Anda di halaman 1dari 9

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

MADURAMYCOSIS
BAB 1
PENDAHULUAN
Maduramikosis merupakan suatu prnyakit infeksi kronik pada kulit dan
jaringan, yang disesbkan oleh bakteri actinomycetomas dan jamur eumycetomas.
Mycetomas berlokasi pada daerah cutaneus, subcutaneus jaringan, fascia, ataupun
pada tulang. Kelaian yang nampak berupa pembengkakan dan granulomata. Pada
beberapa kasus, mycetoma mempunyai beberapa sinonim, yaitu Madura foot,
maduromycetomas, dan maduromycosis(1)
. Penyakit ini terjadi karena adanya spora bakteri atau fungi yang terdapat
dalam tanah atau pada tanaman. Pseudoallescheria boydii spp. Adalah salah satu
contoh fungi penyebab penyakit ini. Mycetoma biasa ditemukan didaerah yang
tropis. Spora umumnya jarang menginfeksi bahkan didaerah endemik sekalipun.
Actinomycetonas seperti Nocandia Sp. biasa ditemukan di Amerika dan di
Mexiko, namun didaerah lain, jenis yang biasa ditemukan adalah Madurella
Mycetomasis.(2)
Bagian tubuh yang paling sering terkena dampak mycetoma adalah kaki,
dengan infeksi pada dorsal kaki bagian depan yang khas. Namun lesi mycetoma
dapat terjadi dimanapun pada tubuh. Lesi masuk melalui trauma lokal misalnya
luka di tangan dan kaki, trauma lokal kontak dengan tanah yang terkontaminasi.
Respon neutrophylic awalnya terjadi oleh reaksi granulomaatosa. Penyebarannya
terjadi melalui kulit dan dapat melibatkan tulang. (1)
Jamur yang masuk kedalam kulit dapat berkembang dan menyebabkan
kelainan bentuk (deformitas) pada kaki yang disebut dengan mycetoma.
Kemudian

mengalami

perlunakan,

terbentuk

fistula

atau

ulkus

yang

menngeluarkan sekret berwarna kuning kehijauan disebut dengan granula sulfur.


Penderita mengeluh nyeri dan selalu disertai dengan pembengkakan kelenjar limfe
regional(1)

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DIAGNOSIS
2.1.1 Anamnesis
Pada temuan anamnesis didapatkan adanya riwayat trauma sebelum timbul
gejala. Terdapat nodul yang tidak nyeri dengan perkembangan yang lambat dan
terdapat cairan yang keluar melaui traktus sinus pada permukaan kulit yang
terinfeksi.(2)

Gambar 1.
Mycetoma tampak edema dengan papul
dan krusta pada permukaan plantar(2)

2.1.2 Pemeriksaan Fisis


Temuan klinis dari kedua infeksi bakteri actinomycetomas dan jamur
eumycetomas sangat mirip. Daerah prediliksinya di kaki, paha bagian bawah dan
pada tangan, pada kepala dan belakang bisa saja ditemukan meskipun sangat
jarang.Adanya infeksi pada daerah dada merupakan karakteristik dari infeksi
Nocardia. Terdapat pembengkakan lokal, pembentukan sinus kronik, dan akhirnya
dapat melibatkan tulang sehingga dapat terjadi deformitas akibat infeksi.

Gambar 2
Eumycetoma yang disebabkan oleh Scedosporium
menyebabkan distorsi pada permukaan kaki(2)

Lesi jarang menimbulkan rasa nyeri kecuali pada tingktan lambat, dan
diamana ketika sinus mengeluarkan cairan pada permukaan kulit. Penyebarannya
dapat melalui lymphadenopathy. (2)

Gambar 3
Mycetoma, fibrotik kronik pada kaki sampai pada fossa
poplitea akibat penyebaran secara limfogen

2.1.3 Pemeriksaan Penunjang


Pada pemeriksaan X-ray dapat ditemukan erosi periosteal dan proliferasi,
dan perkembangan lesi pada tulang. Ct-Scan tulang atau pemeriksaan dengan MRI
dapat diidentifikasi adanya tahapan perkembangan infeksi pada tahapan awal
infeksi.(2)

Gambar 4
Pengikisan pada hasil X-ray akibat Mycetoma (1)

Pemeriksaan laboraturium bila ditemukan bakteri actinomycetomas dan


jamur eumycetomas maka diagnosis dapat ditegakkan dan biasanya terdapat cairan
pus yang keluar dari permukaan kulit. Bakteri biasanya ditemukan antara 250
1,000-m berwarna putih, hitam atau merah dapat dilihat langdung dengan mata.
Pemeriksaan denga mikroskop sangat penting karena dapat menunjukkan
perkembangan dari baktri dan filamen dari jamur. Dapat dibedakan dengan
pewarnaan KOH. Jika hasilnya berwarna hitam itu disebabkan oleh jamur, jika
berwarna merah disebabkan oleh bakteri.(1)
Identifikasi akhir dengan isolasi agen penyabab dengan kultur. Dapat
dilihat jenis spesies, perbedaan dari media kultur, dan inkubasi juga dapat
digunakan. Morfologi dan karakteristik fisiologi dinilai untuk membedakan antara
genus dan spesies(1)
1) Madurella Mycetomatis
Koloni : dari koloni nampak ukuran yang besar dari variannya. Berwarna pucat
dan permukaan keras, tapi setelah beberapahari menjadi olive,

berwarna

kuning tua kecoklatan atau abu-abu dan dapat memproduksi pigmen warna
ciklat. Tumbuh cepat pada suhu 37C lebih 28C.
Mikroskopik : pada media yang kurang nutrisi konidia berbentuk bola dapat
berubah

menjadi

flask-shaped

kultur

primer

dapat

memproduksi

chlamyconidia dengan ukuran yang besar.(1)


2) Scedosporium apiospermum
Koloni : koloni tumbuh dengan cepat berwarna abu-abu atau abu-abu coklat
pada permukaan dan berubah menjadi putih gelap.
Mikroskopik : bentuk oval, berwarna coklat terang, relatif tick-walled konidia
dengan memotong dasar dari bentuk single panjang hifa dalam kelompok kecil
annellides.(1)

Pada pemeriksaan histologi reaksi dari inflamasi kronoik memberikan


gambaran abses neutrofil dan bertaburan giant sel dan fibrosis. Bakteri ditemukan
dipusat inflamasi. Ukuran dan bentuk akan membantu dalam identifikasi,

meskipun tanpa pigmen (pale or whait grain) eumycetomas, cukup jarang


ditemukan.(2)

Gambar 5
Batas Eumycetoma grain (hemetoksilin dan eosin stain) (2)

2.3 Penatalaksanaan
Pada infeksi yang disebabkan oleh jamur mycetoma bebrapa kasus
infeksi M. mycetomatis berespon terhadap pemberian ketokonazole 200 mg,
itraconazole 200 mgatau voriconazole 200-400 mg setiap hari sampai beberapa
bulan. Untuk yang lain percobaan terapi dengan griseofulvin atau terbinafin dapat
dicoba. Bagaimanpun respon terhadap terapi tidak dapat diprediksi, meskipunanti
fungal dapat menurunkan perjalanan infeksi.(2)
Pembedahan dengan amputasi merupakan prosedur defenitif dan mungkin
harus digunakan pada kasus lanjut. Namun, dengan pembedahan dapat
meninggalkan kecacatan, semakin tinggi infeksi harus sesaui dengan ketersediaan
kaki palsu sintetik.(2)
Actinomycetomas

umumnya

berespon

terhadap

antibiotik

seperti

kombinasi antara dapson dan streptomisin. Amikasin atau imipenem juga dapat
digunakan dalam recalcitrant infeksi Nocardia. Semuanya berespon terhadap
pemberian dan beberapa kasus memberikan respon yang baik.(2)
2.3 Diagnosis Banding

infeksi bakteri kronik atau tuberculous osteomyelitis dapat memberikan


gejala yang mirip dengan mycetoma. Actinomycosis selalu mirip tapi
perkembangannya tidak selalu di tempat yang sama, contohnya seperti di mulut
atau di caecum, dimana organisme penyebabnya kadang-kadang komensial.(1)
pada Mycetoma awal perlu dilakuakan pemeriksaan pustul dari inflamasi,
nekrosis dan sinus yang belum pecah pada permukaan kulit sering ditemukan
adanya bakteri. Pus harus diperiksa dibawa mikroskop, kemudian dapat dilakukan
pemeriksaan histologi atau periksa langsung dengan kalium hidroksida. Bila
infeksi disebabkan eumycotic maka akan nampak miselium jamur dengan hifa
diameter 2-6 pM, Chlamydoconidia sering terbentuk di pinggiran atau ditengah.
Butir actinomycotik akan erlihat bakteri dengan diameter 0,5-1,0 m.(1)
1). Tuberculous Osteomyolitis
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi di
negara-negara berkembang. Tuberkulosis memiliki dua bentuk paru-dan
sekunder.(3) Tuberkulosis tulang merupakan bentuk yang jarang dari
Osteomyelitis kronis , terjadi lebih sering pada individu muda dan terjadi pada
tahapan akhir penyakit. Tempat prediliksinya adalah tulang punggung,
pinggang, epifisis, diafisis, tulang pipih termasuk tengkorak dan rahang
bawah. Tuberkulosis mandibula jarang menimbulkan gejala klinis, diagnosis
ditegakkan setelah biopsi.(4)

Gambar 6

FNAC(Fine Needle Aspiration Cytology ) tampak purulen dan necrosis caseosa,


beberapa granuloma sel epiel, agregasi polimorf dan beberapa limfosit. (3)

2). Actinomycosis
Actinomycosis adalah infeksi perlahan dan progresif yang disebabkan oleh
filamen gram positif, anaerob (fakultatif anerobik) bentuk basil dari genus
actinomycotes. Infeksi ditandai dengan terbentuknya jaringan supuratif dan
inflamasi granulomatosa denagn abses, fibrosis jaringan dan fistula.infeksi
cervicofacial merupakan manifestasi paling umum dari actinomycotes.(5)

Gambar 7
Cervicofacial actinomycosis: Massa solid pada angulus mandibula. (6)

BAB III
PENUTUP
Maduramikosis merupakan suatu prnyakit infeksi kronik pada kulit dan
jaringan, yang disesbkan oleh bakteri actinomycetomas dan jamur eumycetomas.
Mycetomas berlokasi pada daerah cutaneus, subcutaneus jaringan, fascia, ataupun
pada tulang. Keluhan biasanya. didapatkan adanya nodul yang tidak nyeri dengan

perkembangan yang lambat dan terdapat cairan yang keluar melaui traktus sinus
pada

permukaan

kulit

yang terinfeksi. Kelaian yang

nampak berupa

pembengkakan lokal, granulomata, pembentukan sinus kronik, dan akhirnya dapat


melibatkan tulang sehingga dapat terjadi deformitas akibat infeksi.
Prognosis pada maduramikosis quo ad sanationam tidak begitu baik bila
dibandingkan dengan aktinomikosis. Diseminasi limfogen atau hematogen dengan
lesi pada alat-alat dalam merupakan pengecualian(7)

Daftar Pustaka
1.

Hay RJ, Ashbee HR. Mycosis. In: Burns T, Breathnach S, cox N, Griffiths C,
editors. Rook's TeextBook of Dermathology. 8th ed. USA: Wiley-Blackwell;
2010. p. 36.72.

2.

Roderick J. Hay D, FRCP, FRCPath, FMedSci. Deep Fungal Infection. In:


Smith LAG, I.Katz S, A.Gilchrest B, S.Paller A, J.Leffell D, Wolff K, editors.

Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York: MCGrawHill; 2012. p. 2314-5.
3.

Karjodkar F, Saxena VS, Maideo A, Sontakke S. Osteomyelitis affecting


mandible in tuberculosis patients. J clin. 2011;4(1):e72-e3.

4.

Gupta KB, Manchanda M, Yadav SPS, A.Mitta. Tubercular Osteomyelitis of


Mandible. Indian J Tuberc. 2005:147.

5.

Smith MH, Harms PW, Newton DW, Lebar B, Edwards SP, Aronoff DM.
Mandibular Actinomyces osteomyelitis complicating florid cemento-osseous
dysplasia: case report. BMC. 2011:1.

6.

Bravo FG, Arenas R, Sigall DA. Actinomycosis. In: Smith LAG, I.Katz S,
A.Gilchrest B, S.Paller A, J.Leffell D, Wolff K, editors. Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York: MCGraw-Hill; 2012.
p. 2234.

7.

budimulja U. Mikosis. 6 ed. Djuanda PDdA, editor. Jakarta: KFUI; 2013.

Anda mungkin juga menyukai