PENDAHULUAN
SKENARIO 1
ANAKKU DIARE LENDIR DARAH
Seorang dokter puskesmas mendapatkan 2 pasien anak.
Pasien pertama seorang bayi laki-laki berumur 6 bulan dibawa oleh ibunya, dengan
keluhan BAB lendir darah. Sejak 2 hari sebelum ke puskesmas, pasien mengalami diare. Ibu
pasien membelikan obat anti diare di apotek, tetapi diare tidak membaik. Satu hari sebelum
ke puskesmas, pasien tidak lagi diare tetapi BAB menjadi lendir darah tanpa ampas, disertai
perut kembung, tidak bisa kentut dan muntah. Saat ibu pasien menekan perut anaknya
disekitar pusar, anaknya nampak kesakitan dan menangis keras. Pada pemeriksaan fisik
abdomen didapatkan bising usus meningkat, borborigme (+), metalic sound (+), defense
muscular (+), sausage shape (+), dance sign (+), pada perut pasien. Pemeriksaan rectal touche
didapatkan lendir darah (+), feses (-). Kemudian dokter merujuk pasien ke Rumah Sakit
untuk pemeriksaan dan penatalaksanaan lebih lanjut.
Pasien kedua adalah seorang anak perempuan berumur 2,5 tahun dibawa ibunya,
dengan keluhan lendir darah. Diare sudah berlangsung selama 3 hari. Diare sehari 8 kali,
sedikit-sedikit, bau feses agak busuk, didapatkan muntah, tenesmus, dan anak tidak mau
makan. Pemeriksaan fisik didapatkan suhu 38,5 oC, tanpa tanda dehidrasi. Berat badan anak
11kg, gizi tampak kurang. Kemudian dokter menyarankan untuk pemeriksaan feses. Hasil
pemeriksaan feses didapatkan bakteri 2+, lekosit 10/LPB, amuba (-). Tidak dilakukan kultur
feses dan uji sensitivitas. Dokter memberikan terapi antibiotik.
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Seven Jump
1. Langkah 1 : Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam
skenario
Dalam skenario ini kami mengklarifikasi istilah sebagai berikut:
a. Diare
: BAB dengan kandungan air tinggi, frekuensi 3 X atau
lebih dalam 24 jam
b. Borborigme (+)
usus halus
c. Metalic sound (+)
d. Defens muscular (-)
e. Sausage shape (+)
lunak
f. Dance sign (+)
banyak pembuluh darah yang pendek, yang berasal dari 3 atau 4 atau lebih arcade.
Pada uung mesenterium yeyunum, lemak disimpan dekat pangkalan dan lemak jarang
ditemukan di dekat dinding usus halus. Pada ujung mesenterium ileum lemak
disimpan di seluruh bagian, sehingga lemak ditemukan dari pangkal sampai dinding
usus halus.
Kelompokan jaringan limfoid (Agmen Feyer) terdapat pada mukosa ileum bagian
bawah sepanjang pinggir anti mesentrik.
(kecuali appendik) otot longitudinal tergabung dalam tiga pita yaitu taenia coli.
Usus halus tidak mempunyai kantong lemak yang melekat pada dinding usus. Usus
besar mempunyai kantong lemak yang dinamakan appandices epiploideae.
3
Dinding usus kecil adalah halus, sedangkan dinding usus besar sakular.
Perbedaan interna :
Mukosa usus halus mempunyai lipatan yang permanen yang dinamakan plica
menunjang tingginya kebutuhan energi yang diperlukan dalam proses sekresi. Sekresi
tersebut dikeluarkan dalam lumen saluran pencernaan kareana adanya rangsangan
saraf atau hormon yang sesuai. Dalam keadaan normal, sekresi pencernaan
direabsorbsi dalam satu bentuk atau bentuk lain untuk dikembalikan ke darah setelah
produk sekresi tersebut ikut dalam proses pencernaan. Kegagalan proses reabsorbsi
ini (misalnya akibar diare atau muntah) menyebabkan hilangnya cairan yang dipinjam
dari plasma darah.
3. Pencernaan
Proses penguraian makanan dari struktur kompleks menjadi struktur sederhana
yang dapat diserap oleh enzim enzim yang diproduksi dalam sistem pencernaan.
Pencernaan dilakukan melalui proses hidrolisis anzimatik dengan menambahkan H 2O
ditempat ikatan memutuskan ikatan yang menyatukan sub unit.
menelan.
Peristaltik sekunder : dihasilkan dari peregangan esofagus oleh makanan
yang tertahan, gelombang ini terus berlanjut sampai semua maknan
dikosongkan ke dalam lambung. Gelombang peristaltik sekunder inin
sebagian dimulai oleh sirkuit saraf intrinsik dalam sistem saraf mienterikus
dan sebagian oleh refleks-refleks yang dimulai pada faring lalu dihantarkan
ke atas melalui serabut-serabut afereen vagus ke medulan dan kembali lagi
ikut tercerna
Faktor intrinsik yang berperan penting dalam penyerapan vitamin B12suatu
konstituen esensial untuk membentuk sel darah merah.
Diare adalah buang air besar dengan konsistensi yang lebih lunak atau cair dengan
frekuensi lebih dari 4 kali dalam 24 jam. Diare diklasifikasikan berdasarkan lama kejadian
dan patomekanisme.
Berdasarkan lama kejadian, diare dibagi:
Prolonged diare adalah diare yang berlangsung 7 sampai <14 hari (merupakan bagian
dari diare akut)
Diare persisten adalah diare yang disebabkan oleh infeksi, awalnya bersifat akut
namun kemudian berlanjut sampai 14 hari.
Diare kronik dibedakan dari diare persisten berdasarkan etiologinya yaitu disebabkan
oleh non infeksi.
Etiologi Diare
INFEKSI
Infeksi enteral
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak. Infeksi enteral ini meliputi:
a) infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
Aeromonas, dll.
b) infeksi virus : Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis),
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll.
c) infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), Protozoa
(Entamoeba histolytica, Giardia Lamblia, Trichomonas hominis), jamur
(Candida Albicans).
Infeksi parenteral
Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti
Otitis media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis, dll.
Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
8
menyebabkan diare melalui induksi sekresi klorida atau inhibisi reabsorbsi natrium dan
klorida.
b. Diare osmotik
Virus yang juga berperan dalam diare memberikan perubahan morfologi dan
fungsional mukosa jejunum. Virus enteropatogen seperti Rotavirus menyebabkan
infeksi lisis pada enterosit. Invasi dan replikasi virus dalam sel menginduksi kematian
dan lepasnya sel. Enterosit yang lepas digantikan oleh sel imatur. Akibatnya terjadi
penurunan enzim laktase dan gangguan transpor glukosa-Na+ karena pengurangan
aktifitas Na-K-ATPase. Hal ini menyebabkan terjadinya maldigesti karbohidrat dan
diare osmotik.
c. Diare invasif
Diare invasif adalah diare yang terjadi akibat invasi mikroorganisme ke dalam mukosa
usus sehingga menimbulkan kerusakan mukosa usus. Diare invasif disebabkan oleh
virus (Rotavirus), bakteri (Shigella, Salmonella, Campylobacter, Entero Invasif
Eschericia coli/EIEC, dan Yersinia), atau parasit (Amoeba).
Klasifikasi Diare
1. Dorongan di dalam usus normal yang terlalu cepat, yang dapat disebabkan :
a. Rangsangan saraf yang abnormal terdapat pada: pschogenic diarrhea atau
keracunan mecholyl
b. Pengaruh zat kimia terhadap motilitas yang abnormal, misalnya pada:
sindroma karsinoid, penyakit Addisons, thirotoksikosis
c. Iritasi pada intestine, misalnya pada: pemakaian oleum recine, kolitis
ulserativa, perikolil abses, amebiasis, uremik kolitis, dan lain-lain
d. Hilangnya simpanan di kolon misalnya pada: destruksi sphincter ani,
ileostomi, dan lain-lain
2. Gangguan pencernaan makanan, karena :
a. Hilangnya fungsi reservoir dari lambung, misalnya pada postgastrektomi
timbul sindroma dumping
b. Penyakit pankreas
c. Kemungkinan adanya sekresi abnormal dari HCl misalnya pada sindroma
Zollinger Ellison
3. Absorpsi abnormal pada pencernaan makanan, karena:
a. Penyakit hati
10
1. Infeksi
a. Parasit
i.
Amebiasis
ii.
Balantidiasis
iii.
Helmintiasis
b. Bakterial
i.
Basiler disentri
ii.
iii.
Salmoneilosis
iv.
Tuberculosis enterokolitis
v.
vi.
Staphylococcus enterokolitis
d. Tropical sprue
e. Cirrhosis hepatis dengan steatore
f. Intestinal amyloidosis
g. Diabetes Melitus dengan neuropati dan steatore
h. Fistula gastrojejunokolik
i. Gastroileostomi
j. Reseksi gaster dengan atau tanpa vagotomi
k. Enteritis regionalis
l. Tuberkulosis enteritis
m. Ileokolitis
n. Kolitis ulserativa
o. Divertikulitis dari colon
p. Pellagra
q. Penyakit Addison
r. Hiperthyroidi
s. Alkoholisme
t. Uremi
(Hadi, S. 2013. Gastroenterologi edisi ke-7 cetakan ke-3. Bandung: PT ALUMNI. Pp: 40-41)
12
JENIS-JENIS
DIARE
FAKTOR RISIKO
ETIOLOGI
A. Insidensi
Invaginasi dapat terjadi pada setiap umur, bahkan dapat terjadi intrauterine. Tujuh
puluh persen bahkan lebih terjadi pada penderita berumur di bawah 1 tahun. Umur penderita
tersering sekitar 6-7 bulan. Intususepsi terjadi pada 1-4 bayi dari 1000 bayi kelahiran hidup.
Intususepsi lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Angka kejadian pada anak
laki-laki 3 kali lebih besar bila dibandingkan anak perempuan. Seiring dengan pertambahan
umur, perbedaan kelamin menjadi bermakna. Pada anak usia lebih dari 4 tahun, rasio
insidensi anak laki-laki dengan anak perempuan adalah 8 : 1.
B. Patofisiologi
Penyebab pasti intususepsi belum diketahui. Ini mungkin berhubungan dengan infeksi
pada anak, pengaruh dari perubahan diet, pemberian makanan padat. Pemberian makanan
selain susu ketika umur kurang dari 4 bulan akan berakibat buruk terhadap bayi, karena
14
sistem pencernaan bayi pada usia ini belum tumbuh kembang sempurna. Pemberian makanan
pada usia itu berpeluang terjadinya invaginasi usus halus.
Invaginasi terjadi karena adanya sesuatu di usus yang menyebabkan peristaltik
berlebihan biasanya terjadi pada anak-anak tetapi dapat juga terjadi pada dewasa. Pada anakanak 95% penyebab tidak diketahui, hanya 5% yang memiliki kelainan pada usus, misalnya
divertikulum Meckeli, polip, hemangioma. Dua puluh persen dari kasus intususepsi timbul
setelah infeksi virus (infeksi pernafasan bagian atas, gastroenteritis) yang menimbulkan
pembesaran dari jaringan limfoid ileum distal. Intususeptum akan didorong masuk oleh
peristalsis ke dalam usus yang lebih distal dengan mesenterium dari intususeptum ikut terjepit
masuk. Hal ini kemudian diikuti terjadinya sembab, kongesti vena dan limfa yang akan
menyebabkan keluarnya tinja yang berwarna kemerahan akibat darah yang tercampur mukus
(current jelly stool/red current jelly). Selanjutnya, jika tekanan kongesti melampaui tekanan
arteri maka akan terjadi nekrosis.
Baru-baru ini diduga ada hubungan antara rotavirus dan intususepsi, walaupun
laporan kasus terjadinya intususepsi selama bayi difaksin sangat kecil. Rotavirus merupakan
penyebab gastroenteritis berat pada bayi dan anak usia di bawah 5 tahun di USA. Selama 1
September 1998 sampai 7 Juli 1999, dilaporkan ke VAERS (Vaccine Adverse Event
Reporting System) 15 kasus intususepsi pada bayi yang menerima vaksin Rotavirus.
Pada studi Prelisensi, 5 kasus intususepsi terjadi pada 10.054 penerima vaksin dan 1 kasus
pada 4.633 kontrol. Secara statistik perbedaannya tidak signifikan. 3 dari 5 kasus pada anak
dengan
vaksinasi
terjadi
selama
6-7
hari
setelah
divaksinasi
Rotavirus
Daerah secara anatomis paling mudah mengalami invaginasi adalah ileocoecal, diman ileum
yang lebih kecil dapat masuk dengan mudah dalan caecum yang longgar. Invaginasi dapat
menyebabkan obstruksi usus baik parsial maupun total yang merupakan keadaan gawat
darurat, dimana bila tidak ditangani segera akan menimbulkan komplikasi lanjut.
C. Klasifikasi
Intususepsi dapat diklasifikasikan dalam tiga tipe : enteroenterik, kolokolik, dan
enterokolik. Intususepsi enterokolik hanya melibatkan usus halus. Intususepsi kolokolik
hanya terjadi pada kolon, sigmoid, dan rektum. Sedangkan intususepsi enterokolik
melibatkan kedua usus halus dan kolon, ini adalah tipe yang paling sering terjadi.
D. Gejala Klinis
15
Crampy abdominal pain (kolik) yang mendadak dan intermiten, disertai dengan
tangisan yang tidak dapat dihentikan dan tungkai yang ditarik ke arah perut
Muntah
Tinja yang berbentuk seperti jeli kemerahan (current jelly stool/red current jelly)
Secara bertahap anak akan pucat dan lemas, bisa menjadi dehidrasi, merasa demam,
dan perut mengembung.
Masa abdomen berbentuk seperti sosis pada kuadran kanan atas atau epigastrium
tengah
Selain itu, ada gejala-gejala seperi anak menjadi cepat marah, nafas dangkal,
mendengkur, konstipasi.
Trias invaginasi :
Anak mendadak kesakitan episodik, menangis dan mengangkat kaki (craping pain),
berlanjut sakit kontinyu
Defekasi feses campur lender (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan dalam) current
jelly stool
E. Cara Pemeriksaan/Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis dengan keluarga dapat diketahui gejala-gejala yang timbul dari riwayat
pasien sebelum timbulnya gejala, misalnya sebelum sakit, anak ada riwayat dipijat,
diberi makanan padat padahal umur anak dibawah 4 bulan.
2. Pemeriksaan fisik :
- Obstruksi mekanik ditandai darm steifung dan darm counter
- Teraba massa seperti sosis di daerah subcostal yang terjadi spontan
- Nyeri tekan (+)
- Dance sign (+) sensasi kekosongan pada kuadran kanan bawah akibat masuknya
sekum pada kooln asenden
16
- RT : pseudo portio (+) sensasi seperti portio vagina akibat invaginasi usus yang
lama, lender berdarah (+)
Radiologis
- Foto abdomen tiga posisi. Tanda obstruksi (+) : distensi, air fluid level, hearing bone
(gambaran plica circularis usus)
- Ultrasonografi
- Barium enema (Colon in loop) menunjukkan defek pengisian (filling defect),
cupping sign dan letak invaginasi. Barium enema dapat pula digunakan sebagai terapi
reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda-tanda obstruksi dan kejadian
dibawah 24 jam. Reposisi dianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari anus
barium keluar bersama feses dan udara.
F. Penatalaksanaan
Pertama kali dibawa ke rumah sakit, bayi kemungkinan mengalami dehidrasi dan
memerlukan terapi segera, yaitu :
1. Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit (resusitasi dengan cairan fisiologis
intravena)
Pengosongan lambung dengan pipa nasogastrik (menghilangkan peregangan usus dan
muntah)
2. Antibiotika
3. Reduksi radiologik bila memungkinkan
4. Reduksi operatif atau reseksi dengan laparatomi eksplorasi
Penatalaksanaan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak dahulu mencakup
dua tindakan:
1. Reduksi hidrostatik
Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan
kateter dengan tekanan tertentu. Pertama kali keberhasilan dikemukakan oleh Ladd
tahun 1913 dan diulang keberhasilannya oleh Hirschprung tahun 1976. Syaratnya
adalah keadaan umum mengizinkan, tidak ada gejala dan tanda ransangan peritoneum,
anak tidak toksik, dan tidak terdapat obstruksi tinggi.
Tekanan hidrostatik tidak boleh melewati satu meter air dan tidak boleh
dilakukan pengurutan atau penekanan manual di perut sewaktu dilakukan reposisi
17
hidrostatik ini. Pengelolaan berhasil jika barium kelihatan masuk iileum. Reposisi
pneumostatik dengan tekanan udara makin sering digunakan karena lebih aman dan
hasilnya lebih baik daripada reposisi dengan barium enema. Jika reposisi konservatif
tidak berhasil, terpaksa diadakan reposisi operatif.
Reduksi manual (milking) dan reseksi usus. Pasien dalam keadaan tidak stabil,
didapatkan peningkatan suhu, angka leukosit, mengalami gejala berkepanjangan atau
ditemukan sudah lanjut yang ditandai dengan distensi abdomen, feses berdarah,
gangguan sistem usus yang berat sampai timbul syok atau peritonitis, pasien segera
dipersiapkan untuk operasi. Laparatomi dengan insisi transversal interspinal
merupakan standar yang ditetapkan di RS. Sardjito. Dilakukan eksplorasi keadaan
sampai tampak intussuseptum dan intussusipien, jika tidak ada perforasi dilakukan
milking sampai usus bebas dari invaginasi, cek viabilitas usus dan pasase usus sampai
distal. Lakukan appendektomi. Jika ada pembesaran limfonodi dilakukan biopsi dan
dilakukan pemeriksaan PA. Tindakan selama operasi tergantung pada penemuan
keadaan usus, reposisi manual dan milking usus harus dilakukan dengan halus dan
sabar, juga bergantung pada keterampilan dan pengalaman operator. Reseksi usus
dilakukan apabila pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila
viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab
invaginasi. Setelah usus direseksi dilakukan anastomose end to end apabila hal ini
memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan eksteriosasi atau enterostomi.
G. Komplikasi operasi
Saat operasi
Perdarahan
Perdarahan saat operasi, umumnya bila menciderai pembuluh darah segera lakukan
kontrol perdarahan dengan meligasi pembuluh darah
Pasca operasi :
Kembung
Sepsis
H. Diagnosis Banding
Trauma Abdomen
Appendisitis Akut
Hernia
Gastroenteritis
Torsi testis
Perlengketan jaringan
Volvulus
Meckel diverticulum
Perdarahan
I. Prognosis
Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan yang
diberikan, jika pertolongan kurang dari 24 jam dari serangan pertama, maka akan
memberikan prognosis yang lebih baik. Kematian dengan terapi sekitar 1-3 %. Jika tanpa
terapi, 2-5 hari akan berakibat fatal.
J. Komplikasi
Jika invaginasi terlambat atau tidak diterapi, bisa timbul beberapa komplikasi berat,
seperti
kematian
jaringan
usus,
perforasi
usus,
infeksi
dan
kematian
Kasus 2
Patofisiologi diare lendir darah
Dilihat dari hasil pemeriksaan feses di mana didapatkan bakteri 2+, leukosit 10/LPB,
dan tidak ditemukannya amoeba serta ada gejala demam pada pasien , kemungkinan pasien
mengalami diare akibat infeksi bakteri. Maka patofisiologi terjadinya lendir darah pada kasus
ini dapat dijelaskan melalui mekanisme terjadinya lendir darah akibat diare infeksi bakteri,
sebagai berikut. Struktur kimiawi dari dinding sel tubuh bakteri dapat berlaku sebagai antigen
di mana hal itu adalah sesuatu yang penting dalam proses interaksi bakteri dengan sel
enterosit. Setelah menembus enterosit dan berkembang didalamnya, bakteri menyebabkan
kerusakan sel enterosit tersebut. Peradangan mukosa memerlukan hasil metabolit dari kedua
19
bakteri dan enterosit, sehingga merangsang proses endositosis sel-sel yang bukan fagositosik
untuk menarik bakteri ke dalam vakuola intrasel, yang mana bakteri akan memperbanyak diri
sehingga menyebabkan sel pecah dan bakteri akan menyebar ke sekitarnya serta
menimbulkan kerusakan mukosa usus. Sifat invasif dan pembelahan intrasel dari bakteri ini
terletak dalam plasmid yang luas dari kromosom bakteri. Invasi bakteri ini mengakibatkan
terjadinya infiltrasi sel-sel polimorfonuklear dan menyebabkan matinya sel-sel epitel tersebut,
sehingga terjadilah tukak-tukak kecil didaerah invasi yang menyebabkan sel-sel darah merah
dan plasma protein keluar dari sel dan masuk ke lumen usus serta akhirnya keluar bersama
tinja.
Tenesmus
Tenesmus adalah peningkatan frekuensi dan urgensi untuk mengosongkan usus,
disertai rasa sakit, kram, dan spontan akibat spasme spingter anal. Tenesmus berkaitan
dengan masalah buang air besar. Terkadang perasaan itu hilang timbul. Tenesmus umumnya
dikaitkan dengan penyakit radang usus, yang dapat disebabkan oleh infeksi atau oleh kondisi
lain.
Pada tenesmus akibat infeksi, bakteri telah menyebar ke bagian rektum. Bakteri
menempel ke lapisan mukosa dan dapat menembus hingga ke bagian muskularis, termasuk ke
muskulus spingter ani sehingga muskulus tersebut terjadi spasme otot di mana pasien
merasakan ingin BAB terus menerus tetapi setiap BAB tidak sampai tuntas dan diikuti rasa
nyeri.
Muntah
Muntah merupakan suatu cara saluran pencernaan membersihkan dirinya sendiridari isinya
ketika
hampir
semua
secara
luas, sangat
mengembung, atau bahkan terlalu terangsang. Distensi atau iritasi berlebihan dari duodenum
menyebabkan suatu rangsangan yang kuat untuk muntah.
Sinyal sensori yang mencetuskan muntah terutama berasal dari faring, esofagus,
perut, dan bagian atas dari usus halus. Dan impuls saraf yang ditransmisikanoleh
serabut saraf aferen vagal dan saraf simpatis ke berbagai nuclei yang tersebar di batang
otak yang semuanya bersama-sama disebut "pusat muntah." Dari sini, impuls motorik yang
menyebabkan muntah sebenarnya ditransmisikandari pusat muntah melalui jalur saraf cranial
V, VII, IX, X, dan XII ke saluranpencernaan bagian atas, melalui saraf vagal dan
simpatis ke saluran yang lebihbawah, dan melalui saraf spinalis ke diafragma dan otot perut.
Antiperistalsis. Pada tahap awal dari iritasi atau distensi berlebihan gastrointestinal,
antiperistalsis mulai terjadi, sering beberapa menit sebelum muntah terjadi. Antiperistalsis
20
berarti gerakan peristaltic kea rah atas saluran pencernaan, bukannya kea rah bawah. Hal ini
dapat dimulai sampai sejauh ileum di saluran pencernaan, dan gelombang antiperistaltic
bergerak mundur naik ke halus dengan kecepatan 2 sampai 3 cm / detik; proses ini benarbenar dapat mendorong sebagian besar isi usus halus bagian bawah kembali ke duodenum
dan lambung dalam waktu 3 sampai 5 menit. Kemudian, pada saat bagian atas dari saluran
pencernaan, terutama duodenum, menjadi sangat meregang, peregangan ini menjadi faktor
pencetus yang menimbulkan tindakan muntah yang sebenarnya.
Aksi muntah
Sekali pusat muntah telah cukup dirangsang dan timbul perilaku, efek yang pertama
adalah (1) napas dalam, (2) naiknya tulang lidah dan laring untuk menarik sfingter esofagus
bagian atas supaya terbuka, (3) penutupan glotis untuk mencegah aliran muntah memasuki
paru, dan (4) pengankatan palatum molek untuk menutup nares posterior. Kemudian datang
kontraksi diafragma yang kuat ke bawah bersama dengan kontraksi semua otot dinding
abdomen. Keadaan ini memeras perut di antara diafragma dan otot-otot abdomen,
membentuk suatu tekanan intragastrik sampaik ke batas yang tinggi. Akhirnya, sfingter
esophageal bagian bawah berelaksasi secara lengkap, membuat pengeluaran isi lambung ke
atas melalui esophagus.
Hasil pemeriksaan feses
Feses berbau busuk dapat disebabkan oleh berbagai etiologi seperti insufisiensi
pankreas, penyakit celiac, penyakit crohn, dan infeksi berbagai mikroba diantaranya Giardia
lamblia, Clostridium difficile, Escherichia coli, Shigella, dan Salmonella.
Harusnya dilakukan kultur dan uji sensitivitas untuk mengetahui lebih pasti jenis
bakteri penyebab serta sensitivitasnya terhadap obat antibiotik. Namun kebanyakan dokter
tidak melakukannya karena pertimbangan uji kultur yang memerlukan biaya pula. Seorang
dokter biasanya meresepkan obat antibiotik berdasarkan hasil anamnesis serta pemeriksaan
fisik serta melihat endemisitas suatu penyakit yang sering terjadi di daerah tersebut.
Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang adekuat dan
keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, dimana
harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak dapat minum atau yang terkena diare
hebat yang memerlukan hidrasi intavena yang membahayakan jiwa. Idealnya, cairan rehidrasi
oral harus terdiri dari 3,5 g Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium
klorida, dan 20 g glukosa per liter air. Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam
paket-paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara
komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan
sendok teh garam, sendok teh baking soda, dan 2 4 sendok makan gula per liter air. Dua
pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium.. Pasien harus minum
cairan tersebut sebanyak mungkin sejak mereka merasa haus pertama kalinya. Jika terapi intra
vena diperlukan, cairan normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer harus
diberikan dengan suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi
harus dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin,
dan penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi oral
sesegera mungkin.
Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari
badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai cara :
BD plasma, dengan memakai rumus :
Kebutuhan cairan = BD Plasma 1,025 X Berat badan (Kg) X 4 ml
0,001
Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :
- Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB
- Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB
- Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB
Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor (tabel 1)
Tabel 1. Skor Daldiyono
- rasa haus/muntah 1
- Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
- Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2
- Frekwensi Nadi> 120 x/menit 1
- kesadaran apatis 1
- Kesadaran somnolen, sopor atau koma 2
22
bermanfaat
sekali
sebagai
penghambat
kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada
pelancong, dan pasienimmunocompromised. Pemberian antibiotik secara empiris dapat
dilakukan (tabel 2), tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan berdasarkan kultur dan
resistensi kuman.
Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama
pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara
mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui
feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok
hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis
Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi
bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang
optimal.
1. Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak oleh
EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni
12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan
penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih
kontroversi.
2. Sindrom Guillain Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah merupakan
komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah infeksi C. jejuni. Dari
pasien dengan Guillain Barre, 20 40 % nya menderita infeksi C. jejuni beberapa
minggu sebelumnya. Biasanya pasien menderita kelemahan motorik dan memerlukan
ventilasi mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme dimana infeksi
menyebabkan Sindrom Guillain Barre tetap belum diketahui.
3. Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare
karenaCampylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.
Prognosis
Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan
morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan
mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalits
berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan
mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.
25
Pencegahan
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat
dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan
setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus
diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia.
Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan
perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air
yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang
keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus direbus
dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus
diperingatkan untuk tidak menelan air.
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air
rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan yang tidak
diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging
dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh
dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak
dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas dan
ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk V.
colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak
direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi
imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering
memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, tetapi hanya
memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral
telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan
efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.
Kesimpulan
Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara berkembang
maupun negara maju. Sebagian besar bersifat self limiting sehingga hanya perlu diperhatikan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan gejala diare akut karena infeksi
bakteri dapat diberikan terapi antimikrobial secara empirik, yang kemudian dapat dilanjutkan
dengan terapi spesifik sesuai dengan hasil kultur. Pengobatan simtomatik dapat diberikan
karena efektif dan cukup aman bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis diare akut
infeksi bakteri baik, dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Dengan higiene dan
sanitasi yang baik merupakan pencegahan untuk penularan diare infeksi bakteri.
26
27
parasit,
yakni:
Shigella
spp.,Salmonella
spp.,Campylobacter
spp.,Vibrio
kelompok bloody diarhea atau diare berdarah. Dalam situs WHO, definisi sederhana ini telah
digunakan pada banyak studi berbasis komunitas.
Didasarkan pada penyebabnya, yakni disentri basiler yang disebabkan oleh basil
Shigella spp. dan disentri amuba yang disebabkan oleh parasit Entamoeba histolytica. Akan
tetapi berkat perkembangan pesat pengetahuan kita tentang mikrobiologi, sindroma disentri
di atas temyata disebabkan oleh berbagai mikroba, bakteri dan parasit, yakni: Shigella
spp.,Salmonella
spp.,
Campylobacter
spp.,
Vibrio
parahaemolyticus,Ileisomonas
dapat diisolasi E. coli. Dengan begitu reaksi biokimia dan serologi dari isolat E. coil yang
cukup besar tak mungkin dilakukan secara rutin. Penentuan EIEC secara Sereny testil yaitu
dengan mempergunakan minimal dua marmut untuk tiap isolat E. coli dari satu penderita,
akan memakan biaya yang sangat besar. (Anonymous,2004)
Cara penyebaran penyakit dalam tubuh (Patogenesis) :
Transmisinya dapat melalui : fecal-oral, melalui : makanan / air yang terkontaminasi,
person-to-person contact.
Menurut bakteri yang ada,cara penyebaran penyakit ini dibagi menjadi 2:
1. Disentri basiler
Shigella dan EIEC
Dimulai dari shigela dan EIEC masuk ke dalam tubuh, kemudian membentuk
kelompok dan kolonisasi di ileum terminalis/ kolon (terutama kolon distal)
yang selanjutnya melakukan penyerangan ke sel epitel usus. Setelah berhasil,
mereka akan menggandakan diri sebanyak mungkin lalu menyebar ke intrasel
dan intersel dan memproduksi enterotoksin. Saat itu tubuh mulai diserang, dan
menyebabkan hipersekresi usus (diare cair,diare sekresi ). Pada keadaan seperti
ini,tubuh akan memproduksi eksotoksin (shiga toxin) yang berlanjut dengan
proses sitotoksik dan infiltrasi sel radang. Lalu Shigella dan EIEC akan masuk
menyerang nekrosis sel epitel mukosa,masuk ke dalam ulkus-ulkus kecil dan
menyerang eritrosit dan plasma lalu pergi keluar, yaitu ke lumen usus. Hal ini
akan menyebabkan pengeluaran tinja yang bercampur dengan darah. Tapi hal
ini tidak hanya berhenti sampai disini bakteri selanjutnya juga akan menyerang
ke lamina propia. Dan akan menjalar ke organ-organ lain di tubuh.
Salmonella
Dimulai dari masuk ke dalam tubuh, kemudian membentuk kelompok dan
kolonisasi di ileum terminalis/ kolon (terutama kolon distal) yang selanjutnya
melakukan penyerangan ke sel epitel mukosa usus dan lamina propia yang
menyebabkan infiltrasi sel-sel radang. Dan melakukan sintesis Prostaglandin
yang menghasilkan heat-labile cholera-like enterotoksin. Hal ini akan berlanjut
dengan invansi ke Plak Penyeri dan penyebaran ke KGB mesenterium yang
menyebabkan hipertrofi dan penurunan aliran darah ke mukosa. Bakteri
selanjutnya pergi ke nekrosis mukosa dan ulkuspun menggaung. Lalu
diteruskan dengan eritrosit dan plasma darah pergi ke lumen yang pada
akhirnya menyebabkan pengeluaran tinja yang bercampur darah.
31
Campylobacter jejuni
Dimulai dari masuk ke dalam tubuh, kemudian membentuk kelompok dan
kolonisasi di ileum terminalis/ kolon (terutama kolon distal) yang selanjutnya
melakukan penyerangan ke sel epitel mukosa usus dan lamina propia yang
menyebabkan infiltrasi sel-sel radang. Dan melakukan sintesis Prostaglandin
yang menghasilkan heat-labile cholera-like enterotoksin. Yang dilanjutkan
dengan adanya produksi sitotoksin di nekrosis mukosa lalu berlanjut ke ulkus.
Yang menyebabkan eritrosit dan plasma keluar ke lumen dan pengeluaran
tinja bercampur darah karena bakteri masuk ke sirkulasi (bakteremia).
2. Disentri amoeba
Dimulai dari masuk ke dalam tubuh dan membentuk histolika (trofozoit) yang
selanjutnya melakukan invansi ke sel epitel mukosa usus yang akan memproduksi
enzim histolisin di nekrosis jaringan mukosa usus. Selanjutnya akan melakukan
invasi ke jaringan submukosa. Ulkus akan dipenuhi oleh amoeba, akan melebar dan
saling berhubungan membentuk sinus-sinus submukosa. Hal ini akan menyebabkan
kerusakan permukaan absorpsi (malabsorpsi) dan naiknya masa intraluminal yang
diikuti naiknya tekanan osmotik intraluminal yang menyebabkan diare osmotik.
(Anonymous,2011)
Gejala Gejala Disentri
Gejala-gejala umum disentri antara lain adalah:
kekurangan cairan tubuh (dehidrasi). Hal tersebut tidak bisa dianggap remeh, karena
bila tidak segera diatasi dehidrasi dapat mengakibatkan kematian. Gejala lainnya yaitu
perut terasa nyeri dan mengejang. (Anonymous,2008)
Disentri basiler
Gejala yang akan dialami penderita disentri basiler adalah Diare mendadak
yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada disentri shigellosis, pada
permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam
pertama, dan setelah 12-72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan
lendir dalam tinja., Panas tinggi (39,5 40,0 C), kelihatan toksik., Muntahmuntah., Anoreksia., Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB., Kadangkadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang, sakit
kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).
Disentri amoeba
Gejala yang akan dialami penderita disentri amoeba adalah Diare disertai
darah dan lendir dalam tinja., Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada
disentri basiler (10x/hari)., Sakit perut hebat (kolik)., Gejala konstitusional
biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3 kasus).
Diagnosis Disentri
Diagnosis klinis dapat ditegakkan semata-mata dengan menemukan tinja
bercampur darah. Diagnosis etiologi biasanya sukar ditegakkan. Penegakan diagnosis
etiologi melalui gambaran klinis semata sukar, sedangkan pemeriksaan biakan tinja
untuk mengetahui agen penyebab seringkali tidak perlu dilakukan karena memakan
waktu lama (minimal 2 hari) dan umumnya gejala membaik dengan terapi antibiotika
empiris. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan tinja
Makroskopis ( suatu disentri amoeba dapat ditegakkan bila ditemukan bentuk
trofozoit dalam tinja). Selain itu dapat penderita dapat diketaui mengalami disentri
dengan adanya Benzidin test Mikroskopis ( leukosit fecal petanda adanya kolitis),
darah fecal , Biakan tinja (Media : agar MacConkey, xylose-lysine deoxycholate
(XLD) ) , Pemeriksaan darah rutin ( leukositosis (5.000 15.000 sel/mm3), kadangkadang dapat ditemukan leukopenia. (Antho,2011)
Komplikasi Akibat Disentri
1.
Dehidrasi
2.
3.
Kejang
4.
5.
6.
7.
Malnutrisi/malabsorpsi
8.
Hipoglikemia
9.
Prolapsus rectum
Perhatikan keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status gizi kurang, lakukan
pemeriksaan darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan darah) untuk
mendeteksi adanya bakteremia. Bila dicurigai adanya sepsis, berikan terapi sesuai
penatalaksanaan sepsis pada anak.Waspadai adanya syok sepsis.
2.
35
Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan darah
dalam tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari tidak
terjadi perbaikan, antibiotik harus dihentikan dan diganti dengan alternatif lain.
Terapi antiamebik diberikan dengan indikasi :
o Ditemukan
trofozoit
Entamoeba
hystolistica
dalam
pemeriksaan
mikroskopis tinja.
o Tinja berdarah menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut
(masing-masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk disentri
basiler.
Terapi yang dipilih sebagai antiamebik intestinal pada anak adalah Metronidazol
30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila disentri memang
disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan akan membaik dalam 2-3 hari terapi.
c. Sanitasi
Adalah suatu usaha kita dalam mencegah penyakit disentri. Yaitu dengan
menjaga kebersihan diri. Langkah awal yang paling sederhana adalah membiasakan
mencuci tangan sebelum makan dan mengkonsumsi makanan yang bersih dan sehat.
Dan sebaiknya kita memberitahukan anak untuk selalu mencuci tangan dengan bersih
sehabis membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.
BAB III
KESIMPULAN
Pada kasus pertama, dari hasil anamnesis seorang bayi 6 bulan dengan BAB lendir
darah tanpa ampas, perut kembung, muntah, tidak bisa kentut, serta dari pemeriksaan fisik
berupa borborigme (+), metalic sound (+), deffense muscular (-), sausage shape (+), dance
sign (+) dapat diperkirakan bahwa bayi tersebut mengalami invaginasi. Untuk mengetahui
lebih lanjut derajat serta letak invaginasi, dilakukan pemeriksaan penunjang berupa USG dan
foto polos abdomen kemudan penatalaksanaan adalah dengan operasi untuk mereposisi dari
letak organ yang bermasalah jika masih baik atau pengangkatan kemudian disambung apabila
sudah mengalami nekrosis.
Pada kasus kedua dari hasil anamnesis seorang anak 2,5 tahun dengan diare lendir
darah, muntah, feses agak busuk, demam, gizi kurang, tanpa deshidrasi, serta pemeriksaan lab
36
feses didapatkan bakteri 2+ leukosit 10/LPB, amuba (-) dapat diperkirakan bahwa penyebab
diare akut pada pasien tersebut adalah karena adanya bakteri pada saluran cerna. Untuk itu
penanganan yang tepat adalah pemberian antibiotik.
37
BAB IV
SARAN
Saran :
a. Diharapkan peserta diskusi lebih berperan aktif dalam jalannya diskusi.
b. Sebaiknya peserta diskusi lebih mendalami materi yang akan didiskuiskan terlebih
dahulu agar lebih siap dan lancar dalam diskusi tutorial.
38
DAFTAR PUSTAKA
A, alpha Fardah, Ranuh, IG. M Reza Gunadi, Sudarmo, Marto Sudarmo. 2008. Intususepsi.
www.pediatrik.com. Diunduh tanggal 28 Januari 2010.
Anonim.2015.Pengertiantenesmus.www.lwwoncology.com/Textbook/Content.aspx?
aid=12033055. Diakses tanggal 04 Mei 2015
Anonim, 2008, Emergence of Resistant Shigella
camps,http://www.who.int/disasters/repo/5830.doc.
dysentriae
in
the
IDP
Anonim.2008.Shigellosis,http://fkuii.org/tikidownload_wiki_attachment.php?
attId=971&page=Haji%20Dadang%20Erianto.
Anonim.2008.Shigella dysentriae,http://en.wikipedia.org/wiki/Shigella_dysenteriae,
Ayuw.2006.Shigellosis, http://fkuii.org/tiki-index.php?page=Shigellosis,
De Jong, Wim, Syamsuhidayat, R. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. Hal. 627-628.
Ein, S. and A. Daneman. 2003. Intussusception, Operative Pediatric Surgery. M. Zicgler, R.
Azizkhan and T. Weber. New York, Mc Graw-Hill Professional Page. 647-689.
Guyton, Arthur. C. Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC. Jakarta
Ifran, E., B. Lombay, et al. 2000. Intussusception in children. Ultrasonography in the
diagnosis and non-operative management. Pediatri Indonesia Volume 40. Hal. 1-7.
Invaginasi. 2005. www.bedahugm.net. Diunduh tanggal 28 Januari 2010.
King, L. 2001. Intussusception. E-Medicine 2 : 7. Operasi pada Invaginasi LaparatomiMilking. 2008. bedahumum.wordpress.com. Diunduh tanggal 28 Januari 2010.
Murray, K.F., dan D.L. Christie. 1998. Vomiting. Pediatrics in Review Vol. 19 No. 10.
http://pedsinreview.aappublications.org/cgi/reprint/19/10/337 (12-12-2006)
Pickering, L.K., Snyder, J.D. 2000. Ileus, Adhesi, Intususepsi, dan Obstruksi LingkarTertutup. In: Behrman, R.E., Kliegman, R.M., Arvin, Ann.M., Ilmu Kesehatan Anak
Nelson ed 15, jilid 2. Jakarta: EGC,1319-1321.
Spalding, Shaun C, Evans, Bruce. 2004. Intussusceptions. Diunduh dari www.emedmag.com
tanggal 28 Januari 2010.
Staf pengajar FKUI. 2005. Ilmu Kesehatan Anak (Edisi ketiga). Jakarta : FKUI.
39
Tomulet L. What are the causes of foul-smelling diarrhea? 2010. [series on the internet] cited
2013 December 11. Available from: http://www.livestrong.com/article/229267-whatare-the-causes-of-foul-smelling-diarrhea/
40