan
dipelihara
b) melaporkan ke manajemen puncak
tentang kinerja SMM dan perbaikan
yang diperlukan
c) memastikan peningkatan kesadaran
akan persyaratan pelanggan di seluruh
organisasi

(Food Safety Team Leader


/FSTL) sebagai orang yang
bertanggung jawab dalam
memimpin sistem manajemen
mutu dan keamanan pangan di
perusahaan telah diangkat
melalui surat pengangkatan

Manajemen puncak harus memastikan


bahwa proses komunikasi yang sesuai
ditetapkan dalam organisasi dan
komunikasi terjadi berkenaan dengan
keefektifan sistem manajemen mutu

Pembuatan Communication
Plan yang memuat aturan halhal yang harus dikomunikasikan
ke departemen-departemen di
dalam perusahaan jika terjadi
perubahan yang mempengaruhi
SMM

Tidak ada

Communication Plan:
komunikasi internal

Manajemen puncak harus meninjau


ulang SMM perusahaan pada selang
waktu yang direncanakan, untuk
memastikan kesesuaian, kecukupan dan
keefektifan yang berkesinambungan.
Masukan untuk tinjauan manajemen
harus meliputi informasi :
a) hasil audit

Minimal 1 kali dalam setahun


manajemen melakukan Rapat
Tinjauan Manajemen.

Tidak ada

Company Manual:
Tinjauan Manajemen

Masukan
untuk
tinjauan
manajemen berasal dari hasil
audit internal dan eksternal,

Tidak ada

Company Manual: Input


Tinjauan

Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000
ISO 9001:2000
KLAU
KRITERIA
SUL
5.6.2
Masukan
Tinjauan

5.6.3

Keluaran
Tinjauan

Manajemen
sumber daya
Ketersediaan
sumber daya

6.1

6.2

Sumber daya
manusia

6.2.1

Umum

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

RUJUKAN

b) umpan balik pelanggan


c) kinerja proses dan kesesuaian produk
d) status tindakan pencegahan dan
koreksi
e) tindak lanjut dari tinjauan
manajemen sebelumnya
f) perubahan yang bisa mempengaruhi
SMM
g) rekomendasi untuk perbaikan
Hasil dari tinjauan manajemen harus
meliputi keputusan dan tindakan yang
berkaitan dengan:
a) perbaikan keefektifan SMM
b) perbaikan produk yang berhubungan
dengan persyaratan pelanggan
c) sumber daya yang diperlukan

analisis CSI, unjuk kerja proses,


status tindakan koreksi, tindak
lanjut Tinjauan Manajemen
sebelumnya, rekomendasi untuk
tindakan koreksi, customer
complain dan evaluasinya.

Keputusan dan kebijakan terkait


dengan
SMM
dikeluarkan
setelah
diadakan
tinjauan
manajemen. Pelaksanaan hasil
tinjauan manajemen dipantau
dan dilaporkan pada tinjauan
berikutnya

Tidak ada

Company Manual:
Output Tinjauan

Perusahaan harus menyediakan sumber


daya yang cukup untuk penerapan,
pemeliharaan, dan pembaharuan SMM
Sumber daya juga tersedia untuk
meningkatkan kepuasan pelanggan.

Sumber daya yang cukup


tersedia meliputi sumber daya
manusia (SDM), energi (power
house),
infrastruktur,
dan
lingkungan kerja

Tidak ada

Company Manual:
Pengelolaan sumber
daya

Personil yang melaksanakan pekerjaan


yang mempengaruhi mutu produk harus
memiliki
kompetensi
berdasarkan
pendidikan, pelatihan, ketrampilan dan
pengalaman yang sesuai.

Pelatihan untuk setiap personil


yang baru berkaitan dengan
SMM, dan pelatihan pengingat
(refreshment) secara berkala

Tidak ada

Company Manual:
Pengelolaan Sumber
Daya, Sumber daya
manusia

Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000
ISO 9001:2000
KLAU
KRITERIA
SUL
6.2.2
Kompetensi,
kepedulian,
dan pelatihan

6.3

Infrastruktur

6.4

Lingkungan
kerja

Realisasi
produk
Perencanaan
realisasi
produk

7.1

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

Perusahaan harus mengidentifikasi


kompetensi yang diperlukan bagi
personil yang mempengaruhi mutu
produk,
menyediakan
tindakan
peningkatan, mengevaluasi keefektifan
tindakan, memastikan personilnya sadar
terhadap mutu, dan memelihara catatan
kompetensi personil
Perusahaan harus menyediakan sumber
daya yang cukup untuk pabrik dan
memelihara
infrastruktur
yang
diperlukan
untuk
menerapkan
persyaratan standar internasional ini

Pelatihan bersertifikat
mengenai kesadaran mutu dan
cara-cara menjalankan sistem
mutu bagi seluruh personal tim
SMM. Kemudian, ilmu tersebut
ditransfer oleh tim SMM kepada
personil-personil di departemen
untuk mencapai sasaran mutu.
PT Gula Rafinasi A memiliki
kantor pusat di Jakarta dan
pabrik yang berlokasi di
Cilegon dalam keadaan cukup
baik dan memiliki prasaran
yang memadai untuk menjaga
proses dan mutu produknya.
- Pembagian ruang dan
prasarana yang teratur dan
nyaman di kantor pusat
- Lingkungan kerja yang
aman di pabrik

Tidak ada

- Company Manual:
Pengelolaan Sumber
Daya, Sumber daya
manusia
- Sertifikat pelatihan
SMM ISO 9001:2000

Tidak ada

Company Manual:
Pengelolaan Sumber
Daya, Infrastruktur

Tidak ada

Company Manual:
Pengelolaan Sumber
Daya, Lingkungan kerja

Perusahaan
merencanakan
proses yang dibutuhkan untuk
menghasilkan
produk gula
rafinasi yang berkualitas tinggi
dan aman digunakan oleh
industri makanan dan minuman
pada Quality Plan, PRP
Documentation dan HACCP
Documentation

Tidak ada

- Company Manual:
Perencanaan produk
yang aman dan
berkualitas
- Quality Plan
- PRP Documentation
- HACCP
Documentation
- Communication plan

Perusahaan harus menyediakan sumber


daya untuk penetapan, pengelolaan dan
pemeliharaan lingkungan kerja yang
diperlukan untuk mencapai kesesuaian
terhadap persyaratan produk

Organisasi harus merencanakan dan


mengembangkan
proses
yang
diperlukan untuk realisasi produk.
Perencanaan realisasi produk harus
konsisten dengan persyaratan proses
lain dalam sistem manajemen mutu
(lihat 4.1)

RUJUKAN

Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000
ISO 9001:2000
KLAU
KRITERIA
SUL
7.2
Proses yang
berkaitan
dengan
pelanggan
7.2.1
Penentuan
persyaratan
yang
berhubungan
dengan produk

7.2.2

Tinjauan
persyaratan
yang
berhubungan
dengan produk

7.2.3

Komunikasi
dengan
pelanggan

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

Organisasi harus menentukan :


a) persyaratan yang ditentukan
pelanggan,
b) persyaratan yang tidak dinyatakan
pelanggan tetapi perlu untuk
penggunaan yang ditentukan atau
dimaksudkan, jika diketahui
c) Persyaratan perundang-undangan dan
peraturan yang berhubungan dengan
produk, dan
d) Persyaratan tambahan yang
ditentukan oleh organisasi
Organisasi harus meninjau persyaratan
yang berkaitan dengan produk.
Tinjauan ini harus dilakukan sebelum
dinyatakannya komitmen organisasi
untuk memasok produk kepada
pelanggan

Perealisasian produk PT Gula


Rafinasi A untuk memenuhi
persyaratan
produk
secara
umum menggunakan acuan
- SNI 01-3140.2-2006
- European Economic
Community Article 2 (EEC-2)
requirements

Tidak ada

- Company Manual:
Ruang lingkup
- Company Manual:
Perencanaan dan
Realisasi Produk,
Penerimaan Order
- Quality Plan
- HACCP
Documentation

Tidak ada

Organisasi harus menentukan dan


menerapkan pengaturan yang efektif
untuk komunikasi dengan pelanggan
yang berkaitan dengan :
a) informasi produk
b) pertanyaan, kontrak, atau penangan-

PT Gula Rafinasi A telah


menyusun prosedur komunikasi
ke pelanggan terkait informasi
produk, pertanyaan, kontrak,
dan penanganan pesanan di
dalam communication plan

- Company Manual:
Perencanaan dan
Realisasi Produk
- Company Manual:
Perencanaan dan
Realisasi Produk,
Penerimaan Order
- Dokumen kontrak
dengan pelanggan
- Communication plan:
Komunikasi eksternal

Secara khusus, PT Gula


Rafinasi A memenuhi
spesifikasi pesanan pelanggan
PT Gula Rafinasi A telah
membuat prosedur peninjauan
persyaratan produk akhir yang
akan dipasok ke konsumen.
Perusahaan memastikan bahwa
persyaratan sudah lengkap dan
jelas, dan perusahaan mampu
memenuhi permintaan tersebut.

Tidak ada

RUJUKAN

Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000
ISO 9001:2000
KLAU
KRITERIA
SUL
7.2.3
Komunikasi
dengan
pelanggan

7.3

Perancangan
dan
pengembangan

7.3.1

Perencanaan
perancangan
dan
pengembangan
Masukan
perancangan
dan
pengembangan
Hasil
perancangan
dan
pengembangan

7.3.2

7.3.3

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

an pesanan, termasuk perubahan, dan


c) umpan balik pelanggan, termasuk
keluhan pelanggan

Selain itu, PT Gula Rafinasi A


menindak lanjuti dengan serius
setiap keluhan pelanggan dan
memastikan keluhan ditangani
dengan sebaik-baiknya. Sistem
penanganan keluhan dijabar-kan
dalam prosedur penanganan
keluhan.
PT Gula Rafinasi tidak memiliki
proses perancangan dan
pengembangan.
Persyaratan ini termasuk di
dalam pengecualian syarat ISO
9001:2000 oleh PT Gula
Rafinasi A
Lihat 7.3

Organisasi harus merencanakan dan


mengendalikan
perancangan
dan
pengembangan produk.

Keluaran perencanaan harus diperbarui,


seiring kemajuan kegiatan perancangan
dan pengembangan. Masukan yang
berkaitan dengan persyaratan produk
ditentukan dan catatannya dipelihara.
Hasil perancangan dan pengembangan
harus disajikan dalam bentuk yang bisa
diverifikasi
terhadap
masukan
perancangan dan pengembangan dan
harus disetujui sebelum dikeluarkan.

KETIDAKSESUAIAN

RUJUKAN

- Company Manual:
Pengukuran dan Analisa,
Penanganan Keluhan
Customer

Tidak ada
(pengecualian)

Company Manual:
Pengecualian,
perancangan dan
pengembangan

Lihat 7.3

Lihat 7.3

Lihat 7.3

Lihat 7.3

Lihat 7.3

Lihat 7.3

Lihat 7.3

Lihat 7.3

Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000
ISO 9001:2000
KLAU
KRITERIA
SUL
7.3.4
Tinjauan
perancangan
dan
pengembangan
7.3.4

7.3.5

7.3.6

7.3.7

7.4
7.4.1

Tinjauan
perancangan
dan
pengembangan
Verifikasi
perancangan
dan
pengembangan
Validasi
perancangan
dan
pengembangan
Pengendalian
perubahan
perancangan
dan
pengembangan
Pembelian
Proses
pembelian

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

RUJUKAN

Pada tahap yang sesuai, tinjauan


sistematis dari perancangan dan
pengembangan
harus
dilakukan
menurut
penyelenggaraan
yang
terencana untuk :
a) mengevaluasi kemampuan dari hasil
rancangan dan pengembangan dalam
memenuhi persyaratan, dan
b) mengidentifikasi masalah dan menyarankan tindakan yang diperlukan

Lihat 7.3

Lihat 7.3

Lihat 7.3

Lihat 7.3

Lihat 7.3

Verifikasi harus dilakukan menurut


pengaturan yang telah direncanakan
untuk
memastikan
hasil
telah
memenuhi persyaratan. Catatan hasil
verifikasi dan tindakan harus dipelihara
Validasi harus dilakukan menurut
pengaturan yang direncanakan untuk
memastikan produk yang dihasilkan
memenuhi persyaratan.

Lihat 7.3

Lihat 7.3

Lihat 7.3

Lihat 7.3

Lihat 7.3

Lihat 7.3

Perubahan
perancangan
dan
pengembangan harus diidentifikasi dan
catatannya harus dipelihara. Perubahan
harus dievaluasi, diverifikasi dan
divalidasi, sebagaimana mestinya dan
disetujui sebelum diterapkan.

Lihat 7.3

Lihat 7.3

Lihat 7.3

Organisasi harus memastikan bahwa


produk yang dibeli sesuai dengan
persyaratan pembelian yang ditentukan.

Perusahaan menetapkan
persyaratan pembelian yang
ketat untuk memastikan produk

Keterlambatan pengiriman
raw sugar dalam proses
pembelian menjadi

Company Manual:
Perencanaan dan
Realisasi Produk,

Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000
ISO 9001:2000
KLAU
KRITERIA
SUL
7.4.1
Proses
pembelian

7.4.2

Informasi
pembelian

7.4.3

Verifikasi
terhadap
produk yang
dibeli

7.5

Produksi dan
Penyediaan
Jasa
Pengendalian
produksi dan
penyediaan
jasa

7.5.1

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

RUJUKAN

Jenis dan cakupan pengendalian pada


pemasok dan produk harus bergantung
pada dampak produk yang dibeli pada
realisasi produk berikutnya atau produk
akhir.

yang dibeli benar-benar sesuai


dengan permintaan. Persyaratan
juga mencakup kemampuan dari
pemasok. Hal ini termuat dalam
Company Manual.

masalah rutin

Pembelian

Informasi pembelian harus


mendeskripsikan produk yang akan
dibeli, termasuk bila sesuai :
a) persyaratan persetujuan produk,
prosedur, proses dan peralatan
b) persyaratan kualifikasi personil, dan
c) persyaratan SMM
Organisasi harus memastikan kecukupan persyaratan pembelian sebelum
dikomunikasikan ke pemasok.
Organisasi
harus
membuat
dan
mengimplementasikan
pemeriksaan
atau aktivitas lain yang diperlukan
untuk memastikan bahwa produk yang
dibeli memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan.

Departemen Purchasing
menerbitkan Purchase Order
kepada pemasok yang telah
terdaftar dan memiliki informasi
produk setelah dilakukan
pemeriksaan permintaan
pembelian. Pembelian di luar
daftar pemasok yang sudah ada
dilakukan atas persetujuan
Direktur.
Prosedur verifikasi sudah dibuat
dan dilaksanakan untuk setiap
produk yang sudah dibeli
perusahaan.

Keterlambatan
pemeriksaan informasi raw
sugar saat penerimaan
yang mengakibatkan
keterlambatan proses
produksi menjadi masalah
rutin

Company Manual:
Perencanaan dan
Realisasi Produk,
Pembelian

Prosedur verifikasi
terhadap raw sugar yang
dibeli belum efektif dan
efisien

- Company Manual:
Perencanaan dan
Realisasi Produk,
Pembelian
- Lembar (form)
verifikasi produk

Organisasi harus merencanakan dan


menjalankan produksi dan penyediaan
jasa dalam kondisi yang terkendali.
Kondisi
yang
terkendali
harus
mencakup, bila memungkinkan :
a) ketersediaan informasi yang

Perusahaan telah menyiapkan


perencanaan dan persiapan
produksi yang tercatat.
Perusahaan telah menentukan
a. Karakteristik produk
b. Ketersediaan Standard

1) Area Process
Keterlambatan waktu
produksi dan sering terjadinya ketidakberhasilan
pemenuhan target produksi
menjadi kendala produksi

Company Manual:
Perencanaan dan
Realisasi Produk,
Perencanaan dan
persiapan produksi

Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000
ISO 9001:2000
KLAU
KRITERIA
SUL
7.5.1
Pengendalian
produksi dan
penyediaan
jasa

7.5.2

Validasi
proses
produksi dan
penyediaan
jasa

7.5.3

Identifikasi
dan
Kemampuan
telusur

DESKRIPSI

mendiskripsikan karakteristik produk


b) ketersediaan instruksi kerja, bila
perlu
c) penggunaan peralatan yang sesuai
d) ketersediaan dan penggunaan alat
pemantauan pengukuran
e) penerapan pemantauan dan
pengukuran, dan
f) penerapan kegiatan pelepasan,
pengiriman dan pasca penyerahan

Organisasi harus memvalidasi proses


apapun untuk produksi dan penyediaan
jasa dimana keluaran yang dihasilkan
tidak dapat diverifikasi dengan cara
pemantauan ataupun pengukuran yang
berurutan. Hal ini mencakup proses
apapun dimana kekurangannya menjadi
terlihat hanya setelah produk dipakai
atau jasa telah diberikan.
Jika
sesuai,
organisasi
harus
mengidentifikasi produk dengan cara
yang sesuai di seluruh realisasi produk.
Organisasi harus mengidentifikasi
status produk sehubungan dengan
persyaratan pemantauan dan

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

Operating Procedure (SOP) dan


Work Instruction (WI)
c. Penggunaan peralatan yang
sesuai
d. Ketersediaan dan penggunaan
alat pemantauan dan
pengukuran
e. Penerapan pemantauan dan
pengukuran sesuai spesifikasi
untuk menunjukkan kesesuaian
f. Pelayanan kepada pelanggan
Selain itu, perusahaan sudah
membuat diagram alir dan
daftar proses produksi beserta
keterangan-keterangan yang
menyertainya.
PT Gula Rafinasi tidak memiliki
proses terkait SMM yang perlu
divalidasi. Persyaratan ini
termasuk di dalam pengecualian
syarat ISO 9001:2000 oleh PT
Gula Rafinasi A

gula rafinasi di area


process.
2) Area Warehouse
Keterlambatan waktu
distribusi produk akhir dari
gudang produk akhir
menuju tangan konsumen
merupakan masalah rutin
yang dihadapi di area
warehouse

Perusahaan sudah memberikan


identitas yang unik ke setiap
produk berdasarkan grade dan
batch produksi dengan
mencantumkan nomor yang
ditentukan sesuai pesanan. Hal

Tidak ada
(pengecualian)

Tidak ada

RUJUKAN

Company Manual:
Pengecualian,
perancangan dan
pengembangan

PRP Documentation:
Identification and
Traceability

Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000
ISO 9001:2000
KLAU
KRITERIA
SUL
7.5.3
Identifikasi
dan
Kemampuan
telusur
7.5.4

Kepemilikan
pelanggan

7.5.5

Pemeliharaan
produk

7.6

Pengendalian
sarana
pemantauan
dan
pengukuran

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

pengukuran. Jika mampu telusur


merupakan suatu persyaratan,
organisasi harus mengendalikan dan
mecatat identifikasi unik dari produk
(lihat 4.2.4)
Organisasi harus berhati-hati dengan
milik pelanggan ketika berada dibawah
kendali
organisasi
atau
ketika
digunakan oleh organisasi. Organisasi
harus mengidentifikasi, memverifikasi,
melindungi, dan menjaga milik
pelanggan yang disediakan untuk
digunakan atau disatukan dalam
produk.
Organisasi
harus
memelihara
kesesuaian produk selama proses
internal dan pengiriman ke tempat
tujuan yang ditentukan. Pemeliharaan
ini harus mencakup identifikasi,
penanganan,pengemasan, penyimpanan
dan perlindungan. Pemeliharaan harus
juga mencakup bahan pembentuk
produk.

ini untuk mempermudah


identifikasi dan penelusuran jika
terjadi keluhan dari pelanggan

Organisasi
harus
menentukan
pemantauan dan pengukuran yang akan
dilakukan. untuk memberikan bukti dari
kesesuaian produk pada persyaratan
yang ditentukan.

KETIDAKSESUAIAN

RUJUKAN

PT Gula Rafinasi tidak memiliki


proses terkait kepemilikan
pelanggan.
Persyaratan ini termasuk di
dalam pengecualian syarat ISO
9001:2000 oleh PT Gula
Rafinasi A

Tidak ada
(pengecualian)

Company Manual:
Pengecualian,
perancangan dan
pengembangan

Perusahaan memastikan bahan


baku, bahan penunjang, dan
produk jadi terpelihara mutu
dan keamanan pangannya
melalui sistem pergudangan,
penanganan, penyimpanan dan
transportasi yang baik.
Tanggung jawab pemeliharaan
produk dinyatakan dalam
Prosedur Penerimaan Serta
Penyimpanan Raw Sugar dan
Gula Produk
Pemeliharaan terhadap sarana
pemantauan dan pengukuran
yang dilakukan perusahaan
meliputi: kalibrasi , verifikasi,
perawatan

Tidak ada

Company Manual:
Perencanaan dan
Realisasi Produk,
Pemeliharaan Material
dan Pengiriman Produk

Tidak ada

Company Manual:
Perencanaan dan
Realisasi Produk,
Pemeliharaan alat
inspeksi, ukur, dan uji

Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000
ISO 9001:2000
KLAU
KRITERIA
SUL
8
Pengukuran,
Analisa, dan
Peningkatan
8.1
Umum

8.2

8.2.1

8.2.2

Pemantauan
dan
pengukuran
Kepuasan
pelanggan

Audit internal

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

RUJUKAN

Organisasi harus merencanakan dan


menerapkan proses-proses pemantauan,
pengukuran, analisa dan perbaikan yang
diperlukan untuk :
a) untuk menyatakan kesesuaian produk
b) untuk memastikan kesesuaian sistem
manajemen mutu dan
c) untuk secara berkesinambungan meningkatkan keefektifan SMM

MR/FSTL bersama departemen


terkait telah menyiapkan datadata yang diperlukan
perusahaan untuk perencanaan
dan penerapan proses
pemantauan, pengukuran,
analisa, dan perbaikan

Tidak ada

Company Manual:
Pengukuran dan Analisa

Organisasi harus memantau informasi


yang berkaitan dengan persepsi
pelanggan tentang apakah organisasi
telah memenuhi persyaratan pelanggan.
Metoda untuk memperoleh dan
menggunakan informasi ini harus
ditentukan
Perusahaan harus melakukan audit
internal pada waktu terencana untuk
menentukan apakah SMM:
a) sesuai aturan yang direncanakan
(lihat 7.1), persyaratan ISO 9001:2000
dan persyaratan sistem manajemen
mutu yang ditetapkan oleh perusahaan,
dan
b) efektif diterapkan dan dipelihara.

MR/FSTL bersama dengan


departemen terkait
bertanggungjawab untuk
melakukan pengukuran dan
pemantauan untuk mendapatkan
gambaran atas kepuasan
pelanggan
Perusahaan sudah menetapkan
program audit internal sistem
mutu dan keamanan pangan
yang terjadwal dan dilaksanakan
oleh tim auditor internal. Hasil
audit digunakan sebagai
tinjauan manajemen guna
menentukan tindakan perbaikan
yang diperlukan.

Tidak ada

Company Manual:
Pengukuran dan Analisa,
Pengukuran dan
Pemantauan

Tidak ada

Company Manual:
Pengukuran dan Analisa,
Audit Internal

Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000
ISO 9001:2000
KLAU
KRITERIA
SUL
8.2.3
Pemantauan
dan
pengukuran
proses

8.3

8.4

Pengendalian
produk yang
tidak sesuai

Analisa data

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

RUJUKAN

Organisasi harus memantau dan


mengukur karakteristik produk untuk
memverifikasi
bahwa
persyaratan
produk telah terpenuhi. Ini harus
dilakukan pada tahap yang sesuai pada
proses realisasi produk menurut
pengaturan yang telah direncanakan
(lihat 7.1).
Organisasi harus memastikan bahwa
produk yang tidak sesuai dengan
persyaratan produk diidentifikasi dan
dikendalikan
untuk
mencegah
penggunaan atau pengiriman yang tidak
diinginkan. Pengendalian dan tanggung
jawab dan wewenang yang terkait
untuk penanganan produk yang tidak
sesuai harus ditentukan dalam prosedur
terdokumentasi.

Pengukuran dan pemantauan


proses terhadap produksi gula
rafinasi dilakukan sesuai dengan
sasaran mutu. Setiap proses dan
jasa yang dihasilkan, dibuatkan
laporan bulanan dari proses
penyediaan produk oleh semua
departemen terkait.
Perusahaan memastikan Produk
akhir yang tidak memenuhi
standar mutu dan keamanan
pangan tidak diproses lanjut
atau terkirim ke customer.
Penanganan produk yang tidak
sesuai akan mengalami tiga
pilihan, yaitu:
1) diturunkan mutunya (downgrade)
2) diproses ulang
3) dimusnahkan
Seluruh data yang dihasilkan
dari pemantauan dan
pengukuran, dianalisa oleh
perusahaan untuk memberikan
berbagai informasi mengenai
keefektifan SMM. Analisa data
memberikan informasi yang
berhubungan dengan :
a. Customer Satisfaction
Measurement Analysis

Tidak ada

Company Manual:
Pengukuran dan Analisa,
Pengukuran dan
Pemantauan

Tidak ada

- Company Manual:
Pengukuran dan Analisa,
Penanganan Produk
yang Tidak Sesuai

Organisasi
harus
menentukan,
mengumpulkan dan menganalisa data
yang
sesuai
untuk
menyatakan
kesesuaian dan keefektifan sistem
manajemen
mutu
dan
untuk
mengevaluasi dimana peningkatan
berkesinambungan terhadap keefektifan
sistem
manajemen
mutu
dapat
dilakukan.

- PRP Documentation:
Rework Control

Tidak ada

Company Manual:
Pengukuran dan Analisa,
Analisa Data

Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000
ISO 9001:2000
KLAU
KRITERIA
SUL
8.4
Analisa data

8.5
8.5.1

Peningkatan
Peningkatan
berkesinambungan

8.5.2

Tindakan
Perbaikan

8.5.3

Tindakan
Pencegahan

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

RUJUKAN

b.Kesesuaian dengan
persyaratan produk
c. Karakteristik dan
kecenderungan penyediaan
produk termasuk kemungkinan
untuk tindakan pencegahan
d. Kemampuan pemasok
Organisasi harus secara berkesinambungan meningkatkan keefektifan dari
sistem manajemen mutu melalui
penggunaan kebijakan mutu, sasaran
mutu, hasil audit, analisa data, tindakan
perbaikan dan pencegahan dan tinjauan
manajemen.

Tidak ada

Company Manual:
Pengukuran dan Analisa,
Peningkatan
Berkesinambungan

Organisasi harus melakukan tindakan


untuk
menghilangkan
penyebab
ketidaksesuaian,
untuk
mencegah
terulang kembali. Tindakan perbaikan
harus sesuai dengan efek dari
ketidaksesuaian yang terjadi.

Perusahaan secara berkesinambungan meningkatkan


efektivitas Sistem Manajemen
Mutu dan Keamanan Pangan
melalui komunikasi internal dan
eksternal, tinjauan manajemen,
kebijakan, sasaran mutu, hasil
audit, evaluasi dan analisa hasil
verifikasi, tindakan perbaikan
dan pencegahan serta
pembaharuan Sistem
Manajemen Mutu dan
Keamanan Pangan.
Perusahaan sudah menetapkan
prosedur tindakan perbaikan ke
seluruh departemen. Setiap
tindakan perbaikan
menggunakan lembar tindakan
perbaikan dan pencegahan

Belum ada prosedur


terdokumentasi untuk
melakukan tindakan
perbaikan saat masalah
teknologi informasi berupa
system information down

- Company Manual:
Pengukuran dan Analisa,
Tindakan Perbaikan

Organisasi harus menentukan tindakan


untuk menghilangkan penyebab dari
ketidaksesuaian potensial untuk

Perusahaan sudah menetapkan


prosedur tindakan pencegahan
ke seluruh departemen. Setiap

Belum ada prosedur


terdokumentasi untuk
melakukan tindakan

- Lembar (form)
Tindakan Perbaikan dan
Pencegahan
Company Manual:
Pengukuran dan Analisa,
Tindakan Pencegahan

Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000
ISO 9001:2000
KLAU
KRITERIA
SUL
8.5.3
Tindakan
Pencegahan

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

mencegah terjadinya ketidaksesuaian


tersebut. Tindakan pencegahan harus
sesuai dengan efek dari masalah
potensial.

laporan dari lembar tindakan


perbaikan dan pencegahan dan
atau hasil audit internal,
digunakan untuk dianalisa demi
keperluan pencegahan lebih
lanjut

KETIDAKSESUAIAN

pencegahan system
information down terkait
masalah teknologi
informasi

RUJUKAN

Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005
ISO 22000:2005
KLAU
KRITERIA
SUL
4
Sistem
Manajemen
Keamanan
Pangan
(SMKP)
4.1
Persyaratan
umum

4.2
4.2.1

Persyaratan
Dokumentasi
Persyaratan
umum

4.2.2

Pengendalian
dokumen

4.2. 3

Pengendalian
catatan

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

RUJUKAN

SMKP harus:
- ditetapkan
- didokumentasikan
- dipelihara
- diperbaharui jika perlu
Perusahaan harus mendefinisikan ruang
lingkup SMKP

SMKP sudah:
-ditetapkan
-didokumentasikan
-dipelihara
-diperbaharui jika perlu

Tidak ada

- Company Manual

Dokumentasi SMKP harus mencakup


pernyataan terdokumentasi:
- kebijakan keamanan pangan dan
sasarannya
- prosedur terdokumentasi
- catatan pelaksanaan
Dokumen SMKP harus dikontrol dan
dicatat sesuai tipe masing-masing
dokumen dan harus disetujui

Kebijakan dan sasaran mutu dan


keamanan pangan, prosedur
terdokumentasi, dan catatan
pelaksanaan sudah tertulis di
dalam Company Manual

Tidak ada

- Company Manual

Document controller mengganti,


menarik, dan memusnahkan
dokumen yang sudah tidak
terpakai serta mendistribusikan
dokumen ke seluruh departemen
Data hasil catatan disimpan
dalam bentuk tertulis (fisik) dan
elektronik, dipelihara di ruang
dokumen

Tidak ada

- Prosedur pengendalian
dokumen

Tidak ada

- Prosedur pengendalian
dokumen

Catatan pelaksanaan SMKP perlu


dipelihara untuk memberikan bukti
kesesuaian terhadap keefektifannya

Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005
ISO 22000:2005
KLAU
KRITERIA
SUL
5
Tanggung
Jawab
Manajemen
5.1
Komitmen
Manajemen

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

Manajemen puncak harus memberikan


bukti tertulis komitmennya mendukung
SMKP

Dibuatnya surat pernyataan


manajemen
puncak
untuk
mendukung pembuatan dan
pelaksanaan SMKP
Kebijakan mutu dan keamanan
pangan perusahaan yang dibuat
Tim Keamanan Pangan telah
disetujui dan disahkan oleh
Direktur Utama
SMKP
direncanakan
dan
didiskusikan oleh manajer dari
tiap Departemen

Tidak ada

Company Manual :
Tanggung jawab
Manajemen

Tidak ada

Company Manual :
Kebijakan mutu dan
keamanan pangan PT
Gula Rafinasi A

Tidak ada

Tanggung jawab, wewenang


dan
hubungan
antarbagian
dibuat
melalui
struktur
organisasi dalam Company
Manual. Rincian tanggung
jawab dan wewenang dibuat
dalam Job Description
Ketua tim keamanan pangan
(Food Safety Team
Leader/FSTL) sekaligus
merangkap sebagai wakil
manajemen sistem mutu
(Management Representative

Tidak ada

- Company Manual:
Sasaran Mutu dan
Keamanan Pangan
- Sasaran Mutu dan
Keamanan Pangan tiaptiap Departemen
Job Description

5.2

Kebijakan
keamanan
pangan

Manajemen harus mendefinisikan,


mendokumentasikan,
dan
mengkomunikasikan kebijakan keamanan
pangan perusahaan

5.3

Perencanaan
sistem
manajemen
keamanan
pangan

Perencanaan SMKP dilaksanakan untuk


memenuhi persyaratan yang diberikan
dalam pasal 4.1. dan sasaran
perusahaan terkait keamanan pangan

5.4

Tanggung
jawab dan
wewenang

Manajemen puncak harus memastikan


bahwa tanggung jawab dan wewenang
ditetapkan
dan
dikomunikasikan
didalam perusahaan

5.5

Pemimpin tim
keamanan
pangan

Manajemen puncak harus menunjuk


seorang pimpinan tim keamanan
pangan, di luar tanggung jawabnya
yang lain, yang memiliki tanggung
jawab dan wewenang :
a) mengelola tim keamanan pangan

Tidak ada

RUJUKAN

Surat pengangkatan
FSTL/MR

Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005
ISO 22000:2005
KLAU
KRITERIA
SUL
5.5
Pemimpin tim
keamanan
pangan

5.6
5.6.1

Komunikasi
Komunikasi
eksternal

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

(lihat
7.3.2) dan mengorganisir
perkerjaannya,
b)
memastikan pendidikan dan
pelatihan yang relevan dari anggota tim
keamanan pangan (lihat 6.2.1),
c) memastikan SMKP ditetapkan,
diimplementasikan, dipelihara dan
diperbaharui, dan
d) melaporkan kepada manajemen
puncak perusahaan tentang keefektifan
dan kesesuaian SMKP

/MR) sebagai orang yang


bertanggung jawab dalam
memimpin sistem manajemen
mutu dan keamanan pangan di
perusahaan telah diangkat
melalui surat pengangkatan

Perusahaan harus menetapkan dan


memelihara cara-cara yang efektif
untuk
komunikasi
dengan para
pemasok, pelanggan, regulasi dan
organisasi lain yang terkait

Komunikasi terhadap pemasok,


pelanggan, dan regulator terjalin
baik. Perencanaan komunikasi
disusun dalam communication
plan.Hal yang dikomunikasikan
dengan pemasok adalah seleksi
dan evaluasi pemasok. Hal yang
dikomunikasikan dengan pelanggan adalah spesifikasi dan
hasil analisa produk serta
penanganan keluhan. Hal yang
dikomunikasikan dengan pemerintah/badan
perundangundangan yang berlaku adalah
pendaftaran izin usaha dan
pembaharuan undang-undang
yang
berkaitan
dengan
keamanan pangan yang relevan.

KETIDAKSESUAIAN

Tidak ada

RUJUKAN

Communication plan :
komunikasi eksternal

Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005
ISO 22000:2005
KLAU
KRITERIA
SUL
5.6.2
Komunikasi
internal

5.7

Persiapan dan
respon
tanggap
darurat

5.8

Tinjauan
Manajemen
Umum

5.8.1

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

Perusahaan harus menetapkan dan


memelihara cara-cara yang efektif
untuk mengkomunikasikan hal-hal yang
terkait dengan keamanan pangan ke
seluruh perusahaan

Perusahaan menyusun sistem


komunikasi internal melalui
alat-alat bantu surat, memo,
meeting, pengumuman, dan
check list komunikasi internal.
Hal-hal yang dikomunikasikan
setiap ada perubahan: produk,
bahan baku, sistem dan
perlengkapan produksi, fasilitas,
program kebersihan dan
sanitasi, pengemasan,
penyimpanan dan distribusi,
kompetensi personil, peraturan,
persyaratan pelanggan, keluhan
mengenai keamanan pangan,
dan kondisi lain yang
berdampak pada keamanan
pangan.
Pembuatan prosedur respon dan
tanggap darurat yang terdapat
dalam PRP Documentation dan
Contingency plan

Tidak ada

Communication plan :
komunikasi internal

Tidak ada

PRP Documentation,
Contingency plan

Minimal 1 kali dalam setahun


manajemen melakukan Rapat
Tinjauan Manajemen.

Tidak ada

Company Manual:
Tinjauan Manajemen

Prosedur untuk mengelola situasi


darurat yang potensial dan kejadiankejadian yang bisa berdampak pada
keamanan pangan dan yang relevan
terhadap peran perusahaan dalam rantai
pangan

Manajemen puncak harus meninjau


ulang SMKP perusahaan pada selang
waktu yang direncanakan, untuk
memastikan kesesuaian, kecukupan dan
keefektifan yang berkesinambungan.

RUJUKAN

Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005
ISO 22000:2005
KLAU
KRITERIA
SUL
5.8.2
Masukan
Tinjauan

5.8.3

Keluaran
Tinjauan

Manajemen
sumber daya

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

RUJUKAN

Masukan untuk tinjauan manajemen


harus meliputi, tapi tidak hanya terbatas
pada informasi :
a) follow-up tindakan dari tinjauan
manajemen sebelumnya,
b) analisa hasil aktifitas verifikasi (lihat
8.4.2)
c) perubahan keadaan yang dapat
mempengaruhi keamanan pangan (lihat
5.6.2),
d) situasi darurat, kecelakaan (lihat 5.7)
dan withdrawal (lihat 7.10.4),
e)
peninjauan
hasil
aktifitas
sistempembaharuan (lihat 8.5.2),
f) tinjauan aktifitas komunikasi,
termasuk umpan-balik pelanggan (lihat
5.6.1), dan
g) audit atau inspeksi eksternal
Hasil dari tinjauan manajemen harus
meliputi keputusan dan tindakan yang
berkaitan dengan:
a) jaminan keamanan pangan (lihat 4.1)
b) peningkatan efektifitas SMKP (lihat
8.5)
c) kebutuhan sumber daya (lihat 6.1),
dan
d) revisi kebijakan keamanan pangan
perusahaan dan sasarannya (lihat 5.2)

Masukan
untuk
tinjauan
manajemen berasal dari hasil
audit internal dan eksternal,
analisis CSI, unjuk kerja proses,
status tindakan koreksi, tindak
lanjut Tinjauan Manajemen
sebelumnya, rekomendasi untuk
tindakan koreksi, customer
complain dan evaluasinya

Tidak ada

Company Manual: Input


Tinjauan

Keputusan dan kebijakan terkait


dengan SMKP dikeluarkan
setelah
diadakan
tinjauan
manajemen. Pelaksanaan hasil
tinjauan manajemen dipantau
dan dilaporkan pada tinjauan
berikutnya

Tidak ada

Company Manual:
Output Tinjauan

Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005
ISO 22000:2005
KLAU
KRITERIA
SUL
6.1
Ketersediaan
sumber daya

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

Perusahaan harus menyediakan sumber


daya yang cukup untuk pabrik,
penerapan,
pemeliharaan,
dan
pembaharuan SMKP

Sumber daya yang cukup


tersedia meliputi sumber daya
manusia (SDM), energi (power
house),
infrastruktur,
dan
lingkungan kerja
Pelatihan bersertifikat
mengenai kesadaran dan caracara menjalankan sistem
manajemen keamanan pangan
bagi seluruh personal tim
SMKP. Kemudian, ilmu
tersebut ditransfer oleh tim
SMKP kepada personil-personil
di departemen untuk mencapai
sasaran keamanan pangan
- Sertifikat pelatihan manajemen
keamanan pangan untuk
personil TMKP
- Bukti hadir pelatihan internal
keamanan pangan untuk
personil departemen terkait
PT Gula Rafinasi A memiliki
pabrik dengan infrastruktur
bangunan cukup baik untuk
menjaga keamanan pangan
produknya. Lokasi pabrik jauh
dari area berpolusi dan aktivitas
industri lain yang mengancam
keamanan pangan. Bangunan
layak secara rancangan dan
konstruksi. Tata letak dan aliran

Tidak ada

Company Manual:
Pengelolaan sumber
daya

Tidak ada

- Company Manual:
Pengelolaan Sumber
Daya, Sumber daya
manusia

Tidak ada

- Company Manual:
Pengelolaan Sumber
Daya, Sumber daya
manusia
- Sertifikat pelatihan ISO
22000:2005
- Company Manual:
Pengelolaan Sumber
Daya, Infrastruktur
- PRP Documentation:
Pest control, Plant
Structure

6.2.1

Sumber daya
manusia

Tim keamanan pangan dan personal


lainnya yang melakukan aktifitas yang
berdampak pada keamanan pangan
harus memiliki kompetensi yang sesuai.
Bila bantuan tenaga ahli eksternal
diperlukan, catatan persetujuan atau
kontrak yang menetapkan tanggung
jawab dan wewenang tenaga ahli
eksternal harus ada.

6.2.2

Kompetensi,
kepedulian,
dan pelatihan

6.3

Infrastruktur

Perusahaan harus mengidentifikasi


kompetensi yang diperlukan untuk
setiap personil. Memberikan pelatihan,
dan menjamin kepedulian personil
terhadap relevansi aktivitas mereka
terhadap keamanan pangan
Perusahaan harus menyediakan sumber
daya yang cukup untuk pabrik dan
memelihara
infrastruktur
yang
diperlukan
untuk
menerapkan
persyaratan ISO 22000:2005

Infrastruktur pabrik
(ventilasi) bisa
dilewati burung
maupun serangga ke
dalam lingkungan
proses produksi.
Terdapat banyak celah
yang terhubung ke
area sehingga sangat
memungkinkan

RUJUKAN

Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005
ISO 22000:2005
KLAU
KRITERIA
SUL
6.3
Infrastruktur

6.4

Lingkungan
kerja

Perencanaan
dan realisasi
produk yang
aman
Umum

7.1

7.2

Prerequisite
Programmes
(PRPs)

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A
bahan proses produksi teratur.
Penerangan dan utilitas lain
yang memadai sudah
terimplementasi di pabrik

Perusahaan harus menyediakan sumber


daya untuk penetapan, pengelolaan dan
pemeliharaan lingkungan kerja yang
diperlukan
untuk
menerapkan
persyaratan ISO 22000:2005

- Penerapan zoning di pabrik.


- Pengkondisian lingkungan
kerja yang aman sesuai proses
pabrik.

Perusahaan harus:
- merencanakan dan menetapkan
proses-proses yang diperlukan untuk
merealisasikan produk yang aman
- menerapkan, menjalankan, dan
memastikan efektivitas dari aktivitas
yang
sudah
direncanakan
dan
perubahan apapun dari aktivitas
tersebut. Hal ini meliputi PRP, OPRP,
dan/atau HACCP plan.
Kondisi dasar dan aktifitas yang
diperlukan
untuk
memelihara
lingkungan yang higienis sepanjang

PT Gula Rafinasi A menetapkan


proses-proses yang diperlukan
untuk merealisasikan produk
yang aman dikonsumsi.

lihat ke 7.2.1, 7.2.2, dan 7.2.3

KETIDAKSESUAIAN

adanya kontaminasi
dari area luar.
Tempat cuci tangan
untuk area produksi
dan bagging dalam
jumlah memadai
belum dibangun
Tidak ada

Tidak ada

lihat ke 7.2.1, 7.2.2, dan


7.2.3

RUJUKAN

Company Manual:
Pengelolaan Sumber
Daya, Lingkungan kerja

- Company Manual
- PRP Documentation
- HACCP
Documentation
- Communication plan

- Company Manual:
Perencanaan dan
Realisasi Produk,

Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005
ISO 22000:2005
KLAU
KRITERIA
SUL
7.2
Prerequisite
Programmes
(PRPs)

7.2.1

7.2.2

7.2.3

DESKRIPSI

rantai makanan yang sesuai untuk


proses produksi, penanganan dan
ketetapan produk akhir yang aman dan
makanan yang aman untuk konsumsi
manusia
Perusahaan
harus
menetapkan,
menerapkan, dan memelihara PRP(s)
untuk membantu pengendalian
a) kemungkinan munculnya bahaya
keamanan pangan pada produk melalui
lingkungan kerja.
b) kontaminasi biologis, kimia, dan
fisik pada produk, meliputi kontaminasi
silang antar produk.
c) tingkat bahaya keamanan pangan
pada produk dan lingkungan proses
PRP harus sesuai kebutuhan, ukuran
dan tipe operasi, produk perusahaan
dan diterapkan di seluruh sistem, baik
yang diterapkan secara umum maupun
khusus untuk operasi tertentu. PRP
harus disahkan oleh tim keamanan
pangan
Saat
memilih
auditor
dan/atau
menetapkan PRP(s), perusahaan harus
mempertimbangkan dan menggunakan
informasi yang sesuai (contohnya
persyaratan peraturan dan perundangundangan,
persyaratan pelanggan,
pedoman yang sudah diakui, prinsip
dan aturan-aturan penerapan yang

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

RUJUKAN

Penetapan PRP
- PRP Documentation

Perusahaan sudah menetapkan


PRP untuk membantu
pengendalian proses agar
terhindar dari bahaya keamanan
pangan.
Namun, perusahaan belum
menerapkan keseluruhan dan
memelihara PRP sesuai
prosedur yang ada.

Perusahaan sudah
menyesuaikan PRP yang sesuai
alur proses produksi gula
rafinasi.

Penetapan PRP untuk PT Gula


Rafinasi A:
- Mengikuti rujukan CAC/RCP
1-1969, Rev. 4-2003
- Mengikuti rujukan ISO
22000:2005
- Pemenuhan SNI 01-3140.22006, produk gula rafinasi

Hampir seluruh SSOP


belum terlaksana
dengan baik dan benar
Program pengendalian
hama (pest control )
belum terlaksana
dengan baik
Bangunan proses dan
pengemasan masih
memungkinkan hama
masuk
Tidak ada

Tidak ada

- Company Manual:
Perencanaan dan
Realisasi Produk,
Penetapan PRP
- PRP Documentation

- Company Manual:
Perencanaan dan
Realisasi Produk,
Penetapan PRP
- PRP Documentation

- Company Manual:
Ruang lingkup
- Company Manual:
Perencanaan dan
Realisasi Produk,
PenetapanPRP
- PRP Documentation

Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005
ISO 22000:2005
KLAU
KRITERIA
SUL
7.2.3

7.3

7.3.1

Langkah
pendahuluan
untuk analisis
bahaya
Umum

7.3.2

Tim keamanan
pangan

7.3.3

Karakteristik
produk

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

Semua informasi yang relevan yang


dibutuhkan untuk melakukan analisa
bahaya harus dikumpulkan, disimpan,
diperbarui, dan didokumentasikan.
Catatan harus disimpan.

Semua data dan informasi yang


relevan disimpan dalam bentuk
data tertulis dan elektronik

Tidak ada

Sebuah tim keamanan pangan harus


dibentuk.
Tim
keamanan
pangan
harus
mempunyai
suatu
kombinasi
pengetahuan dan pengalaman yang
multi-disiplin dalam menetapkan dan
menerapkan SMKP. Hal ini meliputi,
tapi tidak terbatas pada, produk yang
dihasilkan oleh perusahaan, proses,
peralatan, dan bahaya keamanan
pangan dalam ruang lingkup SMKP.
Catatan yang menunjukkan bahwa tim
keamanan
pangan
mempunyai
pengetahuan dan pengalaman harus
disimpan (lihat 6.2.2)

Tim keamanan pangan sekaligus


tim mutu sudah dibentuk oleh
MR/FSTL dan disahkan oleh
Direktur Utama

Tidak ada

Penetapan karakteristik bahan


baku utama, bahan penunjang,

Tidak ada

RUJUKAN

diterapkan oleh Codex Alimentarius


Commission (Codex), serta standarstandar nasional, internasional, atau
sektoral).

- Company Manual:
Perencanaan dan
Realisasi Produk,
Langkah Awal
Penerapan HACCP,
Analisa Bahaya
- Company Manual:
Perencanaan dan
Realisasi Produk,
Langkah Awal
Penerapan HACCP,
Pembentukan Tim
Keamanan Pangan
- HACCP
Documentation

- Company Manual:
Perencanaan dan

Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005
ISO 22000:2005
KLAU
KRITERIA
SUL

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

RUJUKAN

Lihat ke 7.3.3

Tidak ada

Realisasi Produk,
Langkah Awal
Penerapan HACCP,
Penetapan Karakteristik
Bahan Baku Utama,
Bahan Penunjang/Kemas
dan Produk Akhir
- HACCP
Documentation
HACCP Documentation

Lihat ke 7.3.3

Tidak ada

HACCP Documentation

Penetapan tujuan pengguna


disebutkan dalam Company
Manual. Penjelasan tujuan
pengguna yang terdapat dalam
Company Manual berada di
HACCP Documentation

Tidak ada

Diagram alir proses beserta


deskripsinya didokumentasikan
dalam HACCP Documentation.
Prosedur dan hasil verifikasi

Tidak ada

- Company Manual:
Perencanaan dan
Realisasi Produk,
Langkah Awal
Penerapan HACCP,
Menentukan Rencana
Penggunaan dan Target
Pengguna
- HACCP
Documentation
HACCP Documentation

dan produk akhir disebutkan


dalam Company Manual.
Karakteristik tersebut dijelaskan
dalam HACCP Documentation

7.3.3.1

7.3.3.2

Bahan baku,
ingredien, dan
material yang
kontak dengan
produk
Karakteristik
produk akhir

7.3.4

Tujuan
penggunaan

7.3.5

Diagram alir,
tahapantahapan proses
dan tindakan

Seluruh bahan baku, ingridien, material


yang kontak dengan produk harus
dideskripsikan sampai sejauh yang
diperlukan dalam dokumen untuk
melakukan analisa bahaya
Karakteristik produk akhir harus
dideskripsikan dalam dokumentasi
untuk pelaksanaan analisis bahaya
Pengguna yang dituju, penanganan
produk akhir yang diharapkan dan
kemungkinan kesalahan penanganan
dan penggunaan dari produk akhir
harus
dipertimbangkan
dan
dideskripsikan dalam dokumen untuk
analisis bahaya

Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005
ISO 22000:2005
KLAU
KRITERIA
SUL
7.3.5
pengendalian
7.3.5.1

Diagram alir

7.3.5.2

Deskripsi
tahapantahapan proses
dan tindakan
pengendalian

7.4
7.4.1

Analisis
bahaya
Umum

7.4.1

Umum

7.4.2

Identifikasi
bahaya dan
penentuan
tingkat

DESKRIPSI

Diagram alir harus dipersiapkan untuk


produk atau kategori proses yang
termasuk dalam SMKP. Diagram alir
harus
memberikan dasar
untuk
mengevaluasi kemungkinan terjadinya,
peningkatan, atau munculnya bahaya
keamanan pangan
Tindakan pengendalian yang ada,
parameter-parameter proses, dan/atau
ketepatan dengan yang diaplikasikan,
atau prosedur-prosedur yang mungkin
mempengaruhi keamanan pangan,
harus dideskripsikan sampai sejauh
yang diperlukan untuk melakukan
analisa bahaya (lihat 7.4).

Tim
keamanan
pangan
harus
mengadakan analisa bahaya untuk
menentukan bahaya yang mana yang
perlu dikendalikan, tingkat
pengendalian yang diperlukan untuk
memastikan keamanan pangan, dan
kombinasi tindakan pengendalian yang
mana untuk yang diperlukan.
.

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

RUJUKAN

dan perbaruan juga terdapat


dalam HACCP Documentation
Lihat ke 7.3.5

Tidak ada

HACCP Documentation

Lihat ke 7.3.5

Tidak ada

HACCP Documentation

Analisis bahaya dilakukan oleh


tim keamanan pangan dengan
pengamatan langsung terhadap
kondisi proses pengolahan dan
informasi terbaru mengenai
keamanan pangan

Tidak ada

HACCP Documentation

Identifikasi bahaya dan


penentuan tingkat penerimaan
sudah tercatat di HACCP
Documentation

Tidak ada

HACCP Documentation

Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005
ISO 22000:2005
KLAU
KRITERIA
SUL
7.4.2
penerimaan
7.4.2.1

7.4.2.2

7.4.2.3

7.4.3

Penilaian
bahaya

DESKRIPSI

Semua bahaya keamanan pangan yang


mungkin terjadi sehubungan dengan
jenis produk, jenis proses, dan fasilitas
pemrosesan
yang
aktual
harus
diidentifikasi dan dicatat
Saat
mengidentifikasi
bahaya,
pertimbangan harus dilakukan terhadap
a) tahapan-tahapan yang melanjutkan
dan mengikuti kegiatan operasional
yang telah disebutkan;
b) peralatan proses, utilitas/pelayanan,
dan lingkungan sekitar;
c) hubungan lanjutan dan yang
mengikuti dalam rantai makanan
Untuk setiap bahaya keamanan pangan
yang diidentifikasi, tingkat penerimaan
bahaya keamanan pangan pada produk
akhir
harus
ditentukan
bila
memungkinkan.
Suatu penilaian bahaya harus dilakukan
untuk menentukan:
- setiap bahaya keamanan pangan
(lihat 7.4.2)
- penghilangan atau pengurangan
bahaya sampai tingkat yang dapat
diterima
- pengendalian untuk tercapainya
tingkat penerimaan yang
telah
ditentukan.

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

RUJUKAN

Lihat 7.4.2

Tidak ada

HACCP Documentation

Lihat 7.4.2

Tidak ada

HACCP Documentation

Lihat 7.4.2

Tidak ada.

HACCP Documentation

Penilaian bahaya dilakukan


dengan cara pengolahan data
informasi keamanan pangan
terbaru. Acuan yang dipakai
berupa syarat peraturan
perundang-undangan pangan
terbaru, standar internasional
gula rafinasi, konsultan
keamanan pangan, dan
informasi keamanan pangan
lainnya yang relevan.

Tidak ada

HACCP Documentation

Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005
ISO 22000:2005
KLAU
KRITERIA
SUL
7.4.3
Penilaian
bahaya

7.4.4

7.5

Pemilihan dan
penilaian
tindakan
pengendalian

Penentuan
Operational
Prerequisite
Programme
(OPRP)

DESKRIPSI

Setiap bahaya keamanan pangan harus


dievaluasi sesuai dengan keparahan
dampak buruk terhadap kesehatan yang
mungkin terjadi dan kemungkinan hal
itu terjadi. Metodologi yang digunakan
harus
dideskripsikan,
dan hasil
penilaian bahaya keamanan pangan
harus dicatat.
Berdasarkan pada penilaian bahaya
7.4.3, kombinasi tindakan pengendalian
yang sesuai harus dipilih yang dapat
mencegah,
menghilangkan,
atau
mereduksi bahaya keamanan pangan
sampai tingkat penerimaan yang telah
ditetapkan.

Operational PRP harus didokumentasikan dan harus meliputi informasi


berikut untuk tiap program:
a) bahaya keamanan pangan yang
dikendalikan oleh program tersebut;
b) tindakan pengendalian (lihat 7.4.4);
c) prosedur pemantauan yang
menunjukkan bahwa operational PRPs
diterapkan;
d) koreksi langsung dan tindakan
korektif yang dilakukan jika

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

RUJUKAN

Tindakan koreksi langsung dan


tindakan pengendalian yang
dapat mencegah bahaya
keamanan pangan dicatat dalam
HACCP Documentation

Rujukan dari klausul 7.5

HACCP Documentation

Penentuan dan
pendokumentasian OPRP
dicatat dalam Company Manual
dan dijelaskan dalam HACCP
Documentation

Pengendalian kendaraan
pengangkut produk akhir
belum
ditentukan.
Kendaraan pengangkut ini
sering ditemukan dalam
kondisi
tidak
bersih
sebelum digunakan untuk
mengangkut produk akhir
dari
gudang
menuju
konsumen.
Salah satu proses yang
termasuk di dalam OPRP
belum
mendapatkan
tindakan pengendalian.
Ketidaksesuaian merujuk
ke klausul 7.4.4

- Company Manual:
Perencanaan dan
Realisasi Produk,
Penetapan Sistem
HACCP, OPRP
- HACCP
Documentation

Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005
ISO 22000:2005
KLAU
KRITERIA
SUL
7.5

7.6

Menetapkan
HACCP Plan

7.6.1

HACCP Plan

7.6.2

Identifikasi
critical
control points
(CCP)
Penentuan
batas kritis
untuk critical

7.6.3

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

RUJUKAN

HACCP Plan disusun oleh tim


keamanan pangan, dan
diinformasikan ke Departemen
yang bersangkutan untuk
dilaksanakan
HACCP Documentation dibuat
untuk setiap area. Informasi
bahaya keamanan pangan,
tindakan pengendalian, batas
kritis, prosedur pemantauan,
koreksi langsung, tanggung
jawab dan wewenang serta
catatan hasil pemantauan dimuat
dalam dokumen. Dokumen
dibuat dalam bahasa Indonesia
dengan catatan, beberapa istilah
yang familiar dalam bahasa
Inggris tidak diterjemahkan

Tidak ada

HACCP Documentation

Tidak ada

HACCP Documentation

Identifikasi CCP dicatat dalam


HACCP Documentation

Tidak ada

HACCP Documentation

Tidak ada
(Lihat 7.4.2.3)

HACCP Documentation

pemantauan menunjukkan bahwa


operational PRPs tidak terkontrol (lihat
masing-masing, 7.10.1 dan 7.10.2);
e) tanggung jawab dan wewenang;
f) catatan hasil pemantauan

HACCP plan harus didokumentasikan


dan harus meliputi informasi berikut
untuk setiap critical control point
(CCP) yang teridentifikasi:
a) bahaya keamanan pangan yang
dikendalikan dengan CCP (lihat 7.4.4);
b) tindakan pengendalian (lihat 7.4.4);
c) batas kritis (lihat 7.6.3);
d) prosedur pemantauan (lihat 7.6.4);
e) koreksi langsung dan tindakan
korektif yang dilakukan jika batas kritis
terlampaui;
f) tanggung jawab dan wewenang;
g) catatan hasil pemantauan.
Untuk setiap bahaya yang dikendalikan
dengan HACCP plan, CCP harus
diidentifikasi
untuk
tindakan
pengendalian yang telah ditetapkan
Batas kritis harus ditentukan untuk
pemantauan yang telah ditetapkan
untuk setiap CCP.

Penentuan batas kritis CCP


dicatat dalam HACCP
Documentation

Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005
ISO 22000:2005
KLAU
KRITERIA
SUL
7.6.3
control point
(CCP)

7.6.4

Sistem
pemantauan
untuk critical
control point
(CCP)

DESKRIPSI

Batas kritis harus ditentukan untuk


memastikan bahwa tingkat penerimaan
bahaya keamanan pangan yang
teridentifikasi pada produk akhir (lihat
7.4.2) tidak terlampaui.
Batas kritis harus dapat diukur.
Alasan pemilihan batas kritis harus
didokumentasikan.
Batas kritis berdasarkan data subyektif
(seperti inspeksi visual produk, proses,
penanganan, dll) harus didukung oleh
instruksi atau spesifikasi dan/atau
pendidikan dan pelatihan
Suatu sistem pemantauan harus dibuat
untuk setiap CCP untuk menunjukkan
bahwa CCP dalam keadaan terkendali.
Sistem
harus
meliputi
semua
pengukuran atau observasi yang
terjadwal sehubungan dengan batas
kritis.

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

RUJUKAN

Sistem pemantauan CCP(s)


dilakukan operator proses. Bila
terjadi penyimpangan ambil
tindakan yang diperlukan dan
lapor ke kepala shift (tergantung
kondisi mana terlebih dahulu
yang memungkinkan).
Pelaporan diteruskan ke
Manajer Process dan bagian
Quality Assurance

Tidak ada

- Form laporan
monitoring kondisi
rotary pressure filter
- WI (work instruction)
Pengecekan kondisi
filter cloth
- Form laporan
monitoring kondisi
metal detector
- IK Pengecekan kondisi
metal detector
- Form laporan
monitoring kondisi
magnetic catcher
- IK Pengecekan kondisi
magnetic catcher
- HACCP
Documentation

Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005
ISO 22000:2005
KLAU
KRITERIA
SUL
7.6.5
Tindakan saat
hasil
pemantauan
melebihi batas
kritis

7.7

Pembaharuan
informasi dan
dokumen
pendahuluan
yang
menyebutkan
PRPs dan
HACCP plan

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

RUJUKAN

Koreksi langsung dan tindakan korektif


terencana yang dilakukan bila batas
kritis terlampaui harus disebutkan
dalam HACCP plan. Tindakan tersebut
harus memastikan bahwa penyebab
ketidaksesuaian teridentifikasi, bahwa
parameter-parameter yang dikendalikan
dengan CCP telah dapat dikendalikan
lagi, dan kemungkinan kejadian
tersebut terulang kembali dapat dicegah
(lihat 7.10.2).
Prosedur terdokumentasi harus dibuat
dan dipelihara untuk penanganan yang
sesuai produk yang berpotensi tidak
aman untuk memastikan produk-produk
tersebut tidak dilepas sampai selesai
dievaluasi.

Tindakan koreksi langsung dan


tindakan pengendalian yang
baru dicatat dalam HACCP
Documentation

Tidak ada

- Form laporan
monitoring kondisi
rotary pressure filter
- WI (work instruction)
Pengecekan kondisi
filter cloth
- Form laporan
monitoring kondisi
metal detector
- IK Pengecekan kondisi
metal detector
- Form laporan
monitoring kondisi
magnetic catcher
- IK Pengecekan kondisi
magnetic catcher
- HACCP
Documentation

Setelah penentuan OPRP (lihat 7.5)


dan/atau HACCP plan (lihat 7.6),
perusahaan
harus
memperbaharui
informasi berikut, bila perlu:
a) karakteristik produk (lihat 7.3.3);
b) rencana penggunaan (lihat 7.3.4);
c) diagram alir (lihat 7.3.5.1);
d) tahapan-tahapan proses (lihat
7.3.5.2);
e) tindakan pengendalian (lihat 7.3.5.2).
Bila perlu, HACCP plan (lihat 7.6.1)
dan PRP (lihat 7.2) harus diubah.

Pembaharuan informasi
dilakukan setiap ada
penambahan atau perubahan
informasi, proses, dan kegiatan
lain yang berkaitan dengan
sistem keamanan pangan

Tidak ada

Company Manual:
Pengukuran dan Analisa,
Peningkatan,
Pembaharuan Sistem
Keamanan Pangan

Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005
ISO 22000:2005
KLAU
KRITERIA
SUL
7.8
Perencanaan
verifikasi

7.9

Sistem
kemampuan
telusur
(traceability)

7.10

Pengendalian
tidak sesuai
Koreksi
langsung

7.10.1

7.10.2

Tindakan
korektif

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

RUJUKAN

Perencanaan
verifikasi
harus
menyebutkan tujuan, metode, frekuensi,
dan tanggung jawab aktivitas verifikasi

Perencanaan verifikasi terdapat


dalam Company Manual dan
Verification Plan

Tidak ada

Perusahaan harus membuat dan


menjalankan sistem mampu telusur
yang memungkinkan identifikasi lot
produk dan hubungannya dengan batch
bahan baku, proses, dan catatan
pengiriman. Sistem mampu telusur
harus dapat mengidentifikasi bahan
baku yang dapat dari pemasok langsung
dan rute distribusi awal produk akhir.

Sudah dibuat prosedur


kemampuan telusur dan rencana
melakukan simulasi penarikan
produk (mock recall) untuk
mengetahui keefektifan sistem
kemampuan telusur

Tidak ada

Perusahaan harus memastikan bahwa


saat batas kritis untuk CCP(s)
terlampaui, atau bila kehilangan kendali
operational PRP(s), produk yang
terpengaruh
diidentifikasi
dan
dikendalikan
sehubungan
dengan
penggunaan dan pelepasan produk
tersebut.
Data yang berasal dari pemantauan
operational PRP dan CCP harus
dievaluasi oleh orang yang telah
ditetapkan
yang
mempunyai
pengetahuan yang cukup (lihat 6.6) dan
wewenang (lihat 5.4) untuk memulai
tindakan korektif.

Perusahaan sudah menetapkan


prosedur tindakan koreksi
langsung di HACCP
Documentation

Tidak ada

HACCP Documentation

Perusahaan sudah menetapkan


prosedur tindakan korektif di
HACCP Documentation

Tidak ada

HACCP Documentation

- Company Manual:
Perencanaan dan
Realisasi Produk,
Perencanaan Verifikasi
- Verification Plan
- PRP Documentation,
Identification and
Traceability
- Keluaran Tinjauan
Manajemen

Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005
ISO 22000:2005
KLAU
KRITERIA
SUL
7.10.2
Tindakan
korektif

7.10.3

7.10.3.1

7.10.3.2

Penanganan
produk yang
berpotensi
tidak aman
Umum

Evaluasi
penarikan
produk

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

RUJUKAN

Perusahaan sudah menerapkan


prosedur tindakan dalam
menangani produk yang tidak
sesuai dan berpotensi tidak
aman di dalam Company
Manual dan PRP
Documentation

Tidak ada

- Company Manual:
Pengukuran dan Analisa,
Penanganan Produk
yang Tidak Sesuai
- PRP Documentation:
Hold and Release
- PRP Documentation:
Re-Work Control
- PRP Documentation:
Product Recall

Perusahaan sudah menerapkan


prosedur tindakan mengevaluasi
produk berpotensi tidak aman
dengan tiga keputusan, yaitu
pending, reject, dan release di

Tidak ada

PRP Documentation:
Hold and Release

Tindakan korektif harus dimulai saat


batas kritis terlampaui (lihat 7.6.5) atau
saat kurangnya kesesuaian dengan
operational PRP

Perusahaan harus menangani produk


tidak sesuai dengan mencegah produk
yang tidak sesuai memasuki rantai
makanan kecuali bila dapat dipastikan
bahwa
a) bahaya keamanan pangan yang
menjadi perhatian telah dikurangi
sampai batas yang telah ditentukan; b)
bahaya keamanan pangan yang menjadi
perhatian akan dikurangi sampai tingkat
penerimaan yang telah ditentukan (lihat
7.4.2) sebelum memasuki rantai
makanan;
c) produk masih sesuai dengan tingkat
penerimaan bahaya keamanan pangan
yang telah ditetapkan meskipun terjadi
ketidaksesuaian
Setiap lot produk yang terpengaruh oleh
ketidaksesuaian hanya boleh dilepas
sebagai produk aman setelah hal-hal
berikut dijalankan:
a) bukti selain sistem pemantauan
menunjukkan bahwa tindakan

Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005
ISO 22000:2005
KLAU
KRITERIA
SUL
7.10.3.2
Evaluasi
penarikan
produk

7.10.3.3

Pembuangan
produk yang
tidak sesuai

7.10.3.4

Penarikan

DESKRIPSI

pengendalian sudah efektif;


b) bukti menunjukkan bahwa efek
kombinasi dari tindakan pengendalian
untuk produk tertentu sesuai dengan
kinerja yang diinginkan (yaitu tingkat
penerimaan yang telah ditetapkan
sesuai dengan 7.4.2);
c) hasil sampling, analisa, dan/atau
aktivitas
verifikasi
yang
lain
menunjukkan bahwa lot produk yang
terpengaruh
memenuhi
tingkat
penerimaan yang telah ditetapkan untuk
bahaya keamanan pangan yang menjadi
perhatian
Setelah evaluasi dilakukan, jika lot
produk
tidak
memungkinkan
untukdilepas, produk harus ditangani
dengan salah satu cara berikut:
a) pengerjaan ulang atau pemrosesan
lanjut di dalam atau di luar perusahaan
untuk memastikan bahwa bahaya
keamanan pangan dihilangkan atau
dikurangi ke tingkat yang bisa diterima;
b) penghancuran dan/atau pembuangan
sebagai limbah.
Untuk
memungkinkan
dan
memfasilitasi penarikan lot produk
akhir yang telah diidentifikasi sebagai
produk yang tidak aman secara
menyeluruh dan cepat
a) manajemen puncak harus menunjuk

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

RUJUKAN

dalam PRP Documentation,


Hold and Release

Perusahaan sudah menerapkan


prosedur pengerjaan ulang
kembali produk yang tidak
sesuai

Tidak ada

PRP Documentation:
Re-Work Control

Perusahaan sudah menerapkan


prosedur penarikan barang dan
rencana simulasi penarikan di
dalam PRP Documentation,
Product Recall

Tidak ada

PRP Documentation:
Product Recall

Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005
ISO 22000:2005
KLAU
KRITERIA
SUL
7.10.3.4
Penarikan

DESKRIPSI

personil yang mempunyai wewenang


untuk memulai proses penarikan dan
personil yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan penarikan;
b) perusahaan harus membuat dan
menyimpan
prosedur
yang
terdokumentasi untuk:
1) memberitahu pihak terkait
(contohnya pihak yang berwenang
mengatur peraturan dan perundangundangan, pelanggan, dan/atau
konsumen)
2) penanganan produk yang ditarik
serta produk lain yang terpengaruh
yang masih menjadi stok
3) rangkaian tindakan yang dilakukan
Produk yang ditarik harus diamankan
atau diawasi sampai dihancurkan,
digunakan untuk tujuan selain tujuan
semula, ditentukan sebagai produk yang
aman untuk rencana penggunaan yang
sama (atau yang lain), atau diproses
ulang untuk memastikan produk
tersebut aman. Penyebab, jangkauan,
dan hasil penarikan harus dicatat dan
dilaporkan kepada manajemen puncak
sebagai masukan tinjauan manajemen
(lihat 5.8.2).

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

RUJUKAN

Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005
ISO 22000:2005
KLAU
KRITERIA
SUL
8
Validasi,
verifikasi,
dan
peningkatan
sistem
manajemen
keamanan
pangan
8.1
Umum

8.2

Validasi
kombinasi
tindakan
pengendalian

DESKRIPSI

Tim
keamanan
pangan
harus
merencanakan dan mengimplementasikan proses yang diperlukan untuk
memvalidasi tindakan pengendalian
dan/atau kombinasi tindakan pengendalian, dan untuk memverifikasi serta
meningkatkan SMKP
Implementasi tindakan pengendalian
yang termasuk dalam OPRP dan
HACCP Plan, sebelum dan setelah
adanya perubahan apapun di dalamnya
(lihat 8.5.2), maka organisasi harus
memvalidasi bahwa :
a) tindakan pengendalian yang dipilih
memenuhi pengendalian tersebut untuk
bahaya keamanan pangan yang dituju,
b) tindakan pengendalian efektif dan
mampu,
dalam
kombinasinya,
memastikan
pengendalian
bahaya
keamanan pangan yang diidentifikasi
untuk menghasilkan produk akhir yang
memenuhi acceptable level yang
ditetapkan.

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

Tim keamanan pangan sudah


melakukan validasi tindakan
pengendalian dan/atau
kombinasi tindakan
pengendalian, dan untuk memverifikasi serta meningkatkan
SMKP
Setiap CCP, tindakan
pengendalian dan titik kritis
diidentifikasi dan divalidasi
dengan tepat dan dicatat dalam
HACCP Documentation

KETIDAKSESUAIAN

RUJUKAN

Tidak ada

- Company Manual:
Pengukuran dan Analisa,
Validasi Tindakan
Pengendalian
- HACCP
Documentation

Tidak ada

HACCP Documentation

Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005
ISO 22000:2005
KLAU
KRITERIA
SUL
8.3
Pengendalian
pemantauan
dan
pengukuran

8.4
8.4.1

8.4.2

Verifikasi
SMKP
Audit internal

Evaluasi hasil
masingmasing
verifikasi

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

Perusahaan harus menyediakan bukti


bahwa pemantauan dan metode
pengukuran serta peralatan yang
ditentukan memadai untuk memastikan
pelaksanaan prosedur pemantauan dan
pengukuran.

Perusahaan sudah membuat


Verification plan yang terdapat
dalam HACCP Documentation
untuk tindakan pemantauan.
Hasil verifikasi akan
dimasukkan ke dalam HACCP
Documentation. Data sementara
yang ada berasal dari data
pengendalian proses sebelum
diterapkan SMKP.

Perusahaan harus melaksanakan audit


internal pada rentang waktu yang
direncanakan guna menentukan apakah
SMKP :
a) sesuai dengan susunan rencana,
terhadap persyaratan SMKP yang
ditetapkan oleh organisasi, dan terhadap
persyaratan dari Standar Internasional
ini, dan
b) diimplementasikan dan diperbaharui
secara efektif.
Tim
keamanan
pangan
harus
mengevaluasi secara sistematis hasil
masing-masing
verifikasi
yang
direncanakan (lihat 7.8)

Perusahaan sudah melaksanakan


audit internal untuk mengetahui
keefektifan dan pelaksanaan
yang benar dari SMKP

Tidak ada

- Company Manual:
Pengukuran dan analisa,
Audit internal
- PRP Documentation:
Audit internal

Tim keamanan pangan sudah


mengevaluasi secara sistematis
hasil masing-masing verifikasi.
Hasil audit internal menjadi
masukan tinjauan manajemen

Tidak ada

- Company Manual:
Pengukuran dan analisa,
Verifikasi sistem
manajemen mutu dan
keamanan pangan,

Alat magnetic catcher


yang ada di pabrik tidak
memiliki keterangan
spesifikasi akan
kemampuannya dalam
menarik logam-logam
yang terbuat dari besi.
Pemantauan dan
pengukuran alat ini tidak
bisa diverifikasi karena
tidak ada bukti
kemampuan alat yang
tercatat.

RUJUKAN

HACCP Documentation

Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005
ISO 22000:2005
KLAU
KRITERIA
SUL
8.4.2
Evaluasi hasil
masingmasing
verifikasi
8.4.3
Analisa hasil
aktifitas
verifikasi

8.5
8.5.1

Peningkatan
Peningkatan
berkesinambu
ngan

8.5.2

Pembaharuan
SMKP

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A

KETIDAKSESUAIAN

RUJUKAN

Evaluasi dari setiap hasil


verifikasi

Tim
keamanan
pangan
harus
menganalisa hasil aktivitas verifikasi,
termasuk hasil audit internal (lihat
8.4.1) dan audit eksternal.

Tim keamanan pangan sudah


menetapkan prosedur analisa
hasil aktivitas verifikasi

Tidak ada

- Company Manual,:
Pengukuran dan analisa,
Verifikasi sistem
manajemen mutu dan
keamanan pangan,
Analisa hasil aktifitas
verifikasi

Manajemen puncak harus memastikan


bahwa organisasi secara
berkesinambungan meningkatkan
keefektifan SMKP melalui:
- penggunaan komunikasi (lihat 5.6)
tinjauan manajemen (lihat 5.8)
- audit internal (8.4.1)
- evaluasi
hasil
masing-masing
verifikasi (lihat 8.4.2)
- analisa hasil aktifitas verifikasi
(lihat 8.4.3)
- validasi
kombinasi
tindakan
pengendalian (lihat 8.2)
- tindakan koreksi (lihat 7.10.2) dan
pembaharuan SMKP (lihat 8.5.2)
Manajemen puncak harus memastikan
bahwa SMKP secara
berkesinambungan diperbaharui.

PT Gula Rafinasi A secara


berkesinambungan
meningkatkan efektivitas SMKP
melalui komunikasi internal dan
eksternal, tinjauan manajemen,
kebijakan, sasaran mutu, hasil
audit, evaluasi dan analisa hasil
verifikasi, tindakan perbaikan
dan pencegahan dan
pembaharuan SMKP.

Tidak ada

Company Manual:
Pengukuran dan analisa,
Peningkatan
Berkesinambungan

Tim keamanan pangan


mengevaluasi sistem secara
berkala setidaknya dua kali
dalam setahun untuk memper-

Tidak ada

Company Manual:
Pengukuran dan analisa,
Pembaharuan Sistem
Keamanan Pangan

Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005
ISO 22000:2005
KLAU
KRITERIA
SUL
8.5.2
Pembaharuan
SMKP

DESKRIPSI

PEMENUHAN PT GULA
RAFINASI A
timbangkan tinjauan terhadap
analisa bahaya. Hasil evaluasi
diberitahukan ke manajemen
puncak untuk keputusan
selanjutnya

KETIDAKSESUAIAN

RUJUKAN

1. Integrasi sistem manajemen mutu dan keamanan pangan


Berdasarkan kajian konsep integrasi sistem manajemen mutu dan
keamanan pangan berbasis ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005, maka
pembahasan integrasi kedua standar tersebut di dalam sistem manajemen
terpadu PT Gula Rafinasi A difokuskan kepada lima poin utama integrasi
sistem manajemen.
a. Kebijakan dan Sasaran Mutu dan Keamanan Pangan
Berdasarkan persyaratan ISO 9001:2000 (klausul 5.3 dan 5.4) dan
ISO 22000:2005 (klausul 5.2 dan 5.3), penyusunan kebijakan dan
sasaran mutu dan keamanan pangan merupakan salah satu kewajiban
bagi perusahaan. Kebijakan menyeragamkan visi dan misi perusahaan
bagi semua pihak di dalam perusahaan terkait mutu dan keamanan
pangan. Sasaran disusun membantu masing-masing departemen untuk
membantu menjalankan kebijakan perusahaan.
Kebijakan mutu dan keamanan pangan PT Gula Rafinasi A
diwujudkan dalam lima kata. Pertama, skilled artinya perusahaan
berkewajiban meningkatkan ketrampilan dan kemampuan karyawan
untuk memenuhi harapan pelanggan. Kedua, trust artinya perusahaan
akan mengembangkan diri menjadi perusahaan terpercaya dalam
menjalankan sistem mutu dan keamanan pangan. Ketiga, reliable
artinya perusahaan berkewajiban memberi hasil terpercaya bagi semua
aspek. Keempat, on time artinya perusahaan mengirimkan produk dan
jasa tepat waktu. Kelima, growth artinya perusahaan senantiasa
mengacu kepada perbaikan kualitas secara terus-menerus dalam
perkembangan dan bekerja sama dengan semua pelanggan. Kebijakan
ini disetujui oleh Direktur Utama PT Gula Rafinasi A.
Sasaran mutu dan keamanan pangan PT Gula Rafinasi A disusun
untuk memastikan masing-masing ketua departemen memahami dan
menerapkan kebijakan mutu dan keamanan pangan. Sasaran masingmasing departemen dibuat agar mudah dipahami pada setiap fungsi dan
tingkatan di bagian masing-masing.

berdasarkan lima kata acuan.

Pertama, spesific artinya setiap departemen memiliki sasaran yang khas

sesuai bidang dan tanggung jawab masing-masing. Kedua, measurable


artinya

setiap

sasaran

harus

terukur

secara

obyektif

tingkat

keberhasilannya. Ketiga, achievable artinya sasaran dapat dicapai


dengan mempertimbangkan kondisi yang ada di perusahaan. Keempat,
reasonable/relevant artinya alasan pemilihan sasaran departemen
memiliki kaitan erat dan relevan dengan mutu dan keamanan pangan.
Kelima, time frame artinya setiap sasaran departemen di PT Gula
Rafinasi A memiliki batasan waktu untuk dicapai.
b. Wakil Manajemen/Ketua Tim Keamanan Pangan

(Management

Representative (MR)/Food Safety Team Leader (FSTL))


Berdasarkan peryaratan klausul 5.5.2 pada ISO 9001:2000. atau
klausul 5.5 pada ISO 22000:2005 diperlukan seorang untuk menjadi
pimpinan sistem manajemen mutu/keamanan pangan di perusahaan.
Persyaratan ini telah dipenuhi oleh PT Gula Rafinasi dengan menunjuk
seorang manajer sebagai pimpinan sistem manajemen mutu dan
keamanan pangan (MR/FSTL). Penunjukkan posisi tersebut dibuktikan
berupa surat pengangkatan MR/FSTL oleh Direktur Utama. Melalui
posisi MR/FSTL yang ditempati oleh satu orang, maka tanggung jawab
dan koordinasi antar departemen dalam sistem manajemen mutu dan
keamanan pangan menjadi lebih terkoordinir dan efisien.
c. Penyusunan dan pengendalian dokumen dan catatan
Berdasarkan persyaratan klausul 4.2.3 dan 4.2.4 pada ISO
9001:2000 dan klausul 4.2.2 dan 4.2.3 pada ISO 22000:2005
penyusunan dan pengendalian dokumen berkaitan sistem mutu dan
keamanan pangan harus memiliki dan mengikuti prosedur. Pemenuhan
PT Gula Rafinasi A dilakukan dengan menyusun pedoman perusahaan
(company manual) yang memuat secara umum, garis besar sistem
manajemen mutu dan keamanan pangan PT Gula Rafinasi A.
Selanjutnya, dilakukan penjabaran dokumen dari pedoman perusahaan
ke tingkatan prosedur-prosedur standar operasi (SOP). Kemudian, dari
prosedur-prosedur yang ada disusun dokumen pendukung yang
menjelaskan secara lebih rinci tiap-tiap SOP yang ada. Dokumen

pendukung berupa instruksi kerja, jadwal operasi kerja, tabel, dan lainlain. Terakhir, penyusunan catatan atau rekaman yang dilakukan
menggunakan lembar kerja (form) pada tingkat operator.
Pengintegrasian dokumentasi

sistem manajemen mutu dan

keamanan pangan di PT Gula Rafinasi A mengefisienkan dokumen dan


catatan yang diperlukan. Dokumen dan catatan sistem mutu dan
keamanan pangan dapat
departemen terkait.

dikelompokkan dan digabungkan sesuai

Penyusunan dan pengendalian dokumen dan

catatan di PT Gula Rafinasi A menjadi lebih fokus karena berada di


bawah tanggung jawab seorang Document controller. Selain itu,
penyimpanan dokumen dan catatan sistem manajemen mutu dan
keamanan pangan di ruang dokumentasi memudahkan personil yang
ingin mendapatkan informasi mutu dan keamanan pangan dari
departemen lain.
d. Audit
Berdasarkan persyaratan klausul 8.2.2 pada ISO 9001:2000 dan
klausul 8.4.1 pada ISO 22000:2005 diperlukan audit internal untuk
memastikan efektifitas sistem manajemen mutu dan keamanan pangan
yang diterapkan. PT Gula Rafinasi A sudah mengangkat koordinator
audit internal untuk memimpin tim audit internal PT Gula Rafinasi A.
Melalui tim audit internal, perusahaan berhasil menyusun program
audit internal sistem mutu dan keamanan pangan yang terjadwal.
Melalui pengintegrasian ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005, audit
internal lebih efektif dan menyeluruh untuk kedua sistem dalam satu
waktu. Melalui audit ini perusahaan dapat melihat masalah dari sudut
pandang yang lebih luas.
e. Tinjauan Manajemen
Berdasarkan persyaratan klausul 5.6 pada ISO 9001:2000 dan 5.8
pada

ISO 22000:2005, tinjauan manajemen diperlukan untuk

menetapkan keputusan, kebijakan, dan atau aturan baru terkait


efektivitas implementasi sistem manajemen mutu/keamanan pangan di
perusahaan. PT Gula Rafinasi A sudah melakukan pemenuhan syarat

ini melalui pengintegrasian ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005. Hal


ini berupa rapat tinjauan manajemen yang dilakukan periodik minimal
sekali dalam setahun untuk membahas sistem manajemen mutu dan
keamanan pangan yang berjalan. Melalui integrasi kedua standar
tersebut, masukan tinjauan manajemen lebih memiliki informasi dari
sudut pandang yang lebih lengkap. Hal ini bisa mengefektifkan
keluaran tinjauan untuk meningkatkan penerapan sistem manajemen
terpadu di PT Gula Rafinasi A.
2. Ketidaksesuaian sistem manajemen mutu
Fokus permasalahan mutu yang dihadapi oleh PT Gula Rafinasi A
adalah peningkatan Customer Satisfactory Index (CSI) dan penurunan
jumlah Complain Per Ten Thousand Unit Sold (CPTTUS). Faktor-faktor
yang mempengaruhi CSI dan CPTTUS berhasil teridentifikasi, yaitu:
tingkat ketersediaan bahan baku, tingkat masalah kritis IT, tingkat
ketepatan waktu dan target produksi serta tingkat ketepatan waktu
distribusi. Keempat faktor ini mempengaruhi sistem mutu PT Gula Rafinasi
A dalam memenuhi persyaratan ISO 9001:2000.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem mutu PT Gula Rafinasi A
termuat dalam ruang lingkup ISO 9001:2000. Tingkat ketersediaan bahan
baku termasuk dalam lingkup masalah pembelian (klausul 7.4). Masalah
kritis IT di PT Gula Rafinasi A termasuk dalam lingkup tindakan koreksi
(klausul 8.5.2) dan tindakan pencegahan (klausul 8.5.3). Kemudian, tingkat
ketepatan waktu dan target produksi di area process termasuk dalam
lingkup pengendalian produksi dan penyediaan jasa (klausul 7.5.1).
Terakhir, tingkat ketepatan waktu distribusi di area warehouse juga
termasuk dalam lingkup pengendalian produksi dan penyediaan jasa
(klausul 7.5.1).
a. Pembelian (Rujukan ISO 9001:2000 klausul 7.4.1 (proses pembelian),
7.4.2 (informasi pembelian), dan 7.4.3 (verifikasi terhadap produk
yang dibeli)
Pembelian bahan baku berupa raw sugar yang dilakukan PT Gula
Rafinasi A memiliki kendala dalam hal ketersediaan. Masalah

ketersediaan bahan baku yang ada pada PT Gula Rafinasi A


disebabkan frekuensi keterlambatan pengiriman dari sebagian pemasok
bahan baku cukup tinggi dan tingkat mutu bahan baku yang bervariasi.
Akibatnya, proses selanjutnya bisa tertunda.
Keterlambatan pengiriman disebabkan ketidakmampuan pemasok
dalam memenuhi target permintaan. Ketidakmampuan beberapa
pemasok untuk memenuhi target jumlah permintaan raw sugar oleh PT
Gula Rafinasi A dalam waktu yang ditentukan menyebabkan
Departemen Purchasing harus mencari pemasok baru. Hal ini
menyebabkan penambahan waktu dari target.
Raw sugar yang dipasok ke PT Gula Rafinasi A berasal dari 80
pemasok dalam negeri. Kondisi ini menyebabkan mutu raw sugar yang
diperoleh bervariasi. Variasi biasanya meliputi warna, kadar air, RH
dan banyaknya kotoran. Jika raw sugar yang diperoleh dari beberapa
pemasok memiliki mutu di bawah standar yang ditetapkan, mutu dari
gula rafinasi yang dihasilkan menjadi rendah. Sebagai contoh, bila RH
raw sugar lebih dari 65% maka akan terjadi masalah dalam
penyimpanan

raw sugar.

Sifat

gula

yang higroskopis akan

menyebabkan raw sugar mudah mengkristal dan lengket. Hal ini dapat
mempengaruhi proses pengolahan raw sugar menjadi gula rafinasi.
b. Tindakan perbaikan (Rujukan: ISO 9001:2000 klausul 8.5.2) dan
Tindakan pencegahan (Rujukan: ISO 9001:2000 klausul 8.5.3)
Masalah yang terkait dengan tindakan perbaikan dan pencegahan
terjadi adalah system information down, yaitu malfungsi pada sistem
jaringan computer perusahaan. Akibatnya, arus informasi via internet
terputus, antara pabrik di Cilegon dengan kantor pusat di Jakarta serta
hubungan kantor pusat dengan klien. Departemen Information and
Technology (IT) belum menyediakan rencana untuk tindakan
perbaikan dan pencegahan, jika hal yang sama terulang.
c. Pengendalian produksi dan penyediaan jasa (Rujukan: ISO 9001:2000
klausul 7.5.1)

i.

Area process
Sistem pengendalian proses produksi di pabrik PT Gula
Rafinasi A belum sesuai dengan standar ISO 9001:2000 untuk
mencapai kondisi mutu optimal. Hal ini terlihat dari masalah
ketepatan waktu dan target produksi yang selalu menjadi masalah
rutin di area process (area produksi gula rafinasi). Departemen
yang bertanggungjawab di area ini adalah Departemen Process.
Masalah ketepatan waktu dan target produksi disebabkan
keterlambatan bahan baku dan bahan pendukung, kondisi mesin
steam yang kadang kurang berfungsi optimal, dan hasil pengukuran
menggunakan alat pengukur berat di area proses kadang tidak
sesuai dengan hasil sebenarnya.
Masalah pertama, yaitu keterlambatan bahan baku dan
pendukung

ke area process mengakibatkan proses produksi

selanjutnya menjadi tertunda. Jika keadaan ini berlanjut maka


jumlah target Departemen Process tidak akan tercapai. Kondisi ini
disebabkan belum terkendalinya baik cara maupun catatan
pemindahan barang dari Departemen Inventory ke Departemen
Process. Departemen Inventory adalah departemen yang bertugas
mengendalikan keluar masuknya bahan baku, bahan pendukung,
dan alat-alat lainnya di gudang penyimpanan.
Masalah kedua, yaitu steam yang diperlukan untuk sumber
panas dalam proses produksi kadang tidak mencapai suhu optimal
untuk proses produksi. Keadaan tersebut bisa menyebabkan produk
yang dihasilkan tidak sesuai dengan spesifikasi mutu. Hal ini
disebabkan steam yang digunakan berpengaruh terhadap proses
affination, melting, refinery, pemanasan udara untuk pre dryer, dan
pemanasan udara untuk dryer. Proses-proses yang membutuhkan
steam tersebut, menentukan keseragaman ukuran dan kualitas
kristal gula rafinasi.
Masalah ketiga, kondisi alat ukur berat di area process yang
kadang berbeda dengan hasil sebenarnya ketika diadakan

pemeriksaan oleh Departemen Quality Assurance (QA). Berat


produk yang ditunjukkan oleh alat ukur berat di area process
terkadang menunjukkan hasil yang berbeda dengan alat ukur
terkalibrasi yang digunakan oleh Departemen QA untuk memeriksa
berat produk. Hal ini berpengaruh ke mutu produk karena bisa
menyebabkan ketidaksesuaian berat produk dengan spesifikasi.
ii.

Area warehouse
Sistem pendistribusian produk yang masuk dan keluar dari area
warehouse (gudang penyimpanan produk akhir) belum sesuai
dengan

standar

ISO

9001:2000.

Informasi

dan

status

pendistribusian yang tidak jelas dan sikap saling menunggu


merupakan penyebab seringnya keterlambatan waktu distribusi.
Departemen yang bertanggungjawab di area ini adalah Departemen
Warehouse yang bertugas menjaga aliran masuk dan keluar produk
terjaga dan tepat waktu.
Hasil identifikasi menunjukkan masalah ketepatan waktu
distribusi ini disebabkan beberapa hal. Ketepatan waktu dan target
produksi,

administrasi

dengan

Departemen

Accounting,

pemeriksaan oleh Security, hasil uji laboratorium dari Departemen


Laboratory,
penghitungan

kinerja
bag

kontraktor
gula

loading

rafinasi

yang

yang
masih

fluktuatif,
lama,

dan

pengembalian bag yang tidak terjahit sempurna ke Departemen


Bagging setelah pemeriksaan merupakan penyebab masalah
ketepatan waktu distribusi produk. Semua masalah tersebut sangat
sensitif dengan Customer Satisfaction Index (CSI) karena
berhubungan langsung dengan waktu dan kepentingan konsumen.
3. Ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan
Fokus permasalahan keamanan pangan yang dihadapi oleh PT Gula
Rafinasi A adalah perapihan dan pelengkapan Pre Requisite Programme
(PRP) yang belum sesuai, pengendalian Operational Pre Requisite
Programme (OPRP) dan tindakan nyata penerapan rencana Hazard
Analysis Critical Control Point (HACCP Plan).

a. Pre Requisite Programme (PRP)


i.

Sanitation Standard Operation Procedure (SSOP) (Rujukan: ISO


22000:2005, klausul 7.2.1)
Hampir semua SSOP yang sudah ada, tidak dijalankan dengan
semestinya. Masih buruknya budaya kerja seperti tidak mencuci tangan
saat berurusan dengan alat-alat produksi, tidak mengenakan seragam kerja
saat bekerja, peletakan peralatan pembersih belum mengikuti aturan, dan
belum mengikuti aturan pembersihan dan perawatan alat-alat yang sudah
dibuat. Semua kondisi tersebut belum memenuhi praktik higiene yang
benar. Hal ini akan menjadi masalah utama (major problem) saat auditor
sertifikasi mengetahui. Akibatnya, perusahaan tidak akan bisa menerima
sertifikat ISO 22000:2005 sebelum masalah utama tersebut diselesaikan.
Selain itu, auditor hanya bersedia mengaudit lagi minimal 3 bulan setelah
audit pertama kali.

ii.

Pest control (Rujukan: ISO 22000:2005, klausul 6.3 dan 7.2.1)


Bangunan untuk area bagging memiliki bentuk langit-langit yang
tinggi. Bangunan ini masih memiliki banyak ventilasi yang tidak tertutup.
Akibatnya, sering ditemukan burung atau serangga melewati area bagging
Bahkan, ada kemungkinan beberapa hewan sempat membuat sarang di
sela-sela ventilasi. Hal ini bisa menimbulkan bahaya kontaminasi mikroba
pada produk akhir.

b.

Tindakan pengendalian Operational Pre Requisite Programme (OPRP)


(Rujukan: ISO 22000:2005, klausul 7.5 poin b yang mengacu ke klausul
7.4.4)
Masalah kendaraan pengangkut produk akhir
PT Gula Rafinasi A menggunakan pihak eksternal untuk melakukan
penyediaan jasa kendaraan angkutan untuk mendistribusikan produk akhir.
Jenis kendaraan yang dipakai adalah mobil truk tertutup. Masalah yang
ditemui adalah kondisi truk pengangkut sering kali tidak dalam keadaan
bersih. Tanah, pasir, serpihan kayu, dan kotoran lain yang tidak
teridentifikasi sering ditemui di lantai bak pengangkut tersebut. Tidak ada

jaminan dari pihak penyedia jasa angkut bahwa truk tersebut tidak
digunakan untuk mengangkut produk selain produk akhir gula rafinasi.
c. Rencana Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP Plan)
i.

Pengendalian pemantauan dan pengukuran (Rujukan: ISO 22000:2005,


klausul 8.3)
PT Gula Rafinasi A melakukan pembelian magnetic catcher tanpa
memiliki keterangan spesifikasi alat tersebut dari pemasok terutama
mengenai kemampuan magnet dalam menarik logam. Tidak ada badan
sertifikasi atau badan apapun yang bisa menerbitkan sertifikat atas
kemampuan (performance) alat magnetic catcher yang dimiliki PT Gula
Rafinasi A. Hal ini bisa menimbulkan masalah, sebab tidak diketahui
pada batas berapa logam bisa tertarik ke alat tersebut. Kondisi yang
membahayakan bisa terjadi apabila tingkat kritis bahaya logam ternyata
tidak berhasil diatasi magnetic catcher.

ii.

Tindakan saat hasil pemantauan melebihi batas kritis (Rujukan: ISO


22000:2005, klausul 7.6.5)
Ketentuan yang ditetapkan untuk area metal detector demi menjaga
keamanan produk adalah jika terjadi penemuan produk yang ditolak metal
detector sebanyak 20 karung selama 4 jam, proses produksi di lini yang
sama dengan penolakan metal detector tersebut harus ditunda. Hal ini
untuk memverifikasi keadaan lini produksi tersebut. Sebab, dikhawatirkan
kondisi tersebut karena adanya bagian alat yang terbuat dari logam, rusak
atau terlepas dan bercampur dengan aliran produk.
Namun, di PT Gula Rafinasi A, prosedur penolakan produk yang
efektif belum dilaksanakan. Belum ada orang yang bertanggungjawab
untuk selalu siap di titik pemisahan produk yang ditolak metal detector
untuk mengkomunikasikan ke bagian proses agar menunda proses
produksi di lini yang sama jika terjadi penemuan produk yang ditolak
sebanyak 20 karung selama 4 jam.

D. Penyusunan Solusi Alternatif


Setelah melihat identifikasi ketidaksesuaian mutu dan keamanan pangan
yang ada di PT Gula Rafinasi A, tim konsultan dan tim mutu dan keamanan
pangan mendiskusikan solusi alternatif untuk menyelesaikan ketidaksesuaian
yang teridentifikasi. Solusi alternatif disusun sesuai kondisi PT Gula Rafinasi
A yang mampu mendukung penyelesaian ketidaksesuaian yang teridentifikasi.
Solusi alternatif dibagi menjadi dua, yaitu solusi alternatif ketidaksesuaian
sistem mutu dan solusi alternatif ketidaksesuaian sistem keamanan pangan.
1. Solusi alternatif ketidaksesuaian sistem manajemen mutu
a. Pembelian (Rujukan ISO 9001:2000 klausul 7.4.1 (proses pembelian),
7.4.2 (informasi pembelian), dan 7.4.3 (verifikasi terhadap produk yang
dibeli)
Solusi yang bisa diberikan pertama kali untuk mengatasi ketersediaan
bahan baku adalah Departemen Purchasing menetapkan prosedur
pencarian pemasok baru selesai dalam 14 hari. Hal ini untuk mencegah
tertundanya waktu produksi melebihi waktu optimal. Selain itu, sebagian
raw sugar yang ada di gudang penyimpanan bila tidak segera diproses
dikhawatirkan kelembapannya meningkat dan menyebabkan kristalisasi
berlebih. Hal ini dapat menurunkan mutu dari produk akhir secara
keseluruhan.
Solusi berikutnya adalah Departemen Purchasing menetapkan
prosedur pembuatan purchase order (PO) setelah penawaran harga
diterima selesai dalam tujuh hari. Waktu tujuh hari dibutuhkan untuk
menganalisa spesifikasi mutu dan keamanan raw sugar pemasok dengan
spesifikasi yang ditetapkan PT Gula Rafinasi A. Penetapan PO oleh
Departemen

Purchasing

melibatkan

Departemen

Laboratory

dan

Departemen Quality Assurance.


Solusi yang diberikan untuk proses pembelian raw sugar ini
merupakan bagian awal dari pengendalian mutu proses. Pengendalian
mutu proses harus dilakukan untuk membantu pencapaian produk dan
proses sesuai dengan tujuan (Juran, 1995). Pengendalian mutu proses
pembelian akan mempengaruhi waktu dan mutu proses berikutnya.

b. Tindakan perbaikan (Rujukan: ISO 9001:2000 klausul 8.5.2) dan


Tindakan pencegahan (Rujukan: ISO 9001:2000 klausul 8.5.3)
Solusi yang bisa diberikan untuk mengatasi tindakan perbaikan dan
pencegahan di area teknologi informasi adalah menyediakan backup
server, backup jaringan online, mempersiapkan tim IT yang solid,
mengikuti

perkembangan

IT

dalam

bentuk

pelatihan,

seminar,

majalah/buku, internet, dan lain-lain, serta mengumpulkan data-data yang


berhubungan dengan masalah yang timbul. Hal ini dilakukan untuk
melakukan tindakan perbaikan yang efektif jika terjadi masalah kritis dan
mencegah terjadinya kehilangan data yang penting. Selain itu diusahakan
masalah kritis IT dapat dicegah tidak terulang lagi melalui kumpulan data
permasalahan yang pernah ada di jaringan PT Gula Rafinasi A.
c. Pengendalian produksi dan penyediaan jasa (Rujukan: ISO 9001:2000
klausul 7.5.1)
i.

Area Process
Solusi yang bisa diberikan untuk Departemen Process dalam
mengatasi masalah ketepatan waktu dan target produksi untuk
mengendalikan

aliran

produksi

adalah

berkoordinasi

dengan

Departemen Inventory, Departemen Technical Support, Departemen


Electrical and Instrument (E&I), dan Departemen Laboratory.
Departemen Process berkoordinasi dengan Departemen Inventory untuk
pengefektifan prosedur pengadaan material yang digunakan untuk
produksi. Kemudian, Departemen Process berkoordinasi dengan
Departemen Technical Support mengenai pengadaan steam dan
perawatan berkala mesin steam. Selanjutnya, Departemen Process
berkoordinasi dengan Departemen E&I mengenai pengecekan berkala
alat ukur dengan alat ukur terkalibrasi. Lalu, Departemen Process
berkoordinasi dengan Departemen Laboratory mengenai cara-cara
efektif terbaru untuk mendapatkan mutu produk sesuai spesifikasi mutu.
ii.

Area Warehouse
Solusi awal yang bisa diberikan adalah mengkoordinasikan
Departemen Warehouse dengan Departemen Accounting, Security dan

Laboratory untuk mengefisienkan dan mengefektifkan prosedur


pengeluaran produk akhir dari pabrik ke konsumen. Koordinasi dengan
Departemen Accounting bertujuan untuk mengefisiensikan waktu
pengeluaran surat izin keluar produk dari gudang untuk ke konsumen.
Hal ini disebabkan Departemen Accounting membutuhkan kepastian
terlebih dahulu mengenai bukti transaksi jual-beli produk, bukti
keamanan perjalanan dari Security, dan bukti kelayakan produk dari
Departemen Laboratory. Koordinasi dengan Departemen Laboratory
diperlukan untuk mengatur waktu sampling produk yang tepat agar
tersedia waktu yang cukup untuk melakukan keputusan, apakah produk
bisa dikirim atau tidak. Koordinasi dengan Security berguna untuk
memastikan tidak ada gangguan atau penyelundupan yang terjadi saat
proses persiapan loading produk akhir untuk dikirim.
Solusi berikutnya terkait dengan teknis pengangkutan produk akhir
di

gudang.

Departemen

Warehouse

dianjurkan

meminta

surat

pernyataan kesanggupan dari para kontraktor loading untuk memenuhi


target pemuatan produk akhir ke kendaraan pengangkut. Selanjutnya,
Departemen Warehouse memberi arahan kepada para petugas checker
agar menghitung jumlah bag gula rafinasi dengan benar dan relatif lebih
cepat. Koordinasi Departemen Warehouse dengan Departemen Bagging
juga diperlukan agar menghindari terlalu banyak karung produksi yang
lepas jahitan.
Solusi-solusi alternatif yang diberikan bertujuan agar tercapainya
ketepatan waktu distribusi produk akhir konsumen. Ketepatan waktu
akan menjadi salah satu pengalaman pelanggan dalam menetapkan mutu
perusahaan (Kolarik,1999). Citra dan keterandalan perusahaan dalam
memenuhi pesanan konsumen dalam waktu yang ditentukan akan
meningkat jika sistem aliran distribusi berhasil diselesaikan.
2. Solusi Alternatif Ketidaksesuaian Sistem Manajemen Keamanan Pangan
a. Pre Requisite Programme (PRPs)
i.

Sanitation Standard Operation Procedure (SSOP) (Rujukan: ISO


22000:2005, klausul 7.2.1)

Solusi yang bisa diberikan untuk tidak terlaksananya hampir semua


SSOP adalah melakukan audit dengan konsultan independen dari
Premysis Consulting. Selanjutnya hasil temuan akan ditampilkan dan
dijelaskan dengan detil di hadapan para manajer. Melalui media
pertemuan tersebut diharapkan koordinator departemen yang tidak
melaksanakan SSOP menyadari dan mau menerapkannya bersama
bawahannya.
ii.

Pest control (Rujukan: ISO 22000:2005, klausul 6.3 dan 7.2.1)


Solusi yang bisa diberikan adalah perbaikan sistem ventilasi pada
saat pabrik tidak beroperasi dengan memasang ventilasi tertutup atau
jaring-jaring (screen). Dengan demikian, peluang investasi hama di
lingkungan pabrik menjadi kecil. Hal ini penting dilakukan mengingat
bahaya keamanan produk bisa disebabkan melalui kontaminasi
mikroba yang bisa terbawa oleh serangga atau burung.

b. Tindakan pengendalian Operational Pre Requisite Program (OPRP)


(Rujukan: ISO 22000:2005, klausul 7.5 poin b yang mengacu ke klausul
7.4.4)
Masalah kendaraan pengangkut produk akhir
Solusi yang bisa diusahakan adalah menyatakan dalam kontrak
perjanjian bahwa pihak penyedia kendaraan pengangkut pasti menjamin
bahwa kendaraan yang digunakan untuk mengangkut produk akhir tidak
digunakan untuk mengangkut produk lainnya sebelum memasuki pabrik.
Penegasan jaminan ini penting sebab bahaya kontaminasi silang terhadap
produk akhir dapat terjadi apabila terjadi kerusakan bag selama
pendistribusian.
c. Rencana Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP Plan)
i.

Pengendalian

pemantauan

dan

pengukuran

(Rujukan:

ISO

22000:2005, klausul 8.3)


Solusi yang diberikan untuk memverifikasi kemampuan magnetic
catcher yang sudah ada adalah mencari pemasok magnetic catcher
untuk meminjam magnetic catcher yang sudah terkalibrasi dan
tersertifikasi. Selanjutnya magnetic catcher yang dimiliki PT Gula

Rafinasi A dikalibrasi kemampuannya dengan magnetic catcher


terkalibrasi. Selanjutnya dilakukan validasi terhadap proses yang
menggunakan magnetic catcher.
ii.

Tindakan saat hasil pemantauan melebihi batas kritis (Rujukan: ISO


22000:2005, klausul 7.6.5)
Solusi yang diberikan adalah menyeleksi dan memilih orang yang
kompeten untuk bertanggungjawab dan siap sedia melaksanakan
prosedur metal detector. Penyeleksian berdasarkan kompetensi yang
dimiliki orang tersebut. Jika dirasa masih kurang, maka diberikan
pelatihan tambahan tentang prosedur penolakan barang oleh metal
detector.

E. Verifikasi Sistem Manajemen Terpadu Perusahaan


Setelah penyusunan solusi alternatif dilakukan, PT Gula Rafinasi A
diberikan waktu lebih kurang 3 bulan untuk memperbaiki ketidaksesuaian
yang ada. Selanjutnya, dilakukan verifikasi terhadap kesesuaian sistem mutu
dan keamanan pangan PT Gula Rafinasi A untuk pembuktian keberhasilan
solusi yang diberikan. Verifikasi dilakukan dengan melihat ketidaksesuaian
yang ada pada tahapan pertama serta memperbarui sistem mutu dan keamanan
pangan jika ada perubahan yang terjadi atau belum teridentifikasi pada tahap
sebelumnya.
1. Verifikasi Sistem Manajemen Mutu
Beberapa ketidaksesuaian sistem mutu yang teridentifikasi pada tahapan
pertama semuanya sudah diperbaiki baik dengan menggunakan solusi yang
diupayakan PT Gula Rafinasi A maupun dengan solusi alternatif yang
diusulkan pelaksana magang bersama konsultan Premysis. Pada tahap ini
dilakukan verifikasi terhadap ketidaksesuaian sistem mutu yang teridentifikasi
pada tahapan pertama.
a. Pembelian (Rujukan ISO 9001:2000 klausul 7.4.1 (proses pembelian),
7.4.2 (informasi pembelian), dan 7.4.3 (verifikasi terhadap produk yang
dibeli)
Kondisi awal tahapan pertama: Masalah ketersediaan bahan baku yang
ada pada PT Gula Rafinasi A adalah frekuensi keterlambatan pengiriman

dari sebagian pemasok bahan baku cukup tinggi dan tingkat mutu bahan
baku yang bervariasi. Hal ini bisa menyebabkan tertundanya proses
selanjutnya.
Solusi alternatif tahapan pertama: Penetapan prosedur pencarian
pemasok baru oleh Departemen Purchasing selesai dalam 14 hari.
Kemudian, Departemen Purchasing menetapkan prosedur pembuatan
Purchase Order setelah penawaran harga diterima selesai dalam tujuh
hari.
Hasil verifikasi: Prosedur pencarian pemasok dan pemesanan bahan baku
sudah dilaksanakan dengan benar. Masalah ketersediaan bahan baku raw
sugar dapat diatasi dengan pencarian dan pemilihan pemasok serta
pemesanan bahan baku oleh Departemen Purchasing yang terikat dengan
waktu.
Status verifikasi: Ketidaksesuaian sistem mutu terselesaikan. Melalui
prosedur pencarian pemasok dan pemesanan bahan baku yang tepat waktu,
masalah ketersediaan bahan baku dapat ditangani.
b. Tindakan perbaikan (Rujukan: ISO 9001:2000 klausul 8.5.2) dan
Tindakan pencegahan (Rujukan: ISO 9001:2000 klausul 8.5.3)
Kondisi awal tahapan pertama: Masalah yang terkait dengan tindakan
perbaikan dan pencegahan adalah system information down, yaitu
malfungsi pada sistem jaringan computer perusahaan. Departemen
Information and Technology (IT) belum menyediakan rencana untuk
tindakan perbaikan dan pencegahan, jika hal yang sama terulang.
Solusi alternatif tahapan pertama: Penyediaan backup server, backup
jaringan

online,

mempersiapkan

tim

IT

yang

solid,

mengikuti

perkembangan IT dalam bentuk pelatihan, seminar, majalah/buku, internet,


dan lain-lain, serta mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan
masalah yang timbul.
Hasil verifikasi: Semua rencana tindakan perbaikan dan perbaikan terkait
masalah teknologi informasi sudah mulai dijalankan perusahaan di bawah
tanggungjawab Departemen IT.

Status verifikasi: Ketidaksesuaian sistem mutu terselesaikan. Solusi


alternatif yang diajukan ke Departemen IT dilaksanakan dengan baik.
c. Pengendalian produksi dan penyediaan jasa (Rujukan: ISO 9001:2000
klausul 7.5.1)
i.

Area Process
Kondisi awal tahapan pertama: Masalah ketepatan waktu dan target
produksi yang selalu menjadi masalah rutin di area process (area
produksi gula rafinasi). Masalah ketepatan waktu dan target produksi
disebabkan keterlambatan bahan baku dan bahan pendukung, kondisi
mesin steam yang kadang kurang berfungsi optimal, dan hasil
pengukuran menggunakan alat pengukur berat di area proses kadang
tidak sesuai dengan hasil sebenarnya.
Solusi alternatif tahapan pertama: Pengendalian aliran produksi
melalui koordinasi dengan Departemen Inventory, Departemen
Technical Support, Departemen Electrical and Instrument (E&I), dan
Departemen Laboratory.
Hasil verifikasi: Koordinasi antara Departemen Process, Inventory,
Technical Support, Electrical and Instrument, dan Laboratory sudah
berjalan dengan baik. Form komunikasi internal sudah dibuat dan
dijalankan

sehingga

pengaturan

masing-masing

waktu

dan

tanggungjawab dari tiap departemen berjalan sesuai sistem mutu.


Status

verifikasi:

Ketidaksesuaian sistem

mutu terselesaikan.

Ketepatan waktu dan target produksi Departemen Process teratasi dan


aliran produksi berjalan sesuai sistem mutu.
ii.

Area Warehouse
Kondisi awal tahapan pertama: Informasi dan status pendistribusian
yang tidak jelas dan sikap saling menunggu merupakan penyebab
seringnya keterlambatan waktu distribusi. Masalah keterlambatan
waktu distibusi sangat sensitif dengan Customer Satisfaction Index
(CSI) karena berhubungan langsung dengan waktu dan kepentingan
konsumen.

Solusi

alternatif

pengkoordinasian

tahapan
Departemen

pertama:

Solusi

Warehouse

awal

dengan

adalah

Departemen

Accounting, Security dan Laboratory untuk mengefisienkan dan


mengefektifkan prosedur pengeluaran produk akhir dari pabrik ke
konsumen. Solusi berikutnya adalah memperbaiki teknis pengangkutan
produk akhir di gudang. Permintaan kesanggupan kontraktor loading
untuk memenuhi target pemuatan produk akhir ke kendaraan
pengangkut,

peningkatan

kemampuan

petugas

checker

untuk

menghitung bag yang masuk ke kendaraan pengangkut, dan koordinasi


dengan Departemen Bagging agar mengurangi kesalahan jahitan
karung adalah masalah teknis yang harus diselesaikan oleh
Departemen Warehouse.
Hasil verifikasi: Departemen Warehouse berhasil menyelesaikan
ketidaksesuaian sistem mutu yang teridentifikasi pada tahapan
pertama. Proses aliran distribusi produk akhir menuju konsumen sudah
teratur dan tercatat dengan baik saat dilaksanakan verifikasi. Protokol
yang berlaku setelah dilakukan tindakan perbaikan memudahkan
perizinan dan surat-surat yang dibutuhkan Departemen Warehouse dari
Accounting, Security, dan Laboratory untuk mendistribusikan produk
akhir ke konsumen. Permasalahan teknis di gudang juga terselesaikan.
Kontraktor loading telah menginstruksikan dan mengawasi pekerjanya
agar memenuhi target pemuatan produk akhir ke kendaraan
pengangkut seperti yang diminta Departemen Warehouse. Melalui
instruksi kerja yang baru, petugas checker mampu meningkatkan
kemampuan menghitung produk akhir
Departemen

Bagging

dengan

yang dimuat. Koordinasi

Departemen

Warehouse

mampu

menurunkan tingkat kesalahan penjahitan bag produk akhir.


Status

verifikasi:

Ketidaksesuaian sistem

mutu terselesaikan.

Koordinasi dan tindakan perbaikan yang dilakukan Departemen


Warehouse mampu mengatasi masalah waktu distribusi produk akhir
dan masalah teknis di gudang produk akhir.

2. Verifikasi Sistem Manajemen Keamanan Pangan


Beberapa ketidaksesuaian sistem keamanan pangan yang teridentifikasi
pada tahapan pertama sudah diperbaiki baik dengan menggunakan solusi yang
diupayakan PT Gula Rafinasi A maupun dengan solusi alternatif yang
diusulkan pelaksana magang bersama konsultan Premysis. Pada tahap ini
dilakukan verifikasi terhadap ketidaksesuaian sistem keamanan pangan yang
berhasil diperbaiki dan yang belum diperbaiki.
a. Pre Requisite Programme (PRP)
i.

Sanitation Standard Operation Procedure (SSOP) (Rujukan: ISO


22000:2005, klausul 7.2.1)
Kondisi awal tahapan pertama: Hampir semua SSOP yang sudah
ada, tidak dijalankan dengan semestinya.
Solusi alternatif tahapan pertama: Audit dengan konsultan
independen dari Premysis Consulting.
Hasil verifikasi: Terdapat kemajuan yang signifikan dalam penerapan
SSOP di lingkungan pabrik PT Gula Rafinasi A. Sosialisasi dan
penegasan dari tim keamanan pangan ke seluruh bagian perusahaan
akan pentingnya pemberlakuan SSOP menjadi bagian penting
berjalannya

SSOP.

Instalasi

infrastruktur

turut

mempermudah

pelaksanaan SSOP di pabrik PT Gula Rafinasi A. Berikut beberapa


kemajuan yang dilakukan oleh PT Gula Rafinasi A dalam implementasi
SSOP.
a) Pakaian khusus dan prosedur memasuki area pabrik
Penyediaan fasilitas topi berjala (net cap) dan seragam khusus PT
Gula Rafinasi A untuk ruang process dan bagging sudah dilakukan.
Topi berjala bermanfaat untuk mencegah terjadinya kontaminasi
produk dari segala sesuatu yang berasal dari kepala manusia yang
berada di kedua ruangan tersebut. Seragam khusus yang disediakan PT
Gula Rafinasi A bagian atas berupa seragam kerja yang menggunakan
resleting dan tidak terdapat kantong dan bagian bawah berupa celana
panjang tanpa kantong. Penggunaan resleting dimaksudkan untuk
mencegah risiko lepasnya kancing seperti seragam sebelumnya yang

akan terbawa ke dalam proses produksi maupun pengemasan.


Penghilangan kantong pada seragam dan celana panjang dimaksudkan
agar tidak ada orang yang membawa barang-barang pribadi atau
barang yang tidak berhubungan dengan kepentingan produksi dan
pengemasan. Prosedur untuk mengenakan topi berjala dan seragam
khusus diberlakukan ke seluruh pihak, baik pekerja maupun tamu dan
kontraktor yang akan memasuki bagian process maupun bagging.
b) Instalasi infrastruktur di area process dan bagging
Perbaikan yang dilakukan di bagian process berupa dimulainya
pembangunan ruangan ganti dan loker dekat pintu masuk ruang
process. Hal ini untuk mencegah, pekerja bagian process membawa
barang-barang pribadi atau makanan ke dalam ruang process. Selain
itu, ruang cuci tangan juga dibangun sebelum pintu masuk untuk
memudahkan pekerja membersihkan tangannya sebelum memasuki
ruang process.
Perbaikan yang dilakukan di bagian bagging berupa pelapisan
epoksi di sebagian lantai area. pembangunan loker, penyediaan sandal
ganti dan pembangunan ruang penyemprotan tubuh yang sudah
dilaksanakan.
i.

Pelapisan epoksi di lantai bertujuan untuk mengurangi resiko


pecahnya keramik yang digunakan sebelumnya. Selain itu, epoksi
memiliki permukaan halus sehingga mudah dibersihkan dan tidak
terdapat celah seperti pada keramik yang memungkinkan tempat
berkembangnya mikroba.

ii.

Pembangunan loker untuk bagian bagging bertujuan sama halnya


seperti bagian process yaitu untuk mencegah, pekerja membawa
barang-barang pribadi atau makanan ke dalam ruangan.

iii.

Penyediaan sandal ganti bertujuan untuk menghindari kotoran dari


luar yang dapat menyebabkan bahaya bagi keamanan pangan
terbawa ke dalam ruang bagging. Karena sebagian besar proses
pengemasan bersentuhan dengan lantai, penggunaan sandal bersih
yang disediakan sebagai alas kaki wajib dilakukan. Hal ini untuk

mencegah terjadinya kontaminasi mikroba ke produk yang


umumnya berada di tanah seperti Salmonella. Semua pihak baik
pekerja maupun tamu harus mengikuti prosedur ini.
iv.

Ruang penyemprotan tubuh bertujuan menghilangkan kotoran


yang terbawa dan melekat pada tubuh orang yang akan memasuki
ruang bagging. Ruang penyemprotan tubuh menggunakan udara
bertekanan tinggi yang dihembuskan dari beberapa lubang pada
ruangan tersebut agar kotoran yang melekat pada tubuh terjatuh ke
lubang-lubang pembuangan yang ada di lantai.

Status

verifikasi:

Ketidaksesuaian

sistem

keamanan

pangan

terselesaikan. Sebagian besar SSOP sudah dilaksanakan sesuai


ketentuan. Hanya sebagian kecil kondisi saja yang belum sesuai karena
menunggu beberapa proses pembangunan infrastruktur yang sedang
berjalan.
Audit dengan konsultan independen dan publikasi hasil ke tinjauan
manajemen dengan tujuan sebagai solusi alternatif pemberlakuan SSOP
tidak perlu dilakukan. Tetapi, audit dengan konsultan independen tetap
perlu dilakukan dengan tujuan melihat keseluruhan sistem mutu dan
keamanan pangan yang ada di PT Gula Rafinasi A. Audit ini belum
dilakukan hingga tahap kedua karena ketidaksiapan dari PT Gula
Rafinasi A terkait masalah internal perusahaan.
ii.

Pest control (Rujukan: ISO 22000:2005, klausul 6.3 dan 7.2.1)


Kondisi awal tahapan pertama: Bangunan untuk area process
memiliki bentuk langit-langit yang tinggi. Bangunan ini masih memiliki
banyak ventilasi yang tidak tertutup. Akibatnya, sering ditemukan
burung atau serangga melewati area process. Bahkan, ada kemungkinan
beberapa hewan sempat membuat sarang di sela-sela ventilasi. Hal ini
bisa menimbulkan bahaya kontaminasi mikroba pada produk akhir.
Solusi alternatif tahapan pertama: Solusi yang bisa diberikan adalah
perbaikan sistem ventilasi pada saat pabrik tidak beroperasi dengan
memasang ventilasi tertutup atau jaring-jaring (screen). Dengan
demikian, peluang investasi hama di lingkungan pabrik menjadi kecil.

Hal ini penting dilakukan mengingat bahaya keamanan produk bisa


disebabkan melalui kontaminasi mikroba yang mungkin saja terbawa
oleh serangga atau burung.
Hasil verifikasi: Tindakan pengendalian hama sudah dilakukan dengan
menggunakan pihak ketiga, yaitu perusahaan jasa pengendalian hama.
Perangkap tikus dan perangkap serangga diletakkan di lokasi yang
biasanya terdapat hama tersebut. Pengawasan sistem pengendalian
hama dilakukan secara berkala setiap 6 bulan sekali oleh pihak ketiga.
Jaring-jaring yang direncanakan untuk mencegah masuknya burung ke
area bagging tidak bisa disiapkan PT Gula Rafinasi A dalam tahun ini
terkait biaya. Sebagai gantinya, hampir keseluruhan proses pembuatan
gula rafinasi dilakukan dalam sistem tertutup (closing system), kecuali
di bagian pengemasan.
Status verifikasi: Ketidaksesuaian sistem keamanan pangan belum
terselesaikan. Walaupun program pengendalian hama yang dilakukan
pihak ketiga di pabrik PT Gula Rafinasi A terbukti berhasil dalam
mengendalikan hewan-hewan yang tidak diharapkan berada di lokasi
pabrik, pembenahan infrastruktur bangunan area bagging tetap harus
dilaksanakan.
b. Tindakan pengendalian Operational Pre Requisite Programme (OPRP)
(Rujukan: ISO 22000:2005, klausul 7.5 poin b yang mengacu ke klausul
7.4.4)
i.

Masalah kendaraan pengangkut produk akhir


Kondisi awal tahapan pertama: Tidak ada jaminan bahwa truk yang
dipakai PT Gula Rafinasi A dari pihak eksternal tidak digunakan untuk
mengangkut produk selain produk akhir gula rafinasi.
Solusi alternatif tahapan pertama: Pernyataaan dalam kontrak
perjanjian bahwa pihak penyedia kendaraan distribusi pasti menjamin
bahwa kendaraan yang digunakan untuk mengangkut produk akhir tidak
digunakan untuk mengangkut barang lain sebelum memasuki pabrik.
Hasil verifikasi: PT Gula Rafinasi A tidak berhasil membuat
kesepakatan kontrak dengan penyedia karena akan menambah biaya

lagi dengan perubahan kontrak yang terjadi. PT Gula Rafinasi A


menyelesaikan masalah ini dengan membuat prosedur pengecekan
kendaraan pengangkut dan instruksi kerja untuk personil gudang agar
memastikan kondisi kendaraan layak dan bebas dari resiko kontaminasi
silang untuk mengangkut produk akhir. Prosedur ini diberlakukan setiap
kali terjadi pemuatan produk akhir ke kendaraan pengangkut. Alat
bantu yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan kendaraan
pengangkut berupa check sheet untuk personil gudang.
Status

verifikasi:

Ketidaksesuaian

sistem

keamanan

pangan

terselesaikan. Prosedur pengecekan kendaraan pengangkut produk akhir


yang memasuki gudang dibuat untuk mengatasi masalah ini.
ii.

Masalah kendaraan pengangkut raw sugar


Kondisi awal tahapan pertama: Tidak ada. Masalah ini baru
teridentifikasi saat kunjungan ke pabrik.
Solusi alternatif tahapan pertama: Tidak ada.
Hasil verifikasi: Terdapat oli yang mengkontaminasi raw sugar saat
proses penerimaan raw sugar berlangsung. Oli ini merupakan oli
kendaraan yang non-food grade dan berasal dari sekop kendaraan
pengangkut raw sugar yaitu wheel loader, sejenis buldoser dengan
sekop pengangkut

besar di

depan. Belum

terdapat

prosedur

pengendalian yang baku dan tercatat untuk mengatasi kemungkinan


bahaya keamanan yang terjadi ini. Menurut PT Gula Rafinasi A,
kontaminasi oli ini akan hilang saat proses pengolahan gula rafinasi,
terutama saat proses rotary filter. Walaupu demikian, kondisi ini perlu
diperhatikan juga. Sebab, kontaminasi oli non-food grade ini belum
divalidasi berapa batas maksimal penghilangan oli yang mampu
ditangani oleh proses pengolahan gula rafinasi.
Status verifikasi: Ketidaksesuaian sistem keamanan pangan belum
terselesaikan. Perlu ada cara atau prosedur baku untuk menangani
masalah ini.

iii.

Masalah bak curah raw sugar


Kondisi awal tahapan pertama: Tidak ada. Masalah ini baru
teridentifikasi saat kunjungan ke pabrik.
Solusi alternatif tahapan pertama: Tidak ada.
Hasil verifikasi: Terdapat cemaran dalam jumlah cukup banyak berupa
oli non-food grade baik yang sudah mongering maupun yang masih
basah yang menempel di bak curah tempat penampungan sementara
raw sugar sebelum memasuki tahap pertama pembuatan gula rafinasi.
Dugaan sementara, cemaran oli tersebut berasal dari wheel loader yang
mengangkut raw sugar. Sama seperti keadaan kontaminasi oli non-food
grade pada wheel loader, kontaminasi pada bak curah belum divalidasi
berapa batas maksimal penghilangan oli yang mampu ditangani oleh
proses pengolahan gula rafinasi.
Status verifikasi: Ketidaksesuaian sistem keamanan pangan belum
terselesaikan. Perlu ditelusuri lagi sumber cemaran oli yang terdapat di
bak curah. Selain itu, perlu ada cara atau prosedur baku menangani
masalah ini.

c. Rencana Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP Plan)


i.

Pengendalian pemantauan dan pengukuran (Rujukan: ISO 22000:2005,


klausul 8.3)
Kondisi awal tahapan pertama: Tidak diketahui pada batas berapa
logam bisa tertarik ke alat penarik logam besi (magnetic catcher).
Kondisi ini membahayakan apabila suatu saat tingkat kritis bahaya
logam ternyata tidak berhasil diatasi magnetic catcher.
Solusi alternatif tahapan pertama: Pencarian pemasok magnetic
catcher untuk meminjam magnetic catcher yang sudah terkalibrasi dan
tersertifikasi. Selanjutnya magnetic catcher yang dimiliki PT Gula
Rafinasi A dikalibrasi kemampuannya dengan magnetic catcher
terkalibrasi. Selanjutnya dilakukan validasi terhadap proses yang
menggunakan magnetic catcher.
Hasil verifikasi: PT Gula Rafinasi A belum melakukan tindakan untuk
menyelesaikan ketidaksesuaian ini, terkait biaya dan prioritas kegiatan

internal perusahaan. Tetapi menurut perusahaan, kondisi ini akan


diselesaikan sesuai solusi alternatif yang diberikan dalam waktu dekat
Status verifikasi: Ketidaksesuaian ini belum terselesaikan. Kondisi ini
memerlukan perhatian lebih dari perusahaan untuk menjamin kegiatan
pemantauan dan pengukuran untuk keamanan pangan terlaksana dengan
baik dan benar.
ii.

Tindakan saat hasil pemantauan melebihi batas kritis (Rujukan: ISO


22000:2005, klausul 7.6.5)
Kondisi

awal

tahapan

pertama:

Belum

ada

orang

yang

bertanggungjawab untuk selalu siap di titik pemisahan produk yang


ditolak metal detector untuk mengkomunikasikan ke bagian proses agar
menunda proses produksi di lini yang sama jika terjadi penemuan
produk yang ditolak sebanyak 20 karung selama 4 jam.
Solusi alternatif tahapan pertama: Penyeleksian dan pemilihan orang
yang kompeten untuk bertanggungjawab dan siap sedia melaksanakan
prosedur metal detector.
Hasil verifikasi: Sudah ditentukan dan dipilih orang-orang yang
kompeten dan terlatih untuk menjalankan prosedur metal detector.
Status

verifikasi:

Ketidaksesuaian

sistem

keamanan

pangan

terselesaikan. Prosedur pemantauan tindakan saat melebihi batas kritis


telah berjalan dengan baik dan benar.

F. Penyusunan Solusi Alternatif Tahapan Kedua


Penyusunan solusi alternatif tahapan kedua ini untuk menindaklanjuti
ketidaksesuaian yang terjadi saat dilakukan verifikasi sistem manajemen mutu
terpadu.
1. Solusi alternatif sistem manajemen mutu
Ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan
standar sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 sudah terselesaikan
semuanya. Oleh karena itu, solusi alternatif untuk tahapan kedua tidak
diberikan.

2. Solusi alternatif sistem manajemen keamanan pangan


Ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi
A dengan standar sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000:2005
belum terselesaikan semuanya. Terdapat empat ketidaksesuaian sistem
keamanan pangan yang belum diselesaikan yaitu satu hal pada PRP, dua hal
pada tindakan pengendalian OPRP dan satu hal pada HACCP Plan.
Ketidaksesuaian PRP terletak pada infrastruktur bagian bagging belum
mengikuti

persyaratan

keamanan

pangan.

Ketidaksesuaian

tindakan

pengendalian OPRP terletak pada permasalahan kontaminasi oli non-food


grade pada kendaraan pengangkut raw sugar dan bak curah penampungan
raw

sugar

sebelum

memasuki

tahap

pengolahan

gula

rafinasi.

Ketidaksesuaian pada HACCP plan terletak di masalah kalibrasi magnetic


catcher yang belum juga dilakukan.
a. Pre Requisite Programme (PRP)
Pest control (Rujukan: ISO 22000:2005, klausul 6.3 dan 7.2.1)
Solusi yang bisa diberikan sama seperti solusi alternatif tahap pertama
yaitu perbaikan sistem ventilasi pada saat pabrik tidak beroperasi dengan
memasang ventilasi tertutup atau jaring-jaring (screen). Dengan demikian,
peluang investasi hama di lingkungan pabrik menjadi kecil. Hal ini
penting dilakukan mengingat bahaya keamanan produk bisa disebabkan
melalui kontaminasi mikroba yang bisa terbawa oleh serangga atau
burung.
b. Tindakan pengendalian Operational Pre Requisite Programme (OPRP)
(Rujukan: ISO 22000:2005, klausul 7.5 poin b yang mengacu ke klausul
7.4.4)
i.

Masalah kendaraan pengangkut raw sugar


Solusi alternatif yang diberikan kepada PT Gula Rafinasi A berupa
revisi prosedur penerimaan raw sugar untuk memasukkan pemantauan
oli pada wheel loader. Prosedur ini setidaknya harus mewajibkan
adanya poin tambahan pada laporan penerimaan raw sugar berupa batas
maksimal oli pada wheel loader yang mencemari raw sugar. Tindakan
koreksi langsung yang disarankan pelaksana magang adalah penundaan

proses penerimaan raw sugar, jika secara visual terlihat lebih dari 30%
oli mencemari raw sugar dalam kapasitas sekali angkut wheel loader
dan pergunakan wheel loader lainnya yang lebih bersih untuk
melakukan proses ini. Batas 30% hanya merupakan perkiraan kasar dari
pelaksana magang yang bersifat subyektif. Batas ini perlu divalidasi
oleh PT Gula Rafinasi A yang lebih mengetahui lebih pasti kondisi dan
kemampuan alat mereka dalam menghilangkan cemaran oli pada raw
sugar.
ii.

Masalah bak curah raw sugar


Solusi alternatif yang diberikan kepada PT Gula Rafinasi A berupa
revisi prosedur penerimaan raw sugar untuk memasukkan pemantauan
oli pada bak curah raw sugar. Prosedur ini setidaknya harus
mewajibkan adanya poin tambahan pada laporan penerimaan raw sugar
berupa batas maksimal oli pada bak curah yang bisa mencemari raw
sugar. Tindakan koreksi langsung yang disarankan pelaksana magang
adalah penundaan proses penerimaan raw sugar, jika secara visual
terlihat lebih dari 30% oli mencemari raw sugar di bak curah. Batas
30% hanya merupakan perkiraan kasar dari pelaksana magang yang
bersifat subyektif. Batas ini perlu divalidasi oleh PT Gula Rafinasi A
yang lebih mengetahui lebih pasti kondisi dan kemampuan alat mereka
dalam menghilangkan cemaran oli pada raw sugar.

c. Rencana Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP Plan)


Solusi alternatif yang diberikan terkait verifikasi kemampuan
magnetic catcher tetap tidak berubah dari solusi alternatif yang diberikan
pada tahapan pertama. Pencarian pemasok magnetic catcher yang bersedia
untuk meminjamkan magnetic catcher yang sudah terkalibrasi dan
tersertifikasi merupakan solusi yang paling mungkin dijalankan saat ini.
Selanjutnya magnetic catcher yang dimiliki PT Gula Rafinasi A
dikalibrasi kemampuannya dengan magnetic catcher terkalibrasi tersebut.
Selanjutnya dilakukan validasi terhadap proses magnetic catcher.
Walaupun tidak bisa memperoleh bukti sertifikat keterandalan magnetic
catcher dari pihak ketiga, setidaknya PT Gula Rafinasi A dapat

menjelaskan kondisi yang ada serta bukti usaha mereka untuk


menunjukkan keterandalan magnetic catcher beserta bukti validasi alat
tersebut kepada auditor dari badan sertifikasi sistem keamanan pangan.

V. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
HACCP merupakan piranti sistem keamanan pangan yang disusun oleh
Codex Alimentarius Commission. HACCP dengan 5 langkah awal dan 7
prinsip penerapannya merupakan perangkat sistem yang efektif untuk
mengendalikan titik-titik kritis dalam industri pangan. ISO 9001:2000
merupakan sistem manajemen mutu, sedangkan ISO 22000:2005 merupakan
sistem manajemen keamanan pangan yang disusun oleh The International
Organization for Standardization (ISO). ISO 9001:2000 bermanfaat sebagai
panduan, arahan, acuan sistem manajemen mutu bagi organisasi. ISO
22000:2005 bermanfaat sebagai acuan dan panduan untuk pengoptimasian
sumberdaya, penyeragam komunikasi keamanan pangan antar organisasi yang
terkait dalam bidang usaha pangan, dan pengendalian sistem keamanan
pangan yang dinamis dan efisien. HACCP, ISO 9001:2000, dan ISO
22000:2005 memiliki keterkaitan satu sama lainnya.
Melalui kajian ketiga sistem HACCP, ISO 22000:2005, dan ISO
9001:2000

terdapat

keterkaitan

sehingga

memungkinkan

terjadinya

pengintegrasian ketiga sistem tersebut. ISO mengintegrasikan kaedah dan


prinsip-prinsip HACCP ke dalam ISO 22000:2005, dan menjadikannya
sebagai salah satu elemen kunci, selain pre requisite programme (PRP),
sistem manajemen, dan komunikasi interaktif. Keterkaitan antara ISO
9001:2000 dan ISO 22000:2005 dapat dilihat dari perbedaan dan persamaan
yang dimiliki masing-masing standar tersebut. Pengintegrasian ISO 9001:2000
dan ISO 22000:2005 mengambil beberapa persamaan yang ada. Hasil analisis
sistem menunjukkan bahwa ada lima bagian sistem yang bisa diintegrasikan
antara ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005, yaitu kebijakan dan sasaran,
wakil manajemen, pengendalian dokumen dan catatan, audit, dan tinjauan
manajemen.
Berdasarkan analisis ketidaksesuaian sistem manajemen terpadu di PT
Gula Rafinasi A diketahui terdapat 4 ketidaksesuaian untuk sistem manajemen
mutu dan 5 ketidaksesuaian untuk sistem manajemen keamanan pangan.

Ketidaksesuaian sistem manajemen mutu dengan ISO 9001:2000 meliputi


masalah pembelian (klausul 7.4), tindakan koreksi (klausul 8.5.2) dan
tindakan pencegahan (klausul 8.5.3), pengendalian produksi dan penyediaan
jasa (klausul 7.5.1) untuk area process dan warehouse. Ketidaksesuaian sistem
manajemen keamanan pangan dengan ISO 22000:2005 meliputi sanitation
standard operation procedure (SSOP) (klausul 7.2.1), pest control (klausul
6.3 dan 7.2.1), pengendalian operational pre requisite programme (OPRP)
(klausul

7.5 poin b yang mengacu ke klausul 7.4.4), pengendalian

pemantauan dan pengukuran (klausul 8.3), dan tindakan saat hasil pemantauan
melebihi batas kritis (klausul 7.6.5).
Tindakan yang dilakukan untuk menangani ketidaksesuaian yang terjadi
adalah penyusunan solusi alternatif yang dilakukan bersama antara tim
konsultan Premysis Consulting dengan tim mutu dan keamanan pangan PT
Gula Rafinasi A. Solusi alternatif yang disusun berjumlah 9 buah. Solusi
sistem manajemen mutu sebanyak 4 buah dan sistem manajemen keamanan
pangan sebanyak 5 buah.
Setelah waktu yang ditentukan untuk menyelesaikan ketidaksesuaian
selama 3 bulan, dilakukan verifikasi sistem manajemen terpadu PT Gula
Rafinasi A. Solusi alternatif yang disusun mampu menyelesaikan semua
ketidaksesuaian sistem manajemen mutu. Namun, solusi alternatif hanya bisa
menyelesaikan 3 ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan. Saat
verifikasi, ditemukan ketidaksesuaian baru untuk sistem manajemen
keamanan pangan sebanyak 2 buah.
Hasil verifikasi diinformasikan dan dibahas bersama antara tim konsultan
Premysis Consulting dengan tim mutu dan keamanan pangnn PT Gula
Rafinasi A. Selanjutnya, dilakukan penyusunan solusi alternatif tahap kedua
untuk menyelesaikan ketidaksesuaian yang masih ada. Secara keseluruhan, PT
Gula Rafinasi A sudah menerapkan sistem manajemen terpadu berbasis ISO
9001:2000 dan ISO 22000:2005.

B. Saran
Kajian keterkaitan sistem HACCP, ISO 9001:2000, dan ISO 22000:2005
masih bisa dikaji lebih lanjut mengenai keterkaitan langsung antara HACCP
dan ISO 9001:2000. Selain itu, beberapa istilah yang cukup berbeda antara
HACCP dan ISO 22000:2005 bisa ditelaah lebih lanjut, seperti verifikasi,
pemantauan, koreksi langsung, tindakan koreksi, dan validasi.

DAFTAR PUSTAKA

Andrews, Geoff, Alastair Penman, dan Chris Hart. 2001. Safety and quality
research priorities in the food industry. 2001. Di dalam: R.E. Hester dan
R.M. Harrison, editor. Food Safety and Food Quality: Issues in
Environmental Science and Technology. Cambridge: The Royal Society of
Chemistry.
[Anonima], 2008. Unrefined raw sugar. [terhubung berkala]. http://www.natural
organiclifestyle.com/images/organic-raw-sugar.jpg [2 Februari 2009].
[Anonimb], 2008. Types of sugar and related products. [terhubung berkala].
http://www.food-info.net/uk/products/sugar/types.htm. [4 Desember 2008].
[Anonimc]. 2008. Types of sugar. [terhubung berkala]. http://www.sugarweb.
co.uk/sugar/types/index.html. [15 Desember 2008].

Apriyantono, Anton, Dedi Fardiaz, L. Puspitasari, Y. Sedarnawati dan B.


Budiyanto. 1989. Petunjuk Lab Analisis Pangan. Bogor: PAU IPB.

Arfi, 2008. Macam-macam gula. [terhubung berkala]. http://foodngarden.


multiply.com/journal/item/169/Macam-Macam_Gula. [4 Desember 2008].

Bender, Arnold E. 1990. Dictionary of Nutrition and Food Technology. Di dalam


Anonim. 2008. [terhubung berkala].http://food.oregonstate.edu/glossary/r/
rawsugar.html [7 Januari 2009].

Belitz, H.-D dan W. Grosch. 1987. Food Chemistry. Hadziyev, penerjemah.


Berlin: Springer-Verlag. Terjemahan dari: Lehrbuhr der
Lebensmittelchemic.

Bloch, Michael. 2007. White sugar vs raw sugar. [terhubung berkala]. http://www.
greenlivingtips.com / articles / 73/1/White-sugar-vs-raw-sugar.html. [15
Januari 2009].

[BSN ] Badan Standardisasi Nasional. 1998. SNI 01-4852-1998: Sistem analisa


bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya.
Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
[BSN ] Badan Standardisasi Nasional. 2006. SNI 01-3140.2-2006: Gula kristal
Bagian 2: Rafinasi (refined sugar). Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

[CAC] Codex Alimentarius Commission. 2003. Recommended International


Code of Practice General Principles of Food Hygiene: CAC/RCP 1-1969,
rev. 4-2003.

[CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2006. Annual listing of
Foodborne diseases outbreaks, [terhubung berkala]. http://www.cdc.gov/
foodborneoutbreaks/outbreak_data.htm. [26 Agustus 2008].
Dewanti-Hariyadi, Ratih. 2008. Keracunan pangan tidak hanya diare.
[terhubung berkala]. http://web.ipb.ac.id/~tpg/de/pubde_fdsf_krcn.php. [19
Januari 2009].

European Commission. 2006. COMMISSION DECISION of 21 March 2006 on


special conditions governing fishery products imported from Indonesia and
intended for human consumption. [terhubung berkala]. http://eurlex.europa.
eu/ LexUriServ/LexUriServ.do?uri=OJ:L:2006:083: 0016:0 01:EN:PDF [20
Agustus 2008].

Frgemand, Jacob dan Dorte Jespersen. 2004. ISO 22000 to ensure integrity of
food supply chain. [terhubung berkala]. http://www.iso.org/iso/tool_504.pdf [25 Agustus 2008].

Hariyadi, Purwiyatno. 2008. Isu terkini keamanan pangan. [terhubung berkala].


http://www.foodreview.biz/pdf/PH_Food%20Safety%20Issues-FRI%
202008.pdf. [22 Agustus 2008].

Hui, Y.H., Merie D. Pierson, dan J. Richard Gorham. 2001. Foodborne Disease
Handbook. Volume 1: Bacterial Pathogen. New York: Marcel Dekker, Inc.

[ISO] International Organization for Standardization. 2000. International Standard


ISO 9001:2000 Quality Management Systems Requirements. Geneva: ISO
copyright office.

[ISO] International Organization for Standardization. 2005. International Standard


ISO 22000:2005 Food Safety Management System Requirements for any
organization in the food chain. Geneva: ISO copyright office.

[ISO] International Organization for Standardization. 2005. ISO 22000 for safe
food supply chains. [terhubung berkala]. http://www.iso.org/iso/
pressrelease.htm?refid=Ref966 [1 September 2005].
[ISO] International Organization for Standardization. 2008. ISO 9001:2000
What does it mean in the supply chain? [terhubung berkala].
http://www.iso.org/iso/iso_catalogue/management_standards/iso_9000_iso_
14000/more_resources_9000/9001supchain.htm#how_does_iso_9001:2000
_help_you_in_selecting_a_supplier [8 Agustus 2008].

James, D. 1999. Sugar. Di dalam: Jackson, E.B. Sugar Confectionary


Manufacture second edition. Maryland: Aspen Publisher, Inc.

Kolarik, William J. 1999. Creating Quality, Process Design for Results.


Singapura: McGraw-Hill Book, Co.

Massarani, Luisa. 2005. Fatal outbreak in Brazil could stem from sugar cane.
[terhubung berkala]. http://www.scidev.net/en/news/fatal-outbreak-inbrazil-could-stem-from-sugar-can.html. [15 Desember 2008].

Mortimore, Sara dan Carol Wallace. 1998. HACCP: A Practical Approach.


Maryland: Aspen Publishers, Inc.

Muhandri, Tjahja dan Darwin Kadarisman. 2006. Sistem Jaminan Mutu Industri
Pangan. Jakarta: IPB Press.

Muhandri, Tjahja dan Darwin Kadarisman. 2008. Sistem Jaminan Mutu Industri
Pangan edisi ke-2. Jakarta: IPB Press.
National Board of Experts HACCP. 2002. Requirements for a HACCP Based
Food Safety System. Hague: National Board of Experts HACCP.

Retnowati, Nur. 2007. Mutu dan Keamanan Pangan: Dua Sisi Uang Logam.
[terhubung berkala]. http://www.trobos.com/show_article.php?
rid=22&aid=548 [20 Agustus 2008].

Thaheer, Hermawan. 2005. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical


Control Points). Jakarta: Bumi Aksara.

Vanderzart, C. dan D.F. Splittstoetsser. 1992. Compendium of Method for the


Microbiological Examination of Foods 3th ed. Washington: American
Public Health Association.

Winarno, F.G. dan Surono. 2004. HACCP dan Penerapannya dalam Industri
Pangan Cetakan ke-2. Bogor: M-BRIO Press.

Lampiran 1. Statistik kejadian luar biasa akibat pangan di Amerika tahun 2006
(CDC, 2006)

Konfirmasi Sumber
Penyakit
Bakteri
Kimia
Parasit
Virus
Dugaan Sumber Penyakit
Bakteri
Kimia
Parasit
Virus
Macam-macam Sumber
Penyakit
Konfirmasi
Dugaan
Konfirmasi dan dugaan
Semua Status Sumber
Penyakit
Total Konfirmasi Sumber
Penyakit
Total Dugaan Sumber
Penyakit
Sumber Penyakit yang tidak
diketahui
Subtotal

Jumlah Kejadian Luar Biasa


(KLB)
223
53
9
337
Jumlah Kejadian Luar Biasa
(KLB)
75
11
3
165
Jumlah Kejadian Luar Biasa
(KLB)
1
20
1
Jumlah Kejadian Luar Biasa
(KLB)
623

Jumlah Kasus

275

4,592

349

4,163

1247

25,659

5,336
221
129
11,122
Jumlah Kasus
1,440
39
18
2,841
Jumlah Kasus
96
254
32
Jumlah Kasus
16,904

Lampiran 2. Kinerja keamanan pangan domestik tahun 2001-2006 (Hariyadi,


2008)
Tahun

Jumlah KLB

Jumlah Orang

Jumlah

Jumlah Korban

yang Makan

Korban Sakit

Meninggal

2001

26

1965

1183

16

2002

43

6543

3635

10

2003

34

8651

1843

12

2004

164

22297

7366

51

2005

184

23864

8949

49

2006

159

21292

8747

38

Anda mungkin juga menyukai