Anda di halaman 1dari 101

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Keberhasilan dalam pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
terlibat dalam semua kegiatan belajar mengajar. Diantara faktor-faktor tersebut
adalah siswa, guru, kebiajakan pemerintah dalam membuat kurikulum, serta
dalam proses belajar seperti metoda, sarana dan prasarana (media pembelajaran),
model,

dan

pendekatan

belajar

yang

digunakan.

Kondisi

riil

dalam

pelaksanaannya latihan yang diberikan tidak sepenuhnya dapat meningkatkan


kemampuan siswa dalam menerapkan konsep. Rendahnya mutu pembelajaran
dapat diartikan kurang efektifnya proses pembelajaran. Penyebabnya dapat
berasal dari siswa, guru maupun sarana dan prasarana yang ada, minat dan
motivasi siswa yang rendah, kinerja guru yang rendah, serta sarana dan prasarana
yang kurang memadai akan menyebabkan pembelajaran menjadi kurang efektif.
Saat sekarang ini sistem pembelajaran harus sesuai dengan kurikulum yang
menggunakan sistem KTSP (Kurikulum Tingkat Kesatuan Pendidikan). Jadi
pendidikan tidak hanya ditekankan pada aspek kognitif saja tetapi juga afektif dan
psikomotorik.
Permasalahan yang dialami dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
meliputi faktor internal dan faktor eksternal.Faktor internal yang dialamai oleh
siswa meliputi hal-hal seperti; sikap terhadap belajar, motivasi belajar,
konsentrasi

belajar,

kemampuan

mengolah
1

bahan

belajar,

kemampuan

menyimpan perolehan hasil belajar, kemampuan menggali hasil belajar yang


tersimpan, kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar, rasa percaya diri
siswa, intelegensi dan keberhasilan belajar, kebiasaan belajar dan cita-cita siswa.
Faktor-faktor internal ini akan menjadi masalah sejauh siswa tidak dapat
menghasilkan tindak belajar yang menghasilkan hasil belajar yang baik. (Dimyati
& Mudjiono, 2002).
Faktor eksternal

meliputi

hal-hal sebagai

berikut;

guru sebagai

pembimbing belajar, prasarana dan sarana pembelajaran, kebijakan penilaian,


lingkungan siswa di sekolah, dan kurikulum sekolah. Dari sisi guru sebagai
pembelajar maka peranan guru dalam mengatasi masalah-masalah eksternal
belajar merupakan prasyarat terlaksanannya siswa dapat belajar.(Dimyati &
Mudjiono, 2002)
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai bagian integral dari kurikulum
pembelajaran di persekolahan, selayaknya disampaikan secara menarik dan penuh
makna dengan memadukan seluruh komponen pemebalajaran secara efektif.
Selain itu, IPS sebagai disiplin ilmu yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap
dinamika perkembangan masyarakat. Dalam praktek pembelajarannya harus
senantiasa memperhatikan konteks yang berkembang. Pendekatan-pendekatan
pembelajaran efektif yang diambil dari teori pendidikan modern menjadi salah
satu intrumen penting untuk diperhatikan agar pembelajaran tetap menarik bagi
peserta didik serta senantiasa relevan dengan konteks yang berkembang.
Tujuan utama IPS adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental

positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil


mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari, baik yang menimpa dirinya
sendiri maupun yang menimpa masyarakat secara umum.
Untuk mencapai tujuan di atas, diperlukan strategi yang memadukan setiap
komponen pembelajaran secara integrated dan koheren. Penentuan materi yang
tepat, metode yang efektif, media dan sumber pembelajaran yang relevan serta
proses evaluasi yang dapat mengukur tingkat pencapaian proses dan hasil
terhadap tujuan pembelajaran menjadi pekerjaan utama para aktor pembelajaran
agar kegiatan belajar mengajar dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Peran pendidik yang kini mengalami pergeseran dari teacher centered menuju
student centered merupakan suatu fenomena yang memiliki makna filosofis
terhadap praktek pembelajaran di persekolahan. Oleh karenanya, guru abad
sekarang harus mampu meningkatkan profesionalismenya serta senantiasa
beradaptasi dengan dinamika perkembangan dunia pendidikan pada khususnya
dan dinamika global pada umumnya.
Hasil belajar yang merupakan daya serap siswa yang berupa kemampuan
kognitif atau kemampuan mengerjakan tes samapi sekarang masih menjadi
pedoman untuk menaikan siswa ke kelas yang lebih tinggi dan menerima siswa
atau mahasiswa baru. Oleh karena itu, mutu pendidikan yang digambarkan dalam
hasil belajar bidang studi IPS masih sangat perlu segera ditingkatkan, terutama
karena memasuki tantangan baru era globalisasi.
Media pembelajaran sebagai salah satu sumber belajar ikut membantu guru
memperkaya wawasan anak didik.

Aneka macam bentuk dan jenis media

pendidikan yang digunakan oleh guru menjadi sumber ilmu pengetahuan bagi

anak didik. Dalam menerangkan suatu benda, guru dapat membawa bendanya
secara langsung ke hadapan anak didik di kelas. Dengan menghadirkan bendanya
seiring dengan penjelasan mengenai benda itu, maka benda itu dijadikan sebagai
sumber belajar.
Kalau dalam pendidikan di masa lalu, guru merupakan satu-satunya
sumber belajar bagi anak didik. Sehingga kegiatan pendidikan cenderung masih
tradisional. Perangkat teknologi penyebarannya masih sangat terbatas dan belum
memasuki dunia pendidikan. Tetapi lain halnya sekarang, perangkat teknologi
sudah ada dimana-mana. Pertumbuhan dan perkembangannya hampir-hampir
terkendali, sehingga wabahnya pun menyusup ke dalam dunia pendidikan. Di
sekolah-sekolah kini, terutama di kota-kota besar, teknologi dalam berbagai
bentuk dan jenisnya sudah dipergunakan untuk mencapai tujuan.

Ternyata

teknologi, yang disepakati sebagai media itu, tidak hanya sebagai alat bantu,
tetapi juga sebagai sumber belajar dalam proses belajar mengajar. Media sebagai
sumber belajar diakui sebagai alat bantu auditif, visual, dan audiovisual.
Penggunaan ketiga jenis sumber belajar ini tidak sembarangan, tetapi harus
disesuaikan dengan perumusan tujuan instruksional, dan tentu saja dengan
kompetensi guru itu sendiri, dan sebagainya.
Anjuran agar menggunakan media dalam pengajaran terkadang sukar
dilaksanakan, disebabkan dana yang terbatas untuk membelinya. Menyadari akan
hal itu, disarankan kembali agar tidak memaksakan diri untuk membelinya, tetapi
cukup membuat media pendidikan yang sederhana selama menunjang tercapainya
tujuan pengajaran. Cukup banyak bahan mentah untuk keperluan pembuatan

media pendidikan dan dengan pemakaian keterampilan yang memadai untuk


tercapainya tujuan. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang
pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa
sehingga proses belajar mengajar terjadi.
Pembelajaran dengan menggunakan media Audio-visual adalah sebuah
cara pembelajaran dengan menggunakan media yang mengandung unsur suara
dan gambar, dimana dalam proses penyerapan materi melibatkan indra
penglihatan dan indra pendengaran. Umar Hamalik (1986) dan Sudirman, dkk
menyatakan media pembelajaran berfungsi sebagai :
(1) menyiarkan informasi penting; (2) memotivasi siswa dalam
pembelajaran; (3) menambah pengayaan dalam belajar; (4) menunjukkan
hubungan-hubungan antar konsep; (5) menyajikan pengalamanpengalaman yang tidak ditujukan guru; (6) membantu belajar perorangan;
(7) mendekatkan hal-hal yang ada diluar kelas ke dalam kelas.
Dengan demikian, penggunaan media pembelajaran yang bisa melibatkan lebih
dari satu indra akan berpengaruh terhadap kualitas informasi yang diterima, dan
semakin efektifnya dalam proses mengingat terhadap informasi yang sudah
diterima.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan mencoba melakukan
penelitisan dengan judul : Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Siswa dengan
Menggunakan Media Audio-Visual Pada Pelajaran IPS Di Kelas VII-A SMP
Muhammadiyah 2 Kadungora Kabutapen Garut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini


adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pembelajaran dengan menggunakan Media Audio Visual di
kelas VII-A SMP Muhammadiyah 2 Kadungora?
2. Bagaimanakah hasil belajar siswa dengan menggunakan Media Audio Visual
di kelas VII, SMP Muhammadiyah 2 Kadungora?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk memberi arah yang jelas tentang maksud dari penelitian ini dan
berdasar pada rumusan masalah yang diajukan, maka tujuan penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui proses pembelajaran dengan menggunakan Media Audio
Visual di kelas VII, SMP Muhammadiyah 2 Kadungora.
2. Untuk mengetahui hasil belajar siswa dengan menggunakan Media Audio
Visual di kelas VII, SMP Muhammadiyah 2 Kadungora.
1.4 Manfaat Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat
baik secara teoritis maupun secara praktis. Berikut penulis kemukakan manfaat
dari penelitian ini, yaitu:
1. Secara Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pembuktian bahwa
penggunaan media merupakan salah satu hal penting dalam meningkatkan

hasil belajar siswa. Terlebih lagi penggunaan media audio visual yang
memadukan antara indera pendengar dan indera penglihat
2. Secara Praktis
a. Hasil pembelajaran sebagai umpan balik untuk meningkatkan efektifitas
dan efisiensi pembelajaran
b. Meningkatkan kualitas atau mutu sekolah melalui peningkatan prestasi
siswa dan kinerja guru
c. Mendorong untuk meningkatkan profesionalisme guru.
d. Memperbaiki kinerja guru
e. Menumbuhkan wawasan berfikir ilmiah
f.

Meningkatkan kualitas pembelajaran

g. Meningkatkan minat siswa dalam memahami Materi pelajaran.


h. Memiliki rasa tanggung jawab terhadap perolehan ilmu.
i.

Memotivasi siswa untuk lebih mantap dalam belajar.

j.

Meningkatkan prestasi siswa.

k. Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam menyeraf informasi yang ada.
1.5 Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahtafsiran terhadap pokok-pokok masalah yang
diteliti, di bawah ini akan diterangkan secara operasional beberapa istilah teknis
yang dipandang penting untuk diketahui kejelasannya.
1. Peningkatan Prestasi Belajar Siswa
Peningkatan berarti mempertinggi (Purwadarman:1984).

Sedangkan

kinerja adalah suatu proses yang disusun untuk meningkatkan hasil-hasil


7

produk (Soetisna, 2000:47).

Guru merupakan pekerjaan atau jabatan

profesional, artinya tidak semua orang mampu melakukan pekerjaan tersebut


dengan baik.
Hasil belajar siswa yaitu adanya perubahan tingkah laku pada aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil belajar siswa yang dimaksud dalam
penellitian ini adalah sebagai akibat dari penggunaan media Audio Visual
pada proses pembelajaran.
2. Media Pembelajaran Audio Visual
Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan
pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran,
perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa
sehingga proses belajar mengajar terjadi.
Pembelajaran dengan menggunakan media Audio-Visual adalah sebuah
cara

pembelajaran dengan menggunakan media yang mengandung unsur

suara dan gambar, dimana dalam proses penyerapan materi melibatkan indra
penglihatan dan indra pendengaran.
3. Pembelajaran IPS
Setiap mata pelajaran tentu memiliki karakteristik yang membedakan
dari mata pelajaran yang lain, demikian juga mata pelajaran Pengetahuan
Sosial untuk SMP. Beberapa karakteristik mata pelajaran Pengetahuan Sosial,
antara lain :
a.

Pengetahuan Sosial merupakan perpaduan antara sosiologi, geografi,


ekonomi, sejarah dan kewarganegaraan.

b. Materi kajian Pengetahuan Sosial berarti dari struktur keilmuan sosiologi,


geografi, ekonomi, sejarah dan kewarganegaraan. Dari kelima struktur
keilmuan itu kemudian dirumuskan materi kajian untuk Pengetahuan
Sosial.
c.

Materi Pengetahuan Sosial juga menyangkut masalah sosial dan tematema

yang

dikembangkan

dengan

pendekatan

indispliner

dan

multidispliner. Yang dimaksud indispliner yaitu melibatkan disiplin ilmu


ekonomi, ekonomi, geografi dan sejarah. Sedangkan multidispliner yaitu
materi kajian itu mencakup aspek kehidupan masyarakat.
4. Konsep Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), disebutkan
bahwa : Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai
cabang ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik,
hukum, dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas
dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari
aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial (sosiologi, sejarah, geografi,
ekonomi, politik, hukum, dan budaya). Geografi, sejarah, dan antropologi
merupakan disiplin ilmu yang memiliki keterpaduan yang tinggi. Pembelajaran
geografi memberikan kebulatan wawasan yang berkenaan dengan wilayahwilayah, sedangkan sejarah memberikan wawasan berkenaan dengan
peristiwa-peristiwa dari berbagai periode. Antropologi meliputi studi-studi
komparatif yang berkenaan dengan nilai-nilai, kepercayaan, struktur sosial,
aktivitas-aktivitas ekonomi, organisasi politik, ekspresi-ekspresi dan spiritual,
teknologi, dan benda-benda budaya dari budaya-budaya terpilih. Ilmu politik
9

dan ekonomi tergolong ke dalam ilmu-ilmu tentang kebijakan pada aktivitasaktivitas yang berkenaan dengan pembuatan keputusan. Sosiologi dan
psikologi sosial merupakan ilmu-ilmu tentang perilaku seperti konsep peran,
kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol sosial.
5. Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), tujuan utama
Ilmu Pengetahuan Sosial adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap
mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan
terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa
dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Tujuan tersebut dapat
dicapai manakala program-program pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan
secara baik. Menurut Awan Mutakin (1998), berdasarkan rumusan tujuan
umum tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
a. Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau
lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan
kebudayaan masyarakat.
b. Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan
metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat
digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.
c. Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat
keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di
masyarakat.
d. Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta
mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil
tindakan yang tepat.
e. Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun
diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun
masyarakat.

BAB 2
10

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Belajar dan Pembelajaran


1. Hakikat Belajar dan Pembelajaran
Belajar pada prinsipnya adalah proses perubahan tingkah laku sebagai
akibat dari interaksi antara siswa dengan sumber-sumber atau obyek belajar baik
secara sengaja dirancang atau tanpa sengaja dirancang (Suliana,2005). Kegiatan
belajar tersebut dapat dihayati (dialami) oleh orang yang sedang belajar. Selain itu
kegiatan belajar juga dapat di amati oleh orang lain. Belajar yang di hayati oleh
seorang pebelajar (siswa) ada hubungannya dengan usaha pembelajaran, yang
dilakukan oleh pembelajar (guru). Pada satu sisi, belajar yang di alami oleh
pebelajar terkait dengan pertumbuhan jasmani yang siap berkembang. Pada sisi
lain, kegiatan belajar yang juga berupa perkembangan mental tersebut juga
didorong oleh tindakan pendidikan atau pembelajaran. Dengan kata lain, belajar
ada kaitannya dengan usaha atau rekayasa pembelajar. Dari segi siswa, belajar
yang dialaminya sesuai dengan pertumbuhan jasmani dan perkembangan mental,
akan menghasilkan hasil belajar sebagai dampak pengiring, selanjutnya, dampak
pengiring tersebut akan menghasilkan program belajar sendiri sebagai
perwujudan emansipasi siswa menuju kemandirian. Dari segi guru, kegiatan
belajar siswa merupakan akibat dari tindakan pendidikan atau pembelajaran.
Proses belajar siswa tersebut menghasilkan perilaku yang dikehendaki,
suatu hasil belajar sebagai dampak pengajaran. (Dimyati & Mudjiono, 2002).
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks.

11

Sebagai

tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu
terjadinya atau terjadinya proses belajar.

Proses belajar terjadi berkat siswa

memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari


oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan,
manusia, atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar. Tindakan belajar tentang
suatu hal tersebut tampak sebagai perilaku belajar yang tampak dari luar.
Tabel 2.1 : Ciri-ciri Umum Pendidikan, Belajar, dan perkembangan.
Unsur-unsur
1. Pelaku

2. Tujuan

Pendidikan
Guru sebagai
pelaku
mendidik dan
siswa yang
terdidik
Membantu iswa
untuk menjadi
pribadi mandiri
yang utuh

3. Proses

Proses interaksi
sebagai faktor
eksternal belajar
4. Tempat
Lembaga
pendidikan
sekolah dan luar
sekolah
5. Lama
Sepanjang hayat
waktu
dan sesuai
jenjang lembaga
6. Syarat
Guru memiliki
terjadi
kewibawaan
pendidikan
7.Ukuran
Terbentuk
Keberhasilan pribadi
terpelajar

12

Belajar
Siswa yang
bertindak
belajar atau
pembelajar

Perkembangan
Siswa yang
mengalami
perubahan

Memperolah
hasil belajar
dan
pengalaman
hidup
Internal pada
diri
pembelajar
Sembarang
tempat

Memperoleh
perubahan
mental

Sepanjang
hayat

Sepanjang hayat

Motivasi
belajar kuat

Kemauan
mengubah diri

Dapat
memecahkan
masalah

Terjadinya
perubahan
positif

Internal pada
diri pembelajar
Sembarang
tempat

8. Faedah

Bagi masyarakat
mencerdaskan
kehidupan
bangsa

Bagi
pembelajar
mempertingi
martabat
pribadi

Bagi pembelajar
memperbaiki
kemajuan
mental

9. Hasil

Pribadi sebagai
pembangun
yang produktif
dan kreatif

Hasil belajar
sebagai
dampak
pengajaran
dan
pengiring

Kemajuan ranah
kognitif,
akfektif, dan
psikomotorik

Adaptasi dari Monks, Knoers, (Siti Rahayu, 1989)


Apakah hal-hal di luar siswa yang menyebabkan belajar juga sukar ditentukan?
Oleh karena itu, beberapa ahli mengemukakan pandangan yang berbeda tentang
belajar.
a. Belajar Menurut pandangan Skinner
Skinner berpadangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat
orang belajar, maka responsnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak
belajar maka responsnya menurun.

Dalam belajar ditemukan adanya hal

berikut :
(i) kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulakan respons pembelajar,
(ii) respons si pembelajar, dan
(iii)

konsekuensi yang bersifat menguatkan respons tersebut.

Pemerkuat

terjadi pada stimulus yang menguatkan konsekuensi tersebut.

Sebagai

ilustrasi, perilaku respons yang baik diberi hadiah. Sebaliknya, perilaku


respons yang tidak baik diberi teguran dan hukuman.

13

Guru dapat menyusun program pembelajaran berdasarkan pandangan


Skinner.

Pandangan Skinner ini terkenal dengan nama teori Skinner.

Dalam menerapkan teori Skinner, guru perlu memperhatikan dua hal yang
penting, yaitu (i)

pemilihan stimulus yang diskriminatif, dan (ii)

penggunaan penguatan.

Sebagai ilustrasi, apakah guru akan meminta

respons ranah kognitif atau afektif. Jika yang akan dicapai adalah sekedar
menyebut ibu kota negara Republik Indonesia adalah Jakarta, tentu saja
siswa hanya dilatih menghafal.
Langkah-langkah pembelajaran berdasarkan teori kondisioning
operan sebagai berikut :
(1) Kesatu, mempelajari keadaan kelas. Guru mencari dan menemukan
perilaku siswa yang positif atau negatif.

Perilaku positif akan

diperkuat dan perilaku negatif diperlemah atau dikurangi.


(2) Kedua, membuat daftar penguat positif. Guru mencari perilaku yang
lebih disukai oleh siswa, perilaku yang kena hukuman, dan kegiatan
luar sekolah yang dapat dijadikan penguat.
(3) Ketiga, memilih dan menentukan urutan tingkah laku yang dipelajari
serta jenis penguatnya.
(4) Keempat, membuat program pembelajaran program pembelajaran ini
berisi urutan perilaku yang dikehendaki, penguatan, waktu
mempelajari perilaku, dan evaluasi. Dalam melaksanakan program
pembelajaran, guru mencatat perilaku dan penguat yang berhasil dan

14

tidak berhasil. Ketidakberhasilan tersebut menjadi catatan penting


bagi modifikasi perilaku selanjutnya. (Sumadi Suryabrata, 1991).
b. Belajar Menurut Gagne
Menurut Gagne, belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil
belajar berupa kapabilitas.

Setelah belajar orang memiliki keterampilan,

pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari (i)
stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan (ii) proses kognitif yang dilakukan
oleh pembelajar. Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif
yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi,
menjadi kapabilitas baru. Sebagai ilustrasi, siswa kelas dua SMP mempelajari
nilai luhur Pancasila. Mereka membaca berita di surat kabar tentang bencana
alam gempa bumi di Flores dan banjir di beberapa provinsi di jawa. Mereka
bersama-sama mengumpulkan bantuan bencana alam dari orang tua siswa
SMP. Mereka mampu mengumpulkan 4 kuintal beras, 100 potong pakaian,
dan uang sebesar Rp 5.000.000,00. Hasil bantuan tersebut kemudian mereka
serahkan ke Palang Merah Indonesia yang mengkoordinasi bantuan di kota
setempat. Perilaku siswa mengumpulkan sumbangan tersebut merupakan hasil
belajar nilai luhur Pancasila. Hal ini merupakan dampak pengiring.
Menurut Gagne, belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu kondisi
eksternal, kondisi inernal, dan hasil belajar.
Komponen tersebut dilukiskan dalam bagan 2.1 sebagai berikut.

15

Kondisi internal belajar

Hasil Belajar
Informasi verbal
Keterampilan intelek
Keterampilan
motorik
Sikap
Siasat kognitif

Keadaan internal dan


proses kognitif siswa

Berinteraksi dengan

Stimulus dari lingkungan

Acara Pembelajaran

Kondisi eksternal belajar

Komponen Esensial Belajar dan Pembelajaran


(Adaptasi dari Bell Gredler, 1991:188).
Bagan 2.1 melukiskan hal-hal berikut :
(1) Belajar merupakan interaksi antara keadaan inernal dan proses
kognitif siswa dengan stimulus dari lingkungan.
(2) Proses kognitif tersebut menghasilakn suatu hasil belajar. Hasil
belajar tersebut terdiri dari informasi verbal, keterampilan
intelek, keterampilan motorik, sikap dan siasat kognitif.
Kelima hasil belajar tersebut merupakan kapabilitas
siswa. Kapabilitas siswa tersebut berupa :
(1) Informasi verbal adalah kapabilitas untuk mengungkapkan
pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.
Pemilikan informasi verbal memungkinkan individu berperanan
dalam kehidupan.

16

(2) Keterampilan intelekutal adalah kecakapan yang berfungsi


untuk

berhubungan

dengan

lingkungan

hidup

serta

mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelek


ini terdiri dari diskriminasi jamak, konsep konkret dan
terdefinisi, dan prinsip.
(3) Strategi

kognitif

adalah

kemampuan

menyalurkan

mengarahakn aktivitas kognitifnya sendiri.

dan

Kemampuan ini

meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan


masalah.
(4) Keterampilan

motorik

adalah

kemampuan

melakukan

serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi,


sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
(5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek
berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.
Gagne berpendapat bahwa, dalam belajar terdiri dari tiga
tahap yang meliputi sembilan fase. Tahapan itu sebagai berikut : (i)
persiapan untuk belajar, (ii) pemerolehan dan unjuk perbuatan
(performansi), dan (iii) alih belajar. Pada tahap persiapan dilakukan
tindakan mengarahkan perhatian, pengharapan dan mendapat
kembali informasi.

Pada tahap pemerolehan dan perfomansi

digunakan untuk persepsi selektif, sandi semantik, pembangkitan


kembali dan respons, serta penguatan. Tahap alih belajar meliputi
pengisyaratan untuk membangkitkan, dan pemberlakukan secara

17

umum. Adanya tahap dan fase belajar tersebut mempermudah guru


untuk melakukan pembelajaran.
Dalam rangka pembelajaran, maka guru dapat menyusun
acara pembelajaran yang cocok dengan tahap dan fase-fase belajar.
Pola hubungan antara fase belajar dengan acara-acara pembelajaran
tersebut dapat digunakan untuk pedoman pelaksanaan kegiatan
belajar di kelas. Sudah barang tentu guru masih harus menyesuaikan
dengan bidang studi dan kondisi kelas yang sebenarnya. Guru dapat
memodifikasi seperlunya.
Tabel 2.2 : Hubungan antara Fase Belajar dan Acara Pembelajaran
Persiapan
Persiapan untuk
belajar

Fase belajar
1.Mengarahkan
perhatian

2. Ekspektansi

Pemerolehan dan
unjuk perbuatan

Retrival dan alih

3.Retrival
(infromasi dan
keterampilan
yang relevan
untuk memori
kerja)
4.Persepsi selektif
atas sifat
stimulus
5.Sandi semantik
6.Retrival dan
respons
7. Penguatan
8.Pengisyaratan
9.Pemberlakuan
secara umum
18

Keterangan
Acara pembelajaran
Menarik perhatian siswa
dengan kejadian yang tidak
seperti biasanya, pertanyaan
atau perubahan stimulus.
Memberitahu siswa
mengenai tujuan belajar
Merangsang siswa agar
mengingat siswa agar
mengingat kembali hasil
belajar (apa yang telah
dipelajari) sebelumnya.
Menyajikan stimulus yang
jelas sifatnya
Memberikan bimbingan
belajar
Memunculkan perbuatan
Siswa
Memberikan balikan
informatif
Meningkatkan retensi dan
alih belajar

(Belajar Menurut Pandangan Gagne)

c. Belajar Menurut Pandangan Piaget


Piaget berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab
individu melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan. Lingkungan
tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan
maka fungsi intelek semakin berkembang.
Selanjutnya menurut Piaget (Dahar, 1996) perkembangan intelektual
melalui tahap-tahap berikut. (i) sensori motor (0: 0-2; 0 tahun), (ii) praopterasional (2: 0-7; 0 tahun), (iii) operasional konkret (7: 0-11: 0 tahun), dan
(iv) operasi format (11: 0-ke atas).
Pada tahap sensori motor anak mengenal lingkungan dengan
kemampuan sonsorik dan motorik.

Anak mengenal lingkungan dengan

penglihatan, penciuman, pengengaran, perabaan dan menggerak-gerakannya.


Pada tahap pra-operasional. Anak mengembalikan diri pada persepsi tentang
realitas. Ia telah mampu menggunakn simbol, bahasa, konsep sederhana,
berpartisipasi, membuat gambar, dan menggolong-golongkan. Pada tahap
operasi konkret anak dapat mengembangkan pikiran logis. Ia dapat mengikuti
penalaran logis. Walau kadang-kadang memecahkan masalah secara trial
and error. Pada tahap operasi formal anak dapat berpikir abstrak seperti
pada orang dewasa.
Pengetahuan dibangun dalam pikiran.

Setiap individu membangun

sendiri pengetahuannya. Pengetahuan yang dibangun terdiri dari tiga bentuk,

19

yaitu pengetahuan fisik, pengetahuan logika-matematik, dan pengetahuan


sosial.
Belajar pengetahuan meliputi tiga fase.

Fase-fase itu adalah fase

eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Dalam fase pengenalan


konsep, siswa mengenal konsep yang ada hubungannya dengan gejala.
Dalam fase aplikasi konsep, siswa menggunakan konsep untuk meneliti gelaja
lain lebih lanjut.
Menurut Piaget, pembelajaran terdiri dari empat langkah berikut :
(1) Langkah satu :
sendiri.

Menentukan topik yang dapat dipelajari oleh anak

Penentuan topik tersebut dibimbing dengan beberapa

pertanyaan, seperti berikut :


(a) Pokok bahasana manakah yang cocok untuk eksperimentasi?
(b) Topik manakah yang cocok untuk pemecahan masalah dalam situasi
kelompok?
(c) Topik manakah yan dapat disajikan pada tingkat manipulasi secara
fisik sebelum secara verbal?
(2) Langkah dua : Memilih atau mengembangkan aktivitas kelas dengan
topik tersebut. Hal ii dibimbing dengan pertanyaan seperti :
(a) Apakah aktivitas itu memberi kesempatan untuk melaksanakan
nictode eksperimen?
(b) Dapatkah kegiatan itu menimbulkan pertanyaan siswa?
(c) Dapatkah siswa membandingkan berbagai cara bernalar dalam
mengikuti kegiatan di kelas?

20

(d) Apakah masalah tersebut merupakan masalah yang tidak dapat


dipecahkan atas dasar pengisyaratan perseptual?
(e) Apakah aktivitas itu dapat menghasilkan aktivitas fisik dan kognitif?
(f) Dapatkah aktivitas itu dapat memperkaya konstruk yang sudah
dipelajari?
(3) Langkah tiga :

Mengetahui adanya kesempatan bagi guru untuk

mengemukakan pertanyaan, yang menunjang proses pemecahan masalah.


Bimbingan pertanyaan berupa:
(a) Pertanyaan lanjut yang memancing berpikir seperti bagaimana
jika?
(b)Memperbandingkan materi apakah yang cocok untuk menimbulkan
pertanyaan spontan?
(4) Langkah empat : Menilai pelaksanaan tiap kegiatan, memperhatikan
keberhasilan, dan melakukan revisi. Bimbingan pertanyaan berupa:
(a) Segi kegiatan apakah yang menghasilkan minat dan keterlibatan
siswa yang besar?
(b) Segi kegiatan manakah yang tidak menarik, dan apakah alternatifnya?
(c) Apakah aktivitas itu memberi peluang untuk mengembangkan siasat
baru untuk penelitian atau meningkatkan siasat yang sudah
dipelajari?
(d) Apakah kegiatan itu dapat dijadikan modal untuk pembelajaran lebih
lanjut?

21

Secara singkat, Piaget menyarankan agar dalam pembelajaran guru


memilih masalah yang berciri kegiatan prediksi, ekperimental, dan
eksplanasi (Bell Bredler, 1991 : 3001-357).
d. Belajar Menurut Rogers
Rogers menyayangkan praktek pendidikan di sekolah tahun 1960-an.
Menurut pendapatnya, praktek pendidikan menitikberatkan pada segi
pengajaran, bukan pada siswa yang belajar. Praktek tersebut ditandai oleh
peran guru yang dominan dan siswa hanya menghafalkan pelajaran.
Rogers mengemukakan pentingnya guru memperhatikan prinsip
pendidikan. Prinsip pendidikan dan pembelajaran tersebut sebagai berikut :
(1) Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan wajar untuk belajar. Siswa
tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
(2) Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.
(3) Pengorganisasisan bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan
dan ide baru, sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
(4) Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang
proses-proses belajar, keterbukaan belajar mengalami sesuatu, bekerja
sama dengan melakukan pengubahan diri terus-menerus.
(5) Belajar yang optimal akan terjadi, bila siswa berpartisipasi secara
bertanggung jawab dalam proses belajar.
(6) Belajar mengalami (experiental learning) dapat terjadi, bila siswa
mengevaluasi dirinya sendiri. Belajar mengalami dapat memberi peluang

22

untuk belajar kreatif, self evaluation dan kritik diri. Hal ini berarti bahwa
evaluasi dari instruktur bersifat sekunder.
(7) Belajar mengalami menuntut keterlibatan siswa secara penuh dan
sungguh-sungguh.
Rogers mengemukakan saran tentang langkah-langkah pembelajaran
yang perlu dilakukan oleh guru. Saran pembelajaran itu meliputi hal berikut :
(1) Guru memberi kepercayaan kepada kelas agar kelas memilih belajar
secara terstruktur,
(2) Guru menggunakan metode simulasi,
(3) Guru menggunakan metode inquiri, atau belajar menemukan (discovery
learning).
(4) Guru menggunakan metode simulasi,
(5) Guru mengadakan latihan kepekaan agar siswa mampu menghayati
perasaan dan berpartisipasi dengan kelompok lain.
(6) Guru bertindak sebagai fasilitator belajar.
(7) Sebaiknya guru menggunakan pengajaran berprogram, agar tercipta
peluang bagi siswa untuk timbulnya kreativitas (Snelbecker, 1974: 483494; Skager, 1984: 33; Bergan dan Dunn, 1976: 122-128).
Keempat pandangan tentang belajar tersebut merupakan bagian kecil dari
pandangan yang ada. Untuk kepentingan pembelajaran, para guru dan calon
guru masih harus mempelajari sendiri dari psikologi belajar. Di samping itu,
para guru masih perlu memilih teori yang relevan bagi bidang studi
asuhannya.

Guru juga perlu memodifikasi secara praktis sesuai dengan

kondisi perilaku siswa belajar.

23

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran


merupakan aktivitas yang paling utama.

Ini berarti bahwa keberhasilan

pencapaian

tergantung

tujuan

pendidikan

banyak

terhadap

kualitas

pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Pemahaman seorang guru terhadap


pengertian pembelajaran akan mempengaruhi cara atau metode guru itu
mengajar.
Dari berbagai definisi yang dikemukakan oleh pakar-pakar, secara
umum dapat diartikan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses
perubahan dalam perilaku sebagai hasil interaksi antara dirinya dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Secara lengkap,

Surya, (2003 : 7) menjelaskan pengertian pembelajaran dapat dirumuskan


sebagai berikut: pembelajaran ialah suatu proses yang dilakukan oleh
individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara
keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya.
2.

Masalah-masalah dalam Belajar


Suryabrata (1984) mengklasifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar sebagai berikut :
1. Faktor-faktor yang berasal dari luar diri pelajar, dan ini masih lagi
digolongkan menjadi dua golongan, yaitu :
a. Faktor-faktor non-sosial
Kelompok faktor-faktor ini boleh dikatakan juga tidak terbilang
jumlahnya, seperti misalnya : keadaan suhu, suhu udara, cuaca, waktu
24

(pagi, siang atau malam), tempat (letaknya, pergedungannya), alat-alat


yang dipakai untuk belajar (alat tulis, buku, alat peraga, dan sebagainya
yang dapat kita sebut sebagai alat pelajaran).
b. Faktor-faktor sosial
Yang dimaksud dengan faktor sosial disini adalah faktor manusia
(semua manusia), baik manusia itu hadir maupun kehadirannya itu dapat
disimpulkan, jadi tidak langsung hadir. Kehadiran orang atau orang-orang
lain pada waktu seseorang sedang belajar, banyak kali mengganggu
belajar itu; misalnya kalau satu kelas murid sedang melaksanakan ujian,
lalu banyak anak-anak lain bercakap-cakap di samping kelas, atau
seseorang sedang belajar di kamar, satu atau dua orang hilir mudik keluar
masuk kamar belajar itu dan sebagainya.
Selain kehadiran yang langsung seperti yang dikemukakan di atas,
mungkin juga orang lain itu hadir tidak secara langsung atau dapat
disimpulkan kehadirannya; misalnya saja potret dapat merupakan
representasi dari seseorang, suara nyanyian yang dihidangkan lewat radio
maupun tape recorder juga dapat merupakan representasi bagi kehadiran
seseorang.
2. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri pelajar, dan ini pun dapat lagi
digolongkan menjadi dua golongan yaitu :
a. Faktor-faktor fisiologi
Faktor-faktor fisiologi ini masih dapat lagi dibedakan menjadi dua macam,
yaitu :

25

1) Keadaan tonus jasmani pada umumnya


Keadaan tonus jasmani pada umumnya ini dapat dikatakan
melatar belakangi aktivitas belajar, keadaan jasmani yang segar akan
lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang kurang segar, keadaan
jasmani yang lelah lain pengaruhnya dari pada yang tidak lelah.
Dalam hubungannya dengan hal ini ada dua hal yang perlu
dikemukakan yaitu :
(a) Nutrisi harus cukup karena kekurangan kadar makanan ini akan
mengakibatkan kurangnya tonus jasmani, yang pengaruhnya dapat
berupa kelesuan, lekas mengantuk, lekas lelah dan lain sebagainya.
(b) Beberapa penyakit yang kronis sangat mengganggu belajar itu.
2) Keadaan fungsi-fungsi fisiologi tertentu terutama fungsi-fungsi alat
indra.
b.

Faktor-faktor psikologi
Arden N. Frandsen (dalam S. Suryabrata, 1984) mengatakan bahwa
hal yang mendorong seseorang untuk belajar adalah sebagai berikut:
1) Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas
2) Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru,
dan teman-teman.
3) Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan
usaha yang baru, baik dengan kooperasi maupun kompetensi
4) Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai
pelajaran
5) Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar.

26

2.2 Media Pembelajaran


1.

Pengertian Media
Media pengajaran atau alat peraga lebih dikenal sebagai salah satu alat
bantu pengajaran. Dikatakan sebagai alat karena fungsinya sebagai alat untuk
membantu guru dalam memperlancar jalannya pengajaran, sehingga dapat
memperjelas pemahaman siswa terhadap materi yang sedang dipelajari. Alat
bantu tersebut merupakan cara untuk menyajikan suatu materi pelajaran melalui
peragaan. Hidayat (1991:107), menyatakan bahwa yang dimaksud dengan media
pengajaran ialah suatu alat yuang dipergunakan dalam proses penyampaian
pengajaran kepada siswa untuk membantu mempermudah, memperlancar
jalannya pengajaran sehingga materi dapat dipahami oleh siswa.
Sadiman (1984 : 7) mengatakan bahwa, Media adalah segala sesuatu
yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima,
sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian
siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar mengajar terjadi dengan efektif
dan efisien.
Sehubungan dengan itu, Hastuti (1986 : 177) berpendapat bahwa Media
berasal dari bahasa Latin dengan bentuk jamak medium yang berarti perantara,
maksudnya segala sesuatu yang membawa pesan dari suatu sumber untuk
disampaikan kepada penerima pesan. Hamalik (1994:12) memberikan
pengertian bahwa media adalah alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam
rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa
dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.

27

Menurut Subiakto (1993 : 206), yang dimaksud dengan alat atau media
dalam pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial adalah segala alat yang dapat
digunakan oleh guru atau pengajar serta pelajar untuk mencapai tujuan-tujuan
yang telah ditentukan.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan media dalam pengajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial adalah suatu alat atau perantara yang dipergunakan oleh guru
untuk menyampaikan materi pelajaran atau menyalurkan pesan dari pengirim ke
penerima sehingga dapat merangsang minat dan perhatian siswa dalam kegiatan
proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan.
Kedudukan media pengajaran dalam proses belajar mengajar itu memegang
peranan penting sebagai alat bantu untuk menciptakan proses belajar mengajar
ditandai dengan adanya beberapa unsur antara lain: tujuan, bahan, metode, dan
alat serta evaluasi. Unsur metode dan alat atau media merupakan unsur yang tidak
bisa dilepaskan dari unsur lainnya yang berfungsi sebagai cara atau teknik untuk
mengantarkan bahan pelajaran agar sampai kepada tujuan. Dalam pengajaran,
tujuan, media atau alat memegang peranan yang sangat penting, sebab dengan
adanya media tersebut bahan pelajaran dapat dengan mudah dipahami oleh siswa.
Sejalan dengan fungsi media pembelajaran, Sudhana (1987 :100)
berpendapat:
Ada enam fungsi pokok dari media pengajaran, yaitu :
1) Sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang
efektif.
2) Salah satu unsur yang harus dikembangkan guru.
3) Penggunaannya integral dengan tujuan dan isi pelajaran.
4) Sebagai alat hiburan untuk menarik minat siswa.
5) Untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam
menangkap pengertian yang diberikan oleh guru.
6) Untuk mempertinggi mutu belajar mengajar.
28

Namun hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan media dalam


pengajaran adalah prinsip tidak ada satu media pun yang paling baik untuk
keseluruhan masalah atau tujuan pengajaran. Sebab setiap media memiliki
karakteristik yang berbeda, yang masing-masing mempunyai kelebihan dan
kekurangannya. Oleh karena itu, dalam pemilihan media harus disesuaikan
dengan tujuan, kemampuan siswa, sifat materi, dan kemampuan guru dalam
menjalankan media tersebut. Jadi, sebenarnya tidak ada suatu media pun yang
dapat dipergunakan oleh segala macam situasi dan kondisi.
Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa media merupakan suatu alat yang
menjadi pengantar dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Dengan demikian,
yang dimaksud dengan media pengajaran bahasa Indonesia adalah alat yang dapat
dipergunakan oleh guru dan siswa dalam proses belajar mengajar untuk mencapai
tujuan pengajaran yang diharapkan.
2.

Media Audio Visual


Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan
pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar
mengajar terjadi.
Pembelajaran dengan menggunakan media Audio-visual adalah sebuah
cara pembelajaran dengan menggunakan media yang mengandung unsur suara dan
gambar, dimana dalam proses penyerapan materi melibatkan indra penglihatan dan
indra pendengaran. Dalam proses belajar mengajar media pembelajaran berfungsi
sebagai:1) menyiarkan informasi penting ; 2) memotivasi siswa dalam
29

pembelajaran; 3) menambah pengayaan dalam belajar; 4) menunjuka hubungan


hubungan antar konsep; 5) menyajikan pengalaman-pengalamn yang tidak
ditunjukan guru; 6) membantu belajar perorangan; 7) mendekatkan hal-hal yang
ada diluar kelas kedalam kelas.
O. Hamalik (1982) dan Sudirman, dkk mengelompokan media berdasarkan
jenisnya dalam beberapa kelompok :
1. Media auditif yaitu media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja,
seperti tepe recorder.
2. Media visual yaitu media yang hanya mengandalkan indera penglihatan dalam
wujud visual.
3. Media audio visual yaitu media yang mempunyai unsur suara dan gambar.
Dalam sebuah penelitian bahwa penerimaan informasi sebelum menjadi
ilmu pengetahuan dalam diri kita itu diawali melalui proses indra. Menyadur
pendapat Vernon A. Magnesen bahwa dalam kegiatan belajar, sebuah ilmu
pengetahuan bisa di terima oleh indra kita ternyata memiliki tingkatan prosentase
yang berbeda, dengan pengklasifikasian sebagia berikut:
10% dari apa yang kita baca
20% dari apa yang kita dengar
30% dari apa yang kita lihat
50% dari apa yang kita lihat dan dengar
70% dari apa yang kita katakan
90% dari apa yang kita katakan dan lakukan

30

Aristoteles mengusulkan bahwa model pendidikan awal berasal dari


serapan indra. Dan masing-masing indra mempunyai kontribusi yang berbeda.
Penggabungan indra-indra dalam proses belajar akan menambah daya serap siswa.
Dengan demikian penggunaan media belajar audio-visual akan merangsang
keterlibatan indra penglihatan dan pendengaran dan juga suasana diri (mood)
sehingga akan memudahkan dalam penyerapan informasi yang pada akhirnya akan
di simpan di otak dalam memori.
2.3 Pembelajaran IPS
1.

Pengertian Pendidikan IPS


Istilah IPS merupakan sub program pendidikan pada tingkat pendidikan
dasar dan menengah, oleh karena itu lahirlah Pendidikan IPS (dan Pendidikan
IPA). Istilah ini adalah penegasan dan akibat dari istilah IPS-IPA saja agar bisa
dibedakan dengan pendidikan tinggi di Universitas. Namun, menurut Al Mukhtar
(1991: 47), mata pelajaran ilmu-ilmu sosial sendiri, sudah ada jauh sebelum
digunakan istilah IPS seperti yang terdapat dalam kurikulum 1962 dan 1968.
Istilah lain yang muncul selain dari nama Pendidikan IPS ini adalah Studi
Sosial. Istilah ini diperkenalkan di Indonesia pada Tahun 1971, pada Seminar
Nasional Civics Education di Tawangmangu - Solo, sebagai terjemahan dari
istilah Social Studies yang telah digunakan di Amerika untuk mata pelajaran ini
dalam kurikulum Sekolahnya (Al Mukhtar, 1991: 48). Kendatipun istilah ini
tidak dijadikan nama bagi Pendidikan IPS, namun menurut Al Mukhtar, istilah ini
terus berkembang sebagai sebutan konseptual dalam pembaharuan pendidikan
IPS yang secara operasional lebih berperan sebagai pendekatan dalam
pengembangan kurikulum Pendidikan IPS.
31

Nama-nama lainnya yang identik dengan penamaan Pendidikan IPS


(PIPS) dan Studi Sosial ini masih menurut Al Mukhtar (2001; 24-49), adalah Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS), Pendidikan Ilmu Sosial (PIS), dan Ilmu Sosial Dasar
(ISD). Setiap istilah yang digunakan, merupakan cerminan dari dasar pemikiran
serta visi, misi dan arah pengembangannya, terutama tujuan dari setiap program.
Namun, secara umum orang mengidentikkan IPS dan PIPS adalah sebutan untuk
program pendidikan IPS di tingkat dasar dan menengah, sedangkan Studi Sosial,
Pendidikan Ilmu Sosial dan Ilmu Sosial Dasar, adalah nama-nama untuk program
pendidikan yang biasa dilaksanakan di tingkat Perguruan Tinggi.
Sekalipun diajarkan di tingkatan yang berbeda, namun dua-duanya tetap
mempunyai kesamaan, yakni sama-sama berbasiskan ilmu sosial, sedangkan
perbedaannya terdapat dalam segi kedalaman dan keluasan isi materi, serta tujuan
akhir dilaksanakannya program tersebut.
Perbandingan pendidikan IPS untuk tingkat Dasar dan Menengah dan di
Perguruan Tinggi, digambarkan oleh Somantri (2001:103) sebagai berikut:
Pendidikan IPS untuk tingkat Dasar dan Pendidikan IPS untuk FPIPS dan
Menengah
jurusan IPS FKIP
Pendidikan
IPS
merupakan Pendidikan IPS adalah seleksi dari
penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan struktur disiplin akademik ilmu-ilmu
modifikasi dari disiplin akademis ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan
sosial yang diorganisasikan dan disajikan disajikan secara ilmiah (dan psikologis)
secara ilmiah dan pedagogis psikologis untuk mewujudkan tujuan pendidikan
untuk tujuan institusional pendidikan dasar FPIPS, dalam kerangka pencapaian
dan
menengah,
dalam
kerangka tujuan pendidikan nasional yang
mewujudkan tujuan pendidikan nasional berdasarkan Pancasila.
yang berdasarkan Pancasila.
Perbandingan Pend. IPS untuk tingkat Dasar & Menengah dengan di Perguruan
Tinggi.

32

Di sekolah-sekolah Amerika sendiri yang sampai saat ini dianggap


sebagai salah satu sumber utama dalam pendidikan IPS (studi sosial) di Indonesia
ternyata mempunyai tiga tradisi dalam memandang (pendekatan) pendidikan IPS
untuk proses pembelajaran di tingkat persekolahannya R.D. Barr et al. dalam
David T. Nayloretal. (1987:35-37).
Pertama, ada yang memandang IPS sebagai Pendidikan Kewarganegaraan
yang bertujuan membentuk warga negara yang baik melalui penanaman nilainilai yang baik sebagai kerangka dasar pengambilan keputusan. Kedua,
memandang IPS sebagai Ilmu Sosial yang bertujuan untuk membentuk warga
negara yang baik melalui pengambilan keputusan yang mendasar, dengan
penguasaan konsep ilmu sosial, proses dan problem sosial. Ketiga memandang
IPS sebagai Reflektif Inkuiri yang bertujuan untuk membentuk warga negara
yang baik melalui kesiapan dalam proses penelitian yang mana pengetahuan itu
didapatkan dengan cara mengetahui/memahami kebutuhan-kebutuhan warga
negara untuk membuat keputusan dan memecahkan permasalahannya.
Penggunaan metode pada ketiga pendekatan IPS ini pun sangat berbeda
antara satu dengan yang lainnya. Pada pendekatan IPS sebagai pendidikan
kewarganegaraan, metode yang digunakannya adalah penanaman nilai dan
konsep dengan teknik membaca, ceramah dan membahas tanya jawab dan
contoh-contoh pemecahan masalah. Pada pendekatan IPS sebagai ilmu sosial,
diserahkan pada tiap ilmu itu sendiri, karena tiap-tiap ilmu sosial tersebut
mempunyai

metodenya

sendiri-sendiri

dalam

menguji

pengetahuannya.

Sedangkan pada pendekatan IPS sebagai Reflektif Inkuiri, metode yang


digunakannya adalah memberikan kesiapan pada siswa untuk mengambil
33

keputusan secara terstruktur dan disiplin, yang bertujuan untuk mengidentifikasi


masalah dan merespon konflik melalui alat tes kognitif.
Adapun mengenai isi materinya, untuk pendekatan IPS sebagai
pendidikan kewarganegaraan, materinya merupakan hasil seleksi yang telah
ditafsirkan oleh guru dengan keahliannya yang berfungsi memaparkan nilai-nilai,
sikap dan kepercayaan. Pada pendekatan IPS sebagai pendidikan ilmu sosial,
materinya yang tepat adalah mengajarkan struktur, konsep, problem dan prosesproses ilmu sosial. Sedangkan pada pendekatan IPS sebagai reflektif inkuiri
materinya adalah menganalisis nilai-nilai individual warga negara serta masalahmasalah sosial yang timbul.
Somantri dalam bukunya Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS
(2001: 73, 92 dan 103), juga mencatat beberapa definisi dari Social Study
(Pendidikan IPS) ini, termasuk menurut Somantri sendiri adalah sebagai berikut:
1. Menurut National Commission on Social Studies (NCSS) :
The term social studies is used to include history, economics,
anthropology, sociology, civics, geography and all modifications of
subjects whose content as well as aim is social. In all content definitions,
the social studies is conceived as the subject matter of the academic
disciplines somehow simplified, adapted, modified, or selected for school
instruction.
2. Menurut Somantri :
a. Suatu penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial, ideologi negara dan
disiplin ilmu lainnya serta masnlah-masalah sosial terkait, yang
diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis, untuk
tujuan pendidikan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.
b. Penyederhanaan, adaptasi, seleksi dan modifikasi dari disiplin
akademis ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan
secara ilmiah dan pedagogis-psikologis, untuk tujuan institusional
pendidikan dasar dan menengah, dalam kerangka mewujudkan
tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila
3. Menurut Rumusan Forum Komunikasi II HISPIPSI Tahun 1991 versi
pendidikan dasar dan menengah :
Pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmuilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorga34

nisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk


tujuan pendidikan.
4. Menurut versi IPS jurusan Pendidikan IPS :
Pendidikan IPS adalah seleksi dari disiplin-disiplin ilmu sosial dan
humaniora serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan
disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan.
Sedangkan Djahiri dalam bukunya Pengajaran Studi Sosial / IPS (1983: 2)
mengartikan Pendidikan IPS sebagai:
Ilmu Pengetahuan yang memadukan sejumlah konsep pilihan dari cabangcabang ilmu sosial dan ilmu lainnya, serta kemudian diolah berdasarkan
prinsip pendidikan dan didaktik, untuk dijadikan program pengajaran pada
tingkat persekolahan. Jadi, IPS atau Studi Sosial konsep-konsepnya
merupakan konsep pilihan berdasarkan kriteria tertentu dari berbagai ilmu,
lalu dipadu dan diolah secara didaktis pedagogis kearah kecocokannya
dengan siswa, baik aspek pribadi maupun aspek sosial serta ekologisnya.
Dari beberapa pengertian tersebut di atas, kita dapat menarik kesimpulan.
bahwa betapapun secara redaksional pengertian Pendidikan IPS itu berbeda
antara satu dengan yang lainnya, namun dilihat dari substansinya, tampak jelas
bahwa pengertian-pengertian itu mempunyai substansi yang sama. Namun
demikian, untuk ditingkat pendidikan dasar dan menengah Indonesia, rumusan
Forum Komunikasi II HISPIPSI Tahun 1991 versi pendidikan dasar dan
menengah tampaknya lebih cocok dianut di Indonesia.
2.

Karakteristik Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial


1. Karakteristik IPS
Setiap mata pelajaran tentu memiliki karakteristik yang membedakan
dari mata pelajaran yang lain, demikian juga mata pelajaran Pengetahuan
Sosial untuk SMP.
Beberapa karakteristik mata pelajaran Pengetahuan Sosial antara lain:

35

a. Pengetahuan Sosial merupakan perpaduan antara sosiologi, geografi,


ekonomi, sejarah dan kewarganegaraan.
b. Materi kajian Pengetahuan sosial berasal dari struktur keilmuan sosiologi,
geografi, ekonomi, sejarah dan kewarganegaraan. Dari kelima struktur
keilmuan itu kemudian dirumuskan materi kajian untuk Pengetahuan Sosial.
c. Materi Pengetahuan Sosial juga menyangkut masalah sosial dan tema-tema
yang dikembangkan dengan pendekatan indisipliner dan multidisipliner.
Yang dimaksud indisipliner yaitu melibatkan disiplin ilmu ekonomi,
ekonomi, geografi, dan sejarah. Sedangkan yang dimaksud dengan
multidisipliner yaitu materi kajian itu mencakup aspek kehidupan
masyarakat.
d. Materi

Pengetahuan

masyarakat

Sosial

menyangkut

peristiwa

dan

perubahan

masa lalu dengan sebab akibat dan kronologis, masalah-

masalah sosial dan isu-isu global yang terjadi di masyarakat.


2. Fungsi Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran
Pengetahuan

Sosial

Geografi

adalah

salah

satu

program

untuk

mengembangkan pengetahuan, keterampilan siswa dalam menggunakan dan


memanfaatkan peta dalam kehidupan sehari-hari.
Standar

kompetensi

ini

disiapkan

dengan

mempertimbangkan

kedudukan dan fungsi Pengetahuan Sosial Geografi, sebagai hasil cipta


intelektual dalam pemanfaatan peta yang berkonsekuensi pada fungsi dan
tujuan mata pelajaran Pengetahuan Sosial Geografi sebagai :

36

a.

Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meraih dan


mengembangkan ilmu pengetahuan teknologi dan sosial.

b.

Sarana penyebarluasan informasi geografis Indonesia untuk berbagai


keperluan.

c.

Sarana pengembangan penalaran

d.

Sarana pemahaman letak suatu daerah, negara sampai dunia.

3. Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial


Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial adalah untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di
masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala
ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi
sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa
masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program
pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik. Menurut Awan Mutakin
(1998), berdasarkan rumusan tujuan umum tersebut dapat dirinci sebagai
berikut:
a.

Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau


lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan

b.

kebudayaan masyarakat.
Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan
metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat

digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.


c.
Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta
membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang
berkembang di masyarakat.
37

d.

Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta


mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil

e.

tindakan yang tepat.


Mampu mengembangkan

berbagai

potensi

sehingga

mampu

membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab


membangun masyarakat.
4. Nilai-nilai yang dikembangkan dalam IPS
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam Ilmu Pengetahuan Sosial
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Nilai Ketuhanan
Materi

pembelajaran

apapun

dalam

pendidikan

IPS

wajib

berlandaskan kepada nilai ketuhanan. Nilai ketuhanan merupakan nilai


transendental yang menjadi core value dari sistem nilai yang ada.
b. Nilai Edukatif
Salah satu tolak ukur keberhasilan pelaksanaan pendidikan IPS
adalah adanya perubahan tingkah laku sosial peserta didik kearah yang
lebih baik. Proses pembelajaran IPS tiidak hanya terbatas di kelas dan
sekolah pada umumnya melainkan lebih jauh dari itu dilaksanakan dalam
kekhidupan sehari-hari.

c. Nilai Praktis
Pembelajaran tidak memiliki makna yang dalam jika tidak memiliki nilai
praktis. Pokok bahasan IPS tidak hanya konsep teoritis belaka, melainkan
digali dari kehidupan sehari-hari yang bersifat kontekstual.

38

d. Nilai Teoritis
Pembelajaran IPS tidak hanya menyajikan fakta dan data yang terlepas dari
kerangka teoritis, melainkan dibina dan dikembangkan kemampuan nalar
kearah sense of rality, sense of discovery, sense of inquiry, serta
kemampuan mengajukan hipotesis terhadap suatu masalah.
e. Nilai Filsafat
Menumbuhkan kemampuan merenung tentang eksistensi dan pernannya di
tengah masyarakat, sehingga tumbuh kesadaran mereka selaku anggota
masyarakat dan sebagai makhluk sosial
f. Nilai Kemanusiaan.
Nilai-nilai kemanusiaan seperti kasih sayang, tanggung jawab, kejujuran,
kedamaian, tanpa kekerasan, dan sebagainya perlu disaampaikan secara
terpadu dalam pembelajaran IPS, sehingga dihasilkan kualitas lulusan yang
unggul (human excellence) atau manusia utuh/kaffah sesuai dengan citacita pendidikan nasional.
5. Konsep Pembelajaran Terpadu dalam Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Pendekatan pembelajaran terpadu dalam IPS sering disebut dengan
pendekatan interdisipliner. Model pembelajaran terpadu pada hakikatnya
merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik
secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan
konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik (Depdikbud, 1996:3).
Selah satu di antaranya adalah memadukan Kompetensi Dasar.
Dengan pembelajaran terpadu peserta didik dapat memperoleh
pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima,

39

menyimpan,

dan

memproduksi

kesan-kesan

tentang

hal-hal

yang

dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat


menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari.
Dalam pendekatan pembelajaran terpadu, program pembelajaran
disusun dari berbagai cabang ilmu dalam rumpun ilmu sosial. Pengembangan
pembelajaran terpadu, dalam hal ini, dapat mengambil suatu topik dari suatu
cabang ilmu tertentu, kemudian dilengkapi, dibahas, diperluas, dan
diperdalam dengan cabang-cabang ilmu yang lain. Topik/tema dapat
dikembangkan dari isu, peristiwa, dan permasalahan yang berkembang. Bisa
membentuk permasalahan yang dapat dilihat dan dipecahkan dari berbagai
disiplin atau sudut pandang, contohnya banjir, pemukiman kumuh, potensi
pariwisata, IPTEK, mobilitas sosial, modernisasi, revolusi yang dibahas dari
berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial.
3.

Sumber Pembelajaran IPS


Menurt association for Educational Communications and Technology
(AECT, 1977), sumber pembelajaran (learning resources) adalah segala sesuatu
atau daya yang dapat dimanfaatkan oleh guru, baik secara terpisah maupun dalam
bentuk

gabungan,

untuk

kepentingan

belajar

mengajar

dengan

tujuan

meningkatkan ekektivitas dan efisiensi tujuan pembelajaran.


Sumber pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Sumber pembelajaran yang sengaja direncanakan ( learning resources by
design), yakni semua sumber yang secara khusus telah dikembangkan sebagai
komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang
40

terarah dan bersifat formal, serta dirancang untuk kepentingan pembelajaran


yang akan diselenggarakan, seperti buiku teks,buku bacaan, media elektronik,
serta multimedia; dan
2.

Sumber pembelajaran yang karena dimanfaatkan (learning resources by


utilization), yakni sumber belajar yang tidak secara khusus didesain untuk
keperluan pembelajaran namun dapat ditemukan, diaplikasikan, dan
dimanfaatkan untuk keperluan belajar, serta mempuanyai keterkaitan dengan
bahan belajar yang akan dipelajari siswa.
Baik sumber pembelajaran yang direncanakan (by design) maupun
yang karena dimanfaatkan (by utilization), paling tidak mempunyai enam
komponen sebagai berikut:
1) Pesan, yaitu informasi yang terdapat di dalam bahan ajar yang sudah
mengandung makna, misalnya materi pelajaran yang siap untuk
disampaikan oleh guru kepada siswanya.
2) Orang, iaitu semua yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam proses
pembelajaran, misalnya : guru, siswa, kepala sekolah, tutor, instruktur,
pustakawan,

sejarawan,

pengrajin,

petani,

pedagang,

dokter

dan

sebagainya.
3) Bahan, yaitu sesuatu yang mengandung pesan yang memerlukan alat
penampil, seperti program transparansi, program audio, program film
bingkai, program video, buku, spanduk, atlas, globe, dan sebagainya.
4) Peralatan, yaitu semua peralatan yang digunakan untuk menampilkan
perangkat lunak, seperti proyektor OHP, proyektor slide suara, tape
recorder, proyektor video, VCD player, komputer dan sebagainya.

41

5) Teknik, yaitu semua cara, metode dan strategi yang digunakan untuk
menyampaikan pesan agar dapat diterima oleh khalayak dengan efektif dan
efisien, seperti pemanfaatan metode ceramah, diskusi, tanya jawab,
bermain peran, simulasi, inqiri, portofolio dan sebagainya.
6) Lingkungan, yaitu tempat dimana siswa belajar, misalnya kelas,
perpustakaan, laboratorium, mesjid, rumah ibadah, lapangan olah raga, dan
alam sekitarnya. Secara garis besar, lingkungan dapat terdiri atas
lingkungan fisik (hutan, sungai, gunung, dll), sosial (organisasi pemuda,
ormas, LSM, kelompok pencapir, dll), dan budaya (adat istiadat, seni
tradisional, situs sejarah, mitodologi, dll).
Uraian tentang enam komponen sumber pembelajaran di atas dapat
ditampilkan dalam matriks di bawah ini:

Tabel 2.3. Komponen Sumber Pembelajaran


No.

Komponen
Sumber
Pembelajaran

1.

Pesan

Kurikulum
Matei pelajaran, dll.

2.

Orang

Guru
Kepala Sekolah

Yang Direncanakan
(by design)

42

Yang
Dimanfaatkan
(by utilization)
Cerita Rakyat
Nasihat
Dongeng, dll.
Sejarawan
Petani
Pengrajin
Pengusaha, dll.

3.

4.

5.

6.

Bahan

Peralatan

Teknik

Buku Teks/Bahan
Ajar
Program :
OHP
Audio
Video
Komputer, dll
Proyektor
OHP/Slide/
Tape Recorder
VCD player
Kamera
Film
Radio, Televisi, dll.
Metode :
Ceramah
Diskusi
Tanya Jawab
Simulasi
Inquiri, dll.

Candi
Arca
Museum
Internet

Mesin jahit\
Mobil
Traktor, dll.

Dialog interaktif
Dialog spontan
Diskusi spontan
Pertanyaan
spontan, dll.

Hutan,
Orsospol, Ormas,
Lingkungan
LSM, Kesenian,
dll.
Sumber : diolah dari AECT (1977) ; Plomp dan Ely (1996);
Rumampuk (1988).
Ruang kelas
Perpustakaan
Laboratorium, dll.

Dengan melihat uraian mengenai sumber belajar di atas, maka dapat


disimpulkan bahwa sumber pembelajaran adalah media yang dijadikan
rujukan dalam menopang kemudahan belajar.
4.

Pemilihan Sumber Pembelajaran IPS


Sebagai sumber pembelajaran IPS, media pendidikan diperlukan untuk
membantu guru dalam menumbuhkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran
IPS.

Diversifikasi aplikasi media atau multimedia, sangat direkomendasikan

dalam proses pembelajaran IPS, misalnya melalui : pengalaman langsung siswa di


lingkungan masyarakat; dramatisasi; pameran dan kumpulan benda-benda; televisi

43

dan film; radio recording; gambar; foto dalam berbagai ukuran yang sesuai bagi
pembelajaran IPS; grafik, bagan, chart, skema, peta; majalah, surat kabar, buletin,
folder, pamflet, tanya jawab, cerita lisan, dan sejenisnya (Rumampuk, 1988 : 2327; Mulyono, 1980 : 10-12).
Media pendididkan dapat dijadikan sumber pembelajaran IPS, baik sebagai
hardware maupun software. Sebagai hardware IPS, media pendidikan merupakan
educational tools, berarti media itu dipergunakan untuk menunjang kemudahan
dalam suatu proses pembelajaran IPS. Sedangkan software IPS, isi atau pesan
yang terdaspat dalam media dapat dijadikan content atau materi dalam suatu
proses pembelajaran IPS. Dalam pemanfaatan media sebagai software, guru IPS
tentu saja harus dapat memilah dan memilih isi atau pesan media mana saja yang
relevan atau cocok untuk diadopsi menjadi content atau dalam suatu proses
pembelajaran IPS.
Adapun pemilihan media pendidikan, baik sebagai hardware maupun
software IPS dapat melalui proses berikut ini :
a. Harus diketahui dengan jelas media itu dipilih untuk tujuan apa.
b. Pemilihan media harus secara objektif, bukan semata-mata didasarkan atas
kesenangan guru, sekedar selingan, atau hiburan. Hendaknya pemilihan media
itu benar-benar didasarkan atas pertimbangan untuk peningkatan efektivitas
belajar siswa.
c. Tidak ada satu pun media yang dipakai untuk semua tujuan. Tiap-tiap media
mempunyai kelebihan dan kekurangannya.
d. Pemilihan media hendaknya disesuaikan, baik dengan metode mengajar yang
digunakan maupun materi pelajaran, mengingat media adalah bagian integral
dalam porses pembelajaran.
e. Untuk dapat memilih media dengan cepat, guru hendaknya mengenal ciri-ciri
media itu.
f. Pemilihan media supaya disesuaikan dengan kondisi fisik lingkungan.
g. Pemilihan media juga harus didasarkan pada kemampuan, gaya/pola belajar
siswa. (Gerlach and Ely, 1980; Sleelam and Cobun, 1978 dalam Rumampuk,
1988 : 19).
44

Dari uraian diatas, pemilihan media pembelajaran selain terkait dengan


pencapaian kurikulum pembelajaran, juga harus memperhatikan kebutuhan
belajar siswa dan karakteristik media itu sendiri yang mampu menunjang
keberhasilan proses pembelajaran.
Selanjutnya, dalam hal pengadaan dan pemanfaatan media massa sebagai
sumber pembelajaran IPS, maka langkah-langkahnya ialah sebagai berikut :
1. Membut daftar kebutuhan media melalui identifikasi sumber dan sarana
pembelajaran yang diperlukan untuk proses pembelajaran IPS.
2. Menggolongkan ketersediaan alat, bahan atau sumber pembelajaran tersebut;
dan
3. Bila sumber pembelajaran tersebut tersedia, pikirkan kesesuaian
penggunaannya, bila belum, lakukan modifikasi bila diperlukan (Depdiknas,
2002 : 9).
2.4 Pola Pembelajaran Berbasis Media
Ditinjau dari prosesnya, pendididkan adalah komunikasi, karena dalam
proses pendidikan terdapat komunikator, komunikan, dan pesan (message), yakni
sebagai komponen-komponen komunikasi. Istilah komunikasi atau dalam bahasa
Inggris Communiation berasal dari kata Latin communicatio, yang berarti
pemberitahuan, pemberian bagian (dalam sesuatu), pertukaran, dimana si
pembicara mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari pendengarnya; ikut
mengambil bagian. Kata kerjanya communicare, artinya berdialog, berunding
atau bermusyawarah (Onong Uchjana Effendy, 1994:9 dan Anwar Arifin,
1992:19-20). Jadi, secara konseptual arti komunikasi itu sendiri sudah
mengandung

pengertian

memberitahukan

45

(dan

menyebarkan)

berita,

pengetahuan, pikiran-pikiran, nilai-nilai dengan maksud untuk menggugah


partisipasi agar hal-hal yang diberitahukan itu menjadi milik bersama.
Ditinjau dari efek yang diharapkan, tujuan komunikasi bersifat umum.
Dalam hal inilah maka dalam proses komunikasi melahirkan istilah-istilah seperti
penerangan, propaganda, indoktrinasi, pendidikan dan lain-lain.

Inti dari itu

semua adalah untuk mencapai persetujuan mengenai sesuatu pokok ataupun


masalah yang merupakan kepentingan bersama.
Dengan demikian, pendidikan adalah bagian khususnya komunikasi, karena
ia memiliki tujuan yang bersifat khusus. Memang dalam berbagai komunikasi
yang sekedarnya mungkin tidak direncana, karenanya tidak dikatakan sebagai
komunkasi pendidikan (educative communication), sementara komunikasi dalam
proses pendidikan terjadi karena ada rencana dan ada tujuan yang diinginkan.
Pendidikan itu sendiri dpat dirumuskan dari sudut normatif, karena
pendidikan menurut hakikatnya memang sebagai suatu peristiwa yang memiliki
norma. Artinya, bahwa dalam peristiwa pendidikan, pendidik dan anak didik
berpegang pada ukuran, norma hidup, pandangan terhadap individu dan
masyarakat, nilai-nilai moral, kesusilaan yang semuanya merupakan sumber
norma di dalam pendidikan.
tujuan secara umum.

Aspek itu sangat dominan dalam merumuskan

Oleh karena itu, persoalan ini akan merupakan bidang

pembahasan teori dan filsafat ilmu pendidikan. Tetapi disamping perumusan


secara normatif pendidikan dapat pula dirumuskan dari sudut secara teknis, yakni
terutama dilihat dari segi peritiwanya. Peristiwa dalam hal ini merupakan suatu
kegiatan prkatis yang berlangsung dalam satu masa dan terikat dalam satu situasi

46

serta terarah pada satu tujuan. Pertistiwa tersebut adalah satu rangkaian kegiatan
komunikasi antar manusia, yaitu rangkaian kegiatan yang saling mempengaruhi.
Satu rangkaian proses perubahan dan penumbuhan-kembangan fungsi jasmaniah,
penumbuh-kembangan watak, intelek dan sosial.
peristiwa pendidikan.

Semua ini tercakup dalam

Degan demikian, pendidikan itu merupakan himpunan

kultural yang sangat kompleks yang dapat digunakan sebagai perencanaan


kehidupan manusia. Sedangkan peristiwa atau proses interaksi pendidikannya
adalah suatu proses teknis.
Di dalam proses teknis inilah secara spesifik disebut proses pembelajaran.
Kata pembelajaran sengaja dipakai sebagai padanan kata dari kata instruction
(bahasa Inggris).

Kata instruction mempunyai pengertian yang lebih luas

daripada pengajaran. Jika kata pengajaran ada dalam konteks guru-siswa di kelas
(ruang) formal, pembelajaran mencakup pula kegiatan belajar mengajar yang
tidak dihadiri guru secara fisik.

Oleh karena itu, dalam pembelajaran yang

ditekankan adalah proses belajar, maka usaha-usaha yang terencana dalam


memenipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri siswa
kita sebut pembelajaran.
Masalah pembelajaran itu sendiri merupakan masalah yang cukup kompleks
dan banyak faktor yang mempengaruhinya.

Dari sekian banyak denfinisi

pembelajaran, di sini dikutip dua definisi yang dianut A. Cheadar Alwasilah


(dalam pengantarnya untuk versi terjemahan buku Elaine B. Johnson, Contextual
Teaching and Learning) sebagai berikut:
(1) A relatively permanent change in response potentiality which occurs
as a result of reinforced practice dan (2) a change in human disposition or
47

capability which can be retained, and which is not simply ascribable to the
process of growth.
(1)Pilihan potensinya relative tetap yang sama sebagai hasil dari kekuatan
yang praktis. Dan (2) perubahan dalam diri manusia atau kemampuan pada
mulanya dapat ditahan dan berasal dari proses perubahan yang tidak
sederhana.
Dari dua definisi ini ada tiga prinsip yang layak diperhatikan. Pertama,
proses pembelajaran menghasilkan perubahan perilaku anak didik yang relatif
permanen.

Tentunya, dlam proses ini terdapat peran penggiat pembelajaran,

yakni guru atau dosen sebagai pelaku perubahan (agent of change).


Anak didik memiliki potensi, gandrung, dan kemampuan yang merupakan
benih kodrati untuk ditumbuhkembangkan tanpa henti. Oleh karena itu, proses
pembelajaran seyoginya menyirami benih kodrati ini hingga tumbuh subur dan
berbuah. Proses belajar mengajar, dengan demikian, adalah optimalisasi potensi
diri sehingga dicapailah kualitas yang ideal.
Ketiga, perubahan atau pencapaian kualitas ideal itu tidak tumbuh linear
sejalan proses kehidupan. Artinya, proses belajar mengajar memang merupakan
bagian dari kehidupan itu sendiri, tetapi ia didesain secara khusus, dan diniati
demi tercapainya kondisi atau kualitas ideal seperti di atas.

Ketiga hal ini

menegaskasn definisi pembelajaran.


Dari ketiga hal tersebut diatas, tampak bahwa guru berposisi sebagai peran
pengingat dalam proses optimalisasi diri siswa untuk menghasilkan perubahan
perilaku yang relatif permanent (kualitas ideal). Guru disebut sebagai peran
pengingat, karena dengan pertimbangan bahwa siswa adalah orang yang memiliki
benih kodrati yang tidak terpisahkan dari lingkungan khidupannya, maka dalam
melaksanakan tugasnya sebagai peran pengingat, guru hendaknya memiliki
48

kemampuan dalam merencanakan dan menciptakan lingkungan belajar secara


kondusif bagi siswa-siswinya.
Berdasarkan pemahaman tersebut, guru tidaklah dipahami sebagai satusatunya sumber belajar, tetapi dengan posisinya sebagai peran pengingat tadi-ia
pun harus mampu merencanakan dan mencipatakan sumber-sumber belajar
lainnya sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif.

Sumber-sumber

belajar selain guru inilah yang disebut sebagai penyalur atau penghubung pesan
ajar yang diadakan dan/atau diciptakan secara terencana oleh para guru atau
pedidik, biasanya dikenal sebagai media pembelajaran.
komponen-komponen

komunikasi

pembelajaran

Dengan demikian,

menjadi

komunikator,

komunikan, pesan dan media.


Kata media sebenarnya bukanlah kata asing bagi kita, tetapi pemahaman
banyak orang terhadap kata tersebut berbeda-beda. Saat mengajar, saya sering
bertanya kepada mahasiswa tentang apa arti media, jawaban meraeka vriatif,
ada yang mengartikan sebagai alat informasi dan komukasi, sarana prasarana,
fasilitas, penunjang, penghubung, penyalur dan lain-lain. Dalam kehidupan
sehari-hari, kata itu sendiri sering digunakan orang untuk beberapa hal yang
berbeda-beda pula, misalnya sebagai ukuran (size) pakaian dan tanda pengaturan
mesin pendingin (air conditioner) yang biasa disingkat menjadi M sebagai
kepanjangan dan medium, ada juga yang memakainya dalam menjelaskan kata
pertengahan seperti dlam kalimatmedio abad 19 (atau pertengahan abad 19);
ada yang memakai kata media dalam istilah mediasi, yakni sebagai kata yang

49

biasa dipakai dalam proses perdamaian dua belah pihak yang sedang bertikai dan
lain-lain.
Sumber pembelajaran adalah media yang dijadikan rujukkan dalam
menopang kemudahan belajar. Hal ini selaras dengan temuan Worth (1999),
bahwa kemampuan rata-rata manusia dalam mengingat lebih kuat secara verbal
dan visual daripada verbal saja atau visual saja. Untuk lebih jelasnya disajikan di
bawah ini.
Tabel 2.4.
Mengingat

Kemampuan Rata-rata usia dalam Mengingat


Sesudah 3 jam

Sesudah 3 hari

Verbal saja
70%
10%
Visual saja
72%
20%
Verbal dan Visual
85%
65%
Sumber : The Psychology of Audiences by H.L. Holing Worth
Kemudian dari Dale`s Cone Experience (1946 : 39) atau kerucut
pengalaman Dale memperlihatkan, bahwa pengalaman belajar seseorang 75%
diperoleh melalui indera lihat, 13% melalui indera dengar dan selebihnya melalui
indera lainnya. Semakin menuju ke kerucut, pengalaman makin bersifat abstrak
dan makin menuju ke dasar, pengalaman itu semakin konkrit.
Selanjutnya, Sheal (dalam Depdiknas, 2002) lewat kerucut pengalaman
belajarnya juga mengungkapkan bahwa kita belajar 10% dari apa yang kita baca,
20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang
kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita
10%katakan

Modus:
Verbal

dan lakukan. Secara visual, dapat digambarkan di bawah ini.

20%
Yang kita ingat :
30%
Visual

50%
70%
90%

50
Berbuat

katakan

baca
lihat
Lihat dan dengar
katakan
katakan dan lakukan

Sumber : Depdiknas, 2002

Gambar 2.3.Kerucut Pengalaman Belajar


Berdasarkan kerucut pengalam belajar di atas, jika guru mengajar dengan
banyak ceramah, maka siswa akan mengingat hanya 20% karena siswa Cuma
mendengarkan, sebaliknya, jika guru mengajar siswa untuk melakukan sesuatu
dan melaporkannya, maka mereka akan mengingat sebanyak 90%.

51

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menguraikan mengenai pelaksanaan penelitian dalam rangka


penulisan skripsi, yakni : Pendekatan Penelitian, Prinsip-prinsip PTK, Prosedur
PTK, Proses Pelaksanaan Tindakan, Latar Situasi Sosial, Subjek, dan Data
Penilitian, dan Instrumen Penelitian.
3.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini dilakukan berdasarkan paradigma naturalistikkualitatif yang mengacu pada kondisi lingkungan alamiah (natural), sebab
mengkaji fenomena yang lebih banyak berasal dari setting/contexts alamiah yang
berpengaruh dalam memberikan arti/pengertian.
Pendekatan kualitatif berpijak pada suatu asumsi, bahwa dunia, realitas,
situasi, dan peristiwa yang terjadi sebagai objek suatu studi tentang perilaku
manusia dan fenomena sosial seharusnya dipandang dengan cara yang bermacammacam dan oleh orang yang berbeda-beda, serta dipahami melalui pendekatan
humanistik (Nasution, 1997); maka penelitian yang dikategorikan studi kasus
kualitatif ini mempunyai karakteristik, antara lain: (1) latar belakang alamiah atau
natural setting; (2) manusia sebagai alat atau instrumen penelitian dapat lebih
adaptabel;(3) menggunakan metode kualitatif; (4) analisis data secara induktif;
(5) teori dari dasar (grounded theory) melalui analisis secara induktif; (6)
laporannya bersifat deskriptif;

52

(7) lebih mementingkan proses daripada hasil; (8) adanya batas yang ditentukan
oleh fokus penelitian; (9) adanya kriteria khusu untuk keabsahan data; (1) desain
penelitian bersifat sementara; (11) hasil penelitian dirundingkan dan disepakati
bersama antara peneliti dengan responden dan narasumber.
Dilihat dari aspek metodologis, penelitian ini menggunakan metode
penelitian tindakan (action research), yang pada hakekatnya merupakan sebuah
siklus dari sejak perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (acting),
pengamatan (observing), dan refleksi, sebagaimana digagas pertama kali oleh
kurt Lewin, seperti dibawah ini;

planning
reflectin
g

planning
reflectin
g

acting
observing

acting
observing

Siklus I

Siklus II

Gambar 3.1. Desain Action Reseach Model Kurt Lewin


Pemilihan metode ini dilatarbelakangi atas dasar analisis masalah dan tujuan
penelitian yang memerlukan sejumlah informasi dan tindak lanjut yang terjadi di
lapangan berdasarkan daur ulang yang menuntut kajian dan tindakan secara
reflektif, kolaboratif, dan partisipatif.

Oleh karena itu, maka penelitian ini

merupakan penelitian tindakan yang dipusatkan pada situasi sosial kelas yang
membutuhkan sejumlah informasi dan tindak lanjut secara langsung berdasarkan
situasi alamiah yang terjadi dalam pelaksanaan pembelajaran.

Pertimbangan

lainnya, bahwa perumusan rencana tindakan berdasarkan situasi sosial yang ada

53

dan berkembang dalam pembelajaran di dalam kelas mengingatkan serangkaian


tindak lanjut dari situasi empirik yang mendukung bagi pelaksanaan program
tindakan.
Penelitian tindakan adalah suatu pendekatan khusus dalam penelitian kelas,
sehingga merupakan akumulasi antara prosedur penelitian dan tindakan
substantif. Sebagai prosedur penelitian, penelitian tindakan ditandi oleh adanya
suatu kajian reflektif-diri secara inquiri, partisipasi, dan kolaborasi terhadap latar
alamiah dan atau implikasi dari suatu tindakan. Sedangkan sebagai tindakan
substantif, penelitian tindakan ditandai oleh adanya intervensi skala kecil berupa
pengembangan

program

pembelajaran

dengan

memfungsikan

latar

kealamiahannya sebagai upaya melakukan reformasi diri atau peningkatan


kualitas pembelajaran IPS, melalui pemanfaatan media sebagai sumber
pembelajaran, sehingga menjadikan pembelajaran IPS menjadi lebih bermakna.
Penelitian terhadap pembelajaran yang terjadi di kelas, pada dasarnya
dimaksudkan untuk mengkaji dan memberikan solusi terhadap berbgai
permasalahan yang terjadi dan dialami oleh guru dalam hubungannya dengan
situasi kelas (Dunkin and Biddle, 1974; Hopkins, 1993), yang dalam
pelaksanaannya bersifat kontekstual dan sangat tergantung pada realitas sosial
kelas. Atas dasar ini, maka penelitian tindakan kelas ini menempatkan sentralitas
dan otonomi profesional guru dalam proses refleksi terhadap kinerja dan aktivitas
mengajarnya.

3.2 Prinsip-prinsip Penelitian Tindakan Kelas


54

Esensi penelitian tindakan kelas merupakan kajian terhadap konteks


situasi sosial yang dicirikan adanya unsur tempat, pelaku dan kegiatan dalam
waktu tertentu untuk maksud meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya.
Dalam memaknai situasi sosial kelas yang berlangsung di dalam situasi alamiah
yang menuntut sejumlah informasi dan tindak lanjut secara langsung, maka
penelitian tindakan kelas merupakan intervensi dalam skala kecil terhadap situasi
sosial kelas, dengan tujuan meningkatkan mutu pembelajaran (Hopkins dalam
Wiriaatmadja, 2005:12).
Penelitian Tindakan Kelas terutama memanfaatkan data pengamatan dan
perilaku empirik. PTK menelaah ada tidaknya kemajuan, sementara itu kegiatan
proses pembelajaran tetap berjalan. Informasi-informasi dikumpulkan, diolah
didiskusikan, dan dinilai. Perubahan kemajuan dicermati dari waktu ke waktu
atau dari peristiwa ke peristiwa. Tujuannya adalah memberi masukan bagi
pengembalian keputusan praktis dalam situasi kongkrit, dan validasi teori atau
hipotesis yang dihasilkan tidak tergantung hanya pada uji kebenaran ilmiah
semata, namun lebih-lebih dari manfaatnya dalam membantu orang untuk
bertindak lebih terampil dan lebih intelejen dalam menghadapi berbagai
permasalahan dalam penelitian.
Kemmis & McTaggart (1982) telah mengembangkan model Kurt Lewin
menjadi perangkat-perangkat atau untaian-untaian dengan satu perangkat terdiri
dari empat komponen sama dengan desain Lewin, di mana satu untaian
dipandang sebagai satu siklus, dan siklus pertama dapat disusul dengan siklus
berikutnya.

Oleh karena itu, pengertian siklus di sini adalah suatu putaran

55

kegiatan yang terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.


Gambaran awalnya seperti tampak berikut ini:
IDENTIFIKASI
PERMASALAHAN PENELITIAN
PENYUSUNAN
RENCANA TINDAKAN
SIKLUS I

RENCANA

Pelaksanaan
Tindakan
Revisi

Observasi
Refleksi

SIKLUS II

Pelaksanaan
Tindakan
Revisi

Observasi

RENCANA

Refleksi

SIKLUS III

Pelaksanaan
Tindakan

SIKLUS IV

RENCANA

observasi

Revisi
refleksi

Pelaksanaan
Tindakan

revisi

observasi
refleksi

RENCANA

Pelaksanaan
Tindakan
Observasi
Refleksi

RENCANA

Gambar 3.2.

Desain PTK Model Kemmis dan McTaggart

56

Gambar tersebut mengilustrasikan, bahwa dalam PTK (Penelitian Tindakan


Kelas; Classroom Action Reserc), daur refleksi merupakan syarat utama yang
harus dilakukan oleh peneliti agar mencapai hasil seusuai dengan apa yang
diaharapkan.

Untuk itu, maka prosedur pelaksanaan PTK, terdiri dari : (1)

mengidentifikasi masalah ; (2) merumuskan gagasan pemecahan masalah; (3)


menyusun rencana tindakan dalam mengatasi masalah; (4) melaksanakan
tindakan yang direncanakan; (5) melakukan observasi atas tindakan yang
dilakukan; dan (6) melakukan refleksi atas apa yang telah dilakukan dan
dilanjutkan dengan perumusan rencana tindakan berikutnya hingga tercapai
tujuan yang diharapkan. Langkah-langkah kegiatan tersebut dilakukan secara
terus menerus selama penelitian, sesuai dengan karakteristik penelitian daur ulang
(Elliot, 1991; Kemmis, 1982; Stenhouse, 1984).
3.3 Prosedur Penelitian Tindakan Kelas
Prosedur PTK berbentuk daur ulang atau siklus (cicle) yang mengacu
pada model Kemmis and McTaggart (Hopkins, 1993 : 48). Siklus ini tidak hanya
berlangsung satu kali, melainkan beberapa kali hingga tujuan pembelajaran
melalui pemanfataan media massa sebagai sumber pembelajaran menjadikan
pembelajaran IPS lebih bermakna.
Secara operasional, tahap-tahap kegiatan penelitian dalam setiap siklus, adalah
sebagai berikut :

1. Perencanaan
57

Perencanaan (planning) yaitu menyusun rencana tindakan dan penelitian


(termasuk revisi dan perubahan rencana) yang akan dilaksanakan di dalam
pembelajaran IPS. Perencanaan ini dibuat sesudah peneliti menyikapi kondisi
siswa, fakta yang terjadi, melalui proses inkuiri. Hal ini dimaksudkan untuk
menggalai keadaan yang terjadi, sehingga dapat menentukan strategi apa yang
akan diterapkan oleh guru dalam pembelajaran.

Di sini, rencana disusun

secara reflektif, partisipatif dan kolaboratif.


3. Tindakan
Pelaksanaan tindakan (acting) yaitu praktik pembelajaran nyata
berdasarkan rencana yang telah disusun bersama sebelumnya.

Terkadang

perubahan harus dilaksanakan, tatkala kondisi kelas memerlukannya.


Tindakan ini diarahkan guna memperbaiki keadaan, meningkatkan kualitas,
atau mencari solusi permasalahan.
3. Observasi
Observasi atau pengamatan pelaksanaan tindakan di kelas harus
dilakukan dengan cermat oleh peneliti dan mitranya, dengan membuat catatan
lapangan.

Catatan ini akan sangat berguna pada saat peneliti mengawali

kegiatan analisis terhadap apa yang sedang terjadi di kelas.


4. Refleksi
Pada tahap refleksi, peneliti dan guru mitra secara kolaboratif
merenungkan kembali tentang rencana dan pelaksanaan tindakan yang telah
dilakukan berdasarkan hasil analisis terhadap data, proses, dan hasil

58

pelaksanaan tindakan yang telah dikerjakan. Dilihat dari proses dan waktu
pelaksanaannya, refleksi dalam penelitian ini mencakup :
a. Refleksi Awal, yakni refleksi yang dilakukan pada saat dilakukan masa
orientasi terahadap berbagai permasalahan serta faktor-faktor pendukung
dan penghambat rencana pengembangan model dalam pembelajaran
pendidikan IPS. Refleksi di sini, bertujuan untuk merumuskan proposal
awal terhadap situasi social dalam pengembangan model yang akan
dilakukan, selanjutnya dituang kan ke dalam suatu rancangan awal rencana
program tindakan yang akan dilakukan;
b. Refleksi Proses, yakni refleksi yang dilakukan pada saat pelaksanaan
program tidakan yang bertujuan untuk mengkaji proses, dan implikasi dari
program tindakan yang dilakukan terhadap perolehan hasil belajar siswa,
unjuk kerja guru dan siswa dalam pembelajaran IPS, serta implikasiimplikasi lain dimaksudkan untuk melakuakn revisi terhadap rencana yang
telah disusun, serta sebagai dasar dalam merancang rencana program
tindakan selanjutnya dalam hubungannya dengan pengembangan model
pemanfaatan media massa sebagai sumber pembelajaran IPS dalam
meningkatan hasil belajar siswa.
c. Refleksi Hasil, yakni refleksi yang dilakukan pada akhir pelaksanaan
program sesuai dengan rancangan program tindakan yang telah ditetapkan
dan focus permasalahan serta tujuan pelaksanaan program tindakan.
Artinya, program pelaksanaan telah dipandang berhasil dan mendukung
ketercapaian tujuan dari program tindakan, yaitu setelah terjadinya

59

peningkatan perolehan hasil belajar siswa, baik dilihat dair pengusaan


materi, sikap, serta keterampilan-keterampilan social, unjuk kerja guru, dan
proses belajar mengajar dalam pembelajaran IPS. Refleksi disini, pada
dasarnya dimaksudkan untuk melakukan rekonstruksi dan revisi terhadap
model pemanfaatan media sebagai sumber pembelajaran IPS dalam
meningkatkan hasil belajar siswa, yang dikembangkan dalam program
tindakan ini sesuai dengan tujuan pokok dari pelaksaan tindakan.
5. Revisi
Pada tahap ini, berdasarkan hasil kajian dan refleksi terhadap
pelaksanaan program tindakan, sesuai dengan rancangan rencana program
tindakan yang telah ditetapkan, peneliti dan guru mitra secara kolaboratif dan
partisipatif melakukan revisi terhadap rencana program tindakan yang telah
disusun dan ditetapkan sebelumnya. Revisi ini dimaksudkan untuk melihat
kekurangan-kekurangan dalam pembelajaran dan untuk melakukan perbaikanperbaikan terhadap rencana dan pelaksanaan program tindakan yang telah
dilakukan serta sebagai dasar penyusunan rancangan rencana program tindakan
selanjutnya.
3.4 Proses Pelaksanaan Tindakan
Berdasarkan temuan dan refleksi awal pada saat orientasi terhadap
pelaksanaan pembelajaran IPS, maka pelaksanaan program tindakan dalam upaya
peningkatan Prestasi Belajar Siswa dengan menggunakan Media Audio Visual
pada Pelajaran IPS di Kelas VII-A SMP Muhammadiyah 2 Kadungora Kabupaten
Garut yang dilakukan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut :
60

1. Perencanaan Bersama (joint planning)


Perencanaan bersama ini dilakukan antara peneliti dan guru mitra tentang
topic kajian, berdasarkan criteria-kriteria yang telah sama-sama disepakati,
waktu, dan tempat observasi yang akan dilakukan.
2. Pelaksanaan Program Tindakan (program action)
Mempertimbangakan
karakteristik

penelitian

situasi

social

tindakan,

bahwa

kelas,

yakni

rencana

sesuai

program

dengan
tindakan

berkembang dan berubah sesuai dengan tuntutan situasi lapangan (McNiff,


1992; Hopskins, 1993). Untuk itu, rencana yang telah ditetapkan tidak bersifat
absolute melainkan berkembang sejalan dengan perkembangan situasi social di
lapangan di mana program tersebut dilaksanakan (Hopskins, 1993; Suwarsih,
1994). Pelaksanaan program tindakan dilakukan dengan
3. Observasi Kelas (classroom observation)
Pendekatan observasi yang dipakai adalah kemitraan (Partnership
observation) atau observasi kolaboratif (collaborative observation) (Hopskins,
1993), yakni peneliti dan guru mitra mengamati proses pelaksanaan tindakan,
pengaruh, kendala, dan atau permasalahn yang timbul salama pembelajaran
IPS berlangsung. Observasi dilaksanakan terhadap fokus-fokus pengamatan
yang telah disepakati bersama oleh peneliti dan dua orang mitra peneliti.
4. Diskusi Balikan (feedback discution)
Diskusi balikan atau refleksi kolaboratif antara peneliti dan dua orang
mitra terhadap hasil observasi dilaksanakan berdasarkan hasil pencatatan
selama observasi berlangsung secara cermat dan sistematis di dalam catatan

61

lapangan (field notes) terhadap pelaksanaan tindakan. Hasilnya, selanjutnya


didiskusikan bersama untuk direfleksi, recheck, dan atau reinterprestasi.
Temuan yang dperoleh dan disepakati, kemudian dijadikan acuan bagi
perumusan rencana pengembangan pembelajaran (action) berikutnya.
3.5 Latar Situasi Sosial dan Subyek Penelitian
1. Latar Situasi Sosial Penelitian
Menurut Nasution (1992), latar situasi social penelitian merujuk pada
lokasi situasi social yang ditandai oleh adanya tiga unsure yaitu : tempat,
pelaku, dan kegiatan. Atas dasar ini, maka dalam penelitian ini termasuk
dalam ketiga unsure tersebut ialah :
a. Tempat, yaitu SMP Muhammadiyah 2 Kadungora, Jalan Raya Kadungora
nomor 39, Kabupaten Garut :
b. Subyek penelitian, yaitu siswa di kelas VII-A berjumlah 39 orang yang
terlibat dalam proses pembelajaran IPS, dengan siswa yang terdiri dari
beragam karakter, serta kondisi social ekonomi yang heterogen; dan
c. Pemilihan kelas VII-A, sebab dalam stuktur kurikulum sekolah mata
pelajaran IPS baru diberikan di kelas tersebut. Adapun pengambilan kelas
VII A sebagai proyek penelitian, oleh karena itu karakterisktik kelas tersebut
sesuai dengan focus kajian penelitian ini yang dapat memberikan informasi
setuntas mungkin (redundant). Hal ini sejalan dengan prinsip purposive
sample (Nasution, 1997; Moleong, 1994).
d. SMP Muhammadiyah 2 Kadungora yang sedang mengembangkan diri
kearah peningkatan kualitas pendidikan dalam berbagai segi. Hal ini, antara
62

lain, ditandai dengan penataan sarana dan prasarana pendidikan yang ada di
sekolah itu sehingga dapat menjelma menjadi sebuah sekolah yang ideal
(sesuai konsepsi wawasan Wiyata Mandala).

Hal ini terbukti, Kepala

Sekolah beserta para guru, dengan didukung oleh tenaga administrative


bekerja keras untuk meningkatan kinerjanya di dalam peningkatan kualitas
pendidikan, melalui berbagai kegiatan intra maupun ekstra kurikuler. Para
siswa pun sangat antusias untuk mengikuti berbagai aktivitas pendidikan di
sekolah ini, sebab mereka dijadikan sentral atau subjek utama di dalam
keselurahan proses pendidikan.
2. Subyek Penelitian
Subyek dalam kegiatan penelitian ini adalah siswa kelas VII-A sebanyak 39
orang, terdiri dari putra sebanyak 23 orang dan putri sebanyak 16 orang.
3.6 Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian tindakan kelas adalah peneliti sendiri, sebagai
sole instrument (HopsKins, 1993), sedangkan teknik pengumpulan datanya ialah
tes hasil belajar siswa, khususnya mengenai penguasaan terhadap materi atau
pokok bahasan yang dibelajarkan dengan menggunakan model pemanfaatan
media audio visual sebagai sumber pembelajaran IPS.
Untuk menjaring data lain yang berkembang selama pelaksanaan tindakan,
dan

sebagai

bahan

pertimbangan

untuk

mempergunakan catatan lapangan ( field note).

63

validasi

data,

peneliti

juga

3.7 Pengolahan Data


Dalam penelitian tindakan, pada dasarnya proses analisis data sudah
dilakukan sebelum program tindakan tersebut dilaksanakan, sehingga analisis
data berlangsung dari awal sampai akhir pelaksanaan program tindakan itu
(Suwarsih, 1994; McNiff, 1992). Dalam penelitian ini, data penelitian program
tindakan sesuai dengan karakteristik focus permasalahan dan tujuan penelitian
(Hopskins, 1993; Kemmis, 1983).

Data penelitian akan dianalisis secara

kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dipergunakan untuk menganalisis


data yang memperlibatkan dinamika proses, dengan memberikan pemaknaan
secara kontekstual dan mendalam sesuai dengan permasalahan penelitian, yaitu
data tentang unjuk kerja guru, aktivitas belajar siswa, pola pembelajaran,
pendapat siswa dan guru tentang upaya peningkatan prestasi belajar siswa dengan
menggunakan Media Audio Visual pada pelajaran IPS, serta kemungkinan
aplikasi model ini bagi pembelajaran materi atau mata pelajaran lainnya. Adapun
analisis kuantitatif mencakup deskripsi berbagai dinamika kemajuan kualitas hasil
belajar siswa dalam hubungannya dengan penguasaan konsep/materi pokok
bahasan yang diajarkan oleh guru.

Untuk itu dipergunakan analisis statistic

deskriptif.
Di bawah ini akan dijelaskan prosedur dan pengolahan data dalam
penelitian ini.
a.

Pengumpulan, Kodifikasi, dan Kategorisasi Data


Pada tahap ini, peneliti mengumpulkan seluruh data yang telah
diperoleh berdasarkan instrument penelitian, kemudian data tersebut

64

diberikan kode-kode tertentu menurut jenis dan sumbernya. Selanjutnya,


peneliti

melakukan

interpretasi

terhadap

keseluruhan

data

untuk

memudahkan penyusunan kategorisasi data, sehingga dapat memberik


penjelasan dan makna terhadap isi temuan penelitian. Kategorisasi data
didasarkan pada tiga aspek, yakni :
(1) Latar atau Konteks Kelas, yaitu berupa informasi umum dan khusus
tentang latar fisik kelas dan latar para pelaku (guru dan siswa);
(2) Proses Pembelajaran, yaitu berupa informasi tentang interaksi social
guru dengan siswa, interaksi siswa dengan kelompoknya, interkasi antar
kelompok di dalam kelas, dan suasana kelas selama pembelajaran IPS
berlangsung;
(3) Aktivitas, yaitu berupa informasi tentang tindakan para pelaku, yaitu
tindakan guru dan tindakan siswa.
b. Validasi Data
Hasil interprestasi dan kategorisasi data, sehubungan dengan hasil
pelaksanaan program tindakan yang telah dirumuskan, divalidasi dengan
menggunakan beberapa teknik validasi data untuk memperoleh data yang
benar-benar

mendukung

serta

sesuai

dengan

karakterisktik

focus

permasalahan dan tujuan penelitian (Rochiati, W: 2005). Teknik validasi


data yang dipergunakan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:
(1) Triangulasi

Data, yakni untuk memeriksa kebenaran data dengan

menggunakan sumber lain, misalnya membandingkan kebenaran data


dengan data yang diperoleh dari sumber lain (guru, guru lain, siswa),

65

atau membandingkan data yang dikumpulkan melalui wawancara


dengan data yang diperoleh melalui observasi, dan seterusnya, sehingga
diperoleh derajat kepercayaan yang maksimal.

Kegiatan triangulasi

dalam penelitian ini dilaksanakan melalui kegiatan reflektif-kolaboratif


antara guru, siswa, peneliti, dan mitra peneliti. Dari guru, dilakukan
pada saat pelaksanaan diskusi balikan setelah pelaksanaan tindakan dan
dengan data yang dijaring melalui lembar observasi yang dilakukan oleh
guru itu sendiri.
pembelajaran,

Sedangkan dari siswa, setelah pelaksanaan

dilakukan

wawancara

dengan

beberapa

orang

diantaranya, penyebaran angket, dan tes formatif. Hasil triangulasi ini


kemudian dijabarkan dalam bentuk catatan lapangan yang diberi kode.
(2) Member Check, yakni untuk meninjau kembali kebenaran dan
kesasihan data penelitian dengan mengkonfirmasikan kepada sumber
data, yaitu guru dan siswa (Miles & Huberman, 1984; Nasution, 1997).
Proses ini dilakukan secara reflektif-reflektif pada saat akhir
pelaksanaan program tindakan dan pada waktu berakhirnya keseluruhan
program tindakan yang direncakan sesuai dengan tujuan penelitian;
(3) Audit Trai, yaitu mengecek keabsahan temuan penelitian beserta
prosedur dan metode pengumpulan datanya, dengan mengkonfirmasikan
bukit-bukti temuan (evidences) yang telah diperiksa dan di cek
kesasihannya kepada sumber data pertama-guru dan siswa (Nasution,
1996). Selain itu, peneliti juga mengkonfirmasikan dan mendiskusikan
temuan penelitian tersebut dengan beberapa narasumber seperti guru-

66

guru IPS yang tergabung dalam MGMP, guru-guru mata pelajaran lain,
kepala sekolah, dan rekan-rekan sesame mahasiswa yang dipandang
mempunyai wawasan yang memadai tentang permasalahan dan
pelaksanaan pembelajaran IPS.
(4) Expert Opinion, yaitu dilakukan dengan cara mngkonsultasikan hasil
temuan penelitian kepada para ahli (Nasution, 1992). Dalam penelitian
ini, peneliti mengkonsultaskannya kepada para pembimbing untuk
memperoleh arahan dan masukan, sehingga validasi temuan penelitian
ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah/akademis;
(5) Interprestasi, yaitu dilakukan untuk mentafsirkan terhadap keseluruhan
temuan penelitian berdasarkan acuan teoritik dan norma-norma praktis
yang telah disepakati mengenai proses pembelajaran. Peneliti berupaya
memunculkan makna dari setiap data yang diperoleh disamping
menggambarkan perolehan data secara deskriptif analitik, sehingga
akhirnya diperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai permasalahan
penelitian. Dari gambaran tersebut akan dipergunakan untuk melakukan
tindakan selanjutnya, untuk melahirkan peruhana, baik kinerja guru dan
siswa, serta suasana social kelas, maupun sekolah secara keseluruhan.

67

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1 Deskripsi Awal Penelitian


1.

Deskripsi Awal Proses Pembelajaran IPS


Untuk mengetahui kondisi awal proses pembelajaran IPS di kelas VII, maka

peneliti melakukan pengamatan ke kelas. Adapun pengamatan difokuskan pada


kegiatan guru dalam membuka pelajaran, penyampaian materi, metode yang
digunakan. media dan sumber belajar, aktivitas siswa, serta kegiatan menutup
pelajaran dan evaluasi.
Observasi pertama dilakukan pada hari Kamis, tanggal 7 Februari 2011,
dengan pokok bahasan Perkembangan masyarakat kebudayaan dan pemerintahan
pada masa Islam di Indonesia, sub pokok bahasan masuk dan berkembangnya
agama Islam di Indonesia.
Pada kegiatan awal pembelajaran, setelah guru mengabsen siswa langsung
menjelaskan bagaimana proses masuknya agama Islam di Indonesia melalui para
pedagang dari Gujarat, dilanjutkan dengan proses perkembangan agama Islam di
Indonesia. Metode pembelajaran yang dipergunakan adalah metode ceramah, dengan
sekali-kali bertanya kepada siswa, dan dijawab oleh siswa secara serempak. Guru
tidak menggunakan media pembelajaran lain selain kapur dan papan tulis, sedangkan
sumber pembelajaran yang dipergunakan guru yaitu buku IPS terbitan Tiga Serangkai.
Aktivitas siswa sangat kurang, mereka hanya mendengarkan ceramah dari guru dan
sekali-kali menjawab pertanyaan guru secara serempak. Selanjutnya dalam

68

mengakhiri pelajaran guru hanya menyampaikan salam, tanpa memberikan


kesimpulan ataupun penguatan-penguatan.
Observasi kedua dilaksanakan pada tanggal 10 Februari 2011. Dengan pokok
bahasan Mendeskripsikan perkembangan masyarakat, kebudayaan, dan pemerintahan
pada masa kolonial Eropa, sub pokok bahasan Proses masuknya bangsa-bangsa
Eropa ke Indonesia.
Pada observasi kedua kegiatan pembelajaran hampir sama dengan kegiatan
pertama. Dalam membuka pelajaran setelah mengucapkan salam guru langsung
menanyakan apakah ada siswa yang tidak masuk. Kemudian guru menjelaskan materi
lanjutan minggu sebelumnya. Dimulai dengan perkembangan agama Islam di
Indonesia dilanjutkan dengan proses masuknya bangsa Eropa ke Indonesia. Metode
yang digunakan adalah metode ceramah dengan sekali-kali bertanya pada siswa secara
klasikal. Guru juga tidak memanfaatkan media pembelajaran. Sumber belajar juga
sama yaitu buku IPS terbitan Tiga Serangkai. Setelah selesai menjelaskan, guru
kemudian bertanya kepada siswa apakah ada yang ditanyakan. Namun tidak mendapat
respon dari siswa, karena aktivitas siswa juga tidak jauh berbeda seperti aktivitas pada
pembelajaran sebelumnya. Karena tidak ada yang bertanya kemudian guru menyuruh
siswa mengerjalan soal dalam LKS dari penerbit. Siswa baru terlihat aktif
mengerjakan soal di LKS dari penerbit. Bagi yang telah selesai mengerjakan soal-soal,
kemudian hasil kerjanya dikumpulkan ke depan, kemudian guru langsung memeriksa
dan segera dikembalikan kepada siswa. Selanjutnya guru mengakhiri kegiatan
pembelajaran dengan mengingatkan supaya belajar dengan baik karena tinggal
beberapa hari lagi akan ujian semester.

69

Observasi ke tiga dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2011 dengan pokok


bahasan Mendeskripsikan perkembangan masyarakat, kebudayaan, dan pemerintahan
pada masa kolonial Eropa, sub pokok bahasan Reaksi bangsa Indonesia terhadap
bangsa Eropa; Perlawanan terhadap Portugis.
Pada observasi ke tiga proses pembelajaran juga masih didominasi oleh guru.
Kegiatan pembelajaran diawali dengan mengucap salam dan dilanjutkan dengan
menanyakan siswa yang tidak masuk. Selanjutnya guru memberi penjelasan tentang
topik pada hari itu dan sekali-kali mengajukan pertanyaan kepada siswa secara
klasikal. Selesai memberikan penjelasan guru kemudian meminta siswa untuk
mengerjakan soal latihan yang ada di LKS dari penerbit. Bagi yang telah selesai
kemudian dikumpulkan dan langsung diperiksa oleh guru. Selesai diperiksa buku LKS
dari penerbit kemudian dibagikan kepada siswa. Kemudian guru mengakhiri dengan
mengucap salam tanpa memberikan penguatan, kesimpulan atau menjelaskan
kesalahan yang dibuat siswa dalam latihan mereka.
2.

Analisis, Refleksi dan Rencana Pembelajaran dengan Menggunakan Media


Audio Visual
Berdasarkan hasil temuan awal pada pembelajaran IPS di kelas, menunjukkan

bahwa pembelajaran IPS belum terlaksana dengan baik. Hal ini nampak dari kegiatan
pembelajaran yang masih didominasi oleh guru. Guru terpaku pada materi yang
disajikan yaitu yang ada pada buku pegangan sementara siswa hanya memiliki LKS
dari penerbit sebagai buku pegangan, tidak ditunjang oleh media pembelajaran, gaya
mengajar sangat monoton, guru menggunakan metode ceramah dan sekali-kali
bertanya kepada seluruh siswa dan siswa menjawab dengan serempak. Di samping itu
kondisi siswa cenderung pasif, bahkan terlihat ada beberapa siswa yang terus menerus
70

menguap dan menampakkan kejenuhan dalam belajar. Sering pula terlihat siswa yang
duduk di belakang malah asyik mengobrol dengan teman sebangkunya. Secara umum
siswa menunjukkan kurang bergairah dan kurang motivasi belajar.
Kegiatan pembelajaran setiap pertemuan berlangsung selama 80 menit.
Kegiatan inti berlangsung selama kurang lebih 60 menit, dilanjutkan dengan tes di
mana guru mendiktekan soal yang kemudian dikerjakan oleh para siswa selama
kurang lebih 15 menit (untuk pertemuan ke dua dan ke tiga). Hasil dari evaluasi siswa
dikumpulkan kepada guru. Pada orientasi kedua hasil pekerjaan siswa hanya
dikumpulkan sedangkan pada orientasi ketiga hasil kerja siswa langsung diperiksa dan
dibagikan.
Berdasarkan hasil temuan lapangan, maka pada analisis dan refleksi awal
menunjukkan bahwa kondisi yang demikian menuntut guru agar meningkatkan
kinerjanya dan melatih keterampilannya supaya ia mampu menyampaikan pelajaran
IPS dengan baik, mampu membangkitkan semangat dan kegairahan dalam belajar,
serta tertuntut untuk kreatif dan inovatif dalam belajar. Siswa diharapkan tidak hanya
menunggu materi yang disampaikan guru, melainkan pula aktif dalam membaca dan
menemukan materi yang dipelajarinya. Penerapan pembelajaran dengan menggunakan
media audio visual dapat digunakan sebagai salah satu alternatif perbaikan proses
pembelajaran pendidikan IPS. Terlebih lagi dalam upaya membangkitkan semangat
belajar siswa.
Beberapa hal yang dapat memberikan peluang dan dimungkinkannya untuk
pengembangan pembelajaran dengan menerapkan media audio visual, yaitu : adanya
dukungan dari kepala sekolah dari hasil wawancara, potensi dan keinginan siswa dari

71

hasil wawancara dan pengamatan di kelas, serta dukungan dari guru IPS yang ingin
belajar menerapkan pembelajaran dalam bentuk permainan.
Untuk itu selanjutnya peneliti melakukan sosialisasi tentang penerapan
pembelajaran dengan menerapkan media audio visual.
3.

Sosialisasi Pembelajaran dengan Menggunakan Media Audio Visual


Sebelum pelaksanaan tindakan kelas dimulai terlebih dahulu peneliti

memberikan pemahaman yang mendalam kepada guru tentang pembelajaran dengan


menerapkan media audio visual. Adapun materi yang dibahas, meliputi :
a. Pengertian media audio visual.
b. Pembelajaran dengan menggunakan media audio visual.
c. Keunggulan pembelajaran dengan menggunakan media audio visual.
d. Langkah-langkan penerapan pembelajaran dengan menggunakan media audio
visual dalam pembelajaran IPS, yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi.
Setelah dilakukan sosialisasi tentang pembelajaran dengan menggunakan
media audio visual, tiga pertanyaan diajukan oleh guru :
a. Apakah penerapan model pembelajaran ini nantinya tidak mengganggu proses
pembelajaran ?
b. Apakah nantinya target materi IPS bisa tercapai sesuai dengan waktu yang ada ?
c. Apakah dalam merancang maupun dalam menerapkan model ini guru akan bekerja
bersama-sama dengan peneliti?

72

Setelah dilakukan analisis dan refleksi terhadap gambaran awal pembelajaran


IPS di kelas, serta hasil diskusi dengan guru, maka diperoleh suatu kesepakatan
sebagai berikut:
a. Pelaksanaan tindakan mengikuti jadwal pelajaran IPS.
b. Pelaksanaan tindakan adalah upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
IPS, melalui pembelajaran dengan menggunakan media audio visual.
c. Pelaksanaan tindakan akan dilakukan beberapa kali sampai tujuan yang diharapkan
tercapai.
d. Adanya kerjasama antara peneliti dan guru yang berperan sebagai mitra di dalam
penelitian tindakan kelas dalam membuat rancangan pembelajaran serta untuk
mencapai keberhasilan pelaksanaan tindakan.
e. Guru juga tidak keberatan bahwa peneliti menggunakan alat bantu yang berupa
media audio visual maupun kamera foto.
f. Peneliti bersama guru membuat perencanaan pembelajaran. Untuk kegiatan
pelaksanaan pembelajaran tindakan pertama akan dilaksanakan pada tanggal 21
Februari 2011. Materi yang disampaikan pada pelaksanaan tindakan adalah standar
kompetensi Memahami kegiatan ekonomi masyarakat.
g. Proses pembelajaran difokuskan kepada pemberdayaan siswa agar tercipta suasana
kelas yang aktif dan kreatif.

73

4.2 Pelaksanaan Penelitian


1.

Siklus 1
a. Tahap Perencanaan
Pembelajaran

pertama

direncanakan

menyampaikan

standar

kompetensi Memahami kegiatan ekonomi masyarakat dan yang menjadi


materi pokoknya adalah pengertian konsumsi dan jenis-jenis barang yang
dikonsumsi siswa serta keluarganya dan skala prioritas dalam memenuhi
kebutuhan sebagai siswa. Pembelajaran ini akan dilaksanakan dengan
menggunakan

media

audio

visual.

Penyampaian

pelajaran

tersebut

direncanakan diawali dengan mengingatkan siswa terhadap berbagai hal yang


terkait dengan berbagai kegiatan ekonomi yang biasa dialami oleh siswa.
Upaya untuk lebih fokus dalam mengamati setiap aktivitas siswa,
pembelajaran akan dilaksanakan dalam bentuk kelompok-kelompok kecil
yang akan diamati oleh beberapa orang observer. Satu orang observer hanya
mengamati secara seksama dua atai tiga kelompok. Sementara itu media
audio visual yang akan digunakan telah disiapkan oleh guru yang dibuat
dalam bentuk tayangan power point.
Proses pembelajaran di rencanakan untuk kurang lebih 20 menit siswa
menyimak materi yang ditayangkan melalui tayangan power point.
Selanjutnya siswa berdiskusi mengenai materi yang dipelajarinya dan
selanjutnya akan dikomunikasikan dan ditarik kesimpulan dari materi yang
telah dipelajarinya.

74

b. Tahap Pelaksanaan
Proses pembelajaran pada siklus pertama, dilakukan pada hari Senin
tanggal 21 Februari 2011. Guru memulai pembelajaran dengan mengucapkan
salam, dilanjutkan dengan mengabsen siswa. Kemudian memberitahukan
siswa bahwa kegiatan pembelajaran IPS pada hari ini akan membahas standar
kompetensi Memahami kegiatan ekonomi masyarakat dan yang menjadi
materi pokoknya adalah pengertian konsumsi dan jenis-jenis barang yang
dikonsumsi siswa serta keluarganya dan skala prioritas dalam memenuhi
kebutuhan sebagai siswa. Di samping itu guru menginformasikan pula
bahwa materi tersebut akan disampaikan dengan menggunakan media audio
visual.
Kemudian guru melakukan apersepsi yang berkaitan dengan arti dan
makna konsumsi dengan melontarkan beberapa pertanyaan:
Guru
Siswa 1
Guru
Siswa 2
Guru
Siswa 3
Guru

Siswa 4
Guru

: Anak-anak pada acara perpisahan, semua siswa menyantap


makanan kecil atau snack, kalian tahu nggak apa istilahnya
kegiatan siswa tersebut
: Makan, bu . . .!
: Iya bisa, .... tapi istilahnya apa itu . . .
: Mengonsumsi, bu . . . salah seorang menjawab
: Iya betul . . , Tapi yang lebih tepat adalah konsumsi.
: Bu, bukankah yang dimaksud konsumsi itu adalah kuenya?
(Salah seorang siswa bertanya)
: Bagus pertanyaanmu Hana, selama ini kita menganggap
bahwa konsumsi itu kuenya, tapi maksud yang sebenarnya
dari konsumsi itu adalah kegiatannya, bukan barangnya.
Jadi ketika kalian makan nasi berarti kalian mengkonsumsi
nasi.
Anak-anak, kalian pernah dengar tidak pernyataan presiden
yang mengatakan bahwa konsumsi BBM di negara kita
cukup tinggi, nah kata konsumsi dalam pernyataan
tersebut menurut kalian berarti apa ?
: Menggunakan bu,
: Bisa, apa lagi
75

Siswa 5
Guru
Siswa 6
Guru

:
:
:
:

Kegiatan

Memakai, bu
Itu juga bisa, yang lain coba . . . yang lebih tepatnya apa ?
Menghabiskan, bu
Benar sekali, . . . jadi yang dimaksud konsumsi itu adalah
kegiatan memakai atau menghabiskan barang atau jasa.
selanjutnya

guru

menginstruksikan

siswa

untuk

berkelompok. Sementara itu jumlah dan nama-nama angggota kelompok


sudah ditentukan, dengan tujuan agar setiap kelompok seimbang. siswa
berkelompok dengan cara membalikkan meja berhadap-hadapan. Dalam
proses pembentukan kelompok ini masih ada siswa yang kurang mengikuti
atau tidak sesegera mungkin bergabung dengan kelompoknya. Akibatnya
proses penyusunan kelompok memerlukan waktu yang cukup lama.
Selanjutnya, guru menginstruksikan siswa untuk menyimak tayangan
power point yang telah dipersiapkan. Guru menginstruksikan pula pada siswa
untuk menyediakan alat tulis agar siswa mampu menuliskan berbagai
informasi yang disimaknya. Setelah seluruh peralatan siap, guru memulai
menayangkan power point sementara siswa mulai melakukan kegiatan
menyimak informasi yang disampaikan. Siswa nampak menyimak isi atau
pesan yang disampaikan dari slide-slide power point yang disampaikan.
Setelah selesai siswa menyimak, langkah selanjutnya guru menginstruksikan
siswa untuk mengingat-ingat kembali seluruh materi yang ditayangkan dalam
power point.
Setelah selesai proses menyimak, selanjutnya guru mempersilakan
siswa untuk berdiskusi sebentar terkait dengan penyampaian materi melalui
tayangan slide-slide power point. Selanjutnya guru memberikan aeberapa

76

pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disampaikan melalu


penayangan power point tadi.
Sebelum pembelajaran berakhir, guru memberikan tes untuk diisi oleh
siswa. Setelah diisi, guru menginstruksikan siswa untuk mengumpulkan
kembali tes tersebut. Tes ini berisi beberapa pertanyaan tentang materi yang
telah disampaikan. Hal ini dimaksudkan untuk mngukur sampai seberapa
besar kemampuan siswa menangkap materi yang dipelajari melalui tayangan
power point.
c. Hasil Pembelajaran
Setelah semua hasil jawaban siswa dianalisis dengan merujuk pada
kriteria penilaian yang telah ditetapkan, dapat disimpulkan bahwa rata-rata
siswa telah dapat menuliskan hal-hal esensial dari materi yang disimaknya.
Hasil penilaian terhadap kemampuan siswa dalam memahami materi setelah
tayangan media power point pada siklus I ini dapat deskripsikan pada tabulasi
berikut ini.

Tabel 4.1
KETUNTASAN BELAJAR SISWA PADA SIKLUS I
No.

Nama Siswa

Nilai

Keterangan

Abdillah Saputra

50

Tdk Tuntas

Agust Anas

60

Tuntas

Ahmad Apriadi

65

Tuntas

Ahmad Shobirin

65

Tuntas

Aldi Cristianto

50

Tdk Tuntas

Astri Nadia Sari

70

Tuntas

77

No.

Nama Siswa

Nilai

Keterangan

Candra Eka Rahayu

75

Tuntas

Chania Dian A.

70

Tuntas

Danang Asmara

55

Tdk Tuntas

10

David Saputra

50

Tdk Tuntas

11

Dea Nabilla

65

Tuntas

12

Dealfy Rangga

45

Tdk Tuntas

13

Deni Ramadhani

70

Tuntas

14

Desnanda Prayogi

45

Tdk Tuntas

15

Dimas Imam Fauzi

50

Tdk Tuntas

16

Dina Inayati

60

Tuntas

17

Esti Madiyaningsih

70

Tuntas

18

Gusti Fauzan

40

Tdk Tuntas

19

Hartono Yupi Putra

70

Tuntas

20

Hari Priantoro

50

Tdk Tuntas

21

Ilham Setiawan

50

Tdk Tuntas

22

Karina melati

75

Tuntas

23

M. Fajar

65

Tuntas

24

M. Tedi

70

Tuntas

25

M . Fiki

70

Tuntas

26

M. rizki

60

Tuntas

27

Mutiara Lutfi

65

Tuntas

28

Nagoti Putu

65

Tuntas

29

Puri Tiara

65

Tuntas

30

Raihana riska

60

Tuntas

31

Rendi Wijaya

50

Tdk Tuntas

32

Rezanof Azahri

40

Tdk Tuntas

33

Riri Alfiani

40

Tdk Tuntas

78

No.

Nama Siswa

Nilai

Keterangan

34

Rizki Amalia

70

Tuntas

35

Sinta Marliana

70

Tuntas

36

Triana Kusuma

50

Tdk Tuntas

37

Ulvi Febriyanti

65

Tuntas

38

Vibby Yuliana

65

Tuntas

39

Yuliana Erna

40

Tdk Tuntas

Jumlah

2310

Rata-rata

59,23

Nilai Tertinggi

75

Nilai Tterendah

40

Siswa Tuntas

24

Siswa Tidak Tuntas

15

% Ketuntasan

61,54

Hasil kemampuan penguasaan materi siswa yang ditunjukkan dengan


kemampuan menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang
telah diinformasikan seperti pada tabulasi di atas, tampak bahwa secara
umum kemampuan siswa dalam penguasaan materi baru berada pada kondisi
yang cukup baik dengan pencapaian rata-rata 59,23. Nilai tertinggi yang
dicapai siswa pada siklus I ini adalah 75 dan nilai terendah yang diperoleh
siswa hanya 40. Sementara itu diamati dari ketuntasan belajar siswa pada
siklus I ini baru mencapai ketuntasan belajar sebesar 61,54%. Ketuntasan
tersebut menunjukkan pembelajaran belum tuntas.

79

d. Hasil Observasi Siswa


Berdasarkan data observasi, guru telah menyampaikan penjelasan
materi dengan jelas dan relevan dengan fokus pembelajaran siklus I. Guru
juga sudah berhasil mengarahkan dan membimbing siswa untuk menuangkan
hal-hal penting yang terdapat dalam materi yang disimaknya.
Berdasarkan

data

observasi

terhadap

aktivitas

siswa

dalam

pembelajaran diperoleh persentase aktivitas siswa, seperti tampak pada tabel


berikut ini.

TABEL 4.2
PERSENTASE AKTIVITAS SISWA PADA
PEMBELAJARAN SIKLUS I
Aktivitas Siswa

Persentase Rata-rata (%)

1. Menjawab pertanyaan guru

4 orang (10,26)

2. Mengajukan pendapat atau bertanya

3 orang (7,69)

3. Tampil di depan kelas

2 orang (5,13)

4. Serius menyimak

31 orang (79,49)

5. Serius mengerjakan tugas

30 orang (76,92)

6. Perilaku yang tidak sesuai dengan KBM

8 orang (20,51)

Berdasarkan tabel di atas, proses pembelajaran pada siklus I


umumnya cukup baik, pada umumnya siswa memperhatikan isi materi dan
serius dalam mengerjakan tugas, serta sebagian kecil siswa yang melakukan
kegiatan yang tidak sesuai dengan KBM, seperti mengobrol, tidak
memperhatikan atau main-main dalam belajar. Segi keaktifan yang
diharapkan dari siswa belum dapat terealisasi dengan baik. Dapat dilihatnya

80

dari hanya dua orang siswa yang mau tampil di depan kelas, bertanya ataupun
mengemukakan pendapat Hal itu, disebabkan pertemuan ini adalah
pertemuan pertama yang menyebabkan siswa terlihat malu dan ragu untuk
aktif di kelas.
Hasil catatan lapangan pembelajaran tindakan pertama dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.

TABEL 4.3
CATATAN LAPANGAN PEMBELAJARAN SIKLUS I
Catatan Lapangan Pembelajaran Siklus I
1) Siswa masih merasa malu untuk menjawab atau memberikan
pertanyaan.
1) Masih sedikitnya siswa yang mau tampil di depan kelas untuk
membacakan hasil pekerjaannya.
2) Suasana hening saat menyimak materi yang dilakukan oleh temannya
sebagai stimulus motivasi keaktifan siswa.
3) Siswa terlihat antusias saat guru menginstruksikan untuk belajar
dengan menggunakan media audio visual power point.
4) Siswa dengan saksama memperhatikan segala sesuatu yang
dikemukakan dalam power point.
5) Pujian yang diberikan guru dapat memotivasi siswa untuk lebih baik
dalam belajar.
6) Guru sudah berhasil dalam mengarahkan dan membimbing siswa
ketika menyimak.
7) Beberapa siswa ada yang mengobrol ketika mengerjakan tugasnya saat
menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang telah
disimaknya.
8) Guru belum dapat mengelola waktu dengan baik.
Data observasi lainnya menyimpulkan bahwa penggunaan media
audio visual dalam bentuk power point dalam pembelajaran IPS pada siklus I
sudah berhasil menciptakan suasana dan situasi pembelajaran menjadi lebih
menarik sehingga siswa merasa nyaman dan termotivasi dalam menyimak
materi yang disampaikan guru melalui media audio visual.

81

Pembelajaran IPS dengan menggunakan media audio visual dalam


bentuk power point ini merupakan pengalaman pertama bagi siswa. Oleh
karena itu, siswa merasa antusias dan termotivasi dalam mengikuti
pembelajaran tersebut Siswa mengakui media audio viisual dalam bentuk
power point sangat membantu mereka untuk mendapatkan inspirasi dalam
menyimak materi pembelajaran.
e. Refleksi Siklus I
Setelah pelaksanaan siklus I selesai, peneliti bersama observer
melakukan refleksi terhadap pembelajaran siklus I. Berdasarkan data yang
diperoleh dari hasil observasi, catatan lapangan, jurnal siswa, dan hasil tes
kemampuan penguasaan materi siswa selama tindakan pembelajaran siklus I,
peneliti bersama observer mengadakan diskusi untuk mengetahui hal-hal
yang harus dipertahankan, ditingkatkan, atau ditinggalkan. Kegiatan refleksi
ini sebagai bahan perbaikan pada tindakan pembelajaran selanjutnya.
Dari identifikasi masalah tersebut dapat disimpulkan bahwa proses
tindakan siklus I masih harus ditingkatkan dalam hal keaktifan siswa di kelas.
Terbukti selama pembelajaran siklus I dihadapkan dengan permasalahan
keadaan kelas yang pasif. Belum banyaknya siswa yang berani untuk
menjawab pertanyaan dari guru, mengemukakan pendapat atau pertanyaan,
dan berani tampil di depan kelas untuk membacakan jawaban atas pertanyaan
yang diberikan. Hal tersebut, diasumsikan karena pertemuan ini adalah
pertemuan pertama yang menyebabkan siswa masih terlihat malu dan ragu
untuk aktif di kelas. Dalam hal penugasan yang diberikan oleh guru, masih

82

ada siswa yang melakukan kegiatan di luar KBM, seperti mengobrol pada
saat proses penyampaian materi dengan menggunakan media audio visual
melalui power point dilaksanakan.
Sementara itu penggunaan power point yang sederhana serta kurang
memiliki variasi dalam hal tampilannya cenderung menunjukkan kebosanan
dari siswa. Dengan demikian tampaknya perlu dilakukan perubahan dan
penggunaan media audio visual dalam bentuk lain yang lebih menarik bagi
siswa.
Adapun hasil pembelajaran siswa yang

ditunjukkan dengan

kemampuan menjawab pertanyaan yang berhubngan dengan materi yang


telah disampaikan selama kegiatan pembelajaran dilaksanakan, secara umum
baru mencapai hasil yang cukup baik. Hal ini tampak dari pencapaian ratarata 6,84. Meskipun sudah mencapai batas ketuntasan yang telah ditentukan
yaitu 6,5, namun apabila diamati dari ketuntasan klasikal atau ketuntasan
belajar siswa, masih belum tuntas. Ketuntasan belajar siswa baru mencapai
68,4%, hal ini ditunjukkan dari 32 siswa hanya 23 orang siswa yang sudah
mencapai atau melebihi batas ketuntasan yang ditetapkan, sementara 9 orang
siswa masih belum mencapai batas ketuntasan yang diharapkan. Dengan
demikian secara umum pembelajaran belum tuntas.
2.

Siklus 2
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap kedua, perencanaan dilakukan sebagai upaya memperbaiki
pelaksanaan pembelajaran pada siklus pertama. Ada beberapa hal yang

83

dilakukan dalam upaya melakukan penyempurnaan pada pembelajaran siklus


pertama. Beberapa hal yang direncanakan pada siklus kedua antara lain:
1) Mengganti media audio visual yang lebih menarik, yaitu dengan
meggunakan CD interaktif.
2)

Mengatur waktu proses pembelajaran dengan lebih menekankan pada


proses penggunaan CD Interaktif serta proses diskusi antar siswa.

3) Memotivasi siswa untuk senantiasa aktif dalam kegiatan pembelajaran.


b. Tahap Pelaksanaan
Proses pembelajaran pada siklus kedua dilakukan pada tanggal 7 Maret
2011. Proses pembelajaran diawali dengan mengucapkan salam serta
mengabsen siswa, selanjutnya guru memotivasi siswa untuk aktif dalam
kegiatan pembelajaran. Upaya membangkitkan motivasi belajar siswa, guru
menjanjikan adanya penilaian bagi siswa yang mau menjawab pertanyaan,
maupun yang mengajukan pertanyaan serta menanggapi suatu permasalahan.
Kemudian guru menyampaikan informasi terkait dengan perilaku konsumtif
yang biasa dilakukan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai tindak lanjut
hasil temuan jurnal harian siswa pada pembelajaran siklus I, bahwa tingkat
motivasi siswa yang masih kurang, guru menggambarkan bahwa belajar IPS
tidak hanya bersifat teoritis saja, namun seringkali dapat diamati dan
dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari, di samping itu IPS sangat
bermanfaat dalam membantu menyelesaikan masalah sehari-hari dan IPS
berperan penting dalam perkembangan komunikasi sosial di antara sesama.

84

Menindaklanjuti hasil tes formatif I, bahwa masih ada siswa yang salah
dalam memberikan pengertian dan pemahamannya terhadap konsep konsumsi
serta bagaimana menentukan skala prioritas, guru mengulang kembali
pengertian dan konsep konsumsi serta bagaimana langkah-langkah dalam
menentukan skala prioritas dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Tujuannya
adalah agar siswa dapat menumbuhkan kembali pengetahuan dan pengalaman
tentang konsep yang telah dipelajari sebelumnya dimana konsep ini diperlukan
dalam membahas materi yang akan dipelajari yaitu dampak positif dan negatif
dari perilaku konsumtif dan faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi
seseorang.
Sebelum melakukan apersepsi untuk materi yang akan disampaikan,
terlebih dahulu guru mengulas kembali bagaimana proses pembelajaran
dengan menggunakan media audio visual. Guru menjelaskan bahwa
pembelajaran yang akan dilaksanakan akan menggunakan media audio visual
dalam bentuk CD interaktif.
Apersepsi untuk materi pada tindakan kedua dilakukan dengan tanya
jawab antara guru dan siswa.
Guru
Siswa
Guru
Tedi
Karina
Guru
Karina

: Anak-anak, pernahkah kalian pergi berbelanja dengan ibumu?


: Beberapa anak menjawab pernah
: Apakah kamu melihat ibumu membawa catatan daftar
belanjaan
: Tidak pernah bu, karena belanjanya hanya ke warung saja
(siswa bernama Tedi menjawab)
: Saya pernah bu, pada waktu ke toko swalayan (Karina
menjawab)
: Bagus, Karina, apakah pada saat itu ibumu berbelanja sesuai
dengan daftar belanjaan tersebut, atau lebih banyak.
: Lebih banyak bu, karena saya juga banyak membeli mainan
yang tidak ada di catatan ibu
85

Guru
Siswa
Guru

: Nah menurut kalian, bagus atau tidak apa yang dilakukan


ibunya Karina tersebut?
: Bagus . . . (sebagian siswa menjawab)
Tidakkk . . . (sebagian besar)
: Itulah yang dimaksud dengan perilaku kosumtif yang tentu
saja ada aspek positif (kebaikan) dan aspek negatif
(keburukannya)
Agar kalian dapat lebih memahami aspek positif dan negatif
dari perilaku konsumtif, sekarang coba kalian pelajari dan
diskusikan bersama teman-temanmu.
Apersepsi tersebut tampaknya cukup berhasil membawa siswa ke arah

kesiapan mengikuti pembelajaran. Di samping itu pertanyaan-pertanyaan yang


dilontarkan guru mampu dijawab siswa, tidak hanya secara serempak namun
secara perorangan juga seperti yang dijawab Tedi dan Karina. Kondisi ini
merupakan hal positif dalam mewujudkan keberanian siswa dalam
mengemukakan pendapat atau menjawab pertanyaan.
Tahap selanjutnya, guru menginstruksikan siswa untuk memulai
memperhatikan tayangan CD interaktif yang telah disediakan. Guru mencoba
menjadi operator pada setiap langkah CD Interaktif tersebut. Pada setiap
langkah materi, guru mengajukan pertanyaan kepada siswa apakah materi
yang telah ditayangakan dapat siswa pahami atau belum, jika belum guru
mencoba mengulanginya kembali. Langkah selanjutnya guru mencoba
memandu seluruh materi yang telah disiapkan dalam CD Interaktif tersebut.
Setelah selesai ssiwa memperhatikan CD Interaktif tersebut, seperti
biasanya siswa mendiskusikan hasil simakan yang selanjutnya akan dijadikan
sebagai bahan pemahaman siswa terhadap materi yang telah disimaknya. Di
samping itu, guru menginstruksikan seluruh siswa untuk menuliskan kembali
isi materi yang telah disimaknya.
86

Sebelum pembelajaran berakhir, guru memberikan evaluasi dengan


memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang telah
disampaikan

melalui

media

CD

Interaktif.

Setelah

diisi,

guru

menginstruksikan siswa untuk mengumpulkan kembali hasil jawaban siswa.


Untuk mematangkan pemahaman ssiwa terhadap materi yang telah
disampaikan, guru memberikan pekerjaan rumah kepada siswa untuk
dikerjakan di rumah.
c. Hasil Pembelajaran
Setelah semua hasil pekerjaan siswa dianalisis dengan merujuk pada
jawaban yang sebenarnya, dapat disimpulkan bahwa rata-rata siswa telah
memiliki kemampuan menjawab pertanyaan dengan baik, meskipun dalam
soal-soal yang bersifat pemahaman siswa masih terbatas pada tataran teoretis
saja. Hasil penilaian terhadap pekerjaan siswa pada siklus II ini dapat diamati
pada tabel berikut ini.

Tabel 4.1
KETUNTASAN BELAJAR SISWA PADA SIKLUS 2
No.

Nama Siswa

Nilai

Keterangan

Abdillah Saputra

60

Tuntas

Agust Anas

60

Tuntas

Ahmad Apriadi

75

Tuntas

Ahmad Shobirin

75

Tuntas

Aldi Cristianto

50

Tdk Tuntas

Astri Nadia Sari

80

Tuntas

Candra Eka Rahayu

90

Tuntas

87

No.

Nama Siswa

Nilai

Keterangan

Chania Dian A.

70

Tuntas

Danang Asmara

70

Tuntas

10

David Saputra

70

Tuntas

11

Dea Nabilla

80

Tuntas

12

Dealfy Rangga

60

Tuntas

13

Deni Ramadhani

70

Tuntas

14

Desnanda Prayogi

65

Tuntas

15

Dimas Imam Fauzi

65

Tuntas

16

Dina Inayati

60

Tuntas

17

Esti Madiyaningsih

80

Tuntas

18

Gusti Fauzan

60

Tuntas

19

Hartono Yupi Putra

80

Tuntas

20

Hari Priantoro

50

Tdk Tuntas

21

Ilham Setiawan

65

Tuntas

22

Karina melati

90

Tuntas

23

M. Fajar

65

Tuntas

24

M. Tedi

80

Tuntas

25

M . Fiki

70

Tuntas

26

M. rizki

70

Tuntas

27

Mutiara Lutfi

70

Tuntas

28

Nagoti Putu

75

Tuntas

29

Puri Tiara

65

Tuntas

30

Raihana riska

80

Tuntas

31

Rendi Wijaya

80

Tuntas

32

Rezanof Azahri

40

Tdk Tuntas

33

Riri Alfiani

70

Tuntas

34

Rizki Amalia

80

Tuntas

88

No.

Nama Siswa

Nilai

Keterangan

35

Sinta Marliana

90

Tuntas

36

Triana Kusuma

60

Tuntas

37

Ulvi Febriyanti

70

Tuntas

38

Vibby Yuliana

75

Tuntas

39

Yuliana Erna

50

Tdk Tuntas

Jumlah

2715

Rata-rata

69,61

Nilai Tertinggi

90

Nilai Terendah

40

Siswa Tuntas

35

Siswa Tidak Tuntas

% Ketuntasan

89,74

Hasil kemampuan menyimak siswa yang ditunjukkan dengan


kemampuan menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang
telah diinformasikan yang disimaknya seperti pada tabulasi di atas, tampak
bahwa secara umum kemampuan siswa dalam menyimak berada pada kondisi
yang baik dengan pencapaian rata-rata 69,61. Nilai tertinggi yang dicapai
siswa pada siklus II ini adalah 90 dan nilai terendah yang diperoleh siswa
hanya 40. Sementara itu diamati dari ketuntasan belajar siswa pada siklus II
ini mencapai ketuntasan belajar sebesar 89,74%. Ketuntasan tersebut
menunjukkan bahwa pembelajaran sudah tuntas.

89

d. Hasil Observasi
Berdasarkan data observasi, guru telah menyampaikan penjelasan
materi dengan jelas dan relevan dengan fokus pembelajaran siklus II. Guru
juga sudah berhasil mengarahkan dan membimbing siswa untuk menuangkan
hal-hal yang berkesan menurut apa yang dipikrkan dan dirasakan siswa dalam
menyimak.
Berdasarkan

data

observasi

terhadap

aktivitas

siswa

dalam

pembelajaran diperoleh persentase aktivitas siswa, seperti tampak pada tabel


di bawah ini.
TABEL 4.5
PERSENTASE AKTIVITAS SISWA PADA
PEMBELAJARAN SIKLUS II
Aktivitas Siswa

Persentase Rata-rata (%)

1. Menjawab pertanyaan guru

10 orang (25,64)

2. Mengajukan pendapat atau bertanya

9 orang (23,08)

3. Tampil di depan kelas

5 orang (12,82)

4. Serius menyimak penjelasan guru

38 orang (97,44)

5. Serius mengerjakan tugas

37 orang (94,87)

6. Perilaku yang tidak sesuai dengan KBM

1 orang (2,56)

Berdasarkan tabel di atas, proses pembelajaran pada siklus II ini


terjadi peningkatan yang signifikan dari siklus sebelumnya. Hampir
seluruhnya siswa memperhatikan penjelasan guru dan serius dalam
mengerjakan tugas. Siswa telah aktif dalam pembelajaran. Dapat dilihatnya

90

dengan banyaknya siswa yang mau tampil di depan kelas, bertanya ataupun
mengemukakan pendapat
Hasil catatan lapangan pembelajaran tindakan kedua dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
TABEL 4.6
CATATAN LAPANGAN PEMBELAJARAN SIKLUS II
Catatan Lapangan Pembelajaran Siklus II
1) Siswa antusias

untuk mendiskusikan hasil pekerjaan yang telah

dikerjakan dengan siswa lainnya

di tempatnya

masing-masing

menjadikan suasana gaduh dalam pembelajaran.


2) Media Cd Interaktif sebagai media audio visual pembelajaran IPS
menjadikan

suasana

pembelajaran

lebih

menyegarkan

dan

menyenangkan.
3) Seluruh siswa serius saat mengerjakan tugasnya untuk menyimak.
4) Sebagian siswa telah berani untuk mengajukan pertanyaan, terutama
dalam menanyakan yang berkaitan dengan materi.
Data observasi lainnya menyimpulkan penggunaan media CD
Interaktif dalam pembelajaran IPS sudah berhasil menciptakan suasana dan
situasi pembelajaran menjadi lebih menarik sehingga siswa merasa rileks dan
termotivasi dalam belajar.
e. Refleksi
Setelah pelaksanaan siklus II selesai, peneliti bersama observer
melakukan refleksi terhadap pembelajaran siklus II. Berdasarkan data yang
diperoleh dari hasil observasi, catatan lapangan, dan hasil tes kemampuan
pemahaman siswa selama tindakan pembelajaran siklus II, peneliti bersama

91

observer mengadakan diskusi untuk mengetahui hal-hal yang harus


dipertahankan, ditingkatkan, atau ditinggalkan.
Dari diskusi tersebut dapat disimpulkan bahwa proses tindakan siklus
II mengalami peningkatan yang signifikan, artinya segi proses tindakan siklus
II berhasil. Terbukti bahwa penggunaan media CD Interaktif sudah mampu
memancing motivasi siswa dalam pembelajaran IPS. Siswa merespon positif
untuk menjawab pertanyaan dari guru, mengemukakan pendapat atau
pertanyaan, berani tampil di depan untuk membacakan hasil jawabannya, dan
penugasan dari guru.
Adapun hasil kemampuan hasil belajar siswa yang ditunjukkan
dengan kemampuan menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan materi
yang telah disampaikan melalui media CD Interaktif, secara umum mencapai
hasil yang baik. Hal ini tampak dari pencapaian rata-rata 69,61, yang sudah
mencapai batas ketuntasan yang telah ditentukan yaitu 60. Ketuntasan belajar
siswa sudah mencapai 89,74%, hal ini ditunjukkan dari 39 siswa, 35 siswa
sudah mencapai atau melebihi batas ketntasan yang ditetapkan. Dengan
demikian secara umum pembelajaran sudah tuntas.
4.3 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian pada tahap pelaksanaan tindakan, pada umumnya
model pembelajaran yang dikembangkan cukup efektif, efisien, dan relevan untuk
mengembangkan kemampuan menyimak siswa.
Melihat uraian di atas, dapat diketahui bahwa penelitian yang telah dilakukan
cukup efektif, efisien, dan relevan antara komponen-komponen pembelajaran yang
92

dikembangkan, tujuan yang ingin dicapai, dan waktu yang telah direncanakan.
Diawali dengan identifikasi permasalahan yang diperoleh dari hasil observasi awal,
dilanjutkan dengan implementasinya di lapangan beserta hasil refleksinya pada setiap
siklus sudah dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran IPS.
Perbaikan terhadap model pembelajaran perlu terus dilakukan dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan. Beberapa hal yang harus segera dibenahi pada saat
penelitian, yaitu pemilihan media audio visual yang lebih menarik sehingga mampu
memotivasi siswa dalma belajar.
Agar penggunaan media audio visual sebagai media dan sumber belajar
berhasil baik, hendaknya dipersiapkan secara saksama, mulai dari alokasi waktu yang
digunakan sampai strategi pelaksanaannya. Persiapan ini bertujuan agar penggunaan
media audio visual sebagai media dalam pembelajaran dapat menjadikan siswa merasa
fun, santai, dan jauh dari kebosanan, yang pada akhirnya menimbulkan motivasi siswa
untuk menyimak sehingga terhindar dari perilaku siswa yang menyimpang dari KBM.
1. Analisis Data Hasil Penelitian
Pada bagian ini peneliti akan menganalisis seluruh hasil penelitian selama dua
siklus. Adapun pembahasannya mengacu pada data instrumen, meliputi tingkat
keberhasilan belajar siswa yang diwujudkan dengan kemampuan menjawab
pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang telah dipelajarinya.
2. Tingkat Keberhasilan Siswa Menyimak
Pembelajaran IPS dalam penelitian ini merupakan pengalaman pertama bagi
siswa, walaupun demikian pada pertemuan pertama pada umumnya siswa telah dapat
memahami materi dengan cukup baik. Pada pertemuan-pertemuan berikutnya, siswa
93

mengalami kemajuan yang cukup signifikan dalam memahami materi yang


dipelajarinya.
Untuk mengetahui perkembangan keberhasilan menyimak siswa, peneliti
memberikan penilaian tiap siklusnya dengan berpatokan pada kriteria penilaian yang
telah ditetapkan. Berikut ini merupakan nilai kemampuan menyimak siswa pada tiap
siklusnya.
TABEL 4.7
PEROLEHAN NILAI HASIL BELAJAR SETELAH SISWA MELAKUKAN
KEGIATAN PEMBELAJARAN PADA TIAP SIKLUS
No

Nilai

Nama

Siklus I
50

Siklus II
60

Abdillah Saputra

Agust Anas

60

60

Ahmad Apriadi

65

75

Ahmad Shobirin

65

75

Aldi Cristianto

50

50

Astri Nadia Sari

70

80

Candra Eka Rahayu

75

90

Chania Dian A.

70

70

Danang Asmara

55

70

10

David Saputra

50

70

11

Dea Nabilla

65

80

12

Dealfy Rangga

45

60

13

Deni Ramadhani

70

70

14

Desnanda Prayogi

45

65

15

Dimas Imam Fauzi

50

65

16

Dina Inayati

60

60

17

Esti Madiyaningsih

70

80

18

Gusti Fauzan

40

60

19

Hartono Yupi Putra

70

80

94

No

Nilai

Nama

20

Hari Priantoro

Siklus I
50

Siklus II
50

21

Ilham Setiawan

50

65

22

Karina melati

75

90

23

M. Fajar

65

65

24

M. Tedi

70

80

25

M . Fiki

70

70

26

M. rizki

60

70

27

Mutiara Lutfi

65

70

28

Nagoti Putu

65

75

29

Puri Tiara

65

65

30

Raihana riska

60

80

31

Rendi Wijaya

50

80

32

Rezanof Azahri

40

40

33

Riri Alfiani

40

70

34

Rizki Amalia

70

80

35

Sinta Marliana

70

90

36

Triana Kusuma

50

60

37

Ulvi Febriyanti

65

70

38

Vibby Yuliana

65

75

39

Yuliana Erna

40

50

Jumlah

2310

2715

Rata-rata

59,23

69,61

Nilai Tertinggi

75

90

Nilai Terendah

40

40

Siswa Tuntas

24

35

Siswa Tidak Tuntas

15

% Ketuntasan

61,54

89,74

Hasil pembelajaran pada kedua siklus dapat digambarkan pada grafik berikut.

95

Berdasarkan tabel di atas, pada umumnya nilai kemampuan pemahaman siswa


dalam setiap pembelajaran mengalami peningkatan, hanya ada beberapa orang siswa
yang kemampuannya tetap namun tidak ada yang menurun. Peningkatan terjadi karena
tumbuhnya motivasi dan ketertarikan siswa dalam belajar yang berdampak tumbuhnya
keseriusan siswa dalam menyimak materi yang disajikan.
Berdasarkan tabel di atas tampak bahwa tingkat pemahaman siswa mengalami
peningkatan. Diamati dari pencapaian rata-rata tampak jelas adanya peningkatan dari
59,23 pada siklus I menjadi 69,61 pada siklus kedua. Sementara itu dari pencapaian
ketuntasan belajar siswa tampak juga terjadi peningkatan dari 61,54% pada siklus
pertama dan menunjukkan pembelajaran belum tuntas menjadi 89,74% siswa telah
tuntas pada siklus kedua dan menunjukkan pembelajaran telah tuntas.
Terjadinya peningkatan hasil pembelajaran pada pelaksanaan penelitian ini
salah staunya disebabkan penggunaan media pembelajaran. Pola pemanfaatan media
di luar kelas menurut Arief S. Sadiman (1990:190-197) dapat dibedakan dalam tiga
kelompok, yakni kelompok yang terkontrol, tidak terkontrol (bebas), dan jumlah
sasarannya.
96

Pertama, pemanfaatan media secara terkontrol, yakni media itu digunakan


dalam suatu rangkaian kegiatan yang diatur secara sistematik untuk mencapai tujuan
tertentu, seperti pemanfaatannya di dalam kelas dan pada program pendidikan jarak
jauh.

Hasil belajar melalui pemanfaatan media secara terkontrol ini biasanya

dievaluasi secara teratur dengan alat evaluasi yang terukur.


Kedua, Pemanfaatan media secara bebas (tidak terkontrol), yakni pemanfaatan
tanpa ada kontrol atau pengawasan, seperti media-media yang dimanfaatkan
masyarakat secara luas dengan cara membeli.
menentukan

tujuan

pemanfaatannya,

yakni

Masyarakat itu sendirilah yang


dengan

menyesuaikan

dengan

kebutuhannya masing-masing, seperti pemanfaatan kaset pelajaran bahasa Inggris,


video interaktif tentang Belajar Membaca Al-Quran dan lain-lain.
Ketiga, pemanfaatan media dilihat dari jumlah penggunaannya, yakni secara
perorangan, kelompok, dan massal. Pemanfaatan media secara perorangan biasanya
dilengkapi

dengan

petunjuk

penggunaannya,

memanfaatkannya secara mandiri, seperti modul.

sehingga

pengguna

dapat

Pemanfaatan media secara

kelompok, baik kelompok kecil (2 s.d 8 orang) maupun kelompok besar (9 s.d 40
orang). Media untuk kelompok ini biasanya dilengkapi buku petunjuk bagi pemimpin
kelompoknya.

Setelah atau sebelum memanfaatkan media, kelompok dapat

melakukan diskusi. Terakhir, media yang dimanfaatkan secara masal (mulai puluhan,
ratusan, hingga ribuan orang). Media untuk massal ini biasanya disalurkan melalui
pemancar, seperti radio dan televisi. Sebelum memanfaatkan media ini, peserta diberi
bahan tercetak yang memuat tujuan pembelajaran, garis besar isi, petunjuk tindak
lanjut, dan bahan dari sumber lain untuk pendalaman pemahaman.

97

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya
berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan hasil pembelajaran menyimak
dengan menggunakan media audio visual, diambil simpulan sebagai berikut ini.
1.

Proses pelaksanaan pembelajaran IPS dengan menggunakan media audio


visual dilakukan dalam dua bentuk media yaitu pada siklus 1 menggunakan
power point dan pada siklus 2 menggunakan CD interaktif. Penggunaan
media audio visual ini telah memunculkan beberapa perilaku belajar siswa
yang lebih baik. Perilaku tersebut berupa aktivitas siswa yang aktif dalam
belajar, seperti siswa yang aktif bertanya, mengemukakan pendapat, dan
berani tampil di depan. Siswa juga merasa senang dan berkesan positif
dengan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Pelaksanaan pembelajaran IPS
dengan menggunakan media audio visual sebagai media pembelajaran
dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai berikut.
a) Guru tyerlebih dahulu menjelaskan mengenai tujuan pembelajaran dan
strategi pembelajaran yang akan dilakukan.
b) Melakukan apersepsi untuk menghimpun perhatian dan mempersiapkan
siswa dalam belajar
c) Siswa memperhatikan penyampaian materi melalui tayangan media audio
visual baiak dalam bentuk power point, maupun dalam bentuk CD

98

Interaktif.
d) Siswa mendiskusikan materi yang telah dipelajarinya.
e) Evaluasi
2. Hasil kemampuan pemahaman siswa dalam belajar IPS yang diukur dengan
hasil jawaban siswa terhadap pertanyaan yang berhubungan dengan materi
yang telah disampaikan dari setiap siklusnya mengalami peningkatan. Hal ini
dibuktikan dengan peningkatan rata-rata nilai siswa. Pada siklus I rata-rata
siswa mencapai 59,23; pada siklus II mencapai 69,61. Di samping itu dilihat
dari ketuntasan belajar siswa juga terjadi peningkatan dari 61,54% pada siklus
1 meningkat jadi 89,74% pada siklus ke 2 yang sekaligus menunjukkan bahwa
pembelajaran telah tuntas.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti laksanakan dapat dikemukakan
saran yang bermanfaat bagi peneliti, selanjutnya guru dan sekolah sebagai
berikut :
1.

Agar penggunaan media Audio visual baik dalam bentuk power point
maupun CD Interaktif sebagai media dan sumber belajar berhasil baik,
hendaknya dipersiapkan secara saksama, mulai dari mendesain tampilan
power point yang selektif, bervariasi, dan menarik, alokasi waktu yang
digunakan, sampai strategi pelaksanaannya. Persiapan ini bertujuan agar
penggunaan power point sebagai media dalam pembelajaran dapat
menjadikan siswa merasa fun, santai, dan jauh dari kebosanan, yang pada

99

akhirnya menimbulkan motivasi siswa untuk menyimak sehingga terhindar


dari perilaku siswa yang menyimpang dari KBM.
2.

Sesuai dengan penelitian ini, peneliti menyarankan kepada para pengajar


pelajaran IPS khususnya untuk memanfaatkan berbagai media, model, dan
teknik pembelajaran. Dalam hal ini menggunakan media audio visual
khusunya CD Interaktif untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

100

DAFTAR PUSTAKA

Al Muchtar, S. (1991). Pengembangan Kemampuan Berpikir dan Nilai dalam


Pendidikan IPS. Disertasi. Bandung : PPS IKIP Bandung.
Al Muchtar, S. (2002). "Analisis Pembaharuan Kurikulum Pendidikan IPS".
Makalah pada Seminar Nasional dan Musda I HISPISI Jawa Barat, UPI
Bandung, 31 Oktober 2002.
Arsyad, Azhar. (2002). Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Association for Educational Communication ant Technology (1977) The Definition of
Educational Technology. Washington, DC: AECT.
Awan Mutakin (1998) Model Pembelajaran IPS. Jakarta: P3MTK-Ditjen Dikti

Dahar, Ratna Wilis (2002) Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.


Dimyati & Mudjiono. (1994). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik, O., (1989). Media Pendidikan. Bandung: Alumni.
Nasution (1997). Metode Penelitian Naturalistik0Kualitatif. Bandung: Tarsito.
Purwadarminta (1984). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.
Rumampuk (1988) Media Instruksional IPS. Jakarta: P2LPTK-Ditjen Dikti
Sadiman (1984) Media Pendidikan; Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatan.
Jakarta: Rajawali Pers

Somantri, (2001), Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS, Rosda, Bandung.


Suryabrata (1984) Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.

Wiriatmadja. (2005). Metode Penelitian Tindakan Kelas untuk Meningkatkan


Kinerja Guru dan Dosen. Bandung: PPS UPI dan Remaja Rosdakarya

101

Anda mungkin juga menyukai