PENDAHULUAN
Infeksi fungi pada kulit profundus atau deep mycoses adalah penyakit
kronis, yang disebabkan oleh berbagai kelompok fungi.1,2 Deep mycoses ini sangat
erat hubungannya dengan mortalitas dan morbiditas, terutama pada pasien dengan
imunokompromais.1,10 Menurut spektrum klinis, deep mycoses diklasifikasikan
menjadi mikosis subkutan dan mikosis sistemik.5 Mikosis subkutan memberikan
manifestasi klinis ketika fungi melalui proses traumatik menempel pada kulit dan
jaringan subkutan, seperti sporotrikosis, misetoma, kromomikosis, dan lain-lain.
Sedangkan, mikosis sistemik masuk melalui organ dalam seperti paru, saluran
pencernaan, atau sinus paranasal, yang kemudian menyebar melalui aliran darah
untuk menghasilkan infeksi sistemik.3,8, 12
Gambaran klinis bervariasi dan tergantung dari faktor host, tipe dari
organisme fungi, dan cara transmisi.3 Penegakan diagnosis dan pengobatan
penyakit jamur yang tepat tergantung pada identifikasi spesies yang akurat oleh
bagian patologi anatomi dan bagian mikrobiologi klinis. Pemeriksaan mikroskopis
memungkinkan identifikasi infeksi jamur namun membutuhkan waktu yang lama.
Sedangkan gambaran histopatologi dapat menunjukkan gambaran jaringan dan
respons host, dapat membantu membedakan antara kolonisasi dan infeksi, dan
memberikan informasi tentang invasi dan kronisitas.4,10 Secara histopatologi,
gambaran deep mycoses termasuk dalam gambaran granuloma supuratif dengan
adanya neutrofil, makrofag dan giant cells yang dapat terlihat, dimana juga akan
terlihat elemen jamur tergantung penyebab seperti grain, filamen, sel muriform,
spora, dan hifa.1,2,14
Tujuan dari karya tulis ini adalah untuk mempelajari gambaran
histopatologi dari mikosis subkutan dan penyakit-penyakit lain yang memiliki
gambaran histopatologi yang menyerupai gambaran histopatologi deep mycoses
berupa pseudoepiteliomatous hiperplasia dengan granuloma supuratif seperti Cat-
scratch disease, limfogranuloma venereum, pioderma gangrenosum, kista dan
folikel yang ruptur, dan tuberkulosis verukosa kutis. 1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Deep mycoses adalah infeksi yang disebabkan oleh fungi, yang dibagi
menjadi mikosis subkutan dan sistemik.1,2,3 Sementara manifestasi kulit selalu
terjadi pada mikosis subkutan dan manifestasi pada kulit tidak selalu terjadi pada
mikosis sistemik.4 Pada infeksi ini, kulit dipengaruhi baik secara langsung, oleh
penetrasi jamur ke dalam dermis, atau secara tidak langsung, oleh infeksi yang
telah menyebar dari organ dalam.5,6 Untuk mikosis subkutan harus ada port
d’entre atau pintu masuknya jamur lewat luka karena benda tajam atau benda
tumpul.7,10 Sedangkan, pada mikosis sistemik, organisme penyebab biasanya
masuk melalui organ dalam seperti paru-paru dan gastrointestinal. 8 Pada makalah
ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai mikosis subkutan, sistemik dan
gambaran histopatologis yang menyerupainya.
2
subkutan terbanyak pada ekstremitas bawah, disebabkan oleh tingginya frekuensi
trauma berulang pada ekstremitas bawah. Riwayat pekerjaan seperti petani,
tukang kayu, dan orang yang memiliki hobi berkebun memiliki risiko yang tinggi.
Pada penelitian di Kuba (oleh Ripon JW, 1998), Thailand (oleh Castro LGM,
Belda Jr W. dkk, 1993) dan Brasil (oleh Mahaisavariya P, Chaipraswrt A dkk.,
1999) dikatakan bahwa infeksi mikosis subkutan banyak terjadi pada daerah
pedesaan yang sering mendapatkan trauma dan kontak dengan tanah.9
2.2.2 Mikosis Sistemik
Mikosis sistemik diklasifikasikan sebagai mikosis oportunistik dan
mikosis pernapasan endemik. Mikosis sistemik oportunistik seperti aspergillosis
dan cryptococcosis yang paling sering terjadi, dan umumnya terjadi pada yang
imunokompromais. Mikosis endemik terjadi di daerah endemisitas yang ditandai
dengan baik dan biasanya disebabkan oleh penghirupan spora. Mikosis endemik
adalah histoplasmosis, blastomycosis, coccidioidomycosis, dan bentukan yang
lebih jarang seperti paracoccidioidomcosis, dan pencilliosis.8
2.2.2.1 Mikosis Oportunistik
2.2.2.1.1 Aspergillosis
Pada aspergillosis, pintu masuk utama patogen ini adalah sistem bronkial,
namun organisme ini dapat langsung menginvasi tubuh melalui luka pada kulit
dan mukosa. Aspergillosis dapat menyerang saluran napas, dimana pada pasien
yang menderita neutropenia atau AIDS atau baru saja melakukan transplantasi
organ, rentan terkena Pulmonary aspergillosis acute dan invasif. Aspergillosis
lain dari saluran pernapasan adalah traecheobronchitis. Dari semua fungi,
aspergilla merupakan penyebab tersering terjadinya sinusitis. Pada penderita
atopik, asma dapat disebabkan oleh aspergilli alveolitis alergic.10
2.2.2.1.2 Cryptococcosis
Pada cryptococcosis yang disebabkan oleh C. neoformans yang memiliki
habitat normal di tanah yang kaya substansi organik, jalur masuk patogen ke
dalam tubuh dapat melalui saluran pernapasan. Organisme yang terhirup dan
masuk ke dalam paru-paru, mengakibatkan cryptococcosis pulmonary yang
menunjukkan gejala klinis yang khas. Dari fokus infeksi primer di paru-paru,
patogen menyebar secara hematogen ke organ-organ lain, terutama ke sistem saraf
3
pusat, dimana semua kompartemen dari C.neoformans menunjukkan afinitas yang
jelas, menghasilkan meningoencephalitis. Kondisi yang paling mendukung untuk
terjadinya disseminasi dari fokus infeksi di paru adalah melemahnya sistem
pertahanan tubuh. Keganasan dan terapi steroid merupakan faktor predisposisi
lainnya. Pasien AIDS juga sering menderita cryptococcosis.10
2.2.2.1.3 Aktinomikosis
Infeksi yang tidak biasa dengan bakteri Actinomyces israelii, dianggap
flora normal di mulut dan saluran gastrointestinal, tetapi menyebabkan nodul atau
abses di mulut setelah trauma, atau infeksi gigi.3
2.2.2.2.3 Coccidioidomycosis
Coccidioidomycosis adalah infeksi yang disebabkan karena spesies fungal
spesies Coccidioides immitis dan Coccidioidesposadasii. Biasanya menunjukkan
4
bentukan yang tidak biasa dari dimorfism dengan bentukan mold dengan
temperatur ruangan dan munculnya struktur yang mengandung spora, besar,
spherule pada jaringan yang terinfeksi.13
2.3 Diagnosis
2.3.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
2.3.1.1 Mikosis Subkutan
2.3.1.1.1 Kromoblastomikosis
Kromoblastomikosis disebabkan oleh implantasi dematiaceous fungi yang
membentuk sel badan sklerotik atau muriform bodies yang merupakan ciri khas
penyakit ini pada gambaran histopatologi. Organisme penyebab adalah
Phialophora verrucosa, Fonsecaea pedrosoi, Fonsacea compacta, Wangiella
dermatitidis, dan Cladophialaphora carrionii. 9,11 Lesi awal dapat terlihat sebagai
infeksi dermatofita atau papul, yang kemudian berkembang menjadi nodul, lesi
verukosa, dan lesi eksofit. Lesi noduler berupa nodul lunak berwarna merah muda
dengan permukaan halus, verukosa, dan skuamosa. Lesi ini dapat membesar
membentuk tumor papilomatosa, berlobul, atau menyerupai kembang kol. Lesi
verukosa merupakan gambaran tersering. Lesi ini menyerupai kutil dan sering
ditemukan pada tepi kaki. Lesi dapat berupa plak skuamosa berwarna merah muda
atau merah. Lesi sikatrik umumnya berukuran besar dan menunjukan perluasan
serpiginosa, dan meninggalkan sikatri atrofi pada bagian tengah lesi. Pada
permukaan lesi kromoblastomikosis dapat tampak black dot, yaitu akumulasi sel
jamur dan jaringan nekrotik yang mengalami eliminasi transepitel. Invasi otot atau
5
tulang jarang terjadi. Lesi dapat menyebar karena autoinokulasi atau penyebaran
limfatik, sedangkan penyebaran hematogen jarang terjadi. Kurang dari 5%
penderita mengalami penyebaran diseminata.12
2.3.1.1.2 Sporotrikosis
Sporotrikosis disebabkan oleh jamur Sporothrix schenckii.9 Infeksi ini
umumnya terjadi pada individu imunokompeten berusia kurang dari 35 tahun
yang rentan terkena trauma kecil saat bekerja, seperti pada petani, pekerja
pembibitan dan kehutanan, dan pekerjaan-pekerjaan yang lain yang sering di luar
ruangan. 8,11 Sebagian besar kasus sporotrikosis terjadi pada ekstremitas atas atau
wajah. Masa inkubasi penyakit ini adalah beberapa hari sampai beberapa minggu.
Sporotrikosis subkutan dapat dibagi menjadi 2 bentuk, yaitu tipe limfangitik
(limfokutan) dan tipe terfiksasi. Tipe limfangitik lebih sering terjadi dan
6
umumnya timbul pada bagian tubuh yang mudah terkena trauma. Lesi awal
berupa nodul yang akan mengalami ulserasi. Kulit di sekitar aliran limfe
mengalami inflamasi dan membengkak. Nodul baru timbul di sepanjang aliran
limfe. Penyakit bersifat kronik progresif. Tipe terfiksasi terjadi pas 15% kasus.
Pada tipe ini, infeksi terlokalisir pada 1 daerah diikuti timbulnya granuloma yang
akan mengalami ulserasi. Nodul-nodul satelit akan terbentuk di sekitar lesi utama.
Lesi dapat pula disekitar papula atau plak eritema yang mengalami ulserasi atau
verukosa. Sebagian besar pasien tidak mengalami nyeri atau gejala sistemik. Pada
pasien imunokompromais dapat terjadi infeksi sistemik, atau diseminata dengan
manisfestasi kulit.11
7
adanya infeksi sekunder. Fibrosis, hiperpigmentasi, dan deformitas terjadi pada
fase lanjut penyakit ini.11 Hasil kultur mungkin akan terlihat adanya granul yang
mendukung diagnosis. Lokasi lesi terutama pada tempat yang terjadi trauma yaitu
kaki dan tungkai bawah. Organisme penyebab eumisetoma adalah Madurella
mycetomatis, M. griseas, Pseudallescheria boydii, dan beberapa spesies jamur
lainnya. Aktinomisetoma disebabkan oleh beberapa spesies Actinomycetes
termasuk Actinomadura madurae, Streptomyces somaliensis, dan Nocardia
brasiliensis.9
Gambar 4. Misetoma. Edema yang keras dan papul berkrusta pada permukaan
plantar.8
2.3.1.1.4 Phaeohyphomycosis
Phaeohyphomycosis termasuk dalam fungi berfilamen warna gelap,
kebanyakan terdapat pada ekstremitas distal. Kadang diikuti dengan trauma
superfisial (terutama dikarenakan trauma oleh serpihan kayu atau terkena bagian
tajam sayuran). Terdapat gambaran kista atau nodul subkutan, kistik, dan lesi
verukosa.16
2.3.1.1.5 Infeksi Graphium
Spesies Graphium adalah jamur berfilamen dan termasuk dalam keluarga
Ascomycota. Mereka berasal dari tanah, sisa-sisa tanaman, substrat kayu, pupuk
kandang, dan air yang tercemar, dan kebanyakan dari mereka adalah patogen
tanaman. Sebaliknya, infeksi manusia yang disebabkan oleh Graphium spp sangat
jarang terjadi. Dengan demikian, signifikansi klinis patogen ini masih belum jelas
karena pengetahuan yang terbatas.17
8
2.3.1.2 Mikosis Sistemik
Mikosis sistemik adalah infeksi jamur yang portal awalnya masuk ke
dalam tubuh biasanya merupakan tempat yang dalam seperti paru-paru, saluran
pencernaan, atau sinus paranasal. Infeksi ini memiliki kemampuan untuk
menyebar melalui aliran darah untuk menghasilkan infeksi secara generalisata.
Dalam praktiknya, ada dua varietas utama mikosis sistemik: (1) mikosis
oportunistik dan (2) mikosis pernapasan endemik.8
2.3.1.2.1 Mikosis Oportunistik
Mikosis sistemik yang masuk dalam golongan oportunistik yang terlihat
pada manusia adalah kandidiasis sistemik atau profunda aspergillosis,
cryptococcosis dan aktinomikosis. Infeksi ini mempengaruhi pasien dengan
keadaan penyakit mendasar yang parah, seperti AIDS, atau dengan neutropenia
yang terkait dengan keganasan, transplantasi organ padat, atau operasi luas.
Dengan penggunaan terapi antiretroviral kombinasi, insiden mikosis sistemik
pada pasien yang terinfeksi human immunodeficiency virus (HIV) telah menurun
secara signifikan. Pada pasien neutropenia khususnya, jamur lain juga dapat
menyebabkan infeksi sesekali. Kondisi yang mendasari berbeda mempengaruhi
kecenderungan mikosis yang berbeda. Umumnya, keterlibatan kulit tidak umum
dengan sebagian besar infeksi oportunistik ini, yang dapat terjadi pada iklim dan
lingkungan apa pun. Manifestasi klinis dari mikosis oportunistik juga bervariasi
karena mereka bergantung pada tempat masuknya organisme dan penyakit yang
mendasarinya.8
9
Gambar 6. Cryptococcosis. Tampak papul dan nodul sewarna kulit, multipel,
tersebar, pada pasien yang terkena penyakit virus imunodefisiensi. 8
10
histoplasmin pada kulit akan menunjukkan hasil yang positif. Pasien dengan
histoplasmosis paru akut ditandai dengan batuk, nyeri dada, demam, nyeri sendi,
dan ruam yang dapat berupa eritema toksik, eritema multiforme, atau eritema
nodusum. Pasien dengan histoplasmosis progresif akut mengalami penyebaran
infeksi ke berbagai organ seperti hati dan limpa. Terjadi penurunan berat badan
yang cepat, hepatosplenomegali, anemia, dan lesi kulit berupa papul, nodul kecil,
atau seperti moluskum kecil, serta ulkus oral atau faringeal pada pasien kronik,
dapat pula ditemukan penyakit Addison jika kelenjar adrenal sudah terinfiltrasi.
Paling sering terjadi pada pasien dengan AIDS.14
Diagnosis histoplasmosis ditegakkan dari ditemukannya sel yeast
intraselular dari Histoplasma pada sputum, darah tepi, bone marrow atau pada
spesimen biopsi. Aspirasi kelenjar getah bening juga dapat digunakan. 13
Gambar 8. Histoplasmosis. Tampak lesi plak kecil dan papul keratosis dengan dasar
eritematus, multiple, mirip dengan bentukan psoriasis gutata yang terlihat di dada dan
lengan dari seorang pasien dengan penyakit HIV .8
2.3.1.2.2.2 Blastomikosis
Gambaran klinis dari blastomikosis terdiri dari lesi kutan primer,
pulmonari, dan diseminata. Pada lesi kutan primer akan didapatkan lesi
eritematus, dengan area indurasi dengan chancre yang muncul dalam 1-2 minggu
dengan limfangitis dan limfadenopati. Mungkin akan muncul beberapa reaksi
konstitusional. Ada tendensi yang kuat terhadap perbaikan yang spontan. Pada lesi
pulmonari, biasanya akan asimptomatis, atau mungkin akan terdapat demam,
nyeri dada, batuk, dan batuk darah. Biasanya akan muncul eritema nodusum. Lesi
11
di paru akan membaik, atau mungkin akan terbentuk bentukan kavitas dengan
abses di paru. Pada kasus yang utama, mungkin akan terjadi penyebaran dan
berprogres pada kematian. Pada tipe diseminata, infeksi menyebar dari dada, dan
lesi muncul di banyak organ, umumnya di kulit, tulang dan sistem saraf pusat.
Membran mukosa jarang terlibat. Satu atau beberapa lesi kulit akan terlihat.
Biasanya lesi akan muncul secara simetris dan biasanya pada batang tubuh
daripada pada bagian lainnya. Lesi biasanya berbentuk papul atau nodul yang
berbentuk ulser atau cairan pus. Lesi akan membesar pada perifer dan
menunjukkan central scarring.
2.3.1.2.2.3 Coccidiodomycosis
Tingkat keparahan coccidioidomycosis bervariasi dari infeksi saluran
pernapasan atas yang sangat ringan, tidak jelas, hingga penyakit fatal yang
menyebar luas. Bentuk paru primer, yang merupakan bentuk paling umum,
kadang-kadang asimptomatik, tetapi dapat mensimulasikan influenza atau,
kadang-kadang, TB paru. Erythema multiforme atau erythema nodosum terjadi
dari minggu ketiga hingga ketujuh pada sekitar 3–25% pasien, terutama pada
wanita. Di daerah endemik, coccidioidomycosis sering menjadi penyebab paling
umum dari eritema nodosum. Mungkin ada uveitis dan artralgia yang menyertai.
Gejala paru, saat ini, termasuk rasa sakit yang menyerupai radang selaput dada,
dan seringkali sesak napas yang sangat tiba-tiba dan akut, batuk dan demam yang
terkait. Nyeri, malaise dan lassitude yang terjadi secara umum dapat terjadi, dan
12
mungkin ada sakit kepala yang parah. Ruam eritematosa makula generalisata awal
terlihat pada 10% pasien. Lesi kulit primer yang sangat jarang adalah nodul yang
tidak nyeri, keras, dan terinduksi sering terjadi 1-3 minggu setelah beberapa
bentuk trauma lokal. Limfadenopati regional berkembang tetapi penyembuhan
spontan terjadi setelah beberapa minggu.
Coccidioidomycosis diseminata sangat jarang terjadi dan berkembang
pada kurang dari 0,5% orang yang terinfeksi, biasanya pada pasien berkulit hitam,
Filipina atau yang imunokompromais. Ini dapat berkembang dengan cepat melalui
penyebaran endospora ke semua organ, atau secara diam-diam dari lesi paru
setelah periode diam. Tingkat kematian pada penyakit yang disebarluaskan akut,
atau dengan meningitis, sangat tinggi. Lesi diseminata dapat terjadi pada kulit,
jaringan subkutan, tulang, sendi dan semua organ. Lesi kulit dapat muncul sebagai
abses, granuloma, ulkus, atau pengeluaran sinus, terutama jika ada penyakit tulang
atau sendi yang mendasarinya.
Keterlibatan paru yang persisten dan progresif dan penyebaran infeksi
terlihat, termasuk munculnya beberapa lesi kulit pada pasien dengan AIDS.
Infeksi paru yang berkepanjangan dan progresif juga dapat terjadi pada pasien
AIDS.13
2.3.1.2.2.4 Paracoccidiodomycosis
13
Disebut juga South American Blastomycosis. Disebabkan oleh
Paracoccidioides brasiliensis (fungi dimorfik pada tanah). Biasanya muncul pada
amerika latin. Predileksi terdapat pada mukokutaneus. Dapat menyebabkan
infeksi paru, limfadenopati regional, ulserasi mukokutan, dan plak verukosa.
Terdapat 3 variasi klinis yaitu primary pulmonary disease with subsequent
mucocutaneous ulcerations, primary mucocutaneous , dan primary cutaneous.16
14
Mikroabses
intraepidermal
Epitel hiperplasia
Sel plasma
Giant cell
Spora kecoklatan
pada giant cell
2.3.2.1.2 Sporotrikosis
Secara histopatologis, sporotrikosis menggambarkan campuran reaksi
granulomatosa dengan mikroabses neutrofil. Pemeriksaan histopatologis bersifat
diagnostik hanya bila ditemukan sel jamur, namun umumnya sel jamur sulit
ditemukan walaupun dengan pengecatan PAS. Sel jamur merupakan ragi
berbentuk bulat, lonjong atau menyerupai cerutu dan dapat bertunas multipel. Sel
jamur dapat ditemukan pula dalam mikroabses, makrofag, atau giant cell.
Gambaran histopatologis tersebut dapat menyerupai blastomikosis. Pada beberapa
kasus sporotrikosis dapat ditemukan badan asteroid (fenomena Splendore-
Hoeppli), yaitu ragi basofilik dikelilingi masa eusinofilik yang tersusun radial.
15
Badan asteroid tidak spesifik untuk sporotrikosis, dan hanya ditemukan pada
39%-65% kasus. 9,11
Neutrofil
Hiperplasia epitel
Ulkus fokal
Giant cells
Limfosit
Gambar 12. Sporotrikosis. Lesi yang terlokalisir dengan karakteristik
pseudoepiteliomatous hiperplasia dari epidermis dengan granuloma supuratif pada dermis
bagian atas. ( Pengecatan HE, pembesaran 40x). 3
Neutrofil difus
Sporotrikosis asteroid
Cigar bodies
Yeast
Gambar 14. Sporotrikosis (Pengecatan GMS pembesaran 100x).3
2.3.2.1.3 Misetoma
Gambaran histopatologis misetoma adalah inflamasi granulomatosa kronik
nonspesifik.11 Misetoma ditandai dengan adanya grain, yaitu adanya massa hifa
yang keras, sering berbentuk bulat, dengan atau tanpa penambahan jaringan atau
16
tanah, biasanya tidak mengandung spora di dalamnya. 15 Pada fokus tertentu dapat
ditemukan reaksi inflamasi akut yang mengelilingi grain. Histiosit, plasmosit,
mastosit, dan eosinofil dapat ditemukan di sekitar fokus tersebut. Limfosit
umumnya ditemukan pada jaringan fibrotik di bagian luar.11
Karakteristik grain dapat digunakan untuk membantu menentukan
penyebab. Pengecatan PAS atau methenamine silver dapat digunakan untuk
melihat hifa yang merupakan komponen utama grain eumisetoma. Ditemukannya
granul atau grain pada penyakit ini, merupakan alat bantu diagnosis yang sangat
penting. Bahan dapat diambil dari cairan yang keluar spontan atau berasal dari
penekanan sinus. Granul dapat dilihat dengan mikroskop, kadang-kadang dengan
kaca pembesar atau mata telanjang tergantung ukurannya yang berkisar antara
0.3mm-1mm. Granul yang berwarna hitam antara lain disebabkan Madurella
mycetomatis dan yang terbaru adalah oleh jamur Madurella tropicana yang baru
ditemukan di Indonesia. Granul jamur lain dapat berwarna putih, pucat, atau
bening. Granul kuning kecoklatan dapat disebabkan antara lain oleh Nocardia
brasiliensis, warna merah disebabkan antara lain oleh Actinomyses israeli.11
Neutrofil
Giant cell
Makrofag
Gambar 15. Misetoma. Bentukan ireguler dari grain yang muncul pada zona
tengah dari supurasi. ( Pengecatan HE, pembesaran 100x) 3
2.3.2.1.4 Phaeohyphomycosis
Pada histopatologi akan didapatkan gambaran hifa berfilamen dengan
disertai walled-off cystic space dan reaksi granuloma supuratif, mungkin akan
terlihat adanya gambaran benda asing (jika terkena serpihan kayu). 16
17
Hifa cokelat
pada giant
cell
Neutrofil
Makrofag
Gambar 16 . Phaeohyphomycosis16
2.3.2.1.5 Infeksi Graphium
Menunjukkan potongan jaringan kulit dengan epidermis mengalami
pseudoepitheliomatous hyperplasia, pada papilla dermis tampak samar-samar
bentukan granuloma terdiri dari sel-sel histiosit, limfosit, dan neutrofil.
Mencurigakan suatu deep mycoses. Hasil mikrobiologi menunjukkan spesies
Graphium, yang merupakan suatu kasus yang sangat jarang.
A B
18
Bentukan tergantung dari respon host, yang bervariasi perubahannya,
dapat dengan bentukan granuloma dengan bentuk yang baik, hingga area supurasi
dan bentukan abses atau adanya massa fungi dengan minimal respon sel inflamasi.
Hifa mungkin akan menyerang dinding pembuluh darah pada dermis,
menyebabkan trombosis dan nekrosis. Spesies aspergillus ditemukan sebagai hifa
bersepta yang bercabang dikotomi. Paling baik terlihat dengan pengecatan silver
methenamine. Dilaporkan juga adanya pseudoepitelioma hiperplasia pada
epidermis.1
Nekrosis epidermal
Nekrosis dermal
Inflamasi minimal
2.3.2.2.1.2 Cryptococcosis
Terlihat gambaran reaksi inflamasi minimal. Lesi yang khas terdiri dari
encapsulated budding cells yang bercampur dengan jaringan jaringan ikat, yang
membesar dan menekan jaringan di sekitarnya. Tersedia pengecatan spesifik
untuk kapsul. Reaksi granulomatosa tanpa caseasi dapat terlihat. Kelompok sel ini
terlihat di sebagian besar jaringan tubuh, tetapi khususnya di sistem saraf pusat.
Dalam kasus yang jarang terjadi, cryptococci dapat berkembang biak di jaringan
19
yang terinfeksi dalam bentuk yang tidak dienkapsulasi. Reaksi inflamasi atau
granulomatosa akut kemudian terlihat, yang mirip dengan gambaran
blastomycosis atau histoplasmosis.13
Epidermis
Cryptococci
Sel plasma
Makrofag
Dinding sel cryptococcus
Kapsul gelatinosa
Kapsul gelatinosa
Dinding sel
cryptococcus
20
Gambar 20. Histopatologi aktinomikosis
21
Penggunaan teknik imunoperoksidase membantu dalam membuat diagnosis
spesifik histoplasmosis pada bahan yang ditanamkan parafin.1
Giant cell
Limfosit
Gambar 21. Histoplasmosis.3
Yeas
t
Makrofag nukleus
Yeast
2.3.2.2.2.2 Blastomikosis
Pada Blastomikosis, lesi awal biasanya berasaldari paru-paru, kadang-
kadang juga bisa di kulit, muncul setelah 1-3 minggu setelah terinfeksi dan
22
dihubungkan dengan adanya limfadenopati regional. Lesi kulit yang mengikuti
penyebaran aliran darah menunjukkan hiperplasia epidermal yang ditandai, yang
mungkin bentukan pseudoepitheliomatous. Abses polimorfonukelar intra dan
subepidermal dan infiltrat granuloma biasanya ditemukan di dermis. Termasuk di
dalamnya ada giant cells dari tipe Langhans, yang mengandung organisme
berbentuk bulat atau oval yang tebal dan memiliki dinding refraktil. Lesi kulit
diseminata dapat juga membentuk abses dengan organisme disekitar dindingnya
atau di dalam giant cells dan infiltrat granuloma non spesifik. 13
Neutrofil
Keratinosit
Limfosit
Neutrofil
Red blood cell
Giant cell cytoplasma
Yeast
Yeast with
broad base bud
23
Yeast with
broad base
bud
2.3.2.2.2.3 Coccidiodomycosis
Spora yang terhirup (arthroconidia dari fase miselia saprophytic)
berkembang di jaringan paru-paru untuk membentuk spherules dengan struktur
besar, bundar, yang mengandung endospor, yang ketika matang biasanya
berdiameter 30-80 μm. Saat 2 dan 6 minggu setelah paparan, pasien menjadi
sensitif terhadap tes kulit intra dermal menggunakan antigen jamur, coccidioidin.
Lesi primer berhubungan dengan limfadenopati regional, tetapi biasanya tidak ada
penyebaran lebih lanjut. Jika diseminasi sekunder terjadi, lesi granulomatosa
dengan giant cells dan sel epiteloid diproduksi. Biasanya pada lesi aktif, spherules
dengan endoskopi dapat ditunjukkan dengan pengecatan rutin, tetapi pada lesi
dengan spherula jamur yang belum matang, kosong atau berdegenerasi, ini
mungkin sulit atau tidak mungkin. Spherules dapat dilihat di dalam sitoplasma
histiosit dan dalam giant cell dari tipe benda asing. Jamur dapat dengan mudah
ditunjukkan dengan menggunakan Pengecatan jamur khusus seperti PAS atau
silver impregnation stains.13
Gambaran histopatologi berupa hiperplasia pseudoepiteliomatus, terdapat
reaksi granuloma supuratifa difus (non-caseating granuloma), besar, sperula
dengan dinding tebal (rata-rata 50 m ) dengan sitoplasma granular atau
endospora3,16
24
Hiperplasia pseudoepiteliomatosa
Inflamasi granuloma
Abses intraepidermal
Hiperplasia
pseudoepiteliomatosa
Neutrofil dan
eosinofil pada
mikroabses
Limfosit
Sel Plasma
25
Eosinofil
Neutrofil
2.3.2.2.2.4 Paracoccidioidomycosis
Pada gambaran histopatologi terdapat hiperplasia pseudoepiteliomatus
dengan infiltrat pada dermis dan granuloma. Spora memiliki banyak tunas atau
disebut dengan gambaran mariner’s wheel. Pengecatan dengan GMS. Susah untuk
melihat gambaran fungi atau mariner’s wheel tanpa pengecetan. 16
Mariner’s wheel
26
2.3.3 Diagnosis Banding
Secara gambaran histopatologi, gambaran deep mycoses termasuk dalam
gambaran reaksi neutrofilik granuloma, dimana terdapat sekumpulan sel epiteloid
yang bercampur dengan giant cells, limfosit, sel plasma, fibroblas, dan makrofag
nonepiteloid. Berdasarkan tipe histologi granuloma dapat dibedakan menurut sel
dan perubahan lain yang terdapat pada gambaran tersebut, yaitu sarcoidal,
tuberculoid, necrobiotic (collagenolytic), suppurative, dan foreign body.
Menurut gambaran histopatologinya deep mycoses masuk dalam
granuloma supuratif dimana terdapat sekumpulan neutrofil yang dikelilingi
granuloma. Dimana, komponen granuloma tidak selalu terbentuk dengan
sempurna. Gambaran granuloma supuratif terdapat pada deep mycoses dan
beberapa kondisi lainnya yaitu seperti cat-scratch disease, limfogranuloma
venereum, pioderma gangrenosum, dan folikel dan kista yang ruptur.1
27
bagian atas dan dikelilingi oleh sekumpulan makrofag dan limfosit. Neutrofil dan
eosinofil biasanya terdapat di sekitar zona nekrosis. Biasanya juga terlihat sel
multinukleat dan granuloma batas tegas. Biopsi dari kelenjar getah bening akan
menunjukkan gambaran yang mirip namun biasanya akan terlihat gambaran yang
lebih baik, termasuk gambaran abses ‘stellate’, yang terdiri dari zona nekrosis
dengan mengandung sejumlah besar neutrofil, dikelilingi oleh palisade dari
makrofag yang berubah dikelilingi oleh zona limfosit. Organisme mungkin akan
terlihat di dalam makrofag, terutama pada area nekrosis dan supurasi. Organisme
tersebut ditemukan pada jaringan dengan pengecatan Gram seperti Brown and
Brenn, tetapi lebih baik terlihat dengan slver staining seperti Pengecatan Warthin-
Starry. Organisme juga dapat diidentifikasi pada kelenjar getah bening atau
spesimen biopsi kulit dengan Pengecatan histokimia dengan antibodi monoklonal
yang tersedia untuk B. henselae. Deteksi dengan menggunakan rapid PCR dari
organisme penyebab dapat dilakukan dengan sampel yang fresh atau sampel
paraffin-embedded.
Diagnosis bandingnya antara lain adalah granuloma nekrobiotik, termasuk
tuberkulosis, granuloma anulare, lupus miliaris, dan lesi kutan primer yang
singkat dari limfogranuloma venereum. Abses ‘stellate’ yang ditemukan pada
kelenjar getah bening dapat ditemukan dalam beberapa kondisi seperti tularemia,
limfogranuloma venereum, dan sporotrikosis. Karenanya, deteksi organisme
dengan Pengecatan perak atau metodologi PCR adalah kunci untuk membuat
diagnosis spesifik.1
28
Gambar 31. Gambaran histopatologi cat-scratch disease. Didapatkan
gambaran granuloma supuratif dan zona nekrosis dikelilingi palisade dari sel epiteloid
dan stelata granloma ( Pengecatan HE, pembesaran 100x)16
29
pembesaran bubo akan terjadi dengan sinus yang mengering. Mungkin akan
terdapat gejala konstitusional pada tahapan ini. Eritema multiforme dan eritema
nodusum biasanya jarang terlihat. Pada tahap ketiga, biasanya lebih umum pada
wanita, meliputi sekuele dari tahap inflamasi sebelumnya. Mungkin akan terdapat
striktur rektal, pembentukan fistula, dan secara jarang terjadi elephantiasis genital
yang berhubungan lymphedema. Durasi dari penyakit ini mungkin akan lebih
lama pada pasien dengan HIV positif.
Organisme dapat diisolasi pada sistem kultur jaringan atau pada kantong
kuning telur. Metode serologi umumnya sering untuk menegakkan diagnosis.
Metode tersebut tidak dapat membedakan serotipe yang berbeda dari C.
trachomatis. Tes mikroimunofluoresens bisa mendeteksi antibodi antichlamydial
hingga pada varian serologis dari C. trachomatis.
Pada gambaran histopatologi, lesi primer umumnya tidak di biopsi.
Ulserasi biasanya muncul, dengan infiltrat padat yang mendasari sel plasma dan
limfosit. Adanya penebalan dari dinding pembuluh darah dan beberapa
pembengkakan endotel. Terowongan sinus kecil mungkin akan terlihat pada
permukaan. Beberapa gambaran sel epiteloid mungkin akan terlihat.
Karakter dari lesi pada kelenjar getah being pada tahapan kedua, dengan
pertumbuhan dari abses ‘stellate’ dengan palisade yang terbentuk dengan tidak
baik dari sel epiteloid dan histiosit. Terbentuknya sinus juga dapat terjadi. Pada
lesi tahap akhir, mungkin akan terlihat fibrosis yang bervariasi. Pada direct
immunofluorescence, dengan menggunakan fluorescein-labeled antibody dari C.
trachomatis, biasanya digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis.1
30
Gambar 34. Gambaran histopatologi LGV pada tahap kedua pada
kelenjar getah bening. Terlihat adanya abses ‘stellate’ dengan palisade sel
epiteloid dan histiosit yang terbentuk tidak sempurna, terbentuknya sinus, dan
fibrosis pada tahap lanjut. ( Pengecatan HE, pembesaran 400x)16
31
biopsi yang mendukung ke arah penyakit ini, dimana sebaiknya jaringan patologi
tidak digunakan untuk mengeksklusi diagnosis pioderma gangrenosum. Aspek
kontroversial dari histopatologi berhubungan dengan adanya (atau tidak adanya)
vaskulitis. Vaskulitis limfositik dan atau leukositoklastik vaskulitis telah
dilaporkan pada tepi lesi eritematosa pada 73% kasus. Lesi awal akan terlihat
folikel steril dan inflamasi perifolikular dengan bentukan abses intradermal. Pada
tahapan lanjut, terdapat nekrosis dengan dasar yang menunjukkan gabungan
antara sel inflamasi dengan infiltrat dengan bentukan abses. Rusaknya inflamasi
adalah bentukan khas pada tepi ulser. Proses mungkin akan berlanjut pada
subkutis. Giant cells terkadang terlihat, terutama pada kasus yang berhubungan
dengan penyakit Chrohn. Meskipun terdapat sejumlah laporan pioderma
gangrenosum dengan leukemia, adanya myeloblas pada kulit jarang
dideskripsikan.
Pada diagnosis banding, lesi ulseratif yang terbentuk dengan baik sulit
untuk dibedakan dari ulser yang disebabkan oleh penyebab lainnya. Diagnosis
spesifik paling baik pada lesi awal, yaitu ketika neutrofilik folikulitis muncul.
Pada gambaran klinis, terdapat overlapping dengan gambaran blastomycosis-like
pioderma, dimana granuloma palisading bukannya gambaran dari kondisi yang
lebih lama.1
32
Ulserasi
Neutrofil difus
33
A B
Gambar 36. Folikel dan Kista yang Ruptur A. Gambaran histopatologi folikel
yang ruptur; B. Gambaran histopatologi kista yang ruptur16
Mikroabses intradermal
Hiperplasia epitel
Gambar 38. Tuberkulosis verukosa kutis. Didapatkan hiperplasia epitel, neutrofilik
Inflamasi granulomatus
intraepitelial, mikroabses, infiltrat dermal difus dengan neutrofil yang menonjol,
34
granuloma tuberkuloid, kadang-kadang dengan caseosa, kadang-kadang ditemukan
bakteri tahan asam.3
BAB III
KESIMPULAN
35
Secara histopatologi, elemen fungi dapat terlihat dengan Pengecatan
khusus yaitu seperti periodic acid Schiff (PAS), Gomori Methenamine Silver
(GMS) dan Grocott. Granuloma fungi dengan reaksi jaringan dengan adanya
neutrofil, makrofag dan giant cells dapat terlihat.2
Perlunya untuk mempelajari gambaran histopatologi dari deep mycoses
dan penyakit-penyakit lain yang memiliki gambaran histopatologi yang
menyerupai gambaran histopatologi deep mycoses berupa pseudoepiteliomatous
hiperplasia dengan neutrofilik granuloma, dimana terdapat sekumpulan sel
epiteloid yang bercampur dengan giant cells, limfosit, sel plasma, fibroblas, dan
makrofag nonepiteloid. Berdasarkan tipe histologi granuloma dapat dibedakan
menurut sel dan perubahan lain yang terdapat pada gambaran tersebut, yaitu
sarcoidal, tuberculoid, necrobiotic (collagenolytic), suppurative, dan foreign
body.
Menurut gambaran histopatologinya deep mycoses masuk dalam
granuloma supuratif dimana terdapat sekumpulan neutrofil yang dikelilingi
granuloma. Dimana, komponen granuloma tidak selalu terbentuk dengan
sempurna.1 Gambaran histopatologi granuloma supuratif terdapat pada deep
mycoses dan pada beberapa kondisi lainnya yaitu seperti cat-scratch disease,
limfogranuloma venereum, pioderma gangrenosum, folikel dan kista yang ruptur,
dan tuberkulosis verukosa kutis.1,2
36
37