Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN
SKENARIO 1
ANAKKU DIARE LENDIR DARAH
Seorang dokter puskesmas mendapatkan 2 pasien anak.
Pasien pertama seorang bayi laki-laki berumur 6 bulan dibawa oleh ibunya, dengan
keluhan BAB lendir darah. Sejak 2 hari sebelum ke puskesmas, pasien mengalami diare. Ibu
pasien membelikan obat anti diare di apotek, tetapi diare tidak membaik. Satu hari sebelum
ke puskesmas, pasien tidak lagi diare tetapi BAB menjadi lendir darah tanpa ampas, disertai
perut kembung, tidak bisa kentut dan muntah. Saat ibu pasien menekan perut anaknya
disekitar pusar, anaknya nampak kesakitan dan menangis keras. Pada pemeriksaan fisik
abdomen didapatkan bising usus meningkat, borborigme (+), metalic sound (+), defense
muscular (+), sausage shape (+), dance sign (+), pada perut pasien. Pemeriksaan rectal touche
didapatkan lendir darah (+), feses (-). Kemudian dokter merujuk pasien ke Rumah Sakit
untuk pemeriksaan dan penatalaksanaan lebih lanjut.
Pasien kedua adalah seorang anak perempuan berumur 2,5 tahun dibawa ibunya,
dengan keluhan lendir darah. Diare sudah berlangsung selama 3 hari. Diare sehari 8 kali,
sedikit-sedikit, bau feses agak busuk, didapatkan muntah, tenesmus, dan anak tidak mau
makan. Pemeriksaan fisik didapatkan suhu 38,5 oC, tanpa tanda dehidrasi. Berat badan anak
11kg, gizi tampak kurang. Kemudian dokter menyarankan untuk pemeriksaan feses. Hasil
pemeriksaan feses didapatkan bakteri 2+, lekosit 10/LPB, amuba (-). Tidak dilakukan kultur
feses dan uji sensitivitas. Dokter memberikan terapi antibiotik.

BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Seven Jump
1. Langkah 1 : Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam
skenario
Dalam skenario ini kami mengklarifikasi istilah sebagai berikut:
a. Diare
: BAB dengan kandungan air tinggi, frekuensi 3 X atau
lebih dalam 24 jam
b. Borborigme (+)

: suara perut lapar atau bisa terjadi karena obtruksi pada

usus halus
c. Metalic sound (+)
d. Defens muscular (-)
e. Sausage shape (+)

: suara usus mirip dentingan logam


: otot perut kontraksi
: palpasi di hypocondria dextra teraba massa mirip sosis

lunak
f. Dance sign (+)

: sensasi kosong diperut kuadran kanan bawah ini

terjadi karena masuknya caecum di colon ascenden


g. Rectal toucher
: pemeriksaan dalam melalui anus
h. Tenesmus
: kurang lampias saat BAB, perasaan sering ingin BAB
rasanya perut tegang
2. Langkah II : Menentukan/mendefinisikan permasalahan
Permasalahan pada skenario ini yaitu sebagai berikut:
1. Mengapa BAB disertai lendir darah?
2. Apa hubungan usia dengan keluhan?
3. Mengapa pasien tidak membaik setelah diberi obat anti diare?
4. Apa saja jenis-jenis, faktor resiko, dan etiologi diare?
5. Mengapa terjadi perubahan diare lendir darah?
6. Mengapa pasien kembung, tidak bisa kentut, dan muntah?
7. Mengapa saat perut ditekan di sekitar pusar terasa sakit?
8. Apa perbedaan lendir darah dari kedua kasus? Apa penyebabnya?
9. Bagaimana fisiologi pembentukan feses?
10. Bagaimana patofisiologi diare?
11. Bagaimana penatalaksanaan kasus I?
12. Apa interpretasi pemeriksaan abdomen?
13. Apa jenis antibiotik yang diberikan?
14. Apa penyebab gejala klinis pada pasien kedua?
15. Apa hubungan gizi dengan keluhan pasien?
16. Apa hubungan dehidrasi dengan gejala klinis pasien?
17. Apa indikasi pemeriksaan feses?
18. Mengapa tidak dilakukan kultur pada kasus kedua?
19. Apa saja macam-macam obat anti diare?
20. Apa komplikasi dari diare?
21. Mengapa penanganan kedua kasus berbeda?
22. Bagaimana diagnosis banding dari kedua kasus tersebut?
2

3. Langkah III : Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara


mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah 2)
Rumusan analisis masalah:
Anatomi Usus Halus
Usus halus terdiri atas tiga bagian, yaitu duodenum, yeyunum dan ileum. Panjang
duodenum 26 cm, sedangkan yeyunum dan ileum 6 m, dimana 2/5 bagian adalah yeyunum.
Sedangkan panjang usus halus manusia dewasa adalah 5-6 m. Batas antara duodenum dan
yeyunum dapat dibedakan dari :
Lekukan-lekukan yeyunum terletak pada bagian atas rongga atas peritoneum di bawah
sisi kiri mesocolon transversum; ileum terletak pada bagian bawah rongga peritoneum

dan dalam pelvis.


Yeyunum lebih besar, berdinding lebih tebal dan merah karena lipatan mukosa yang
lebih permanen, yaitu plica sircularis lebih besar, lebih banyak dan pada yeyunum
lebih berdekatan. Sedangkan pada bagian atas ileum melebar, dan pada bagian bawah

lipatan ini tidak ada.


Mesenterium yeyunum melekat pada dinding posterior abdomen di atas dan kiri aorta,

sedangkan mesenterium ileum melekat di bawah dan kanan aorta.


Pembuluh darah mesenterium hanya membentuk satu atau dua arcade dengan cabangcabangyang panjang dan jarang yang berjalan ke dinding usus halus. Ileum menerima

banyak pembuluh darah yang pendek, yang berasal dari 3 atau 4 atau lebih arcade.
Pada uung mesenterium yeyunum, lemak disimpan dekat pangkalan dan lemak jarang
ditemukan di dekat dinding usus halus. Pada ujung mesenterium ileum lemak
disimpan di seluruh bagian, sehingga lemak ditemukan dari pangkal sampai dinding

usus halus.
Kelompokan jaringan limfoid (Agmen Feyer) terdapat pada mukosa ileum bagian
bawah sepanjang pinggir anti mesentrik.

Perbedaan usus halus dan usus besar pada anatomi adalah :


Perbedaan eksterna :
Usus halus (kecuali duodenum) bersifat mobil, sedangkan colon asenden dan colon

desenden terfiksasi tidak mudah bergerak.


Ukuran usus halus umumnya lebih kecil dibandingkan dengan usus besar.
Usus halus (kecuali duodenum) mempunyai mesenterium yang berjalan ke bawah

menyilang garis tengah, menuju fossa iliaka kanan.


Otot ongitudinal usus halus membentuk lapisan kontinyu sekitar usus. Pada usus besar

(kecuali appendik) otot longitudinal tergabung dalam tiga pita yaitu taenia coli.
Usus halus tidak mempunyai kantong lemak yang melekat pada dinding usus. Usus
besar mempunyai kantong lemak yang dinamakan appandices epiploideae.
3

Dinding usus kecil adalah halus, sedangkan dinding usus besar sakular.

Perbedaan interna :
Mukosa usus halus mempunyai lipatan yang permanen yang dinamakan plica

sircularis, sedangkan pada usus besar tidak ada.


Mukosa usus halus mempunyai fili sedangkan mukosa usus besar tidak punya.
Kelompokan jaringan limfoid (Agmemn feyer) ditemukan pada mukosa usus halus,
jaringan limfoid ini tidak ditemukan pada usus besar.

Fisiologi sistem pencernaan


Terdapat empat proses pencernaan dasar : motilitas, sekresi, pencernaan, dan
penyerapan
1. Motilitas
Mengacu pada konraksi otot mencampur dan mendorong isi saluran
pencernaan. Seerti otot polos vaskuler, otot polos didinding saluran pencernaan terus
menerus berkontraksi dengan kekuatan rendah yang dikenal sebagai tonus. Gerakan
propulsif mendorong atau memajukan isi saluran pencernaan. Gerakan mencampur
memiliki fungsi ganda pertama mencampur makanan dengan getah pencernaan,
gerakan tersebut membantu pencernaan makanan. Kedua gerakan gerakan tersebut
mempermudah penyerapan dengan memajankan semua isi usus ke permukaan
penyerapan saluran cerna. Pergerakan suatu bahan melintasi saluran pencernaan
sebagian besar terjadi akibat kontraksi otot polos di dalam diding organ organ
pencernaan, dengan pengecualian bahwa motilitas dikedua ujuang saluran mulut
sampai bagian awal esofagus dan sfingter anus eksternus di akhir melibatkan aktivitas
otot ragka dan bukan otot polos. Dengan demikian tindakan mengunyah, menelan,
dan defekasi memiliki komponen volunter karena otot-otot rangka berada dibawah
kontrol kesadaran, sedangkan motilitas yang dilakuakn oleh otot polos di bagian
saluran pencernaan lainnya dikontrol oleh mekanisme involunter yang kompleks.
2. Sekresi
Sejumlah getah pencernaan disekresikan ke dalam lumen saluran pencernaan
oleh kelenjar-kelenjar eksokrin yang terletak di sepanjang rute, masing-masing
dengan produk sekretorik spesifiknya sendiri. Setiap sekresi pencernaan terdiri dari
air, elektrolit dan konstituen organik seperti enzim, garam empedu, atau mukus.
Sekresi semua getah pencernaan memerlukan energi energi, baik untuk transportasi
aktif sebagaian bahan mentah ke dalam sel maupun untuk sisntesis produk sekretorik
oleh retikulum endoplasma. Sel sel eksokrin ini memiliki banyak mitokondria untuk
4

menunjang tingginya kebutuhan energi yang diperlukan dalam proses sekresi. Sekresi
tersebut dikeluarkan dalam lumen saluran pencernaan kareana adanya rangsangan
saraf atau hormon yang sesuai. Dalam keadaan normal, sekresi pencernaan
direabsorbsi dalam satu bentuk atau bentuk lain untuk dikembalikan ke darah setelah
produk sekresi tersebut ikut dalam proses pencernaan. Kegagalan proses reabsorbsi
ini (misalnya akibar diare atau muntah) menyebabkan hilangnya cairan yang dipinjam
dari plasma darah.
3. Pencernaan
Proses penguraian makanan dari struktur kompleks menjadi struktur sederhana
yang dapat diserap oleh enzim enzim yang diproduksi dalam sistem pencernaan.
Pencernaan dilakukan melalui proses hidrolisis anzimatik dengan menambahkan H 2O
ditempat ikatan memutuskan ikatan yang menyatukan sub unit.

Gambar 1. Proses Hidrolisis


4. Penyerapan
Terjadi diusus halus satuan-satuan kecil yang dapat diserap dihasilkan dari proses
pencernaan tersebut bersama air, vitamin dan elektrolit dari lumen sel darah ke limfe.
a. Mulut, faring dan esofagus
Pencernaan di mulut terjadi secara mekanik dan kimiawi. Secara kimiwi
dilakukan oleh enzim amilase yang terdapat dalam air liur mengubah polisakarida
menjadi disakarida.
Proses menelan
Pada umumnya menelan dibagi menjadi
1. Tahap volunter, yang mencetuskan menelan
Bila makanan sudah siap ditelan secara sadar makanan ditekan dan digulung ke
arah posterior ke dalam faring oleh tekanan lidah keats dan kebelakang terhadap
palatum.
2. Tahap faringeal, yang bersifat involunter dan membantu jalannya maknaan
melalui faring ke dalam esofgus.
Kontraksi otot faringeal secara otomatis sebagai berikut

Trakea tertutup, esofagus terbuka dan suatu gelombang peristaltik cepat


dicetuskan oleh sistem saraf faring mendorong bolus makanan kedalam esofagus
bagian atas, seluruh proses terjadi dalam waktu kurang dari 2 detik.
3. Tahap esofageal, fase involunter lain yang mengangkut makanan dari faring ke
esofagus.
Umumnya esofagus memperlihatkan 2 tipe gerakan peristaltik:
Peristaltik primer : hanya merupakan gelombang peristaltik yang dimulai
dari faring dan menyebar ke esofagus selama tahap faringeal dari proses

menelan.
Peristaltik sekunder : dihasilkan dari peregangan esofagus oleh makanan
yang tertahan, gelombang ini terus berlanjut sampai semua maknan
dikosongkan ke dalam lambung. Gelombang peristaltik sekunder inin
sebagian dimulai oleh sirkuit saraf intrinsik dalam sistem saraf mienterikus
dan sebagian oleh refleks-refleks yang dimulai pada faring lalu dihantarkan
ke atas melalui serabut-serabut afereen vagus ke medulan dan kembali lagi

ke esofagus melalui serabut-serabut eferen glosofaringeal dan vagus.


b. Lambung
Empat aspek motiltas pada lambung pengisisan, penyimpanan, pencampuran,
dan pengosongan lambung, pengisian lambung dipermudah oleh relaksasi otot
lambung yang diperantarai oleh saraf vagus. Penyimpanan makanan dilambbung
berlangsung di daerah korpus. Pencampuran maknaan berlangsung di antrum yang
berotot tebal akibat kontraksiperistaltik yang kuat. Pengosongan lambung
dipengaruhi oleh faktor-faktor dari lambung maupun duodenum.
Pencernaan protein dimulai di antrum lambung, tempat peristaltik yang kuat
yang mencampur aduk makanan dan getah lambung tersbut berupa cairan kental
yang disebut kimus. Sekresi lambung kedalam lumen lambung mencakup :
HCL yang mengaktifkan pepsinogen menjadi pesin, menyebabkan denaturasi

protein, dan mematikan bakteri


Pepsinogen, yang jika telah diaktifkan memulai pencernaan protein
Mukus, membentuk lapisan pelindung untuk membantu sawar mukosa lambung,
sehingga lambung mampu menampung isi lumennya yang kers tanpa ia sendiri

ikut tercerna
Faktor intrinsik yang berperan penting dalam penyerapan vitamin B12suatu
konstituen esensial untuk membentuk sel darah merah.

Baik motilitas maupun sekresi lambung berada dibawah mekanisme kontrol


yang kompleks, yang melibatkan tidak hanya gastrin tetapi juga respon vagus dan
saraf intrinsik serta hormon enterogaster yang disekresikan oleh mukosa usus halus.
c. Sekresi pankreas dan empedu
Sekresi pankreas dan empedu drai hati masuk ke duodenum. Sekresi pankreas
terdiri dari
Enzim-enzim pencernaan poten dari sel asinus
Larutan NaHCO3 encer dari sel sel duktus yang menetralkan cairan asam yang
datangnya dari lambung. Netralisasi ini penting utuk melindungi duodenum dari
kerusakan oleh asam dan agar enzim-enzim pankreas tidak menjadi inaktif.
Garam empedu membantu proses pencernaan lemak melalui efek deterjen mereka
dan mempermudah penyerapan lemak melalui pembentukan misel yang larut
yang dapat mengangkut produk pencernaan lemak ke tempat penyerapan.
d. Usus Halus
Usus halus adalah tempat utama pencernaan dan penyerapan. Segmentasi,
motilitas usus halus yang utama, secara merata mencampur makanan dengan getah
pankreas, empedu, dan usus halus untuk mempermudah pencernaan, motilitas
tersebut juga memajankan produk pencernaan ke dalam permukaan absorptif.
e. Usus Besar
Kolon terutama berfungsi memekatkan dan menyimpan residu makanan yang
tidak tercerna dan produk-produk sisa empedu sampai mereka dapat dieliminasi
tubuh menjadi feces. Kontraksi haustra secara lambat mengaduk-aduk isi kolon maju
mundur untuk menyelesaikan penyerapan sisa cairan atau elektrolit.
f. Defekasi
Bila pergerakan massa mendorong feces masuk ke rektum segera timbul
keinginan untuk defekasi, termasuk refleks kontraksi rektum dan relaksasi sfingter
anus.
DIARE
Saat ini diare masih merupakan penyebab mortalitas kedua terbesar pada anak berusia
di bawah 5 tahun setelah pneumonia.Hingga kini, angka kejadian diare akut yang berlanjut
menjadi diare persisten pada anak usia di bawah 5 tahun berkisar antara 328% tergantung
penyebabnya.
Definisi

Diare adalah buang air besar dengan konsistensi yang lebih lunak atau cair dengan
frekuensi lebih dari 4 kali dalam 24 jam. Diare diklasifikasikan berdasarkan lama kejadian
dan patomekanisme.
Berdasarkan lama kejadian, diare dibagi:

Diare akut adalah diare yang berlangsung <14 hari

Prolonged diare adalah diare yang berlangsung 7 sampai <14 hari (merupakan bagian
dari diare akut)

Diare kronik/persisten adalah diare yang berlangsung 14 hari.

Diare persisten adalah diare yang disebabkan oleh infeksi, awalnya bersifat akut
namun kemudian berlanjut sampai 14 hari.

Diare kronik dibedakan dari diare persisten berdasarkan etiologinya yaitu disebabkan
oleh non infeksi.

Etiologi Diare
INFEKSI

Infeksi enteral
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak. Infeksi enteral ini meliputi:
a) infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
Aeromonas, dll.
b) infeksi virus : Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis),
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll.
c) infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), Protozoa
(Entamoeba histolytica, Giardia Lamblia, Trichomonas hominis), jamur

(Candida Albicans).
Infeksi parenteral
Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti
Otitis media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis, dll.
Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
8

Faktor resiko Diare


1. Faktor risiko umur
Pengaruh usia tampak jelas pada manifestasi diare. Komplikasi lebih banyak
terjadi pada umur di bawah 2 bulan secara bermakna, dan makin muda usia bayi
makin lama kesembuhan klinik diarenya. Kerusakan mukosa usus yang menimbulkan
diare dapat terjadi karena gangguan integritas mukosa usus yang banyak dipengaruhi
dan dipertahankan oleh sistem imunologik intestinal serta regenerasi epitel usus yang
pada masa bayi muda masih terbatas kemampuannya.
Penderita diare juga sangat mungkin pada bayi umur 6-24 bulan karena pada
umur tersebut, jumlah air susu ibu sudah mulai berkurang dan pemberian makanan
sapih yang kurang nilai gizinya serta nilai kebersihannya.
2. Higiene yang buruk
Makanan dan air minum yang terkontaminasi bakteri penyebab diare
3. Infeksi Nosokomial
4. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) terlalu dini
5. Kuman penyebab diare
6. Keadaan gizi
Malnutrisi korelasi positif dengan lama dan beratnya diare, menurunnya aktifitas
enzim usus & hilangnya integrasi usus
7. Sosial budaya
8. Kepadatan penduduk
9. Sosial ekonomi
10. Pemberian Antibiotik Tidak Rasional
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare:
Lingkungan kebersihan lingkungan &
perorangan
Gizi pemberian makanan
Kependudukan insiden diare pd daerah kota yg padat/ kumuh lebih
Pendidikan pengetahuan ibu
Perilaku masyarakat kebiasaan-kebiasaan
Sosial ekonomi
Patofisiologi diare
a. Diare sekretorik
Diare sekretorik biasanya disebabkan adanya enterotoksin yang dikeluarkan
oleh organisme pada saat melekat pada permukaan sel. Beberapa mekanisme toksin
menimbulkan diare, antara lain : (1) aktivasi adenil siklase dengan akumulasi cAMP
intraselular (Vibrio cholerae), (2) aktivasi guanil siklase dengan akumulasi cGMP
intraselular (Enterotoksin E.Coli), (3) perubahan kalsium intraselular (EnteroPEC), dan
(4)stimulasi sistem saraf enterik (Vibrio cholerae). Beberapa enterotoksin lainnya

menyebabkan diare melalui induksi sekresi klorida atau inhibisi reabsorbsi natrium dan
klorida.
b. Diare osmotik
Virus yang juga berperan dalam diare memberikan perubahan morfologi dan
fungsional mukosa jejunum. Virus enteropatogen seperti Rotavirus menyebabkan
infeksi lisis pada enterosit. Invasi dan replikasi virus dalam sel menginduksi kematian
dan lepasnya sel. Enterosit yang lepas digantikan oleh sel imatur. Akibatnya terjadi
penurunan enzim laktase dan gangguan transpor glukosa-Na+ karena pengurangan
aktifitas Na-K-ATPase. Hal ini menyebabkan terjadinya maldigesti karbohidrat dan
diare osmotik.
c. Diare invasif
Diare invasif adalah diare yang terjadi akibat invasi mikroorganisme ke dalam mukosa
usus sehingga menimbulkan kerusakan mukosa usus. Diare invasif disebabkan oleh
virus (Rotavirus), bakteri (Shigella, Salmonella, Campylobacter, Entero Invasif
Eschericia coli/EIEC, dan Yersinia), atau parasit (Amoeba).
Klasifikasi Diare

Klasifikasi Diare berdasarkan gangguan faal:

1. Dorongan di dalam usus normal yang terlalu cepat, yang dapat disebabkan :
a. Rangsangan saraf yang abnormal terdapat pada: pschogenic diarrhea atau
keracunan mecholyl
b. Pengaruh zat kimia terhadap motilitas yang abnormal, misalnya pada:
sindroma karsinoid, penyakit Addisons, thirotoksikosis
c. Iritasi pada intestine, misalnya pada: pemakaian oleum recine, kolitis
ulserativa, perikolil abses, amebiasis, uremik kolitis, dan lain-lain
d. Hilangnya simpanan di kolon misalnya pada: destruksi sphincter ani,
ileostomi, dan lain-lain
2. Gangguan pencernaan makanan, karena :
a. Hilangnya fungsi reservoir dari lambung, misalnya pada postgastrektomi
timbul sindroma dumping
b. Penyakit pankreas
c. Kemungkinan adanya sekresi abnormal dari HCl misalnya pada sindroma
Zollinger Ellison
3. Absorpsi abnormal pada pencernaan makanan, karena:
a. Penyakit hati
10

b. Penyakit pada intestine


c. Obstruksi mesenteric misalnya karsinomatosis atau pada TBC

Klasifikasi Diare berdasarkan atas penyebabnya:

1. Infeksi
a. Parasit
i.

Amebiasis

ii.

Balantidiasis

iii.

Helmintiasis

b. Bakterial
i.

Basiler disentri

ii.

Para cholera El Tor

iii.

Salmoneilosis

iv.

Tuberculosis enterokolitis

v.

Enteropathogenic Eschericia coli

vi.

Staphylococcus enterokolitis

c. Enteviral: Virus Gastroenteritis


2. Keracunan makanan
a. Karena toksin bakteri misalnya: botulisme atau karena enterotoksin
Staphylococcus
b. Karena toksin yang dikeluarkan oleh makanan sendiri
3. Diare akibat obat-obatan
a. Post antibiotic diare, dapat terjadi ada penderita yang dirawat di Rumah Sakit
dan mendapat terapi dengan antibiotika yang lama. Dimana bakteri sudah
resisten terhadap antibiotika
b. Diare dapat timbul secara sekunder karena dosis berlebihan dari quinidin,
colchicin, digitalis, reserpin, laksatif, dan obat-obatan lain lagi
4. Diare yang etiologinya tidak pasti, misalnya Pseudomembranous enterocolitis
5. Diare psychogenic
6. Keadaan lain yang berhubungan dengan diare kronis misalnya
a. Pada sindroma Zollinger Ellison
b. Karsinoma dari pankreas dengan steatore
c. Pankreatitis kronis dengan steatore
11

d. Tropical sprue
e. Cirrhosis hepatis dengan steatore
f. Intestinal amyloidosis
g. Diabetes Melitus dengan neuropati dan steatore
h. Fistula gastrojejunokolik
i. Gastroileostomi
j. Reseksi gaster dengan atau tanpa vagotomi
k. Enteritis regionalis
l. Tuberkulosis enteritis
m. Ileokolitis
n. Kolitis ulserativa
o. Divertikulitis dari colon
p. Pellagra
q. Penyakit Addison
r. Hiperthyroidi
s. Alkoholisme
t. Uremi
(Hadi, S. 2013. Gastroenterologi edisi ke-7 cetakan ke-3. Bandung: PT ALUMNI. Pp: 40-41)

4. Langkah IV : Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan


sementara mengenai permasalahan pada langkah 3
PATOFISIOLOGI

12
JENIS-JENIS

DIARE

FAKTOR RISIKO

ETIOLOGI

5. Langkah V : Merumuskan tujuan pembelajaran


1. Menjelaskan penyebab pasien BAB disertai lender darah.
2. Menjelaskan mengapa pasien bayi tersebut tidak membaik
setelah diberi obat diare.
3. Menjelaskan mengapa terjadi perubahan diare lender darah
pada pasien.
4. Menjelaskan penyebab pasien kembung, tidak bias kentut, dan
muntah.
5. Menjelaskan mengapa saat perut ditekan di sekitar pusar,
pasien merasa sakit.
6. Menjelaskan perbedaan lender darah BAB pada kedua pasien
serta penyebab terjadinya.
7. Menjelaskan patofisiologi diare.
8. Menjelaskan penatalaksanaan pada pasien kasus pertama.
9. Menjelaskan interpretasi pemeriksaan abdomen pada kasus 1
10. Menjelaskan jenis antibiotik yang diberikan dokter pada kasus
2.
11. Menjelaskan penyebab terjadinya gejala klinis pasien pada
kasus 2.
12. Menjelaskan hubungan terjadinya dehidrasi dengan gejala
klinis pasien kasus 2.
13. Menjelaskan interpretasi hasil pemeriksaan penunjang pada
kasus 1 dan 2
14. Menjelaskan indikasi dilakukannya pemeriksaan Feses.
15. Mengapa dokter tidak melakukan kultur feces pada kasus 2.
16. Menjelaskan kategori diare pada anak-anak dan dewasa.
17. Menjelaskan jenis diare yang sering terjadi pada anak-anak
13

6. Langkah VI : Mengumpulkan informasi baru


Mengumpulkan informasi tambahan di luar waktu diskusi kelompok secara
individu.
7. Langkah VII : Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang
diperoleh
Kasus 1
INVAGINASI
Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke dalam
segmen lainnya yang bisa berakibat dengan obstruksi / strangulasi. Umumnya bagian yang peroksimal
(intususeptum) masuk ke bagian distal (intususepien). Insidens penyakit ini tidak diketahui secara
pasti, masing masing penulis mengajukan jumlah penderita yang berbeda beda. Kelainan ini
umumnya ditemukan pada anak anak di bawah 1 tahun dan frekuensinya menurun dengan
bertambahnya usia anak.
Umumnya invaginasi ditemukan lebih sering pada anak laki laki, dengan perbandingan antara
laki laki dan perempuan tiga banding dua. Insidens pada bulan Maret Juni meninggi dan pada
bulan September Oktober juga meninggi. Hal tersebut mungkin berhubungan dengan musim
kemarau dan musim penghujan dimana pada musim musim tersebut insidens infeksi saluran nafas
dan gastroenteritis meninggi. Sehingga banyak ahli yang menganggap bahwa hipermotilitas usus
merupakan salah satu faktor penyebab. Pada kasus di scenario dijelaskan bahwa pasien pertama
mengalami diare dimana terjadi hipermotilitas usus sehingga dapat disimpulkan bahwa kemungkinan
invaginasi disebabkan karena adanya hipermotilitas usus.

A. Insidensi
Invaginasi dapat terjadi pada setiap umur, bahkan dapat terjadi intrauterine. Tujuh
puluh persen bahkan lebih terjadi pada penderita berumur di bawah 1 tahun. Umur penderita
tersering sekitar 6-7 bulan. Intususepsi terjadi pada 1-4 bayi dari 1000 bayi kelahiran hidup.
Intususepsi lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Angka kejadian pada anak
laki-laki 3 kali lebih besar bila dibandingkan anak perempuan. Seiring dengan pertambahan
umur, perbedaan kelamin menjadi bermakna. Pada anak usia lebih dari 4 tahun, rasio
insidensi anak laki-laki dengan anak perempuan adalah 8 : 1.
B. Patofisiologi
Penyebab pasti intususepsi belum diketahui. Ini mungkin berhubungan dengan infeksi
pada anak, pengaruh dari perubahan diet, pemberian makanan padat. Pemberian makanan
selain susu ketika umur kurang dari 4 bulan akan berakibat buruk terhadap bayi, karena

14

sistem pencernaan bayi pada usia ini belum tumbuh kembang sempurna. Pemberian makanan
pada usia itu berpeluang terjadinya invaginasi usus halus.
Invaginasi terjadi karena adanya sesuatu di usus yang menyebabkan peristaltik
berlebihan biasanya terjadi pada anak-anak tetapi dapat juga terjadi pada dewasa. Pada anakanak 95% penyebab tidak diketahui, hanya 5% yang memiliki kelainan pada usus, misalnya
divertikulum Meckeli, polip, hemangioma. Dua puluh persen dari kasus intususepsi timbul
setelah infeksi virus (infeksi pernafasan bagian atas, gastroenteritis) yang menimbulkan
pembesaran dari jaringan limfoid ileum distal. Intususeptum akan didorong masuk oleh
peristalsis ke dalam usus yang lebih distal dengan mesenterium dari intususeptum ikut terjepit
masuk. Hal ini kemudian diikuti terjadinya sembab, kongesti vena dan limfa yang akan
menyebabkan keluarnya tinja yang berwarna kemerahan akibat darah yang tercampur mukus
(current jelly stool/red current jelly). Selanjutnya, jika tekanan kongesti melampaui tekanan
arteri maka akan terjadi nekrosis.
Baru-baru ini diduga ada hubungan antara rotavirus dan intususepsi, walaupun
laporan kasus terjadinya intususepsi selama bayi difaksin sangat kecil. Rotavirus merupakan
penyebab gastroenteritis berat pada bayi dan anak usia di bawah 5 tahun di USA. Selama 1
September 1998 sampai 7 Juli 1999, dilaporkan ke VAERS (Vaccine Adverse Event
Reporting System) 15 kasus intususepsi pada bayi yang menerima vaksin Rotavirus.
Pada studi Prelisensi, 5 kasus intususepsi terjadi pada 10.054 penerima vaksin dan 1 kasus
pada 4.633 kontrol. Secara statistik perbedaannya tidak signifikan. 3 dari 5 kasus pada anak
dengan

vaksinasi

terjadi

selama

6-7

hari

setelah

divaksinasi

Rotavirus

Daerah secara anatomis paling mudah mengalami invaginasi adalah ileocoecal, diman ileum
yang lebih kecil dapat masuk dengan mudah dalan caecum yang longgar. Invaginasi dapat
menyebabkan obstruksi usus baik parsial maupun total yang merupakan keadaan gawat
darurat, dimana bila tidak ditangani segera akan menimbulkan komplikasi lanjut.
C. Klasifikasi
Intususepsi dapat diklasifikasikan dalam tiga tipe : enteroenterik, kolokolik, dan
enterokolik. Intususepsi enterokolik hanya melibatkan usus halus. Intususepsi kolokolik
hanya terjadi pada kolon, sigmoid, dan rektum. Sedangkan intususepsi enterokolik
melibatkan kedua usus halus dan kolon, ini adalah tipe yang paling sering terjadi.
D. Gejala Klinis

kebanyakan terjadi pada anak dengan gizi baik

15

usia < 1 tahun

sebagian besar terjadi pada daerah ileosekal

Crampy abdominal pain (kolik) yang mendadak dan intermiten, disertai dengan
tangisan yang tidak dapat dihentikan dan tungkai yang ditarik ke arah perut

Muntah

Tinja yang berbentuk seperti jeli kemerahan (current jelly stool/red current jelly)

Secara bertahap anak akan pucat dan lemas, bisa menjadi dehidrasi, merasa demam,
dan perut mengembung.

Masa abdomen berbentuk seperti sosis pada kuadran kanan atas atau epigastrium
tengah
Selain itu, ada gejala-gejala seperi anak menjadi cepat marah, nafas dangkal,
mendengkur, konstipasi.
Trias invaginasi :

Anak mendadak kesakitan episodik, menangis dan mengangkat kaki (craping pain),
berlanjut sakit kontinyu

Muntah warna hijau (cairan lambung)

Defekasi feses campur lender (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan dalam) current
jelly stool

E. Cara Pemeriksaan/Diagnosis
1. Anamnesis

Anamnesis dengan keluarga dapat diketahui gejala-gejala yang timbul dari riwayat
pasien sebelum timbulnya gejala, misalnya sebelum sakit, anak ada riwayat dipijat,
diberi makanan padat padahal umur anak dibawah 4 bulan.
2. Pemeriksaan fisik :
- Obstruksi mekanik ditandai darm steifung dan darm counter
- Teraba massa seperti sosis di daerah subcostal yang terjadi spontan
- Nyeri tekan (+)
- Dance sign (+) sensasi kekosongan pada kuadran kanan bawah akibat masuknya
sekum pada kooln asenden

16

- RT : pseudo portio (+) sensasi seperti portio vagina akibat invaginasi usus yang
lama, lender berdarah (+)
Radiologis

- Foto abdomen tiga posisi. Tanda obstruksi (+) : distensi, air fluid level, hearing bone
(gambaran plica circularis usus)
- Ultrasonografi
- Barium enema (Colon in loop) menunjukkan defek pengisian (filling defect),
cupping sign dan letak invaginasi. Barium enema dapat pula digunakan sebagai terapi
reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda-tanda obstruksi dan kejadian
dibawah 24 jam. Reposisi dianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari anus
barium keluar bersama feses dan udara.
F. Penatalaksanaan
Pertama kali dibawa ke rumah sakit, bayi kemungkinan mengalami dehidrasi dan
memerlukan terapi segera, yaitu :
1. Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit (resusitasi dengan cairan fisiologis
intravena)
Pengosongan lambung dengan pipa nasogastrik (menghilangkan peregangan usus dan
muntah)
2. Antibiotika
3. Reduksi radiologik bila memungkinkan
4. Reduksi operatif atau reseksi dengan laparatomi eksplorasi
Penatalaksanaan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak dahulu mencakup
dua tindakan:
1. Reduksi hidrostatik
Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan
kateter dengan tekanan tertentu. Pertama kali keberhasilan dikemukakan oleh Ladd
tahun 1913 dan diulang keberhasilannya oleh Hirschprung tahun 1976. Syaratnya
adalah keadaan umum mengizinkan, tidak ada gejala dan tanda ransangan peritoneum,
anak tidak toksik, dan tidak terdapat obstruksi tinggi.
Tekanan hidrostatik tidak boleh melewati satu meter air dan tidak boleh
dilakukan pengurutan atau penekanan manual di perut sewaktu dilakukan reposisi
17

hidrostatik ini. Pengelolaan berhasil jika barium kelihatan masuk iileum. Reposisi
pneumostatik dengan tekanan udara makin sering digunakan karena lebih aman dan
hasilnya lebih baik daripada reposisi dengan barium enema. Jika reposisi konservatif
tidak berhasil, terpaksa diadakan reposisi operatif.
Reduksi manual (milking) dan reseksi usus. Pasien dalam keadaan tidak stabil,
didapatkan peningkatan suhu, angka leukosit, mengalami gejala berkepanjangan atau
ditemukan sudah lanjut yang ditandai dengan distensi abdomen, feses berdarah,
gangguan sistem usus yang berat sampai timbul syok atau peritonitis, pasien segera
dipersiapkan untuk operasi. Laparatomi dengan insisi transversal interspinal
merupakan standar yang ditetapkan di RS. Sardjito. Dilakukan eksplorasi keadaan
sampai tampak intussuseptum dan intussusipien, jika tidak ada perforasi dilakukan
milking sampai usus bebas dari invaginasi, cek viabilitas usus dan pasase usus sampai
distal. Lakukan appendektomi. Jika ada pembesaran limfonodi dilakukan biopsi dan
dilakukan pemeriksaan PA. Tindakan selama operasi tergantung pada penemuan
keadaan usus, reposisi manual dan milking usus harus dilakukan dengan halus dan
sabar, juga bergantung pada keterampilan dan pengalaman operator. Reseksi usus
dilakukan apabila pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila
viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab
invaginasi. Setelah usus direseksi dilakukan anastomose end to end apabila hal ini
memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan eksteriosasi atau enterostomi.
G. Komplikasi operasi
Saat operasi

Perdarahan

Perdarahan saat operasi, umumnya bila menciderai pembuluh darah segera lakukan
kontrol perdarahan dengan meligasi pembuluh darah
Pasca operasi :

Kembung

Gangguan keseimbangan elektrolit

Sepsis

H. Diagnosis Banding

Obstruksi intestinal lain (volvulus, malrotasi)


18

Trauma Abdomen

Appendisitis Akut

Hernia

Gastroenteritis

Torsi testis

Perlengketan jaringan

Volvulus

Meckel diverticulum

Perdarahan

Proses-proses yang menumbuhkan nyeri abdomen

I. Prognosis
Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan yang
diberikan, jika pertolongan kurang dari 24 jam dari serangan pertama, maka akan
memberikan prognosis yang lebih baik. Kematian dengan terapi sekitar 1-3 %. Jika tanpa
terapi, 2-5 hari akan berakibat fatal.
J. Komplikasi
Jika invaginasi terlambat atau tidak diterapi, bisa timbul beberapa komplikasi berat,
seperti

kematian

jaringan

usus,

perforasi

usus,

infeksi

dan

kematian

Kasus 2
Patofisiologi diare lendir darah
Dilihat dari hasil pemeriksaan feses di mana didapatkan bakteri 2+, leukosit 10/LPB,
dan tidak ditemukannya amoeba serta ada gejala demam pada pasien , kemungkinan pasien
mengalami diare akibat infeksi bakteri. Maka patofisiologi terjadinya lendir darah pada kasus
ini dapat dijelaskan melalui mekanisme terjadinya lendir darah akibat diare infeksi bakteri,
sebagai berikut. Struktur kimiawi dari dinding sel tubuh bakteri dapat berlaku sebagai antigen
di mana hal itu adalah sesuatu yang penting dalam proses interaksi bakteri dengan sel
enterosit. Setelah menembus enterosit dan berkembang didalamnya, bakteri menyebabkan
kerusakan sel enterosit tersebut. Peradangan mukosa memerlukan hasil metabolit dari kedua
19

bakteri dan enterosit, sehingga merangsang proses endositosis sel-sel yang bukan fagositosik
untuk menarik bakteri ke dalam vakuola intrasel, yang mana bakteri akan memperbanyak diri
sehingga menyebabkan sel pecah dan bakteri akan menyebar ke sekitarnya serta
menimbulkan kerusakan mukosa usus. Sifat invasif dan pembelahan intrasel dari bakteri ini
terletak dalam plasmid yang luas dari kromosom bakteri. Invasi bakteri ini mengakibatkan
terjadinya infiltrasi sel-sel polimorfonuklear dan menyebabkan matinya sel-sel epitel tersebut,
sehingga terjadilah tukak-tukak kecil didaerah invasi yang menyebabkan sel-sel darah merah
dan plasma protein keluar dari sel dan masuk ke lumen usus serta akhirnya keluar bersama
tinja.
Tenesmus
Tenesmus adalah peningkatan frekuensi dan urgensi untuk mengosongkan usus,
disertai rasa sakit, kram, dan spontan akibat spasme spingter anal. Tenesmus berkaitan
dengan masalah buang air besar. Terkadang perasaan itu hilang timbul. Tenesmus umumnya
dikaitkan dengan penyakit radang usus, yang dapat disebabkan oleh infeksi atau oleh kondisi
lain.
Pada tenesmus akibat infeksi, bakteri telah menyebar ke bagian rektum. Bakteri
menempel ke lapisan mukosa dan dapat menembus hingga ke bagian muskularis, termasuk ke
muskulus spingter ani sehingga muskulus tersebut terjadi spasme otot di mana pasien
merasakan ingin BAB terus menerus tetapi setiap BAB tidak sampai tuntas dan diikuti rasa
nyeri.
Muntah
Muntah merupakan suatu cara saluran pencernaan membersihkan dirinya sendiridari isinya
ketika

hampir

semua

bagian atas saluran pencernaan teriritasi

secara

luas, sangat

mengembung, atau bahkan terlalu terangsang. Distensi atau iritasi berlebihan dari duodenum
menyebabkan suatu rangsangan yang kuat untuk muntah.
Sinyal sensori yang mencetuskan muntah terutama berasal dari faring, esofagus,
perut, dan bagian atas dari usus halus. Dan impuls saraf yang ditransmisikanoleh
serabut saraf aferen vagal dan saraf simpatis ke berbagai nuclei yang tersebar di batang
otak yang semuanya bersama-sama disebut "pusat muntah." Dari sini, impuls motorik yang
menyebabkan muntah sebenarnya ditransmisikandari pusat muntah melalui jalur saraf cranial
V, VII, IX, X, dan XII ke saluranpencernaan bagian atas, melalui saraf vagal dan
simpatis ke saluran yang lebihbawah, dan melalui saraf spinalis ke diafragma dan otot perut.
Antiperistalsis. Pada tahap awal dari iritasi atau distensi berlebihan gastrointestinal,
antiperistalsis mulai terjadi, sering beberapa menit sebelum muntah terjadi. Antiperistalsis
20

berarti gerakan peristaltic kea rah atas saluran pencernaan, bukannya kea rah bawah. Hal ini
dapat dimulai sampai sejauh ileum di saluran pencernaan, dan gelombang antiperistaltic
bergerak mundur naik ke halus dengan kecepatan 2 sampai 3 cm / detik; proses ini benarbenar dapat mendorong sebagian besar isi usus halus bagian bawah kembali ke duodenum
dan lambung dalam waktu 3 sampai 5 menit. Kemudian, pada saat bagian atas dari saluran
pencernaan, terutama duodenum, menjadi sangat meregang, peregangan ini menjadi faktor
pencetus yang menimbulkan tindakan muntah yang sebenarnya.
Aksi muntah
Sekali pusat muntah telah cukup dirangsang dan timbul perilaku, efek yang pertama
adalah (1) napas dalam, (2) naiknya tulang lidah dan laring untuk menarik sfingter esofagus
bagian atas supaya terbuka, (3) penutupan glotis untuk mencegah aliran muntah memasuki
paru, dan (4) pengankatan palatum molek untuk menutup nares posterior. Kemudian datang
kontraksi diafragma yang kuat ke bawah bersama dengan kontraksi semua otot dinding
abdomen. Keadaan ini memeras perut di antara diafragma dan otot-otot abdomen,
membentuk suatu tekanan intragastrik sampaik ke batas yang tinggi. Akhirnya, sfingter
esophageal bagian bawah berelaksasi secara lengkap, membuat pengeluaran isi lambung ke
atas melalui esophagus.
Hasil pemeriksaan feses
Feses berbau busuk dapat disebabkan oleh berbagai etiologi seperti insufisiensi
pankreas, penyakit celiac, penyakit crohn, dan infeksi berbagai mikroba diantaranya Giardia
lamblia, Clostridium difficile, Escherichia coli, Shigella, dan Salmonella.
Harusnya dilakukan kultur dan uji sensitivitas untuk mengetahui lebih pasti jenis
bakteri penyebab serta sensitivitasnya terhadap obat antibiotik. Namun kebanyakan dokter
tidak melakukannya karena pertimbangan uji kultur yang memerlukan biaya pula. Seorang
dokter biasanya meresepkan obat antibiotik berdasarkan hasil anamnesis serta pemeriksaan
fisik serta melihat endemisitas suatu penyakit yang sering terjadi di daerah tersebut.

Obat diare infeksi bakteri


Ampicilin, kloramfenikol, sulfametoksazol-trimetoprim (kotrimoksazol). Sumber lain
menyebutkan kanamisi, streptomisin, neomisin, asam nalidiksat, dan kotrimoksazol. Namun,
yang paling efektif adalah kotrimoksazol karena ia menghambat pembentukan DNA bakteri
melalui 2 tahap yaitu menghambat PABA dan sebagai dihidrofolat reduktase.
Penatalaksanaan
a. Penggantian Cairan dan elektrolit
21

Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang adekuat dan
keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, dimana
harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak dapat minum atau yang terkena diare
hebat yang memerlukan hidrasi intavena yang membahayakan jiwa. Idealnya, cairan rehidrasi
oral harus terdiri dari 3,5 g Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium
klorida, dan 20 g glukosa per liter air. Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam
paket-paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara
komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan
sendok teh garam, sendok teh baking soda, dan 2 4 sendok makan gula per liter air. Dua
pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium.. Pasien harus minum
cairan tersebut sebanyak mungkin sejak mereka merasa haus pertama kalinya. Jika terapi intra
vena diperlukan, cairan normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer harus
diberikan dengan suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi
harus dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin,
dan penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi oral
sesegera mungkin.
Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari
badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai cara :
BD plasma, dengan memakai rumus :
Kebutuhan cairan = BD Plasma 1,025 X Berat badan (Kg) X 4 ml
0,001
Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :
- Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB
- Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB
- Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB
Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor (tabel 1)
Tabel 1. Skor Daldiyono
- rasa haus/muntah 1
- Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
- Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2
- Frekwensi Nadi> 120 x/menit 1
- kesadaran apatis 1
- Kesadaran somnolen, sopor atau koma 2
22

- Frekwensi nafas > 30 x/menit 1


- Facies cholerica 2
-Voxcholerica 2
- Turgor kulit menurun 1
- Washers womans hand 1
- Ekstremitas dingin 1
-Sianosis 2
- Umur 50-60 tahun -1
- Umur> 60 tahun -2
Kebutuhan cairan = Skor X 10% X KgBB X 1 liter
15
Goldbeger (1980) mengemukakan beberapa cara menghitung kebutuhan cairan :dik
Cara I :
- Jika ada rasa haus dan tidak ada tanda-tanda klinis dehidrasi lainnya, maka kehilangan
cairan kira-kira 2% dari berat badan pada waktu itu.
- Bila disertai mulut kering, oliguri, maka defisit cairan sekitar 6% dari berat badan saat itu.
- Bila ada tanda-tanda diatas disertai kelemahan fisik yang jelas, perubahan mental seperti
bingung atau delirium, maka defisit cairan sekitar 7 -14% atau sekitar 3,5 7 liter pada orang
dewasa dengan berat badan 50 Kg.
Cara II :
Jika penderita dapat ditimbang tiap hari, maka kehilangan berat badan 4 Kg pada fase akut
sama dengan defisit air sebanyak 4 liter.
Cara III :
Dengan menggunakan rumus :
Na2 X BW2 = Na1 X BW1, dimana :
Na1 = Kadar Natrium plasma normal; BW1 = Volume air badan normal, biasanya 60% dari
berat badan untuk pria dan 50% untuk wanita ; Na 2 = Kadar natrium plasma sekarang ; BW2 =
volume air badan sekarang
b. Anti biotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena 40%
kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik.
Obat anti diare
23

1. Kelompok antisekresi selektif


Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara
luasracecadotril yang

bermanfaat

sekali

sebagai

penghambat

enzim enkephalinase sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal.


Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga keseimbangan
cairan dapat dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat ini tersedia di bawah
nama hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru anti diare yang dapat pula
digunakan lebih aman pada anak.
2. Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi
difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x
sehari, loperamid 2 4 mg/ 3 4x sehari dan lomotil 5mg 3 4 x sehari. Efek
kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan
sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekwensi diare.Bila
diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat mengurangi
frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala demam dan sindrom
disentri obat ini tidak dianjurkan.
3. Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit
diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau
toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung
dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.
4. Zat Hidrofilik
Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya
(Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan
cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi
tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10
cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.
5. Probiotik
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau
Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna
akan memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor
saluran cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare
harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.
Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare
infeksi seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan
24

kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada
pelancong, dan pasienimmunocompromised. Pemberian antibiotik secara empiris dapat
dilakukan (tabel 2), tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan berdasarkan kultur dan
resistensi kuman.
Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama
pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara
mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui
feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok
hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis
Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi
bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang
optimal.
1. Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak oleh
EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni
12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan
penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih
kontroversi.
2. Sindrom Guillain Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah merupakan
komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah infeksi C. jejuni. Dari
pasien dengan Guillain Barre, 20 40 % nya menderita infeksi C. jejuni beberapa
minggu sebelumnya. Biasanya pasien menderita kelemahan motorik dan memerlukan
ventilasi mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme dimana infeksi
menyebabkan Sindrom Guillain Barre tetap belum diketahui.
3. Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare
karenaCampylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.
Prognosis
Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan
morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan
mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalits
berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan
mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.
25

Pencegahan
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat
dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan
setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus
diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia.
Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan
perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air
yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang
keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus direbus
dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus
diperingatkan untuk tidak menelan air.
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air
rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan yang tidak
diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging
dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh
dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak
dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas dan
ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk V.
colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak
direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi
imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering
memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, tetapi hanya
memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral
telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan
efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.
Kesimpulan
Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara berkembang
maupun negara maju. Sebagian besar bersifat self limiting sehingga hanya perlu diperhatikan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan gejala diare akut karena infeksi
bakteri dapat diberikan terapi antimikrobial secara empirik, yang kemudian dapat dilanjutkan
dengan terapi spesifik sesuai dengan hasil kultur. Pengobatan simtomatik dapat diberikan
karena efektif dan cukup aman bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis diare akut
infeksi bakteri baik, dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Dengan higiene dan
sanitasi yang baik merupakan pencegahan untuk penularan diare infeksi bakteri.
26

DIARE PADA ANAK


Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air besar yang
tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya.
Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan
untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, frekuensinya lebih dari 3 kali
Jenis Diare
Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada:
1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
2. Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah.
3. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
4. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang, 2004).
Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi akut apabila kurang dari
2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4 minggu, dan kronik jikaberlangsung lebih
dari 4 minggu. Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah agen penyebab infeksi dan akan
disertai dengan muntah, demam dan nyeri pada abdomen. 10% lagi disebabkan oleh
pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi lain. Berbeda dengan diare akut, penyebab diare
yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti allergi dan lainlain.Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan oleh rotavirus. Virus ini
menyebabkan 40-60% dari kasus diare pada bayi dan anak.
DIAGNOSIS BANDING
DISENTRI
Pendahuluan
Disentri merupakan peradangan pada usus besar yang ditandai dengan sakit perut dan
buang air besar yang encer secara terus menerus (diare) yang bercampur lendir dan darah.
Berdasarkan penyebabnya disentri dapat dibedakan menjadi dua yaitu disentri amuba dan
disentri basiler. Penyebab yang paling umum yaitu adanya infeksi parasit Entamoeba
histolytica yang menyebabkan disentri amuba dan infeksi bakteri golongan Shigella yang
menjadi penyebab disentri basiler.Kuman-kuman tersebut dapat tersebar dan menular ke
orang lain melalui makanan dan air yang sudah terkontaminasi kotoran juga lalat.

27

Paragraf diatas,adalah penjelasan disentri pada zaman dahulu. Yaitu,disentri dianggap


hanya terdiri dari dua jenis yang didasarkan pada penyebabnya, yakni disentri basiler yang
disebabkan oleh basil Shigella spp. dan disentri amuba yang disebabkan oleh parasit
Entamoeba histolytica. Akan tetapi berkat perkembangan pesat pengetahuan kita tentang
mikrobiologi, sindroma disentri di atas temyata disebabkan oleh berbagai mikroba, bakteri
dan

parasit,

yakni:

Shigella

spp.,Salmonella

spp.,Campylobacter

spp.,Vibrio

arahaemolyticus ,Ileisomonas shigelloides, EIEC (Enteriinnasive E. coil), Aeromonus spp.,


Entamoeba histolytica / Giardia.
Gejala khas yang disebut sebagai sindroma disentri, yakni: sakit di perut yang sering
disertai dengan tenesmus, berak-berak meperet, dan tinja mengandung darah lendir. Adanya
darah dan lekosit dalam tinja merupakan suatu bukti bahwa kuman penyebab disentri tersebut
menembus dinding kolon dan bersarang di bawahnya1-3. ltulah sebabnya pada akhir-akhir ini
nama diare invasif lebih disukai olch para ahli.(Simanjuntak,2004)
Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (scheff) boerl, sinonimnya adalah Phaleria
macrocarpa warb. Var. wichanii (val) back) ini berasal dari Irian. Tumbuhan berfamili
Thymelaeceae ini, dikenal bangsa asing dengan nama The crown of God. Pohonnya diyakini
mengeluarkan aura untuk meningkatkan derajat. Makanya, tak heran bila pohon ini dinamai
pohon derajat yang tak jarang menjadi tanaman di depan rumah.
Akan tetapi, tanaman mahkota dewa masih belum banyak dikenal sebagai tumbuhan
obat-obatan. Sebagian orang malah kerap mengidentikkan tanaman ini dengan daun dewa dan
sambung nyawa. Padahal, tanaman ini mengandung kahsiat yang melimpah untuk mengobati
berbagai penyakit mematikan di Indonesia. Ha inilah yang mendorong kami dalam usaha
memanfaatkan khasiat-khasiat yang ada dengan mengolahnya sebagai menu makanan sebagai
peminimalisir berbagai macam penyakit, terutama disentri.
Pengertian Disentri
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (=gangguan) dan enteron (=usus), yang
berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas, tinja lendir bercampur darah . Gejalagejala disentri antara lain adalah Buang air besar dengan tinja berdarah , diare encer dengan
volume sedikit , buang air besar dengan tinja bercampur lender(mucus), nyeri saat buang air
besar (tenesmus). (Anynomous,2010)
Dalam Media Litbang Kesehatan (2004) disebutkan, disentri merupakan sindrom atau
kumpulan gejala penyakit yang muncul seperti diare berdarah, lendir dalam tinja, dan nyeri
yang dipaksakan untuk mengeluarkan tinja. Mudahnya, diare berdarah dapat digunakan
sebagai penanda kecurigaan terhadap disentri. Itu sebabnya, disentri dimasukkan ke dalam
28

kelompok bloody diarhea atau diare berdarah. Dalam situs WHO, definisi sederhana ini telah
digunakan pada banyak studi berbasis komunitas.
Didasarkan pada penyebabnya, yakni disentri basiler yang disebabkan oleh basil
Shigella spp. dan disentri amuba yang disebabkan oleh parasit Entamoeba histolytica. Akan
tetapi berkat perkembangan pesat pengetahuan kita tentang mikrobiologi, sindroma disentri
di atas temyata disebabkan oleh berbagai mikroba, bakteri dan parasit, yakni: Shigella
spp.,Salmonella

spp.,

Campylobacter

spp.,

Vibrio

parahaemolyticus,Ileisomonas

shigelloides, EIEC (Enteriinnasive E. coil), Aeromonus spp., Entamoeba histolytica atau


Giardia lambha.
Penyebab Disentri
Sindroma disentri disebabkan oleh berbagai mikroba, bakteri dan parasit, yakni:
Shigella spp., Salmonella spp., Campylobacter spp., Vibrio parahaemolyticus , Ileisomonas
shigelloides, EIEC (Enteriinnasive E. coil) ,Aeromonus spp., Entamoeba histolytica atau
Giardia lambha.
1. Shigella spp.
Shigelloides terdapat di mana-rnana tapi yang terbanyak terdapat di negara dengan tingkat
kesehatan perorangan yang sangat buruk. Manusia sendiri merupakan surnber penularan dan
hospes alami dad penyakit ini, yang cara penularannya adalah secara oro- faecal.Shigella spp.
sebagai penyebab disentri basiler merupakan kuman yang unik di antara enteropatogen
lainnya.
Ambang infeksinya rendah yakni 10100 kuman sudah cukup untuk menularkan penyakit
tersebut dari penderita ke orang lain. Dengan demikian dapatlah dimengerti mengapa
epidemi penyakit ini bagi penduduk yang kesehatan perorangannya sangat buruk, sulit
dicegah. Hal lain yang juga unik ialah sifat basil ini yang rapuh (fragile, cepat rnati di luar
tubuh hospesnya), menyebabkan penyakit ini lebih banyak tertular dengan cara kontak
langsung (person to person). Inilah sebabnya penyakit ini disebut hand washing disease.
Kedua sifat yang kontradiktif yaitu ambang infeksi yang rendah dan sifat rapuh ini mewarnai
epidemiologi penyakit ini. Dapatlah dimengerti bahwa penyakit ini akan menimbulkan
epidemi yang sulit dicegah di daerah yang kesehatan perorangannya rendah, sedang di daerah
dengan kesehatan perorangan cukup baik penyakit ini akan lebih cepat menghilang. Kedua
hal yang bertentangan ini akan lebih nyata lagi karena hospes alami (tuan rumah) penyakit ini
adalah manusia, walaupun kuman ini dapat diisolasi dari tinja primata yang hidup dekat
dengan habitat manusia.
2. Salmonella sp.
29

Beberapa spesies Salmonella yang bukan S. typhi, S. paratyphiA dan B dapat


menyebabkan diare invasif. Seperti diketahui Salmonella merupakan penyaldt zoonosis,
hewan dan unggas merupakan reservoir penyakit ini, .dan manusia tertular melalui makanan,
daging, unggas dan telur. Penyakit ini lebih sering terdapat di negara yang penduduknya
pemakan daging. Maka dapat dimengerti bahwa Salmonellosis menjadi problem kesehatan
yang lebih besar di negara yang telah maju dibandingkan dengan negara yang sedang
berkembang.
3. Campylobacter spp.
Pada akhir-akhir ini Campylobacter jejuni (dulu disebut vibrio lainnya (related vibrio)
mulai muncul sebagai penyebab penting penyakit diare. Penyakit ini umumnya adalah
zoonosis walaupun penularan dari orang melalui air yang terkontaminasi. Infeksi
Campylobacter terutama terdapat pada masa kanak-kanak & dan, diare yang ditimbulkannya
biasanya lebih dari 7 hari walaupun dengan gejala yang tidak terlalu berat.
Diperkirakan unggas merupakan reservoir yang paling potensial. Hal ini amat penting
karena Indonesia penduduknya lebih senang makan daging unggas daripada daging sapi.
Selain itu telur juga memegang peran penting dalam,penularan penyakit ini. Berbagai letusan
penyakit ini di Inggris, Amerika Serikat dan Canada telah dihubungkan dengan susu yang
tidak dipasteurisasi.
Susu terkontaminasi melalui kontak langsung dengan tinja sapi. C. jejuni akan dapat
bertahan selama 22 hari dalam susu yang disimpan pada 4C tapi segera mati apabila
dipasteurisasi.
4. EIEC (Entero Invasive E. coli)
Sejak 1967, para peneliti di Jepang, Brazil dan negara-negara lain telah membuktikan
bahwa serotipe tertentu dari E. coli selain dari yang dinamakan EPEC (serotipe tertentu
lainnya dari E. coli), telah berhasil diisolasi dari tinja penderita anak dan dewasa yang
menderita diare invasif.
Sekarang telah diketahui bahwa serotipe dari I. coli yang invasif ialah: 028ac, 029, 0112ac,
0124, 0136, 0143, 0144, 0152, 0164 dan 0167. Serotipe 0124 merupakan EIEC yang paling
sering menimbulkan letusan epidemi, seperti yang terjadi di Hongaria dan USA. EIEC sangat
menyerupai Shigella karena sifat biokimia yang sering sama yaitu laktosa negatif, tidak
bergerak, dekarboksilase lysin juga negatif9, selain itu mempunyai antigen somatik 0 yang
bersamaan.
Kesulitan yang timbul dalam isolasi EIEC dari penderita diare invasif ialah cara
membedakannya dari If. coil lainnya. Karena dari 85% orang normal maupun yang diare
30

dapat diisolasi E. coli. Dengan begitu reaksi biokimia dan serologi dari isolat E. coil yang
cukup besar tak mungkin dilakukan secara rutin. Penentuan EIEC secara Sereny testil yaitu
dengan mempergunakan minimal dua marmut untuk tiap isolat E. coli dari satu penderita,
akan memakan biaya yang sangat besar. (Anonymous,2004)
Cara penyebaran penyakit dalam tubuh (Patogenesis) :
Transmisinya dapat melalui : fecal-oral, melalui : makanan / air yang terkontaminasi,
person-to-person contact.
Menurut bakteri yang ada,cara penyebaran penyakit ini dibagi menjadi 2:
1. Disentri basiler
Shigella dan EIEC
Dimulai dari shigela dan EIEC masuk ke dalam tubuh, kemudian membentuk
kelompok dan kolonisasi di ileum terminalis/ kolon (terutama kolon distal)
yang selanjutnya melakukan penyerangan ke sel epitel usus. Setelah berhasil,
mereka akan menggandakan diri sebanyak mungkin lalu menyebar ke intrasel
dan intersel dan memproduksi enterotoksin. Saat itu tubuh mulai diserang, dan
menyebabkan hipersekresi usus (diare cair,diare sekresi ). Pada keadaan seperti
ini,tubuh akan memproduksi eksotoksin (shiga toxin) yang berlanjut dengan
proses sitotoksik dan infiltrasi sel radang. Lalu Shigella dan EIEC akan masuk
menyerang nekrosis sel epitel mukosa,masuk ke dalam ulkus-ulkus kecil dan
menyerang eritrosit dan plasma lalu pergi keluar, yaitu ke lumen usus. Hal ini
akan menyebabkan pengeluaran tinja yang bercampur dengan darah. Tapi hal
ini tidak hanya berhenti sampai disini bakteri selanjutnya juga akan menyerang
ke lamina propia. Dan akan menjalar ke organ-organ lain di tubuh.

Salmonella
Dimulai dari masuk ke dalam tubuh, kemudian membentuk kelompok dan
kolonisasi di ileum terminalis/ kolon (terutama kolon distal) yang selanjutnya
melakukan penyerangan ke sel epitel mukosa usus dan lamina propia yang
menyebabkan infiltrasi sel-sel radang. Dan melakukan sintesis Prostaglandin
yang menghasilkan heat-labile cholera-like enterotoksin. Hal ini akan berlanjut
dengan invansi ke Plak Penyeri dan penyebaran ke KGB mesenterium yang
menyebabkan hipertrofi dan penurunan aliran darah ke mukosa. Bakteri
selanjutnya pergi ke nekrosis mukosa dan ulkuspun menggaung. Lalu
diteruskan dengan eritrosit dan plasma darah pergi ke lumen yang pada
akhirnya menyebabkan pengeluaran tinja yang bercampur darah.
31

Campylobacter jejuni
Dimulai dari masuk ke dalam tubuh, kemudian membentuk kelompok dan
kolonisasi di ileum terminalis/ kolon (terutama kolon distal) yang selanjutnya
melakukan penyerangan ke sel epitel mukosa usus dan lamina propia yang
menyebabkan infiltrasi sel-sel radang. Dan melakukan sintesis Prostaglandin
yang menghasilkan heat-labile cholera-like enterotoksin. Yang dilanjutkan
dengan adanya produksi sitotoksin di nekrosis mukosa lalu berlanjut ke ulkus.
Yang menyebabkan eritrosit dan plasma keluar ke lumen dan pengeluaran
tinja bercampur darah karena bakteri masuk ke sirkulasi (bakteremia).

2. Disentri amoeba
Dimulai dari masuk ke dalam tubuh dan membentuk histolika (trofozoit) yang
selanjutnya melakukan invansi ke sel epitel mukosa usus yang akan memproduksi
enzim histolisin di nekrosis jaringan mukosa usus. Selanjutnya akan melakukan
invasi ke jaringan submukosa. Ulkus akan dipenuhi oleh amoeba, akan melebar dan
saling berhubungan membentuk sinus-sinus submukosa. Hal ini akan menyebabkan
kerusakan permukaan absorpsi (malabsorpsi) dan naiknya masa intraluminal yang
diikuti naiknya tekanan osmotik intraluminal yang menyebabkan diare osmotik.
(Anonymous,2011)
Gejala Gejala Disentri
Gejala-gejala umum disentri antara lain adalah:

Buang air besar dengan tinja berdarah

Diare encer dengan volume sedikit

Buang air besar dengan tinja bercampur lender (mucus)

Nyeri saat buang air besar (tenesmus)


Disentri basiler juga biasanya menyerang secara tiba tiba sekitar dua hari setelah
kemasukan kuman/bakteri Shigella. Gejalanya yaitu demam, mual dan muntahmuntah, diare dan tidak napsu makan. Bila tidak segera diatasi, dua atau tiga hari
kemudian keluar darah, lendir atau nanah dalam feses (tinja) penderita. Pada disentri
basiler, penderita mengalami diare yang hebat yaitu mengeluarkan feses yang encer
hingga 20-30 kali sehari sehingga menjadi lemas, kurus dan mata cekung karena
32

kekurangan cairan tubuh (dehidrasi). Hal tersebut tidak bisa dianggap remeh, karena
bila tidak segera diatasi dehidrasi dapat mengakibatkan kematian. Gejala lainnya yaitu
perut terasa nyeri dan mengejang. (Anonymous,2008)

Disentri basiler
Gejala yang akan dialami penderita disentri basiler adalah Diare mendadak
yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada disentri shigellosis, pada
permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam
pertama, dan setelah 12-72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan
lendir dalam tinja., Panas tinggi (39,5 40,0 C), kelihatan toksik., Muntahmuntah., Anoreksia., Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB., Kadangkadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang, sakit
kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).

Disentri amoeba
Gejala yang akan dialami penderita disentri amoeba adalah Diare disertai
darah dan lendir dalam tinja., Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada
disentri basiler (10x/hari)., Sakit perut hebat (kolik)., Gejala konstitusional
biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3 kasus).

Diagnosis Disentri
Diagnosis klinis dapat ditegakkan semata-mata dengan menemukan tinja
bercampur darah. Diagnosis etiologi biasanya sukar ditegakkan. Penegakan diagnosis
etiologi melalui gambaran klinis semata sukar, sedangkan pemeriksaan biakan tinja
untuk mengetahui agen penyebab seringkali tidak perlu dilakukan karena memakan
waktu lama (minimal 2 hari) dan umumnya gejala membaik dengan terapi antibiotika
empiris. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan tinja
Makroskopis ( suatu disentri amoeba dapat ditegakkan bila ditemukan bentuk
trofozoit dalam tinja). Selain itu dapat penderita dapat diketaui mengalami disentri
dengan adanya Benzidin test Mikroskopis ( leukosit fecal petanda adanya kolitis),
darah fecal , Biakan tinja (Media : agar MacConkey, xylose-lysine deoxycholate
(XLD) ) , Pemeriksaan darah rutin ( leukositosis (5.000 15.000 sel/mm3), kadangkadang dapat ditemukan leukopenia. (Antho,2011)
Komplikasi Akibat Disentri
1.

Dehidrasi

2.

Gangguan elektrolit, terutama hiponatremia


33

3.

Kejang

4.

Protein loosing enteropathy

5.

Sepsis dan DIC

6.

Sindroma Hemolitik Uremik

7.

Malnutrisi/malabsorpsi

8.

Hipoglikemia

9.

Prolapsus rectum

10. Reactive arthritis


11. Sindroma Guillain-Barre
12. Ameboma
13. Megakolon toksik
14. Perforasi local
15. Peritonitis
Pengobatan Disentri
Penyakit ini umumnya lebih cepat menyerang anak-anak. Kuman kuman masuk
ke dalam organ pencernaan yang mengakibatkan pembengkakan dan pemborokan
sehingga timbul peradangan pada usus besar.
Penderita disentri harus segera mendapat perawatan, yang perlu dihindari adalah
mencegah terjadinya dehidrasi karena dapat berakibat fatal. Dalam keadaan darurat,
dehidrasi yang ringan dapat diatasi dengan pemberian cairan elektrolit (oralit) untuk
mengganti cairan yang hilang akibat diare dan muntah-muntah. Oralit dilarutkan
dalamm 200 cc air matang, diaduk dan diberikan sedikit demi sedikit dengan sendok
kepada penderita. Apabila oralit tidak tersedia, dapat membuat larutan campuran gula
dan garam (1 sendok teh gula + sendok teh garam, dilarutkan dengan 200 cc air
hangat) atau bisa juga dengan meminum air kelapa. Apabila dehidrasi cukup berat,
setelah diberi oralit atau larutan campuran gula dan garam sebagai pertolongan
pertama, sebaiknya penderita di bawa ke rumah sakit untuk diberikan perawatan.
Langkah pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi penyakit disentri
yaitu dengan memperhatikan pola hidup sehat dan bersih, seperti selalu menjaga
kebersihan makanan dan minuman dari kontaminasi kotoran dan serangga pembawa
kuman, menjaga kebersihan lingkungan, membersihkan tangan secara baik sesudah
buang air besar atau menjelang makan atau ketika memegang makanan yang akan
dimakan. Diagnosis pasti penderita amoebiasis adalah menemukan parasit (bentuk
trofosoit atau kista) didalam tinja atau jaringan. (Antho,2011)
34

Selain itu ada beberapa cara lain yang dapat dilakukan :


1.

Perhatikan keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status gizi kurang, lakukan
pemeriksaan darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan darah) untuk
mendeteksi adanya bakteremia. Bila dicurigai adanya sepsis, berikan terapi sesuai
penatalaksanaan sepsis pada anak.Waspadai adanya syok sepsis.

2.

Komponen terapi disentri :

a . Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit.


Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama yang harus diperhatikan
dalam penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil adalah penilaian dan koreksi
terhadap status hidrasi dan keseimbangan elektrolit.
b. Diet
Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet lunak
tinggi kalori dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi vitamin A
(200.000 IU) dapat diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan disentri, terutama
pada anak yang diduga mengalami defisiensi. Untuk mempersingkat perjalanan
penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan preparat seng oral8,9. Dalam pemberian obatobatan, harus diperhatikan bahwa obat-obat yang memperlambat motilitas usus
sebaiknya tidak diberikan karena adanya risiko untuk memperpanjang masa sakit
c. Antibiotika
Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan terapi
yang sesuai. Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan mengurangi masa sakit
dan menurunkan risiko komplikasi dan kematian.

Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimoksazol


(trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi

dalam 2 dosis, selama 5 hari.


Dari hasil penelitian, tidak didapatkan perbedaan manfaat pemberian

kotrimoksazol dibandingkan plasebo10.


Alternatif yang dapat diberikan :
o Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis
o Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
o Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, dosis tunggal IV atau IM
o Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.

35

Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan darah
dalam tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari tidak

terjadi perbaikan, antibiotik harus dihentikan dan diganti dengan alternatif lain.
Terapi antiamebik diberikan dengan indikasi :
o Ditemukan

trofozoit

Entamoeba

hystolistica

dalam

pemeriksaan

mikroskopis tinja.
o Tinja berdarah menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut
(masing-masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk disentri
basiler.

Terapi yang dipilih sebagai antiamebik intestinal pada anak adalah Metronidazol
30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila disentri memang

disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan akan membaik dalam 2-3 hari terapi.
c. Sanitasi
Adalah suatu usaha kita dalam mencegah penyakit disentri. Yaitu dengan
menjaga kebersihan diri. Langkah awal yang paling sederhana adalah membiasakan
mencuci tangan sebelum makan dan mengkonsumsi makanan yang bersih dan sehat.
Dan sebaiknya kita memberitahukan anak untuk selalu mencuci tangan dengan bersih
sehabis membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.

BAB III
KESIMPULAN
Pada kasus pertama, dari hasil anamnesis seorang bayi 6 bulan dengan BAB lendir
darah tanpa ampas, perut kembung, muntah, tidak bisa kentut, serta dari pemeriksaan fisik
berupa borborigme (+), metalic sound (+), deffense muscular (-), sausage shape (+), dance
sign (+) dapat diperkirakan bahwa bayi tersebut mengalami invaginasi. Untuk mengetahui
lebih lanjut derajat serta letak invaginasi, dilakukan pemeriksaan penunjang berupa USG dan
foto polos abdomen kemudan penatalaksanaan adalah dengan operasi untuk mereposisi dari
letak organ yang bermasalah jika masih baik atau pengangkatan kemudian disambung apabila
sudah mengalami nekrosis.
Pada kasus kedua dari hasil anamnesis seorang anak 2,5 tahun dengan diare lendir
darah, muntah, feses agak busuk, demam, gizi kurang, tanpa deshidrasi, serta pemeriksaan lab
36

feses didapatkan bakteri 2+ leukosit 10/LPB, amuba (-) dapat diperkirakan bahwa penyebab
diare akut pada pasien tersebut adalah karena adanya bakteri pada saluran cerna. Untuk itu
penanganan yang tepat adalah pemberian antibiotik.

37

BAB IV
SARAN

Saran :
a. Diharapkan peserta diskusi lebih berperan aktif dalam jalannya diskusi.
b. Sebaiknya peserta diskusi lebih mendalami materi yang akan didiskuiskan terlebih
dahulu agar lebih siap dan lancar dalam diskusi tutorial.

38

DAFTAR PUSTAKA

A, alpha Fardah, Ranuh, IG. M Reza Gunadi, Sudarmo, Marto Sudarmo. 2008. Intususepsi.
www.pediatrik.com. Diunduh tanggal 28 Januari 2010.
Anonim.2015.Pengertiantenesmus.www.lwwoncology.com/Textbook/Content.aspx?
aid=12033055. Diakses tanggal 04 Mei 2015
Anonim, 2008, Emergence of Resistant Shigella
camps,http://www.who.int/disasters/repo/5830.doc.

dysentriae

in

the

IDP

Anonim.2008.Shigellosis,http://fkuii.org/tikidownload_wiki_attachment.php?
attId=971&page=Haji%20Dadang%20Erianto.
Anonim.2008.Shigella dysentriae,http://en.wikipedia.org/wiki/Shigella_dysenteriae,
Ayuw.2006.Shigellosis, http://fkuii.org/tiki-index.php?page=Shigellosis,
De Jong, Wim, Syamsuhidayat, R. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. Hal. 627-628.
Ein, S. and A. Daneman. 2003. Intussusception, Operative Pediatric Surgery. M. Zicgler, R.
Azizkhan and T. Weber. New York, Mc Graw-Hill Professional Page. 647-689.
Guyton, Arthur. C. Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC. Jakarta
Ifran, E., B. Lombay, et al. 2000. Intussusception in children. Ultrasonography in the
diagnosis and non-operative management. Pediatri Indonesia Volume 40. Hal. 1-7.
Invaginasi. 2005. www.bedahugm.net. Diunduh tanggal 28 Januari 2010.
King, L. 2001. Intussusception. E-Medicine 2 : 7. Operasi pada Invaginasi LaparatomiMilking. 2008. bedahumum.wordpress.com. Diunduh tanggal 28 Januari 2010.
Murray, K.F., dan D.L. Christie. 1998. Vomiting. Pediatrics in Review Vol. 19 No. 10.
http://pedsinreview.aappublications.org/cgi/reprint/19/10/337 (12-12-2006)
Pickering, L.K., Snyder, J.D. 2000. Ileus, Adhesi, Intususepsi, dan Obstruksi LingkarTertutup. In: Behrman, R.E., Kliegman, R.M., Arvin, Ann.M., Ilmu Kesehatan Anak
Nelson ed 15, jilid 2. Jakarta: EGC,1319-1321.
Spalding, Shaun C, Evans, Bruce. 2004. Intussusceptions. Diunduh dari www.emedmag.com
tanggal 28 Januari 2010.
Staf pengajar FKUI. 2005. Ilmu Kesehatan Anak (Edisi ketiga). Jakarta : FKUI.

39

Tomulet L. What are the causes of foul-smelling diarrhea? 2010. [series on the internet] cited
2013 December 11. Available from: http://www.livestrong.com/article/229267-whatare-the-causes-of-foul-smelling-diarrhea/

40

Anda mungkin juga menyukai