Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH BIOKIMIA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


KERJA ENZIM

Oleh :
Kelompok : 5
Kelas
:C

Giovanni Quincy S.
Sherlie Christianto
Sisca
Lianawati Darmawan
Davin Hartono

1120042
1120047
1120053
1120079
1120408

Laboratorium Biokimia
Fakultas Farmasi Universitas Surabaya
2013

DAFTAR ISI

Daftar Isi ........................................................................2


Kata Pengantar ...............................................................3
Bab 1 Pendahuluan .........................................................4
Bab 2 Metode ..................................................................19
Bab 3 Hasil pengamatan .................................................24
Bab 4 Pembahasan ..........................................................29
Bab 5 Kesimpulan ..34
Pertanyaan ..36
Daftar Pustaka .................................................................37

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya berkat rahmat-Nya
yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini
dibuat dengan tujuan yaitu untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Biokimia.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini tidak terlepas dari uluran
tangan dari berbagai pihak, baik berupa bimbingan, petunjuk, saran, dorongan dari para
dosen pembimbing dan juga asisten dosen.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis telah berusaha semaksimal
mungkin sesuai dengan kemampuan dan waktu yang penulis miliki sekalipun pada
akhirnya karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis sangat menghargai saran
dan kritik yang bersifat membangun bagi kesempurnaan di masa mendatang. Penulis
berharap karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun para pembaca.

18 Maret 2013
Salam

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
Reaksi-reaksi kimia dalam tubuh membutuhkan enzim sebagai biokatalisator.
Enzim mempercepat reaksi kimia tanpa pembentukan produk samping. Hampir setiap
reaksi kimia dalam system biologis dikatalis oleh enzim. Sintesis enzim terjadi di dalam
sel dan sebagian besar enzim dapat diekstraksi dari sel tanpa merusak fungsinya.
Enzim adalah katalisator yang sangat efektif. Enzim meningkatkan kecepatan
reaksi yang dikatalisinya hingga 1012 kali atau bahkan lebih, tidak mempengaruhi
keseimbangan akhir reaksi. Oleh karena itu reaksi enzimatik lebih kompleks daripada
kinetika reaksi yang tidak terkatalisis.
Enzim sebagai katalis
Organisme hidup mampu mendapatkan dan menggunakan energi degan cepat
karena adanya katalis biologi yang disebut enzim. Sebagaimana katalis anorganik, enzim
mengubah kecepatan suatu reaksi kimia, tetapi tidak mempengaruhi kesetimbangan akhir
reaksi. Enzim dibutuhkan dalam jumlah kecil untuk perubahan besar pada molekul
substrat. Meskipun demikian, tidak seperti pada katalis anorganik, enzim memiliki suatu
spesifikasi yang terbatas, misalnya enzim hanya akan mengkatalis suatu reaksi yang
memiliki nilai kecil atau beberapa kasus, hanya satu reaksi. Enzim hanya akan bekerja
dalam kondisi yang sesuai, seperti pH, suhu, konsentrasi, kofaktor, dan sebagainya.
Enzim dinamakan dan diklasifikasikan berdasarkan tipe reaksi katalisnya.
Kelompok utama enzim adalah :
1. Oksidoreduktase :
Kelompok enzim yang mengerjakan reaksi oksidasi dan reduksi
2. Transferase :
Kelompok enzim yang berperan dalam reaksi hidrolisis
3. Hydrolase :
Kelompok enzim yang berperan dalam reaksi hidrolisis
4. Liase :
Kelompok enzim yang mengatalis reaksi adisi atau pemecahan ikatan rangkap
5. Isomerase :
Kelompok enzim yang mengatalisis perubahan konformasi molekul (isomerasi)
4

6. Ligase/sintetase :
Kelompok enzim yang mengatalisis pembentukan ikatan kovalen
Setiap enzim memiliki dan nomor yang mengidentifikasikannya dalam group atau
subgroupnya. Sebagai contoh laktat NAD-Reduktase, nomornya adalah 1.1.1.27. nomor
pertama menjelaskan enzim tersebut termasuk kelompok group 1, yang merupakan
oksidoreduktase. Nomor kedua adalah subgroup yang menunjukkan pertukaran senyawa
kimianya, dimana pada kasus ini adalah CHOH. Nomor ketiga adalah subgroup
tambahan, yang menunjukan bahwa NAD dan NADH merupakan akseptor hydrogen.
Nomor keempat dan terakhir menggambarkan nomor karakteristik enzim. Dalam hal ini,
hanya merupakan suatu rekomendasi nama trivial yang lebih singkat dan lebih sesuai
dibandingkan nama sistematik, dan enzim laktat NAD-reduktase umumnya dikenal
sebagai laktat dehydrogenase.
Mengukur Aktivitas Enzim
Adanya beberapa enzim yang dapat diujikan secara langsung karena diperlukan
konsentrasi yang sangat rendah untuk mengkatalisis suatu bagian dari reaksi. Oleh karena
itu, adanya enzim dapat digambarkan melalui hilangnya substrat atau terbentuknya
produk-produk reaksi. Enzim diinkubasi dengan kondisi yang sesuai, sehingga sampel
akan terurai pada interval waktu tertentu dan kemudian dianalisis.
Dalam setiap percobaan selalu terdapat 3 kontrol, yaitu satu tidak berisi enzim,
sedangkan yang lain berisi enzim tanpa substrat dan campuran control mungkin
diperlukan ketika kerja enzim membutuhkan beberapa kofaktor. Tujuan dari control
adalah untuk mengantisipasi terjadinya reaksi-reaksi kimia yang non-spesifik dan
spontan, tetapi tanpa diaktivasi oleh enzim.
Kurva Progresif
Jika perhitungan dibuat untuk setiap perubahan substrat non enzim, maka dapat
dibuat grafik perubahan substrat atau pembentukan produk yang dibandingkan terhadap
waktu. Tipe kurva dapat dilihat seperti pada gambar dibawah yang dikenal dengan kurva
progresif. Perubahan substrat berdasarkan waktu pada awalnya adalah linear, yang
kemudian menurun. Pada tahap awal reaksi, tidak dihasilkan produk, tetapi pada tahap
reaksi berikutnya, reaksi balik menjadi lebih penting pada saat mendekati kesetimbangan.
Konsentrasi substrat menurun seiring dengan waktu, kemudian aktivitas enzim juga

menurun karena enzim menjadi jenuh terhadap substrat. Akhirnya, enzim dihambat oleh
produk yang terbentuk atau menjadi lambat aktivitasnya. Kombinasi seluruh pengaruh
tersebut diatas menghasilkan turunan persamaan standar, sehingga tidak mungkin untuk
mendapatkan kurva yang sebenarnya. Aktivitas enzim (v) ditentukan oleh kecepatan
reaksi awal (v= a/b) ketika pengaruh tersebut sangat kecil.
Aktivitas enzim dinyatakan dalam istilah unit (U). satu unit adalah sejumlah
enzim yang mengkatalisis konversi dari 1 mikromol substrat per unit dalam kondisi
normal. Pada beberapa kasus, ukuran unit terlalu besar, sehingga lebih sesuai
digambarkan dalam ketentuan nmol/menit atau pmol/menit.
Unit satuan internasional untuk aktivitas enzim adalah katal (kat) yang diwakili
oleh perubahan dari 1 mol substrat perdetik. Unit ini besar dan lebih dapat dihitung,
sehingga didapatkan gambaran aktivitas enzim yang dinyatakan dalam mikrokatal
, nanokatal (nkat), pikokatal (

1U=1
Kemurnian suatu enzim didasarkan pada aktivitas spesifik, yaitu sejumlah unit enzim (U)
per milligram protein. Aktivitas relative enzim murni dibandingan terhadap aktivitas
molaritasnya, yaitu sejumlah molekul substrat yang dapat diubah dalam satu menit oleh
satu molekul enzim dalam kondisi optimal. Aktivitas molar dari katalase, misalnya dalam
kisaran 5x106.
Konsentrasi Enzim
Pengujian enzim dilakukan pada bahan yang tersedia dan aktivitasnya ditunjukkan
berdasarkan volume total atau berat enzim. Sebagai contoh, dalam biokimia klinik, hanya
0,1mL atau 0,2mL serum yang digunakan dan aktivitasnya ditetapkan dalam unit
permililiter. Untuk alasan ini, maka perbedaan aktivitas enzim adalah linear dengan
konsentrasi enzim. Beberapa penyimpangan linear aktivitas enzim disebabkan oleh
beberapa factor pembatas.
Aktivitas Enzim dan Konsentrasi Substrat
Pengukuran laju awal dari suatu reaksi yang dikatalisis oleh enzim merupakan dasar
pengertian yang lengkap dari mekanisme kerja enzim, sama seperti pada penetapan
aktivitas suatu enzim dalam sampel biologi. Aktivitas enzim dipengaruhi oleh banyak

factor, termasuk konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, pH, suhu, adanya activator atau
inhibitor, dan kofaktor terhadap kerja enzim.
Michaelis-Menten
Kinetika aktivitas enzim melebihi nilai konsentrasi substrat, maka terbentuk kurva
hiperbola rectangular seperti pada gambar dibawah.
Pada konsentrasi substrat yang rendah, maka perubahan kecepatan v akan linear
dengan substrat s, memberikan kinetika tingkat pertama : v = -ds/dt = ks, dimana k adalah
konstanta laju reaksi. Pada konsentrasi substrat yang tinggi, v tidak tergantung dengan s,
memberikan kinetika tingkat nol; v = -ds/dt = konstan (tetap) = kecepatan awal V.
Konsentrasi substrat menengah (intermediet) merupakan campuran dari kinetika
tingkat nol dan tingkat pertama. Suatu persamaan dari hubungan antara v dan s dapat
dihasilkan untuk seluruh kurva. Persamaan ini pertama kali diturunkan oleh MichaelisMenten pada tahun 1913 :
v = Vs / s + Km
Asumsi dasarnya adalah bahwa enzim dan substrat akan membentuk suatu
kompleks yang kemudian terurai menjadi enzim dan produk-produknya.
Dalam menurunkan persamaan ini, Michaelis dan Menten mengasumsikan laju
pemecahan kompleks kecil, sehingga tidak cukup untuk mengganggu kesetimbangan
antara enzim dan substrat. Brigs dan Haldane kemudian memperluas ide ini dan
menurunkan persamaan yang diasumsikan pada keadaan tetap, misalnya laju penguraian
kompleks adalah sama dengan laju pembentukan selama periode pengukuran. Proses
secara keseluruha dapat ditunjukan melalui persamaan umum :
k+1

k+2

E+S

ES

E+Produk

k-1
(e-p)

(s)

(p)

Keterangan :
e : kadar enzim (E)
s : konsentrasi substrat (S)
p : konsentrasi kompleks substrat enzim (ES) k+1, k+2 dan k-1 adalah konstanta
kecepatan.

Konsentrasi substrat bebas dianggap sama secara total, karena jumlah yang
sebenarnya diikat dalam kompleks biasanya selalu kecil.
Laju terbentuknya ES = k+1 (e-p) s
Laju terurainya ES = k+1 + k+2 p
Pada kondisi yang tetap, laju pembentukan = laju penguraian, maka :
k+1 (e-p) s = (k-1 + k+1) p
Penyusunan kembali persamaan diatas menghasilkan :
p = es / s + (k-1+k+2/k+1)
Kecepatan reaksi enzim didapatkan melalui v = k+2 p, sehingga :
V = k+2 es / s +(k-1+k+2/k+1)
Ketika seluruh enzim sudah didapatkan sebagai kompleks, maka kecepatan reaksi
maksimumnya adalah V = k+2e . Jika ekspresi (k-1 + k+2)/k+1 diganti dengan Km,
kemudian persamaan diatas menjadi :
v = Vs / s + Km atau v = V/ (1 + Km/s)
Dengan demikian, bentuk umum persamaan hiperbola rektangularnya adalah sebagai
berikut :
( V-v)(Km+s) = V Km

Konstanta kinetic Km dan V. Jika s = Km dan v = V/2, maka konstanta Michaelis


adalah konsentrasi substrat yang didapatkan dari setengah kecepatan maksimum reaksi.
Jika kondisi kesetimbangan Michaelis dan Menten dijaga, maka k+2 lebih kecil dari k+1
dan konstanta disosiasinya dapat diabaikan. Dengan demikian Km = k-1/k+1 dan ini
adalah konstanta disosiasi dari kompleks substrat-enzim. Km yang besar berarti konstanta
disosiasinya juga besar, tetapi konstanta asosiasinya kecil (1/Km). Sebaliknya, Km yang
kecil berarti konstanta disosiasi kecil atau konstanta asosiasinya besar (1/Km). Oleh
karena itu, konstanta Michelis Menten merupakan ukuran afinitas substrat-enzim.
Km besar = afinitas substrat-enzim rendah
Km kecil = afinitas substrat-enzim tinggi
Konstanta kinetic Km dan V lebih sesuai ditetapkan dari transformasi linear persamaan
Michaelis , yang diperoleh melalui persamaan resiprok :
1/v = 1/v + Km/v x 1/s

Plot nilai 1/v terhadap 1/s menghasilkan garis lurus dari kemiringan (slope) Km/V.
Perhatikan gambar dibawah (1). Konstanta kinetic resiprok dapat ditetapkan dari intersep
pada aksis, yaitu :
Bila 1/s = 0, maka 1/v = 1/V
Bila 1/v = 0, maka 1/s = 1/Km
Alternative plot lainnya adalah s/v terhadap s. Perhatikan gambar (2) diatas. Disini
terdapat perkalian persamaan resipok dengan s :
s/v = s/V + Km/V
Bila s = 0 , s/v = Km/V
s/v = 0, s = Km
Grafik dari (1/v) terhadap (1/s) diketahui sebagai plot Lineweaver-Burk, dan merupakan
metode yang paling umum untuk menghitung Km. Meskipun kemiringan garis lebih
banyak dipengaruhi oleh aktivitas pengukuran substrat pada konsentrasi rendah, maka
ketepatannya ternyata sangat rendah, sehingga plt (s/v) pada s lebih disukai.
Koenzim dan activator
Dalam banyak kasus, jika suatu enzim dicampur dengan substratnya didalam
kondisi yang tepat, kemungkinan tidak terjadi katalisis atau hanya terjadi satu aktivitas
yang kecil. Hal ini sering terjadi karena tidak adanya koenzim atau activator.
Koenzim adalah senyawa organic dengan berat molekul rendah yang berperan
aktif dalam katalisis. Koenzim seringkali bekerja sebagai akseptor atau donor gugus
kimia spesifik. Sebagai contoh, NAD merupakan penerima dan penyumbang atom
hydrogen yang merupakan koenzim untuk beberapa dehydrogenase. Koenzim merupakan
nama yang diberikan pada kofaktor terlarut, sedangkan istilah gugus prostetik yang
sebenarnya adalah koenzim yang melekat kuat pada protein.
Akivator adalah senyawa kimia alamiah sederhana serta tidak terlalu spesifik
seperti koenzim dan berfungsi untuk mengaktivasi kompleks enzim-substrat. Beberapa
ion logam dikenal menjadi activator untuk berbagai enzim, misalnya Mg2+.
Penghambatan Enzim
Penghambatan kerja enzim yang dikenal sebagai inhibitor enzim bereaksi dengan enzim
secara khusus sehingga mengurangi kemampuan enzim untuk mengubah substrat menjadi
produk. Inhibitor irreversible seperti organofosfor, senyawa Hg, sianida, CO, dan HS

akan bereaksi membentuk ikatan kovalen pada gugus fungsi seperti OH, SH, atau dengan
logam pada gugus prostetik dalam sisi aktif enzim, sehingga menghambat laju reaksi
secara tetap, namun tergantung pada jumlah inhibitor. Pengaruh inhibitor irreversible
tidak dapat dilepaskan secara fisik seperti dialysis. Inhibitor reversible berikatan dengan
enzim tidak secara kovalen, sehingga dapat dilepaskan dengan cara dialysis.
Tipe-tipe penghambatan
Beberapa senyawa bereaksi dengan enzim dan mengurangi nilai aktivitasnya. Sifat enzim
ini digunakan dalam merancang obat-obatan dan insektisida yang secara selektif
menghambat enzim pada hewan atau tanaman. Tiga tipe klasik cara penghambatan yang
dikenal yaitu, kompetitif, non-kompetitif, dan unkompetitif.
Penghambatan Kompetitif
Dalam kasus ini, inhibitor bereaksi dengan enzim secara kompetitif terhadap substrat
mengikat sisi aktif dari enzim. Tingkat penghambatan tergantung pada konsentrasi
relative substrat dan inhibitor, dan sebagian besar kecepatan maksimum reaksi dapat
dicapai dengan adanya inhibitor jika konsentrasi substrat cukup tinggi. Penghambatan
kadang-kadang bersifat irreversible dan substrat tidak dapat melepaskan ikatan inhibitor
yang telah ada. Kasus ini terjadi pada beberapa inhibitor organofosforus untuk kolin
esterase. Penghambatan kompetitif juga ditemukan ketika inhibitor berikatan di suatu sisi
yang cukup dekat dengan pusat aktif, sehingga mengurangi afinitas substrat dan enzim.
Inhibitor kompetitif memiliki struktur kimia yang sangat mirip dengan substrat alami dan
bersifat sangat spesifik. Hal ini terdapat pada enzim suksinat dehydrogenase yang
mengkatalisis pengubahan suksinat ke fumarat. Malonat dan malat keduanya bekerja
sebagai inhibitor pada enzim ini. Contoh yang sering digunakan sebagai inhibitor
kompetitif adalah acarbose yang dapat menghambat kerja enzim alfa-glukosidase di usus,
sebagai obat antidiabetes mellitus.
Penghambatan non kompetitif
Jenis penghambatan non-kompetitif merupakan ikatan inhibitor dengan enzim bukan pada
sisi aktif, sehingga enzim dapat mengikat substrat serta inhibitor pada saat yang
bersamaan. Sisi pengikatan inhibitor biasanya cukup jauh dari pusat aktif, shingga
pengikatan substrat tidak berpengaruh. Kompleks enzim substrat inhibitor yang terbentuk
tidak dapat diuraikan, dan efek hambatan terjadi dengan mengurangi jumlah enzim yang

10

digunakan. Peningkatan konsentrasi substrat tidak berpengaruh terhadap tingkat


hambatan.
Sebagian besar inhibitor non-kompetitif tidak memiliki ikatan secara kimia
dengan substrat dan inhibitor yang sama, yang mungkin dapat mempengaruhi sejumlah
enzim. Contoh dari inhibitor non-kompetitif adalah golongan senyawa penghambat tiol
seperti p-kloromerkuribenzoat, ion-ion logam berat seperti mg2+ dan Cu2+, serta reaksi
sianida dengan besi-enzim porfirin.
Penghambatan unkompetitif
Jenis penghambatan unkompetitif merupakan ikatan yang terjadi bila suatu enzim telah
berikatan dengan substrat (ES), sehingga tidak dapat menghasilkan produk. Pengaruh
penghambatan secara unkompetitif akan menurunkan nilai Vmaks dan Km, Km
merupakan suatu ukuran afinitas substrat terhadap enzim, Km yang rendah berhubungan
dengan afinitas yang lebih tinggi. Karena inhibitor berikatan dengan kompleks (ES),
maka akan terjadi penurunan konsentrasi kompleks (ES). Pada plot Lineweaver-Burk,
penghambatan unkompetitif menggeser garis potong terhadap sumbu Y yang lebih tinggi.
Suhu dan pH
Laju suatu reaksi yang dikatalisis oleh enzim sama seperti pada reaksi kimia umumnya,
yaitu akan meningkat bila suhu naik. Hal ini berhubungan dengan pengaruh konstanta
kecepatan reaksi pada berbagai bagian dari keseluruhan reaksi, seperti k+1 k-1 k +2 serta
adanya afinitas enzim terhadap kofaktor, activator, dan sebagainya. Nilai pK dan gugus
yang dapat terionisasi dalam reaksi juga dipengaruhi oleh suhu, tetapi hal ini tidak mudah
dipahami, sehingga diabaikan.
Pengaruh suhu terhadap enzim
Kecepatan reaksi hampir semua enzim meningkat dua kali lebih cepat pada setiap
kenaikan suhu 10oC. pada kisaran suhu 40o-70oC umumnya protein enzim akan
terdenaturasi, sehingga menyebabkan kehilangan aktivitasnya. Hal ini berarti lau reaksi
awal akan meningkat, sama dengan naiknya suhu sampai tidak mungkin lagi untuk
mengukur aktivitasnya akibat terjadinya inaktivasi yang cepat. Dalam prakteknya,
sebagian besar enzim sama sekali tidak aktif pada suhu lebih dari 70oC.
Bila aktivitas enzim diukur dengan menghitung banyaknya substrat yang diubah
dalam jangka waktu tertentu pada suhu yang berbeda, maka didapatkan suhu optimum.

11

Suhu optimum ini adalah suhu pada saat laju reaksi enzim paling tinggi mengubah
substrat dan merupakan hasil kesetimbangan antara laju kenaikan aktivitas dan laju
perusakan enzim. Suhu optimum bukan konstanta yang stabil untuk enzim, tetapi sangat
tergantung pada lama waktu pengukurannya. Semakin singkat waktu pengukuran, maka
semakin tinggi suhu optimum yang didapat.
Pengaruh suhu pada reaksi enzim
Molekul-molekul harus memiliki energi aktivitas (Ea) tertentu sebelum dapat bereaksi,
dan fungsi enzim sebagai katalis adalah dengan merendahkan energi aktivasi sehingga
memungkinkan reaksi berjalan lebih cepat. Perubahan keseluruhan dari energi bebas tidak
dipengaruhi. Energi aktivasi dapat ditetapkan dengan mengukur kecepatan maksimum
reaksi pada suhu yang berbeda, dan membuat plot log10 V terhadap 1/T.
kemiringan(slope) garis dibuat oleh (E/2,303)xR. Hubungan ini diperoleh dari persamaan
empiric Arrhenius:
d In k/dT = E/RT2
Penggabungan persamaan ini didapatkan :
Log10 k = E/2,303 RT
C = Konstanta
K = Konstanta kecepatan reaksi
T = Suhu absolut
R = Konstanta gas (8,32 x 10-3 J/mol K)
E = Energi aktivasi (J/mol)
Konstanta reaksi tidak selalu mudah untuk diperoleh, sehingga laju maksimum
secara langsung berbanding lurus dengan k, dan aktivitas ini biasanya diplot terbalik
terhadap suhu. Persamaan Arrhenius adalah sama dengan yang diturunkan dari teori laju
reaksi absolut :
H + RT)/RT2

d In k/dT = (
dari persamaan ini, jelas bahwa energi aktivasi adalah :
E=(
Dimana

H + RT)

H adalah panas aktivasi atau entalpi dari reaksi.

pH dan aktivitas enzim

12

Variasi aktivitas enzim dengan pH terjadi akibat perubahan ionisasi dari protein enzim
dan komponen lainnya dari reaksi campuran. Pada tahun 1911 Michaelis dan Davidson
menyarankan bahwa hanya satu dari sejumlah besar protein dalam bentuk terionisasi yang
aktif, sehingga pada perubahan pH optimum, menyebabkan penurunan aktivitas protein
terionisasi tersebut.
pH optimum
Enzim yang aktif dalam batas pH tertentu serta plot aktivitas terhadap pH selalu
memberikan bentuk kurva menyerupai lonceng seperti yang ditunjukkan pada gambar
dibawah. Nilai pH dari aktivitas maksimum dikenal sebagai pH optimum yang khas untuk
enzim, dan nilai pH ini mantap (stabil) selama percobaan berlangsung.
Stabilitas Enzim
Jika enzim tidak stabil pada nilai pH tertentu, maka pH optimumnya bukan lagi
merupakan karakter dari enzim. Stabilitas dapat diketahui dengan perlakuan enzim pada
nilai pH tertentu selama waktu percobaan, dan selanjutnya dicari pH dimana enzim
tersebut dalam keadaan stabil dan diukur aktivitasnya.

BAB II
METODE KERJA

13

BAB III
HASIL PRAKTIKUM

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada praktikum ini kami melakukan percobaan secara invitro mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi aktivitas enzim amylase yang terdapat pada air liur dalam
memecah larutan pati. Faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim diantaranya adalah
konsentrasi enzim, konsentrasi ion hydrogen (pH), suhu dan konsentrasi substrat. Namun

14

kami tidak melakukan praktikum mengenai pengaruh konsentrasi ion hydrogen (pH)
terhadap aktivitas enzim.
Dalam praktikum kali ini digunakan bahan pati yang diindikasikan sebagai
substrat. Sedangkan air liur digunakan untuk mengetahui reaksi enzimatik dari enzim
amylase di dalamnya. Larutan Iodium digunakan sebagai indicator perubahan warna dari
larutan uji.
Pada ketiga percobaan perlakuan hampir sama pada pembuatan larutan uji dan
blanko. Perlakuan yang sama pada larutan uji dan blanko yaitu sample yang sama yaitu
larutan pati yang berfungsi sebagai substrat lalu di inkubasi selama 5 menit pada suhu
370C ( untuk percobaan pengaruh suhu dan konsentrasi enzim ) yang berfungsi untuk
menyamakan kondisi suhu enzim dengan suhu tubuh. Lalu mencampurkan pati dengan
air liur dimana pada keadaan ini akan terjadi hidrolisis parsial. Kemudian ditambahkan
Larutan iodium yang akan menandakan perbedaan warna dari masing-masing perlakuan
pada percobaan factor yang mempengaruhi kerja enzim, larutan iodium ini merupakan
indicator adanya karbohidrat atau tidak dalam larutan.

Pengaruh Suhu
Suhu mempengaruhi aktivitas katalisis enzim. Diluar suhu optimum aktivitas
enzim menjadi tidak maksimal. Bila suhu terlalu rendah, enzim menjadi tidak aktif,
karena tidak terjadi benturan antara molekul enzim dengan substrat. Sedangkan bila suhu
terlalu tinggi, dimana benturan yang terjadi semakin banyak maka struktur tiga dimensi
dari enzim tersebut akan terganggu sehingga enzim akan mengalami denaturasi, atau
dapat dikatakan enzim akan kehilangan sifat alamiahnya.
Pada percoban mengenai pengaruh suhu terhadap aktiivitas enzim, yang pertama
kami lakukan adalah pengenceran air liur hingga 100 kali. Kami juga menggunakan
larutan pati sebagai larutan uji untuk melihat aktivitas enzim amylase. Larutan pati
dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 0,4 ml, yang kemudian diinkubasi selama 5
menit pada suhu 00C, 250C, 280C, suhu ruang, 370C, 600C, 1000C yang masing-masing
suhu dibuat blanko dan uji. Setelah diinkubasi larutan pati dicampurkan ke dalam 0,2 ml
air liur kemudian diinkubasi kembali selama tepat 1 menit dan ditambahkan larutan
iodium 0,4 ml dalam 9 ml aquadest pada tabung uji. Pada masing-masing tabung, untuk

15

suhu 600 C dan 1000 C dilakukan di luar penangas, perlakuan tersebut bertujuan untuk
menghindari terjadinya bumping selama proses pemanasan. Setelah itu dilakukan
pengukuran serapan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 680 nm, dan
dihitung kecepatan reaksi enzimatik serta dibuat kurva yang menghubungkan kecepatan
reaksi dengan suhu.

Berdasarkan

data

hasil

pengamatan, perubahan absorbansi


per menit yang diperoleh dari
absorbansi

larutan

blanko

dan

absorbansi larutan uji dapat dilihat


dari kurva disamping. Menurut
dasar teori yang kami peroleh laju
reaksi dari enzim semakin cepat
seiring

bertambahnya

suhu

ini

terlihat pada kenaikan suhu dari


0oC hingga 37oC namun ketika
suhu mengalami kenaikan hingga
o

60 C terjadi penurunan laju reaksi. Kedua keadaan ini diakibatkan oleh benturan antara
enzim dan substrat. Pada keadaan pertama yaitu 4oC hingga 37oC, telihat peningkatan laju
reaksi akibat adanya gerak termodinamik yang secara perlahan membentuk produk dan
pada titik optimum ( suhu optimum ) yaitu 37oC dapat dikatakan membentuk secara
sempurna karena enzim amylase yang merupakan enzim yang terdapat tubuh memilki
suhu optimum 37oC. pada keadaan kedua yaitu suhu mengalami kenaikan hingga 60oC,
pada keadaan ini perbenturan antara enzim dan substrat terus berlangsung namun keadaan
ini tidak menambah laju reaksi namun mengurangi laju reaksi ini disebabkan karena
enzim mengalami denaturasi sehingga bangun tiga dimensinya berubah secara bertahap.
Jika suhu jauh lebih tinggi dari suhu optimum, maka makin besar deformasi struktur tiga
dimensi tersebut dan makin sukar bagi substrat untuk menempati secara tepat di bagian
aktif molekul enzim. Akibatnya, kompleks E-S akan sukar terbentuk, sehingga produk
juga makin sedikit dan ini terlihat ( Mohamad Sadikin, 2002 ) dari kurva laju reaksi yang

16

semakin menurun. Pada suhu 100 oC juga terjadi penurunan laju reaksi. Pada uji ini
didapatkan kurva yang tidak sesuai dengan teori. Hal ini disebabkan telalu lamanya
tabung reaksi berada di luar penangas, sehingga diperkirakan suhu dalam tabung berada
di bawah suhu yang seharusnya dan pada saat pencampuran tidak dilakukan secara
kuantitatif sehingga tumbukan antara enzim dan substrat mengalami penurun dan
mendekati suhu optimum sehingga menghasilkan kurva laju reaksi yang tidak sesuai
dengan teori.

Pengaruh konsentrasi enzim


Konsentrasi enzim mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatik. Pengaruh konsentrasi
enzim ini yaitu pembentukan produk, dimana makin besar konsentrasi enzim makin
banyak pula produk yang dihasilkan sehingga dapat dinyatakan bahwa laju reaksi
berbanding lurus dengan konsentrasi enzim.
Pada percobaan pengaruh konsentrasi enzim ini, konsentrasi enzim amylase dari air liur
yang berbeda-beda didapatkan dari pengenceran larutan air liur. Larutan air liur
diencerkan menjadi 100x, 200x, 300x, 400x dan 500x. Konsentrasi yang di dapat yaitu
0,01; 0,005; 0,00334; 0,0025; dan 0,02. Dari konsentrasi ini sebelum praktikum kita dapat
memprediksikan jika laju reaksi akan mencapai titik tertinggi pada konsentrasi 0,01 dan
titik terendah pada konsentrasi 0,002.

17

Dari hasil percobaan pengaruh konsentrasi enzim terlihat pada pergerakan laju reaksi dari
0,002 hingga 0,01 dimana laju reaksi semakin meningkat. Kondisi ini terlihat dari kurva
di samping kanan. Keadaan ini dapat membuktikan teori yang menyebutkan Hubungan
antara laju reaksi dengan konsentrasi enzim ternyata berbanding lurus. Jadi, makin besar
konsentrasi enzim, maka makin cepat laju reaksi yang tertera pada kurva (Mohamad
Sadikin 2002).

18

Lampiran
Pertanyaan
1. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim !
a. Konsentrasi enzim
Pada konsentrasi substrat tertentu, bertambahnya konsentrasi enzim akan meningkatkan
kecepatan reaksi enzimatis. Dengan kata lain, kecepatan reaksi enzimatis berbanding
lurus dengan konsentrasi enzim sampai batas tertentu, sehingga reaksi mengalami
kesetimbangan. Pada saat setimbang, peningkatan konsentrasi enzim sudah tidak
berpengaruh.
b. Konsentrasi substrat
Pada konsentrasi enzim yang tetap, peningkatan konsentrasi substrat akan menaikkan
kecepatan reaksi enzimatis sampai mencapai kecepatan maksimum yang tetap. Pada titik
maksimum, semua enzim telah jenih dengan substrat, sehingga penambahan substrat
sudah tidak akan meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis,dan tidak dapat berfungsi
lebih cepat.
c. Suhu
Setiap enzim mempunyai suhu optimum, yaitu suhu dimana enzim memiliki aktivitas
maksimal. Enzim didalam tubuh manusia mempunyai suhu optimal sekitar 370C. dibawah
atau diatas suhu optimum, aktivitas enzim menurun. Suhu mendekati titik beku tidak
merusak enzim, tetapi enzim tidak aktif. Jika suhu dinaikkan, maka aktivitas enzim
meningkat. Namun, kenaikan suhu yang cukup besar dapat menyebabkan enzim
mengalami denaturasi dan mematikan aktivitas katalisisnya. Sebagian besar enzim
mengalami denaturasi pada suhu diatas 600C.
d. pH
Enzim bekerja pada pH tertentu, umumnya pada pH sekitar 6-8. Setiap enzim mempunyai
pH optimum yang khas. pH optimum enzim umumnya adalah sekitar pH jaringan dimana
enzim berada. Beberapa enzim ada yang aktivitasnya pada pH tinggi da nada pula yang
pada pH rendah. Misalnya, pepsin merupakan enzim pencernaan dalam lambung yang
mempunyai pH optimal 2. Sebaliknya, tripsin adalah enzim pencernaan yang terdapat
dalam usu halus dan memiliki pH 7,7. Pada pH jauh diatas pH optimum, enzim akan
mengalami denaturasi.
19

e. Inhibitor
Merupakan penghambat reaksi, dibedakan menjadi reversible dan irreversible.
Irreversible :
Molekul yang mirip dengan substrat yang dapat pula membentuk kompleks, kompleks
enzim inhibitor. Contohnya asam malonat, oksalat, dan oksaloasetat menghambat enzim
suksinar dehydrogenase.
Reversible :
Terbagi menjadi kompetitif dan non kompetitif.
Kompetitif yakni kompetisi dengan substrat untuk berikatan dengan sisi aktif E. solusinya
adalah dengan meningkatkan konsentrasi substrat. Contohnya dehydrogenase suksinatanion malonat.
Non Kompetitif yakni berikatan pada sisi Enzim selain sisi tempat substrat terikat,
mengubah konfirmasi mol E. contohnya penghambatan dehidratase L-treonin oleh Lisoleusin.
2. Jelaskan satuan untuk menentukan aktivitas enzim !
Aktivitas enzim dinyatakan dalam istilah unit (U). satu unit adalah sejumlah enzim yang
mengkatalisis konversi dari 1 mikromol substrat per unit dalam kondisi normal. Pada
beberapa kasus, ukuran unit terlalu besar, sehingga lebih sesuai digambarkan dalam
ketentuan nmol/menit atau pmol/menit. Unit satuan internasional untuk aktivitas enzim
adalah katal (kat) yang diwakili oleh perubahan dari 1 mol substrat perdetik. Unit ini
besar dan lebih dapat dihitung, sehingga didapatkan gambaran aktivitas enzim yang
dinyatakan dalam mikrokatal

, nanokatal (nkat), pikokatal (

1U=1
Kemurnian suatu enzim didasarkan pada aktivitas spesifik, yaitu sejumlah unit enzim (U)
per milligram protein. Aktivitas relative enzim murni dibandingan terhadap aktivitas
molaritasnya, yaitu sejumlah molekul substrat yang dapat diubah dalam satu menit oleh
satu molekul enzim dalam kondisi optimal. Aktivitas molar dari katalase, misalnya dalam
kisaran 5x106

3. Jelaskan apakah yang dimaksud dengan enzim allosteric !

20

Enzim allosteric adalah enzim-enzim yang berubah konformasinya pada saat berikatan
dengan efektor (inhibitor atau activator) dan merupakan oligomer yang aktivitas
biologinta dipengaruhi oleh struktur kuartenernya dan memiliki beberapa subunit yang
dikenal sebagai proteomer.

DAFTAR PUSTAKA
Yulia, Rika. 2012. Penuntun Praktikum Biokimia. Surabaya: Fakultas Farmasi
Universitas Surabaya.

Yazid ,Estien. Nursati,Lisda . Penuntun Praktikum Biokimia untuk Mahasiswa Analis.


Yogyakarta : Andi Offset

21

Prof. Dr. Anna Poedjiadi ,dkk.2009. Dasar- dasar biokimia. Jakarta: Salemba, UI-press

H.M.Hawab. Pengantar Biokimia.Bogor : Bayumedia Publishing

Prof. Dr. drh. Maria Bintang, M.S. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta : Penerbit
Erlangga

22

Anda mungkin juga menyukai