MENYIMAK
disusun oleh:
adalah
untuk
membantu
pembelajar
mengenali
dan
slide) itu ada, hal tersebut merupakan bagian integral (keseluruhan) dari
suatu pesan, sehingga informasi harus diproses dengan masukan auditori.
Contoh: gerak isyarat dan mimik muka dapat membantu pemahaman
perkuliahan.
2. Ketika informasi baru diproses, hal ini berdasarkan pada pengetahuan
yang ada atau skema yang diambil dari memori jangka panjang. Disebut
dengan proses atas-bawah, penggunaan pengetahuan yang dahulu akan
membantu pendengar dalam mengonstruksikan interpretasi yang lengkap
dan bermakna. Proses atas-bawah dapat membantu para pendengar untuk
menjembatani jarak di dalam proses pemahaman dan pengonstruksian
interpretasi yang masuk akal. Pengetahuan yang lalu dapat diambil dari
aktifitas parallel (membaca, melihat) pada saat proses mendengarkan.
Pengetahuan yang dahulu akan membantu pemrosesan yang lebih cepat.
Proses atas-bawah jelas sangat penting, namun pembelajar kadang-kadang
kehilangan kesempatan untuk mengaplikasikan pengetahuan lama mereka
karena perhatian mereka secara keseluruhan terfokus pada usaha untuk
menguraikan aliran tertentu.
3. Kemampuan untuk pemrosesan tuturan dengan sukses bergantung
pada seberapa banyak informasi linguistik yang diproses dengan
cepat. Selama mendengarkan, informasi diproses dengan tekanan waktu,
sehingga pemrosesan yang tidak terlalu banyak membutuhkan sumber
pengetahuan akan lebih mengguntungkan. Hal ini disebut dengan proses
otomatis yang dapat terjadi para proses fonologi (bunyi bahasa) dan
gramatikal (tata bahasa). Otomatisasi itu dapat terjadi secara kuantitatif
(kecepatan proses) dan kualitatif (pengaturan kembali informasi). Dalam
kasus pembelajar yang kurang mahir, beberapa proses pemahamn
terkontrol, yaitu kemampuan tersebut terjadi karena kesadaran dari
pembelajar. Pada saat mendengarkan masukan pembelajar mencoba
mencocokkan bunyi dengan mental lexicon mereka. Hal ini mereka
lakukan dengan mengaplikaiskan strategi atas bawah dan bawah atas.
Secara umum, pendengar bahasa kedua dan bahasa asing mahir
mengkombinasikan beberapa strategi dan berjalan secara harmonis.
dengan cepat mungkin saja merupakan dimensi yang berbeda dari pemahaman
pragmatik. (pendengar menggunakan pengetahuan untuk menentukan makna.
Pendengar yang memiliki kemampuan rendah mengalami kesulitan dalam
memaknai apa yang dimaksud oleh penutur )
Dimensi psikolinguistik dari mendengarkan sering dihubungkan dengan bahasa di
dalam ruang kelas. Para pembelajar biasanya merasa takut pada kemampuan
mendengarkan mereka yang dihubungkan dengan performa mendengarkan yang
mereka miliki. Eelkhafaifi (2005) menemukan korelasi negatif antara ketakutan
akan mendengarkan dan nilai pemahaman mendengarkan dari para pembelajar
bahasa Arab. Hal ini mungkin saja karena tekanan pada produk daripada proses di
dalam pengajaran mendengarkan pada bahasa SL/FL. Tidak mengejutkan jika
kesuksesan dalam SL/FL juga dapat dihubungkan dengan motivasi. Vandergrit
(2005) menemukan hubungan yang positif diantara profisiensi mendengarkan
pada SL/FL, penggunaan strategi metacognitive, serta tingkatan yang dilaporkan
tentang motivasi intriksik dan ekstrinsik. Pendengar yang memiliki nilai yang
rendah pada pengukuran motivasi, mungkin karena kurangnya kepercayaan diri ,
dilaporkan menggunakan strategi mendengarkan yang efektif dengan lebih sedikit.
(ketakutan
pembelajar
pada
kemampuan
mendengarkan
mereka
yang
PEMBELAJARAN
MENYIMAK
BAHASA
KEDUA
besar
sejarahnya,
pengajaran
menyimak
bahasa
kedua
(SL)/bahasa asing (FL) menekankan makna dari teks dan mengabaikan kebutuhan
untuk mengajar peserta didik bagaimana menyimak yang baik. Pengajaran
difokuskan
terutama
pada
penghitungan
hasil
menyimak
daripada
mengembangkan proses pembelajaran pemahaman yang baik. bahkan ketika pramenyimak kegiatan yang digunakan untuk mengaktifkan pengetahuan awal,
PENDEKATAN BOTTOM-UP
Pengolahan Pendekatan bottom-up dalam menyimak memerlukan
pandangan bunyi dan kata dalam aliran berbicara. Ketika ada pandangan yang
memadai mengenai informasi leksikal, pendengar dapat menggunakan latar
belakang pengetahuan mereka untuk menafsirkan hasil. Pendekatan Botton-up
dalam pengajaran menyimak mengakui keunggulan sinyal akustik dan berfokus
membantu peserta didik mengembangkan keterampilan pandangan kritis.
Tantangan utama yang dihadapi oleh penguna bahasa kedua (SL)/bahasa
asing (FL) pendengar adalah bagian kata-kata. Pendengar, seperti pembaca, tidak
memiliki ruang yang menandakan awal atau ujung kata. Mereka harus
menguraikan suara ke dalam satuan yang berarti, dan batas kata yang sering sulit
untuk ditentukan. Bahkan jika mereka tahu kata, pendengar bahasa kedua
(SL)/bahasa asing (FL) mungkin tidak selalu mengenalinya dalam berbicara.
pemahaman, (3) memutar ulang rekaman sesering yang diperlukan, (4) memeriksa
teks tertulis, (5) mengenali apa yang seharusnya dipahami, dan terakhir, (6)
memutar ulang rekaman sampai Anda mengerti tanpa dukungan teks tulis.
Prosedur ini dapat membantu pendengar bahasa kedua (SL)/bahasa asing (FL)
fenomena yang penting dan perlu diperhatikan dalam berbicara seperti
berkurangnya bentuk, perpaduan, penghilangan bunyi dalam percakapan. Dalam
rangka mengembangkan keterampilan bagian-kata peserta didik harus sadar,
memperhatikannya, dan, selama latihan menyimak, memutar ulang sehingga
mereka bisa memecahkan teka-teki untuk diri mereka sendiri (lapangan, 2003).
Pelatihan pengenalan-kata dapat mengambil banyak bentuk. Beberapa
kemungkinan antara lain: analisis bagian dari teks turunan, perintah, dan latihan
persamaan (lihat Goh, 2002b dan lapangan, 2005). Mendengarkan "i-1 teks
permukaan, yaitu, teks aural (berdasarkan indra pendengaran) di mana sebagian
besar kata-kata yang dikenal, dapat berkembangkan secara otomatis dalam
pengenalan kata ketika pendengar bahasa kedua (SL)/bahasa asing (FL) mencatat
perbedaan kecil antara bentuk aural (didengar) dan bentuk tertulis dari teks
(Hulstijn, 2001). Mendekati proses bottom-up di tingkat prosodi, Cauldwell
(2002) kegiatan membantu peserta didik memahami "kelebihan" (yaitu, tekanan
kata dalam konteks wacana). Salah satu tekniknya yaitu kata-kata antara suku kata
penting yang "diluluhkan" sehingga memungkinkan peserta didik untuk
memahami bagaimana kata-kata dan suku kata yang dilemahkan dalam berbicara
asli. Penelitian awal telah menunjukkan bahwa modifikasi fonologi (misalnya,
penghilangan bunyi dalam percakapan, perpaduan, penghubung) mempengaruhi
pemahaman peserta didik (ESL) yang berkemampuan rendah dan tinggi
(Henrichsen, 1984).
Wilson (2003) mengusulkan penggunaan teknik dictogloss sebagai alat.
Setelah menyimak, pendengar bahasa kedua (SL)/bahasa asing (FL) dituntun
untuk melihat perbedaan antara teks dibangun kembali dan menyalinkan karyanya
tertulis dari aslinya. Teknik ini memiliki potensi untuk meningkatkan proses
persepsi karena memaksa peserta didik untuk fokus pada masalah menyimak
cara makan durian , maka informasi yang mereka simak mengenai cara makan
durian tersebut lebih mudah dipahami sehingga mereka juga lebih mudah
mengingat informasi tersebut. Dengan demikian pendekatan top-down merupakan
pemahaman yang dimiliki sebelum mereka melakukan proses menyimak. Hal ini
bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan
Kurikulum yang disusun dalam pengajaran menyimak yang efektif, harus ada
tiga unsur yaitu, aktif, strategi, dan konstruktif (tersusun). Ketiga unsur ini dapat
tercapai dengan menerapkan kegiatan kolaburasi antara siswa dan guru harus
aktif.
No
Tahap perencanaan:
Merencanakan dan
memperhatikan
Mengawasi
memilah-milah perhatian
menafsirkan teks.
6
mengamati
Tahap refleksi:
Evaluasi
PENILAIAN MENYIMAK
Cara yang paling tepat dalam melakukan penilaian menyimak bahasa
kedua dan bahasa asing adalah dengan cara seminal yang diperkenalkan oleh
Buck (2011). Karena adanya keterbatasan ruang yang menjadi penghalang
penilaian menyimak, pembaca dianjurkan untuk membaca sumber-sumber yang
baik dan dapat diakses dengan mudah serta berbasis penelitian topik. Fokus utama
disini adalah tantangan utama pada penilaian menyimak bahasa kedua dan bahasa
asing dalam literatur penelitian terkini. Mencakup pertanyaan-pertanyaan yang
berkaitan dengan validitas atau keabsahan konstruk (gagasan), jenis tugas, jenis
soal, dan cara masukan (pemakaian).
Validitas konstruk sangat penting bagi penilaian, karena itu diperlukan
penjelasan konstruk, perilaku kerja yang perlu dikaji, dan menyusun tugas (teks
yang tepat dan respon terhadap soal). Validitas konstruk adalah tantangan khusus
dalam menyimak. Proses menyimak sangat susah diuji secara empiris, dan seperti
yang telah dinyatakan sebelumnya, proses ini berinteraksi dengan cara yang
sangat rumit, dengan jenis pengetahuan yang berbeda-beda dan pada akhirnya
pemahamannya hanya dapat disimpulkan melalui tugas menyempurnakan atau
melengkapi. Penelitian yang lebih introspektif atau bersifat introspeksi diperlukan
untuk mengungkapkan apa yang memotivasi penyimak, tipe penyimak, jenis
tugas, jenis pengetahuan, dan interaksi proses menyimak dalam menentukan
respon yang menyimak.
Umumnya, tujuan tes menyimak dan konteks penggunaan bahasa akan
menuntun definisi konstruk (Buck, 2001). Bagaimanapun, situasi konteks
penggunaan bahasa masih tidak jelas (yang sering terjadi pada tes keahlian umum
dan penilaian pada kelas bahasa kedua atau bahasa asing), Buck mengajukan
bentuk standar menyimak yang menentukan menyimak sebagai
kemampuan untuk 1) secara otomatis memperluas contoh bahasa lisan yang
realistis, 2) memahami informasi kebahasaan yang terdapat dalam teks, dan
3) membuat kesimpulan yang jelas (tidak ambigu) yang melibatkan isi
paragraf.
Definisi ini cukup fleksibel, luas, dan cocok untuk kebanyakan konteks
penggunaan
bahasa
dan
memungkinkan
penyimak
untuk
menunjukkan
kemampuan pemahamannya.
Dalam usaha untuk menemukan bukti empiris pada beberapa kompetensi
yang mendasari menyimak akademik atau menurut teori (dari teori taksonomi
menyimak), Wagner (2002) meneliti validitas konstruk tes yang berbasis video,
dipandu oleh model dari enam kompetensi dan dua faktor (bottom up and top
down proses naik dan turun). Beberapa bukti untuk validitas model dua faktor
memunculkan; dua faktor yang muncul terkait dengan proses 1) penyampaian
informasi secara ekplisit dan 2) informasi implisit. Wagner menghubungkan
kurangnya hasil definitif dengan kesulitan membedakan proses menyimak yang
mucul secara bersamaan. Lebih lanjut, Wagner menyatakan perbedaan ekplisit dan
implisit bisa jadi tidak alami, karena penyimak harus memahami ekplisit untuk
mnyimpulkan implisitnya. Berdasarkan penelitian Wagner, yang penting dalam
pada konten yang sama. Hal ini menghasilkan konflik dengan penemuan
terdahulu yang menyatakan teks lisan yang memasukkan dialog tak tertulis akan
lebih mudah dipahami. Read menghubungkan ketidaksesuaian ini dengan variabel
tingkat kerumitan teks dan menyimpulkan bahwa tes menyimak harus
menyertakan beragam masukan yang merefleksikan sejumlah aliran (genre).
Mengingat tingkat kerumitan menyimak bahasa kedua dan bahasa asing,
penilaiannya harus disepakati terlebih dahulu. Oleh karena itu, pada evaluasi tes
menyimak, satu yang harus diingat yaitu ukuran konstruk dan batas kemampuan
yang dimiliki manusia (Alderson, 2005).
SIMPULAN
Pengajaran menyimak bahasa kedua dan bahasa asing telah ada sejak lama
saat menyimak secara tidak disengaja muncul atau berkembang saat mempelajari
keterampilan bahasa yang lain. Perkembangan positifnya adalah aktivitas pramenyimak memungkinkan peserta didik untuk menerapkan pengetahuannya
selama menyimak. Bagaimanapun hal ini meninggalkan bekas. Keharusan untuk
mengajarkan keterampilan persepsi atau menanggapi yang lebih baik pada peserta
didik, terutama dalam konteks menyimak dan aktivitas di kelas. Pengajar harus
lebih fokus pada proses menyimak dibandingkan hasil aktivitas menyimak. Fokus
pada aspek pemebelajaran kognitif dan metakognitif dapat membantu peserta
didik untuk mengatur pemahaman mereka. Dengan mengingat dua prioritas ini,
kita telah menawarkan model pembelajaran dengan menggabungkan dimensi naik
turun (bottom-up dan top-down) pada pengajaran menyimak.
Meskipun ada beberapa kemajuan terkini, menyimak tetap yang paling
susah dipahami dari empat keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis). Hal ini membuat pengajaran dan penailaiannya lebih
rumit dan menantang. Penelitian lebih lanjut tentang pengetahuan, keterampilan,
dan proses yang terdapat dalam menyimak, dan bagaimana ini berhubungan, akan
dijelaskan lebih lanjut pada pengajaran dan penilaian keterampilan komunikasi
yang esensial. Namun demikian, ada banyak pengetahuan tentang pengolahan
bahasa dan metakognisi dalam pembelajaran di mana guru dapat membimbing
praktik pembelajaran mereka sendiri.