Artikel Lingkungan Hidup Yang Ideal
Artikel Lingkungan Hidup Yang Ideal
kerusakan
dan
mungkin
kepunahan
komponen
biotik
dalam
pada
masyarakat
tidak
semata-mata
teknologi
eksploitasi,
lingkungan
dan
sekaligus
memberikan
kontribusi
dalam
sumberdaya
alam
serta
pengaruhnya
terhadap
pertumbuhan
zat, benda, dan organisme tertentu langsung berinteraksi dengan zat, benda,
dan organisme lainnya di bagian lain dalam lingkungan. Hubungan interaksi
ini bisa intensif dan segera terasa dalam waktu oendek, bisa pula bersifat
tidak langsung dan bari terasa lewat beberapa waktu. Contoh pengaruh
langsung yang terasa, yaitu penebangan hutan di hulu sungai, menyebabkan
terjadinya erosi di bagian hulu dan besarnya pengendapan lumpur pada
bagian hilir. Contoh pengaruh tidak langsung yang dalam jangka lama baru
terasa akibatnya, yaitu tercemarnya air sungai oleh logam berat. Seperti
diketahui bahwa dalam air hidup berbagai jenis ikan yang biasa dimakan oleh
penduduk. Penduduk baru menderita penyakit puluhan tahun kemudian
setelah memakan jenis ikan yang hiudp pada air tercemar.
2. Bahwa sesuatu yang dibuang dalam lingkungan alam tidak akan hilang.
Limbah industri yang dibuang bisa dianggap hilang oleh pengusaha industri.
Namun limbah itu sebetulnya hanya pindah tempat, masuk ke lingkungan air,
udara, dan tanah. Hal ini dapat mengganggu kesehatan masyarakat di tempat
atau lingkungan yang lain.
Ekosistem terbentuk sebagai hasil perkembangan alam dalam ratusan,
ribuan, bahkan jutaan tahun. Untuk membuat lapisan lahan bagian atas
setebal 2,5 cm, diperlukan waktu sekitar 300 tahun. Karena ekosistem
membutuhkan waktu yang lama proses pembentukannya, maka harus kita
jaga kelestariannya.
3. Bahwa stabilitas ekosistem berkaitan langsung dengan keanekaragaman isi
lingkungan. Semakin beraneka ragam isi lingkungan dengan bermacammacam fauna dan flora, semakin stabil ekosistem itu. sebaliknya semakin
seragam isi lingkungan dengan tumbuh-tumbuhan dan binatang yang sedikit
jenisnya, semakin labil dan goyah ekosistem itu.
4. Bahwa ekosistem yang beranekargama dan stabil itu menumbuhkan kualitas
hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekosistem yang seragam dan
labil.
5. Bahwa ekosistem yang kuat mendesak yang lemah. Kuat dalam makna fisik
maupun intelegensi, mampu mendesak yang lemah.
6. Tidak ada hal gratis dalam kehidupan lingkungan. Apabila manusia hanya
memetik dari alam tanpa siklus kehidupan, hal ini akan menimbulkan
ketidakseimbangan dan muncul gangguan atau bencana di saat lain. Apa
yang
diambil
dari
lingkungan
hidup
haru
sdisertai
dengan
usaha
pasti
kesejahteraan
dalam
usaha
manusia
idengan
pengelolaan
tetap
lingkungan
memperhatikan
hidup
untuk
kelestariannya.
dapat
dicapai
pengembangan
lingkungan
yang
ideal
adalah
Lingkungan
Kantor
Lingkungan
Hidup
(KLH)
Kota
Surakarta,
menambahkan hal ini juga disebabkan efek gas rumah kaca (GRK) yang secara
global memengaruhi iklim bumi.
Saat ditemui di kantornya, Pak Sultan menjelaskan bahwa masalah ini sudah
menjadi perhatian banyak pihak terutama pemerintah. Indonesia sebenarnya sudah
mempunyai target untuk mempunyai ekses sanitasi yang baik antara 70-80% sampai
tahun 2010 nanti. Tetapi target itu agaknya tidak bisa tercapai mengingat banyak
yang harus diselesaikan sedang waktunya tinggal satu tahun lagi.
Untuk Surakarta sendiri, pemkot melalui berbagai instansi saling bekerja sama untuk
mewujudkan tersedianya cakupan ruang terbuka hijau minimal 30% dari wilayah
kota. Beberapa program yang sudah dijalankan antara lain penanaman pohon,
pembuatan taman kota, dan revitalisasi bantaran kali. Saat ini semuanya sedang
dalam pelaksanaan. Pembuatan taman kota dalam wilayah kerja KLH sekaligus
untuk konservasi bantaran kali dan kawasan penyangga banjir. Selain itu juga
difungsikan untuk resapan air.
Beberapa bantaran kali yang sudah digarap antara lain Kali Anyar di depan terminal
Tirtonadi, timur jembatan Kandang Sapi, dan kali Gajah Putih (terusan Kali Anyar
utara Bale Kambang. Selain membangun talud pada sisi sungai juga dibuat taman
kota di pinggir jalan seperti di depan terminal Tirtonadi dan Kandang sapi.
Sedangkan program konservasi bantaran kali di Kelurahan Joyontakan sudah mulai
digalakkan sejak 2007, sebelum terjadi banjir akhir 2007. Di sana, bantaran kali
selain ditanami pohon juga dibangun Sanggar Merdeka sebagai tempat bermain
anak-anak dan berkumpulnya warga sekitar bantaran.
Namun upaya penyelamatan lingkungan ini menghadapi kendala lain. Sementara
kepentingan orang banyak sedang diupayakan, sebagian masyarakat kecil penghuni
bantaran kali harus menelan pil pahit. Mereka terpaksa pindah dari rumahnya yang
dianggap sebagai hunian liar, setelah bertahun-tahun tinggal di sana.
Seperti dirasakan oleh Ibu Tumiyem, warga bantaran Kali Anyar yang sudah tinggal
di sana sejak enam tahun terakhir bersama suami dan anaknya. Mereka hanya
berprofesi sebagai pengamen dan pemulung, memutuskan pindah ke kota dari
daerah asalnya di Bayat Klaten. Meskipun sudah beberapa kali terjaring razia
pengamen, mereka tidak memiliki banyak pilihan karena selain tidak memiliki
pendidikan, keterampilan pun sangat minim.
Sesuai rencana pemkot Surakarta yang akan melaksanakan pembangunan talud
bantaran Kali Anyar sampai 2010-2011, seluruh warga yang tinggal di bantaran Kali
Anyar harus sudah pindah sebelum itu. Ganti rugi yang diberikan pemkot kepada
para warga itu sekitar 1,5 juta per KK. Padahal, menurut pengakuan Ibu Tumiyem,
warga bantaran dulu juga membeli tanah seharga 3 juta, bahkan ada yang mau
menjual seharga 9 juta. Tidak jelas siapa yang menjual tanah negara ini. Menurut
informasi warga sekitar, penjualnya adalah orang Yogyakarta, tetapi tidak diketahui
identitas lengkapnya.
Paradigma Baru
Sementara masalah lain yang menurut Pak Sultan cukup penting untuk diperhatikan
adalah masalah pengelolaan sampah. Saat ini, di Kota Surakarta sendiri masih
menggunakan sistem open dumping (penimbunan terbuka) sebagai cara mengelola
sampah. Ke depan, cara itu sudah tidak boleh digunakan lagi. Dalam jangka waktu
lima tahun mendatang, seluruh pemerintah daerah ditargetkan sudah memiliki cara
baru untuk mengolah sampah. Jadi, tidak hanya menimbun dan membiarkannya
menjadi kompos setelah bertahun-tahun. Tetapi harus sudah ada sistem pengelolaan
sampah yang bagus.
KLH Kota Surakarta sudah memiliki konsep untuk pengelolaan sampah pada masa
yang akan datang. Saat ini konsep yang menggunakan paradigma baru dalam
pengelolaan sampah ini mulai disusun. Perlu paradigma atau cara berpikir yang
berbeda dalam menangani masalah sampah ini. Meskipun saat ini Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo Mojosongo yang luasnya 17 ha masih
memadai untuk menampung sampah dari penduduk kota, tetapi menurut UU No. 26
Tahun 2008, pemkot diberi batas toleransi waktu hingga lima tahun saja untuk
menggunakan sistem open dumping. Selanjutnya tidak boleh lagi sampah itu
ditumpuk begitu saja seerti saat ini. Di KLH sendiri, kita sudah siapkan konsep
pengelolaan sampah yang baru, jelasnya.
Dalam konsep pengelolaan sampah yang sudah disusun oleh KLH, sampah tidak
akan dibuang begitu saja ke TPA. Secara sistematis, KLH berharap sampah bisa
dikurangi langsung dari sumbernya, yaitu rumah tangga dan industri. Produsen
sampah, yaitu rumah tangga dan industri, diharapkan memiliki kemampuan untuk
mengelola sendiri sampahnya. Mulai dari memilih bahan mentah yang ramah
lingkungan, menggunakan proses yang ramah lingkungan saat mengkonsumsi
produk, dan mampu memisahkan antara sampah organik dan nonorganik. Itu semua
dilakukan sebelum sampah keluar dari rumah tangga.
Untuk sampah organik sebisa mungkin diolah kembali sehingga bisa dimanfaatkan
untuk keperluan lain semisal pakan ternak. Sementara untuk sampah nonorganik,
bisa dijual lagi kepada pengepul barang bekas seperti botol atau kaleng. Nah, dari
sisa sampah yang sudah tidak bisa diolah inilah yang selanjutnya masuk ke TPA.
Jadi, harapannya bisa menghemat sampah hingga 20-40% dari semua sampah
yang dihasilkan. Bahkan di Jepang cara ini bisa menekan hingga 1/17 sampah yang
masuk ke TPA, sambung Pak Sultan.
Peran Pemkot
Pemkot dalam masalah ini dikatakannya memiliki peran penting dan tanggung jawab
besar dalam mewujudkan target penanganan masalah lingkungan hidup khususnya
infrastruktur
atau
sarana-prasarana,
pemkot
juga
harus
bisa