Anda di halaman 1dari 3

The New Rules of The World

Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki banyak potensi


untuk menjadi negara yang lebih besar dan kuat. Tetapi jika kita melihat
lebih dekat dan lebih jeli, kita akan menyadari betapa tidak teraturnya
perekonomian negara kita. Film dokumenter ini menceritakan tentang
dampak globalisasi, khususnya pada bidang ekonomi neo liberalisme yang
dijalankan oleh WTO dan IMF.
Pada film ini kita akan menyaksikan bagaimana dampak globalisasi
terhadap Indonesia. Negara kita adalah sebuah negara yang memiliki
banyak potensi dan sumber daya alam yang dapat dikembangan. Itu
semua tergantung kepada para pemimpin dan para petinggi negeri ini.
Sayangnya, negara kita miskin teknologi dan modal. Sehingga para
negara dunia pertama atau negara-negara yang maju teknologinya dan
kuat dalam sektor ekonomi dengan mudahnya memasuki Indonesia. Ini
lah yang mereka sebut dengan Globalisasi.
John Pilger, sang pembuat film ini, mencoba memaparkan
bagaimana dampak globalisasi terhadap negara Indonesia. Pada
prinsipnya, dengan adanya globalisasi diyakini akan membawa
kesejahteraan yang merata, pembangunan infrastruktur negara menjadi
lebih baik, dan mengurangi jumlah pengangguran. Di Indonesia dan
negara berkembang lainnya, prinsip itu sangat jauh dengan kenyataan
yang ada. Terbukti dengan meningkatnya jumlah pengangguran,
kemiskinan merajalela, dan terjadinya kesenjangan sosial yang cukup
tinggi di masyarakat Indonesia.
Yang miskin semakin miskin, yang kaya semakin kaya. Itu adalah
kata-kata yang sering diucapkan oleh masyarakat. Pada film ini kita akan
melihat sisi lain dari pabrik-pabrik dengan label terkenal dan pasaran
internasional. Diberikan contoh pada film ini adalah pabrik GAP dan Nike.
Pabrik-pabrik multinasional ini tidak memperlakukan para buruhnya
secara manusiawi. Mereka diberikan upah yang rendah dengan jam kerja
yang tidak masuk akal. Apakah mereka ditunjang dengan fasilitas dari
pabrik yang memadai? Jawabannya tidak. Mereka dipekerjakan diruangan
yang diterangi lampu neon dengan suhu 40 oc dan diharuskan untuk
berdiri. Mereka dipaksa untuk terus bekerja dan seakan tidak ada pilihan
selain mengerjakan apa yang diperintahkan oleh atasan mereka. Jam kerja
yang tidak masuk akal ini akan lebih menggila apabila pabrik ini
mendapat pesanan mendadak untuk di ekspor. Waktu mereka dikuras
habis-habisan dan dipaksa untuk bekerja lebih keras lagi.

UMR di Indonesia pada saat film ini dibuat adalah 9 ribu rupiah.
Dengan pekerjaan yang berat ini mereka hanya dibayar 9 ribu rupiah
perhari atau sekitar 1 dollar perhari. Dengan upah yang begitu rendahnya,
mereka harus rela mempunyai tempat tinggal yang dikatakan sangat
tidak memadai di lingkungan kumuh di Jakarta. Mereka menyiasati upah
mereka agar mencukupi kebutuhan pangan keluarganya dengan cara
mengurangi porsi makan dan tingkat gizi makanan yang mereka
konsumsi. Upah gaji para buruh pabrik sepatu Nike sangat berbeda jauh
dengan upah yang diterima oleh Tiger Wood untuk mempromosikan
produk tersebut.
Beberapa buruh pabrik pun diwawancarai dalam film dokumenter
ini. Mereka menceritakan betapa tidak manusiawinya kehidupan di pabrik.
Ketika ada pesanan mendadak untuk ekspor, mereka diwajibkan untuk
bekerja selama 16 jam dengan 2 kali istirahat sepanjang hari. Jangan
bayangkan ruangan kerja yang nyaman dan kondusif, John Pilger dengan
berani membawa masuk kamera tersembunyi kedalam ruang kerja pabrik
GAP. Dan terlihatlah bagaimana keadaan ruang kerja buruh pabrik yang
menghasilkan barang berharga jual tinggi ini. Diruangan luas dengan
tidak mengunakan fasilitas Air Conditioner, kurang lebih 1000 pekerja
memproduksi barang disitu. Keadaan yang penuh sesak dan
mengharuskan mereka berdiri sepanjang hari juga menjadi salah satu
mimpi buruk mereka.
Dita Sari, seorang aktivis pemimpin buruh di Indonesia,
membenarkan kejadian ini. Dengan tingkat pengangguran dan kemiskinan
yang tinggi, para buruh rela melakukan apa saja meskipun dengan upah
yang rendah. Proses kerja yang tidak wajar ini amat menyimpang dari
peraturan pabrik yang dibuat oleh GAP sendiri.
Film ini lebih jauh telah mempertontonkan dominansi perusahaanperusahaan multinasional yang berada di Indonesia. Apa yang terjadi
kepada buruh-buruh Indonesia tak jauh berbeda dengan apa yang dialami
oleh para buruh di negara berkembang lainnya seperti Afrika dan Amerika
Latin.
Pada sisi lain, film ini menceritakan tentang ekonomi yang terjadi
dunia. John Pilger sengaja mendatangi Nicholas Stern, pimpinan ekonom
dari World Bank atau bank dunia di Washington DC. John Pilger melakukan
wawancara yang amat serius mengenai bagaimana proses terjadinya
hutang luar negeri yang berasal dari pinjaman Bank Dunia kepada
Indonesia. Dalam wawancara ini timbul lah pertanyaan dari John Pilger,
apakah ada hubungannya dengan pembantaian yang dilakukan oleh rezim
orde baru demi terlaksananya globalisasi di Indonesia.

Pada bagian ini terlihat jelas bagaimana kesejahteraan yang


seharusnya dibawa dengan adanya globalisasi, sangat berbeda jauh
dengan kenyataan yang ada. Kepada wakil direktur IMF, John Pilger
menanyakan apakah mungkin dihapuskannya hutang Indonesia yang
harus dilimpahkan kepada para rakyat Indonesia. Hutang kepada Bank
Dunia yang sangat memberatkan negara jika dihapuskan diperkirakan
dapat mengurangi kemiskinan yang terjadi di Indonesia. Terungkap pada
film ini bahwa rezim yang berkuasa dan globalisasi yang didukung oleh
lembaga keuangan internasional seperti IMF banyak menciptakan
pelanggaran seperti diskriminasi.

John Pilger juga mempertanyakan alasan IMF untuk tetap


memberikan pinjaman kepada rezim yang jelas melakukan tindakan
korupsi dan tidak ada transparasi ekonomi. Secara jelas disebutkan bahwa
Bank Dunia dan negara-negara peminjam modal ini mengambil
keuntungan yang besar melalui proyek-proyek yang dilakukan oleh para
perusahaan multinasional dari negara asal masing-masing.
Menjadi pion kapitalisme dan imperialism barat, itulah yang terjadi
pada negara ini. IMF dan bank dunia dengan pinjaman yang diberikan
pada saat orde baru dengan pemimpin bangsa pada saat itu adalah
Jendral Soeharto sangat dipertanyakan. Pinjaman yang bahkan belum bisa
dilunasi bangsa ini hingga sekarang. Pinjaman yang bahkan 30% dari
jumlahnya yang tidak terhitung hilang dan raib tanpa pernah dinikmati
oleh rakyat Indonesia. Kemana perginya uang tersebut? Jelas ke pundipundi uang para pemimpin dan kroni-kroninya pada saat itu.
Walaupun globalisasi tidak selalu berdampak buruk, tapi pada film
ini sudah terlihat sangat jelas bagaimana buruknya globalisasi yang
terjadi di Indonesia. Dapat kita lihat dimana tenaga kerja Indonesia
tereksploitasi tanpa dapat menyuarakan hak-hak yang seharusnya
mereka terima. Kesenjangan sosial yang jelas terjadi, membuat jurang
perbedaan yang makin lama makin besar antara si kaya dan si miskin.
Film ini juga menunjukkan bagaimana negara kapitalis terlah menjadikan
negara dunia ketiga sebagai tempat mereka mendulang emas untuk
kepentingan pribadi mereka tanpa memperhatikan dampak yang telah
mereka lakukan pada negara-negara tersebut, dalam film ini, Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai