Budidaya Tanaman Nilam 2
Budidaya Tanaman Nilam 2
12, 2005
PENDAHULUAN
Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.) merupakan salah
satu tanaman penghasil minyak atsiri yang penting, menyumbang devisa
lebih dari 50% dari total ekspor minyak atsiri Indonesia. Hampir seluruh
pertanaman nilam di Indonesia merupakan pertanaman rakyat yang
melibatkan 36.461 kepala keluarga petani (Ditjen Bina Produksi
Perkebunan, 2004).
Indonesia merupakan pemasok minyak nilam terbesar di
pasaran dunia dengan kontribusi 90%. Ekspor minyak nilam pada tahun
2002 sebesar 1.295 ton dengan nilai US $ 22,5 juta (Ditjen Bina
Produksi Perkebunan, 2004) Sebagian besar produk minyak nilam
diekspor untuk dipergunakan dalam industri parfum, kosmetik,
antiseptik dan insektisida (Dummond, 1960 ; Robin, 1982, Mardiningsih
et al., 1995). Dengan berkembangnya pengobatan dengan aromaterapi,
penggunaan minyak nilam dalam aromaterapi sangat bermanfaat selain
penyembuhan fisik juga mental dan emosional. Selain itu, minyak nilam
bersifat fixatif (mengikat minyak atsiri lainnya) yang sampai sekarang
belum ada produk substitusinya (Ibnusantoso, 2000).
Di Indonesia daerah sentra produksi nilam terdapat di Bengkulu,
Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam,
kemudian berkembang di provinsi Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur dan daerah lainnya. Luas areal pertanaman nilam pada
tahun 2002 sekitar 21.602 ha, namun produktivitas minyaknya masih
rendah rata-rata 97,53 kg/ha/tahun (Ditjen Bina Produksi Perkebunan,
2004). Dari hasil pengujian di berbagai lokasi pertanaman petani, kadar
minyak berkisar antara 1 - 2% dari terna kering (Rusli et al., 1993).
Rendahnya produktivitas dan mutu minyak antara lain
disebabkan rendahnya mutu genetik tanaman, teknologi budidaya yang
masih sederhana, berkembangnya berbagai penyakit, serta teknik panen
dan pasca panen yang belum tepat.
Penyakit yang dapat menyebabkan kerugian besar pada
pertanaman nilam adalah penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh
Ralstonia solanacearum (Nasrun et al., 2004), penyakit budog yang
diduga disebabkan oleh virus (Sitepu dan Asman, 1991) dan penyakit
yang disebabkan oleh nematoda (Djiwanti dan Momota, 1991 ; Mustika
BAHAN TANAMAN
Nilam (Pogostemon sp.) termasuk famili Labiateae, ordo
Lamiales, klas Angiospermae dan devisi Spermatophyta. Di indonesia
terdapat tiga jenis nilam yang dapat dibedakan antara lain dari karakter
morfologi, kandungan dan kualitas minyak dan ketahanan terhadap
cekaman biotik dan abiotik. Ketiga jenis nilam tersebut adalah: 1) P.
cablin Benth. Syn. P. patchouli Pellet var. Suavis Hook disebut nilam
Aceh, 2) P. heyneanus Benth. Disebut nilam jawa dan 3) P. hortensis
Becker disebut nilam sabun (Guenther, 1952). Diantara ketiga jenis
nilam tersebut, nilam Aceh dan nilam sabun tidak berbunga. Yang
paling luas penyebarannya dan banyak dibudidayakan yaitu nilam Aceh,
karena kadar minyak dan kualitas minyaknya lebih tinggi dari kedua
jenis yang lainnya.
Nilam Aceh merupakan tanaman introduksi, diperkirakan
daerah asalnya Filipina atau semenanjung Malaysia, masuk ke Indonesia
lebih dari seabad yang lalu. Setelah sekian lama berkembang di
indonesia, tidak tertutup kemungkinan terjadi perubahan-perubahan dari
sifat-sifat asalnya. Dari hasil ekplorasi ditemukan ber macam-macam
tipe yang berbeda baik karakter morfologinya, kandungan minyak, sifat
fisika kimia minyak dan sifat ketahanannya terhadap penyakit dan
kekeringan. Nilam Aceh berkadar minyak tinggi (> 2,5%) sedangkan
nilam Jawa rendah (< 2%).
Disamping nilam Aceh, di beberapa daerah di Jawa Tengah dan
Jawa Timur petani mengusahakan juga nilam Jawa. Nilan Jawa berasal
dari India, disebut juga nilam kembang karena dapat berbunga. Ciri-ciri
spesifik yang dapat membedakan nilam Jawa dan nilam Aceh secara
visual yaitu pada daunnya. Permukaan daun nilam Aceh halus
sedangkan nilam Jawa kasar. Tepi daun nilam Aceh bergerigi tumpul,
pada nilam Jawa bergerigi runcing, ujung daun nilam Aceh runcing,
nilam Jawa meruncing. Nilam jawa lebih toleran terhadap nematoda dan
penyakit layu bakteri dibandingkan nilam Aceh (Nuryani et al., 1997),
karena antara lain disebabkan kandungan fenol dan ligninnya lebih
tinggi dari pada nilam Aceh (Nuryani et al., 2001).
Kadar
minyak
(%)
2,83
3,21
2,89
Kadar
Produksi
Patchouli
minyak
(kg/ha) alkohol (%)
33,31
375,76
32,63
355,89
32,95
315,06
Lhokseumawe
Tapak Tuan
Sidikalang
SYARAT TUMBUH
Tanaman nilam termasuk tanaman yang mudah tumbuh seperti
tanaman herba lainnya. Namun untuk memperoleh produksi yang
maksimal diperlukan kondisi ekologi yang sesuai untuk
pertumbuhannya.
Tinggi tempat dan curah hujan
Nilam dapat tumbuh dan berkembang di dataran rendah sampai
pada dataran tinggi yang mempunyai ketinggian 1.200 m diatas
permukaan laut. Akan tetapi, nilam akan tumbuh dengan baik dan
berproduksi tinggi pada ketinggian tempat antara 50 - 400 m dpl . Pada
dataran rendah kadar minyak lebih tinggi tetapi kadar patchouli alkohol
lebih rendah, sebaiknya pada dataran tinggi kadar minyak rendah, kadar
patchouli alkohol (Pa) tinggi.
Tanaman ini menghendaki suhu yang panas dan lembab, serta
membutuhkan curah hujan yang merata sepanjang tahun. Curah hujan
yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman nilam berkisar antara 20002500 mm/th dengan penyebaran merata sepanjang tahun,suhu optimum
unuk tanaman ini adalah 24 - 28 %C dengan kelembaban lebih dari 75
% (lihat lampiran)
Agar pertumbuhan dan produksi minyak nilam optimal,
tanaman nilam memerlukan intensitas penyinaran berkisar antara 75100 %. Pada tempat-tempat yang agak terlindung, nilam masih dapat
tumbuh dengan baik, tetapi kadar minyak lebih rendah dari pada tempat
terbuka. Nilam yang ditanam di bawah naungan akan tumbuh lebih
subur, daun lebih lebar dan tipis serta hijau, tetapi kadar minyaknya
rendah. Tanaman nilam yang ditanam di tempat terbuka, pertumbuhan
tanaman kurang rimbun, habitus tanaman lebih kecil, daun agak kecil
dan tebal, daun berwarna kekuningan dan sedikit merah, tetapi kadar
minyaknya lebih tinggi,sebaiknya pada awal pertumbuhan diberi sedikit
naungan, karena nilam rentan terhadap cekaman kekeringan.
Tanah
Tanah yang subur dan gembur, kaya akan humus dan tidak
tergenang dan mempunyai kandungan minyak banyak, merupakan
tanah yang sangat sesuai untuk tanaman nilam. Jenis tanah yang paling
10
setek yang banyak tersebut menjadi perlindungan sehingga cara ini tidak
disarankan untuk diterapkan di perkebunan.
Penanaman yang dilakukan dalam barisan menggunakan jarak
tanam antar barisan 60 100 cm dan jarak tanam dalam barisan 40 60
cm. Pada lahan dengan kesuburan yang tinggi (banyak humus), jarak
tanam sebaiknya 100 x 100 cm, karena pada umur 5 6 bulan kanopi
sudah bertemu. Dengan demikian kebutuhan benih diperkirakan sebesar
20.000 setek benih untuk 1 hektar lahan. Jarak tanam yang digunakan
disesuaikan dengan kondisi lahan. Pada lahan datar dan terbuka
sebaiknya jarak tanam yang digunakan lebih lebar karena kanopi/tajuk
tanaman nilam cukup luas. Penanaman yang diperjarang ini
dimaksudkan untuk mengurangi persaingan kebutuhan sinar matahari.
Pada lahan miring, jarak antar barisan dapat dipersempit. Arah barisan
sebaiknya mengikuti garis kontur.
Pemeliharaan
Selama di lapangan nilam membutuhkan tindakan pemeliharaan
yang intensif agar pertumbuhan tanaman baik, sehingga diperoleh hasil
yang memuaskan. Pemeliharaan yang diperlukan meliputi penyiangan,
pemberian mulsa, penyulaman, pemupukan, pemangkasan, dan
pengendalian hama dan penyakit.
Penyiangan
Setelah tanaman berumur 2 bulan atau saaat tanaman mencapaia
ketinggian 20 30 cm dan telah mempunyai cabang bertingkat dengan
radius 20 cm, areal pertanaman perlu disiangi. Penyiangan ini berfungsi
untuk membersihkan gulma pengganggu, sehingga tidak terjadi
persaingan pengambilan hara tanaman dan sinar matahari. Penyiangan
juga berfungsi untuk menghilanngkan gulma sebagai sarang hama.
Penyiangan selanjutnya dilakukan secara rutin, dengan selanng waktu 2
- 3 bulan tergantung pertumbuhan gulma. Penyiangan dapat dilakukan
dengan cara, yaitu :
Secara mekanis : Penyiangan dilakukan dengan menggunakan
alat, seperti cangkul, parang dan sebagainya.
Secara kimia : Cara ini dilakukan dengan menyemprotkan
herbisida sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Penggunaan bahan
11
12
13
tersebut seperti fenol dan lignin . sebagai contoh pada tanaman tomat
terdapat enzym-enzym pectic, cellulolytie (Prior et al., 1994), pada
tanaman tembakau ditemui kandungan polyphenoloxidase dan
phytoalexin (Akiew dan Trevorrow, 1994).
Penyakit layu bakteri dapat menulari tanaman nilam dari
tanaman inang yang sudah ada pada lahan sebelum ditanami nilam, atau
dari benih yang telah mengandung penyakit. Untuk mencegah
tertularnya tanaman, sebaiknya sebelum tanam terlebih dahulu
diperhatikan tanaman apa saja yang telah ada dilahan yang akan
ditanami dan yang lebih penting yaitu hindari pengambilan setek dari
tanaman yang telah tertular penyakit.
Cara yang paling efektif untuk menekan kerugian karena
berkurangnya produksi yang disebabkan oleh serangan penyakit layu
bakteri adalah menanam varietas yang tahan. Berhubung sampai
sekarang belum diperoleh varietas nilam yang tahan,
penanggulangannya dapat dilakukan dengan memadukan komponen
varietas, agen hayati dan budidaya (Supriadi et al., 2000). Agen hayati
antara lain : Pseudomonas flurescens, dapat menekan perkembangan
penyakit pada tanaman nilam hingga 68,75% (Nasrun, 1996), P. cepasia
dan Bacillus sp., dapat menekan perkembangan penyakit dan
meningkatkan produksi jahe besar (Mulya, 2000).
Untuk mencegah penularan penyakit, benih yang akan ditanam
harus bebas dari penyakit. Gejala penyakit layu bakteri yaitu tanaman
layu, jadi setek jangan diambil dari tanaman yang telah layu.
B. Penyakit yang disebabkan oleh nematoda
Nematoda menyerang akar tanaman nilam, kerusakan akar
menyebabkan berkurangnya suplai air ke daun, sehingga stomata
menutup, akibatnya laju fotosintesa menurun (Wallace, 1987). Beberapa
jenis nematoda yang menyerang tanaman nilam antara lain Pratylenchus
brachyurus, Meloidogyne incognita, Radhopolus similis (Djiwanti dan
Momota, 1991 ; Mustika et al., 1991).
Salah satu mekanisme ketahanan nilam terhadap nematoda
adalah adanya kandungan fenol dan lignin (Fogain dan Gowen, 1996 ;
Valette et al., 1998). Senyawa fenol dan lignin merupakan proteksi
alami dari tanaman terhadap factor biotic (Nelson, 1981). Salah satu
14
15
16
pagi atau sore hari agar kandungan minyak dalam daun tetap tinggi.
panen selanjutnya 3 4 bulan setelah panen pertama.
Pola tanam
Penanaman nilam dapat dilakukan baik secara monokultur
maupun polikultur, baik secara tumpangsari, tumpanggilir,maupun
budidaya lorong dengan tanaman perkebunan, buah-buahan, sayuran
atau tanaman lainnya.
Dalam pola tanam perlu diperhatikan intensitas cahaya matahari
yang tinggi dan terus menerus. Pemberian naungan ringan ( 25 %)
dapat meningkatkan hasil, sebaliknya tingkat naungan yang tinggi akan
menghasilkan tanaman yang kurang vigor dan kandungan minyak yang
rendah.
Monokulur
Penanaman pola monokultur memerlukan sistem budidaya
intensif, mulai dari kesesuaian lahan , penggunaan varietas, pemupukan,
pengendalian hama dan penyakit, serta cara dan waktu panen. Pola
demikian seringkali diterapkan oleh perusahaan swasta dengan luasan
yang cukup besar.
Polikultur
Pola polikultur umumnya diterapkan pada pertanaman rakyat
dengan luasan yang sangat sempit, seperti pola tumpangsari dengan
tanaman perkebunan atau tanaman semusim, pola tumpanggilir, atau
budidaya lorong. Pola polikultur ini diterapkan untuk menghindari
kegagalan panen. Keuntungan lain dari pola ini adalah pemanfaatan
lahan lebih efisien, aneka ragam tanaman, kesuburan tanah dapat
dipertahankan, dan serangan hama lebih mudah dikendalikan.
Penanaman pola ini umumnya dikombinasikan/dicampur dengan
tanaman palawija dan holtikultura.
ANALISIS USAHATANI NILAM
Keragaan usahatani nilam merupakan gambaran yang diperoleh
petani atau pengusaha didalam menggunakan faktorfaktor produksi
(lahan, tenaga kerja, modal) dalam mengelola komoditas nilam. Analisis
17
18
Uraian
Tenaga Kerja
Tebe semak belukar
Penebangan pohon
Pembersihan tunggul
Persiapan lahan
Penanaman
Penyulaman
Pemupukan
Pembuatan saluran air
Penyiangan
Pengendalian H/P
Panen
Prosesing/penyulingan
Jumlah
Satuan
Volume
HOK
HOK
HOK
HOK
HOK
HOK
HOK
HOK
HOK
HOK
HOK
HOK
HOK
28
30
20
150
25
8
30
60
140
30
70
56
Biaya
satuan
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
Total
biaya (Rp)
560.000
600.000
400.000
3.000.000
500.000
160.000
600.000
1.200.000
2.800.000
600.000
1.400.000
1.120.000
12.940.000
Tabel 5. Lanjutan
No
Uraian
II.
1.
2.
Bahan bahan
Bibit
Pupuk : - kandang
- urea
- SP 36
- KCl
Obat obatan
Karung
Tali rafia
Bahan pembantu lain
Jumlah
Alat alat
Cangkul
Sabit / golok
Sprayer
Jumlah
Total biaya (I + II + III)
3.
4.
5.
6.
III.
Satuan
Volume
Biaya
satuan
Total
biaya (Rp)
Polibag
Kg
Kg
Kg
Polibag
Paket
Bh
Gulung
Paket
22.000
10.000
250
100
100
100
10
1
300
250
1.200
1.200
1.600
500.000
5000
25.000
500.00
6.600.000
2.500.000
300.000
120.000
160.000
500.000
500.000
250.000
500.000
11.430.000
Buah
Buah
Buah
5
5
2
50.000
50.000
300.000
250.000
250.000
600.000
1.100.000
25.470.000
19
BAHAN BACAAN
Akiew, A. and P.R. Trevorrow, 1994. Management of Tobacco.
Bacterial wilt. The disease and its causal agents.
Pseudomonas solanacearum. CAB. International p.179197.
Asman, A., Ester M., Adhi dan D. Sitepu, 1998. Penyakit layu,
budok
dan
penyakit
lainnya
serta
strategi
pengendaliannya. Monograf nilam. Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat 5 : 84-88.
Ditjen Bina Produksi Perkebunan, 2004. Nilam. Statistik
Perkebunan Indonesia. 2001-2003. 23 hal.
Djiwanti, S.R. and Momota, 1991. Parasitic nematodes associated
with patchouli disease in West Java. Indust. Crops. Res.
J. 3 (2) : 31-34.
Dummond, H.M., 1960. Patchouli oil. Journal of Perfumery and
Essential Oil Record. 484-492 p.
Forgain, R. and S.R. Gowen, 1996. Investigations on possible
mechanisms of resistance to nematodes in Musa.
Euphytica 92 : 375-381.
Evans, K., 1982. Water use, calsium uptake and tolerance of cyst.
Nematode attack in potatoes. Potato Res. 25:71-88.
Guenther, E., 1952. The Essential Oils. D. van Nostrand Co. Inc.
New York. 2nd Ed. III 552-574p.
Hernani dan Risfaheri, 1989. Pengaruh perlakuan bahan sebelum
penyulingan terhadap rendemen dan karakteristik minyak
nilam. Pembe. Littri. 15 (2) : 84-87.
Ibnusantosa, G., 2000. Kemandegan pengembangan minyak atsiri
Indonesia. Makalah disampaikan pada seminar
Pengusahaan Minyak Atsiri Hutan Indonesia. Fak.
Kehutanan IPB Darmaga Bogor, 23 Mei 2000.
20
21
22
23
24
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Tabel 2. Karakteristik mutu minyak 3 varietas nilam
Varietas
Warna
Tapak Tuan
Kuning muda
Lhokseumawe Kuning muda
Sidikalang
Kuning muda
Berat
jenis
(250C)
Indek
bias
(250C)
Putaran
optik
Kelarutan
dalam
alkohol
(90%)
Bilangan
asam
(%)
Bilangan
ester
(%)
0,9722
0,9679
0,9651
1,5066
1,5070
1,5068
-55012
-52024
-52012
1:1
1:1
1:6
0,76
0,74
0,57
2.47
3.96
3.83
:
:
:
:
:
:
:
0012
Tapak Tuan (NAD)
50,57-82,28
Ungu
Hijau keunguan
Persegi
Lateral
7,30-24,48
0007
Lhokseumawe (NAD)
61,07-65,97
Ungu
Ungu kehijauan
Persegi
Lateral
7,00-19,76
0013
Sidikalang (Sumut)
70,70-75,69
Ungu
Ungu kehijauan
Persegi
Lateral
8,00-15,64
Tabel 3. Lanjutan
No Seleksi/Karakteristik
Jumlah cabang sekunder
Panjang cabang primer (cm)
Panjang cabang sekunder (cm)
Bentuk daun
Pertulangan daun
Warna daun
Panjang daun (cm)
Lebar daun (cm)
Tebal daun (mm)
Panjang tangkai daun (cm)
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
0012
18,80-25,70
46,24-65,98
19,80-45,31
Delta, bulat telur
Menyirip
Hijau
6,47-7,52
5,22-6,39
0,31-0,78
2,67-4,13
0007
11,42-25,72
38,40-63,12
18,96-35,06
Delta, bulat telur
Menyirip
Hijau
6,23-6,75
5,16-6,36
0,31-0,81
2,66-4,28
25
0013
17,37-20,70
43,01-61,69
25,80-34,15
Delta, bulat telur
Menyirip
Hijau keunguan
6,30-6,45
4,88-6,26
0,30-4,25
2,71-3,34
:
:
:
:
:
:
35,37-157,84
Runcing
Rata, membulat
Bergerigi ganda
Banyak, lembut
19,70-110,00
0012
: 111,50-622,26
: 2,07-3,87
: 28,69-35,90
:
:
:
:
:
Sangat rentan
Sangat rentan
Rentan
Rentan
Tapak Tuan
48,05-118,62
Runcing
Datar, membulat
Bergerigi ganda
Banyak, lembut
19,58-59,20
58,07-130,43
Runcing
Rata, membulat
Bergerigi ganda
Banyak, lembut
13,66-108,10
0007
125,83-380,06
2,00-4,14
29,11-34,46
0013
78,90-624,89
2,23-4,23
30,21-35,20
Rentan
Agak rentan
Rentan
Rentan
Lhoksemawe
Agak rentan
Agak rentan
Agak rentan
Toleran
Sidikalang
2. Drainase
3. Tekstur
4. Kedalamanair tanah
5. pH
6. C-Organik (%)
26
100 - 400
Andosol
Latosol
baik
Lempung
> 100
5,5 7
2-3
Tingkat kesesuaian
Sesuai
Kurang
sesuai
0 - 100, 400 - 700
> 700
Regosol
Lainnya
Podsolik
Kambisol
agak baik
agak baik
Liat dan berpasir Lainnya
lainnya
75 - 100
50 - 75
5 5,5
4,5 - 5
3-5
<1
Tidak sesuai
> 700
Lainnya
Terhambat pasir
< 50
< 4,5
-
7. P2O5 (ppm)
8. K2O (me/100g)
9. KTK (me/100 g)
16 - 25
> 1,0
> 17
10 - 15
0,6 1,0
5 - 16
> 25
0,2 0,4
< 5
Lanjutan
Parameter
Sangat sesuai
Iklim :
1. Curah hujan tahunan (mm)
10 11
1750 - 2300
300 - 3500
100 - 120
180 - 210
7-9
70 - 90
60 - 70
5. Temperatur ( 0C)
24 - 28
24 - 25
26 - 28
2300 - 3000
Tingkat kesesuaian
Sesuai
Kurang sesuai
120 - 180
27
> 3500
1200 - 1750
210 - 230
85 - 100
< 11
5-6
50 - 60
> 90
23 - 24
28 - 29
Tidak sesuai
> 5000
< 1200
< 230
< 85
< 85
<5
< 50
< 23
> 29