Portofolio Angioedema
Portofolio Angioedema
Angioedema
Pendamping :
dr. Rahmawati
RSUD Balangan
Kabupaten Balangan, Provinsi Kalimantan Selatan
2015
Kalimantan Selatan
N
o
1
No
Tanda Tangan
10
10
11
11
12
12
13
13
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping
( dr. Rahmawati )
PORTOFOLIO BEDAH
Nama
Peserta
Nama
Wahana
Topik
Tanggal
(kasus)
Nama
Pasien
Tgl
Presentasi
Tempat
Presntasi
No. RM
015249
-4-2015
Pendamping
dr. Rahmawati
o Keilmuan
o Keterampilan
o Penyegaran
o Tinjauan Pustaka
o Diagnostik
o Manajemen
o Masalah
o Istimewa
o Neonatus
o Bayi
o Remaj
a
o Anak
o Dewas
a
o Lansia
o Bumil
o Deskripsi :
Pasien datang dengan keluhan benjolan di vagina sejak 10 hari sebelum masuk
rumah sakit (SMRS).
o Tujuan :
- Mendiagnosis Angioedema melalui anamnesis,
pemeriksaan penunjang.
- Indikasi rawat pada penderita demam berdarah
- Melakukan perencanaan terapi yang tepat
- Kriteria pemulangan pasien Angioedema
Bahan
Bahasan:
Cara
Membaha
s:
pemeriksaan
fisik,
o Tinjauan
Pustaka
o Riset
o Kasus
o Audit
o Diskusi
o Presentasi
Kasus
o Email
o Pos
dan
1. Diagnosis :
Angioedema ec reaksi alergi obat
2. Gambaran Klinis
Pasien datang dengan keluhan gatal sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit
(SMRS). Gatal dirasakan di seluruh tubuh. Gatal timbul setelah meminum obat
mixagrip. Gatal disertai dengan bengkak di wajah dan leher. Pasien juga
mengleluhkan bibir pasien terasa bengkak. Riwayat demam disangkal. Riwayat
batuk pilek disangkal. Pasien tidak mengeluh sesak napas, pusing, nyeri badan, mual dan
muntah
3.Riwayat pengobatan:
Pasien belum pernah ke dokter/bidan/mantri.
4.Riwayat kesehatan /penyakit :
Asma (-), hipertensi (-), DM (-)
5.Riwayat keluarga :
Ibu pasien juga memiliki penyakit rhinitis alergika.
6.Riwayat pekerjaan :
Pelajar
7.Kondisi lingkungan sosial dan fisik :
Pasien tinggal di kawasan padat penduduk dengan sanitasi baik.
8.Riwayat imunisasi : Lengkap
Daftar Pustaka :
1. Djuanda, A. (2008). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
2. Goodheart H. 2013. Diognosis Fotografik & Penatalaksanaan Penyakit Kulit Edisi 3.
Jakarta : EGC
3. Veleyne A, Roujeau J-C. 2008. Urtikaria and Angioedema In :Wolff K, Goldsmith LA,
editor Fitzpatricks Dermatology In General Medicine 7th ed.
4. Sheikh, J., Najib, U. (2009). Urticaria. Emedicine, Artikel. Diakses 3 Januari 2014,
dari http://emedicine.medscape.com/article/137362-print
5. Rikyanto. (2006). Urtikaria dalam: Handout Bahan Ajar Kuliah. Yogyakarta: Fakultas
Kedokteran UMY
6. Veleyne A, Roujeau J-C. 2008. Erithema Multiforme In :Wolff K, Goldsmith LA, editor
Fitzpatricks Dermatology In General Medicine 7th ed
7. Ogundele,MD. Erythema Multiforme. February 8th
http://emedicine.medscape.com/article/762333-follow up
2010.
Avalaible
from:
Hasil Pembelajaran :
1. Memahami manifestasi klinis, derajat, serta terapi pada demam berdarah
dengue
2. Memahami indikasi rawat pada penderita demam berdarah dengue
3. Kriteria pemulangan pasien demam berdarah dengue
Follow up:
Tanggal 13-4-2015
S : bengkak di wajah dan leher (+), gatal (+),
O : N : 90 kali/menit
RR
: 24 kali/menit
T : 36
Status Lokalis a/r facialis
Inspeksi : edema palpebra (+/+), wajah bengkak (+), edema labia superior (+)
Palpasi : nyeri tekan (-), gatal (+)
A: Angioedema ec reaksi alergi obat
P: IVFD Dextrose 5 % 14 tpm (makro)
Inj. Ranitidin 2x20mg
Inj. Metylprednisolon 3x10 mg
Inj. Vicillin 4x200 mg
Po. Cetirizin 2x1 cth
Hasil Laboratorium (13/04/2015)
Hb
: 10,4 gr/dl
Eritrosit
: 3,91 juta/mm3
Leukosit
: 12.600 mm3
Hematokrit : 25,8 %
Trombosit
: 157.000
Tanggal 14-4-2015
S : bengkak di wajah dan leher (+), gatal (+),
O : N : 90 kali/menit
RR
: 24 kali/menit
T : 36
Status Lokalis a/r facialis
Inspeksi : edema palpebra (+/+), wajah bengkak (+), edema labia su
Palpasi : nyeri tekan (-)
A: Angioedema ec reaksi alergi obat
pembengkakan pada wajah yang sebagian besar terjadi di dekat mata / daerah
periorbital, mulut, tenggorokan, leher, tangan dan kaki.
Pemeriksaan fisik :
1. Keadaan umum : tampak sakit ringan
2. Kesadaran : compos mentis, GCS 15 (E4M6V5)
3. Vital sign :
a. Nadi
: 90 x/menit
b. RR
: 20 x/menit
c. Suhu
: 36,50C
4. Status gizi : kesan cukup
5. Status generalis
a. Kepala : Bentuk mesochepal, rambut warna hitam, mudah dicabut (-), luka (-)
b. Muka : tampak udem, hiperemis, eritema
c. Mata : edema palpebral (+/+), konjungtiva anemis (-/-), pupil bulat, central,
d.
e.
f.
g.
P : ictus cordis teraba pada ICS IV 1-2 cm ke arah medial midclavikula sinistra,
thrill (-), pulsus epigastrium (-), pulsus parasternal (-), sternal lift(-)
P :
Batas atas jantung
Batas kiri bawah jantung : ICS IV 1-2 cm ke arah medial midclavikula sinistra
Konfigurasi jantung (dalam batas normal)
A : bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
I : bentuk dada normal, hemithraks dektra dan sinistra simetris
P : nyeri tekan (-)
P : sonor pada kedua lapang paru
A : suara dasar vesikuler
h. Abdomen
I
: permukaan abdomen datar, caput medusa (-), venektasi (-)
A
: bising usus normal
P
: timpani seluruh lapang abdomen
P
: nyeri tekan abdomen (-)
i. Genitelia : tidak dilakukan pemeriksaan
j. Ekstremitas
Superior
Inferior
Akral dingin
-/-
-/-
Sianosis
-/-
-/-
Edema
-/-
-/-
Nyeri gerak
-/-
-/-
3. Assessment
4. Plan
IV. ETIOPATOGENESIS
Angioedemai biasa terjadi sendiri karena infeksi pada kelenjar Bartolini ataupun dari infeksi
sekunder yang berlaku pada kista Bartolini. 2,3 :
a) Infeksi langsung pada kelenjar Bartolini3
Berlaku disebabkan organisme piokokkus seperti gonokokkus dan Chlamydia
Trachomatis. Bisa juga disebabkan oleh Staphylococcus, Escheria Coli, atau
Streptococcus faecalis.5
b) Infeksi sekunder pada kista Bartolini
Obstruksi distal saluran Bartolini bisa mengakibatkan retensi cairan, dengan
dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan abses atau kista.5 Kista dapat
terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista Bartolini tidak selalu
harus terjadi sebelum abses kelenjar. Abses kelenjar Bartolini adalah abses
polimikrobial. Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab umum kista dan abses
tersebut. Infeksi pada kelenjar ini disebabkan oleh kuman gram negatif ,yaitu
golongan staphylococcus dan golongan gonococcus.2
Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk
di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar Bartolin terjadi
ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartolini biasanya tersumbat karena
berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila
saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu
sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh
kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan
membentuk suatu kista.2 Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi.1,2
Angioedemai dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri. Ini termasuk organisme
yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti Klamidia dan Gonore (Neisseria
Gonorrhea) serta bakteri yang biasanya ditemukan disaluran pencernaan, seperti
Escherichia coli. Meskipun Neisseria gonorrhoeae adalah mikroorganisme aerobik
yang dominan mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen yang paling umum.
Chlamydia trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif. Umumnya abses
ini melibatkan lebih dari satu jenis organisme. 2-5
Karena kelenjar terus menerus menghasilkan cairan, maka lama kelamaan sejalan
dengan membesarnya abses, tekanan di dalam abses semakin besar. Dinding kelenjar
mengalami peregangan dan meradang.3 Demikian juga akibat peregangan pada dinding
abses/kista, pembuluh darah pada dinding abses/kista terjepit mengakibatkan bagian yang
lebih dalam tidak mendapatkan pasokan darah sehingga jaringan menjadi mati (nekrotik).
Dibumbui dengan kuman, maka terjadilah proses pembusukan, bernanah dan menimbulkan
rasa sakit. Karena letaknya di vagina bagian luar, abses akan terjepit terutama saat duduk dan
berdiri menimbulkan rasa nyeri yang terkadang disertai dengan demam. 1 Pasien berjalan
mengegang ibarat menjepit bisul diselangkangan.3
V. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan pasien pada umumnya adalah demam, malais, benjolan, nyeri, dan
dispareunia. Penyakit ini bisa menjadi ringan sampai sering terjadi rekurens. 5 Bengkak pada
mula infeksi Angioedemai cepat membesar dalam jangka waktu beberapa jam hingga
beberapa hari. Pada abses Bartholini kelenjar merah, nyeri,dan lebih panas dari daerah
sekitarnya. Isinya cepat menjadi nanah yang dapat keluar melalui duktusnya, atau jika
duktusnya tersumbat, mengumpul di dalamnya dan menjadi abses yang kadang-kadang dapat
menjadi sebesar telur bebek.3
Adapun jika kista terinfeksi maka dapat berkembang menjadi abses Bartholini dengan
gejala klinik berupa1,5 :
Umumnya tidak disertai demam, kecuali jika terinfeksi dengan mikroorganisme
yang ditularkan melalui hubungan seksual atau ditandai dengan adanya perabaan
kelenjar limfe pada inguinal.
Pembengkakan area vulva selama 2-4 hari.
Biasanya ada sekret di vagina, kira-kira 4 sampai 5 hari pasca pembengkakan,
terutama jika infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang ditularkan melalui
hubungan seksual.
Dapat terjadi ruptur spontan.
Teraba massa unilateral pada labia mayor sebesar telur ayam, lembut,
dan berfluktuasi, atau terkadang tegang dan keras.
Indurasi biasa terjadi pada sekitar kelenjar, dan aktivitas seperti berjalan, duduk atau
melakukan hubungan seksual bisa menyebabkan rasa nyeri pada vulva.2 Kista duktus
Bartholini dan abses glandular harus dibedakan dari massa vulva lainnya. Karena kelenjar
Bartholini biasanya mengecil saat menopause, pertumbuhan vulva pada wanita
postmenopause harus dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya keganasan, khususnya jika
massa irregular, nodular dan indurasi persisten.5
VI. DIAGNOSIS
Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu diagnosis. Pada
anamnesis ditanyakan tentang gejala seperti panas, gatal, sudah berapa lama gejala
berlangsung, kapan mulai muncul, faktor yang memperberat gejala, apakah pernah berganti
pasangan seks, keluhan saat berhubungan, riwayat penyakit menular seks sebelumnya,
riwayat penyakit kulit dalam keluarga, riwayat keluarga mengidap penyakit kanker kelamin,
dan riwayat penyakit yang lainnya misalnya diabetes dan hipertensi.2
Riwayat pengobatan sebelumnya Abses Bartholini didiagnosis melalui pemeriksaan fisik,
khususnya dengan pemeriksaan dermatologi pelvis. Pada pemeriksaan fisis dengan posisi
litotomi, kista terdapat di bagian unilateral, nyeri, fluktuasi dan terjadi pembengkakan yang
eritem pada posisi jam 4 atau 8 pada labium minus posterior. Pemeriksaan gram dan kultur
jaringan dibutuhkan untuk mengidentifikasikan jenis bakteri penyebab abses dan untuk
mengetahui ada tidaknya infeksi akibat penyakit menular seksual seperti Gonorrhea dan
Chlamydia. Untuk kultur diambil swab dari abses atau dari daerah lain seperti serviks. Hasil
tes ini baru dilihat setelah 48 jam kemudian, tetapi hal ini tidak dapat menunda pengobatan.
Dari hasil ini dapat diketahui antibiotik yang tepat yang perlu diberikan.3
Selain itu direkomendasi dilakukan biopsi pada wanita lanjut usia untuk mengeliminasi
tumor atau keganasan.1,3 Jika terdapat sekret vagina atau drainase cairan, specimen ini dapat
dihantar ke laboratorium untuk pemeriksaan lanjut.1
VII. PENATALAKSANAAN
Tujuan penanganan abses bartholini adalah memelihara dan mengembalikan fungsi dari
kelenjar bartholini. Metode penanganan kista bartholini yaitu insersi word catheter untuk
kista dan abses kelenjar bartholini dan marsupialisasi untuk kista kelenjar bartholini yang
rekuren menjadi abses.1-4
a) Insisi dan drainase abses : Tindakan ini dilakukan bila terjadi
simptomatik Bartholin's gland abscesses dan jika sering terjadi rekurensi4
b) Drainase definitif menggunakan word kateter:
c) Word catheter ditemukan pertama kali pada tahun 1960-an. Merupakan
sebuah kateter kecil dengan balon yang dapat digembungkan dengan
saline pada ujung distalnya. biasanya digunakan untuk mengobati kista
dan abses Bartholin. Panjang dari kateter karet ini adalah sekitar 1 inch
dengan diameterNo.10 French Foley kateter. Balon kecil di ujung Word
catheter dapat menampung sekitar 3-4 mL larutan saline (Gambar 4).
d)
e) Gambar 4. Word catheter
f) Word catheter biasanya digunakan ada penyembuhan kista duktus bartholin dan abses
bartholin.4
g) Marsupialisasi: Digunakan juga untuk abses kelenjar bartholin karena memberi hasil
yang sama efektifnya. Marsupialisasi adalah suatu tehnik membuat muara saluran
kelenjar bartholin yang baru sebagai alternatif lain dari pemasangan word kateter.
Komplikasi berupa dispareuni, hematoma, infeksi.3,4
Proses epithelisasi pada tindakan bedah terjadi setelah 4-6 minggu, word catheter akan
dilepas setelah 4-6 minggu, meskipun epithelisasi biasa terbentuk pada 3-4 minggu. Bedrest
monoterapi
efektif
untuk N
gonorrhoeae.
Ceftriaxone
adalah
Pengobatan Medikamentosa
Antibiotik sebagai terapi empirik untuk pengobatan penyakit menular seksual
biasanya digunakan untuk mengobati infeksi gonococcal dan chlamydia.
Idealnya, antibiotik harus segera diberikan sebelum dilakukan insisi dan
drainase. Beberapa antibiotik yang digunakan dalam pengobatan abses
bartholin:
5. Ceftriaxone
Sebuah
monoterapi
efektif
untuk N
gonorrhoeae.
Ceftriaxone
adalah
8. Azitromisin
Digunakan untuk mengobati infeksi ringan sampai sedang yang disebabkan
oleh beberapa strain organisme. Alternatif monoterapi untukC trachomatis.
Dosis yang dianjurkan: 1 g PO 1x
VIII. PROGNOSIS
Prognosa penyembuhan baik. 10% dari kasus rekuren. Adalah penting untuk mengobati
pasien yang didiagnosa bersama dengan infeksi vagina sedini yang mungkin.
DAFTAR PUSTAKA:
1. Vorvick LJ, Storck S, Zieve D: Bartholins abscess, Medline plus: [Online]. 2010
[cited
6
May
2010].
Available
from:
URL:www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001489.htm
2. Schorge JO, Schaffer JI, Malvorson LM, et al. Cystic Vulvar Tumors In: Williams
Gynecology. China: Mc-Graw Hills Companies. 2008. p. 1723-1727.
3. Patil S, Sultah AH, Thakar R, et al: Bartholins Cyst and Abscess, Patient.co.uk:
[Online].
2010
[cited
18
January
2010].
Available
from:
URL:http://www.patient.co.uk/health/Bartholin%27s-Cyst-and-Abscess.htm
4. Farage MA, Maibach HI. Benign Vulvar Nodules and Tumors In: The Vulva natomy,
physiology, and pathology. New York: Informa Healthcare USA, Inc. 2006. p. 123125.
5. Burns T, Breathnach S, Cox N, et al. The Genital, Perianal, and Umbilical Regions In:
Rooks Textbook of Dermatology. Oxford, UK: Blackwell Publishing Ltd. 2010. 8th
ed. Vol 1. p.71.68.
6. Guyton AC, Hall JE. Female Physiology Before Pregnancy and Female Hormones In:
Guytons Textbook. Philadelphia, Pennsylvania: Elsivier Inc. 2006. 11th ed. p. 1023.
7. Faller A, Schunke M. Schunke G. Vestibule (Vestibulum Vaginae), Labia Majora and
Minora, and Clitoris In: The Human Body. New York: Thieme. 2004. p.496.