Anda di halaman 1dari 42

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Amputasi berasal dari kata amputare yang kurang lebih diartikan
pancung. Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh
sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Amputasi merupakan satu diantara
prosedur pembedahan tertua yang telah berlangsung sejak lebih dari 2000 tahun
yang lalu.1
Mayoritas amputasi dilakukan karena adanya sumbatan pada pembuluh
darah yang menuju ke kaki yang disebabkan oleh karena pengerasan pada dinding
arteri (aterosklerosis). Sumbatan ini menyebabkan insufisiensi suplai darah yang
menuju ke kaki. Karena diabetes menyebabkan pengerasan dinding arteri, maka
sekitar 30-40% amputasi dilakukan terhadap pasien diabetes. Pada pasien dengan
diabetes dapat timbul ulkus pada kaki dan sekitar 7% merupakan ulkus yang aktif.
Ulkus bisanya rekuren pada banyak penderita diabetes, sekitar 5-15% dari pasienpasien diabetes dengan ulkus pada akhirnya memerlukan tindakan amputasi.
Pengerasan dinding arteri kebanyakan terjadi pada laki-laki lansia yang merokok,
maka mayoritas tindakan amputasi karena penyakit vascular terjadi pada
kelompok ini.1
Ketika pengerasan dinding arteri menimbulkan gangren dan nyeri yang
hebat dan berkepanjangan, maka amputasi mungkin merupakan pilihan
pengobatan. Jika amputasi tidak dilakukan, dapat menimbulkan adanya infeksi
yang dapat mengancam nyawa pasien. Kadang-kadang, tindakan by pass dapat
mencegah dilakukannya amputasi, tetapi tidak semua pasien dapat dilakukan
operasi by pass. Sebelum dilakukan amputasi, tungkai dapat menimbulkan
masalah yang serius yaitu dengan adanya infeksi dan nyeri yang dapat
mengancam nyawa pasien.1

Amputasi sebagian kecil dilakukan terhadap pasien dengan tumor atau


kanker pada ekstremitas, hal tersebut biasanya terjadi pada pasien yang lebih
muda.1
Amputasi ekstremitas telah dilakukan sejak zaman kuno. Penjelasan
mengenai amputasi tungkai pertama kali dijelaskan oleh Hipokrates (460-377
SM). Walaupun prosthesis tidak disebut dalam literatur kedokteran sejak zaman
kuno, mereka dengan sungguh-sungguh belajar dari buku-buku non-kedokteran
dan dari gambar-gambar.2,3
Kehilangan anggota gerak selalu menimbulkan masalah dalam hal
ekonomi, sosial, dan psikologis terhadap pasien dan keluarganya. Bagaimanapun,
amputasi merupakan pilihan terbaik yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan
nyawa pasien. Indikasi amputasi ekstremitas secara umum disimpulkan sebagai
3D, yaitu dead, deadly, dan dead loss. Indikasi utama amputasi bervariasi di tiap
negara, tetapi umumnya terdiri atas trauma, komplikasi diabetes mellitus, dan
penyakit vascular perifer. Mayoritas pasien amputasi di negara berkembang
adalah pasien yang berusia lebih dari 60 tahun, dan 80-90% amputasi pada
ekstremitas bawah dilakukan karena gangguan vascular.2,3
Amputasi ekstremitas atas , selain amputasi jari meliputi 15-20% dari
semua amputasi ekstremitas. Lebih dari 90% amputasi ekstremitas atas
disebabkan oleh trauma, dan mayoritas terjadi pada laki-laki usia antara 20-40
tahun. Pembedahan tungkai untuk tumor tulang primer dan jaringan lunak
mungkin terjadi pada sebagian pasien. Penyebab lain yang jarang terjadi untuk
amputasi ekstremitas atas adalah penyakit vascular perifer, malformasi congenital,
gangguan neurologis, dan infeksi berat.4
Kehilangan ekstremitas atas adalah konsekuensi terburuk yang harus
diterima dibandingkan dengan kehilangan ekstremitas bawah. Amputasi
ekstremitas atas sering terjadi pada laki-laki muda korban trauma. Walaupun telah
terjadi perkembangan dalam material dan desainnya, penggunaan prostetik pada
pasien yang mengalami amputasi ekstremitas atas dalam jangka waktu lama hanya
sekitar 50%. Penggunaan prostetik dikurangi pada pasien amputasi dengan level

yang lebih tinggi, seperti cedera cedera brakialis dan ketika inisiasi rehabilitasi
dengan prostetik mengalami keterlambatan.4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

AMPUTASI EKSTREMITAS BAWAH


1.1

ANATOMI TUNGKAI

Fungsi utama tungkai adalah untuk menunjang tubuh dan menjadi


tumpuan sewaktu berdiri, berjalan dan berlari, mereka dikhususkan sebagai daya
penggerak. Kedua tulang paha di posterior bersendi melalui art. sacroiliaca yang
kuat dan di anterior bersendi melalui symphysis pubis. Akibatnya tungkai lebih
kokoh dan dapat menahan berat badan sewaktu berdiri, berjalan dan berlari. Setiap
tungkai dapat dibagi dalam regio glutealis, paha, lutut, kaki, pergelangan kaki dan
kaki.5
A. Otot-Otot Ekstremitas Bawah
1. Otot Paha :

M. Rectus femoris

M. vastus lateralis

M. vastus medialis

M. vastus intermedius

M. Sartorius

M. gracilis

M. biseps femoris

M. semitendinosus

M. semimembranosus

2. Otot yang menggerakkan lutut dan kaki

M. tibialis anterior

M. ekstensor digiti longus

M. ekstensor hallucis longus

M. peroneus tersier

M. peroneus longus

M. peroneus brevis

M. gastrocnemius

M. soleus

M. plantaris

M. popliteus

M. tibialis posterior

M. fleksor digitorum longus

M. fleksor hallucis longus

B. Tulang-Tulang Ekstremitas Bawah


1. Femur
2. Tulang tungkai :

Tibia

Fibula

3. Pergelangan kaki : tarsal


4. Kaki : metatarsal
5. Jari-jari kaki : phalanges

Gambar 2.1 Femur2

Gambar 2.2 Hip Joint2

Gambar 2.3 Bony Attachments of Muscles of Hip and Thigh: Anterior View2

Gambar 2.4 Bony Attachments of Muscles of Hip and Thigh: Posterior View2

Gb. Bony attachments of muscles of leg

Gb. Tulang jari kaki

Gambar 1.6 Gambar


Superficial
Veins
ofLateral
Lower Limb:
3.8 Nerves
Femoraland
Nerve
and
Femoral

1.2 ETIOLOGI
Amputasi ekstremitas bawah dapat dilakukan untuk alasan-alasan berikut : 1,2
1.

Penyakit vaskular perifer (PVD) 13,14,15,16,17


Kebanyakan amputasi dilakukan adalah untuk penyakit iskemik,
terutama pada orang tua dengan diabetes mellitus. Pasien-pasien ini sering
mengalami neuropati perifer yang berkembang menjadi ulkus dan
selanjutnya gangren dan osteomielitis.

2.

Trauma
Patah tulang terbuka yang parah (IIIc) dengan cedera pada arteri
poplitea dan nervus tibialis posterior dapat diobati dengan teknik-teknik
terkini, namun dengan biaya yang tinggi, dan beberapa pembedahan
diperlukan.

Hasilnya

sering merupakan

kaki yang

terasa sakit,

nonfungsional, dan kurang efisien daripada prosthesis.


3.

Tumor
Amputasi jarang dilakukan dengan munculnya teknik-teknik
penyelamatan ekstremitas yang semakin maju.

4.

Infeksi
Pengobatan sepsis dengan agen vasokonstriktor kadang-kadang
dapat menyebabkan sumbatan pembuluh darah dan selanjutnya dapat
menjadi nekrosis, sehingga perlu amputasi. Di lain waktu, eradikasi
sumber infeksi yang sulit menyebabkan dilakukannya amputasi untuk
menghilangkan sumber infeksi tersebut.

5.

Defisiensi ekstremitas kongenital (Congenital limb deficiency)


Amputasi karena defisiensi ekstremitas kongenital dilakukan
terutama pada populasi pediatrik karena kegagalan pembentukan tungkai
sebagian

atau

komplit.

Defisiensi

diklasifikasikan sebagai longitudinal,

ekstremitas

kongenital

telah

transversal, atau intercalary.

Defisiensi radialis atau tibialis disebut sebagai preaxial, sedangkan


defisiensi ulnaris dan fibula disebut sebagai postaxial.

10

1.3 PATOFISIOLOGI
Amputasi ekstremitas bawah sering merupakan pilihan pengobatan untuk
ekstremitas yang tidak terekonstruksi dan fungsi yang kurang memuaskan.
Amputasi harus dilakukan dengan hati-hati dan dianggap sebagai prosedur
rekonstruktif, mirip dengan artroplasti total sendi panggul (total hip arthroplasty)
atau mastektomi (amputasi payudara), daripada sebuah prosedur ablatif.
Semakin tinggi level amputasi pada ekstremitas bawah, maka semakin
besar pengeluaran energi yang diperlukan untuk berjalan. Lihat gambar di bawah
ini untuk melihat tingkat amputasi 7. Semakin proksimal level amputasi, maka
semakin berkurang kecepatan berjalan dan semakin besar konsumsi oksigen.

Bagi kebanyakan orang yang telah menjalani transtibial amputasi, biaya


energi untuk berjalan tidak lebih besar daripada yang diperlukan untuk orangorang yang tidak mengalami amputasi. Bagi mereka yang telah menjalani
amputasi transfemoral, energi yang diperlukan adalah 50-65% lebih besar
daripada yang diperlukan bagi mereka yang tidak mengalami amputasi. Selain itu,
mereka yang PVD yang telah menjalani amputasi mungkin transfemoral
cardiopulmonary atau penyakit sistemik dan memerlukan energi maksimal untuk
berjalan, membuat sulit untuk mempertahankan kemandirian.

11

Tabel pengeluaran energi untuk amputasi


Amputation level

Energy above baseline,


%

Speed, m/min Oxygen cost, mL/kg/m

Long transtibial

10

70

0.17

Average transtibial 25

60

0.20

Short transtibial

40

50

0.20

Bilateral transtibial 41

50

0.20

Transfemoral

65

40

0.28

Wheelchair

0-8

70

0.16

Penyembuhan luka amputasi memerlukan perhatian yang besar karena


kebanyakan amputasi dilakukan untuk sirkulasi pembuluh darah yang tidak
adekuat (misalnya, PVD, kerusakan penutup jaringan lunak akibat trauma). Kulit
merupakan faktor yang sangat penting dalam kemampuan mobilisasi dan hasil
akhir bagi orang yang telah mengalami amputasi. Penutup jaringan lunak dari
ekstremitas sisa sekarang menjadi akhir proprioseptif organ antara sisa ujung
ekstremitas dengan prostesis. Untuk ambulasiyang efektif, penutup ini harus
terdiri dari massa otot cukup mobile nonadherent dan meliputi seluruh
ketebalan kulit dan jaringan subkutan yang dapat menampung tegangan aksial dan
tegangan geser dalam soket prostetik.
Split-thickness skin grafting (STSG) kadang-kadang digunakan untuk
melengkapi penutupan luka atau mengurangi ketegangan pada penutupan luka,
sambil mempertahankan panjang ekstremitas. Ketika ditempatkan di atas jaringan
lunak dengan menghindari jaringan parut pada tulang, cangkokan-cangkokan
(graft) ini dapat berfungsi dengan cukup baik. Namun, sering terjadi area
pencangkokan kulit ini tidak dapat mentoleransi stress aksial dan tegangan geser
dalam prostesis dan mungkin memerlukan pengangkatan di kemudian hari, ketika
pembengkakan pascaoperasi telah mereda.
Pada pasien dengan penyakit vaskular, pelestarian panjang ekstremitas
harus diimbangi dengan kemampuan penyembuhan luka dan kemampuan untuk

12

ambulasi. Sebuah evaluasi operasi vaskular harus diperoleh untuk menentukan


kelayakan rekonstruksi vaskular dengan harapan mempertahankan panjang
ekstremitas. Untuk pasien agar secara efektif dapat mentransfer berat badannya
dari sisa tungkai ke prostesis, sebuah penutup jaringan lunak yang intak mutlak
diperlukan.
Rasa Sakit Dan Sindrom Sisa Ekstremitas Yang Tidak Aktif
Meskipun industri prostesis telah membuat kemajuan yang signifikan
selama beberapa dekade, rasa sakit masih menjadi masalah bagi banyak pasien
yang telah menjalani amputasi ekstremitas bawah. Prostesis diperlukan untuk
memperbaiki dan mengurangi area yang sakit dan sensitif ini. Seringkali,
perbaikan gejala bisa tercapai, namun, intervensi bedah lebih lanjut mungkin
diperlukan.
Rasa sakit pada pasien yang telah menjalani amputasi ekstremitas dapat
berasal dari tulang, otot, saraf, atau kulit. Gejala yang menyakitkan ini biasanya
menyebabkan disabilitas yang signifikan, kesulitan melakukan kegiatan seharihari, dan penurunan kemampuan untuk memakai prosthesis.
1.4 MANIFESTASI KLINIS
Pada pasien dengan PVD, diagnosis biasanya diketahui setelah pada
individu-individu ini dilakukan studi vascular dan diputuskna harus melakukna
revaskularisasi. Dengan adanya sumbatan pembuluh darah yang progresif dan
neuropati, kaki menjadi gangrene dan titik tekanan pada kaki tersebut lama-lama
berubah menjadi ulkus dan akhirnya menginvasi ke tulang. Selama dalam
perawatan, diperlukan biaya terhadap mahal langkah-langkah yang dilakukan
dalam upaya untuk menyelamatkan ujung kaki individu tersebut, dan pasien
kehilangna banyak waktu produktif yang berharga. Pasien sering mengalami
beberapa amputasi kaki dan multiple debridement, sering kursi roda menjadi
alternative untuk menghilangkan rasa sakit atau untuk menghilangkan tekanan
pada ekstremitas. Selain itu, pasien seringkali mengalami selulitis karena
venostasis atau nyeri yang menetap karena penyakit iskemik.

13

Untuk pasien trauma, amputasi mungkin terjadi akibat transeksi


ekstremitas langsung atau pada fraktur terbuka yang parah dengan cedera
neurovaskular yang unreconstructable. Tungkai yang terluka parah menyebabkan
rekonstruksi yang kurang fungsional dibandingkan dengan amputasi. Hal lain
disebabkan karena kegagalan upaya untuk memepertahankann anggota tubuh
pasien tidak dapat dilakukan sehingga meninggalkan pasien dalam kondisi
kesakitan. Ekstremitas yang diselamatkan sering memerlukan pengobatan
berkepanjangan yang membutuhkan psikologis yang baik pada pasien dan
menyerap energi emosional yang signifikan. Ekstremitas yang dihasilkan mungkin
kurang fungsional dibandingkan dengan pemakaian prosthesis.
Osteomyelitis dapat terjadi akibat dari penyakit sistemik atau patah tulang
terbuka. Kultur atau biopsi sering dapat digunakan untuk mengidentifikasi
organisme penyebab infeksi. Gas Gangren adalah infeksi yang sangat serius yang
disebabkan oleh spesies Clostridium, sering mengakibatkan amputasi. Infeksi
Myonecrosis akibat klostridiumi berkembang dengan cepat, dan pada pasien dapat
bermanifestasi sebagai rasa nyeri, sepsis, dan delirium. Pemeriksaan palpasi
sering ditemukan secret berwarna kecoklatan dan krepitasi dalam jaringan lunak.
Infeksi myonecrosis karena streptokokus berkembang lebih lambat dari
infeksi klostridium. Orang dengan diabetes mellitus sering mengalami infeksi
yang melibatkan infeksi polymicrobial yang termasuk kedalam mikrorganisme
anaerob dan Gram negatif.
Keganasan sering bermanifestasi sebagai rasa nyeri. Pasien sering dirujuk
untuk mengikuti pemeriksaan amputasi untuk tumor, setelah penyelamatan
ekstremitas tidak termasuk sebagai pilihan.
Defisiensi ekstremitas kongenital dan malformasi congenital adalah jelas
dan tampak sejak lahir. Dengan kesulitan pertumbuhan, dan keterbatasan
perkembangan fungsional yang membatasi mobilitas pasien.

1.5 INDIKASI

14

Amputasi adalah pengobatan pilihan untuk penyakit pada tungkai dan


cedera ekstremitas bawah yang mana upaya menyelamatkan dan merekonstruksi
memerlukan waktu yang panjang, emosi dan finansial mahal, dan memiliki hasil
yang kurang memuaskan. Indikasi untuk penghapusan ekstremitas mencakup
PVD, trauma, tumor, infeksi, dan anomaly kongenital.
Indikasi utama untuk amputasi ekstremitas di Amerika Serikat adalah
PVD. Orang dengan diabetes mellitus meliputi 50% dari seluruh populasi dengan
PVD. Diperkirakan 65.000 amputasi ekstremitas bawah dilakukan untuk
kelompok ini setiap tahun. Amputasi ekstremitas untuk PVD dilakukan untuk
infeksi tulang dan jaringan lunka yang tidak terkendali, penyakit yang
nonreconstructable dengan kehilangan jaringan yang terus-menerus, atau rasa
sakit yang tidak henti-hentinya akibat iskemia otot.
Meskipun ada peralatan yang lebih aman dan perbaikan dalam operasi
menyelamatkan anggota tubuh telah dilakukan, kehilangan anggota tubuh akibat
trauma terus terjadi karena kecelakaan industri dan kecelakaan kendaraan
bermotor. Kecelakaan ini melibatkan fraktur terbuka dengan derajat yang lebih
tinggi dengan keterlibatan cedera saraf, kehilangan jaringan lunak, iskemia dan
cedera neurovaskular yang unreconstructable. Dalam kasus ini, mungkin pada
awalnya menyelamatkan ekstremitas dapat berhasil, tetapi hanya akan berakhir
pada ujung yang terinfeksi dan menyakitkan pasien yang mempengaruhi aktivitas
kehidupan sehari-hari dan pekerjaannya. Upaya menyelamatkan anggota tubuh
sering dilakukan dengan hasil yang kurang baik, meninggalkan pasien dengan
ekstremitas yang kurang fungsional daripada prostesis dan mengakibatkan pasien
kehilangan banyak waktu untuk bekerja dan biaya dalam perawatan.
Tujuan dalam pengobatan tumor ganas tulang adalah membuang lesi
dengan risiko yang paling rendah untuk mengalami kekambuhan. Pembedahan
penyelamatan ekstremitas telah menggantikan peran amputasi sebagai pengobatan
utama untuk tumor tulang. Agar pembedahan tersebut dapat direkomendasikan,
risiko kekambuhan lokal harus sama dengan melakukan amputasi, dan anggota
tubuh yang diselamatkan harus dapat berfungsi dengan baik.

15

Anomaly dan malformasi tungkai congenital meliputi persentase yang


kecil untuk amputasi. Situasi ini dievaluasi secara individual karena anggota tubuh
ini sering dapat berfungsi dengan baik dan dapat digunakan manajemen orthotic
atau rekonstruksi anggota badan. Ketika mempertimbangkan amputasi, harus
dipastikan tindakan tersebut akan menghasilkan fungsi yang lebih baik daripada
keadan pasien dengan kondisi saat ini.
1.6 KONTRAINDIKASI
Keputusan untuk melakukan amputasi sering datang setelah semua pilihan
lain telah habis. Ini adalah keputusan akhir yang tidak dapat dibalikkan lagi jika
sudah dilakukan amputasi. Satu-satunya kontraindikasi untuk amputasi adalah
kesehatan yang buruk yang mengganggu kemampuan pasien untuk menerima
obat-obat anestesi dan pembedahan. Anggota badan sakit sering merupakan
sumber utama penyakit pasien yang mengarah kepada penurunan status kesehatan
pasien.

Penghapusan

ekstremitas

yang

berpenyakit

diperlukan

untuk

menghilangkan toksin sistemik dan menyelamatkan kehidupan pasien.


1.7 PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Laboratorium
Penyembuhan luka akibat amputasi menjadi perhatian yang serius karena
kebanyakan amputasi dilakukan pada sirkulasi pembuluh darah yang tidak
adekuat. Pemeriksaan laboratorium standar yang direkomendasikan tergantung
pada kondisi medis pasien. Studi laboratorium relatif terhadap penyembuhan luka
adalah sebagai berikut:

C-reactive protein (CRP): marker inflamasi ini merupakan indikator


terhadap adanya infeksi. Kadar CRP kurang dari 1,0 mg / L menunjukkan
bahwa tidak ada infeksi; lebih besar dari 8 mg / L menunjukkan infeksi
signifikan.

Hemoglobin: hasil pengukuran hemoglobin yang lebih besar dari 10 g / dL


diperlukan. Darah yang banyak mengandung oksigen diperlukan untuk
penyembuhan luka.

16

Hitung limfosit absolut: Kurang dari 1500//L menunjukkan defisiensi


imun dan peningkatan limfosit kemungkinan infeksi.

Kadar Albumin Serum: kadar 3,5 g / dL atau kurang menunjukkan


malnutrisi dan hilangnya kemampuan untuk penyembuhan luka.
Pada pasien dengan gangren yang tidak progresif, kondisi fisiologis yang

tidak memadai seperti yang ditentukan oleh pemeriksaan laboratorium ini perlu
dioptimalkan (misalnya, dengan obat oral atau melalui infus hiperalimentasi
sebelum amputasi untuk gizi buruk). Ketika infeksi sudah tidak progresif atau
iskemik teratasi, amputasi terbuka dapat dilakukan dan jaringan lunak dapat
dibuat kemudian.
Pencitraan

Radiografi anteroposterior dan lateral dari ekstremitas yang terlibat

Computed tomography (CT) scan dan Magnetic Resonance Imaging


(MRI) yang dilakukan untuk pemeriksaan pasien tumor atau osteomielitis
untuk memastikan batas pembedahan.

Scan tulang Technetium-99m (99m Tc) pyrophosphate telah digunakan


untuk memprediksi kebutuhan untuk amputasi pada orang dengan luka
bakar listrik dan frostbite. Dengan tingkat sensitivitas 94% dan spesifisitas
100% telah dilaporkan dalam membedakan jaringan yang viable dan
nonviable.

USG Doppler digunakan untuk mengukur tekanan arteri; Pada sekitar 15%
dari

pasien

dengan

PVD,

hasilnya

palsu

meningkat

karena

noncompressibility dari ujung calcified arteri. USG Doppler telah


digunakan di masa lalu untuk memprediksi penyembuhan luka. Ukuran
minimum 70 mm Hg diyakini diperlukan untuk penyembuhan luka.
-

Iskemik indeks (II): Indeks ini adalah rasio dari tekanan USG
Doppler pada tingkat yang sedang diuji dengan tekanan sistolik

17

brakialis. II dari 0,5 atau lebih besar pada tingkat operasi


diperlukan untuk mendukung penyembuhan luka.
-

Ankle-brachial index: The II di tingkat pergelangan kaki


diyakini menjadi indikator terbaik untuk menilai aliran darah
yang adekuat masuk ke tungkai. Indeks kurang dari 0,45
menunjukkan Insisi distal ke pergelangan kaki tidak akan
sembuh.

Tes lain
Pengukuran tekanan oksigen tarnscutaneus adalah pemeriksaan

non-

invasif yang menilai tekanan parsial oksigen berdifusi melalui kulit. Pemeriksaan
ini dapat diterapkan untuk setiap area kulit utuh dan mencatat kapasitas
pengiriman oksigen dari sistem vascular18,19. Pengukuran tekanan oksigen
transcutaneus diyakini yang paling dapat diandalkan dan tes yang sensitif untuk
penyembuhan luka.

Nilai lebih besar dari 40 mm Hg menunjukkan potensi yang baik untuk


penyembuhan luka. Nilai yang kurang dari 20 mm Hg menunjukkan
potensi penyembuhan yang buruk.

Satu penelitian melaporkan tingkat sensitifitas 88% dan tingkat spesifitas


84%19. Tekanan mungkin palsu di daerah edema, selulitis, dan perubahan
stasis vena.

1.8 PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Sebuah pendekatan lintas disiplin harus diambil 8,9. Pasien yang menjalani
amputasi harus dievaluasi untuk kognitif dan kemampuan fisik. Konsultasi dengan
ahli terapi fisik, pekerja sosial, dan mungkin seorang psikiater harus diperoleh
untuk menentukan potensi ambulatori pasien. Membiarkan pasien untuk berbicara
dengan seseorang yang telah mengalami amputasi juga dapat mempersiapkan
pasien untuk harapan masa depan dan menyediakan jawaban atas pertanyaan
pasien mungkin tidak dipertimbangkan.

18

Pasien dengan PVD harus dievaluasi oleh seorang ahli bedah vaskular
untuk menentukan kelayakan vaskular rekonstruksi. Konsultasi dengan spesialis
internal juga direkomendasikan untuk evaluasi pasien umum kesehatan medis dan
segala penyakit kardiovaskular, serta pengendalian diabetes mellitus, jika sesuai.
Risiko kematian berikut amputasi ekstremitas bawah pada pasien diabetes bisa
tinggi Di samping itu, banyak pasien dengan PVD sering kekurangan gizi dan
mungkin mempunyai tambahan iskemik jantung atau iskemik otak. Infeksi yang
berkembang pada pasien-pasien ini sering polymicrobial, dan antibiotik spektrum
luas yang direkomendasikan dalam hubungannya dengan debridement adalah
antibiotic dengan spectrum luas.16,20
Dalam myonecrosis klostridial infeksi, oksigen hiperbarik mungkin
diperlukan dalam kombinasi dengan antibiotik yang sesuai. Myonecrosis
streptokokus membutuhkan antibiotik yang sesuai dan eksisi otot yang terlibat.
Terapi Pembedahan
Telah dibuat kemajuan yang besar dalam hal penatalaksanaan trauma
ekstremitas bawah yang parah dan PVD. Revaskularisasi, fiksasi internal patah
tulang, teknik mikrovaskuler, dan prosedur-prosedur transfer jaringan bebas telah
membaik dan meningkatkan kepuasan pasien. Pandangan saat ini adalah bahwa
operasi amputasi merupaka prosedur rekonstruksi untuk mengembalikan pasien ke
kehidupanyangaktif.
Dibandingkan dengan perubahan yang telah terjadi di bidang prosthetics,
teknik amputasi telah berubah sedikit selama bertahun-tahun. Bahkan dengan
amputasi dan pemasangan prosthesis yang dilakukan dengan baik, beberapa
pasien mempunyai gejala ekstremitas sisa terasa sakit, bengkak, dan rasa
ketidakstabilan, dan juga memiliki penurunan panjang prostetik. Pasien ini
menimbulkan tantangan bagi ahli bedah rekonstruksi. Efek dari operasi
sebelumnya, perubahan anatomi, atrofi otot dan tulang, dan deconditioning
aerobic adalah variabel yang penting dalam memprediksi keberhasilan operasi
amputasi.

19

Prinsip-prinsip umum untuk operasi amputasi melibatkan manajemen yang


sesuai dengan kulit, tulang, saraf, dan pembuluh darah, sebagai berikut:

Panjang kulit terbesar mungkin harus dipelihara untuk penutupan otot dan
pembebasan tegangan

otot ditempatkan di atas ujung tulang yang dipotong melalui myodesis


(yaitu, otot dijahit melalui lubang bor di tulang), flap posterior panjang
dijahit anterior, atau myoplasty seimbang (yaitu, antagonis kelompok otot
dan fasia dijahit bersama-sama).

Saraf ditranseksi di bawah ketegangan, proksimal terhadap tulang yang


dipotong dan daerah bebas tegangan. Hal ini untuk mengurangi potensi
terbentuknya neuroma yang akan menjadi sumber rasa sakit. Memotong
saraf d proksimal bebas skar berpotensi untuk membantu dalam
mengurangi iritasi dan rasa sakit..

Arteri dan vena yang lebih besar didiseksi dan diligasi. Hal ini untuk
mencegah fistula arteriovenosa dan aneurisma. Penonjolan tulang disekitar
persendian dihilangkan dengan gergaji. Transeksi diafisis dapat ditutup
dengan cangkok osteoperiosteal fleksibel lokal. Mempertahankan panjang
maksimal ekstremitas mungkin sangat diharapkan. Amputasi di bawah
lutut sebaiknya dilakukan 12,5-17,5 cm di bawah sendi.12

Persiapan Sebelum Operasi

Antibiotik yang tepat sebelum operasi diberikan dalam kasus-kasus


infeksi, dan antibiotik profilaksis yang diberikan dalam kasus-kasus
amputasi elektif atau yang dihasilkan dari trauma.

Sebuah turniket yang ditempatkan di ujung tungkai

Instrument vascular dan tulang

Serangkaian 45-angled chisels untuk rekonstruksi osteomyoplastik.

Sebuah kekuatan yang tepat untuk memotong tulang melihat diperoleh


(biasanya kekuatan berosilasi melihat).

Vessel ligatures.

20

Amputasi Transmetatarsal
Insisi kulit dilakukan sedistal mungkin, dibuat flap dorsalis dan plantar.
Otot Fleksor dan ekstensor diangkat sebagai salah satu musculofascial flap.
Pembuluh darah diisolasi dan diligasi, dan saraf jari-jari dipisahkan, didistraksi,
dan diligasi pada tingkat yang lebih proksimal.
Osteoperiosteal flaps diangkat dari metatarsal pertama dan kelima.
Metatarsal ditranseksi dari dorsal ke plantar di sekitar 15. Osteoperiosteal flaps
dijahit end-to-end dan kepada setiap metatarsal, meliputi (menutup) diaphysis
yang terbuka. Fleksor dan ekstensor dijahit satu sama lain melalui fasia,
membentuk myoplasty. Jika digunakan, turniket dilepaskan dan perdarahan
dikendalikan. Penrose drain ditempatkan untuk dekompresi hematoma.
Amputasi Transtibial
Informed consent diperoleh dari semua pasien. Pada pasien dengan residu
ekstremitas yang pendek, kemungkinan disarticulasi lutut atau amputasi di atas
lutut juga dibahas. Setiap usaha dilakukan untuk mempertahankan sendi lutut.
Pasien diposisikan telentang. Sebuah tonjolan di bawah pinggul dapat digunakan
untuk mengontrol rotasi ekstremitas, dan turniket diterapkan. Pada pasien dengan
penyakit vaskular, penggunaan turniket adalah pada dasar kebijaksanaan. Tidak
ada perbedaan dalam penyembuhan luka antara insisi anterior-posterior, oblik,
atau insisi medial-lateral.
Setelah irisan, menembus lapisan otot, kemudian membawa lebih
proksimal, dengan kompartemen anterior, lateral, dan posterior diidentifikasi dan
terisolasi. Jika panjang flap otot posterior digunakan untuk menutupi bagian
anterior pada amputasi primer, perawatan harus dilakukan untuk mempertahankan
panjang otot kompartemen posterior ini. Selama isolasi kompartemen otot,
perawatan juga harus dilakukan untuk mempertahankan lampiran fasia ke otototot untuk rekonstruksi myoplastic.

21

Mengikuti isolasi kompartemen otot, struktur neurovaskular utama


diidentifikasi, dibebaskan dari jaringan parut, dan dipisahkan. Ini harus mencakup
n. tibialis, arteri, dan vena; n. peronealis superfisialis dan profunda, arteri dan
vena peroneal; n. suralis; dan nervus serta arteri saphena. Saraf yang diidentifikasi
harus ditranseksi setinggi mungkin dan diperbolehkan untuk menarik jaringan
lunak. Arteri dan saraf dipisahkan dan diligasi dalam cara terpisah.
Setelah diseksi jaringan lunak selesai, perhatian adalah berpaling kepada
struktur tulang. The periosteum diinsisi dari anterior ke posterior pada fibula dan
tibia. Dengan sudut 45, osteoperiosteal flap diangkat ke medial dan lateral,
mempertahankan lampiran proksimal. Fragmen kortikal kecil yang tersisa
dibiarkan melekat pada periosteum.
Setelah flaps osteoperiosteal dibuat, setiap korteks tulang yang terekspos
direseksi pada tingkat yang sama, untuk memudahkan penjahitan dari
osteoperiosteal flaps. Ini memerlukan tidak lebih dari 1,5-2 cm dari tulang untuk
reseksi. Medial tibial flap dijahit ke lateral fibular flap, dan lateral tibial flap
dijahit ke medial fibula flap, mengakibatkan struktur mirip tabung.
Pada

sisa ekstremitas

yang

pendek

atau sangat

pendek, graft

osteoperiosteal diambil dari proksimal tibia, ekstremitas kontralateral, atau krista


iliaka untuk mempertahankan panjang tulang. Ini mungkin juga dilakukan pada
setiap panjang sisa ekstremitas. Para penulis telah menggunakan free
osteoperiosteal grafts yang diambil dari tungkai yang dipotong pada amputasi
primer tanpa kesulitan dan dengan pembentukan synostosis yang lengkap.
Amputasi Transfemoral
Pasien diberitahu mengenai risiko dan komplikasi bedah. Semua upaya
dilakukan untuk mempertahankan panjang sisa ekstremitas, untuk menghindari
perlunya peningkatan pengeluaran energi. Dalam rekonstruksi sekunder, laporan
operasi sebelumnya harus ditinjau ulang dan perhatian harus diarahkan ke arah
perawatan otot dan saraf, yang dapat membantu dalam eksposur dan pembedahan.
Ekstremitas disiapkan dalam cara yang standar. Sebuah turniket mungkin tidak
selalu layak, dan turniket steril dapat digunakan. Sebuah tonjolan diletakkan di

22

bawah pinggul dari ekstremitas yang terlibat untuk membantu mengontrol rotasi.
Insisi sebelumnya diidentifikasi dan digunakan, jika diperlukan.
Dilakukan pembedahan menembus lapisan otot. Otot-otot sering
mengalami retraksi dan atrofi, sehingga diperlukan diseksi proksimal dan
identifikasi. Adduktor, abductor, quadrisep, dan hamstring terisolasi dalam
kelompok masing-masing. Penutup fasia dipertahankan untuk myoplasty
berikutnya. Struktur neurovaskular diidentifikasi dan diisolasi secara terpisah.
Memisahkan saraf dari arteri penting. Dengan cara ini, iritasi pulsatil saraf dapat
dihindari.
Saraf tungkai dimobilisasi oleh diseksi tumpul ditranseksi pada tingkat
yang lebih tinggi, sehingga terjadi retraksi ke jaringan lunak sekitarnya. Jika
turniket telah digunakan, mungkin akan dirilis untuk mengevaluasi pendarahan.
Struktur vaskular sering rapuh dan harus ditangani dengan hati-hati untuk
menghindari retraksi proksimal. Arteri dan vena yang terkait diligasi secara
terpisah untuk menghindari hubungan arteri-vena.
Perhatian diarahkan distal sisa femur. Periosteum diinsisi anterior ke
posterior. Menggunakan sudut 45 osteotome, osteoperiosteal flaps medial dan
lateral diangkat, proksimal mempertahankan lampiran. Elevasi dari flap dibantu
dengan rotasi 180 , mengangkat dan mempertahankan lampiran osteoperiosteal.
Femur ditranseksi pada tingkat osteoperiosteal flaps, dengan sedikit penghapusan
tulang paha. Medial dan lateral flap dijahit bersama-sama, dan jahitan dengan
daerah sekitar periosteal, untuk menutupi akhir kanal meduler yang terbuka.
Myoplasty dilakukan dengan menjahit kelompok otot yang antagonistik
satu sama lain dan penahan mereka ke dalam periosteum, menutupi osteoplasty.
Adduktor dijahit ke grup pertama abduktor, atau mereka berlabuh ke periosteum
femoralis lateral. abduktor ditutupi oleh adduktor dan diamankan ke periosteum,
anterior dan posterior. Fleksor dijahit ke grup ekstensor dan yang mendasari
adduktor / abductor, sentralisasi distal femur tulang paha dalam otot penutup.
Kulit diikat ke dasar myoplasty secara simetris, menghindari dog ears
dan invaginasi dari sayatan. Sebuah kontur yang mulus adalah tujuan,

23

memungkinkan untuk membuat permukaan yang baik untuk prostetik. Penrose


drain dipasang sebelum penutupan selesai.
Pascaoperasi, ekstremitas sisa ditempatkan dalam sebuah Ace wrap hip
Spica atau plester bebat yang besar, tergantung pada panjang sisa ekstremitas
tersebut. Jahitan diangkat setelah 2-3 minggu, tergantung pada penyembuhan
luka. Pengukuran untuk prostetik dilakukan setelah 5-8 minggu pascaoperasi.
Terapi fisik dimulai untuk transfer, desensitisasi, lingkup gerak sendi, aerobik, dan
penguatan tubuh bagian atas.
Pascaoperasi Details
Dressing dan perawatan pasca-operasi berbeda-beda, masing-masing
dengan keuntungan dan kerugian. Ada 4 jenis dressing pascaoperasi tersedia,
sebagai berikut:

Soft dresing: tidak mengontrol edema pascaoperasi.

Dressing dengan pressure wrap: dressing jaringan lunak dengan


compression wrap memerlukan pemerataan tekanan untuk menghindari
kemungkinan terjadinya strangulasi

Semi-rigid Dressing: Semi-rigid dressing termasuk plester perban dan


Unna Paste Bandages diadakan di tempat dengan stockinette. Dressing ini
memiliki keuntungan yang sama dengan rigid dressing, kecuali prosthesis
pascaoperasi tidak langsung dapat digunakan.

Rigid dressing: Banyak rigid dressing tersedia secara komersial, dan


bantuan prosthesis intraoperative mungkin diperlukan. Rigid dressing
mungkin memiliki potensi keuntungan untuk maturasi sisa ekstremitas,
penurunan edema, mengurangi rasa sakit, proteksi luka, dan mobilisasi
awal dalam kombinasi dengan pemakaian segera prosthesis pascaoperasi.
Kerugian meliputi akses yang sulit ke luka dan tekanan yang berlebihan,
yang menyebabkan timbulnya nekrosis.

Follow Up

24

Dua minggu setelah operasi, latihan kontraksi otot dan desensitisasi


progresif dari ekstremitas sisa dapat dimulai. Desensitisasi dimulai dengan handuk
untuk tekanan sisa ekstremitas distal, dan distal-end bearing dimulai pada struktur
lembut (biasanya tempat tidur).
Prostetik manajemen dimulai 6 minggu setelah operasi, tergantung pada
kondisi ekstremitas dan luka. Beberapa pasien tidak menginginkan prostesis
karena kurang keseimbangan, lemah, atau gangguan kognitif. Maka penggunaan
permanen tidak dianjurkan pada pasien ini.
1.9 KOMPLIKASI
Persiapan operasi dan tindakan intraoperasi dilakukan dengan hati-hati
untuk mencegah terjadinya komplikasi yang bisa terjadi. Komplikasi yang biasa
terjadi adalah kerusakan luka dan masalah kulit, pembengkakan, edema,
kontraktur sendi, sakit, dan sensasi phantom ekstremitas.
Penyembuhan luka pada pasien dengan penyakit vaskular bisa sangat
terganggu oleh penyakit yang mendasarinya atau penutupan kulitnya. Kerusakan
luka yang kecil seharusnya diizinkan untuk demarkasi, dan ini dapat diobati
dengan reseksi terbuka. Kerusakan luka yang luas dengan pemaparan otot dan
tulang mungkin memerlukan revisi amputasi, pemendekan tulang, dan penutupan
tanpa ketegangan.
Folikulitis dari sisa ekstremitas dapat dihindari dengan tidak bercukur.
Ketika folikulitis terjadi, dapat diobati dengan antibiotik oral. Demikian pula,
hidradenitis harus dikelola dengan kebersihan tepat dan kadang-kadang dengan
antibiotik oral.
Edema Pascaoperasi dapat terjadi dan dapat mengganggu penyembuhan
luka. Masalah ini dapat dikurangi dengan melakukan penutupan kanal meduler
dan myoplasty. Pembengkakan pascaoperasi sisa ekstremitas distal disebabkan
dressing proksimal yang dressing. Ini dapat mengakibatkan kongesti dan luka
lanjutan dan kesulitan pemasangan prostetik. Demikian pula, jika prosthesis
terlalu ketat pada proksimal, pembengkakan dan kongesti vena dapat terjadi dan
dapat menyebabkan selulitis.

25

Kontraktur sendi panggul atau lutut dapat terjadi pada saat operasi atau
pascaoperasi dari kurangnya aktivitas dan ambulasi dengan kursi roda yang
berkepanjangan. Pada saat operasi, otot overtightening harus dihindari dan posisi
yang tepat pascabedah dipertahankan.
Pada pasien yang telah menjalani amputasi transtibial dan transfemoral,
duduk yang lama dengan fleksi lutut dan pinggul harus dihindari. Pasien yang
telah menjalani amputasi transfemoral harus diinstruksikan untuk berbaring dalam
posisi yang telungkup beberapa kali dalam sehari untuk meregangkan otot-otot
pinggul. Terapi fisik harus dimulai untuk latihan gerak sendi. Kontraktur sendi
dapat menyulitkan pemakaian prostetik.
Sensasi bahwa anggota tubuh diamputasi masih ada dikenal sebagai
sensasi phantom, dan ini terjadi di hampir semua pasien yang menjalani amputasi.
Sensasi ini cenderung menurun dari waktu ke waktu secara bertahap. Nyeri
Phantom digambarkan sebagai rasa panas yang menyakitkan di ekstremitas yang
diamputasi, dan adalah lebih sering daripada yang sebelumnya. Penyebab nyeri
ekstremitas sisa ini adalah neuroma pada level amputasi, yang menjadi melekat ke
kulit, otot, dan tulang. Hal ini dapat menyebabkan stimulasi saraf langsung atau
nyeri dari traksi dengan gerakan ekstremitas. Stimulasi pulsatil arteri yang terusmenerus terhadap saraf terjadi ketika struktur neurovaskular diligasi bersamasama.
Pada pasien yang telah menjalani amputasi transtibial, stimulasi saraf
dapat terjadi dari kompresi saraf antara gerakan fibula melawan tibia melawan.
Penyebab lain yang mengakibatkan njyeri adalah penutup jaringan lunak yang
tidak kompeten, akhir tonjolan tulang dan spur yang terkait dengan bursitisr, skar
jaringan dalam, atau iskemia pada pasien dengan penyakit vaskular yang telah
menjalani amputasi.
1.10 HASIL DAN PROGNOSIS
Kebanyakan amputasi di Amerika Serikat dilakukan pada orang tua untuk
PVD. Angka kematiannya adalah 20% dalam tahun pertama dan 40% dalam
waktu 5 tahun. Tingkat kematian yang tinggi ini menciptakan kesulitan dengan

26

tindak lanjut dan dokumentasi hasil fungsional, dan studi sangat minim dan
sebagian besar tidak lengkap.
Dalam tinjauan untuk membantu dalam pengelolaan pasien, Matsen et al
mencoba untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan hasil
amputasi. Faktor-faktor yang muncul untuk mempengaruhi persepsi pasien
termasuk kondisi ekstremitas kontralateral; kenyamanan residual ekstremitas;
kenyamanan, fungsi, dan tampilan prostesis; faktor-faktor sosial, dan kemampuan
untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan rekreasi. Gangguan emosional dan
fisik adalah gangguan stress pascatrauma (posttraumatic stress disorder), disfungsi
seksual, dan depresi. Untuk 25-35% dari pasien yang mengalami depresi,
konsultasi yang sesuai harus diperoleh
B.

AMPUTASI EKSTREMITAS ATAS


Amputasi ekstremitas atas, selain amputasi jari meliputi 15-20% dari

semua amputasi ekstremitas. Lebih dari 90% dari amputasi ekstremitas atas
disebabkan oleh trauma, dan mayoritas terjadi pada laki-laki usia antara 20 sampai
40 tahun21. Pembedahan tungkai untuk tumor tulang primer dan jaringan lunak
mungkin terjadi pada sebagian pasien. Penyebab lain yang jarang terjadi untuk
amputasi ekstremitas atas adalah penyakit vascular perifer, malformasi congenital,
gangguan neurologis, dan infeksi berat.
Kehilangan ekstremitas atas adalah konsekuensi terburuk yang harus
diterima dibandingkan dengan kehilangan ekstremitas bawah. Amputasi
ekstremitas atas sering terjadi pada laki-laki muda korban trauma, yang
menyebabkan hilangnya fungsi dan pencitraan dirinya. Walaupun telah terjadi
perkembangan dalam material dan desainnya, penggunaan prostetik pada pasien
yang mengalami amputasi ekstremitas atas dalam jangka waktu lama hanya
sekitar 50%. Penggunaan prostetik dikurangi pada pasien amputasi dengan level
yang lebih tinggi, seperti cedera cedera brakialis dan ketika inisiasi rehabilitasi
dengan prostetik mengalami keterlambatan.

27

1.

ANATOMI EKSTREMITAS ATAS 5,6,22

Otot yang menggerakkan lengan

M.pectoralis mayor

M.latissimus dorsi

M.deltoideus

M.subskapularis

M.supraspinatus

M.infraspinosa

M.teres minor

M. teres mayor

M.coracobrachialis

Otot yang menggerakkan lengan dan lengan bawah

M.biseps

M.brakhialis

M.brachioradialis

M.triseps

M.anconeus

Otot yang menggerakkan pergelangan dan tangan


1. Otot anterior : fleksor superfisial

M.pronator teres

M.fleksor carpi radialis

M.palmaris longus

M.fleksor carpi ulnaris

M.fleksor digitorum superfisialis

M.ekstensor carpi ulnaris

2. Otot posterior : dalam

M.supinator

M.abductor pollicis longus

28

M.ekstensor pollicis brevis

M.ekstensor pollicis longus

3. Otot anterior : fleksor dalam

M.fleksor digitorum profundus

M.fleksor pollicis longus

M.pronator quadratus

4. Otot posterior : ekstensor superficial dari sisi lateral ke medial lengan


bawah.

M.ekstensor carpi radialis longus

M.ekstensor carpi radialis brevis

Tulang
1. Girdle pectoral

Scapula

Klavikula

2. Lengan atas : Humerus

Tuberkel besar dan kecil

Leher surgical (surgical neck)

Tuberositas deltoid

Epikondilus medial dan lateral

Prosesus koronoid

3. Lengan bawah

Radius

Ulna

4. Pergelangan tangan : karpal


5. Tangan : metacarpal
6. Tulang-tulang jari : phalanges

29

30

31

2.

INDIKASI
Trauma adalah indikasi yang paling utama untuk amputasi ekstremitas

atas. Cedera yang parah, terpotong, otot yang terkoyak-koyak mungkin


memerlukan amputasi segera. Cedera pleksus brakialis yang irreversible
menyebabkan dilakukannya amputasi mengikuti periode cedera akut. Tumor
tulang atau tumor jaringan lunak yang ganas yang mengenai saraf dan pembuluh
darah tidak memungkinkan untuk dilakukan penyelamatan ekstremitas. Tumor
dengan keterlibatan luas carpal tunnel atau fosa antecubiti mungkin memerlukan
amputasi untuk mengeradikasi tumor lokal. Penyakit pembuluh darah perifer yang
tidak dapat diperbaiki atau direkonstruksi mungkin memerlukan amputasi,
khususnya dalam kasus diabetes.23
3.

TRAUMA 24
Sebelum pengembangan perbesaran optik dan teknik microsurgical,

replantasi lengan proksimal mengalami keterbatasan. Aplikasi microsurgical


vaskular dan perbaikan saraf telah memungkinkan replantation lebih distal dari
lengan dan jari yang mengalami cedera yang parah. Penyelamatan lengan atau
tangan bahkan dengan sensasi atau fungsi terbatas sering lebih unggul daripada
dengan memakai prostetik.
4.

CEDERA PLEKSUS BRAKIALIS 24


Cedera pleksus brakialis paling sering terjadi pada laki-laki muda akibat

kecelakaan kendaraan bermotor, industri atau pertanian. Prognosis untuk


pemulihan tergantung lokasi dan luasnya cedera. Avulsi akar saraf tidak patut
diperbaiki tetapi mungkin direkonstruksi dengan neurotisasi distal dan transfer
otot, asalkan donor tersedia. Avulse multilevel akar saraf menyebabkan potensi
untuk sembuh kecil. Computed tomography myelography contrast, respons akson
terhadap histamine intradermal, Elektromiografi, somatosensory evoked potential,
dan Magnetic Resonance Imaging mungkin berguna untuk mengidentifikasi lokasi
cedera saraf.

32

Tanda cedera pleksus brakialis komplit ireversibel adalah sebagai berikut :

Tidak adanya pengembalian fungsi klinis setelah 1 tahun

Tiga atau lebih pseudomeningoceles pada myelography

Tidak adanya potensi aksi volunteer di daerah C-5 ke T-1 pada ujian ulang
elektromiografi

Tes histamin positif di daerah C-5 ke T-1

5. TUMOR GANAS MUSKULOSKELETAL 24


Mayoritas tumor tulang dan jaringan lunak di ujung atas, kecuali tangan,
dapat direseksi dengan batas yang lebar tanpa mempengaruhi kelangsungan hidup
(18). Rekonstruksi tulang dan jaringan lunak menggunakan transfer tendon, graft
saraf dan pembuluh darah, dan transfer jaringan bebas mikrovaskular. Tumor yang
tidak dapat direseksi tanpa mengorbankan beberapa saraf utama, atau risiko
kekambuhan lokal, biasanya memerlukan amputasi. Tingkat amputasi harus
menyediakan margin yang mencegah terulangnya lokal tanpa gangguan
fungsional yang dihasilkan dari tingkat yang lebih proksimal dari amputasi.
Teknik pembedahan amputasi ekstremitas atas

Lakukan amputasi ekstremitas atas pada tingkat yang paling distal dengan
penyembuhan luka tidak rumit.

Saraf dipisahkan secara tajam dan memungkinkan mereka untuk menarik


kembali untuk menyediakan penutupan jaringan lunak yang adekuat.
Hindari elektrokauter di sekitar saraf.

Turniket dapat digunakan, namun merupakan kontraindikasi pada


amputasi untuk infeksi atau tumor.

AMPUTASI DIBAWAH SIKU (BELOW ELBOW AMPUTATION) 24


Jika status vaskular ekstremitas memuaskan, amputasi pada tingkat yang
paling distal menyediakan puntung yang optimal untuk digunakan prostetik. Jika
status vaskular tungkai terganggu, penyembuhan di sepertiga distal lengan bawah

33

dapat terganggu karena kurangnya vaskularisasi otot ke dalam jaringan subkutan.


Pemakaian turniket dapat digunakan.

Buat flap yang sama di anterior dan posterior lipatan kulit (Gambar 121,1),
ligasi arteri radialis dan ulnaris.

Gambar 121,1. Amputasi bawah siku, menunjukkan flap dorsal dan volar
yang sama.

Identifikasi saraf utama (yaitu, radial, ulnaris, median), membaginya


secara tajam seproksimal mungkin, dan memungkinkannya untuk tertarik
ke jaringan lunak.

Sayat bagian proksimal radius dan ulna ke bagian paling proksimal dari
sayatan kulit, dan haluskan pinggirnya yang kasar dengan memarut atau
rongeur.

Lakukan penutupan myoplastic penutupan. Jika tingkat amputasi


proksimal terhadap taut myotendinous dari tendon-tendon fleksor dan
ekstensor lengan bawah, menjahit kompartemen otot palmaris di ujung
tulang ke kompartemen ekstensor.

Tingkat yang paling proksimal yang pas dengan kaki palsu di bawah siku
adalah level insersi tendon biseps pada jari-jari. Jika keadaan memerlukan
amputasi pada tingkat ini, melepaskan 2,5 cm lagi distal dari tendon biseps
menyediakan puntung untuk pemasangan kaki palsu.

Jika tingkat amputasi adalah pada sepertiga distal lengan bawah, bawa
tendon fleksor digitorum superfisialis melewati ujung tulang dan jahit ke
fasia kompartemen ekstensor.

Mendapatkan hemostatis. Jika perlu, gunakan drain. Tutup luka tanpa


ketegangan, dan menerapkan sebuah dressing.

34

DISARTIKULASI SIKU 24
Amputasi melalui siku memiliki keuntungan yang sama sebagai amputasi
melalui lutut di ekstremitas bawah. Bulbus humerus distal menyediakan suspense
yang baik untuk prosthesis.

Sebuah turniket steril dapat digunakan. Buat flap yang sama antara
anterior dan posterior, dengan flap posterior meluas sampai ke suatu titik
2,5 cm distal ke olecranon dan flap anterior memperluas ke biseps
penyisipan pada radius.

Ligasi arteri brakialis. Pisahkan secara tajam saraf radial, ulnaris, dan
median. Memungkinkannya untuk menarik ke jaringan lunak.

Disartikulasi siku dengan memisahkan insersi otot bisep (yaitu, radius) dan
insersi dari brakialis (yaitu, ulna) di anterior dan dengan memisahkan
tendon trisep pada insersi olecranon. Lepaskan fleksor dan pronatror
medial dari epikondilus medialis, dan memisahkan ekstensor dari
epikondilus humeri lateral.

Lakukan capsulotomy anterior, dan potong lengan bawah, meninggalkan


permukaan artikular distal humerus yang utuh.

Bawa tendon trisep ke anterior dan jahit ke tendon otot bisep dan otot
brakialis melewati trochlea humerus. Tempatkan drain dan tutup luka
tanpa ketegangan, gunakan dressing.

C.

AMPUTASI DIATAS SIKU (ABOVE-ELBOW AMPUTATION) 24


Untuk dapat melakukan pemasangan sebuah prostesis di atas siku, yang

mencakup mekanisme kunci siku dan ekstensi dan fleksi siku dan untuk rotasi,
melakukan amputasi di atas siku 3,8 cm proksimal terhadap sendi. Amputasi pada
level collum humerus berfungsi sebagai disartikulasi bahu, namun tingkat ini
memiliki keuntungan kosmetik untuk menjaga kontur bahu yang normal.
AMPUTASI MIDARM 24

Untuk amputasi melalui midbrachium (Gambar 121,2), buat flap yang


sama antara anterior dan posterior.

35

Gambar 2.2. Sebuah amputasi di atas siku dengan flap yang sama di anterior
dan posterior.

Identifikasi dan ligasi arteri brakialis.

Pisahkan kompartemen otot-otot anterior sekitar 1,3 cm distal ke level


transeksi tulang. Membagi trisep 5 cm distal ke level transeksi tulang.

Potong humerus dan haluskan.

Lakukan penutupan myoplasti, jahit kompartemen otot anterior ke trisep.


Tutup luka tanpa ketegangan melewati drain, gunakan dressing.

AMPUTASI PADA SEPERTIGA PROKSIMAL 24

Untuk amputasi melalui leher humerus, buat insisi anterior dari proses
coracoid sepanjang batas anterior deltoid ke insersi lateral dari deltoid
pada humerus. Perpanjang insisi ke posterior sepanjang batas posterior
deltoid ke lipatan aksilaris posterior.

Ligasi v. sefalika. Lepaskan otot deltoideus dari insersi humeri, dan


mencerminkan itu proksimal. Lepaskan pectoralis mayor dari insersi
humeri,

dan

mencerminkan

itu

medial

(Gambar

121,3).

36

Gambar 2,3. Sebuah amputasi humeri proksimal menggunakan pendekatan


anterior.

Identifikasi neurovaskular bundle, dan ligasi a. aksilaris. Pisahkan secara


tajam

saraf

muskulokutaneus,

median,

ulnaris,

dan

radial,

dan

memungkinkan mereka untuk menarik ke proksimal.

Pisahkan teres minor dan otot latisimus dorsi dekat dengan insersi humeri.
Pada suatu titik sekitar 2 cm distal ke bagian tulang yang dimaksud,
membagi coracobrachialis dan otot bisep, dan mencerminkan mereka
distal.

Mengamputasi humerus di leher pembedahan. Menjahit coracobrachialis


dan otot bisep ke trisep melewati puntung tulang. Memangkas deltoideus
lateral, dan jahit secara medial. Pasang sebuah drain dan tutup kulit tanpa
ketegangan.

AMPUTASI SEKITAR BAHU 24


Disartikulasi Bahu

Mulailah sebuah insisi anterior pada proses coracoid, kemudian lanjutkan


ke distal sepanjang batas anterior dari deltoideus ke insersi humerus.

37

Lanjutkan ke posterior sepanjang batas posterior dari deltoideus, dan


hubungkan insisi anterior dengan insisi posterior melewati insisi di aksila.

Identifikasi bundle neurovascular dalam interval antara coracobrachialis


dan kepala pendek biseps, ligasi dan pisahkan arteri dan vena aksilaris.
Pisahkan secara tajam saraf medianus, ulnaris, dan muskulokutaneus, dan
memungkinkan mereka untuk menarik ke jaringan lunak.

Lepaskan deltoid dari insersi humeri, dan tarik bersama-sama dengan kulit
di proksimal. Lepaskan coracobrachialis dan kepala pendek biseps dari
coracoid, dan lepaskan insersi humeri dari pectoralis mayor.

Rotasi eksternalkan lengan, dan pisahkan kapsul sendi anterior dan m.


subskapulari. Rotasi Internalkan lengan, dan pisahkan rotator eksternal
pendek dan teres mayor.

Pisahkan trisep dan kapsul inferior, dan potong lengan.

Jahit ujung otot ke glenoid untuk mengisi ruang rugi (dead space). Bawa
deltoideus dengan kulit di atasnya ke inferior, dan jahit inferior glenoid ke
batas

insisi

aksila

posterior.

selesaikan

prosedur.

Disartikulasi Scapulothoracic 24

Mulailah insisi lateral ke insersi klavikularis dari m.sternokleidomastoid,


dan

perluas

sayatan

ke

distal

sepanjang

klavikula

ke

sendi

acromioclavicular bersama melewati akromion ke spina skapula dan ke


posterior sepanjang batas vertebralis scapula.

Mulailah sayatan yang lebih rendah di sepertiga medial klavikula.


Lanjutkan ke arah distal ke sutura deltopektoralis melewati aksila secara
horizontal, dan bergabung dengan sayatan pertama di posterior pada spina
skapula.

Lepaskan m.pektoralis mayor dari klavikula, dan pisahkan lateral


klavikula terhadap insersi m.sternokleidomastoid. Eksisi klavikula pada
level sendi acromioclavicular.

38

Jika perlu, ligasi vena jugularis interna dan lepaskan m.pectoralis mayor
dan minor dari insersinya, ekspose neurovaskular bundle.

Ligasi dan pisahkan arteri dan vena subklavia. Potong komponenkomponen pleksus brakialis, dan memungkinkan mereka untuk retraksi.

Lepaskan latisimus dorsi dan fasia aksilaris dari humerus, sehingga lengan
jatuh ke posterior. Pegang lengan melewati dada, dan dari superior ke
inferior pisahkan sisa otot yang memfiksasi bahu ke skapula. Pisahkan otot
yang memegang skapula ke dada, dimulai dengan trapezius dan terus
berlanjut sampai omohyoid, m. levator scapulae, paralelogram mayor dan
minor, dan serratus anterior.

Potong lengan dan tulang belikat.

Jahit otot yang tersisa di lateral dinding dada, dan tutup flap kulit melewati
drain.

PERAWATAN PASCAOPERASI DAN REHABILITASI24


Setelah operasi, pasien dengan amputasi ekstremitas atas dapat diobati
dengan rigid dressing dan pemasangan prostetik awal, seperti yang dijelaskan oleh
Burkhalter. Sekitar 50% dari orang dewasa yang menjalani amputasi, dapat
direhabilitasi dengan pemakaian prostetik. Sebelum memulai pemasangan kaki
palsu dan pelatihan, pertimbangkan usia, ekstremitas yang dominan, pekerjaan,
dan status psikososial pasien.
Terlepas dari jenis prostesis yang digunakan, waktu pemasangan prostetik
awal yang paling menentukan keberhasilan rehabilitasi. Malone menunjukkan
dalam serangkaian amputasi ekstremitas atas yang menggunakan prostetik dalam
waktu 1 bulan setelah amputasi menghasilkan 93% tingkat keberhasilan
rehabilitasi prostetik (26 dari 28 pasien). Sedangkan pada pasien yang dipasang
prostetik lebih dari sebulan setelah amputasi hanya 42% (9 dari 19) yang
mencapai rehabilitasi prostetik. Meskipun didukung dengan rigid dressing
pascaoperasi.

39

BAB III
KESIMPULAN
Amputasi adalah tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh
bagian ekstremitas. Mayoritas amputasi dilakukan karena adanya sumbatan pada
pembuluh darah yang menuju ke kaki yang disebabkan oleh karena pengerasan
pada dinding arteri (aterosklerosis). Sumbatan ini menyebabkan insufisiensi suplai
darah yang menuju ke kaki. Amputasi sebagian kecil dilakukan terhadap pasien
dengan tumor atau kanker pada ekstremitas dan ada juga yang diakibatkan
kecelakan lalu lintas, hal tersebut biasanya terjadi pada pasien yang lebih muda.
Fungsi utama tungkai adalah untuk menunjang tubuh dan menjadi
tumpuan sewaktu berdiri, berjalan dan berlari, mereka dikhususkan sebagai daya
penggerak. Kedua tulang paha di posterior bersendi melalui art. sacroiliaca yang
kuat dan di anterior bersendi melalui symphysis pubis. Akibatnya tungkai lebih
kokoh dan dapat menahan berat badan sewaktu berdiri, berjalan dan berlari. Setiap
tungkai dapat dibagi dalam regio glutealis, paha, lutut, kaki, pergelangan kaki dan
kaki.

40

DAFTAR PUSTAKA
1. Taylor SM, Kalbaugh CA, Blackhurst DW et al. Preoperative clinical
factors predict postoperative functional outcomes after major lower limb
amputation: an analysis of 553 consecutive patients. J Vasc Surg 2005; 42:
227-35.
2. Ertl W. Amputations of the Lower Extremity dalam www.emedicine.com.
Updated Maret 2008.
3. Jawaid M, Ali Irfan, Kaimkhani GM. Current indications for major lower
limb Amputations at civil hospital, Karachi. Pakistan Journal of Surgery.
Vol 24, issued 4. 2008. p 228-231.
4. Edward A. Athanasian. chapter 121: amputations of the upper extremity.
Chapman's Orthopaedic Surgery, 3rd Edition. 2001 Lippincott Williams &
Wilkins. New York.
5. Snell. Anatomi Klinik. Bagian 2. Ed 3. EGC: Jakarta. 2002. Hal 271-329.
6. Netter, F. Atlas of Human Anatomy. 3th ed. ICON: New York. 2003
7. Waters RL, Perry J, Antonelli D, Hislop H. Energy cost of walking of
amputees: the influence of level of amputation. J Bone Joint Surg
Am. Jan 1976;58(1):42-6.

41

8. Matsen SL, Malchow D, Matsen FA 3rd. Correlations with patients'


perspectives of the result of lower-extremity amputation. J Bone Joint
Surg Am. Aug 2000;82-A(8):1089-95.
9. Pandian G, Kowalske K. Daily functioning of patients with an amputated
lower extremity. Clin Orthop Relat Res. Apr 1999;361:91-7.
10. Ziegler-Graham K, MacKenzie EJ, Ephraim PL, Travison TG,
Brookmeyer R. Estimating the prevalence of limb loss in the United
States: 2005 to 2050. Arch Phys Med Rehabil. Mar 2008;89(3):422-9.
11. Murdoch G, Wilson AB Jr, eds. Amputation: Surgical Practice and Patient
Management. St Louis, Mo: Butterworth-Heinemann Medical; 1996.
12. Tooms RE. Amputations. In: Crenshaw AH, ed. Campbell's Operative
Orthopedics. Vol 1. 7th ed. St. Louis, Mo: Mosby-Year Book; 1987:597637.
13. Lipsky BA, Berendt AR, Deery HG, et al. Diagnosis and treatment of
diabetic foot infections. Clin Infect Dis. Oct 1 2004;39(7):885-910.
14. Sheehan P, Edmonds M, Januzzi JL Jr, et al, for the Consensus Panel of the
American Diabetes Association. Peripheral arterial disease in people with
diabetes. Diabetes Care. Dec 2003;26(12):3333-41.
15. Carter SA, Tate RB. The value of toe pulse waves in determination of risks
for limb amputation and death in patients with peripheral arterial disease
and skin ulcers or gangrene. J Vasc Surg. Apr 2001;33(4):708-14.
16. Reiber GE, Boyko EJ, Smith DG. Lower extremity foot ulcers and
amputation in diabetes. In: Harris MI, Cowie CC, Stern MP, et al,
eds. Diabetes in America. 2nd ed. Bethesda, Md: National Diabetes Data
Group, National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney
Diseases; 1995:409-28.
17. Burgess EM, Matsen FA 3rd, Wyss CR, Simmons CW. Segmental
transcutaneous measurements of PO2 in patients requiring below-the-knee
amputation for peripheral vascular insufficiency. J Bone Joint Surg
Am. Mar 1982;64(3):378-82.
18. Wyss CR, Harrington RM, Burgess EM, Matsen FA 3rd. Transcutaneous
oxygen tension as a predictor of success after an amputation. J Bone Joint
Surg Am. Feb 1988;70(2):203-7.

42

19. Misuri A, Lucertini G, Nanni A, Viacava A, Belardi P. Predictive value of


transcutaneous oximetry for selection of the amputation level. J
Cardiovasc Surg (Torino). Feb 2000;41(1):83-7.
20. Tseng CH, Chong CK, Tseng CP, et al. Mortality, causes of death and
associated risk factors in a cohort of diabetic patients after lower-extremity
amputation:

6.5-year

follow-up

study

in

Taiwan. Atherosclerosis. Mar 2008;197(1):111-7.


21. Baumgartner R. The Surgery of Arm and Forearm Orthop Clin N Am
1981;12:805.
22. Sloane, ethan. Anatomi dan fisiologi Jakarta: EGC. 2003.
23. Lagaard SW, McElfresh EC, Premer RF. Gangrene of the Upper Extremity
in Diabetic Patients. J Bone Joint Surg 1989;71A:257.
24. Chapmans orthopaedic surgery, 3rd ed. 2001. Lippincott Williams &
Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai