Skripsi-Studi Pembuatan Tepung Formula Tempe
Skripsi-Studi Pembuatan Tepung Formula Tempe
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan
menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai
Indonesia diperoleh dalam bentuk tempe. Konsumsi tempe rata-rata pertahun
di Indonesia saat ini sekitar 6,45 kg/orang. Sebagai sumber bahan pangan,
tempe merupakan salah satu makanan pokok yang dibutuhkan oleh tubuh.
Tempe merupakan makanan yang terbuat dari kacang kedelai yang
difermentasi. Masyarakat luas menjadikan tempe sebagai sumber protein
nabati, selain itu harganya juga murah. Tempe merupakan produk fermentasi
yang tidak dapat bertahan lama. Setelah dua hari, tempe akan mengalami
pembusukan sehingga tidak dapat dikonsumsi oleh manusia. Tempe
mempunyai daya simpan yang singkat. Tempe yang tidak dilakukan
pengolahan atau penanganan lebih lanjut akan cepat mengalami pembusukan.
Tempe yang sudah busuk masih bisa dimanfaatkan sebagai bahan masakan
namun fungsinya telah banyak mengalami penurunan. Salah satu cara untuk
memperpanjang umur simpan tempe adalah dengan mengolahnya menjadi
tepung formula tempe. Manfaat pembuatan tepung ini antara lain mudah
dicampur dengan tepung lain untuk meningkatkan nilai gizinya dan mudah
disimpan dan diolah menjadi makanan yang cepat dihidangkan.
Tepung formula tempe merupakan makanan terolah dengan bahan
utama tempe yang kemudian difomulasikan dengan bahan pendukung lain,
dirancang
sebagai
makanan
tambahan
untuk
mengatasi
gangguan
pencernaan (diare) dan efektif untuk memperbaiki status penderita gizi buruk,
bahkan menghentikan infeksi saluran cerna anak pada usia 6-24 bulan.
Berdasarkan hal yang dikemukakan di atas maka akan diadakan penelitian,
dalam upaya memanfaatkan teknologi pengolahan untuk meningkatkan nilai
ekonomis dan memberi nilai gizi yang cukup kepada masyarakat dengan
mengolah tempe menjadi tepung formula tempe.
B. Rumusan Masalah
Segala kelompok usia memerlukan jenis makanan tertentu yang mampu
memenuhi kecukupan akan gizi yang mereka butuhkan untuk menjaga
kesehatannya. Namun pada umumnya harga makanan bergizi sekarang
tidaklah murah, kebanyakan memiliki harga yang relatif mahal. Padahal kita
ketahui bahwa di Indonesia, terdapat suatu pangan lokal yang mampu
memenuhi kebutuhan gizi yang cukup baik dan harganyapun relatif murah.
Pangan lokal tersebut adalah tempe. Tempe ini selain diolah menjadi makanan
sehari-hari, tempe dapat diolah menjadi suatu produk yang nilai gizinya lebih
tinggi dari biasanya jika diolah lebih lanjut. Produk tersebut berupa tepung
formula tempe yang dimana dibuat dengan bahan utama tempe yang
kemudian diformulasikan dengan bahan pendukung lain. Untuk menghasilkan
produk itu haruslah diketahui formula bahan yang tepat dalam pembuatannya
agar dapat diterima oleh segala kelompok usia. Oleh karena itu, perlu diketahui
kombinasi formula bahan yang disukai oleh konsumen (panelis) melalui
uji organoleptik.
: Plantae (Tumbuhan)
Divisio
Sub Divisio
Classis
Ordo
: Rosales
Famili
: Leguminosae (Kacang-kacangan)
Genus
: Glycine
Spesies
Biji kedelai tersusun atas tiga komponen utama, yaitu kulit biji, daging
(kotiledon), dan hipokotil dengan perbandingan 8:90:2. Sedangkan komposisi
kimia kedelai adalah 40,5% protein, 20,5% lemak, karbohidrat 22,2%, serat kasar
4,3%, abu 4,5%, dan air 6,6% (Snyder and Kwon, 1987).
Kedelai merupakan sumber gizi yang sangat penting. Komposisi gizi
kedelai bervariasi tergantung varietas yang dikembangkan dan juga warna kulit
maupun kotiledonnya. Kandungan protein dalam kedelai kuning bervariasi
antara 31-48% sedangkan kandungan lemaknya bervariasi antara 11-21%.
Antosianin kulit kedelai mampu menghambat oksidasi LDL kolesterol yang
merupakan awal terbentuknya plak dalam pembuluh darah yang akan memicu
berkembangnya penyakit tekanan darah tinggi dan berkembangnya penyakit
jantung koroner (Astuti, 2000).
Komposisi kimiawi kedelai kering per 100 g biji dapat di lihat pada tabel
di bawah ini:
Tabel 1. Komposisi Kimiawi Kedelai Kering per 100 gr Biji
Komposisi
Jumlah (*)
Jumlah (**)
Kalori (kkal)
331
Protein (g)
34,9
46,2
Lemak (g)
18,1
19,1
Karbohidrat (g)
34,8
28,2
Kalsium (mg)
227
254
Fosfor (mg)
585
781
Besi (mg)
8,0
Vitamin A (SI)
110
Vitamin B1 (mg)
1,1
Air (g)
7,5
Sumber : * Direktorat Gizi Depkes RI. (1972) dalam Koswara (1992).
** Sutomo (2008).
Dari tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa kandungan protein dan lemak
kedelai menurut Sutomo (2008) lebih tinggi daripada menurut Koswara (1992), hal
ini dikarenakan pada data sutomo (2008) hasil tersebut tanpa menggunakan
kadar air, airnya dianggap sudah tidak ada, maka hasilnya akan lebih besar.
jamur
Rhizopus.
Selama
fermentasi,
biji-biji
kedelai
terperangkap
Jumlah
61,2 %
41,5 %
22,2 %
29,6 %
4,3 %
3,4 %
7,5 %
Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa kadar protein pada tempe cukup tinggi
yaitu 41,5% dan telah memenuhi syarat mutu tempe kedelai yaitu minimal 20%
(b/b). Tempe juga memiliki kandungan air yang cukup tinggi yaitu 61,2% dan
kandungan karbohidratnya sebesar 29,6%.
Menurut Standar Nasional Indonesia 01-3144-1992, tempe kedelai adalah
produk makanan hasil fermentasi biji kedelai oleh kapang tertentu, berbentuk
padatan kompak dan berbau khas serta berwarna putih atau sedikit keabu-abuan.
Tabel 3. Syarat Mutu Tempe Kedelai Menurut Standar Nasional
01-3144-1992
Kriteria uji
Persyaratan
Keadaan
- Bau
normal (khas tempe)
- Warna
normal
- Rasa
normal
Air (% b/b)
maks 65
Abu (% b/b)
maks 1,5
Protein (% b/b) (Nx6,25)
min 20
Cemaran mikroba
- E coli
maks 10
- Salmonela
negative
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1992).
Indonesia
substrat
menghilangkan
meningkatkan
kualitas
flavour
asli
protein
kedelai,
dan
mensintesis
ketersediaan
zat
vitamin
B12,
besi
dari
10
karena fermentasi tempe hanya terjadi pada lingkungan yang higienis. Gangguan
pada pembuatan tempe diantaranya adalah tempe tetap basah, jamur tumbuh
kurang baik, tempe berbau busuk, ada bercak hitam dipermukaan tempe, dan
jamur hanya tumbuh baik di salah satu tempat (Hidayat, 2008).
Adapun tahap-tahap pembuatan tempe dapat digambarkan pada diagram
alir dibawah ini.
Penyortiran
Pencucian
Perebusan I
Pengupasan Kulit
Perendaman
Perebusan II
Penginokulasian (Peragian)
Pembungkusan
Pemeraman (Fermentasi)
11
12
anti
bakteri
yang
diproduksi
kapang
selama
fermentasi
13
Kedelai
Tempe
Tepung Tempe
Protein
46,2
46,5
48,0
Lemak
19,1
19,7
24,7
Karbohidrat
28,5
30,2
13,5
Serat
3,7
7,2
2,5
6,1
3,6
2,3
Abu
Sumber : Mardiah (1994).
14
melewati
proses
penggilingan.
Prinsip
pengolahannya
terdiri
protein
dalam
bentuk
gluten
yang
berperan
dalam
15
dalam air. Proses pengadukan adonan yang baik dan benar akan membentuk
struktur serta meningkatkan elastisitas dan daya kembang gluten. Hal ini akan
meningkatkan kualitas struktur adonan, sehingga mampu menahan gas
dengan
lebih
baik,
dan
volume
roti
menjadi
tinggi
atau
lebih
16
Garam
Garam digunakan untuk mempercepat pengurangan air. Garam
pertama kali digunakan untuk mengekstrak protein aktomiosin sehingga
terbentuk pasta gel aktomioksin. Selain itu garam juga digunakan sebagai
bumbu untuk menambahkan cita rasa asin. Penggunaan garam yang terlalu
banyak akan menimbulkan rasa asin yang berlebihan juga menyebabkan
denaturasi protein. Penggunaan garam yang terlalu sedikit menyebabkan
tekstur yang dihasilkan kurang baik karena ektraksi protein aktomioksin kurang
sempurna (Wibowo, 2004).
Garam berfungsi sebagai pemberi cita rasa asin dan membangkitkan
aroma bahan lain. Garam biasanya ditambahkan dalam jumlah kecil, namun
peranannya sangat penting dimana: memberi rasa, memperkuat cita rasa
bahan lain, sebagai bahan pengeras, dan dapat membangkitkan cita rasa dari
adonan (Subarna, 2002).
Mayonaise
Mayonaise adalah emulsi jenis semi padat, dibuat dari minyak nabati
sebanyak 65% kuning telur atau telur seutuhnya, cuka atau jeruk dengan
bumbu rempah dan gula. Fungsi penambahan mayonaise dalam suatu produk
pangan
adalah
sebagai
penstabil
atau
emulsifier
minyak
dalam
17
mempengaruhi
komposisi
produk
yang
ditambahkan
18
F. Aspek Pengolahan
Perebusan adalah aspek pengolahan produk pangan yang dilakukan
dengan merebus suatu bahan dalam air panas dengan suhu tertentu dalam
jangka waktu yang telah ditetapkan, lalu di dinginkan sampai batas tertentu.
Proses
perebusan
ini
bertujuan
untuk
menghilangkan
berbagai
zat
pangan.
Pencampuran
adalah
peristiwa
menyebarnya
bahan-bahan secara acak, dimana bahan yang dicampur adalah bahan yang
berbeda-beda sehingga bahan-bahan tersebut menyatu sehingga membentuk
suatu adonan yang kompleks dan merata (Anonim, 2008b).
Pemanggangan merupakan proses pematangan adonan menjadi
cookies yang dapat dicerna oleh tubuh dan menimbulkan aroma yang khas.
Pemanggangan merupakan aspek yang kritis dari urutan proses untuk
menghasilkan cookies yang berkualitas tinggi. Pemanggangan terlalu lama
dapat menyebabkan kekerasan dan penampakan yang tidak baik. Suhu dan
19
selama
berbulan
bulan
tanpa
terjadi
perubahan
warna
dan
20
perentase kandungan air yang ingin dijangkau, power pengering, efesiensi mesin
pengering, dan kapasitas pengeringannya. Pengeringan yang terlampau cepat
dapat merusak bahan, oleh karena permukaan bahan terlalu cepat kering
sehingga kurang bisa diimbangi dengan kecepatan gerakan air bahan menuju
permukaan. Pengaturan suhu dan lamanya waktu pengeringan, dilakukan dengan
memperhatikan kontak antara alat pengering dengan alat pemanas (baik itu
berupa udara panas yang dialirkan maupun alat pemanas lainnya). Walaupun
di bawah 0 oC (tekanan 1/4 atm) air bisa berubah menjadi uap, namun demi
pertimbangan-pertimbangan standar gizi (agar proteinnya tidak rusak) maka
pemanasan (processing dengan mesin hingga terjadi panas) dianjurkan tidak lebih
dari 85oC (Suharto, 1991).
Kadar air dalam bahan pangan berhubungan dengan kadar protein semakin
tinggi
kadar
air
suatu
bahan
pangan
maka
semakin
rendah
kadar
kadar
air
yang
terdapat
pada
bahan
pangan
begitupun
terhadap
rasa dan
aroma.
Secara
umum, semakin
halus
teksturnya maka akan semakin baik rasa dan aromanya, karena sebagian besar
21
bahan-bahan yang terdapat dalam kue kering tersebut bisa larut dalam air
ketika diseduh, seperti bubur untuk makanan tambahan bayi/balita dan
minuman instan untuk lansia (Anonim, 2009e).
G. Bubur
Bubur merupakan istilah umum untuk mengacu pada campuran
bahan padat dan cair, dengan komposisi cairan yang lebih banyak daripada
padatan dan keadaan bahan padatan yang saling terpisah.
Bubur merupakan makanan dengan tekstur yang lunak sehingga
mudah untuk dicerna. Bubur dapat dibuat dari beras, kacang hijau, beras
mentah, ataupun dari beberapa campuran penyusun (Ratnawati, 1995).
Bubur instan diperoleh dengan melakukan instanisasi terlebih dahulu
pada komponen penyusun bubur. Instanisasi dapat dilakukan dengan
memasak biji-bijian komponen penyusun yang telah berbentuk tepung
menjadi adonan kental, kemudian adonan dikeringkan dengan menggunakan
drum dryer, hasil pengeringan akan dihancurkan dengan menggunakan
pisau sehingga menghasilkan tepung yang berukuran 60 mesh. Bahan tepung
yang diperoleh telah bersifat instan dan dikemas menjadi bubur instan
(Hartomo dan Widiatmoko, 1993).
H. Uji Organoleptik
Uji organolpetik dimaksudkan untuk mengetahui penilaian panelis
terhadap produk yang dihasilkan. Jenis pengujian yang dilakukan dalam uji
organolpetik ini adalah metode hedonik tingkat kesukaan panelis terhadap
22
tekstur, aroma, warna dan rasa yang dihasilkan dari masing-masing perlakuan.
Panelis diberi tahu tentang maksud dan tujuan penelitian dan diminta untuk
memberikan penilaian (Rampengan dkk., 1985).
Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada
beberapa faktor diantaranya citarasa, warna, tekstur, dan nilai gizi. Secara visual
warna
diperhitungkan
terlebih
dahulu
dan
kadang-kadang
sangat
penting.
Cita
rasa
dari
bahan
pangan
sesungguhnya
terdiri
dari tiga komponen, yaitu bau, rasa, dan rangsangan mulut. Bau yang
dihasilkan dari makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan
tersebut (Rampengan dkk., 1985).
23
24
C. Prosedur Penelitian
1. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk menentukan formula
terbaik dengan memberikan pilihan kombinasi perbandingan antara tempe
dan formula bahan pendukung dalam pembuatan tepung formula tempe
yang dihasilkan kepada panelis melalui uji organoleptik yang nantinya akan
dilanjutkan pada penelitian utama yang menggunakan dua metode yaitu
metode basah dan metode kering dalam proses pembuatan tepung formula
tempe.
2. Penelitian Utama
- Pembuatan Tempe
a. Disiapkan kacang kedelai sebanyak 1500 gram yang telah dilakukan
penyortiran
sebelumnya
dan
disiapkan
pula
ragi
tempe
sebanyak 3 gram.
b. Kacang kedelai dicuci bersih dengan menggunakan air mengalir.
c. Dilakukan perebusan pertama kacang kedelai hingga mendidih.
d. Dilakukan pengupasan kulit yang terdapat pada kacang kedelai.
e. Kacang
kedelai
yang
telah
bersih,
selanjutnya
direndam
selama 24 jam.
f. Dilakukan perebusan kedua kacang kedelai selama 30 menit.
g.
h.
25
i.
j.
Setelah
dibungkus,
dilakukan
proses
fermentasi
atau
pemeraman, 24 jam pertama ditutup rapat, lalu dibuka dan disimpan di atas
rak hingga terbentuk tempe. Adapun diagram alir pembuatan tempe dapat
dilihat pada Gambar 1.
- Pembuatan Tepung Formula Tempe
a.
b.
c.
d.
26
D. Perlakuan Penelitian
-
Penelitian Pendahuluan
Perlakuan yang digunakan pada penelitian pendahuluan ini yaitu :
Perlakuan I = 58,67% tempe + 23,47% tepung terigu + 15,64% gula halus
+ 0,78% garam + 0,97% baking powder + 0,39% ovalet +
0,06% sdt mayonaise
Perlakuan II = 41,52% tempe + 33,21% tepung terigu + 22,14% gula halus
+ 1,1% garam + 1,8% baking powder + 0,55% ovalet +
0,08% mayonaise
Perlakuan III = 32,12% tempe + 38,54% tepung terigu + 25,7% gula halus +
1,28% garam + 1,6% baking powder + 0,64% ovalet +
0,1% mayonaise
Penelitian Utama
Perlakuan yang digunakan yaitu perlakuan III yang diperoleh pada
penelitian
pendahuluan
sebelumnya,
dimana
perlakuan
tersebut
27
Tempe
Dibersihkan, dan
dipotong-potong kecil
Tempe direbus
Pencampuran:
tempe : bahan pendukung / + mocca
Uji organoleptik
meliputi rasa, warna,
aroma, dan tekstur
28
Tempe
Dibersihkan, dan
dipotong-potong kecil
Pencampuran:
tempe : bahan pendukung / + mocca
Uji organoleptik
meliputi rasa, warna,
aroma, dan tekstur
Uji analisa kimia
meliputi kadar protein,
lemak, abu, air, dan
karbohidrat
29
E. Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan pada penelitian ini yaitu uji organoleptik, kadar
protein, kadar lemak, kadar air, kadar abu, dan karbohidrat.
a. Uji Organoleptik (Rampengan, dkk., 1985)
Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan atau
kelayakan suatu produk agar dapat diterima oleh panelis (konsumen).
Metode pengujian yang dilakukan adalah metode hedonik (uji kesukaan)
meliputi: warna, aroma, rasa, dan tekstur setelah bahan diseduh dengan air
hangat.
Dalam
memberikan
metode
penilaian
hedonik
ini,
berdasarkan
panelis
tingkat
(konsumen)
kesukaan.
Skor
diminta
yang
Bahan
ditimbang
sebanyak
0,5
gram
kemudian
dimasukkan
3.
4.
30
5.
6.
Keterangan :
V1
31
2.
3.
Dimasukkan
dalam
cawan
kemudian
dimasukkan
oven
selama 3 jam.
4.
5.
6.
7.
e.
32
% abu
f.
F. Pengolahan data
Pengolahan
data
dilakukan
secara
deskriptif
kuantitatif
dengan
33
A. Penelitian Pendahuluan
Penelitian yang dilakukan terbagi atas dua yaitu penelitian pendahuluan
dan penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan yaitu menentukan
komposisi formula bahan dalam pembuatan bubuk formula tempe. Penentuan
perlakuan yang terbaik dilakukan dengan melakukan uji organoleptik
terhadap 10 panelis, yang dimana terdapat tiga perlakuan yang berbeda
dengan cara menyajikan bubuk formula tempe dalam bentuk bubur. Perlakuan
yang terbaik yaitu perlakuan III (32,12% tempe + 38,54% tepung terigu
+ 25,7% gula halus + 1,28% garam + 1,6% baking powder + 0,64% ovalet
+ 0,1% mayonaise) karena memiliki aroma, warna, tekstur, dan rasa yang lebih
disukai oleh panelis. Hasil yang diperoleh pada penelitian pendahuluan untuk
penentuan formula terbaik dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Uji Organoleptik Bubur Formula Pada Penelitian Pendahuluan
Parameter
No.
Perlakuan (%)
Warna
Aroma
Tekstur
Rasa
1.
58,67 tempe + 23,47 tepung
Agak
Tidak
Agak
Tidak
terigu + 15,64 gula + 0,78
suka
suka
suka
Suka
garam + 0,97 bakpuder+ 0,39
ovalet + 0,06 mayonaise
2.
41,52 tempe + 33,21 tepung
Suka
Agak
Suka
Agak
terigu + 22,14 gula + 1,1
suka
suka
garam + 1,38 bakpuder+ 0,55
ovalet + 0,08 mayonaise
3.
32,12 tempe + 38,54 terigu +
Suka
Agak
Suka
Suka
25,7 gula + 1,28 garam + 1,6
suka
bakpuder + 0,64 ovalet + 0,1
mayonaise
Sumber : Data Primer Penelitian, 2011.
34
B. Penelitian Utama
Penelitian utama dilakukan dengan mengaplikasikan formula bahan
tepung formula tempe terbaik yang diperoleh pada penelitian pendahuluan
sebelumnya yaitu 32,12% tempe + 38,54% tepung terigu + 25,7% gula halus +
1,28% garam + 1,6% baking powder + 0,64% ovalet + 0,1% mayonaise
dengan dua jenis metode yaitu metode basah dan metode kering dan juga
dilakukan
penambahan
bahan
tambahan
berupa
pasta
mocca
formula
tempe
yang
disajikan
dalam
bentuk
bubur
dengan
menggunakan parameter berupa warna, aroma, tekstur, dan rasa. Hasil uji
organoleptik dari bubur formula tempe dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Uji Organoleptik Bubur Formula Tempe
Perlakuan
Parameter
Metode
Metode Basah
Metode
Basah
+ Mocca
Kering
Warna
Suka
Agak Suka
Suka
Aroma
Agak suka
Agak suka
Agak suka
Tekstur
Suka
Suka
Suka
Rasa
Agak suka
Agak suka
Agak suka
Sumber : Data Primer Penelitian, 2011.
Metode Kering
+ Mocca
Agak Suka
Suka
Suka
Suka
35
a. Warna
Hasil uji organoleptik dari segi warna bubur
perlakuan metode basah dan metode kering lebih disukai panelis daripada
perlakuan metode basah + mocca dan metode kering + mocca. Hal ini
disebabkan karena adanya perbedaan warna bubur yaitu pada perlakuan
metode basah dan metode kering memiliki warna yang lebih terang dan terlihat
lebih menarik yaitu kekuningan dibandingkan dengan perlakuan metode basah
+ mocca dan metode kering + mocca yang agak disukai oleh panelis karena
warna bubur yang dihasilkan berwarna kecoklatan dan kurang menarik. Warna
kecoklatan tersebut disebabkan adanya penambahan pasta mocca. Hal ini
didukung oleh Sultanry dan Berty (1985) yang menyatakan bahwa warna
yang menarik merupakan komponen yang sangat penting dalam menentukan
kualitas atau derajat penerimaan dari suatu produk.
b. Aroma
Hasil uji organoleptik dari segi aroma yang dihasilkan untuk perlakuan
metode kering + mocca lebih disukai oleh panelis daripada perlakuan yang
lain. Hal ini disebabkan karena penambahan pasta mocca dan dengan
perlakuan metode kering menyebabkan aroma dari bubuk formula tempe yang
dihasilkan lebih kuat sehingga lebih disukai oleh panelis. Aroma pada suatu
produk dipengaruhi oleh bahan tambahan yang digunakan seperti penguat cita
rasa. Hal ini didukung oleh pernyataan Afrianti (2008), bahwa penguat cita
rasa adalah suatu zat sebagai bahan tambahan yang ditambahkan ke dalam
makanan yang dapat memperkuat rasa dan aroma.
36
c. Tekstur
Hasil uji organoleptik dari segi tekstur keempat perlakuan cenderung
disukai oleh panelis. Hal ini disebabkan produk yang diujikan berupa bubur
yang memiliki tekstur lunak dan kental sesuai dengan tekstur bubur pada
umumnya. Hal ini didukung oleh pernyataan Ratnawati (1995) bahwa bubur
merupakan makanan dengan tekstur yang lunak sehingga mudah untuk
dicerna oleh semua umur.
d. Rasa
Hasil uji organoleptik yang diperoleh dari segi rasa untuk perlakuan
metode kering + mocca lebih disukai oleh panelis daripada perlakuan yang
lain. Hal ini disebabkan karena penambahan mocca flavor dan dengan
perlakuan metode kering menyebabkan rasa dari bubuk formula tempe yang
dihasilkan lebih sempurna sehingga lebih disukai oleh panelis. Menggunakan
pasta mocca sebagai bahan tambahan dimaksudkan untuk memberikan cita
rasa pada bubur, dimana bahan tambahan makanan ini sangat penting untuk
penerimaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan. Hal ini didukung
oleh Afrianti (2008) yang menyatakan bahwa keberadaan bahan tambahan
makanan adalah untuk membuat makanan tampak lebih berkualitas, lebih
menarik, serta rasa dan teksturnya lebih sempurna. Zat-zat itu ditambahkan
dalam jumlah sedikit, namun hasilnya memuaskan bagi konsumen dan
produsen.
2. Analisa Proksimat Terbaik
Analisa proksimat merupakan analisa yang meliputi kadar protein,
lemak, abu, air dan karbohidrat. Pengujian analisa proksimat dilakukan
terhadap tepung formula tempe yang dibuat dengan metode kering + mocca
37
yang merupakan metode dan formula terpilih yang lebih disukai oleh panelis
sesuai dengan hasil uji organoleptik. Analisa proksimat ini dilakukan untuk
mengetahui kandungan gizi yang terkandung dalam tepung formula tempe
tersebut. Hasil dari pengujian analisa proksimat tepung formula tempe
disajikan pada gambar 4 dibawah ini:
80
69,14
70
60
50
40
30
20
11,88
10,6
10
3,2
5,18
0
Protein (%)
Lemak (%)
Abu (%)
Air (%)
Analisa Proksimat
Karbohidrat
(%)
38
minyak
dapat
mempengaruhi
jumlah
lemak.
Hal
ini
sesuai
dengan Anonim (2010b), bahwa di dalam pasta mocca terdapat sejumlah protein
dan minyak yang dapat mempengaruhi komposisi produk yang ditambahkan
kedalamnya.
Nilai kadar air sebanyak 5,18 % menunjukkan bahwa tepung formula tempe
bersifat awet dan tahan lama. Hal ini didukung oleh pernyataan Anonim (2011g),
bahwa tingkat kadar air yang rendahyaitu 4-8% memungkinkan produk olahan
tempe dapat disimpan pada suhu kamar selama berbulan-bulan.
Pengujian kadar abu dilakukan untuk mengetahui kandungan mineral
anorganik pada tepung formula tempe dari tiap-tiap perlakuan dalam bentuk abu
setelah melalui proses pembakaran dalam tanur dengan suhu 750OC. Nilai kadar
abu yang diperoleh sebanyak 3,2%. Hal ini memperlihatkan bahwa kandungan
abu pada tepung formula tempe sesuai dengan standar yang ada yaitu
nilai abu dalam produk tempe maksimal 3,6%. Hal ini didukung oleh
pernyataan Sutomo (2008), bahwa kandungan abu pada produk tempe adalah
maksimal 3,6%.
Nilai kadar karbohidrat pada tepung formula tempe ini merupakan jumlah
perhitungan biasa yang dilakukan dengan menghitung secara keseluruhan
antara
kadar
protein,
lemak,
air,
dan
abu.
Hal
ini
didukung
oleh
39
A. Kesimpulan
1. Formula terbaik yang diperoleh dalam pembuatan tepung formula
tempe adalah 32,12% tempe + 38,54% tepung terigu + 25,7% gula halus +
1,28% garam + 1,6% baking powder + 0,64% ovalet + 0,1% mayonaise +
0,06% pasta mocca.
2. Metode terbaik yang diperoleh untuk pembuatan tepung formula tempe
adalah dengan metode kering yaitu mengeringkan tempe terlebih dahulu
sebelum di olah lebih lanjut menjadi tepung formula tempe.
3. Hasil analisa proksimat terbaik yaitu kadar protein sebanyak 11,88%,
kadar lemak sebanyak 10,6%, kadar abu sebanyak 3,2%, kadar air 5,18%
dan karbohidrat sebanyak 69,14%.
B. Saran
Sebaiknya untuk peneliti selanjutnya melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai masa simpan dari tepung formula tempe, mengganti penggunaan
mayonaise menjadi kuning telur, dan melakukan modifikasi aroma dan rasa
yang lain agar diperoleh aroma dan rasa yang lebih bervariasi pada tepung
formula tempe.
40
DAFTAR PUSTAKA
http://www.digilib.brawijaya.ac.id/.pdf.
http://www.id.wikipedia.org/wiki/fungsi-gula.
41
Anonim,
2010c.
Struktur
Pati.
http://kuliahpangan77.wordpress.com/2010/04/14/telur/. Diakses tanggal 15
Oktober 2011.
Anonim, 2011a. Gandum. http://id.wikipedia.org/wiki/Gandum. Diakses tanggal 18
Juli 2011.
______, 2011b. Bakpuder. http://id.wikipedia.org/wiki/Bakpuder. Diakses tanggal
18 Juli 2011.
______, 2011c. Perebusan. http://www.soyanatura.com/?pg=faq. Diakses tanggal
18 Juli 2011.
______,
2011d.
Perebusan.
http://lemlit.unila.ac.id/file/
arsip%202009/SATEK%202008/VERSI%20PDF/bidang%208/VIII-5.pdf.
Diakses tanggal 18 Juli 2011.
______, 2011e. Pemanggangan. http://endonesia.com/mod.php?mod=katalo.
Diakses tanggal
18 Juli 2011.
______, 2011f. Pembakaran. http://docs.google.com/viewer.pdf.penggorengan.
Diakses tanggal 15 Oktober 2011.
______, 2011g. Pengeringan. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/
123456789/26980/Pusbangtepa_Hasil%20olahan%20tempe.pdf?seque
ce=1. Diakses tanggal 18 Juli 2011.
______, 2011h. Pengukusan. http://docs.google.com/viewer.pdf.penggorengan.
Diakses tanggal 15 Oktober 2011.
Astawan, M., 2008. Sehat Dengan Tempe.Panduan Lengkap Menjaga
Kesehatan dengan Tempe. PT Dian Rakyat, Jakarta.
Astuti, M., Meliala, Andreanyta., Fabien, Dalais., Wahlq, Mark. 2003. Tempe, a
nutritious and healthy food from Indonesia. Asia Pacific J Clin Nutr
(2000) 9(4): 322325. http://iqbalali.com/2008/05/07/buat-tempe-yuuuuk/.
Diakses tanggal 15 Oktober 2011
Badan Standarisasi Nasional. 1992. Standar Mutu Tempe Kedelai SNI 01-31441992.
Cahyadi, W. 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Bandung.
_______, 2008. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi
Aksara, Jakarta.
Ferlina, F. 2009. Tempe. http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php. Diakses tanggal
18 Juli 2011.
42
Hartomo, A.J. dan M.C. Widiatmoko, 1993. Emulsi dan Pangan Instant
Ber-Lesitin. Andi Offset, Yogyakarta.
Ishak, Elly., dan Sarinah Abdullah, 1998. Ilmu dan Teknologi Pangan. Badan
Kerjasama Antar Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur, Ujung
Pandang.
Kasmidjo, R.B., 1990. TEMPE : Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan serta
Pemanfaatannya. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.
Ketaren, S., 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press,
Jakarta.
Mardiah, 1994. Sifat Fungsional & Nilai Gizi Tepung Tempe Serta
Pengembangan Produk Olahannya Sebagai Makanan Tambahan Bagi
Anak. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rampengan, V.J. Pontoh dan D.T. Sembel., 1985. Dasar-dasar Pengawasan
Mutu Pangan. Badan Kerja sama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian
Timur, Ujung Pandang.
Ratnawati, 1995. Bubur Instan. Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Departemen Pertanian, Jakarta.
Rubianty, Sultanry, dan Berty Kassenger, 1985. Kimia Pangan. Badan Kerjasama
Perguruan Tinggi Negeri Indonesia bagian Timur.
Smith, A. K and J. Circle, S. 1978. Soybears Chemistry and Technology. The
AVI Pub. Company Inc. westport connecticut.
Snyder, H.E. and W. Know, T. 1987. Soybean Untiluzatin. an AVI Book.
Published by van Nostrad Rein hold company, New york.
______, 2000. Soybean Utilization Published. Van Nostrand Reinhold
Company, New York.
Steinkraus, K.H., 1983. Indonesian Tempeh and Related Fermentation. Dalam:
Handbook of Indigenous Fermented Foods. UGM, Yogyakarta.
Subarna, 2002. Pelatihan Roti. PT Fits Mandiri. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suharto, 1991. Teknologi Pengawetan Pangan. Rineka Cipta, Jakarta.
Sutomo, B., 2008. Cegah Anemia dengan Tempe. http://myhobbyblogs.
com/food/files/2008/06/. Diakses tanggal 18 Juli 2011.
43
44
LAMPIRAN
45
= 0,6289 g
Volume titrasi
= 3,00 ml
= 11,85%
46
Ulangan II
Berat sampel
= 0,6050 g
Volume titrasi
= 2,90 ml
= 11,91%
Lampiran 6. Hasil Perhitungan Kadar Lemak Pada Tepung Formula Tempe
Terbaik
Ulangan I
P
= 10/5 = 2
= 13,9272
= 13,8711
Sampel = 1,0291 g
= 10,90%
Ulangan II
P
= 10/5 = 2
= 10,6800
= 10,6229
Sampel = 1,1088 g
= 10,30%
47
Lampiran 7. Hasil Perhitungan Kadar Abu Pada Tepung Formula Tempe Terbaik
Ulangan I
Berat sampel = 2,0106 g
Berat abu
= 0,0601 g
0,0601
x 100%
2,0106
= 2,98%
Ulangan II
Berat sampel = 2,0165 g
Berat abu
= 0,0690 g
0,0690
x 100%
2,0165
= 3,42%
Lampiran 8. Hasil Perhitungan Kadar Air Pada Tepung Formula Tempe Terbaik
Ulangan I
Berat awal
= 2,0318 g
Berat akhir
= 1,9245 g
2,0318 1,9245
x 100%
2,0318
48
0,1073
x100%
2,0318
= 5,28%
Ulangan II
Berat awal
= 2,0386 g
Berat akhir
= 1,9349 g
2,0386 1,9349
x 100%
2,0386
0,1037
x100%
2,0386
= 5,08%
Lampiran 9. Hasil Perhitungan Kadar Karbohidrat Pada Tepung Formula Tempe
Terbaik
Ulangan I
Kadar protein
= 11,85
Kadar lemak
= 10,90
Kadar abu
= 2,98
Kadar air
= 5,28
= 11,91
Kadar lemak
= 10,30
49
Kadar abu
= 3,42
Kadar air
= 5,08
Metode Basah
Metode Kering