Anda di halaman 1dari 19

PENGAJARAN DAN PENILAIAN

MENYIMAK

Dosen Pengampu: Prof. Darmiyati Zuchdi, Ed.D

disusun oleh:

1. GABRIELLA AMERENTIANA (14715251010)


2. NINA RETNO PALUPI (14715251015)
3. LALU NASRULLOH (14715251029)
4. ALYVIA ANANDA (14715251020

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


PENDIDIKAN PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015

PENGAJARAN DAN PENILAIAN MENYIMAK


Selama beberapa tahun ini, kemampuan mendengarkan di dalam
pemerolehan bahasa dan komunikasi terkesan tidak dihiraukan. Kemampuan
mendengarkan pada bahasa kedua maupun bahasa asing sering dikembangkan
secara tidak sengaja melalui latihan bahasa lisan, dan pada akhirnya terdapat
kemampuan mendengarkan pada pembelajaran bahasa komunikatif. Pada
pembelajaran bahasa komunikatif bahasa diajarkan untuk komunikasi tatap muka,
dan mendengarkan merupakan kemampuan yang penting dalam hal ini. Dengan
adanya perubahan persepsi terhadap mendengarkan dalam bahasa kedua maupun
bahasa asing, maka terdapat usaha untuk fokus mendeskripsikan ciri-ciri dan
bagaimana untuk mengajarkannya. Hal ini didukung dengan teori-teori dari
beberapa disiplin ilmu, seperti psikologi, pendidikan, studi komunikasi, dan
linguistik. Lebih khusus lagi teori tentang kognisi manusia, guru bahasa
diperkenalkan pada kemungkinan yang ada dari perkembangan bahasa melalui
keikutsertaan yang aktif dari para pembelajar. Teori-teori kognitif memberikan
kerangka yang penting untuk mendeskripsikan kemampuan mendengarkan dalam
bahasa kedua maupun bahasa asing. Pengajaran mendengarkan diatur dalam tiga
topik, yaitu (1) dimensi kognitif dan sosial dari mendengarkan, (2) pendekatan
untuk pengajaran kemampuan mendengarkan, (3) penilaian mendengarkan.
DIMENSI KOGNITIF DAN SOSIAL MENYIMAK
Dalam proses pemahaman teks, makna tidak hanya sekedar diambil dari
masukan, tetapi berdasarkan pada pengetahuan mereka dari suatu sistem bahasa,
pengetahuan mereka yang sebelumnya, serta konteks dari suatu interaksi. Dalam
kemampuan mendengarkan percakapan, kemampuan merupakan hasil dari
gabungan tindakan dimana pendengar dan penutur membawa tindakan
komunikasi dengan cara tertentu. Pandangan pragmatik tentang mendengarkan
menurut Rost, yaitu mendengarkan merupakan keinginan untuk melengkapi
komunikasi, dan inferensi tingkat tinggi yang terjadi selama proses mendengarkan
meminta pendengar untuk berasumsi tentang keinginan dari pembicara
(pendengar harus mengerti maksud yang disampaikan oleh pembicara).

DIMENSI KOGNITIF MENYIMAK


Salah satu model kognitif yang diaplikasikan dalam penelitian
mendengarkan dalam bahasa kedua maupun bahasa asing adalah model dari
Anderson, yaitu menggunakan proses perseptual, penguraian, dan penggunaan.
Hal ini berkaitan dengan proses interaksi yang ada di memori jangka pendek dan
telah digunakan dalam diskusi strategi mendengarkan, serta masalah yang terjadi
dalam mendengarkan. Selain itu juga model connectionist, yaitu model yang
menunjukkan adanya proses melalui penyebaran aktivasi dari jaringan neural
(berhubungan dengan urat syaraf) gabungan yang ada di dalam otak. Diskusi yang
baru-baru ini dilakukan tentang kapasitas otak untuk proses dan penyimpanan
sementara informasi terfokus pada memori kerja. Model memori kerja mencakup:
1. Putaran fonologis dan lembaran visuo-spatial, yang bertanggung jawab
atas proses jangka pendek.
2. Pelaksana pusat, yaitu memperhatikan masukan dan mengkoordinasi
beberapa jenis proses kognitif.
3. Penyangga episodik, yaitu mengintegrasikan informasi yang diproses
melalui sistem yang telah disebutkan ke dalam representasi mental
tunggal.
Model memori kerja ini menerangkan integrasi dan informasi audio dan visual,
serta hubungan antara memori kerja dan memori jangka panjang. Meskipun
terdapat beberapa model yang berbeda, pendekatan-pendekatan tersebut memiliki
prinsip yang fundamental, berkaitan dengan kognisi dan memiliki implikasi
umum untuk kemampuan mendengarkan dalam bahasa kedua maupun bahasa
asing, yaitu
1. Agar pemrosesan informasi terjadi, maka perhatian harus diarahkan
pada masukan dan beberapa pemecahan kode dan analisis sinyal
yang harus terjadi. Pendengar harus mengenal banyak kata, dan dapat
menguraikan ke dalam unit yang bermakna. Salah satu tujuan utama dari
mendengar

adalah

untuk

membantu

pembelajar

mengenali

dan

menguraikan masukan linguistis tersebut dengan cepat. Ketika masukan


berupa masukan visual (ekspresi wajah, gerak isyarat, ilustrasi, video,

slide) itu ada, hal tersebut merupakan bagian integral (keseluruhan) dari
suatu pesan, sehingga informasi harus diproses dengan masukan auditori.
Contoh: gerak isyarat dan mimik muka dapat membantu pemahaman
perkuliahan.
2. Ketika informasi baru diproses, hal ini berdasarkan pada pengetahuan
yang ada atau skema yang diambil dari memori jangka panjang. Disebut
dengan proses atas-bawah, penggunaan pengetahuan yang dahulu akan
membantu pendengar dalam mengonstruksikan interpretasi yang lengkap
dan bermakna. Proses atas-bawah dapat membantu para pendengar untuk
menjembatani jarak di dalam proses pemahaman dan pengonstruksian
interpretasi yang masuk akal. Pengetahuan yang lalu dapat diambil dari
aktifitas parallel (membaca, melihat) pada saat proses mendengarkan.
Pengetahuan yang dahulu akan membantu pemrosesan yang lebih cepat.
Proses atas-bawah jelas sangat penting, namun pembelajar kadang-kadang
kehilangan kesempatan untuk mengaplikasikan pengetahuan lama mereka
karena perhatian mereka secara keseluruhan terfokus pada usaha untuk
menguraikan aliran tertentu.
3. Kemampuan untuk pemrosesan tuturan dengan sukses bergantung
pada seberapa banyak informasi linguistik yang diproses dengan
cepat. Selama mendengarkan, informasi diproses dengan tekanan waktu,
sehingga pemrosesan yang tidak terlalu banyak membutuhkan sumber
pengetahuan akan lebih mengguntungkan. Hal ini disebut dengan proses
otomatis yang dapat terjadi para proses fonologi (bunyi bahasa) dan
gramatikal (tata bahasa). Otomatisasi itu dapat terjadi secara kuantitatif
(kecepatan proses) dan kualitatif (pengaturan kembali informasi). Dalam
kasus pembelajar yang kurang mahir, beberapa proses pemahamn
terkontrol, yaitu kemampuan tersebut terjadi karena kesadaran dari
pembelajar. Pada saat mendengarkan masukan pembelajar mencoba
mencocokkan bunyi dengan mental lexicon mereka. Hal ini mereka
lakukan dengan mengaplikaiskan strategi atas bawah dan bawah atas.
Secara umum, pendengar bahasa kedua dan bahasa asing mahir
mengkombinasikan beberapa strategi dan berjalan secara harmonis.

DIMENSI SOSIAL MENYIMAK


Teks dan tuturan perlu diinterpretasikan (ditafsirkan) dalam konteks
komunikasi yang luas. Dalam komunikasi tatap muka, proses ini akan
mencakup pemahaman isyarat serta tanda non-verbal yang lain yang dapat
menambah makna literal dari suatu tuturan. Pendengar harus sadar akan status
hubungan diantara para pendengar, serta bagaimana hubungan ini dapat
memberikan dampak pada pemahaman, dan kebebasan untuk menegosiasikan
makna, khususnya dalam konteks dimana pendengar pada hubungan yang
memiliki kekuasaan yang tidak seimbang. Untuk memberikan tanda pada
masalah pemahaman dalam interaksi komunikatif, pendengar menggunkana
strategi klarifikasi yang sesuai. Dimensi sosial juga memasukkan aspek
pragmatik dan psikolinguistik pada proses pemahaman mendengarkan.
Pemahaman pragmatik mencakup aplikasi yang cepat dan akurat pada
pengetahuan pragmatik. Misalnya pengetahuan tentang maksud dari penutur
dalam konteks tertentu yang dapat memiliki makna yang lebih dari apa yang
diungkapkan. Pendengar akan menggunakan pengetahuan ini untuk menetukan
makna yang diimplikasikan. Kemampuan untuk melakukan proses baik berupa
informasi kontekstual maupun informasi linguistik dianggap sebagai fungsi
dari profisiensi bahasa. Cook dan Liddicoat (2002) menemukan pendengar
SL/FL yang memiliki kemampuan yang lebih rendah mengalami kesulitan
yang lebih besar dalam menginterpretasikan beberapa jenis permintaan karena
mereka tidak dapat meluaskan kapasitas pemprosesan yang cukup untuk
menghadirkan sumber informasi linguistik dan sumber informasi lain pada
waktu yang sama. Hasil dari penelitian yang baru baru ini dilakukan oleh
Garcia (2004) menguatkan penemuan-penemuan ini dan juga memberikan
barang bukti untuk pemahaman yang lebih baik dari implikatur percakapan
oleh pendengar yang memiliki kemampuan yang tinggi. Dalam hal yang sama,
Taguchi (2005) menemukan efek profisiensi yang kuat untuk keakuratan,
namun bukan pada kecepatan di dalam pemahaman implikatur, yang
mengarahkannya untuk menyimpulkan bahwa kemampuan untuk memahami
informasi yang tersembunyi serta kemampuan untuk memproses informasi ini

dengan cepat mungkin saja merupakan dimensi yang berbeda dari pemahaman
pragmatik. (pendengar menggunakan pengetahuan untuk menentukan makna.
Pendengar yang memiliki kemampuan rendah mengalami kesulitan dalam
memaknai apa yang dimaksud oleh penutur )
Dimensi psikolinguistik dari mendengarkan sering dihubungkan dengan bahasa di
dalam ruang kelas. Para pembelajar biasanya merasa takut pada kemampuan
mendengarkan mereka yang dihubungkan dengan performa mendengarkan yang
mereka miliki. Eelkhafaifi (2005) menemukan korelasi negatif antara ketakutan
akan mendengarkan dan nilai pemahaman mendengarkan dari para pembelajar
bahasa Arab. Hal ini mungkin saja karena tekanan pada produk daripada proses di
dalam pengajaran mendengarkan pada bahasa SL/FL. Tidak mengejutkan jika
kesuksesan dalam SL/FL juga dapat dihubungkan dengan motivasi. Vandergrit
(2005) menemukan hubungan yang positif diantara profisiensi mendengarkan
pada SL/FL, penggunaan strategi metacognitive, serta tingkatan yang dilaporkan
tentang motivasi intriksik dan ekstrinsik. Pendengar yang memiliki nilai yang
rendah pada pengukuran motivasi, mungkin karena kurangnya kepercayaan diri ,
dilaporkan menggunakan strategi mendengarkan yang efektif dengan lebih sedikit.
(ketakutan

pembelajar

pada

kemampuan

mendengarkan

mereka

yang

dihubungkan dengan performa mendengarkan, karena ketakutan tersebut akan


berpengaruh pada pemahaman mendengarkan. Ketakutan ini terjadi karena
tekanan pada produk daripada proses dalam pengajaran mendengarkan bahasa
kedua maupun bahasa asing. Maka dibutuhkan motivasi supaya pembelajar lebih
percaya diri, sehingga proses pengajaran akan berjalan dengan baik).
PENDEKATAN

PEMBELAJARAN

MENYIMAK

BAHASA

KEDUA

(SL)/BAHASA ASING (FL)


Sebagian

besar

sejarahnya,

pengajaran

menyimak

bahasa

kedua

(SL)/bahasa asing (FL) menekankan makna dari teks dan mengabaikan kebutuhan
untuk mengajar peserta didik bagaimana menyimak yang baik. Pengajaran
difokuskan

terutama

pada

penghitungan

hasil

menyimak

daripada

mengembangkan proses pembelajaran pemahaman yang baik. bahkan ketika pramenyimak kegiatan yang digunakan untuk mengaktifkan pengetahuan awal,

hanya fokus sebatas pengetahuan sebelumnya tentang isi. mengingat pentingnya


kesadaran siswa dan kontrol dalam belajar, pengajaran menyimak harus
menawarkan pengalaman belajar scaffolded untuk membantu pendengar
menemukan dan melatih proses mendengarkan. jika siswa tidak diajarkan
bagaimana menyimak, kegiatan menyimak tidak lebih dari bentuk-bentuk
pengujian peserta didik 'hasil kemampuan menyimak, yang hanya berfungsi untuk
meningkatkan kecemasan tentang menyimak.
Pada bagian ini, kita akan membahas penelitian baru-baru ini dalam
mengajar menyimak bahasa kedua (SL)/bahasa asing (FL) dalam pendekatan
bottom-up (bawah-naik) (keterampilan leksikal segmentasi dan kata pengakuan)
dan top-down (metakognitive peningkatan kesadaran). Kami akan menyajikan
model pedagogis yang terintegrasi untuk mengembangkan pendengar terampil
secara otomatis dapat mengatur diri dalam proses pemahaman. Karena
keterbatasan ruang, bagian ini tidak akan berurusan dengan pengajaran dalam
dimensi sosial menyimak, yang melibatkan penggunaan strategi komunikasi untuk
negosiasi yang berarti.

PENDEKATAN BOTTOM-UP
Pengolahan Pendekatan bottom-up dalam menyimak memerlukan
pandangan bunyi dan kata dalam aliran berbicara. Ketika ada pandangan yang
memadai mengenai informasi leksikal, pendengar dapat menggunakan latar
belakang pengetahuan mereka untuk menafsirkan hasil. Pendekatan Botton-up
dalam pengajaran menyimak mengakui keunggulan sinyal akustik dan berfokus
membantu peserta didik mengembangkan keterampilan pandangan kritis.
Tantangan utama yang dihadapi oleh penguna bahasa kedua (SL)/bahasa
asing (FL) pendengar adalah bagian kata-kata. Pendengar, seperti pembaca, tidak
memiliki ruang yang menandakan awal atau ujung kata. Mereka harus
menguraikan suara ke dalam satuan yang berarti, dan batas kata yang sering sulit
untuk ditentukan. Bahkan jika mereka tahu kata, pendengar bahasa kedua
(SL)/bahasa asing (FL) mungkin tidak selalu mengenalinya dalam berbicara.

Keterampilan segmentasi kata bahasa tertentu dan diperoleh sejak awal


kehidupan. Prosedur ini begitu kokoh dalam sistem pengolahan pendengar bahwa
mereka sengaja menerapkan ketika mendengarkan bahasa baru, membuat
meyimak bahasa yang berirama berbeda sangat sulit dimengerti (Culter, 2001).
masalah ini sangat sulit untuk kemahiran-pendengar yang lebih rendah (Goh
(2000) dan Graham (2006)). Pengajaran menyimak harus membantu peserta didik
mengatasi kesulitan-kesulitan ini, sehingga mereka dapat mengidentifikasi katakata dalam suara dan ada bukti penelitiannya.
Dalam kajiannya literatur tentang bagian berbicara, Cutler (2001)
menyimpulkan bahwa pendengar bahasa kedua (SL)/bahasa asing (FL) dapat
menghambat dorongan alami untuk menerapkan bahasa asli ketika menyimak
bahasa baru yang berirama berbeda. Fitur prosodi seperti tekanan dan intonasi
adalah petunjuk penting untuk menentukan batas kata, dan ada beberapa bukti
bahwa bagian ini sangat membantu untuk pendengar bahasa kedua (SL)/bahasa
asing (FL). Hadir dalam bagian batas-jeda daripada isyarat sintaksis dapat berhasil
dalam memahami bahasa Inggris, terlepas dari usia pendengar dan latar belakang
bahasa (Harley, 2000). Memasukkan tekanan batas kata sebelum suku kata dapat
membantu mengidentifikasi kata-kata dalam berbicara (lapangan, 2005).
Penggunaan kata-awal (fonem awal kata) juga terbukti menjadi strategi
pengakuan-kata yang handal, mungkin karena informasi prosodi menyertai kata
(Lindfield, Wingfield, & Goodglass, 1999). Akhirnya sanders, Neville, dan
woldrorff (2002) menemukan bahwa "akhirnya" peserta didik dapat menggunakan
informasi dan tekanan leksikal isyarat untuk bagian berbicara bersambung;
Namun, sejauh mana pendengar bahasa kedua (SL)/bahasa asing (FL) ini dapat
menggunakan isyarat tekanan tergantung pada bahasa ibu mereka. Singkatnya,
mengetahui bahwa pendengar dapat belajar untuk menggunakan isyarat berbeda
dari bahasa asli mereka bahwa proses ini untuk pengajaran.
Keterampilan bagian-kata dapat diperoleh dengan memberikan pendengar
bahasa kedua (SL)/bahasa asing (FL) kesempatan untuk "menumpuk" (Hulstijn,
2003, hal. 422). Hulstijn menguraikan prosedur tersebut dalam enam langkah,
yaitu: (1) Mendengarkan teks lisan tanpa membaca tulis, (2) Menentukan tingkat

pemahaman, (3) memutar ulang rekaman sesering yang diperlukan, (4) memeriksa
teks tertulis, (5) mengenali apa yang seharusnya dipahami, dan terakhir, (6)
memutar ulang rekaman sampai Anda mengerti tanpa dukungan teks tulis.
Prosedur ini dapat membantu pendengar bahasa kedua (SL)/bahasa asing (FL)
fenomena yang penting dan perlu diperhatikan dalam berbicara seperti
berkurangnya bentuk, perpaduan, penghilangan bunyi dalam percakapan. Dalam
rangka mengembangkan keterampilan bagian-kata peserta didik harus sadar,
memperhatikannya, dan, selama latihan menyimak, memutar ulang sehingga
mereka bisa memecahkan teka-teki untuk diri mereka sendiri (lapangan, 2003).
Pelatihan pengenalan-kata dapat mengambil banyak bentuk. Beberapa
kemungkinan antara lain: analisis bagian dari teks turunan, perintah, dan latihan
persamaan (lihat Goh, 2002b dan lapangan, 2005). Mendengarkan "i-1 teks
permukaan, yaitu, teks aural (berdasarkan indra pendengaran) di mana sebagian
besar kata-kata yang dikenal, dapat berkembangkan secara otomatis dalam
pengenalan kata ketika pendengar bahasa kedua (SL)/bahasa asing (FL) mencatat
perbedaan kecil antara bentuk aural (didengar) dan bentuk tertulis dari teks
(Hulstijn, 2001). Mendekati proses bottom-up di tingkat prosodi, Cauldwell
(2002) kegiatan membantu peserta didik memahami "kelebihan" (yaitu, tekanan
kata dalam konteks wacana). Salah satu tekniknya yaitu kata-kata antara suku kata
penting yang "diluluhkan" sehingga memungkinkan peserta didik untuk
memahami bagaimana kata-kata dan suku kata yang dilemahkan dalam berbicara
asli. Penelitian awal telah menunjukkan bahwa modifikasi fonologi (misalnya,
penghilangan bunyi dalam percakapan, perpaduan, penghubung) mempengaruhi
pemahaman peserta didik (ESL) yang berkemampuan rendah dan tinggi
(Henrichsen, 1984).
Wilson (2003) mengusulkan penggunaan teknik dictogloss sebagai alat.
Setelah menyimak, pendengar bahasa kedua (SL)/bahasa asing (FL) dituntun
untuk melihat perbedaan antara teks dibangun kembali dan menyalinkan karyanya
tertulis dari aslinya. Teknik ini memiliki potensi untuk meningkatkan proses
persepsi karena memaksa peserta didik untuk fokus pada masalah menyimak

mereka, mempertimbangkan alasan kesalahan mereka, dan mengevaluasi


pentingnya kesalahan-kesalahan (Wilson, 2003).
Pengulangan yang tepat dan mengurangi tingkat berbicara juga telah
diperiksa sebagai teknik untuk mengajar menyimak bahasa kedua (SL)/bahasa
asing (FL) (Jensen & Vinther, 2003). Bila terkena kata per kata pengulangan
dialog direkam dalam berbagai cara yaitu Cepat (F) atau Lambat (S), ketiga
kelompok percobaan (FSS, FSF, dan FFF) mengungguli kelompok kontrol dalam
pemahaman secara rinci dan perolehan pendekodean fonologi, strategi,
selanjutnya, kelompok FFF mengungguli dua kelompok lain, menunjukkan bahwa
pengurangan kecepatan teks belum tentu meningkatkan pemahaman. Para peneliti
menyimpulkan bahwa latihan menyimak persepsi harus diintegrasikan dengan
kegiatan menyimak rutin yang memungkinkan siswa untuk "menikmati pendapat
mengenai semua bentuk linguistik", pendekatan juga dianjurkan oleh orang lain
(misalnya, Goh, 2002b (p 419), Hulstijn (2001), Wilson (2003)).
Munculnya teknologi digital lebih meningkatkan penggunaan teks audio dan
video untuk praktek menyimak individu dan di ruang kelas (misalnya, Gurba
2004; Hoeflaak, 2004). Peserta didik dapat menyimak setiap potongan teks yang
mereka pilih dan menyimpan teks pada komputer untuk diperiksa masa
mendatang (meskipun ada hak cipta). Dengan teknologi podcasting terbaru,
peserta didik juga dapat menyimak berbagai pilihan siaran media di dalam dan
luar kelas, dan menyimpannya untuk diperiksa di masa mendatang (Robin, 2007).
PENDEKATAN TOP-DOWN
Pengertian top-down dalam pengajaran menyimak baik itu untuk mengajarkan
pemahaman menyimak untuk bahasa kedua atau bahasa asing harus melibatkan
pembelajar atau siswa sebagai jalan untuk memberikan wawasan kepada mereka
tentang dasar-dasar menyimak yang baik, serta memberikan pemahaman
bagaimana proses menyimak itu berlangsung. Dengan kata lain, dalam proses
menyimak supaya menjadi lebih mudah dan efektif, sebaiknya penyimak
mengetahui konteks bacaan yang disimaknya. Sebagai contoh apabila para
penyimak atau siswa diberi tahu bahwa yang mereka simak adalah mengenai

cara makan durian , maka informasi yang mereka simak mengenai cara makan
durian tersebut lebih mudah dipahami sehingga mereka juga lebih mudah
mengingat informasi tersebut. Dengan demikian pendekatan top-down merupakan
pemahaman yang dimiliki sebelum mereka melakukan proses menyimak. Hal ini
bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan

metakognitif siswa tentang

menyimak (Goh, 2008).


Pengetahuan metakognitif itu merujuk pada bagaimana cara siswa memahami
perbedaan faktor dalam bertindak dan berinteraksi yang bisa berpengaruh
terhadap materi pengajaran dan hasil belajar siswa (Flavell,1979). Hal ini dapat
berkontribusi terhadap keefektifan belajar mereka secara langsung dan
mempunyai dampak yang positif dalam hasil belajar mereka. Pengetahuan ini
lebih jauh lagi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pengetahuan seseorang,
pengetahuan tugas, dan pengetahuan strategi.
1. Pengetahuan seseorang merupakan pengetahuan yang konsentrasinya pada
faktor-faktor personal yang mungkin dapat mendukung atau bahkan
menghalangi siswa dalam memahami menyimak. Misalnya, kesulitan atau
masalah-masalah yang dihadapi siswa dalam menyimak.
2. Pengetahuan tugas merupakan pengetahuan yang konsentrasinya bertujuan
pada hal-hal yang berkaitan dengan tugas-tugas menyimak. Misalnya,
petunjuk penugasan dalam menyimak, susunan dan struktur yang ada
dalam teks, faktor-faktor yang menyulitkan dalam menyimak, dan tipe
atau jenis keterampilan menyimak yang diperlukan untuk mencapai tujuan
menyimak.
3. Pengetahuan strategi merupakan pengetahuan yang sangat bermanfaat
untuk meningkatkan pemahaman menyimak, misalnya strategi untuk
menghadapi kesulitan-kesulitan dalam menyimak, dan untuk memaknai
gagasan penulis.
Pengetahuan metakognitif siswa dalam menyimak dapat dikembangkan dalam
beberapa cara. Salah satu metode yang mudah baik untuk guru dan siswa adalah
menyimak buku catatan harian (Goh, 1997). Buku catatan harian ini sangat efektif
untuk mendorong pemahaman siswa secara langsung dalam hal menyimak secara
khusus. Sehingga mereka dapat mengevaluasi kinerjanya dan bisa mengambil

langkah-langkah positif untuk mengembangkan keterampilan menyimak mereka.


Guru juga dapat merancang bagaimana proses orientasi dari kegiatan
pembelajaran menyimak (Liu & Goh.2006). sebuah metode yang juga terbukti
efektif untuk siswa yang masih berusia muda. Dalam sebuah diskusi kelompok
antara guru dan siswa, siswa dapat berbagi pandangan mereka secara pribadi dari
apa yang sudah mereka tulis dalam buku harian. Mereka juga dapat belajar
tentang strategi baru dalam menyimak pada diskusi yang menggunakan dialog
kolaburatif.
Peningkatan kesadaran metakognif dalam penugasan juga dapat dihubungkan
dengan berbagai langkah dalam pelajaran menyimak. Vendergrift (2003b)
memberikan beberapa penugasan menyimak untuk pemandu siswa Prancis untuk
dijadikan bahan prediksinya, dan ternyata prediksi itu berhasil, tidak hanya siswa
yang sukses menggunakan strategi itu, akan tetapi motivasi mereka juga
meningkat dan kesadaran metakognitifnya timbul karena adanya peran dari
strategi dalam pemahaman menyimak. Liu & Goh (2006) meminta siswa utuk
menngunakan petunjuk-petunjuk dalam metakognitif ketika mereka belajar
menyimak. Petunjuk-petunjuk tersebut sebagai berikut:
1. Siswa harus menjawab pertanyaan dengan cepat dan tepat, sebelum, saat,
dan sesudah tugas menyimak diberikan.
2. Menilai kinerja mereka.
3. Menyiapkan rencana dan strategi saat mendengarkan soal menyimak
terhadap soal berikutnya.
Cara meningkatkn metakognitif dalam pendekatan top-down saat mengajar
adalah dengan cara, guru memberikan uraian penjelasan sebelum tugas menyimak
diberikan untuk memancing siswa berpikir kritis. Mengaplikasikan pendekatan
top-down, tujuannya untuk menganalisa pengetahuan siswa sebelumnya. Untuk
merefleksikan metakognitif melalui instrumen interoveksi seperti kuesioner.
Nama kuesioner metakognitif adalah MALQ. Jadi, cara untuk meningkatkan
kesadaran metakognitif yaitu melalui, menyimak buku harian, diskusi, dan
kuesioner.
Model Integrasi Untuk Mengajarkan Menyimak Untuk Bahasa Kedua

Kurikulum yang disusun dalam pengajaran menyimak yang efektif, harus ada
tiga unsur yaitu, aktif, strategi, dan konstruktif (tersusun). Ketiga unsur ini dapat
tercapai dengan menerapkan kegiatan kolaburasi antara siswa dan guru harus
aktif.
No

Tahapan dalam keterampilan menyimak

Hubungan dalam proses


metekognitif

Tahap perencanaan:

Merencanakan dan

Contoh kegiatan. Topik dan jenis teks harus jelas,

memperhatikan

agar siswa dapat memprediksi jenis informasi dan


kata-kata apa yang biasa mereka dengar yang
terdapat pada teks.
2

Menyimak pertama/tahap verifikasi:

Mengawasi

Siswa mendengarkan untuk memverifikasi dugaan


sementara , kemudian mengecek dugaannya dan
mencatat informasi-informasi penting.

Kemudian siswa menggabungkan apa yang mereka

Mengamati, merencanakan, dan

tulis dengan temannya, memodifikasi, meresolusi

memilah-milah perhatian

(menawarkan cara memecahkan masalah), dan


menentukan langkah-langkah penting yang perlu
untuk diperhatikan.
4

Menyimak kedua/tahap verifikasi:

Mengamati dan memecahkan

Siswa menyeleksi keberadaan poin-poin yang kontra masalah


, kemudian mengoreksi dan menulis informasi
secara detail agar mudah dipahami.
5

Semua anggota kelas harus terlibat dalam kelas


diskusi untuk menyusun kembali gagasan utama
dalam teks dan hal-hal yang paling relevan serta
tepat dengan teks yang tadi. Kemudian diselaselanya diselingi dengan refleksi, bagaimana siswa

Pengamatan dan penilaian

menafsirkan teks.
6

Tahap menyimak terakhir/tahap verifikasi:

Menyeleksi perhatian dan

Siswa menyimak untuk mengungkapkan informasi

mengamati

yang mereka dapatkan dalam teks dan pada saat


diskusi. Kemudian diharapkan dapat menguraikan,
menyatukan, dan memilah-milah informasi yang ada
di dalam teks dan mentranskripkannya.
7

Tahap refleksi:

Evaluasi

berdasarkan strategi yang digunakan dalam diskusi


sebelumnya, untuk mengimbangi hal apa yang tidak
dimengerti, siswa dapat menuliskan tujuan utama
terlebih dahulu untuk kegiatannya menyimak
selanjutnya. Sebuah ketidaksesuaian diskusi antara
yang didengar dan yang ditulis dalam teks, dapat
juga menggunakan langkah ini.

PENILAIAN MENYIMAK
Cara yang paling tepat dalam melakukan penilaian menyimak bahasa
kedua dan bahasa asing adalah dengan cara seminal yang diperkenalkan oleh
Buck (2011). Karena adanya keterbatasan ruang yang menjadi penghalang
penilaian menyimak, pembaca dianjurkan untuk membaca sumber-sumber yang
baik dan dapat diakses dengan mudah serta berbasis penelitian topik. Fokus utama
disini adalah tantangan utama pada penilaian menyimak bahasa kedua dan bahasa
asing dalam literatur penelitian terkini. Mencakup pertanyaan-pertanyaan yang
berkaitan dengan validitas atau keabsahan konstruk (gagasan), jenis tugas, jenis
soal, dan cara masukan (pemakaian).
Validitas konstruk sangat penting bagi penilaian, karena itu diperlukan
penjelasan konstruk, perilaku kerja yang perlu dikaji, dan menyusun tugas (teks
yang tepat dan respon terhadap soal). Validitas konstruk adalah tantangan khusus
dalam menyimak. Proses menyimak sangat susah diuji secara empiris, dan seperti

yang telah dinyatakan sebelumnya, proses ini berinteraksi dengan cara yang
sangat rumit, dengan jenis pengetahuan yang berbeda-beda dan pada akhirnya
pemahamannya hanya dapat disimpulkan melalui tugas menyempurnakan atau
melengkapi. Penelitian yang lebih introspektif atau bersifat introspeksi diperlukan
untuk mengungkapkan apa yang memotivasi penyimak, tipe penyimak, jenis
tugas, jenis pengetahuan, dan interaksi proses menyimak dalam menentukan
respon yang menyimak.
Umumnya, tujuan tes menyimak dan konteks penggunaan bahasa akan
menuntun definisi konstruk (Buck, 2001). Bagaimanapun, situasi konteks
penggunaan bahasa masih tidak jelas (yang sering terjadi pada tes keahlian umum
dan penilaian pada kelas bahasa kedua atau bahasa asing), Buck mengajukan
bentuk standar menyimak yang menentukan menyimak sebagai
kemampuan untuk 1) secara otomatis memperluas contoh bahasa lisan yang
realistis, 2) memahami informasi kebahasaan yang terdapat dalam teks, dan
3) membuat kesimpulan yang jelas (tidak ambigu) yang melibatkan isi
paragraf.
Definisi ini cukup fleksibel, luas, dan cocok untuk kebanyakan konteks
penggunaan

bahasa

dan

memungkinkan

penyimak

untuk

menunjukkan

kemampuan pemahamannya.
Dalam usaha untuk menemukan bukti empiris pada beberapa kompetensi
yang mendasari menyimak akademik atau menurut teori (dari teori taksonomi
menyimak), Wagner (2002) meneliti validitas konstruk tes yang berbasis video,
dipandu oleh model dari enam kompetensi dan dua faktor (bottom up and top
down proses naik dan turun). Beberapa bukti untuk validitas model dua faktor
memunculkan; dua faktor yang muncul terkait dengan proses 1) penyampaian
informasi secara ekplisit dan 2) informasi implisit. Wagner menghubungkan
kurangnya hasil definitif dengan kesulitan membedakan proses menyimak yang
mucul secara bersamaan. Lebih lanjut, Wagner menyatakan perbedaan ekplisit dan
implisit bisa jadi tidak alami, karena penyimak harus memahami ekplisit untuk
mnyimpulkan implisitnya. Berdasarkan penelitian Wagner, yang penting dalam

usaha untuk mendefinisikan konstruk menyimak secara empiris adalah


mengerjakan tugas dengan tingkat kesulitan yang tinggi.
Dalam penyelidikannya tentang perbedaan karakteristik tugas dan syaratsyarat tugas, Brindley dan Slayter (2002) menemukan bahwa kecepatan bicara dan
cara merespon mempengaruhi tugas dan kesulitan soal. Mereka menemukan
bahwa hubungan yang rumit diantara beragam komponen tugas membuat semakin
susah untuk mengidentifikasi tingkat kesulitan dari soal. Menyesuaikan satu
variabel tugas tidak serta merta membuat tugas lebih mudah ataupun lebih sulit,
karena tingkat kesulitan tugas merupakan fungsi dari hubungan antara karateristik
penyimak dan karakteristik tugas. Contohnya, variabel kecepatan bicara sulit
untuk digunakan ketika kecepatannya berbeda sepanjang teksnya. Mereka juga
menyoroti isu yang terkait dengan validitas konstruk dan penilaian yang dapat
dipercaya pada konteks kelas. Contohnya, aksen dan dialek pembicara dapat
membuat tes bias terhadap pelajar ESL.
Menulis catatan selama tes menyimak berbasis komputer mungkin dapat
membantu penyimak bahasa kedua dan bahasa asing, tergantung pada lamanya
proses pembelajaran, topik, dan keahlian penyimak (Carrell, Dunkel, & Mollaun,
2004). Selanjutnya,

menulis catatan dapat mengimbangi atau mengurangi

masalah ingatan atau memori dan meningkatkan validitas tes.


Rupp, Garcia, dan Jamieson (2001) telah melakukan penelitian tentang
masalah tingkat kesulitan soal, menggunakan Analisis Regresi Ganda (Multiple
regression Analysis (MRA)) dan pohon klasifikasi dan regresi (CART). MRA
menunjukkkan karakteristik teks dan hubungan antara teks dan soal sebagai
kontributor tingkat kesulitan soal, dan CART menunjukkan bagaimana hubungan
tumpang tindih kombinasi yang berbeda pada jenis soal yang mudah dan yang
sulit. Meningkatkan tingkat kesulitan soal sepadan dengan menambah panjang
kalimat atau jumlah kata, dan perbandingan jenis tanda. Variabel-variabel ini
dipengaruhi oleh kepadatan informasi, leksikal tumpang tindih, jenis soal, dan
jenis pertandingannya. Selanjutnya, Cheng (2004) menyatakan format respon
memiliki efek yang signifikan terhadap performansi tes menyimak. Siswa yang
menyelesaikan soal-soal pilihan ganda (rumpang) mengungguli siswa yang

menyelesaikan soal pilihan ganda tradisional, yang mengungguli siswa yang


menyelesaikan pertanyaan terbuka.
Pertanyaan tentang cara masukan dalam menilai menyimak menerima
lebih banyak perhatian penelitian dengan meningkatnya ketersediaan teknologi
digital dan mutimedia. Para pengembang tes tertarik untuk menentukan relevansi
dan kegunaan dukungan tampilan (visual) pada penilaian menyimak bahasa kedua
dan bahasa asing. Coniam (2001) menemukan bahwa siswa yang menyimak audio
sebuah diskusi pembelajaran memperoleh skor pemahaman yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok yang menyimak versi video. Lebih dari 80%
kelompok video mengutarakan bahwa video tidak memfasilitasi pemahaman dan
lebih memilih versi audio. Ginther (2002) meneliti efek relatif dari dua jenis
tampilan pada pemahaman percakapan singkat di tes TOEFL. Konten atau isi
tampilan (gambaran yang terkait dengan konten nyata percakapan) sedikit
meningkatkan pemahaman; bagaimapun, konteks tampilan (gambaran yang
menentukan adegan percakapan selanjutnya) kurang berguna.
Mengingat bahwa dukungan tampilan hanya memberikan sedikit
kegunaan, apakah sebenarnya para peserta menonton video tersebut? Wagner
(2006) menemukan bahwa penyimak menaruh perhatian pada layar monitor (ratarata 69% dari waktu tes) dibandingkan pada materi test. Perhatian penyimak tidak
berubah pada poin tertentu selama tes. Bagaimanapun persentasi waktu lebih
besar digunakan untuk menonton dialog daripada kuliah singkat. Kebalikannya,
penyimak pada penelitian Coniam yang didukung dengan teks video pada
penilaian menyimak dan tidak terdapat pengalih video. Hal yang sama ditemukan
oleh Feak dan Salehzadeh (2001) pada pengembangan dan validasi penempatan
tes menyimak menggunakan video. Beberapa interaksi pembicara, yang visualnya
dilengkapi dengan unsur pembicaraan, dinilai oleh instruktur dan juga siswa agar
menjadi tes penggunaan bahasa yang valid dalam berbagai suasana akademik.
Mengetahui audio memainkan peran utama dalam penilaian menyimak
bahasa kedua dan bahasa asing, Read (2002) meneliti efek dari jenis audio yang
berbeda untuk penilaian pada latar akademik. Siswa yang menyimak suatu
monolog tertulis lebih mengungguli siswa yang menyimak diskusi tak tertulis

pada konten yang sama. Hal ini menghasilkan konflik dengan penemuan
terdahulu yang menyatakan teks lisan yang memasukkan dialog tak tertulis akan
lebih mudah dipahami. Read menghubungkan ketidaksesuaian ini dengan variabel
tingkat kerumitan teks dan menyimpulkan bahwa tes menyimak harus
menyertakan beragam masukan yang merefleksikan sejumlah aliran (genre).
Mengingat tingkat kerumitan menyimak bahasa kedua dan bahasa asing,
penilaiannya harus disepakati terlebih dahulu. Oleh karena itu, pada evaluasi tes
menyimak, satu yang harus diingat yaitu ukuran konstruk dan batas kemampuan
yang dimiliki manusia (Alderson, 2005).

SIMPULAN
Pengajaran menyimak bahasa kedua dan bahasa asing telah ada sejak lama
saat menyimak secara tidak disengaja muncul atau berkembang saat mempelajari
keterampilan bahasa yang lain. Perkembangan positifnya adalah aktivitas pramenyimak memungkinkan peserta didik untuk menerapkan pengetahuannya
selama menyimak. Bagaimanapun hal ini meninggalkan bekas. Keharusan untuk
mengajarkan keterampilan persepsi atau menanggapi yang lebih baik pada peserta

didik, terutama dalam konteks menyimak dan aktivitas di kelas. Pengajar harus
lebih fokus pada proses menyimak dibandingkan hasil aktivitas menyimak. Fokus
pada aspek pemebelajaran kognitif dan metakognitif dapat membantu peserta
didik untuk mengatur pemahaman mereka. Dengan mengingat dua prioritas ini,
kita telah menawarkan model pembelajaran dengan menggabungkan dimensi naik
turun (bottom-up dan top-down) pada pengajaran menyimak.
Meskipun ada beberapa kemajuan terkini, menyimak tetap yang paling
susah dipahami dari empat keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis). Hal ini membuat pengajaran dan penailaiannya lebih
rumit dan menantang. Penelitian lebih lanjut tentang pengetahuan, keterampilan,
dan proses yang terdapat dalam menyimak, dan bagaimana ini berhubungan, akan
dijelaskan lebih lanjut pada pengajaran dan penilaian keterampilan komunikasi
yang esensial. Namun demikian, ada banyak pengetahuan tentang pengolahan
bahasa dan metakognisi dalam pembelajaran di mana guru dapat membimbing
praktik pembelajaran mereka sendiri.

Anda mungkin juga menyukai