Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Pada Era Globalisasi, perkembangan perusahaan yang kian pesat dan kondisi perekonomian

Indonesia yang tidak menentu membawa dampak pada meningkatnya persaingan yang semakin ketat
dan terus berkembang dari perusahaan-perusahaan yang ada membuat semakin banyak perusahaan
yang Go Public. Hal ini akan membuat setiap perusahaan berusaha untuk meningkatkan kinerja
semaksimal mungkin agar dapat memenangkan persaingan. Mereka berlombalomba dalam menarik
minat konsumen melalui produk yang dhasilkan. Hal ini disebabkan oleh perkembangan zaman yang
semakin maju baik di bidang teknologi informasi maupun komunikasi sehingga merubah pandangan
konsumen terhadap suatu produk yang dihasilkan dimana mereka menginginkan produk yang bermutu
tinggi, fungsional, tepat waktu namun dengan harga yang murah.
Pesaingan pada pabrik gula saat ini pun kian bersaing untuk memperoleh kepercayaan pada
masayarakat dalam menghasilkan produk yang terbaik. Pada industri pabrik gula, seperti pada proses
industri lainnya tentu mengalami permasalahan korosi pada setiap tahapan proses produksinya.
Dengan adanya bahan konstruksi yang terbuat dari logam, maka bahan konstruksi pada Pabrik Gula
tersebut rentan terhadap serangan korosi. Korosi itu sendiri merupakan perusakan suatu material
karena adanya reaksi dengan lingkungannya atau dapat disebut sebagai gejala destruktif yang dapat
mempengaruhi hampir semua logam. Pada dasarnya, korosi ini memang tidak dapat dihindari, akan
tetapi dapat diperlambat laju korosinya. Sehingga tanpa disadari, permasalahan korosi ini dapat
menimbulkan dampak-dampak yang merugikan baik dari segi biaya, sumber daya alam dan juga
sumber daya manusia.
Selama ini permasalahan korosi di pabrik gula kurang mendapat perhatian secara berkala
bahkan terkesan sering diabaikan. Selain itu permasalahan seperti ini juga kurang dibahas secara
mendalam serta belum pernah dilakukan pemetaan korosi sebelumnya. Oleh karena itu, salah satu
cara yang digunakan untuk mengetahui persebaran korosi yang terjadi pada pabrik gula di Indonesia,
yaitu melalui perancangan pemetaan korosi pada tiap-tiap unitnya agar dapat memudahkan dalam
proses Maitanance.
1.2

Tujuan
Bertujuan untuk mengetahui permasalahan korosi yang terjadi pada evaporator di Industri

Gula.

1.3

Rumusan Masalah
a.
b.
c.
d.

Apa itu Evaporasi?


Apa jenis evaporator yang digunakan pada industri gula?
Mengapa terjadi korosi pada Evaporator di Industri Gula?
Bagaimana pengendalian korosi pada evaporator di Industri Gula?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Korosi
Korosi merupakan salah satu musuh besar dalam dunia industri, beberapa contoh kerugaian

yang ditimbulkan korosi adalah terjadinya penurunan kekuatan material dan biaya perbaikan akan
naik jauh lebih besar dari yang diperkirakan. Sehingga diperlukan suatu usaha pencegahanpencegahan terhadap serangan korosi.
2.1.1

Pengertian Korosi
Korosi adalah proses degradasi / deteorisasi / perusakan material yang disebabkan oleh

pengaruh lingkungan dan sekitarnya. Ada pengertian dari pakar lain, yaitu :
1. Korosi adalah perusakan material tanpa perusakan material
2. Korosi adalah kebalikan dari metalurgi ekstraktif
3. Korosi adalah system thermodinamika logam dengan lingkungan ( udara, air, tanah ), yang
berusaha mencapai kesetimbangan.

2.2 Pengertian Evaporasi

Secara umum, evaporasi dapat didefinisikan dalam dua kondisi, yaitu proses penguapan yang
terjadi secara alami, dan proses penguapan yang timbul akibat diberikan uap panas (steam) dalam
suatu peralatan. Evaporasi adalah metode yang umum digunakan untuk meningkatkan konsentrasi
dari suatu larutan dengan cara menguapkan air yang terkandung dalam larutan melalui pendidihan
larutan tersebut di dalam suatu wadah dan mengambil uapnya (Richardson, dkk., 2002). Evaporasi
atau penguapan juga dapat didefinisikan sebagai perpindahan kalor ke dalam zat cair mendidih.
Evaporasi didasarkan pada proses pendidihan secara intensif yaitu pemberian panas ke dalam
cairan, pembentukan gelembung-gelembung (bubbles) akibat uap, pemisahan uap dari cairan, dan
pengkondensasian uap. Panas yang diberikan harus cukup untuk memenuhi kalor penguapan agar
proses evaporasi dapat berjalan dengan baik. Umumnya, panas diberikan oleh steam dan selanjutnya
terjadi perpindahan panas dari steam ke larutan melalui rangkaian susunan logam yang berfungsi
sebagai penukar panas di dalam evaporator. Efisiensi dari proses evaporasi dapat dilakukan dengan
memanfaatkan kalor yang tersimpan di dalam uap yang dihasilkan dari proses evaporasi itu sendiri.

Sistem vakum dapat pula digunakan pada proses ini agar proses evaporasi berlangsung pada suhu
rendah sehingga kerusakan produk dapat dihindari.

2.3

Evaporator

Evaporator merupakan alat yang digunakan untuk mengubah sebagian atau keseluruhan
pelarut dari sebuah larutan cair menjadi uap sehingga dihasilkan produk yang lebih pekat. Pada
dasarnya semua jenis evaporator memiliki prinsip kerja yang sama. Salah satunya yaitu pemekatan
larutan berdasarkan perbedaan titik didih yang besar antara masing-masing zat. Selain itu evaporator
dijalankan pada suhu yang lebih rendah daripada titik didih normal. Tekanan mempengaruhi tinggi
rendahnya titik didih cairan murni. Begitu pula pada titik didih cairan dipengaruhi oleh tekanan dan
kadar air pada zat yang tidak mudah menguap seperti gula. Pada efek awal diperlukan adanya
pemanasan suhu yang lebih tinggi. Dan kenaikan titik adalah perbedaan titik didih larutan dan titik
didih cairan murni. Kebanyakan orang mengenal evaporator sebagai salah satu alat yang digunakan
dalam industri gula pasir.

2.3 Proses Penguapan Pada Industri Gula

Hasil dari proses pemurnian adalah nira jernih (clear juice). Langkah selanjutnya dalam
proses pengolahan gula adalah proses penguapan. Penguapan dilakukan dalam bejana evaporator.
Tujuan dari penguapan nira jernih adalah untuk menaikkan konsentrasi dari nira mendekati
konsentrasi jenuhnya.
Pada proses penguapan menggunakan multiple effect evaporator dengan kondisi vakum.
Penggunaan multiple effect evaporator dengan pertimbangan untuk menghemat penggunaan uap.
Sistem multiple effect evaporator terdiri dari 3 buah evaporator atau lebih yang dipasang secara seri.
Di pabrik gula biasanya menggunakan 4(quadrupple) atau 5 (quintuple) buah evaporator.
Pada proses penguapan air yang terkandung dalam nira akan diuapkan. Uap baru digunakan
pada evaporator badan I sedangkan untuk penguapan pada evaporator badan selanjutnya
menggunakan uap yang dihasilkan evaporator badan I. Penguapan dilakukan pada kondisi vakum
dengan pertimbangan untuk menurunkan titik didih dari nira. Karena nira pada suhu tertentu ( > 125 0
C) akan mengalamai karamelisasi atau kerusakan. Dengan kondisi vakum maka titik didih nira akan
terjadi pada suhu 700 C. Produk yang dihasilkan dalam proses penguapan adalah nira kental.

2.4.1

Deskripsi Umum Multiple Effect Evaporator


Multiple effect evaporator merupakan peralatan yang dirancang dengan tujuan meningkatkan

efisiensi energy dari proses evaporasi yang berlangsung dengan menggunakan energy panas dari uap
(steam) untuk menguapkan air. Prinsip dasar dari multiple effect evaporator adalah menggunakan
panas atau kalor yang dilepaskan dari proses kondensasi pada evaporator efek pertama untuk
memberikan panas bagi efek selanjutnya. Uap yang terbentuk dari separator efek pertama akan
memanasi komponen yang sedang berada di unit efek kedua, ketika steam awal (steam langsung)
sedang memanasi komponen yang berada pada unit efek pertama. Pada suatu multiple effect
evaporator, air dididihkan pada suatu rangkaian wadah (vessel), masing-masingnya dilangsungkan
pada tekanan yang lebih rendah dibandingkan dengan unit sebelumnya. Karena titik didih dari air
menurun seiring dengan penurunan tekanan, maka uap yang terbentuk dari satu wadah dapat
digunakan untuk memanaskan unit berikutnya dan hanya pada vessel pertama, yaitu pada tekanan
tertinggi, yang membutuhkan sumber panas eksternal. Laju uap dan air pendingin bagi unit double
effect diperkirakan 50% dibandingkan dengan unit single effect. Laju alir berbagai jenis bagi multiple
effect berkisar antara 3000 LPH sampai dengan 50.000 LPH.

Gambar 2.4.1 Multiple effect evaporator

2.5

Korosi Pada Evaporator


Proses penguapan di Pabrik gula menggunakan alat evaporator. Pada evaporator

permasalahan korosi menelan biaya yang cukup besar dibandingkan dengan unit lain. Terlebih lagi
Nira sebagai bahan baku proses pembuatan gula mempunyai kondisi asam, sehingga berpotensi untuk
5

menimbulkan korosi pada evaporator. Pada proses penguapan ini permasalahan yang sering terjadi
juga adalah timbulnya kerak di dinding pipa evaporator (baik disisi nira maupun di sisi uap). Korosi
dan erosi menjadi salah satu masalah serius yang dihadapi oleh evaporator karena tingginya laju dari
zat cair dan uap yang ada dalam evaporator.
2.5.1

Senyawa Pada Nira Yang Menyebabkan Korosi


Larutan nira terdapat 3 senyawa utama yang menyebabkan rasa manis dalam nira yaitu :

sakarosa, fraktosa dan glukosa. Fraktosa dan glukosa bisa juga disebut dengan gula reduksi. Sakarosa
pada nira tidak mempengaruhi korosivitas pada peralatan-peralatan di pabrik gula karena sakarosa
merupakan senyawa yang sangatn stabil sehingga tidak mudah berikatan dengan O2. Sedangkan gula
reduksi yang terdiri dari fraktosa dan glukosa merupakan gula hasil kerusakan sakarosa oleh mikroba.
Gula reduksi ini tidak stabil karena apabila teroksidasi akan menjadi asam. Asam inilah yang bisa
menjadi katalis dalam proses korosi yang terjadi pada logam-logam di stasiun penguapan. Selain itu
sulfur memiliki pengaruh yang besar terhadap proses terjadinya korosi karena Sulfur memiliki sifat
reduktif. Hal ini disebabkan karena Sulfur mudah sekali mengikat Oksigen (O2) sehingga mudah
dalam membentuk senyawa SO2 dimana senyawa ini bersifat korosif. Sedangkan Asam Asetat
merupakan asam organik yang terbentuk secara alami dari hasil proses fermentasi atau proses
pengrusakan gula yang tereduksi menjadi asam yang dikenal dengan nama Asam Asetat atau Asam
Cuka. Asam Asetat sangat mempengaruhi proses korosi karena senyawa ini memiliki efek sebagai
katalisator dalam proses korosi yang terjadi pada logam. Dari data tabel komposisi kandungan nira,
badan penguapan dialiri oleh nira yaitu dengan Ph 7.2, 6.8 dan 5.5.

2.6

Pengendalian Terjadinya Korosi Pada Evaporator

2.6.1

Pengendalian Terjadinya Kerak


Masalah

kerak

terjadi

karena

kristalisasi

dari

mineral

yang

terbawa

larutan. Kerak yang timbul pada evaporator dapat dipecahkan dengan metode MFC (Magnetic Flow
Cleaner) yaitu metode dengan melakukan distorsi dan pemecahan Partikel - partikel mineral dalam
larutan menjadi debu - debu yang disebabkan oleh pengaruh medan magnet kuat sehingga tidak akan
terjadi kristalisasi.

2.6.2

Pengendalian Terjadinya Korosi Akibat Senyawa Pada Nira

Untuk memperlambat terjadinya korosi pada stasiun penguapan yaitu dengan menggunakan
evaporator jenis material Stainless Steel. Dikarenakan dari hasil uji polarisasi, laju korosi terendah
terjadi pada material jenis Stainless Steel dengan pH 6.8 sebesar 0,47646 mm/year sedangkan laju
korosi tertinggi terjadi pada material jenis Medium Carbon Steel dengan pH 6,8 sebesar 2,5715
mm/year. Laju korosi yang dihasilkan pada Stainless Steel lebih rendah dari pada Medium Carbon
Steel. Hal ini dikarenakan adanya kandungan Chroum (Cr) yang lebih besar dari Stainless Steel
sehingga material jenis ini lebih tahan korosi dibanding dengan material jenis Medium Carbon Steel.
Komponone Alat

pH

Material

Laju Korosi (mmpy)

Evaporator
Evaporator

6.8
6.8

Stainless Steel
Medium Carbon Steel

0,47646
2,5715

Tabel 2.5.2 Hasil Uji Polarisasi Pada Evaporator

BAB III
KESIMPULAN

Proses penguapan di Pabrik gula menggunakan alat evaporator Multiple effect evaporator.
Pada evaporator ini permasalahan korosi yang sering terjadi dikarenakan nira sebagai bahan baku
proses pembuatan gula mempunyai kondisi asam, dimana asam inilah yang bisa menjadi katalis dalam
proses korosi yang terjadi pada logam-logam pada evaporator. Selain itu korosi pada evaporator juga
di sebabkan oleh timbulnya kerak di dinding pipa evaporator (baik disisi nira maupun di sisi uap).
Pengendalian korosi yang disebabkan oleh bahan baku nira yang bersifat asam adalah dengan
menggunakan evaporator jenis material Stainless Steel, dimana material ini mengandung Chroum (Cr)
yang besar sehingga memperlambat terjadinya korosi. Sedangkan pengendalian korosi yang
disebabkan oleh kerak dapat dipecahkan dengan metode MFC (Magnetic Flow Cleaner).

DAFTAR PUSTAKA

Hugot.1986. Handbook of Cane Sugar Engineering.Munajib.1990. Cara-cara analisa kimia.


Surabaya: Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, Departemen Perindustrian.
Roberge, Piere. 2000. Handbook of Corrosion Engineering. New York: McGraw Hill International
Book Company.
Perry, Robert. 2008. Perrys Chemical Engineers Handbook 8th Edition. New York: Mc Graw Hill

Anda mungkin juga menyukai