Trauma Pada Anak
Trauma Pada Anak
I. PENDAHULUAN
Prioritas dari penilaian dan penanganan cedera pada anak sama seperti pada
dewasa, namun harus diingat bahwa karakteristik anatomis yang unik pada anak
membutuhkan pertimbangan-pertimbangan khusus dalam penatalaksanaan secara
keseluruhan.
B. Rangka
Pada anak, kalsifikasi belum lengkap, mempunyai banyak pusat-pusat
pertumbuhan tulang yang bertumbuh akfif, serta lebih lentur. Karena itu
kerusakan organ dalam dapat ditemukan tanpa adanya kerusakan tulang yang
menutupinya (jarang terdapat fraktur iga pada anak-anak tetapi sering
ditemukan kontusio paru pada trauma tumpul toraks). Organ dalaman toraks
dapat mengalami cedera tanpa ditemukannya fraktur. Penemuan adanya fraktur
iga pada anak mengesankan adanya suatu trauma dengan energi yang besar dan
multipel (sehingga adanya cedera organ yang serius harus dicurigai).
C. Luas Permukaan Tubuh
Ratio dari luas permukaan tubuh anak terhadap isi (volume) tubuh yang
tertinggi adalah pada saat lahir dan berkurang sesuai dengan pertumbuhan anak
(konsekuensinya adalah kehilangan energi panas merupakan faktor stres yang
sangat bermakna pada anak). Kondisi hipotermia dapat terjadi dengan cepat
dan merupakan penyulit dari penanganan penderita anak dengan hipotensi.
D. Status Psikologis
Masalah penanganan psikologis dalam kasus anak yang mengalami cedera
merupakan suatu tantangan yang bermakna. Pada usia yang sangat muda,
ketidakstabilan emosional seringkali mengarah kepada kemunduran tingkah
laku psikis bilamana terdapat rasa cemas, rasa sakit atau perasaan yang
mengancam dalam lingkungan sekitar penderita tersebut. Kemampuan anak
terbatas untuk berinteraksi dengan orang-orang yang tidak dikenal di tempat
dan situasi yang asing baginya. Pembuatan anamesis dan pemeriksaan fisik,
apalagi bila menyakitkan si anak adalah sangat sukar, sehingga untuk
mendapatkan- hasil pemeriksaan yang baik seorang dokter yang menanganinya
harus mengerti keadaan tersebut dan harus dapat membujuk serta menenangkan
anak yang cedera itu.
E. Efek Jangka Panjang
Penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa 60% dari anak dengan cedera
multi organ (multi sistem) yang berat, mengalami gejala perubahan kepribadian
pada 1 tahun pertama sejak keluar dari Rumah Sakit dan 50% mengalami
kecacatan fisik dan mental (fungsi kognitif), demikian pula dengan
kemunduran dalam hubungan sosial, afektif dan daya pikir serta kemampuan
belajar.
Trauma yang terjadi pada pusat pertumbuhan tulang akan berakibat pada
kelainan pertumbuhan tulang yang bersangkutan. Bila terjadi cedera pada
tulang paha, kemungkinan adanya ketidaksesuaian panjang kaki dapat terjadi
dan menyebabkan kesukaran dalam berlari atau berjalan. Bilamana fraktur yang
terjadi mengenai pusat pertumbuhan tulang vertebra torakalis kemungkinan
dapat mengakibatkan scoliosis, kyphosis atau bahkan gibbus. Pada trauma
tumpul yang mengakibatkan cedera masif pada limpa sering diperlukan
tindakan splenectomy yang dapat mengakibatkan resiko jangka panjang
terjadinya sepsis pasca splenectomy atau bahkan kematian.
F. Alat alat
"The Broselow Pedriatic Resuscitation Measuring Tape" adalah cara yang ideal
untuk menentukan dosis obat, ukuran alat yang tepat dan secara cepat
berdasarkan berat dan panjang badan.
A. Anatomi
Makin kecil seorang anak, makin besar terdapatnya disproporsi antara ukuran
tulang kepala dengan wajah (mengakibatkan daerah daya topang daerah
belakang pharinx sebagai penyangga dibutuhkan lebih besar sesuai dengan
kekuatan fleksi pasif dari tulang leher pada occiput yang relatif lebih besar).
Sehingga jalan nafas anak dilindungi oleh posisi wajah yang agak mendongak,
yaitu : sedikit kearah atas dan depan ("sniffing position" : posisi menghirup).
Tindakan hati-hati untuk mempertahankan posisi ini pada saat melakukan
proteksi maksimal terhadap tulang leher adalah sangat penting. Jaringan lunak
didalam oropharynx bayi (ex : lidah, tonsil dll) adalah relatif lebih besar
dibandingkan dengan rongga mulut (sehingga membuat visualisasi larynx
lebih sukar).
Larynx anak-anak di dalam leher terletak lebih tinggi dan lebih ke depan,
demikian pula pita suara terletak agak lebih ke anterocaudal (saat intubasi, pita
suara ini sering sukar terlihat bilamana kepala anak dalam posisi anatomis
normal). Trachea bayi panjangya 5 cm dan akan memanjang 7 cm pada usia
18 bulan (kesalahan dalam memperkirakan panjang trachea ini dapat
mengakibatkan intubasi kearah cabang utama bronchus kanan, ventilasi yang
tidak adekuat dan atau terjadinya barotrauma pada cabang-cabang bronkus
yang bersangkutan).
B. Penanganan
Seorang anak dengan sumbatan jalan nafas yang tidak total ("partial
obstruction"), tetapi masih dapat bernafas spontan., jalan nafas harus
dioptimalkan dengan meletakkan kepala secara sniffing position" dimana
kepala anak digerakan ke arah depan atas. Jalan nafas juga dapat dibuka
dengan "chin lift" atau "jaw thrust maneuver". Setelah rongga mulut dan
oropharynx dibersihkan dari kotoran yang ada, baru diberikan oksigen. Bila
penderita dalam keadaan tidak sadar, mempertahankan jalan nafas sebaiknya
dilakukan secara mekanis.
Sebelum dicoba tindakan untuk mempertahankan jalan nafas secara mekanis,
penderita anak tersebut harus diberikan oksigen terlebih dahulu.
1. Oral Airway
Hanya digunakan bila anak dalam keadaan tidak sadar, sebab bila masih
sadar biasanya akan terjadi muntah. Tindakan pemasangan oral airway
seperti kepada penderita dewasa (dimasukkan secara terbalik kemudian
diputar 180 di dalam mulut) tidak dianjurkan penderita anak (karena
dapat mengakibatkan trauma dan atau pendarahan dari struktur jaringan
lunak oropharynx). Pemasangan alat ini sebaiknya dimasukkan langsung
ke dalam oropharynx dengan hati-hati dan gentle dan bila diperlukan dapat
dibantu dengan spatula lidah.
2. lntuhasi Orotracheal
Diindikasikan untuk cedera anak dalam situasi yang bervariasi (ex : trauma
kepala berat yang membutuhkan hyperventilasi, kondisi dimana tidak
dapat dipertahankannya jalan nafas secara adekuat atau kondisi
hypovolemik yang bermakna dimana diperlukan intervensi pembedahan).
Merupakan cara yang paling aman untuk menjamin jalan nafas dan
ventilasi anak. Tube udara tanpa balon dengan ukuran yang tepat harus
digunakan pada anak (untuk mencegah terjadinya edema subglottic
ulserasi dan disrupsi jalan nafas yang sangat rentan ini). Cincin krikoid
pada jalan nafas anak merupakan daerah yang paling sempit sehingga
menjadikannya sebagai membran atau penutup alamiah bagi tube
endotracheal. Hal tersebut diatas membuat anak - anak di bawah umur 12
tahun jarang membutuhkan tube endotracheal yang memakai balon.
3. Krikotiroidotomi
Tindakan krikotiroidotomi dengan pembedahan (surgical krikotiroidotomi)
hanya dapat dilakukan dengan aman pada anakanak diatas umur 11 tahun..
Bilamana akses jalan nafas tidak dapat dilakukan dengan ambu (bagvalve-mask) atau dengan intubasi orotracheal maka metoda terpilih adalah
krikotiroidotomi dengan jarum (Needle jet insufjlation), walaupun
demikian insuflasi ini bersifat temporer karena tidak~memberikan
ventilasi yang adekuat serta dapat menimbulkan hypercarbia yang
progresif.
algoritme 1
RAPID SEQUENCE INTUBATION (RSI)
Pra-oksigenasi
|
Atropine sulfate
0.1-0.5 mg
|
Sedasi
|
Hipovolemia
Midazolan HCL 0.1 mg/kg
(maksimum 5 mg)
Normovolemia
Thiopental sodium
4-5 mg/kg
|
Tekanan krikoid
|
Paralisis
Succinylcholine chloride
< 10 kg: 2 mg/kg
>10 kg: 1 mg/kg
|
Intubasi, periksa posisi tube
Lepas tekanan krikoid
* Diberikan sesuai dengan penilaian klinis dan tingkat keterampilan
B. Tube Torakostomi
Cedera-cedera yang mengakibatkan robekan pleura seperti (ex : hematorak,
pneumotorak ataupun kombinasi keduanya), pada awal ataupun dewasa
mempunyai kosekwensi fisiologis yang sama (cedera tersebut ditangani
dengan tindakan dekompresi pleura). Chest tube yang dipakai adalah yang
ukurannya kecil dan dimasukan ke dalam rongga dada dengan membuat
lubang saluran setelah dilakukan insisi terlebih dahulu di atas iga yang
bersangkutan (lokasi insersi chest tube sama seperti pada dewasa yaitu pada
ruang antar iga kelima di anterior dari garis midaksila).
10
B. Resusitasi Cairan
Tujuan akhir resusitasi cairan pada anak adalah dengan secepatnya mengganti
volume sirkulasi (volume darah seorang anak diperkirakan sekitar 80 mL/kg
berat badan). Saat diduga syok terjadi maka bolus cairan kristaloid yang
dihangatkan sebanyak 20 mL/kg berat badan segera diberikan (20 mL/kgberat badan bolus cairan initial ini bila dapat berada dalam rongga vaskuler
akan menggantikan 25% dari volume darah anak). Oleh karena tujuannya
adalah menggantikan kehilangan cairan intra vaskuler maka dapat
dimungkinkan untuk pemberian tiga kali bolus 20 ML/kg berat badan atau
total 60 mL/kg berat badan (untuk mencapai suatu penggantian 25% yang
hilang, aturan 3 : 1 dapat pula diterapkan pada penderita anak sebagaimana
pada penderita dewasa).
Cara yang paling mudah dan cepat untuk menentukan berat badan anak dalam
rangka perhitungan volume cairan dan obat adalah dengan "Broselow
Pedriatic Resuscitation Measuring Tape" (alat ini dengan cepat dapat
memberikan berat badan kira-kira penderita anak, frekuensi pernafasan,
volume resusitasi cairan dan variasi-variasi dari dosis obat).
Kondisi hemodinamik yang kembali normal, digambarkan dengan :
1. Penurunan frekuensi denyut jantung/nadi (<130 kali/menit dengan
perbaikan dari tanda fisiologis lain)
2. Kenaikan tekanan nadi (> 20 mm Hg)
3. Warna kulit yang kembali normal
4. Kehangatan ekstremitas yang meningkat
5. Kesadaran dan sensasi yang jelas
6. Kenaikan tekanan darah sistolik (>80 mm Hg)
7. Produksi urine 1-2 mL/kg BB/jam (sesuai umur)
Pada umumnya anak-anak mempunyai tiga respons terhadap resusitasi cairan
(kebanyakan dapat distabilisasikan hanya dengan cairan kristaloid dan tidak
memerlukan darah). Sebagian anak-anak bereaksi terhadap kristaloid serta
transfusi darah, sisanya tidak bereaksi terhadap cairan kristaloid atau hanya
berespons pada awal resusitasi saja dan selanjutnya memburuk lagi (kasus ini
adalah kasus yang mudah untuk pemberian transfusi darah serta persiapan
operasi).
11
C. Penggantian Darah
Kegagalan untuk memperbaiki abnormalitas hemodinamic setelah bolus
pertama cairan resusitasi diberikan, meningkatkan kecurigaan akan adanya
pendarahan yang masih terus berlangsung (sehingga dibutuhkan pemberian
bolus yang kedua atau bahkan ketiga secara cepat dan tepat disamping
keterlibatan seorang ahli bedah yang hadir pada waktunya). Saat dimulai
pemberian bolus cairan kristaloid ketiga atau kondisi si anak terlihat menurun,
harus segera dipertimbangkan untuk pemberian donor darah (PRBCs) sesuai
dengan golongan darahnya atau golongan O rhesus negatif sejumlah 10
mL/kg BB yang telah dihangatkan.
D. Akses Vena
Syok hipovolemik yang berat selalu terjadi sebagai akibat dari kerusakan
organ-organ intra thorakal atau intra abdominal (akses vena sebaiknya
dilakukan melalui rute vena perifer). Rute melalui vena femoralis communis
sebaiknya sedapat mungkin dihindarkan pada bayi dan anak kecuali pada
kondisi darurat (karena insidensi thrombosis vena yang tinggi dan
kemungkinan terjadinya kerusakan ekstremitas akibat ischemik atau hal-hal
lain yang dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan ekstremitas yang
bersangkutan).
Bila akses melalui kulit tidak berhasil, setelah dicoba dua kali harus segera
dipertimbangkan untuk pemberian infus melalui tulang (intraosseous infusion)
khususnya pada anak dibawah umur 6 tahun atau langsung melakukan
tindakan penyayatan vena (venous cutdown).
Lokasi-lokasi untuk akses vena pada anak :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
12
Indikasi untuk infus intraosseus hanya terbatas pada anak umur 6 tahun atau
kurang, yaitu : akses vena tidak dapat dilakukan akibat sirkulasi yang kolaps
(syok atau hipovolemik) atau percobaan pemasangan vena perifer yang gagal
dilakukan berulang kali (dua kali).
Komplikasi pemasangan infus intraosseus adalah cellulitis dan osteomyelitis
(jarang). Lokasi yang baik untuk kanulasi intraosseous ini adalah daerah tibia
proksimal dibawah tuberositas tibia (bilamana trauma terjadi pada daerah
tibia, kanulasi dapat dilakukan pada femur distal). Kanulai intraosseus tidak
boleh dilakukan dibagian distal dari daerah trauma atau patah.
E. Produksi Urine
Pengeluaran urine untuk bayi baru lahir sampai dengan umur 1 tahun adalah 2
mL/kgBB/jam, anak-anak adalah 1.5 mL/kgBB/Jam, sedangkan anak yang
lebih besar adalah 1 mL/kgBB/jam dan masa akil balig sama dengan dewasa
adalah 0,5 mL/kgBB/jam.
Urine merupakan metoda yang baik untuk mendeteksi keberhasilan resusitasi
cairan (bila volume darah sirkulasi telah pulih kembali, produksi urine
diharapkan telah kembali normal). Kateter urine sebaiknya dipasang untuk
mengukur secara tepat jumlah produksi urine (kateter urine yang dilengkapi
dengan balon tidak perlu dikembangkan pada anak dengan berat badan tidak
lebih dari 15 kg).
F. Pengaturan Panas
Adanya perbandingan yang besar dari luas permukaan tubuh terhadap masa
tubuh pada anak, meningkatkan pertukaran panas sesuai dengan suhu
lingkungan dan berefek langsung terhadap kemampuan anak untuk mengatur
suhu dalam tubuh (core temperature). Kulit yang tipis serta kurangnya
jaringan lemak bawah kulit pada anak berakibat lebih meningkatkan
kehilangan panas (secara evaporasi) dan pengeluaran kalori tubuh. Kondisi
hipotermia akan sangat mempengaruhi penderita trauma anak sehingga
refrakter terhadap pengobatan, memperpanjang waktu koagulasi dan
mempengaruhi fungsi susunan syaraf pusat.
13
tabel 1
RESPON SISTEMIK TERHADAP KEHILANGAN DARAH PADA
PENDERITA ANAK
Sistem
Jantung
SSP
Kulit
Ginjal
Kehilangan
Darah < 25%
Denyut
melemah,
Frekuensi denyut
naik
Letargi,gelisah
(irritable),
bingung
confused
Dingin,
lembab/basah
Produksi urine
turun
(minimal)
Kehilangan
Darah 25%-45%
Frekuensi denyut
Naik (HR naik)
Perubahan tingkat
kesadaran,
respons rasa sakit
Berkuran
Kebiruan,
pengisian kapiler
menurun,
ekstremitas/akral
din in
Produksi urine
minimal
Kehilangan
Darah > 45%
Hipotensi,
tachycardia
menjadi
bradycardia
Koma
Pucat, dingin
Produksi
urine O
Pada kehilangan darah 25-45% akan ditemukan respon yang berkurang terhadap
nyeri yang ditandai dengan berkurangnya rekasi penderita saat pemasangan
kateter IV.
tabel 2
FUNGSI-FUNGSI VITAL
Kelompok
Umur
Berat
badan
(kg)
0-6 bulan
Bayi
Pra sekolah
Remaja
3-6
12
16
35
Frek.
Denyut
Jantung
Imenit
180-160
160
120
100
Tek.
Darah
mm Hg
Frekuensi
Pemafasan
kalilmenit
60-80
80
90
100
60
40
30
20
Produksi
Urine
ml/kgBB/
Jam
_2
1.5
1
0.5
Pada saat pemberian 20 mL/kg berat badan yang ketiga sebaiknya dipertimbangkan
penggunaan packed red blood cells (PRBCs).
14
15
16
V. TRAUMA PERUT
A. Penilaian
Anamnesa dilakukan mengarah pada adanya rasa sakit pada perut yang
bersangkutan dan sambil melakukan pemeriksaan. yang hati-hati terhadap
tonus otot-otot perut. Palpasi yang menyakitkan pada abdomen harus
dihindari untuk mencegah ketegangan otot volunter (voluntary muscle
guarding) yang akan mengaburkan penilaian abdomen.
Pemasangan tupe sonde lambung untuk dekompresi merupakan bagian dari
fase resusitasi (pada bayi Intubasi orogastric lebih dianjurkan). Ketegangan
dinding abdomen kadang-kadang berkurang setelah distensi lambung
berkurang sehingga memungkinkan pemeriksaan yang lebih baik dan
obyektif. Pemeriksaan abdomen pada penderita yang tak sadar tidak banyak
berbeda pada anak maupun dewasa (dekompresi kandung kemih juga
mempermudah penilaian abdomen).
B. Sarana Diagnostik
1. CT Scan
CT Scan sangat berguna pada penilaian trauma abdomen dalam kondisi
penderita anak hemodinamik normal atau stabil.
Penderita trauma anak yang memerlukan CT Scan sebagai sarana
diagnostik kadang-kadang membutuhkan sedasi sehingga penderita tak
bergerak selama proses scaning berlangsung. Pemeriksaan CT Scan ini
sebaiknya dengan cara "double contrast", atau "triple contrast".
17
18
19
20
A. Penilaian
Perbedaan respon trauma kepala (pada anak dan dewasa) :
1. Hasil akhir dari penderita anak yang menderita trauma kepala berat adalah
lebih baik dari pada penderita dewasa (walaupun demikian penyembuhan
anak-anak umur kurang dari 3 tahun lebih buruk dari trauma yang sama
pada anak yang lebih tua). Anak-anak pada umumnya rentan terhadap
cedera otak sekunder yang dapat diakibatkan oleh adanya hipovolemik
dengan penurunan perfusi otak, kekurangan oksigen (hipoksia), kejangkejang atau hiperterrni. Kombinasi dari hipovolemia dan hipoksia pada
cedera otak adalah suatu hal yang sangat destruktif tetapi adanya hipotensi
akibat hipovolemik merupakan faktor resiko tunggal yang paling buruk.
Restorasi yang adekuat dan cepat agar volume sirkulasi darah kembali
normal adalah suatu keharusan dan kondisi hipoksia harus dicegah.
2. Sekalipun jarang ditemukan, pada bayi dapat terjadi hipotensi dari
perdarahan ke daerah subgaleal atau ruang epidural (hipovolemik akibat
cedera intracranial terjadi karena adanya fontanela dan sutura cranial yang
masih terbuka pada bayi). Pengobatan yang dilakukan adalah langsung
menuju kearah restorasi volume normal (cukup) sebagaimana kehilangan
darah yang mungkin terdapat pada bagian tubuh lain.
21
3. Anak yang lebih muda dengan fontanela yang masih terbuka sutura
tengkorak yang masih dapat bergerak adalah lebih toleran terhadap lesi
(masa) intracranial yang membesar (gejala-gejala dari pembesaran masa
dapat tertutup sampai terjadi kondisi dekompensasi). Oleh karena itu
seorang bayi yang tidak mengalami koma, tetapi terdapat penonjolan
fontanela atau pelebaran (diastasis) sutura tengkorak, harus diperlakukan
seperti penderita yang mengalami cedera berat.
4. Muntah-muntah dan bahkan amnesia sering terjadi setelah adanya trauma
kepala pada anak-anak (belum tentu terjadi akibat tekanan tinggi
intracranial). Walau demikian muntah yang terus menerus atau menjadi
lebih sering harus diawasi dan dibutuhkan CT Scan (dekompensasi lambung
penting karena dapat mencegah resiko aspirasi).
5. Kejang-kejang yang timbul segera setelah trauma kepala lebih sering terjadi
pada anak-anak dan biasanya akan menghilang dengan sendirinya (self
limiting). Aktifitas kejang yang berulang memerlukan pemeriksaan dengan
CT Scanning.
6. Anak-anak cenderung memiliki lebih sedikit lesi fokal dibandingkan dewasa
(tetapi pengisian tekanan intracranial terhadap pembengkakan cerebral
adalah lebih sering). Pada anak "Lucid Interval" dapat memanjang dan
tumbuhnya resusitasi yang segera dengan tujuan normalisasi volume daerah
sirkulasi adalah hal yang utama. Beberapa ahli mempunyai kekhawatiran
bahwa adanya restorasi volume sirkulasi darah justru menempatkan
penderita anak pada resiko tinggi untuk menjadikan cedera kepala yang ada
makin memburuk (the opposite is true). Kenyataan sebaliknya yang benar
bila hipovolemik tidak segera dikoreksi dengan tepat, penyembuhan cedera
kepala menjadi lebih buruk sebagai akibat dari adanya cedera otak sekunder.
7. The Glasgow Coma Scale (GCS) sangat berguna bilamana diaplikasikan
pada kelompok umur anak. Walaupun demikian komponen skor "verbal"
harus dimodifikasi untuk anak-anak kurang dari 4 tahun.
8. Karena seringkali terdapat perkembangan tekanan intracranial yang
meninggi pada anak-anak, maka monitoring tekanan intracranial harus
dilakukan secara dini pada saat resusitasi, bila ditemukan :
a. Skor GCS 8 atau skor motorik 1-2
b. Cedera multipel yang membutuhkan resusitasi cairan masif, tindakan
operasi toraks atau abdomen dengan tujuan penyelamatan jiwa
(immediate live saving) atau bilamana stabilisasi dan penilaian penderita
berlangsung lama.
22
9. Pemberian dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan dan telah
dikonsultasikan dengan ahli bedah syaraf (obat yang seringkali dipakai pada
anak dengan trauma kepala) :
a. Phenobarbital 2 - 3 mg/kgBB
b. Diazepam 0.25 mg/kg, IV pelan-pelan (bolus)
c. Phenytoin 15 - 20 /kg BB diberikan 0.5 - 1.5mg/kg BB/menit sebagai
dosis awal (loading dose), selanjutnya 4 - 7 mg/kg BB/hari sebagai dosis
pemeliharaan.
d. Manitol 0,5 - 1,0 g/kg (jarang diperlukan). Diuresis pada pemakaian
menitol dan furosemide dapat memperburuk hipovolemia dan harus
dibatasi penggunaannya pada resusitasi dini anak yang cedera kepala.
B. Penanganan
Penanganan Diffuse axonal injury pada anak :
1. Penilaian diri dan penanganan ABCDs secara cepat
2. Penanganan bedah syaraf yang tepat sejak awal pengobatan
3. Penilaian bertahap yang tepat serta penanganan cedera otak dengan
perhatian langsung terhadap pencegahan cedera otak sekunder (ex : hipoksia
dan hipoperfusi).
Intubasi endotracheal dini dengan oksigenisasi dan ventilasi yang cukup
ditujukan untuk mencegah kerusakan progresif dari sistem saraf pusat. Pada
anak yang tidak kooperatif dan atau anak dengan trauma kepala, percobaan
untuk melakukan intubasi trachea melalui oral adalah sangat sukar dan akan
meningkatkan tekanan intracranial.
4. Penilaian ulang untuk semua parameter harus sering dilakukan.
tabel 4
SKOR VERBAL ANAK
Respons Verbal
- Kata-kata yang tepatsenyum kooperatif
- Menangis (masih dapat dibujuk)
- Menangis terus menerus (non kooperatif)
- Sangat gelisah (Restless), agitasi
- Tak ada Respons
Skor-V
5
4
3
2
1
23
24
Anak-anak lebih sering mengalami cedera syaraf spinal dengan tanpa kelainan
radiologis (Spinal Cord Injury Without Radiographic Abnormality =
SCIWORA) dibandingkan dewasa (gambaran tulang belakang yang normal
ditemukan sampai dua pertiga kasus anak-anak yang menderita cedera syaraf
spinal). Karenanya bilamana cedera spinal dicurigai, berdasarkan anamesa
maupun hasil pemeriksaan neurologis, gambaran radiologis tulang belakang
yang normal tidak menyingkirkan cedera syaraf spinal yang significant.
Bilamana terdapat keraguan dari integritas tulang leher, harus selalu dianggap
terdapat cedera yang tidak stabil, pertahankan mobilisasi kepala dan leher
anak.
Cedera syaraf spinal pada anak-anak diperlukan sama sebagaimana cedera
pada dewasa (methylprednisolone harus dipakai untuk cedera tumpul syaraf
spinal dengan dosis sama seperti dewasa).
25
B. Kehilangan Darah
Perdarahan yang berhubungan dengan tulang panjang dan fraktur pelvis
secara proporsional lebih besar dari pada dewasa. Bahkan seorang anak yang
kecil dapat kehilangan darah 1-2 unit ke dalam jaringan otot paha dan terjadi
ketidakstabilan hemodinamik sebagai akibat fraktur tulang paha (femur)
C. Pertimbangan khusus pada tulang rangka yang belum berkembang
(immature skeleton)
Pemanjangan tulang sebagai tulang bru sangat tergantung dari fisis (lempeng
pertumbuhan) dekat permukaan sendi. Cedera atau gangguan pada daerah ini
sebelum fisis selesai sebagai lempeng pertumbuhan (tertutup) punya potensi
terjadi hambatan atau gangguan pertumbuhan normal ataupun perubahan
pertumbuhan tulang dengan bentuk yang tidak normal (trauma yang keras
pada daerah fisis yang sangat sukar diketahui secara radiologis, mempunyai
prognosa yang buruk). Adanya tulang yang imatur dan elastis pada anak
dapat mengakibatkan fraktur "greenstick fracture". Fraktur seperti ini adalah
fraktur yang tidak total (incomplete) dengan angulasi yang dipertahankan
oleh lapisan cortex tulang pada daerah konkaf torus atau fraktur "buckle"
yang terlihat pada anak yang lebih kecil (memperlihatkan angulasi akibat dari
impaksi cortex tulang dengan garis fraktur yang radiolusen). Fraktur
supracondylar pada siku atau lutut mempunyai resiko tinggi terhadap cedera
vascular seperti pada cedera terhadap lempeng pertumbuhan.
26
D. Prinsip lmobilisasi
Pemasangan gips (splinting) yang sederhana pada anak biasanya selalu
memadai sampai evaluasi orthopedic yang difinitif dilakukan.
Tindakan yang dicoba pada reposisi fraktur untuk mengembalikan aliran
darah sangat tepat bila diikuti dengan imobilisasi dan fiksasi sederhana atau
dengan traksi pada kulit (skin traction).
27
28
XII. RINGKASAN
Pengenalan dan penanganan trauma anak, membutuhkan keterampilan yang
sama seperti pada dewasa.
Karakteristik unik (spesifik) penderita trauma anak : anatomi saluran nafas
beserta penanganannya, kebutuhan .cairan, pengenalan adanya cedera susunan
syaraf pusat sebagaimana cedera toraks dari abdomen, diagnosis fraktur anggota
gerak dan pengenalan terhadap kemungkinan penyiksaan kekejaman pada anak.
Adalah sangat penting bahwa pada anak dengan cedera multipel, termasuk
cedera kepala secara cepat dan tepat mendapatkan resusitasi sehingga dapat
mencegah adanya hipovolemik dan cedera otak sekunder.
Keterlibatan penanganan secara dini seorang spesialis bedah umum atau
spesialis bedah anak akan sangat bermanfaat pada penanganan cedera anak.
Penanggulangan tanpa opersi (konservatif) pada cedera abdomen, harus
dilakukan hanya oleh seorang ahli bedah di suatu fasilitas yang dilengkapi
dengan semua sarana yang diperlukan untuk tindakan emergensi lebih lanjut.
tabel 5
PERLENGKAPAN PEDIATRIK
Usia,
BB(kg)
Prematur
3 kg
02 Mask
Prematur
Newborn
Airway/Breathing
Oral
BagAirway
valve
Infant
Infant
Laryngoscope
0
Straight
0-6 bin
3,5 kg
Newborn
. Infant
Small
Infant
1
Straight
6-12 bin
7 kg
Pediatric
Small
Pediatric
1
Straight
1-3 thn
10-12 kg
Pediatric
Small
Pediatric
1
Straight
4-7 thn
16-18 kg
Pediatric
Medium
Pediatric
8-10 thn
24-30 kg
Adult
Medium
Large
Pediatric
Adult
2
Straight/
curved
2-3
Straight/
curved
ET
Tube
2,5-3,0
Tanpa
cuff
3,0-3,5
Tanpa
cuff
3,5-4,0
Tanpa
cuff
4,0-4,5
Tanpa
cuff
5,0-5,5
Tanpa
cuff
5,5-6,5
cuffed
Stylet
Suction
Circulation
Cuff
IV
tensimeter
Cath
Prematur
22Newborn
gauge
Perlengkapan Tambahan
NG
Chest
Kateter
Tube
Tube
Urin
12 Fr 10-14 Fr 5 Fr
Feeding
Newborn
Infant
22gauge
12 Fr
12-18 Fr
5-8 Fr
Feeding
Infant Child
22gauge
12 Fr
14-20 Fr
8 Fr
Small
G-collar
6 Fr
6-8 Fr
6 Fr
8 Fr
6 Fr
8-10 Fr
6 Fr
10 Fr
Child
20-22
gauge
12 Fr
14-24 Fr
10 Fr
Small
14 Fr
14 Fr
Child
20gauge
12 Fr
20-32 Fr
10-12 Fr
Small
14 Fr
14 Fr.
Child Adult
18-20
gauge
12 Fr
28-38 Fr
12 Fr
Medium