Anda di halaman 1dari 49

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan
menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai
Indonesia diperoleh dalam bentuk tempe. Konsumsi tempe rata-rata pertahun
di Indonesia saat ini sekitar 6,45 kg/orang. Sebagai sumber bahan pangan,
tempe merupakan salah satu makanan pokok yang dibutuhkan oleh tubuh.
Tempe merupakan makanan yang terbuat dari kacang kedelai yang
difermentasi. Masyarakat luas menjadikan tempe sebagai sumber protein
nabati, selain itu harganya juga murah. Tempe merupakan produk fermentasi
yang tidak dapat bertahan lama. Setelah dua hari, tempe akan mengalami
pembusukan sehingga tidak dapat dikonsumsi oleh manusia. Tempe
mempunyai daya simpan yang singkat. Tempe yang tidak dilakukan
pengolahan atau penanganan lebih lanjut akan cepat mengalami pembusukan.
Tempe yang sudah busuk masih bisa dimanfaatkan sebagai bahan masakan
namun fungsinya telah banyak mengalami penurunan. Salah satu cara untuk
memperpanjang umur simpan tempe adalah dengan mengolahnya menjadi
tepung formula tempe. Manfaat pembuatan tepung ini antara lain mudah
dicampur dengan tepung lain untuk meningkatkan nilai gizinya dan mudah
disimpan dan diolah menjadi makanan yang cepat dihidangkan.
Tepung formula tempe merupakan makanan terolah dengan bahan
utama tempe yang kemudian difomulasikan dengan bahan pendukung lain,
dirancang

sebagai

makanan

tambahan

untuk

mengatasi

gangguan

pencernaan (diare) dan efektif untuk memperbaiki status penderita gizi buruk,

bahkan menghentikan infeksi saluran cerna anak pada usia 6-24 bulan.
Berdasarkan hal yang dikemukakan di atas maka akan diadakan penelitian,
dalam upaya memanfaatkan teknologi pengolahan untuk meningkatkan nilai
ekonomis dan memberi nilai gizi yang cukup kepada masyarakat dengan
mengolah tempe menjadi tepung formula tempe.
B. Rumusan Masalah
Segala kelompok usia memerlukan jenis makanan tertentu yang mampu
memenuhi kecukupan akan gizi yang mereka butuhkan untuk menjaga
kesehatannya. Namun pada umumnya harga makanan bergizi sekarang
tidaklah murah, kebanyakan memiliki harga yang relatif mahal. Padahal kita
ketahui bahwa di Indonesia, terdapat suatu pangan lokal yang mampu
memenuhi kebutuhan gizi yang cukup baik dan harganyapun relatif murah.
Pangan lokal tersebut adalah tempe. Tempe ini selain diolah menjadi makanan
sehari-hari, tempe dapat diolah menjadi suatu produk yang nilai gizinya lebih
tinggi dari biasanya jika diolah lebih lanjut. Produk tersebut berupa tepung
formula tempe yang dimana dibuat dengan bahan utama tempe yang
kemudian diformulasikan dengan bahan pendukung lain. Untuk menghasilkan
produk itu haruslah diketahui formula bahan yang tepat dalam pembuatannya
agar dapat diterima oleh segala kelompok usia. Oleh karena itu, perlu diketahui
kombinasi formula bahan yang disukai oleh konsumen (panelis) melalui
uji organoleptik.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu:
1. Untuk membuat tepung formula tempe sebagai makanan tambahan yang
disajikan dalam bentuk bubur.
2. Untuk mengetahui tepung formula tempe terbaik menurut tingkat kesukaan
konsumen dari hasil uji organoleptik panelis.
3. Untuk mengetahui nilai gizi dari tepung formula tempe yang dihasilkan.
Kegunaan dari penelitian ini adalah diharapkan mampu memberikan
informasi dan menambah alternatif pilihan masyarakat dalam mengolah tempe
menjadi suatu produk olahan yang memiliki nilai tambah yang lebih baik serta
dapat bermanfaat untuk diversifikasi pangan melalui pengolahan tempe
menjadi bahan baku pembuatan makanan cepat saji.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kedelai (Glysine max)


Kedelai atau Glycine max (L) Merr termasuk familia Leguminoceae, sub
famili Papilionaceae, genus Glycine max, berasal dari jenis kedelai liar yang
disebut Glycine unriensis. Secara fisik setiap kedelai berbeda dalam hal warna,
ukuran dan komposisi kimianya. Perbedaan secara fisik dan kimia tersebut
dipengaruhi oleh varietas dan kondisi dimana kedelai tersebut dibudidayakan
(Ketaren, 1986).
Tanaman kedelai adalah tanaman yang merupakan salah satu sumber
potensi pangan yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Kedelai
merupakan sumber protein yang paling murah di dunia sebab berbagai
varietas kedelai yang ada di Indonesia mempunyai kadar protein 30,53 - 44 %.
Klasifikasi tanaman kedelai yaitu sebagai berikut (Snyder dan Kwon, 2000) :
Kingdom

: Plantae (Tumbuhan)

Divisio

: Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Sub Divisio

: Angiospermae (Biji tertutup)

Classis

: Dicotyledoneae (Berkeping biji dua / dikotil)

Ordo

: Rosales

Famili

: Leguminosae (Kacang-kacangan)

Genus

: Glycine

Spesies

: Glycine max (L.) Meril

Biji kedelai tersusun atas tiga komponen utama, yaitu kulit biji, daging
(kotiledon), dan hipokotil dengan perbandingan 8:90:2. Sedangkan komposisi
kimia kedelai adalah 40,5% protein, 20,5% lemak, karbohidrat 22,2%, serat kasar
4,3%, abu 4,5%, dan air 6,6% (Snyder and Kwon, 1987).
Kedelai merupakan sumber gizi yang sangat penting. Komposisi gizi
kedelai bervariasi tergantung varietas yang dikembangkan dan juga warna kulit
maupun kotiledonnya. Kandungan protein dalam kedelai kuning bervariasi
antara 31-48% sedangkan kandungan lemaknya bervariasi antara 11-21%.
Antosianin kulit kedelai mampu menghambat oksidasi LDL kolesterol yang
merupakan awal terbentuknya plak dalam pembuluh darah yang akan memicu
berkembangnya penyakit tekanan darah tinggi dan berkembangnya penyakit
jantung koroner (Astuti, 2000).
Komposisi kimiawi kedelai kering per 100 g biji dapat di lihat pada tabel
di bawah ini:
Tabel 1. Komposisi Kimiawi Kedelai Kering per 100 gr Biji
Komposisi
Jumlah (*)
Jumlah (**)
Kalori (kkal)
331
Protein (g)
34,9
46,2
Lemak (g)
18,1
19,1
Karbohidrat (g)
34,8
28,2
Kalsium (mg)
227
254
Fosfor (mg)
585
781
Besi (mg)
8,0
Vitamin A (SI)
110
Vitamin B1 (mg)
1,1
Air (g)
7,5
Sumber : * Direktorat Gizi Depkes RI. (1972) dalam Koswara (1992).
** Sutomo (2008).
Dari tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa kandungan protein dan lemak
kedelai menurut Sutomo (2008) lebih tinggi daripada menurut Koswara (1992), hal
ini dikarenakan pada data sutomo (2008) hasil tersebut tanpa menggunakan
kadar air, airnya dianggap sudah tidak ada, maka hasilnya akan lebih besar.

Kandungan karbohidrat menurut Koswara (1992) lebih besar daripada


menurut Sutomo (2008), hal ini dikarenakan pada Koswara (1992), perhitungan
yang digunakan menggunakan berat basah dan pada Sutomo (2008),
menggunakan berat kering. Kandungan lemak kedelai sebesar 18-20 %
sebagian besar terdiri atas asam lemak (88,10%). Selain itu, terdapat senyawa
fosfolipida (9,8%) dan glikolipida (1,6%) yang merupakan komponen utama
membran sel. Kedelai merupakan sumber asam lemak essensial linoleat dan
oleat (Smith and Circle, 1978).
Protein kedelai mengandung 18 asam amino, yaitu 9 jenis asam amino
esensial dan 9 jenis asam amino nonesensial. Asam amino esensial meliputi
sistin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenil alanin, treonin, triptofan dan valin.
Asam amino nonesensial meliputi alanin, glisin, arginin, histidin, prolin, tirosin,
asam aspartat dan asam glutamat. Selain itu, protein kedelai sangat peka
terhadap perlakuan fisik dan kemis, misalnya pemanasan dan perubahan pH
dapat menyebabkan perubahan sifat fisik protein seperti kelarutan, viskositas
dan berat molekul. Perubahan-perubahan pada protein ini memberikan
peranan sangat penting pada pengolahan pangan (Cahyadi, 2006).
Dengan kandungan gizi yang tinggi, terutama protein, menyebabkan
kedelai diminati oleh masyarakat. Protein kedelai mengandung asam amino
yang paling lengkap dibandingkan dengan jenis kacang-kacangan lainnya
(Wolf and Cowan,1971).
B. Tempe
Tempe merupakan bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai
atau jenis kacang-kacangan lainnya menggunakan jamur Rhizopus oligosporus
dan Rhizopus oryzae. Tempe umumnya dibuat secara tradisional dan

merupakan sumber protein nabati. Tempe mengandung berbagai nutrisi yang


diperlukan oleh tubuh seperti protein, lemak, karbohidrat, dan mineral. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan
dimanfaatkan tubuh. Hal ini dikarenakan kapang yang tumbuh pada kedelai
menghidrolisis senyawa-senyawa

kompleks menjadi senyawa sederhana yang

mudah dicerna oleh manusia (Kasmidjo, 1990).


Tempe adalah produk fermentasi yang amat dikenal oleh masyarakat
Indonesia terutama di Jawa. Tempe terbuat dari kedelai rebus yang difermentasi
oleh

jamur

Rhizopus.

Selama

fermentasi,

biji-biji

kedelai

terperangkap

dalam rajutan miselia jamur membentuk padatan yang kompak berwarna


putih (Steinkraus, 1983).
Tempe merupakan makanan hasil fermentasi tradisional berbahan baku
kedelai dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai ciri-ciri berwarna
putih, tekstur kompak dan flavor spesifik. Warna putih disebabkan adanya miselia
jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur yang kompak juga
disebabkan oleh miselia-miselia jamur yang menghubungkan antara biji-biji
kedelai tersebut. Terjadinya degradasi komponen-komponen dalam kedelai dapat
menyebabkan terbentuknya flavor spesifik setelah fermentasi (Kasmidjo, 1990).
Tempe memiliki beberapa keunggulan dibandingkan kacang kedelai. Pada
tempe, terdapat enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe
selama proses fermentasi, sehingga protein, lemak dan karbohidrat menjadi lebih
mudah dicerna. Kapang yang tumbuh pada tempe mampu menghasilkan enzim
protease untuk menguraikan protein menjadi peptida dan asam amino
bebas (Astawan, 2008).

Komposisi kimia tempe adalah sebagai berikut :


Tabel 2. Komposisi Kimia Tempe
Komposisi
Air (wb)
Protein kasar (db)
Minyak kasar (db)
Karbohidrat (db)
Abu (db)
Serat kasar (db)
Nitrogen (db)
Sumber : Cahyadi (2006).

Jumlah
61,2 %
41,5 %
22,2 %
29,6 %
4,3 %
3,4 %
7,5 %

Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa kadar protein pada tempe cukup tinggi
yaitu 41,5% dan telah memenuhi syarat mutu tempe kedelai yaitu minimal 20%
(b/b). Tempe juga memiliki kandungan air yang cukup tinggi yaitu 61,2% dan
kandungan karbohidratnya sebesar 29,6%.
Menurut Standar Nasional Indonesia 01-3144-1992, tempe kedelai adalah
produk makanan hasil fermentasi biji kedelai oleh kapang tertentu, berbentuk
padatan kompak dan berbau khas serta berwarna putih atau sedikit keabu-abuan.
Tabel 3. Syarat Mutu Tempe Kedelai Menurut Standar Nasional
01-3144-1992
Kriteria uji
Persyaratan
Keadaan
- Bau
normal (khas tempe)
- Warna
normal
- Rasa
normal
Air (% b/b)
maks 65
Abu (% b/b)
maks 1,5
Protein (% b/b) (Nx6,25)
min 20
Cemaran mikroba
- E coli
maks 10
- Salmonela
negative
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1992).

Indonesia

Tempe juga mengandung superoksida desmutase yang dapat menghambat


kerusakan sel dan proses penuaan. Dalam sepotong tempe, terkandung berbagai
unsur yang bermanfaat, seperti protein, lemak, hidrat arang, serat, vitamin,

enzim, daidzein, genestein serta komponen antibakteri dan zat antioksidan


yang berkhasiat sebagai obat, diantaranya genestein, daidzein, fitosterol, asam
fitat, asam fenolat, lesitin dan inhibitor protease (Cahyadi, 2006).
C. Proses Pembuatan Tempe
Proses pembuatan tempe melibatkan tiga faktor pendukung, yaitu bahan
baku yang dipakai (kedelai), mikroorganisme (kapang tempe), dan keadaan
lingkungan tumbuh (suhu, pH, dan kelembaban). Dalam proses fermentasi
tempe kedelai,

substrat

yang digunakan adalah biji kedelai yang telah

direbus dan mikroorganisme yang digunakan berupa kapang antara lain


Rhizopus olygosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer dan lingkungan
pendukung yang terdiri dari suhu 30C, pH awal 6.8, kelembaban nisbi 70-80%.
Selain menggunakan kapang murni, laru juga dapat digunakan sebagai starter
dalam pembuatan tempe (Ferlina, 2009).
Tiga tahapan penting dalam pembuatan tempe yaitu (1) hidrasi dan
pengasaman biji kedelai dengan direndam beberapa lama (satu malam);
(2) pemanasan biji kedelai, yaitu dengan perebusan atau pengukusan;
dan (3) fermentasi oleh jamur tempe yang banyak digunakan ialah
Rhizopus oligosporus (Kasmidjo, 1990).
Pada akhir fermentasi, kedelai akan terikat kompak. Proses penempean
akan

menghilangkan

meningkatkan

kualitas

flavour

asli

protein

kedelai,
dan

mensintesis

ketersediaan

zat

vitamin

B12,

besi

dari

bahan (Agosin, 1989).


Ciri tempe yang berhasil adalah ada lapisan putih di sekitar kedelai dan
pada saat di potong, tempe tidak hancur. Perlu diperhatikan agar tempe
berhasil, menjaga kebersihan pada saat membuat tempe ini sangat diperlukan

10

karena fermentasi tempe hanya terjadi pada lingkungan yang higienis. Gangguan
pada pembuatan tempe diantaranya adalah tempe tetap basah, jamur tumbuh
kurang baik, tempe berbau busuk, ada bercak hitam dipermukaan tempe, dan
jamur hanya tumbuh baik di salah satu tempat (Hidayat, 2008).
Adapun tahap-tahap pembuatan tempe dapat digambarkan pada diagram
alir dibawah ini.
Penyortiran

Pencucian

Perebusan I

Pengupasan Kulit

Perendaman

Perebusan II

Penirisan dan Pendinginan

Penginokulasian (Peragian)

Pembungkusan

Pemeraman (Fermentasi)

Gambar 1. Proses Pembuatan Tempe (Ali, 2008)

11

Proses penyortiran bertujuan untuk memperoleh produk tempe yang


berkualitas, yaitu memilih biji kedelai yang bagus dan padat berisi. Biasanya
di dalam biji kedelai tercampur kotoran seperti pasir atau biji yang keriput dan
keropos. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang melekat
maupun tercampur di antara biji kedelai (Ali, 2008).
Perebusan bertujuan untuk melunakkan biji kedelai dan memudahkan
dalam pengupasan kulit serta bertujuan untuk menonaktifkan tripsin inhibitor yang
ada dalam biji kedelai. Selain itu perebusan I ini bertujuan untuk mengurangi bau
langu dari kedelai dan dengan perebusan akan membunuh bakteri yang yang
kemungkinan tumbuh selama perendaman. Perebusan dilakukan selama 30 menit
atau ditandai dengan mudah terkelupasnya kulit kedelai jika ditekan dengan
jari tangan (Ali, 2008).
Perendaman bertujuan untuk melunakkan biji dan mencegah pertumbuhan
bakteri pembusuk selama fermentasi. Ketika perendaman, pada kulit biji kedelai
telah berlangsung proses fermentasi oleh bakteri yang terdapat di air terutama
oleh bakteri asam laktat. Perendaman juga bertujuan untuk memberikan
kesempatan kepada keping-keping kedelai menyerap air sehingga menjamin
pertumbuhan kapang menjadi optimum. Keadaan ini tidak mempengaruhi
pertumbuhan kapang tetapi mencegah berkembangnya bakteri yang tidak
diinginkan. Perendaman ini dapat menggunakan air biasa yang dilakukan
selama 12-16 jam pada suhu kamar (25-30C) (Ali, 2008).
Selama proses pembuatan tempe terjadi perubahan kandungan gizi dari
kedelai menjadi tempe yaitu pada tabel 4.

12

Tabel 4. Kandungan Gizi antara Kedelai dan Tempe (100 g)


Kandungan Gizi
Kedelai
Tempe
Protein
46,2
46,5
Lemak
19,1
19,7
Karbohidrat
28,2
30,2
Kalsium (mg)
254
347
Besi (mg)
11
9
Fosfor (mg)
781
724
Vitamin B1 (UI)
0,48
0,28
Vitamin B12 (UI)
0,2
3,9
Serat (g)
3,7
7,2
Abu (g)
6,1
3,6
Sumber : Sutomo (2008).
Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa komposisi gizi tempe baik kadar
protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah dibandingkan dengan
kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh
kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih
mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai.
Proses fermentasi yang terjadi pada tempe berfungsi untuk mengubah
senyawa makromolekul komplek yang terdapat pada kedelai (seperti protein,
lemak, dan karbohidrat) menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti
peptida, asam amino, asam lemak dan monosakarida (Sutomo, 2008).
Spesies-spesies kapang yang terlibat dalam fermentasi tempe tidak
memproduksi racun, bahkan kapang itu mampu melindungi tempe terhadap
kapang penghasil aflatoksin, jamur yang dipakai untuk membuat tempe dapat
menurunkan kadar aflatoksin hingga 70%. Selain itu tempe juga mengandung
senyawa

anti

bakteri

berlangsung (Ali, 2008).

yang

diproduksi

kapang

selama

fermentasi

13

D. Tepung Formula Tempe


Tepung formula tempe merupakan makanan terolah dengan bahan
utama tempe yang kemudian diformulasikan dengan bahan pendukung seperti
tepung terigu, gula halus, garam, minyak, baking powder, dan ovalet. Bubuk
formula tempe ini dirancang sebagai makanan bagi semua usia (bayi hingga
lansia). Formula tempe efektif untuk bayi dan anak balita yang mengalami
gangguan pencemaan (diare) serta dapat memperbaiki status gizi penderita
gizi buruk (Anonim, 2009a).
Pengolahan tempe menjadi formula tempe memiliki banyak manfaat,
antara lain formula tempe mudah dicampur dengan sumber karbohidrat untuk
memperkaya nilai gizinya, mudah disimpan, ataupun diolah menjadi makanan
cepat saji. Tepung formula tempe termasuk produk industri tempe generasi
kedua. Produk akhir secara fisik tidak berwujud seperti tempe dan rasa khas
tempe menjadi tidak terasa lagi (Anonim, 2008a).
Tabel 5. Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Kedelai, Tempe dan Tepung Tempe
Komponen

Kedelai

Tempe

Tepung Tempe

Protein

46,2

46,5

48,0

Lemak

19,1

19,7

24,7

Karbohidrat

28,5

30,2

13,5

Serat

3,7

7,2

2,5

6,1

3,6

2,3

Abu
Sumber : Mardiah (1994).

Tepung formula tempe adalah produk makanan yang mempunyai


tekstur halus yang dibuat dari tempe. Disebut formula tempe karena produk ini
berbahan dasar tempe yang kemudian ditambahkan dengan bahan pendukung
lainnya yang kemudian dicetak dan hasil akhirnya berupa bubuk setelah

14

melewati

proses

penggilingan.

Prinsip

pengolahannya

terdiri

dari perebusan, pencampuran bahan, pemanggangan, pengeringan, dan


penggilingan (Anonim, 2009a).
E. Bahan Formula Pendukung
Tepung terigu
Tepung terigu adalah tepung atau bubuk halus yang berasal dari
bulir gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mie dan
roti. Kata terigu dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Portugis,
trigo, yang berarti "gandum". Tepung terigu mengandung banyak zat pati,
yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga
mengandung

protein

dalam

bentuk

gluten

yang

berperan

dalam

menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu. Tepung


terigu juga mengandung pati yaitu karbohidrat yang merupakan polimer
glukosa yang terdiri dari amilosa dan amilopektin (Anonim, 2011a).
Tepung terigu berprotein rendah adalah tepung khusus untuk
membuat kue kering. Tepung ini dapat menghasilkan kue kering yang
renyah karena struktur protein gandumnya yang rendah. Tepung berprotein
rendah memiliki kadar air 8-9 %. Secara umum tepung jenis ini dipasaran
dikenal dengan merek Kunci Biru atau Roda Biru (Anonim, 2005).
Tepung terigu mengandung protein yang unik yang tidak terdapat
pada tepung yang lain. Protein ini, bila diberi air (hidrasi), akan
menghasilkan gluten, suatu senyawa yang elastis, liat, dan dapat
diregangkan untuk memberikan struktur bagi adonan. Gluten ini tidak larut

15

dalam air. Proses pengadukan adonan yang baik dan benar akan membentuk
struktur serta meningkatkan elastisitas dan daya kembang gluten. Hal ini akan
meningkatkan kualitas struktur adonan, sehingga mampu menahan gas
dengan

lebih

baik,

dan

volume

roti

menjadi

tinggi

atau

lebih

banyak (Anonim, 2009b).


Menurut welirang (2006), ketika bahan pangan sudah diubah menjadi
tepung, maka ketika berkolaborasi dengan unsur lain yang nilai ekonomisnya
jauh lebih besar menjadi makanan yang bisa memberikan manfaat dan
memuaskan manusia. Setelah menjadi tepung, proses masak menjadi lebih
singkat namun variatif karena mudah dicampur dengan unsur lain. Tepung
bisa difortifikasi untuk meningkatkan gizi masyarakat luas. Selanjutnya
Widyowati (2003), menyatakan bahwa tepung memiliki umur simpan lebih lama
karena kadar airnya rendah.
Gula
Gula adalah salah satu produk hasil perkebunan dari tebu yang banyak
dikembangkan. Fungsi penambahan gula dalam suatu produk pangan antara
lain yaitu untuk memberikan aroma, rasa manis sebagai pengawet, dan untuk
memperoleh tekstur tertentu (Anonim, 2009c).
Fungsi gula dalam bahan pangan, khususnya pada industri minuman
penyegar dan minuman ringan adalah bukan hanya memberi rasa manis dan
bahan pengawet, tetapi juga dapat menyempurnakan rasa dan memberikan
kekentalan. Selain itu dapat pula memperbaiki warna serta aroma produk yang
dihasilkan sehingga dapat membangkitkan selera konsumen (Anonim, 2010a).

16

Garam
Garam digunakan untuk mempercepat pengurangan air. Garam
pertama kali digunakan untuk mengekstrak protein aktomiosin sehingga
terbentuk pasta gel aktomioksin. Selain itu garam juga digunakan sebagai
bumbu untuk menambahkan cita rasa asin. Penggunaan garam yang terlalu
banyak akan menimbulkan rasa asin yang berlebihan juga menyebabkan
denaturasi protein. Penggunaan garam yang terlalu sedikit menyebabkan
tekstur yang dihasilkan kurang baik karena ektraksi protein aktomioksin kurang
sempurna (Wibowo, 2004).
Garam berfungsi sebagai pemberi cita rasa asin dan membangkitkan
aroma bahan lain. Garam biasanya ditambahkan dalam jumlah kecil, namun
peranannya sangat penting dimana: memberi rasa, memperkuat cita rasa
bahan lain, sebagai bahan pengeras, dan dapat membangkitkan cita rasa dari
adonan (Subarna, 2002).
Mayonaise
Mayonaise adalah emulsi jenis semi padat, dibuat dari minyak nabati
sebanyak 65% kuning telur atau telur seutuhnya, cuka atau jeruk dengan
bumbu rempah dan gula. Fungsi penambahan mayonaise dalam suatu produk
pangan

adalah

sebagai

penstabil

atau

emulsifier

minyak

dalam

air (o/w) (Cahyadi, 2008).


Secara definitif zat pengemulsi (emulsifier) disebut sebagai senyawa
yang mempunyai aktivitas permukaan (surface-active agents) sehingga dapat
menurunkan tegangan permukaan (surface tension) antara udara-cairan dan
cairan-cairan yang terdapat dalam suatu sistem pangan. Kemampuannya

17

menurunkan tegangan permukaan menjadi hal menarik karena emulsifier


memiliki keajaiban struktur kimia yang mampu menyatukan dua senyawa
berbeda polaritasnya (Hartomo, 1993).
Baking powder
Bakpuder (bahasa Inggris: baking powder) adalah bahan pengembang
yang dipakai untuk meningkatkan volume dan memperingan tekstur makanan
yang dipanggang seperti muffin, bolu, kue, dan biskuit. Bakpuder bekerja
dengan melepaskan gas karbon dioksida ke dalam adonan melalui sebuah
reaksi asam-basa, menyebabkan gelembung-gelembung di dalam adonan
yang masih basah, dan ketika dipanaskan adonan memuai; ketika adonan
matang, gelembung-gelembung itu terperangkap hingga menyebabkan kue
menjadi naik dan ringan (Anonim, 2011b).
Ovalet
Ovalet adalah bahan tambahan kue yang digunakan sebagai pelembut.
Komposisi ovalet juga mengandung turunan asam lemak dimana bisa berasal
dari hewan atau tumbuhan (Anonim, 2009d).
Pasta Mocca
Pasta mocca merupakan bahan tambahan makanan dalam bentuk cair
yang digunakan untuk memberi aroma dan rasa mocca pada suatu produk.
Di dalam pasta mocca terdapat sejumlah protein dan minyak yang
dapat

mempengaruhi

kedalamnya (Anonim, 2010b).

komposisi

produk

yang

ditambahkan

18

F. Aspek Pengolahan
Perebusan adalah aspek pengolahan produk pangan yang dilakukan
dengan merebus suatu bahan dalam air panas dengan suhu tertentu dalam
jangka waktu yang telah ditetapkan, lalu di dinginkan sampai batas tertentu.
Proses

perebusan

ini

bertujuan

untuk

menghilangkan

berbagai

zat

anti-nutrient yang terkandung dalam tempe. Dalam proses perebusan juga


ditambahkan garam untuk menghilangkan bau langu dan membuat rasa
tempe menjadi lebih gurih (Anonim, 2011c).
Perebusan adalah metode konvensional lainnya yang telah lama
dikenal untuk memasak. Bahan makanan yang langsung terkena air rebusan
akan menurun nilai gizinya terutama vitamin-vitamin larut air (B kompleks
dan C), sedangkan vitamin larut lemak (A, D, E, dan K) kurang terpengaruh.
Proses perebusan sebaiknya dilakukan setengah matang. Hal ini akan
membuat produk pangan tetap renyah dan mengurangi kerusakan vitamin
yang terkandung didalamnya (Anonim, 2011d).
Pencampuran bahan merupakan salah satu proses penting dalam
pengolahan

pangan.

Pencampuran

adalah

peristiwa

menyebarnya

bahan-bahan secara acak, dimana bahan yang dicampur adalah bahan yang
berbeda-beda sehingga bahan-bahan tersebut menyatu sehingga membentuk
suatu adonan yang kompleks dan merata (Anonim, 2008b).
Pemanggangan merupakan proses pematangan adonan menjadi
cookies yang dapat dicerna oleh tubuh dan menimbulkan aroma yang khas.
Pemanggangan merupakan aspek yang kritis dari urutan proses untuk
menghasilkan cookies yang berkualitas tinggi. Pemanggangan terlalu lama
dapat menyebabkan kekerasan dan penampakan yang tidak baik. Suhu dan

19

waktu yang umum untuk pemanggangan adalah 180 - 200C selama 15 - 20


menit. Proses pemanggangan akan menyebabkan volume adonan bertambah
dalam waktu 5 6 menit pertama dalam oven aktivitas yeast akan berhenti pada
suhu 65C temperatur adonan (Anonim, 2011e).
Bahan pangan yang dipanaskan dapat menunjukkan kadar abu pada bahan
pangan. Kadar abu menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam
bahan pangan. Faktor yang mempengaruhi turunnya nilai gizi yaitu suhu dan
lamanya proses pengolahan (Anonim, 2011f).
Pengeringan adalah suatu proses menghilangkan sebagian air dari suatu
bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui
penggunaan energi panas. Tujuan utama pengeringan adalah menurunkan kadar
air sampai pada tingkat tertentu, sehingga aktivitas mikroorganisme dan reaksi
kimia serta biokimia yang terjadi ditekan seminimal mungkin sampai produk
menjadi lebih awet. Tingkat kadar air yang rendah yaitu 4 - 8 % memungkinkan
produk olahan tempe dapat disimpan pada suhu kamar (dengan cara dibungkus
plastic)

selama

berbulan

bulan

tanpa

terjadi

perubahan

warna

dan

cita rasa (Anonim, 2011g).


Pengeringan bahan pangan dapat dilakukan dengan cara membiarkan
bahan pangan dibawah sinar matahari, yang dikenal dengan istilah pengeringan
alamiah atau dengan menggunakan panas buatan dalam bentuk udara panas dari
oven atau konstruksi alat pengeringan yang khusus (Ishak dan Sarinah, 1998).
Pengeringan di terik matahari memang bisa efektif, oleh karena suhu yang
akan dicapai sekitar (35-45oC). Iklim di wilayah tropis merupakan sumber energi
yang cukup potensial. Beberapa kendala yang berpengaruh diantaranya ialah
suhu, kelembaban udara lingkungan, kecepatan aliran udara pengering, besarnya

20

perentase kandungan air yang ingin dijangkau, power pengering, efesiensi mesin
pengering, dan kapasitas pengeringannya. Pengeringan yang terlampau cepat
dapat merusak bahan, oleh karena permukaan bahan terlalu cepat kering
sehingga kurang bisa diimbangi dengan kecepatan gerakan air bahan menuju
permukaan. Pengaturan suhu dan lamanya waktu pengeringan, dilakukan dengan
memperhatikan kontak antara alat pengering dengan alat pemanas (baik itu
berupa udara panas yang dialirkan maupun alat pemanas lainnya). Walaupun
di bawah 0 oC (tekanan 1/4 atm) air bisa berubah menjadi uap, namun demi
pertimbangan-pertimbangan standar gizi (agar proteinnya tidak rusak) maka
pemanasan (processing dengan mesin hingga terjadi panas) dianjurkan tidak lebih
dari 85oC (Suharto, 1991).
Kadar air dalam bahan pangan berhubungan dengan kadar protein semakin
tinggi

kadar

air

suatu

bahan

pangan

maka

semakin

rendah

kadar

proteinnya (Anonim, 2010c).


Salah satu faktor yang mempengaruhi kadar air yang terdapat pada bahan
pangan yaitu suhu. Pada saat pengolahan semakin tinggi suhu maka semakin
rendah

kadar

air

yang

terdapat

pada

bahan

pangan

begitupun

sebalikya (Anonim, 2011h).


Penggilingan adalah proses pemecahan (menghancurkan) suatu produk
pangan bertekstur keras dan padat (contohnya kue kering) untuk mendapatkan
hasil akhir berupa tepung atau bubuk yang bertekstur halus. Tekstur halus akan
berpengaruh

terhadap

rasa dan

aroma.

Secara

umum, semakin

halus

teksturnya maka akan semakin baik rasa dan aromanya, karena sebagian besar

21

bahan-bahan yang terdapat dalam kue kering tersebut bisa larut dalam air
ketika diseduh, seperti bubur untuk makanan tambahan bayi/balita dan
minuman instan untuk lansia (Anonim, 2009e).
G. Bubur
Bubur merupakan istilah umum untuk mengacu pada campuran
bahan padat dan cair, dengan komposisi cairan yang lebih banyak daripada
padatan dan keadaan bahan padatan yang saling terpisah.
Bubur merupakan makanan dengan tekstur yang lunak sehingga
mudah untuk dicerna. Bubur dapat dibuat dari beras, kacang hijau, beras
mentah, ataupun dari beberapa campuran penyusun (Ratnawati, 1995).
Bubur instan diperoleh dengan melakukan instanisasi terlebih dahulu
pada komponen penyusun bubur. Instanisasi dapat dilakukan dengan
memasak biji-bijian komponen penyusun yang telah berbentuk tepung
menjadi adonan kental, kemudian adonan dikeringkan dengan menggunakan
drum dryer, hasil pengeringan akan dihancurkan dengan menggunakan
pisau sehingga menghasilkan tepung yang berukuran 60 mesh. Bahan tepung
yang diperoleh telah bersifat instan dan dikemas menjadi bubur instan
(Hartomo dan Widiatmoko, 1993).
H. Uji Organoleptik
Uji organolpetik dimaksudkan untuk mengetahui penilaian panelis
terhadap produk yang dihasilkan. Jenis pengujian yang dilakukan dalam uji
organolpetik ini adalah metode hedonik tingkat kesukaan panelis terhadap

22

tekstur, aroma, warna dan rasa yang dihasilkan dari masing-masing perlakuan.
Panelis diberi tahu tentang maksud dan tujuan penelitian dan diminta untuk
memberikan penilaian (Rampengan dkk., 1985).
Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada
beberapa faktor diantaranya citarasa, warna, tekstur, dan nilai gizi. Secara visual
warna

diperhitungkan

terlebih

dahulu

dan

kadang-kadang

sangat

menentukan (Winarno, 2004).


Warna yang menarik merupakan komponen yang sangat penting
dalam menentukan kualitas atau derajat penerimaan dari suatu bahan
pangan (Sultanry dan Berty ,1985).
Keberadaan bahan tambahan makanan adalah untuk membuat makanan
tampak lebih berkualitas, lebih menarik, serta rasa dan teksturnya lebih sempurna.
Zat-zat itu ditambahkan dalam jumlah sedikit, namun hasilnya memuaskan bagi
konsumen dan produsen. Aroma dan rasa pada suatu produk dipengaruhi oleh
bahan tambahan yang digunakan seperti penguat cita rasa. Penguat cita rasa
adalah suatu zat sebagai bahan tambahan yang ditambahkan ke dalam makanan
yang dapat memperkuat rasa dan aroma (Afrianti, 2008).
Tekstur suatu bahan merupakan salah satu sifat fisik dari bahan pangan
yang

penting.

Cita

rasa

dari

bahan

pangan

sesungguhnya

terdiri

dari tiga komponen, yaitu bau, rasa, dan rangsangan mulut. Bau yang
dihasilkan dari makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan
tersebut (Rampengan dkk., 1985).

23

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2011 sampai
bulan Oktober 2011, di Laboratorium Pengolahan Pangan dan Laboratorium
Kimia Analisa dan Pengawasan Mutu Pangan, Program Studi Ilmu dan
Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan tepung formula tempe
adalah timbangan analitik, blender, alat penggiling, mixer, baskom, panci,
microwave/oven, loyang, sendok, kompor, dan pisau.
Alat-alat yang digunakan dalam analisa tepung formula tempe adalah
timbangan analitik, labu ukur 100 ml, labu kjehdal 100 ml, lemari asam,
erlemenyer 100 ml, alat titrasi, tabung reaksi, pipet, kertas saring, cawan,
oven, desikator.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan tempe dan bubuk
formula tempe adalah kedelai, ragi, tempe, aluminium foil, tepung terigu, gula
halus, garam, baking powder, ovalet, mayonaise, dan pasta mocca.
Bahan-bahan yang digunakan dalam analisa kimia tepung formula
tempe adalah aquadest, campuran selenium, H2SO4 pekat, H2BO3 2%,
NaOH 3%, HCL, kloroform, pelarut lemak, larutan indikator.

24

C. Prosedur Penelitian
1. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk menentukan formula
terbaik dengan memberikan pilihan kombinasi perbandingan antara tempe
dan formula bahan pendukung dalam pembuatan tepung formula tempe
yang dihasilkan kepada panelis melalui uji organoleptik yang nantinya akan
dilanjutkan pada penelitian utama yang menggunakan dua metode yaitu
metode basah dan metode kering dalam proses pembuatan tepung formula
tempe.
2. Penelitian Utama
- Pembuatan Tempe
a. Disiapkan kacang kedelai sebanyak 1500 gram yang telah dilakukan
penyortiran

sebelumnya

dan

disiapkan

pula

ragi

tempe

sebanyak 3 gram.
b. Kacang kedelai dicuci bersih dengan menggunakan air mengalir.
c. Dilakukan perebusan pertama kacang kedelai hingga mendidih.
d. Dilakukan pengupasan kulit yang terdapat pada kacang kedelai.
e. Kacang

kedelai

yang

telah

bersih,

selanjutnya

direndam

selama 24 jam.
f. Dilakukan perebusan kedua kacang kedelai selama 30 menit.
g.

Setelah itu, kacang kedelai ditiriskan dan diletakkan dalam wadah


dan didinginkan.

h.

Setelah dingin, dimasukkan ragi ke dalam kacang kedelai tersebut.

25

i.

Selanjutnya, kacang kedelai dibungkus ke dalam plastik dengan ketebalan


2-3 cm dan ditutup rapat dengan menggunakan lilin dan diberi lubang pada
setiap sisi atas dan sisi bawah.

j.

Setelah

dibungkus,

dilakukan

proses

fermentasi

atau

pemeraman, 24 jam pertama ditutup rapat, lalu dibuka dan disimpan di atas
rak hingga terbentuk tempe. Adapun diagram alir pembuatan tempe dapat
dilihat pada Gambar 1.
- Pembuatan Tepung Formula Tempe
a.

Tempe dibersihkan kemudian dipotong-potong.

b.

Tempe direbus hingga matang lalu ditiriskan.

c.

Tempe dihaluskan dengan menggunakan blender.

d.

Kemudian tempe yang telah dihaluskan di campur dengan formula


bahan pendukung yaitu tepung terigu, gula halus, garam, baking
powder, ovalet, dan mayonaise serta pasta mocca (untuk perlakuan
A2 dan B2) lalu diaduk rata.

e. Adonan yang telah tercampur rata dicetak di atas loyang lalu


di panggang dalam oven dengan suhu 180oC dalam waktu 20 menit.
f. Selanjutnya adonan yang telah matang dipotong-potong kecil lalu
dikeringkan di bawah sinar matahari.
g. Kemudian digiling sampai halus dengan menggunakan alat penggiling
sehingga dihasilkan tepung formula tempe. Adapun diagram alir
pembuatan tepung formula tempe dapat dilihat pada Gambar 2 dan
Gambar 3.

26

D. Perlakuan Penelitian
-

Penelitian Pendahuluan
Perlakuan yang digunakan pada penelitian pendahuluan ini yaitu :
Perlakuan I = 58,67% tempe + 23,47% tepung terigu + 15,64% gula halus
+ 0,78% garam + 0,97% baking powder + 0,39% ovalet +
0,06% sdt mayonaise
Perlakuan II = 41,52% tempe + 33,21% tepung terigu + 22,14% gula halus
+ 1,1% garam + 1,8% baking powder + 0,55% ovalet +
0,08% mayonaise
Perlakuan III = 32,12% tempe + 38,54% tepung terigu + 25,7% gula halus +
1,28% garam + 1,6% baking powder + 0,64% ovalet +
0,1% mayonaise

Penelitian Utama
Perlakuan yang digunakan yaitu perlakuan III yang diperoleh pada
penelitian

pendahuluan

sebelumnya,

dimana

perlakuan

tersebut

merupakan perlakuan terbaik yang dipilih oleh panelis melalui uji


organoleptik menurut tingkat kesukaan. Perlakuan III ini selanjutnya dibuat
dalam dua metode dengan atau tanpa penambahan pasta mocca
sebanyak 0,06%.
Perlakuan yang digunakan pada penelitian utama ini yaitu :
A1 = Metode Basah (Tempe direbus sebelumnya)
A2 = Metode Basah + Mocca
B1 = Metode Kering (Tempe dikeringkan sebelumnya)
B2 = Metode Kering + Mocca

27

METODE BASAH (A)

Tempe
Dibersihkan, dan
dipotong-potong kecil

Tempe direbus

Tempe dihaluskan dengan menggunakan blender

Pencampuran:
tempe : bahan pendukung / + mocca

Adonan dicetak di atas loyang


Dilakukan pemanggangan dalam oven (180oC, t=20 menit)

Dilakukan pengirisan atau dipotong-potong kecil

Dikeringkan (sinar matahari)

Dilakukan penggilingan (60 Mesh)

Tepung formula tempe

Uji organoleptik
meliputi rasa, warna,
aroma, dan tekstur

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Bubuk Formula Tempe

28

METODE KERING (B)

Tempe
Dibersihkan, dan
dipotong-potong kecil

Tempe dikeringkan selama 7-8 jam

Tempe dihaluskan dengan menggunakan blender

Pencampuran:
tempe : bahan pendukung / + mocca

Adonan dicetak di atas loyang


Dilakukan pemanggangan dalam oven (180oC, t=20 menit)

Dilakukan pengirisan atau dipotong-potong kecil

Dilakukan Pengeringan (sinar matahari) selama 7-8 jam

Dilakukan penggilingan (60 mesh)

Tepung formula tempe

Uji organoleptik
meliputi rasa, warna,
aroma, dan tekstur
Uji analisa kimia
meliputi kadar protein,
lemak, abu, air, dan
karbohidrat

Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Bubuk Formula Tempe

29

E. Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan pada penelitian ini yaitu uji organoleptik, kadar
protein, kadar lemak, kadar air, kadar abu, dan karbohidrat.
a. Uji Organoleptik (Rampengan, dkk., 1985)
Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan atau
kelayakan suatu produk agar dapat diterima oleh panelis (konsumen).
Metode pengujian yang dilakukan adalah metode hedonik (uji kesukaan)
meliputi: warna, aroma, rasa, dan tekstur setelah bahan diseduh dengan air
hangat.

Dalam

memberikan

metode

penilaian

hedonik

ini,

berdasarkan

panelis

tingkat

(konsumen)

kesukaan.

Skor

diminta
yang

digunakan adalah 5 (sangat suka), 4 (suka), 3 (agak suka), 2 (tidak suka),


dan 1 (sangat tidak suka).
b. Analisis Kadar Protein (Sudarmadji, dkk., 1997)
Kadar protein ditentukan dengan metode kjedahl menggunakan
destruksi Gerhardt Kjeldaterm. Prosedur kerja sebagai berikut :
1.

Bahan

ditimbang

sebanyak

0,5

gram

kemudian

dimasukkan

ke dalam labu kjedahl 100 ml.


2.

Ditambahkan kurang lebih 1 gram campuran selenium dan 10 ml


H2SO4 pekat kemudian dihomogenkan.

3.

Didestruksi dalam lemari asam sampai jernih. Bahan dibiarkan dingin,


kemudian dibuang ke dalam labu ukur 100 ml sambil dibilas dengan
aquadest.

4.

Dibiarkan dingin kemudian ditambahkan aquades sampai tanda tera.


Disiapkan penampung yang terdiri dari 10 ml H2BO3 2% tambah
4 tetes larutan indikator dalam erlenmeyer 100 ml.

30

5.

Dipipet 5 ml NaOH 30% dan 100 ml aquadest, di suling hingga


volume penampung menjadi kurang lebih 50 ml. Dibilas ujung
penyuling dengan aquades kemudian ditampung bersama isinya.

6.

Dititrasi dengan larutan HCL atau H2SO4 0,02 N, perhitungan kadar


protein dilakukan sebagai berikut :

Keterangan :
V1

= volume titrasi contoh

= normaliter larutan HCL atau H2SO4 0,02 N

= faktor pengenceran = 100/5

c. Analisis Kadar Lemak (Sudarmadji, dkk., 1997)


Kadar lemak ditentukan dengan metode soxhlet. Prosedur kerja
penentuan kadar lemak sebagai berikut :
1. Ditimbang dengan teliti 1 gram sampel, lalu dimasukkan ke dalam
tabung reaksi berskala 10 ml, ditambahkan kloroform mendekati skala.
2. Kemudian ditutup rapat, dikocok dan dibiarkan semalam, himpitkan
dengan tanda skala 10 ml dengan pelarut lemak yang sama dengan
memakai pipet, lalu dikocok hingga homogen kemudian disaring dengan
kertas saring ke dalam tabung reaksi.
3. Dipipet 5 cc ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya (a gram) lalu
diovenkan suhu 1000C selam 3 jam.
4. Dimasukkan ke dalam desikator 30 menit, kemudian ditimbang
(b gram)

31

5. Dihitung kadar lemak kasar dengan rumus sebagai berikut :

Dimana P = Pengenceran = 10/5 = 2


d.

Analisis Kadar Air (Sudarmadji, dkk., 1997)


Pengukuran kadar air sampel dilakukan dengan proses pengeringan.
Prosedur kerja pengukuran kadar air sebagai berikut :
1.

Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama


15 menit.

2.

Ditimbang dengan cepat kurang lebih 5 g sampel yang sudah


dihomogenkan dalam cawan.

3.

Dimasukkan

dalam

cawan

kemudian

dimasukkan

oven

selama 3 jam.
4.

Cawan didinginkan 3-5 menit. Setelah dingin bahan ditimbang kembali.

5.

Bahan dikeringkan kembali ke dalam oven 30 menit sampai diperoleh


berat yang tetap.

6.

Bahan didinginkan kemudian ditimbang sampai diperoleh berat yang


tetap.

7.

e.

Dihitung kadar air dengan rumus :

Analisis Kadar Abu (Sudarmadji, dkk., 1997)


1. Cawan pengabuan dibakar dalam tanur kemudian dan didinginkan 3 - 5
menit lalu ditimbang.
2. Ditimbang dengan cepat kurang lebih 5 g sampel yang sudah
dihomogenkan dalam cawan.

32

3. Dimasukkan dalam cawan pengabuan kemudian dimasukkan ke dalam


tanur dan dibakar sampai didapat abu berwarna abu-abu atau sampai
beratnya tetap.
4. Bahan didinginkan kemudian ditimbang.
5. Dihitung kadar abunya dengan rumus :

% abu
f.

berat abu ( gr)


x100%
berat sampel ( gr)

Kadar Karbohidrat by Difference (Winarno,1992)


Kandungan karbohidrat dihitung secara perbedaan antara jumlah
kandungan air, protein, lemak dan abu dengan 100 karbohidrat (g/100g) +
100 (Protein+lemak+abu+air).

F. Pengolahan data
Pengolahan

data

melakukan 2 kali ulangan.

dilakukan

secara

deskriptif

kuantitatif

dengan

33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penelitian Pendahuluan
Penelitian yang dilakukan terbagi atas dua yaitu penelitian pendahuluan
dan penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan yaitu menentukan
komposisi formula bahan dalam pembuatan bubuk formula tempe. Penentuan
perlakuan yang terbaik dilakukan dengan melakukan uji organoleptik
terhadap 10 panelis, yang dimana terdapat tiga perlakuan yang berbeda
dengan cara menyajikan bubuk formula tempe dalam bentuk bubur. Perlakuan
yang terbaik yaitu perlakuan III (32,12% tempe + 38,54% tepung terigu
+ 25,7% gula halus + 1,28% garam + 1,6% baking powder + 0,64% ovalet
+ 0,1% mayonaise) karena memiliki aroma, warna, tekstur, dan rasa yang lebih
disukai oleh panelis. Hasil yang diperoleh pada penelitian pendahuluan untuk
penentuan formula terbaik dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Uji Organoleptik Bubur Formula Pada Penelitian Pendahuluan
Parameter
No.
Perlakuan (%)
Warna
Aroma
Tekstur
Rasa
1.
58,67 tempe + 23,47 tepung
Agak
Tidak
Agak
Tidak
terigu + 15,64 gula + 0,78
suka
suka
suka
Suka
garam + 0,97 bakpuder+ 0,39
ovalet + 0,06 mayonaise
2.
41,52 tempe + 33,21 tepung
Suka
Agak
Suka
Agak
terigu + 22,14 gula + 1,1
suka
suka
garam + 1,38 bakpuder+ 0,55
ovalet + 0,08 mayonaise
3.
32,12 tempe + 38,54 terigu +
Suka
Agak
Suka
Suka
25,7 gula + 1,28 garam + 1,6
suka
bakpuder + 0,64 ovalet + 0,1
mayonaise
Sumber : Data Primer Penelitian, 2011.

34

B. Penelitian Utama
Penelitian utama dilakukan dengan mengaplikasikan formula bahan
tepung formula tempe terbaik yang diperoleh pada penelitian pendahuluan
sebelumnya yaitu 32,12% tempe + 38,54% tepung terigu + 25,7% gula halus +
1,28% garam + 1,6% baking powder + 0,64% ovalet + 0,1% mayonaise
dengan dua jenis metode yaitu metode basah dan metode kering dan juga
dilakukan

penambahan

bahan

tambahan

berupa

pasta

mocca

sebanyak 0,06% ke dalam adonan bubuk formula tempe. Selanjutnya


dilakukan uji organoleptik dan analisa proksimat berupa analisa kadar protein,
kadar lemak, kadar air, kadar abu, dan perhitungan kadar karbohidrat terhadap
bubuk formula tempe yang dihasilkan.
1. Uji Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui penilaian panelis terhadap
tepung

formula

tempe

yang

disajikan

dalam

bentuk

bubur

dengan

menggunakan parameter berupa warna, aroma, tekstur, dan rasa. Hasil uji
organoleptik dari bubur formula tempe dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Uji Organoleptik Bubur Formula Tempe
Perlakuan
Parameter
Metode
Metode Basah
Metode
Basah
+ Mocca
Kering
Warna
Suka
Agak Suka
Suka
Aroma
Agak suka
Agak suka
Agak suka
Tekstur
Suka
Suka
Suka
Rasa
Agak suka
Agak suka
Agak suka
Sumber : Data Primer Penelitian, 2011.

Metode Kering
+ Mocca
Agak Suka
Suka
Suka
Suka

35

a. Warna
Hasil uji organoleptik dari segi warna bubur

yang dihasilkan untuk

perlakuan metode basah dan metode kering lebih disukai panelis daripada
perlakuan metode basah + mocca dan metode kering + mocca. Hal ini
disebabkan karena adanya perbedaan warna bubur yaitu pada perlakuan
metode basah dan metode kering memiliki warna yang lebih terang dan terlihat
lebih menarik yaitu kekuningan dibandingkan dengan perlakuan metode basah
+ mocca dan metode kering + mocca yang agak disukai oleh panelis karena
warna bubur yang dihasilkan berwarna kecoklatan dan kurang menarik. Warna
kecoklatan tersebut disebabkan adanya penambahan pasta mocca. Hal ini
didukung oleh Sultanry dan Berty (1985) yang menyatakan bahwa warna
yang menarik merupakan komponen yang sangat penting dalam menentukan
kualitas atau derajat penerimaan dari suatu produk.
b. Aroma
Hasil uji organoleptik dari segi aroma yang dihasilkan untuk perlakuan
metode kering + mocca lebih disukai oleh panelis daripada perlakuan yang
lain. Hal ini disebabkan karena penambahan pasta mocca dan dengan
perlakuan metode kering menyebabkan aroma dari bubuk formula tempe yang
dihasilkan lebih kuat sehingga lebih disukai oleh panelis. Aroma pada suatu
produk dipengaruhi oleh bahan tambahan yang digunakan seperti penguat cita
rasa. Hal ini didukung oleh pernyataan Afrianti (2008), bahwa penguat cita
rasa adalah suatu zat sebagai bahan tambahan yang ditambahkan ke dalam
makanan yang dapat memperkuat rasa dan aroma.

36

c. Tekstur
Hasil uji organoleptik dari segi tekstur keempat perlakuan cenderung
disukai oleh panelis. Hal ini disebabkan produk yang diujikan berupa bubur
yang memiliki tekstur lunak dan kental sesuai dengan tekstur bubur pada
umumnya. Hal ini didukung oleh pernyataan Ratnawati (1995) bahwa bubur
merupakan makanan dengan tekstur yang lunak sehingga mudah untuk
dicerna oleh semua umur.
d. Rasa
Hasil uji organoleptik yang diperoleh dari segi rasa untuk perlakuan
metode kering + mocca lebih disukai oleh panelis daripada perlakuan yang
lain. Hal ini disebabkan karena penambahan mocca flavor dan dengan
perlakuan metode kering menyebabkan rasa dari bubuk formula tempe yang
dihasilkan lebih sempurna sehingga lebih disukai oleh panelis. Menggunakan
pasta mocca sebagai bahan tambahan dimaksudkan untuk memberikan cita
rasa pada bubur, dimana bahan tambahan makanan ini sangat penting untuk
penerimaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan. Hal ini didukung
oleh Afrianti (2008) yang menyatakan bahwa keberadaan bahan tambahan
makanan adalah untuk membuat makanan tampak lebih berkualitas, lebih
menarik, serta rasa dan teksturnya lebih sempurna. Zat-zat itu ditambahkan
dalam jumlah sedikit, namun hasilnya memuaskan bagi konsumen dan
produsen.
2. Analisa Proksimat Terbaik
Analisa proksimat merupakan analisa yang meliputi kadar protein,
lemak, abu, air dan karbohidrat. Pengujian analisa proksimat dilakukan
terhadap tepung formula tempe yang dibuat dengan metode kering + mocca

37

yang merupakan metode dan formula terpilih yang lebih disukai oleh panelis
sesuai dengan hasil uji organoleptik. Analisa proksimat ini dilakukan untuk
mengetahui kandungan gizi yang terkandung dalam tepung formula tempe
tersebut. Hasil dari pengujian analisa proksimat tepung formula tempe
disajikan pada gambar 4 dibawah ini:

80
69,14

Nilai analisa (%)

70
60
50
40
30
20

11,88

10,6

10

3,2

5,18

0
Protein (%)

Lemak (%)

Abu (%)

Air (%)

Analisa Proksimat

Karbohidrat
(%)

Gambar 4. Hasil analisa proksimat tepung formula tempe terbaik


Dari data di atas dapat dilihat bahwa kadar protein yang diperoleh yaitu
sebanyak 11,88%, kadar lemak sebanyak 10,6%, kadar abu sebanyak 3,2%,
kadar air 5,18% dan karbohidrat sebanyak 69,14%. Analisa yang diperoleh
menunjukkan bahwa kadar karbohidrat yang lebih tinggi, menyusul kadar protein,
lalu kadar lemak, kemudian kadar air, dan paling sedikit yaitu kadar abu.
Nilai kadar protein sebanyak 11,88% dan kadar air sebanyak 5,18% yang
diperoleh pada tepung formula tempe bersifat saling berhubungan. Hal ini
disebabkan nilai protein yang tinggi mengakibatkan nilai kadar air menjadi lebih
rendah. Hal ini didukung oleh pernyataan Anonim (2010c), bahwa kadar protein
dalam bahan pangan berhubungan dengan kadar air, semakin tinggi kadar protein
suatu bahan pangan maka semakin rendah kadar airnya.

38

Nilai kadar lemak tepung formula tempe sebanyak 10,6% dipengaruhi


oleh jumlah kandungan lemak yang memang sudah terdapat pada tempe dan juga
dipengaruhi oleh penambahan mocca flvour yang mengandung sedikit minyak
dan

minyak

dapat

mempengaruhi

jumlah

lemak.

Hal

ini

sesuai

dengan Anonim (2010b), bahwa di dalam pasta mocca terdapat sejumlah protein
dan minyak yang dapat mempengaruhi komposisi produk yang ditambahkan
kedalamnya.
Nilai kadar air sebanyak 5,18 % menunjukkan bahwa tepung formula tempe
bersifat awet dan tahan lama. Hal ini didukung oleh pernyataan Anonim (2011g),
bahwa tingkat kadar air yang rendahyaitu 4-8% memungkinkan produk olahan
tempe dapat disimpan pada suhu kamar selama berbulan-bulan.
Pengujian kadar abu dilakukan untuk mengetahui kandungan mineral
anorganik pada tepung formula tempe dari tiap-tiap perlakuan dalam bentuk abu
setelah melalui proses pembakaran dalam tanur dengan suhu 750OC. Nilai kadar
abu yang diperoleh sebanyak 3,2%. Hal ini memperlihatkan bahwa kandungan
abu pada tepung formula tempe sesuai dengan standar yang ada yaitu
nilai abu dalam produk tempe maksimal 3,6%. Hal ini didukung oleh
pernyataan Sutomo (2008), bahwa kandungan abu pada produk tempe adalah
maksimal 3,6%.
Nilai kadar karbohidrat pada tepung formula tempe ini merupakan jumlah
perhitungan biasa yang dilakukan dengan menghitung secara keseluruhan
antara

kadar

protein,

lemak,

air,

dan

abu.

Hal

ini

didukung

oleh

pernyataan Winarno (1992), bahwa perhitungan kadar karbohidrat suatu bahan


pangan dapat dihitung secara perbedaan antara jumlah kandungan air, protein,
lemak dan abu dengan rumus karbohidrat yaitu 100-(protein+lemak+abu+air).

39

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Formula terbaik yang diperoleh dalam pembuatan tepung formula
tempe adalah 32,12% tempe + 38,54% tepung terigu + 25,7% gula halus +
1,28% garam + 1,6% baking powder + 0,64% ovalet + 0,1% mayonaise +
0,06% pasta mocca.
2. Metode terbaik yang diperoleh untuk pembuatan tepung formula tempe
adalah dengan metode kering yaitu mengeringkan tempe terlebih dahulu
sebelum di olah lebih lanjut menjadi tepung formula tempe.
3. Hasil analisa proksimat terbaik yaitu kadar protein sebanyak 11,88%,
kadar lemak sebanyak 10,6%, kadar abu sebanyak 3,2%, kadar air 5,18%
dan karbohidrat sebanyak 69,14%.
B. Saran
Sebaiknya untuk peneliti selanjutnya melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai masa simpan dari tepung formula tempe, mengganti penggunaan
mayonaise menjadi kuning telur, dan melakukan modifikasi aroma dan rasa
yang lain agar diperoleh aroma dan rasa yang lebih bervariasi pada tepung
formula tempe.

40

DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, L.H. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Alfabeta, Bandung.


Agosin E., D. Diaz, R. Aravena, and E. Yanez., 1989. Chemical and Nutritional
Characterization of Lupine Tempeh. Journal of Food Science, Volume
S4, No.1, University of Food Science, Chile.
Ali, I., 2008. Buat Tempe Yuuuuk. http://iqbalali.com/2008/05/07/buat-tempeyuuuuk/. Diakses tanggal 18 Juli 2011.
Anonim,
2005.
Asosiasi
Tepung
Terigu
Indonesia.
http://urbanesia.com/asosiasi-produsen-tepung-terigu-indonesia-aptindo.
Diakses tanggal 18 Juli 2011.
Anonim,
2008a.
Tepung
Tempe.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/TEPUNG%
20TEMPE.pdf?sequence=1. Diakses tanggal 18 Juli 2011.
______,
2008b.
Pencampuran
Bahan.
http://www.scribd.com/doc/57424993/Kelas11-Kimia-Industri-Suparni.
Diakses tanggal 18 Juli 2011.
Anonim,
2009a.
Formula
Tempe.
http://ariezzzjs.blogdetik.com/2009/05/11/formula-tempe. Diakses tanggal
18 Juli 2011.
______, 2009b. Tepung Terigu. http://firststeply.forumotion.com/t94-tepungterigu. Diakses tanggal 18 Juli 2011.
______, 2009c. Gula. http://www.google-jurnal-dodol/gula.com. Diakses tanggal
18 Juli 2011.
______, 2009d. Ovalet. http://herkitchen.wordpress.com/page/8/. Diakses tanggal
18 Juli 2011.
______,
2009e.
Penggilingan.
Diakses tanggal 18 Juli 2011.
Anonim, 2010a. Fungsi Gula.
Diakses tanggal 18 Juli 2011.

http://www.digilib.brawijaya.ac.id/.pdf.

http://www.id.wikipedia.org/wiki/fungsi-gula.

______, 2010b. Pasta Mocca. http://id.wikipedia.org/wiki/pasta-mocca. Diakses


tanggal 15 Oktober 2011.

41

Anonim,
2010c.
Struktur
Pati.
http://kuliahpangan77.wordpress.com/2010/04/14/telur/. Diakses tanggal 15
Oktober 2011.
Anonim, 2011a. Gandum. http://id.wikipedia.org/wiki/Gandum. Diakses tanggal 18
Juli 2011.
______, 2011b. Bakpuder. http://id.wikipedia.org/wiki/Bakpuder. Diakses tanggal
18 Juli 2011.
______, 2011c. Perebusan. http://www.soyanatura.com/?pg=faq. Diakses tanggal
18 Juli 2011.
______,
2011d.
Perebusan.
http://lemlit.unila.ac.id/file/
arsip%202009/SATEK%202008/VERSI%20PDF/bidang%208/VIII-5.pdf.
Diakses tanggal 18 Juli 2011.
______, 2011e. Pemanggangan. http://endonesia.com/mod.php?mod=katalo.
Diakses tanggal
18 Juli 2011.
______, 2011f. Pembakaran. http://docs.google.com/viewer.pdf.penggorengan.
Diakses tanggal 15 Oktober 2011.
______, 2011g. Pengeringan. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/
123456789/26980/Pusbangtepa_Hasil%20olahan%20tempe.pdf?seque
ce=1. Diakses tanggal 18 Juli 2011.
______, 2011h. Pengukusan. http://docs.google.com/viewer.pdf.penggorengan.
Diakses tanggal 15 Oktober 2011.
Astawan, M., 2008. Sehat Dengan Tempe.Panduan Lengkap Menjaga
Kesehatan dengan Tempe. PT Dian Rakyat, Jakarta.
Astuti, M., Meliala, Andreanyta., Fabien, Dalais., Wahlq, Mark. 2003. Tempe, a
nutritious and healthy food from Indonesia. Asia Pacific J Clin Nutr
(2000) 9(4): 322325. http://iqbalali.com/2008/05/07/buat-tempe-yuuuuk/.
Diakses tanggal 15 Oktober 2011
Badan Standarisasi Nasional. 1992. Standar Mutu Tempe Kedelai SNI 01-31441992.
Cahyadi, W. 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Bandung.
_______, 2008. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi
Aksara, Jakarta.
Ferlina, F. 2009. Tempe. http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php. Diakses tanggal
18 Juli 2011.

42

Hartomo, A.J. dan M.C. Widiatmoko, 1993. Emulsi dan Pangan Instant
Ber-Lesitin. Andi Offset, Yogyakarta.
Ishak, Elly., dan Sarinah Abdullah, 1998. Ilmu dan Teknologi Pangan. Badan
Kerjasama Antar Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur, Ujung
Pandang.
Kasmidjo, R.B., 1990. TEMPE : Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan serta
Pemanfaatannya. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.
Ketaren, S., 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press,
Jakarta.
Mardiah, 1994. Sifat Fungsional & Nilai Gizi Tepung Tempe Serta
Pengembangan Produk Olahannya Sebagai Makanan Tambahan Bagi
Anak. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rampengan, V.J. Pontoh dan D.T. Sembel., 1985. Dasar-dasar Pengawasan
Mutu Pangan. Badan Kerja sama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian
Timur, Ujung Pandang.
Ratnawati, 1995. Bubur Instan. Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Departemen Pertanian, Jakarta.
Rubianty, Sultanry, dan Berty Kassenger, 1985. Kimia Pangan. Badan Kerjasama
Perguruan Tinggi Negeri Indonesia bagian Timur.
Smith, A. K and J. Circle, S. 1978. Soybears Chemistry and Technology. The
AVI Pub. Company Inc. westport connecticut.
Snyder, H.E. and W. Know, T. 1987. Soybean Untiluzatin. an AVI Book.
Published by van Nostrad Rein hold company, New york.
______, 2000. Soybean Utilization Published. Van Nostrand Reinhold
Company, New York.
Steinkraus, K.H., 1983. Indonesian Tempeh and Related Fermentation. Dalam:
Handbook of Indigenous Fermented Foods. UGM, Yogyakarta.
Subarna, 2002. Pelatihan Roti. PT Fits Mandiri. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suharto, 1991. Teknologi Pengawetan Pangan. Rineka Cipta, Jakarta.
Sutomo, B., 2008. Cegah Anemia dengan Tempe. http://myhobbyblogs.
com/food/files/2008/06/. Diakses tanggal 18 Juli 2011.

43

Welirang, F. 2006. Jalan Tengah Sempurna Ketahanan Pangan Indonesia


Sebagai
Solusi
Pangan
Masa
Depan.
http://www.iptek.net.id/ind/pustakapangan. Diakses tanggal 15 Oktober
2011.
Wibowo, S., 2004. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Widyowati,S. 2003. Prospek Tepung Sukun Untuk Berbagai Produk Makanan
Olahan
Dalam
Upaya
Menunjang
Diversifikasi
Pangan.
http://www.google.com. Diakses tanggal 15 Oktober 2011.
Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Wolf, W.J., and C. Cowan, J. 1971. Soybean as a Food Source, C.R.C. Press,
Ohio.

44

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Uji Organoleptik Formula Tempe dari Segi Warna


Sampel
Panelis
353
289
141
516
1.
4
4
4
4
2.
3
2
4
3
3.
4
2
5
3
4.
4
3
5
3
5.
4
3
4
3
6.
5
4
5
4
7.
4
2
4
2
8.
4
2
4
2
9.
4
4
4
4
10.
4
2
5
2
Total
40
28
44
30
Sumber : Data Primer Penelitian, 2011.
Lampiran 2. Hasil Uji Organoleptik Formula Tempe dari Segi Aroma
Sampel
Panelis
353
289
141
516
1.
3
4
3
4
2.
3
2
2
2
3.
3
3
3
3
4.
3
3
3
4
5.
4
4
3
4
6.
4
4
5
3
7.
3
3
3
3
8.
3
3
3
4
9.
4
4
2
5
10.
4
3
4
3
Total
34
33
31
35
Sumber : Data Primer Penelitian, 2011.

45

Lampiran 3. Hasil Uji Organoleptik Formula Tempe dari Segi Tekstur


Sampel
Panelis
353
289
141
516
1.
4
4
4
4
2.
3
2
3
3
3.
4
4
4
4
4.
4
4
4
5
5.
4
3
4
3
6.
5
5
5
4
7.
4
4
4
4
8.
3
3
3
2
9.
3
5
3
3
10.
3
3
4
4
Total
37
37
38
36
Sumber : Data Primer Penelitian, 2011.
Lampiran 4. Hasil Uji Organoleptik Formula Tempe dari Segi Rasa
Sampel
Panelis
353
289
141
516
1.
4
4
4
4
2.
4
4
3
4
3.
4
3
3
3
4.
3
4
4
5
5.
4
4
4
4
6.
3
4
2
4
7.
2
3
3
2
8.
3
2
3
3
9.
3
3
3
4
10.
4
3
4
4
Total
34
34
33
37
Sumber : Data Primer Penelitian, 2011.
Lampiran 5. Hasil Perhitungan Kadar Protein Pada Tepung Formula Tempe
Terbaik
Ulangan I
Berat sampel

= 0,6289 g

Volume titrasi

= 3,00 ml

= 11,85%

46

Ulangan II
Berat sampel

= 0,6050 g

Volume titrasi

= 2,90 ml

= 11,91%
Lampiran 6. Hasil Perhitungan Kadar Lemak Pada Tepung Formula Tempe
Terbaik
Ulangan I
P

= 10/5 = 2

= 13,9272

= 13,8711

Sampel = 1,0291 g

= 10,90%
Ulangan II
P

= 10/5 = 2

= 10,6800

= 10,6229

Sampel = 1,1088 g

= 10,30%

47

Lampiran 7. Hasil Perhitungan Kadar Abu Pada Tepung Formula Tempe Terbaik
Ulangan I
Berat sampel = 2,0106 g
Berat abu

= 0,0601 g

0,0601
x 100%
2,0106

= 2,98%
Ulangan II
Berat sampel = 2,0165 g
Berat abu

= 0,0690 g

0,0690
x 100%
2,0165

= 3,42%
Lampiran 8. Hasil Perhitungan Kadar Air Pada Tepung Formula Tempe Terbaik
Ulangan I
Berat awal

= 2,0318 g

Berat akhir

= 1,9245 g

2,0318 1,9245
x 100%
2,0318

48

0,1073
x100%
2,0318

= 5,28%
Ulangan II
Berat awal

= 2,0386 g

Berat akhir

= 1,9349 g

2,0386 1,9349
x 100%
2,0386

0,1037
x100%
2,0386

= 5,08%
Lampiran 9. Hasil Perhitungan Kadar Karbohidrat Pada Tepung Formula Tempe
Terbaik
Ulangan I
Kadar protein

= 11,85

Kadar lemak

= 10,90

Kadar abu

= 2,98

Kadar air

= 5,28

Karbohidrat (g/100g)= 100 - (protein + lemak + abu + air)


= 100 - (11,85 + 10,90 + 2,98 + 5,28)
= 100 - 31,01
= 68,99
Ulangan II
Kadar protein

= 11,91

Kadar lemak

= 10,30

49

Kadar abu

= 3,42

Kadar air

= 5,08

Karbohidrat (g/100g)= 100 - (protein + lemak + abu + air)


= 100 - (11,91 + 10,30 + 3,42 + 5,08)
= 100 - 30,71
= 69,29
Lampiran 10. Gambar Profil Tepung Formula Tempe

Metode Basah

Metode Kering

Tepung formula tempe setelah diseduh

Anda mungkin juga menyukai