Anda di halaman 1dari 29

1

TRAUMA PADA ANAK

I. PENDAHULUAN
Prioritas dari penilaian dan penanganan cedera pada anak sama seperti pada
dewasa, namun harus diingat bahwa karakteristik anatomis yang unik pada anak
membutuhkan pertimbangan-pertimbangan khusus dalam penatalaksanaan secara
keseluruhan.

A. Ukuran dan Bentuk


Karena anak mempunyai masa tubuh yang lebih kecil, energi yang dipindahkan
dari bagian kendaraan yang menabrak atau akibat jatuh menghasilkan kekuatan
yang lebih besar pada setiap satuan daerah tubuh (energi yang lebih kuat akan
dikirimkan pada tubuh yang kurang mengandung jaringan lemak dan jaringan
ikat elastis dan dekat organ-organ dalam).

B. Rangka
Pada anak, kalsifikasi belum lengkap, mempunyai banyak pusat-pusat
pertumbuhan tulang yang bertumbuh akfif, serta lebih lentur. Karena itu
kerusakan organ dalam dapat ditemukan tanpa adanya kerusakan tulang yang
menutupinya (jarang terdapat fraktur iga pada anak-anak tetapi sering
ditemukan kontusio paru pada trauma tumpul toraks). Organ dalaman toraks
dapat mengalami cedera tanpa ditemukannya fraktur. Penemuan adanya fraktur
iga pada anak mengesankan adanya suatu trauma dengan energi yang besar dan
multipel (sehingga adanya cedera organ yang serius harus dicurigai).
C. Luas Permukaan Tubuh
Ratio dari luas permukaan tubuh anak terhadap isi (volume) tubuh yang
tertinggi adalah pada saat lahir dan berkurang sesuai dengan pertumbuhan anak
(konsekuensinya adalah kehilangan energi panas merupakan faktor stres yang
sangat bermakna pada anak). Kondisi hipotermia dapat terjadi dengan cepat
dan merupakan penyulit dari penanganan penderita anak dengan hipotensi.

Created by dr. Doni Kurniawan

D. Status Psikologis
Masalah penanganan psikologis dalam kasus anak yang mengalami cedera
merupakan suatu tantangan yang bermakna. Pada usia yang sangat muda,
ketidakstabilan emosional seringkali mengarah kepada kemunduran tingkah
laku psikis bilamana terdapat rasa cemas, rasa sakit atau perasaan yang
mengancam dalam lingkungan sekitar penderita tersebut. Kemampuan anak
terbatas untuk berinteraksi dengan orang-orang yang tidak dikenal di tempat
dan situasi yang asing baginya. Pembuatan anamesis dan pemeriksaan fisik,
apalagi bila menyakitkan si anak adalah sangat sukar, sehingga untuk
mendapatkan- hasil pemeriksaan yang baik seorang dokter yang menanganinya
harus mengerti keadaan tersebut dan harus dapat membujuk serta menenangkan
anak yang cedera itu.
E. Efek Jangka Panjang
Penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa 60% dari anak dengan cedera
multi organ (multi sistem) yang berat, mengalami gejala perubahan kepribadian
pada 1 tahun pertama sejak keluar dari Rumah Sakit dan 50% mengalami
kecacatan fisik dan mental (fungsi kognitif), demikian pula dengan
kemunduran dalam hubungan sosial, afektif dan daya pikir serta kemampuan
belajar.
Trauma yang terjadi pada pusat pertumbuhan tulang akan berakibat pada
kelainan pertumbuhan tulang yang bersangkutan. Bila terjadi cedera pada
tulang paha, kemungkinan adanya ketidaksesuaian panjang kaki dapat terjadi
dan menyebabkan kesukaran dalam berlari atau berjalan. Bilamana fraktur yang
terjadi mengenai pusat pertumbuhan tulang vertebra torakalis kemungkinan
dapat mengakibatkan scoliosis, kyphosis atau bahkan gibbus. Pada trauma
tumpul yang mengakibatkan cedera masif pada limpa sering diperlukan
tindakan splenectomy yang dapat mengakibatkan resiko jangka panjang
terjadinya sepsis pasca splenectomy atau bahkan kematian.

F. Alat alat
"The Broselow Pedriatic Resuscitation Measuring Tape" adalah cara yang ideal
untuk menentukan dosis obat, ukuran alat yang tepat dan secara cepat
berdasarkan berat dan panjang badan.

Created by dr. Doni Kurniawan

II. AIRWAY (EVALUASI DAN PENANGANAN)


"A" dari ABCDEs pada Initial Assessment anak sama seperti dewasa
(pemeliharaan jalan napas yang baik dalam rangka mencukupi oksigenasi
merupakan tujuan utama). Ketidak-mampuan dalam memperbaiki dan atau
menjaga jalan napas yang baik dengan kegagalan oksigenasi dan ventilasi adalah
penyebab utama yang tersering dari henti jantung cardiac arrest pada anak (oleh
karena itu jalan napas pada anak merupakan prioritas utama).

A. Anatomi
Makin kecil seorang anak, makin besar terdapatnya disproporsi antara ukuran
tulang kepala dengan wajah (mengakibatkan daerah daya topang daerah
belakang pharinx sebagai penyangga dibutuhkan lebih besar sesuai dengan
kekuatan fleksi pasif dari tulang leher pada occiput yang relatif lebih besar).
Sehingga jalan nafas anak dilindungi oleh posisi wajah yang agak mendongak,
yaitu : sedikit kearah atas dan depan ("sniffing position" : posisi menghirup).
Tindakan hati-hati untuk mempertahankan posisi ini pada saat melakukan
proteksi maksimal terhadap tulang leher adalah sangat penting. Jaringan lunak
didalam oropharynx bayi (ex : lidah, tonsil dll) adalah relatif lebih besar
dibandingkan dengan rongga mulut (sehingga membuat visualisasi larynx
lebih sukar).
Larynx anak-anak di dalam leher terletak lebih tinggi dan lebih ke depan,
demikian pula pita suara terletak agak lebih ke anterocaudal (saat intubasi, pita
suara ini sering sukar terlihat bilamana kepala anak dalam posisi anatomis
normal). Trachea bayi panjangya 5 cm dan akan memanjang 7 cm pada usia
18 bulan (kesalahan dalam memperkirakan panjang trachea ini dapat
mengakibatkan intubasi kearah cabang utama bronchus kanan, ventilasi yang
tidak adekuat dan atau terjadinya barotrauma pada cabang-cabang bronkus
yang bersangkutan).

Created by dr. Doni Kurniawan

B. Penanganan
Seorang anak dengan sumbatan jalan nafas yang tidak total ("partial
obstruction"), tetapi masih dapat bernafas spontan., jalan nafas harus
dioptimalkan dengan meletakkan kepala secara sniffing position" dimana
kepala anak digerakan ke arah depan atas. Jalan nafas juga dapat dibuka
dengan "chin lift" atau "jaw thrust maneuver". Setelah rongga mulut dan
oropharynx dibersihkan dari kotoran yang ada, baru diberikan oksigen. Bila
penderita dalam keadaan tidak sadar, mempertahankan jalan nafas sebaiknya
dilakukan secara mekanis.
Sebelum dicoba tindakan untuk mempertahankan jalan nafas secara mekanis,
penderita anak tersebut harus diberikan oksigen terlebih dahulu.
1. Oral Airway
Hanya digunakan bila anak dalam keadaan tidak sadar, sebab bila masih
sadar biasanya akan terjadi muntah. Tindakan pemasangan oral airway
seperti kepada penderita dewasa (dimasukkan secara terbalik kemudian
diputar 180 di dalam mulut) tidak dianjurkan penderita anak (karena
dapat mengakibatkan trauma dan atau pendarahan dari struktur jaringan
lunak oropharynx). Pemasangan alat ini sebaiknya dimasukkan langsung
ke dalam oropharynx dengan hati-hati dan gentle dan bila diperlukan dapat
dibantu dengan spatula lidah.
2. lntuhasi Orotracheal
Diindikasikan untuk cedera anak dalam situasi yang bervariasi (ex : trauma
kepala berat yang membutuhkan hyperventilasi, kondisi dimana tidak
dapat dipertahankannya jalan nafas secara adekuat atau kondisi
hypovolemik yang bermakna dimana diperlukan intervensi pembedahan).
Merupakan cara yang paling aman untuk menjamin jalan nafas dan
ventilasi anak. Tube udara tanpa balon dengan ukuran yang tepat harus
digunakan pada anak (untuk mencegah terjadinya edema subglottic
ulserasi dan disrupsi jalan nafas yang sangat rentan ini). Cincin krikoid
pada jalan nafas anak merupakan daerah yang paling sempit sehingga
menjadikannya sebagai membran atau penutup alamiah bagi tube
endotracheal. Hal tersebut diatas membuat anak - anak di bawah umur 12
tahun jarang membutuhkan tube endotracheal yang memakai balon.

Created by dr. Doni Kurniawan

Tehnik sederhana untuk menentukan ukuran tube endotracheal bagi anak


yang bersangkutan adalah sesuai dengan diameter jari kelingkingnya.
Kebanyakan pusat trauma menggunakan protokol untuk intubasi
emergensi yang dikenal sebagai "Rapid Sequence Intubation" (RSI),
dimana harus diperhatikan dan dicatat mengenai berat badan, tanda-tanda
vital (nadi dan tekanan darah) dan derajat kesadaran untuk memilih jalur
"algorithm" mana yang akan dipilih sesuai protokol tersebut.
Penderita yang memerlukan tindakan intubasi harus selalu dilakukan preoksigenisasi terlebih dahulu (harus diberi sulfas atropin untuk menjadikan
atau memastikan denyut jantung tetap fungsi untuk menjamin "cardiac output" yang adekuat pada anak tersebut), selanjutnya diberikan sedasi sesuai
dengan kondisi anak. Untuk yang tekanan darahnya normal diberikan
thiopental dan yang menurun diberikan midazolam (antidotum spesifik
untuk midazolam adalah flumazenil yang harus selalu tersedia). Setelah
sedasi dilakukan tekanan pada krikoid untuk mencegah aspirasi gaster dan
diikuti dengan pemberian paralitika ("Short-acting paralysis agent") seperti
succinylcholine (succinylcholine mempunyai onset yang cepat dan durasi
yang pendek serta merupakan obat terpilih yang cukup aman), bila
diperlukan periode paralisa yang lebih lama (ex : diperlukan pemeriksaan
CT scan), dan untuk evaluasi lebih lanjut dapat diberikan Vecuronium.
Setelah tube endotracheal terpasang posisinya harus diperiksa, tekanan
krikoid baru dilepaskan bila posisi tube diyakini baik. Bilamana
pemasangan tube endotracheal tak dapat dilakukan, setelah diberikan
paralitika, penderita harus diherikan ventilasi dengan ambu ("bag-valvemaskdevice") sampai jalan nafas definitif telah dilakukan.
Intubasi Orotacheal dengan mobilisasi dan proteksi terhadap tulang
leher adalah metoda yang sangat dianjurkan untuk memperoleh jalan
nafas yang terkontrol.
Intubasi Nasotracheal tidak boleh dilakukan pada anak-anak dibawah umur
12 tahun karena tindakan ini dilakukan secara membuta ("blind passage")
melalui rute bersudut sempit dan nasopharynx kearah anterosuperior
glottis yang cukup sulit, sehingga mempunyai resiko menembus kearah
cranial ("false route") atau kerusakan jaringan lunak nasopharyngeal. .
Setelah glotis terbuka, tube endotracheal diletakkan pada jarak 2-3 cm di
bawah pita suara. Auskultasi dilakukan pada kedua hemitoraks di daerah
axilla untuk meyakinkan tube telah terletak pada posisi yang tepat dan
kedua sisi dada (paru) mendapat ventilasi yang adekuat (tidak masuk ke
cabang utama brochus kanan). Bila meragukan dapat dilakukan
pemeriksaan rontgen foto dada untuk meyakinkan posisi tube. Harus
diingat bahwa setiap pergerakan kepala dapat mengakibatkan pemutaran
Created by dr. Doni Kurniawan

posisi tube endotracheal. Suara pernafasan harus selalu dievaluasi secara


periodik untuk meyakinkan bahwa tube tetap dalam posisi yang sempurna
dan untuk identifikasi kemungkinan adanya disfungsi ventilasi.

3. Krikotiroidotomi
Tindakan krikotiroidotomi dengan pembedahan (surgical krikotiroidotomi)
hanya dapat dilakukan dengan aman pada anakanak diatas umur 11 tahun..
Bilamana akses jalan nafas tidak dapat dilakukan dengan ambu (bagvalve-mask) atau dengan intubasi orotracheal maka metoda terpilih adalah
krikotiroidotomi dengan jarum (Needle jet insufjlation), walaupun
demikian insuflasi ini bersifat temporer karena tidak~memberikan
ventilasi yang adekuat serta dapat menimbulkan hypercarbia yang
progresif.

Created by dr. Doni Kurniawan

algoritme 1
RAPID SEQUENCE INTUBATION (RSI)
Pra-oksigenasi
|
Atropine sulfate
0.1-0.5 mg
|
Sedasi
|
Hipovolemia
Midazolan HCL 0.1 mg/kg
(maksimum 5 mg)

Normovolemia
Thiopental sodium
4-5 mg/kg
|

Tekanan krikoid
|
Paralisis
Succinylcholine chloride
< 10 kg: 2 mg/kg
>10 kg: 1 mg/kg
|
Intubasi, periksa posisi tube
Lepas tekanan krikoid
* Diberikan sesuai dengan penilaian klinis dan tingkat keterampilan

Created by dr. Doni Kurniawan

III. PERNAFASAN/BREATHING (EVALUASI DAN PENANGANAN)


A. Pernafasan dan Ventilasi
Bayi mempunyai frekuensi 40 sampai 60 kali per menit sedangkan pada anak
yang lebih besar sekitar 20 kali per menit. Tidal Volumes bervariasi dari 710mL/kg untuk bayi dan anak.
Hipoventilasi adalah penyebab tersering dari "cardiac arrest" pada anak.
Walaupun demikian sebelum terjadi "cardiac arrest", hypoventilasi
menyebabkan respirasi asidosis yang merupakan kelainan keseimbangan asam
basa tersering yang terjadi selama resusitasi pada penderita trauma anak.
Dengan ventilasi dan perfusi yang adekuat, penderita anak akan mempunyai
kemampuan untuk mempertahankan PH yang relatif normal.
Perhatian : Ventilasi dan perfusi yang tidak adekuat pada saat
pemberian sodium bicarbonat sebagai usaha untuk koreksi asidosis,
malahan berakibat hypercarbia serta memperburuk asidosis.

B. Tube Torakostomi
Cedera-cedera yang mengakibatkan robekan pleura seperti (ex : hematorak,
pneumotorak ataupun kombinasi keduanya), pada awal ataupun dewasa
mempunyai kosekwensi fisiologis yang sama (cedera tersebut ditangani
dengan tindakan dekompresi pleura). Chest tube yang dipakai adalah yang
ukurannya kecil dan dimasukan ke dalam rongga dada dengan membuat
lubang saluran setelah dilakukan insisi terlebih dahulu di atas iga yang
bersangkutan (lokasi insersi chest tube sama seperti pada dewasa yaitu pada
ruang antar iga kelima di anterior dari garis midaksila).

Created by dr. Doni Kurniawan

IV. SIRKULASI DAN SYOK (EVALUASI DAN PENANGANAN)


A. Pengenalan
Denyut jantung yang cepat serta perfusi kulit yang buruk kadang-kadang
merupakan satu-satunya tanda untuk mengetahui dengan cepat adanya
hipovolemik dimana diperlukan resusitasi dini dengan cairan kristaloid
(adanya kehilangan 25% dari volume darah baru dapat memberikan tandatanda yang normal terjadinya syok).
Respon utama kondisi hipovolernik pada anak adalah tachycardia (walau
demikian harus diperhatikan kemungkinan lain bilamana monitoring hanya
berdasarkan denyut jantung, karena tachycardia dapat pula diakibatkan oleh
adanya rasa sakit, rasa takut dan stres psikis), penurunan tekanan nadi yang
kurang dari 20 mm Hg, kulit basah, ekstremitas yang dingin dari pada tubuh
dan penurunan tingkat kesadaran yang disertai penurunan respon rasa sakit.
Penurunan tekanan darah dan tanda lain dari kekurangan perfusi jaringan
adalah produksi urin, harus dimonitor secara ketat namun hal-hal tersebut
biasanya timbul setelah adanya tachycardia, kulit basah (keingat dingin) dan
penurunan tekanan nadi.
Tekanan darah pada anak sistolik : 80 mm Hg ditambah (2 kali umur dalam
tahun), sedangkan diastoliknya : dua pertiga dari tekanan sistolik. Hipotensi
yang terjadi pada anak, menggambarkan keadaan syok yang yang tak
terkompensasi sebagai akibat pendarahan yang hebat yang lebih dari 45%
volume darah sirkulasi. Perubahan tachycardia menjadi bradycardia kadangkadang menyertai kondisi hipotensi ini dan perubahan ini dapat terjadi secara
mendadak pada penderita bayi (perubahan fisiologis tersebut harus segera
ditangani dengan pemberian infus yang segera baik kristaloid maupun darah).

Created by dr. Doni Kurniawan

10

B. Resusitasi Cairan
Tujuan akhir resusitasi cairan pada anak adalah dengan secepatnya mengganti
volume sirkulasi (volume darah seorang anak diperkirakan sekitar 80 mL/kg
berat badan). Saat diduga syok terjadi maka bolus cairan kristaloid yang
dihangatkan sebanyak 20 mL/kg berat badan segera diberikan (20 mL/kgberat badan bolus cairan initial ini bila dapat berada dalam rongga vaskuler
akan menggantikan 25% dari volume darah anak). Oleh karena tujuannya
adalah menggantikan kehilangan cairan intra vaskuler maka dapat
dimungkinkan untuk pemberian tiga kali bolus 20 ML/kg berat badan atau
total 60 mL/kg berat badan (untuk mencapai suatu penggantian 25% yang
hilang, aturan 3 : 1 dapat pula diterapkan pada penderita anak sebagaimana
pada penderita dewasa).
Cara yang paling mudah dan cepat untuk menentukan berat badan anak dalam
rangka perhitungan volume cairan dan obat adalah dengan "Broselow
Pedriatic Resuscitation Measuring Tape" (alat ini dengan cepat dapat
memberikan berat badan kira-kira penderita anak, frekuensi pernafasan,
volume resusitasi cairan dan variasi-variasi dari dosis obat).
Kondisi hemodinamik yang kembali normal, digambarkan dengan :
1. Penurunan frekuensi denyut jantung/nadi (<130 kali/menit dengan
perbaikan dari tanda fisiologis lain)
2. Kenaikan tekanan nadi (> 20 mm Hg)
3. Warna kulit yang kembali normal
4. Kehangatan ekstremitas yang meningkat
5. Kesadaran dan sensasi yang jelas
6. Kenaikan tekanan darah sistolik (>80 mm Hg)
7. Produksi urine 1-2 mL/kg BB/jam (sesuai umur)
Pada umumnya anak-anak mempunyai tiga respons terhadap resusitasi cairan
(kebanyakan dapat distabilisasikan hanya dengan cairan kristaloid dan tidak
memerlukan darah). Sebagian anak-anak bereaksi terhadap kristaloid serta
transfusi darah, sisanya tidak bereaksi terhadap cairan kristaloid atau hanya
berespons pada awal resusitasi saja dan selanjutnya memburuk lagi (kasus ini
adalah kasus yang mudah untuk pemberian transfusi darah serta persiapan
operasi).

Created by dr. Doni Kurniawan

11

C. Penggantian Darah
Kegagalan untuk memperbaiki abnormalitas hemodinamic setelah bolus
pertama cairan resusitasi diberikan, meningkatkan kecurigaan akan adanya
pendarahan yang masih terus berlangsung (sehingga dibutuhkan pemberian
bolus yang kedua atau bahkan ketiga secara cepat dan tepat disamping
keterlibatan seorang ahli bedah yang hadir pada waktunya). Saat dimulai
pemberian bolus cairan kristaloid ketiga atau kondisi si anak terlihat menurun,
harus segera dipertimbangkan untuk pemberian donor darah (PRBCs) sesuai
dengan golongan darahnya atau golongan O rhesus negatif sejumlah 10
mL/kg BB yang telah dihangatkan.
D. Akses Vena
Syok hipovolemik yang berat selalu terjadi sebagai akibat dari kerusakan
organ-organ intra thorakal atau intra abdominal (akses vena sebaiknya
dilakukan melalui rute vena perifer). Rute melalui vena femoralis communis
sebaiknya sedapat mungkin dihindarkan pada bayi dan anak kecuali pada
kondisi darurat (karena insidensi thrombosis vena yang tinggi dan
kemungkinan terjadinya kerusakan ekstremitas akibat ischemik atau hal-hal
lain yang dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan ekstremitas yang
bersangkutan).
Bila akses melalui kulit tidak berhasil, setelah dicoba dua kali harus segera
dipertimbangkan untuk pemberian infus melalui tulang (intraosseous infusion)
khususnya pada anak dibawah umur 6 tahun atau langsung melakukan
tindakan penyayatan vena (venous cutdown).
Lokasi-lokasi untuk akses vena pada anak :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Melalui kulit : vena perifer (dua kali percobaan pemasangan)


Melalui Tulang (pada anak 6 tahun)
Penyayatan vena (Vena Saphena pada pergelangan kaki)
Vena Femoralis
Vena Subclavia
Vena Jugularis Eksternal (jangan digunakan bila terpasans servical collar)
Vena Jugularis Internal

Created by dr. Doni Kurniawan

12

Indikasi untuk infus intraosseus hanya terbatas pada anak umur 6 tahun atau
kurang, yaitu : akses vena tidak dapat dilakukan akibat sirkulasi yang kolaps
(syok atau hipovolemik) atau percobaan pemasangan vena perifer yang gagal
dilakukan berulang kali (dua kali).
Komplikasi pemasangan infus intraosseus adalah cellulitis dan osteomyelitis
(jarang). Lokasi yang baik untuk kanulasi intraosseous ini adalah daerah tibia
proksimal dibawah tuberositas tibia (bilamana trauma terjadi pada daerah
tibia, kanulasi dapat dilakukan pada femur distal). Kanulai intraosseus tidak
boleh dilakukan dibagian distal dari daerah trauma atau patah.

E. Produksi Urine
Pengeluaran urine untuk bayi baru lahir sampai dengan umur 1 tahun adalah 2
mL/kgBB/jam, anak-anak adalah 1.5 mL/kgBB/Jam, sedangkan anak yang
lebih besar adalah 1 mL/kgBB/jam dan masa akil balig sama dengan dewasa
adalah 0,5 mL/kgBB/jam.
Urine merupakan metoda yang baik untuk mendeteksi keberhasilan resusitasi
cairan (bila volume darah sirkulasi telah pulih kembali, produksi urine
diharapkan telah kembali normal). Kateter urine sebaiknya dipasang untuk
mengukur secara tepat jumlah produksi urine (kateter urine yang dilengkapi
dengan balon tidak perlu dikembangkan pada anak dengan berat badan tidak
lebih dari 15 kg).

F. Pengaturan Panas
Adanya perbandingan yang besar dari luas permukaan tubuh terhadap masa
tubuh pada anak, meningkatkan pertukaran panas sesuai dengan suhu
lingkungan dan berefek langsung terhadap kemampuan anak untuk mengatur
suhu dalam tubuh (core temperature). Kulit yang tipis serta kurangnya
jaringan lemak bawah kulit pada anak berakibat lebih meningkatkan
kehilangan panas (secara evaporasi) dan pengeluaran kalori tubuh. Kondisi
hipotermia akan sangat mempengaruhi penderita trauma anak sehingga
refrakter terhadap pengobatan, memperpanjang waktu koagulasi dan
mempengaruhi fungsi susunan syaraf pusat.

Created by dr. Doni Kurniawan

13

tabel 1
RESPON SISTEMIK TERHADAP KEHILANGAN DARAH PADA
PENDERITA ANAK
Sistem
Jantung

SSP

Kulit

Ginjal

Kehilangan
Darah < 25%
Denyut
melemah,
Frekuensi denyut
naik
Letargi,gelisah
(irritable),
bingung
confused
Dingin,
lembab/basah

Produksi urine
turun
(minimal)

Kehilangan
Darah 25%-45%
Frekuensi denyut
Naik (HR naik)
Perubahan tingkat
kesadaran,
respons rasa sakit
Berkuran
Kebiruan,
pengisian kapiler
menurun,
ekstremitas/akral
din in
Produksi urine
minimal

Kehilangan
Darah > 45%
Hipotensi,
tachycardia
menjadi
bradycardia
Koma

Pucat, dingin

Produksi
urine O

Pada kehilangan darah 25-45% akan ditemukan respon yang berkurang terhadap
nyeri yang ditandai dengan berkurangnya rekasi penderita saat pemasangan
kateter IV.
tabel 2
FUNGSI-FUNGSI VITAL

Kelompok
Umur

Berat
badan
(kg)

0-6 bulan
Bayi
Pra sekolah
Remaja

3-6
12
16
35

Frek.
Denyut
Jantung
Imenit
180-160
160
120
100

Tek.
Darah
mm Hg

Frekuensi
Pemafasan
kalilmenit

60-80
80
90
100

60
40
30
20

Produksi
Urine
ml/kgBB/
Jam
_2
1.5
1
0.5

Pada saat pemberian 20 mL/kg berat badan yang ketiga sebaiknya dipertimbangkan
penggunaan packed red blood cells (PRBCs).

Created by dr. Doni Kurniawan

14

Created by dr. Doni Kurniawan

15

IV. TRAUMA DADA


Kejadian trauma dada pada anak kebanyakan adalah akibat trauma tumpul pada
kecelakaan kendaraan bermotor (kondisi elastis dan lemahnya dinding dada anak
memungkinkan transmisi kekuatan trauma dari tulang-tulang dada ke arah paru-paru dan mengakibatkan cedera jaringan paru-paru tersebut).
Patah tulang iga pada anak adalah jarang, tetapi bila terdapat patah tulang iga
berarti kekuatan yang dibutuhkan untuk mematahkan tulang tersebut lebih besar
dari pada dewasa sehingga disimpulkan bahwa kekuatan trauma yang didapat
adalah sangat besar (kondisi dinding dada seperti diatas menyebabkan frekuensi
yang tinggi terjadinya kontusio paru pada anak).
Cedera yang spesifik yang disebabkan trauma dada pada anak adalah identik
dengan dewasa walaupun akibat-akibat yang ditimbulkannya terdapat sedikit
perbedaan. Thoracotomy pada umumnya jarang diperlukan pada anak.
Mobilitas dari struktur mediastinum membuat penderita anak lebih sensitif
terhadap "tension pneumotoraks" dan "flail chest" (segmental).
Kelenturan dinding dada meningkatkan frekuensi kontusio paru dari pendarahan
intrapulmoner (parenchymal) dengan tanpa adanya bukti kejadian patah tulang.
Ruptur diaphragma, transeksi aorta, robekan cabang tracheobronchial, "flail
chest" dan kondisi jantung jarang ditemukan pada anak (bila hal-hal tersebut
ditemukan tindakan penanganan sama seperti pada dewasa).

Created by dr. Doni Kurniawan

16

V. TRAUMA PERUT
A. Penilaian
Anamnesa dilakukan mengarah pada adanya rasa sakit pada perut yang
bersangkutan dan sambil melakukan pemeriksaan. yang hati-hati terhadap
tonus otot-otot perut. Palpasi yang menyakitkan pada abdomen harus
dihindari untuk mencegah ketegangan otot volunter (voluntary muscle
guarding) yang akan mengaburkan penilaian abdomen.
Pemasangan tupe sonde lambung untuk dekompresi merupakan bagian dari
fase resusitasi (pada bayi Intubasi orogastric lebih dianjurkan). Ketegangan
dinding abdomen kadang-kadang berkurang setelah distensi lambung
berkurang sehingga memungkinkan pemeriksaan yang lebih baik dan
obyektif. Pemeriksaan abdomen pada penderita yang tak sadar tidak banyak
berbeda pada anak maupun dewasa (dekompresi kandung kemih juga
mempermudah penilaian abdomen).

B. Sarana Diagnostik
1. CT Scan
CT Scan sangat berguna pada penilaian trauma abdomen dalam kondisi
penderita anak hemodinamik normal atau stabil.
Penderita trauma anak yang memerlukan CT Scan sebagai sarana
diagnostik kadang-kadang membutuhkan sedasi sehingga penderita tak
bergerak selama proses scaning berlangsung. Pemeriksaan CT Scan ini
sebaiknya dengan cara "double contrast", atau "triple contrast".

2. Lavase peritoneal (diagnostic Peritoneal Lavage = DPL)


DPL dilakukan untuk mendeteksi perdarahan intra abdomen pada keadaan
hemodinamik anak tidak normal (sangat berguna pada anak yang akan
segera dikirim kekamar operasi untuk tindakan bedah).
Cairan ringer laktat yang dihangatkan 10 mL/kgBB (sampai dengan 1000
mL) dimasukan kedalam rongga peritoneum selama lebih dari 10 menit
(karena dinding perut anak relatif lebih tipis dibanding dewasa, sehingga
penetrasi kedalam rongga periteneum yang tidak hati-hati dapat

Created by dr. Doni Kurniawan

17

mengakibatkan cedera iatrogenik terhadap organ-organ intra abdomen


sekalipun dilakukan secara tehnik terbuka).
DPL mempunyai kegunaan hanya mendiagnosis adanya cedera dari organorgan intra peritoneal (organ-organ retroperitoneal tidak dapat dievaluasi
dengan teknik ini). Interpretasi lavase yang prinsipnya adalah sama pada
anak maupun dewasa (aspirasi cairan yang mengandung darah melalui
insersi "kateter yang kurang dari 100.000 sel darah merah/mm 3 pada
lavase menunjukan penemuan yang positif).
Indikasi yang mutlak untuk dilakukan laparotomi adalah bila ditemukan
adanya leukositosis, feses, sisa-sisa makanan dan atau cairan empedu pada
cairan lavase tersebut.
3. Ultrasonografi
Pemakaian USG pada dewasa memberikan informasi akurat adanya
perdarahan intra abdomen demikian pula hal yang sama dapat diharapkan
pada anak.
4. Perbandingan antara CT Scan USG - DPL
Perangkat tambahan untuk evaluasi dan resusitasi pada penderita cedera
anak adalah tergantung dari kemampuan untuk menormalisir
hemodinamiknya pada saat pemeriksaan awal (Primary Survey). Setelah
pemeriksaan pertama dan kedua (Secondary Survey) diselesaikan dan
hemodinamik anak menjadi normal, abdomen yang bersangkutan dapat
dievaluasi lebih lanjut dengan pemeriksaan CT Scan dengan kontras.
Bila hemodinamik tidak normal dan operasi segera diperlukan (ex L
operasi orthopaedi atau bedah syaraf) atau terdapat kondisi dimana
diperlukan pengawasan yang ketat terus menerus atau pemeriksaan CT
Scan diperkirakan akan memperlambat tindakan yang akan dilakukan,
maka DPL atau USG merupakan sarana diagnostik yang berguna. Bila
pada saat tindakan pengobatan atau tes diagnostik penderita ini mengalami
penurunan keadaan umum, maka sumber perdarahan yang teridentifikasi
harus segera dilakukan koreksi dengan pembedahan (DPL juga merupakan
tehnik diagnostik yang berguna pada anak yang kondisi hemodinamiknya
tidak dapat dinormalkan dimana segera dibutuhkan intervensi bedah untuk
mengontrol pendarahan).

Created by dr. Doni Kurniawan

18

C. Penanganan Non Operatif


Penanganan Konservatif secara selektif pada anak-anak dengan trauma
tumpul abdomen dilakukan pada banyak pusat penanggulangan trauma..
Ditemukannya darah intraperitoneal pada CT Scan, DPL atau USG tidak
mutlak harus dilakukan laparatomi (telah dibuktikan bahwa perdarahan yang
berasal dari cedera limpa, hati dan ginjal pada umumnya dapat berhenti
dengan sendirinya). Demikian pula pada DPL yang positif ditemukan darah
saja, hal ini bukan merupakan keharusan untuk melakukan laparatomi pada
anak (dimana kondisi hemodinamik yang semula tidak normal menjadi
normal dengan resusitasi cairan). Bila kondisi hemodinamik tidak dapat
dinormalisisr dan prosedur diagnostik yang dilakukan positif terdapat darah,
maka laparatomi untuk menghentikan perdarahan merupakan indikasi.
Bilamana keputusan tindakan konservatif telah dipilih sebagai pengobatan
maka penderita harus ditangani pada fasilitas yang mempunyai kemampuan
perawatan intensif anak dan di bawah pengawasan seorang spesialis bedah
yang berpengalaman, pengawasan tanda-tanda vital yang ketat dan
tersedianya kesiapan kamar operasi bila sewaktu-waktu diperlukan.

D. Cedera Organ (intra abdomen) yang spesifik


Hematoma duodenum yang terjadi adalah sebagai akibat kombinasi dari tonus
otot abdomen yang belum berkembang dan stang sepeda atau akibat hantaman
siku anak tersebut di daerah kanan atas abdomen. Cedera semacam ini
seringkali dapat ditangani tanpa operasi (konservatif) dengan pemasangan
sonde lambung (nasogastric decompression) dan nutrisi parenteral (demikian
pula dengan trauma tumpul pankreas dilakukan penanganan yang sama).
Perforasi usus halus pada atau dekat Treitz lebih sering didapat pada anak dari
pada dewasa, demikian pula dengan cedera mesenterium atau cedera avulsi
usus halus. Cedera khusus ini seringkali didiagnosis terlambat sehubungan
dengan gejala awal yang tidak jelas dan mempunyai potensi untuk terjadi
perforasi kemudian (late perforation).
Robekan kandung kemih pada anak ditemukan lebih banyak dari pada dewasa
(karena kedangkalan pelvis anak). Trauma tajam/tembus atau (straddle
injures) terjadi bila penderita anak jatuh diatas pagar atau kadang -kadang
diakibatkan oleh cedera intra peritoneal karena jarak yang tipis antara
peritoneum atau perineum. "Robekan organ berlumen intra abdomen (hollow
viscus) diperlukan intervensi bedah yang segera".
Anak-anak yang berkendaraan dan memakai ikat kursi (seat belt) yang hanya
mempunyai dua titik fiksasi (lap belt) mempunyai resiko sendiri untuk
Created by dr. Doni Kurniawan

19

terjadinya cedera usus (enteric disruption) khususnya bila mengalami


mekanisme disrupsi flexi (Chance) patah tulang belakang bagian lumbal
setiap penderita yang mengalami mekanisme trauma tersebut dan mendapat
gejala klinis tersebut harus difikirkan adanya potensi mengalami cedera sistem
gastrointestinal (sampai dapat dibuktikan bahwa cedera tidak ada).
Limpa, hati dan ginjal anak yang mengalami trauma, seringkali mengalami
cedera akibat benda tumpul. Walau demikian adalah jarang cedera organorgan tersebut memerlukan tindakan operatif (sesuai dengan kenyataan
jarangnya pemberian tranfusi darah pada kondisi bilamana terjadi cedera pada
organ-organ tersebut). Seringkali penderita trauma anak yang dibawa ke unit
gawat darurat yang semula kondisi hemodinamiknya tidak normal, setelah
dilakukan resusitasi cairan kristaloid ternyata hemodinamiknya kembali
normal. Penderita anak tersebut harus dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan
CT Scan sebagai konfirmasi bilamana diagnosis menyatakan kemungkinan
adanya cedera pada hati, limpa ataupun ginjal, dan harus segera dirawat serta
ditempatkan pada ruang rawat intensif (ICU) untuk pengawasan yang ketat
dan terus menerus.

Created by dr. Doni Kurniawan

20

VII. TRAUMA KEPALA


Data yang didapat dari catatan trauma anak nasional (National Pedriatic Trauma
Registry) mengemukakan bahwa pemahaman adanya interaksi antara susunan
syaraf pusat dan cedera tengkorak luar (extracranial) menunjukkan bahwa
hipotensi dan hipoksia akibat cedera yang bersangkutan mempunyai efek yang
merugikan terhadap hasil penanganan dan cedera kepala.
Otak pada anak secara anatomis agak berbeda dari dewasa (ukuran otak dua kali
lebih besar pada enam bulan pertama kehidupan dan mencapai 80% ukuran otak
dewasa pada usia 2 tahun dimana terdapat pengisian kandungan air pada otak
seperti usia 2 tahun tersebut). Kelenturan saraf terjadi setelah lahir dan terdapat
pembentukan pertemuan ujung-ujung syaraf (synaps) yang belum berkembang
sempurna, pembentukan selubung myelin (belum sempurna) serta perubahanperubahan kimia syaraf dalam jumlah besar. Rongga subarachnoid relatif lebih
kecil dan karenanya memberikan perlindungan yang kurang kepada otak akibat
kemampuan/daya apung otak yang lebih kecil (sehingga benturan pada kepala
seolah-olah merupakan bagian dari kerusakan struktur parenchymal).

A. Penilaian
Perbedaan respon trauma kepala (pada anak dan dewasa) :
1. Hasil akhir dari penderita anak yang menderita trauma kepala berat adalah
lebih baik dari pada penderita dewasa (walaupun demikian penyembuhan
anak-anak umur kurang dari 3 tahun lebih buruk dari trauma yang sama
pada anak yang lebih tua). Anak-anak pada umumnya rentan terhadap
cedera otak sekunder yang dapat diakibatkan oleh adanya hipovolemik
dengan penurunan perfusi otak, kekurangan oksigen (hipoksia), kejangkejang atau hiperterrni. Kombinasi dari hipovolemia dan hipoksia pada
cedera otak adalah suatu hal yang sangat destruktif tetapi adanya hipotensi
akibat hipovolemik merupakan faktor resiko tunggal yang paling buruk.
Restorasi yang adekuat dan cepat agar volume sirkulasi darah kembali
normal adalah suatu keharusan dan kondisi hipoksia harus dicegah.
2. Sekalipun jarang ditemukan, pada bayi dapat terjadi hipotensi dari
perdarahan ke daerah subgaleal atau ruang epidural (hipovolemik akibat
cedera intracranial terjadi karena adanya fontanela dan sutura cranial yang
masih terbuka pada bayi). Pengobatan yang dilakukan adalah langsung
menuju kearah restorasi volume normal (cukup) sebagaimana kehilangan
darah yang mungkin terdapat pada bagian tubuh lain.

Created by dr. Doni Kurniawan

21

3. Anak yang lebih muda dengan fontanela yang masih terbuka sutura
tengkorak yang masih dapat bergerak adalah lebih toleran terhadap lesi
(masa) intracranial yang membesar (gejala-gejala dari pembesaran masa
dapat tertutup sampai terjadi kondisi dekompensasi). Oleh karena itu
seorang bayi yang tidak mengalami koma, tetapi terdapat penonjolan
fontanela atau pelebaran (diastasis) sutura tengkorak, harus diperlakukan
seperti penderita yang mengalami cedera berat.
4. Muntah-muntah dan bahkan amnesia sering terjadi setelah adanya trauma
kepala pada anak-anak (belum tentu terjadi akibat tekanan tinggi
intracranial). Walau demikian muntah yang terus menerus atau menjadi
lebih sering harus diawasi dan dibutuhkan CT Scan (dekompensasi lambung
penting karena dapat mencegah resiko aspirasi).
5. Kejang-kejang yang timbul segera setelah trauma kepala lebih sering terjadi
pada anak-anak dan biasanya akan menghilang dengan sendirinya (self
limiting). Aktifitas kejang yang berulang memerlukan pemeriksaan dengan
CT Scanning.
6. Anak-anak cenderung memiliki lebih sedikit lesi fokal dibandingkan dewasa
(tetapi pengisian tekanan intracranial terhadap pembengkakan cerebral
adalah lebih sering). Pada anak "Lucid Interval" dapat memanjang dan
tumbuhnya resusitasi yang segera dengan tujuan normalisasi volume daerah
sirkulasi adalah hal yang utama. Beberapa ahli mempunyai kekhawatiran
bahwa adanya restorasi volume sirkulasi darah justru menempatkan
penderita anak pada resiko tinggi untuk menjadikan cedera kepala yang ada
makin memburuk (the opposite is true). Kenyataan sebaliknya yang benar
bila hipovolemik tidak segera dikoreksi dengan tepat, penyembuhan cedera
kepala menjadi lebih buruk sebagai akibat dari adanya cedera otak sekunder.
7. The Glasgow Coma Scale (GCS) sangat berguna bilamana diaplikasikan
pada kelompok umur anak. Walaupun demikian komponen skor "verbal"
harus dimodifikasi untuk anak-anak kurang dari 4 tahun.
8. Karena seringkali terdapat perkembangan tekanan intracranial yang
meninggi pada anak-anak, maka monitoring tekanan intracranial harus
dilakukan secara dini pada saat resusitasi, bila ditemukan :
a. Skor GCS 8 atau skor motorik 1-2
b. Cedera multipel yang membutuhkan resusitasi cairan masif, tindakan
operasi toraks atau abdomen dengan tujuan penyelamatan jiwa
(immediate live saving) atau bilamana stabilisasi dan penilaian penderita
berlangsung lama.

Created by dr. Doni Kurniawan

22

9. Pemberian dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan dan telah
dikonsultasikan dengan ahli bedah syaraf (obat yang seringkali dipakai pada
anak dengan trauma kepala) :
a. Phenobarbital 2 - 3 mg/kgBB
b. Diazepam 0.25 mg/kg, IV pelan-pelan (bolus)
c. Phenytoin 15 - 20 /kg BB diberikan 0.5 - 1.5mg/kg BB/menit sebagai
dosis awal (loading dose), selanjutnya 4 - 7 mg/kg BB/hari sebagai dosis
pemeliharaan.
d. Manitol 0,5 - 1,0 g/kg (jarang diperlukan). Diuresis pada pemakaian
menitol dan furosemide dapat memperburuk hipovolemia dan harus
dibatasi penggunaannya pada resusitasi dini anak yang cedera kepala.

B. Penanganan
Penanganan Diffuse axonal injury pada anak :
1. Penilaian diri dan penanganan ABCDs secara cepat
2. Penanganan bedah syaraf yang tepat sejak awal pengobatan
3. Penilaian bertahap yang tepat serta penanganan cedera otak dengan
perhatian langsung terhadap pencegahan cedera otak sekunder (ex : hipoksia
dan hipoperfusi).
Intubasi endotracheal dini dengan oksigenisasi dan ventilasi yang cukup
ditujukan untuk mencegah kerusakan progresif dari sistem saraf pusat. Pada
anak yang tidak kooperatif dan atau anak dengan trauma kepala, percobaan
untuk melakukan intubasi trachea melalui oral adalah sangat sukar dan akan
meningkatkan tekanan intracranial.
4. Penilaian ulang untuk semua parameter harus sering dilakukan.
tabel 4
SKOR VERBAL ANAK
Respons Verbal
- Kata-kata yang tepatsenyum kooperatif
- Menangis (masih dapat dibujuk)
- Menangis terus menerus (non kooperatif)
- Sangat gelisah (Restless), agitasi
- Tak ada Respons

Created by dr. Doni Kurniawan

Skor-V
5
4
3
2
1

23

VIII. CEDERA SYARAF SPINAL


A. Perbedaan Anatomis
1. Ligamen antar spinal dan kapsul sendi, lebih fleksibel.
2. Corpus vertebra berbentuk baji di bagian anterior dan cenderung bergeser
pada saat fleksi.
3. Sendi facet yang datar
4. Ukuran kepala anak relatif lebih besar dibandingkan dengan leher,
sehingga (trauma yang diterima oleh leher relatif lebih besar dibanding
dewasa).
B. Penilaian Radiologis
"Pseudosubluxation" sekitar 40% anak-anak kurang dari 7 tahun
menunjukkan ''pergeseran ke depan (anterior displacement) dari C-2 terhadap
C-3 (20% anak-anak umur sampai dengan 16 tahun masih menunjukkan
fenomena tersebut). Penemuan radiologis ini terlihat jarang pada C-3 terhadap
C-4 yang lebih dari 3 mm dapat terlihat bila sendi-sendi tersebut diamati
dengan manuver fleksi dan ekstensi.
Bila subluksasi terlihat pada foto rontgent tulang leher sisi lateral, harus
diyakini apakah ini merupakan pseudoluksasi atau cedera tulang leher.
Pseudoluksasi tulang leher akan lebih jelas terlihat dengan fleksi tulang leher
tersebut saat anak berbaring (supine) pada alas yang keras. Untuk
mengkoreksi kelainan radiologis, letakan kepala anak pada posisi netral
dengan membawa kepala ke depan pada posisi menghirup (sniffing position)
dan segera ulangi pemotretan. Adanya cedera tulang leher biasanya dapat
diidentifikasi dari penemuan pemeriksaan neurologis dan pada palpasi yang
hati-hati (tulang leher belakang ditemukan daerah pembengkakan ringan atau
suatu "step off deformity").
Adanya pertambahan jarak antara dens dan arcus anterior (anterior arch) dari
C1 terdapat pada lebih kurang 20% anak yang lebih muda.
Pusat-pusat pertumbuhan tulang dapat terlihat mirip seperti faktur
synchrondrosis dari basilar odontoid terlihat pada umur 5 - 11 tahun. Pusat
pertumbuhan prosesus spinosus tampak mirip faktur pada ujung (tip) prosesus
spinosus.

Created by dr. Doni Kurniawan

24

Anak-anak lebih sering mengalami cedera syaraf spinal dengan tanpa kelainan
radiologis (Spinal Cord Injury Without Radiographic Abnormality =
SCIWORA) dibandingkan dewasa (gambaran tulang belakang yang normal
ditemukan sampai dua pertiga kasus anak-anak yang menderita cedera syaraf
spinal). Karenanya bilamana cedera spinal dicurigai, berdasarkan anamesa
maupun hasil pemeriksaan neurologis, gambaran radiologis tulang belakang
yang normal tidak menyingkirkan cedera syaraf spinal yang significant.
Bilamana terdapat keraguan dari integritas tulang leher, harus selalu dianggap
terdapat cedera yang tidak stabil, pertahankan mobilisasi kepala dan leher
anak.
Cedera syaraf spinal pada anak-anak diperlukan sama sebagaimana cedera
pada dewasa (methylprednisolone harus dipakai untuk cedera tumpul syaraf
spinal dengan dosis sama seperti dewasa).

Created by dr. Doni Kurniawan

25

IX. TRAUMA MUSKULOSKELETAL


Prioritas utama penanganan trauma skeletal pada anak dengan perhatian khusus
adanya potensi cedera terhadap daerah lempeng pertumbuhan (growth plate).
A. Anamnesis
Pada anak yang lebih muda diagnosis radiologis untuk fraktur dan dislokasi
adalah sukar (karena masih adanya daerah mineralisasi yang belum sempurna
disekitar epifisis dan adanya lempeng pertumbuhan). Keterangan tentang
besar, mekanisme dan waktu trauma memberikan korelasi yang lebih baik
pada pemeriksaan fisik dan radiologis. Bukti radiologis adanya fraktur pada
umur yang tidak sesuai harus menyadarkan seorang dokter mengenai
kemungkinan adanya penyiksaan anak (child abuse)

B. Kehilangan Darah
Perdarahan yang berhubungan dengan tulang panjang dan fraktur pelvis
secara proporsional lebih besar dari pada dewasa. Bahkan seorang anak yang
kecil dapat kehilangan darah 1-2 unit ke dalam jaringan otot paha dan terjadi
ketidakstabilan hemodinamik sebagai akibat fraktur tulang paha (femur)
C. Pertimbangan khusus pada tulang rangka yang belum berkembang
(immature skeleton)
Pemanjangan tulang sebagai tulang bru sangat tergantung dari fisis (lempeng
pertumbuhan) dekat permukaan sendi. Cedera atau gangguan pada daerah ini
sebelum fisis selesai sebagai lempeng pertumbuhan (tertutup) punya potensi
terjadi hambatan atau gangguan pertumbuhan normal ataupun perubahan
pertumbuhan tulang dengan bentuk yang tidak normal (trauma yang keras
pada daerah fisis yang sangat sukar diketahui secara radiologis, mempunyai
prognosa yang buruk). Adanya tulang yang imatur dan elastis pada anak
dapat mengakibatkan fraktur "greenstick fracture". Fraktur seperti ini adalah
fraktur yang tidak total (incomplete) dengan angulasi yang dipertahankan
oleh lapisan cortex tulang pada daerah konkaf torus atau fraktur "buckle"
yang terlihat pada anak yang lebih kecil (memperlihatkan angulasi akibat dari
impaksi cortex tulang dengan garis fraktur yang radiolusen). Fraktur
supracondylar pada siku atau lutut mempunyai resiko tinggi terhadap cedera
vascular seperti pada cedera terhadap lempeng pertumbuhan.

Created by dr. Doni Kurniawan

26

D. Prinsip lmobilisasi
Pemasangan gips (splinting) yang sederhana pada anak biasanya selalu
memadai sampai evaluasi orthopedic yang difinitif dilakukan.
Tindakan yang dicoba pada reposisi fraktur untuk mengembalikan aliran
darah sangat tepat bila diikuti dengan imobilisasi dan fiksasi sederhana atau
dengan traksi pada kulit (skin traction).

Created by dr. Doni Kurniawan

27

X. PENYIKSAAN, KEKEJAMAN PADA ANAK


Istilah sindroma penyiksaan pada anak (Abuse Child Syndrome) ditujukan pada
semua anak yang diduga mengalami cedera yang disengaja sebagai akibat
perlakuan kekerasan dari orang tua, pengasuh atau kerabatnya.
Seorang dokter harus mencurigai adanya penyiksaan pada anak bila ditemukan :
1. Ketidak sesuaian antara riwayat kejadian dengan derajat cedera fisik.
2. Waktu interval yang terlalu lama dari sejak anak mendapat cedera sampai
datang ke fasilitas medis.
3. Riwayat mendapat trauma berulang kali dan ditangani UGD yang berbeda.
4. Respons orang tua yang tidak acuh atau tidak mematuhi saran dokter (ex L
meninggalkan anak di fasilitas UGD).
5. Riwayat terjadinya cedera yang berbeda antara orang tua atau pengasuh.
pemeriksaan fisik (dicurigai terjadinya penyiksaan atau perlakuan kejam) :
1. Hematoma subdural multipel, khususnya bila disertai fraktur tengkorak yang
lama ("non fresh fracture").
2. Perdarahan retina.
3. Cedera/luka daerah tepi mulut ("perioral").
4. Ruptur organ intra abdomen dengan tanpa bukti kuat adanya trauma tumpul
yang besar.
5. Trauma daerah genital atau perianal.
6. Bukti-bukti cedera berulang adanya parut lama atau fraktur yang menyembuh
pada radiologis.
7. Fraktur tulang panjang pada anak-anak dibawah umur 3 tahun.
8. Cedera yang tidak biasa atau aneh, seperti gigitan, luka bakar/rokok, jejas tali
atau cemeti.
9. Luka bakar derajat 2-3 dengan batas tegas pada daerah yang tidak biasanya.

Created by dr. Doni Kurniawan

28

XI. PERMASALAHAN PADA CEDERA ANAK


Keunikan anatomi dan karakteristik fisiologis pada anak, kadang-kadang
mengakibatkan kesalahan (yang tidak disengaja) dalam penanganan penderitapenderita tersebut. Tube endotracheal yang kecil memungkinkan untuk
terjadinya sumbatan akibat sekret yang kental (selain itu tube udara dengan
tanpa balon dapat bergeser dari tempatnya terutama pada saat penderita
dipindah-pindahkan atau selama transportasi).
Kemampuan anak untuk kompensasi pada stadium awal kehilangan darah dapat
menimbulkan kesan hemodinamik yang normal (sehingga mengakibatkan
resusitasi cairan yang kurang adekuat serta keadaan yang cepat memburuk
sehingga kadangkadang membingungkan). Diagnosis yang terlambat pada
cedera usus atau organ intra abdomen lain sangat mungkin, terlebih-lebih
bilamana keputusan untuk menangani cedera organ padat intra abdomen (ex :
cedera hepar) adalah konservatif, sehingga penanganan cedera demikian pada
penderita anak kurang disertai dengan antisipasi terhadap kemungkinankemungkinan yang ada, evaluasi yang berulang-ulang dan persiapan untuk
intervensi bedah yang segera.

XII. RINGKASAN
Pengenalan dan penanganan trauma anak, membutuhkan keterampilan yang
sama seperti pada dewasa.
Karakteristik unik (spesifik) penderita trauma anak : anatomi saluran nafas
beserta penanganannya, kebutuhan .cairan, pengenalan adanya cedera susunan
syaraf pusat sebagaimana cedera toraks dari abdomen, diagnosis fraktur anggota
gerak dan pengenalan terhadap kemungkinan penyiksaan kekejaman pada anak.
Adalah sangat penting bahwa pada anak dengan cedera multipel, termasuk
cedera kepala secara cepat dan tepat mendapatkan resusitasi sehingga dapat
mencegah adanya hipovolemik dan cedera otak sekunder.
Keterlibatan penanganan secara dini seorang spesialis bedah umum atau
spesialis bedah anak akan sangat bermanfaat pada penanganan cedera anak.
Penanggulangan tanpa opersi (konservatif) pada cedera abdomen, harus
dilakukan hanya oleh seorang ahli bedah di suatu fasilitas yang dilengkapi
dengan semua sarana yang diperlukan untuk tindakan emergensi lebih lanjut.

Created by dr. Doni Kurniawan

tabel 5
PERLENGKAPAN PEDIATRIK

Usia,
BB(kg)
Prematur
3 kg

02 Mask
Prematur
Newborn

Airway/Breathing
Oral
BagAirway
valve
Infant
Infant

Laryngoscope
0
Straight

0-6 bin
3,5 kg

Newborn

. Infant
Small

Infant

1
Straight

6-12 bin
7 kg

Pediatric

Small

Pediatric

1
Straight

1-3 thn
10-12 kg

Pediatric

Small

Pediatric

1
Straight

4-7 thn
16-18 kg

Pediatric

Medium

Pediatric

8-10 thn
24-30 kg

Adult

Medium
Large

Pediatric
Adult

2
Straight/
curved
2-3
Straight/
curved

Created by dr. Doni Kurniawan

ET
Tube
2,5-3,0
Tanpa
cuff
3,0-3,5
Tanpa
cuff
3,5-4,0
Tanpa
cuff
4,0-4,5
Tanpa
cuff
5,0-5,5
Tanpa
cuff
5,5-6,5
cuffed

Stylet

Suction

Circulation
Cuff
IV
tensimeter
Cath
Prematur
22Newborn
gauge

Perlengkapan Tambahan
NG
Chest
Kateter
Tube
Tube
Urin
12 Fr 10-14 Fr 5 Fr
Feeding

Newborn
Infant

22gauge

12 Fr

12-18 Fr

5-8 Fr
Feeding

Infant Child

22gauge

12 Fr

14-20 Fr

8 Fr

Small

G-collar

6 Fr

6-8 Fr

6 Fr

8 Fr

6 Fr

8-10 Fr

6 Fr

10 Fr

Child

20-22
gauge

12 Fr

14-24 Fr

10 Fr

Small

14 Fr

14 Fr

Child

20gauge

12 Fr

20-32 Fr

10-12 Fr

Small

14 Fr

14 Fr.

Child Adult

18-20
gauge

12 Fr

28-38 Fr

12 Fr

Medium

Anda mungkin juga menyukai