Anda di halaman 1dari 8

Lingkungan Hidup yang Ideal

Manusia modern dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat melepaskan diri


dari penerapan teknologi, karena manusia modern tidak sekedar menjalani
hidup akan tetapi telah menempatkan kenikmatan hidup sebgai salah satu
sikap dan perilakunya dalam mencapai kbahagiaan. Sebgai konsekuensi dari
perilaku manusia modern ini, maka kebutuhan untuk kehidupan yang diambil
dari lingkungannya tidak lagi sebatas subsistensi (jumlah yang diperlukan
untuk mempertahankan fungsi-fungsi hidup) akan tetapi telah meningkat pada
jumlah kebutuhan yang berlebih.
Jumlah sumber daya alam yang dibutuhkan semakin diperbesar lagi oleh
pertumbuhan populasi manusia dan penemuan-penemuan baru berkat
perkembangan sains dan teknologi. Akibatnya, sumberdaya alam dikuras
serta kegiatan produksi dan konsumsi benda-benda keperluan sehari-hari
akan dihasilakan tetapi ada juga produk sampingannya berupa limbah yang
dapat mencemari lingkungan. Sebagai akibat lebih lanjut dari pencemaran,
terjadi

kerusakan

dan

mungkin

kepunahan

komponen

biotik

dalam

ekosistem.kerusakan komponen biotik menyebabkan daur biogeokimiawi,


yaitu daur-daur materi dan aliran energi dalam ekosistem terganggu.
Ketimpangan daur ekosistem akan mengakibatkan sumberdaya alam
semakin turun kualitasnya dan juga kuantitasnya, yang akan dipuncaki
dengan kepunahan sumberdaya alam tersebut. Jika hal ini terjadi maka daya
dukung lingkungan untuk kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya akan
menjadi turun, sehingga (kelestaria) populasi manusia menjadi terancam.
Dengan demikian untuk mempertahaknkan kelangsungan hidup manusia dari
generasi ke generasi sampai pada akhir zaman perlu dilakukan pengelolaan
lingkungan yang bijaksana sehingga terciptalah lingkungan hidup yang
ideal.
Perencanaan dan pengelolaan lingkungan hanya kan berhasil baik jika
bertumpu pada pengembangan sains dan teknologi, sehingga penerpan
teknologi

pada

masyarakat

tidak

semata-mata

teknologi

eksploitasi,

melainkan juga teknologi yang mampu mengarahkan perencanaan dan


pengelolaan

lingkungan

dan

sekaligus

menciptakan lingkungan hidup yang ideal.

memberikan

kontribusi

dalam

Gambar 8: Ilustrasi Lingkungan Hidup yang Ideal


Pengelolaan lingkungan sehingga menjadi ideal akan terlaksana apabila
pada awal pemanfaatannya kita memperhatikan beberapa hal, untuk
sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui adalah:
1. Terbatasnya jumlah kualitas sumber daya alam
2. Lokasi

sumberdaya

alam

serta

pengaruhnya

terhadap

pertumbuhan

masyarakat dan pembangunan daerah


3. Penggunaan hasil sumberdaya alam agar tidak boros
4. Dampak negatif pengolahan yang berupa limbah dipecahkan secara bijaksana
termasuk pembuangannya.
Sedangkan dalam pengolahan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui
perlu memperhitungkan beberapa hal berikut:
1. Cara pengolahan hendaknya dilakukan secara serentak disertai proses
pembaruannya
2. Hasil penggunaannya sebagian untuk menjamin pembaruan sumberdaya
alam
3. Penerapan teknologi yang tepat sehingga teknologi yang dipakai tidak
merusak kemampuan sumberdaya alam untuk diperbaharui
4. Dampak negatif pengolahannya ikut dikelola.
Berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup, agar dapat dicapai
pengembangan lingkungan hidup yang ideal yang dapat dijadika pedoman
dalam pengelolaan lingkungan hidup, yaitu:
1. Bahwa segala zar, benda, organisme hidup dan lain-lain dlam lingkungan
saling berkaitan sesamanya. Oleh karena itu setiap usaha yang menyangkut

zat, benda, dan organisme tertentu langsung berinteraksi dengan zat, benda,
dan organisme lainnya di bagian lain dalam lingkungan. Hubungan interaksi
ini bisa intensif dan segera terasa dalam waktu oendek, bisa pula bersifat
tidak langsung dan bari terasa lewat beberapa waktu. Contoh pengaruh
langsung yang terasa, yaitu penebangan hutan di hulu sungai, menyebabkan
terjadinya erosi di bagian hulu dan besarnya pengendapan lumpur pada
bagian hilir. Contoh pengaruh tidak langsung yang dalam jangka lama baru
terasa akibatnya, yaitu tercemarnya air sungai oleh logam berat. Seperti
diketahui bahwa dalam air hidup berbagai jenis ikan yang biasa dimakan oleh
penduduk. Penduduk baru menderita penyakit puluhan tahun kemudian
setelah memakan jenis ikan yang hiudp pada air tercemar.
2. Bahwa sesuatu yang dibuang dalam lingkungan alam tidak akan hilang.
Limbah industri yang dibuang bisa dianggap hilang oleh pengusaha industri.
Namun limbah itu sebetulnya hanya pindah tempat, masuk ke lingkungan air,
udara, dan tanah. Hal ini dapat mengganggu kesehatan masyarakat di tempat
atau lingkungan yang lain.
Ekosistem terbentuk sebagai hasil perkembangan alam dalam ratusan,
ribuan, bahkan jutaan tahun. Untuk membuat lapisan lahan bagian atas
setebal 2,5 cm, diperlukan waktu sekitar 300 tahun. Karena ekosistem
membutuhkan waktu yang lama proses pembentukannya, maka harus kita
jaga kelestariannya.
3. Bahwa stabilitas ekosistem berkaitan langsung dengan keanekaragaman isi
lingkungan. Semakin beraneka ragam isi lingkungan dengan bermacammacam fauna dan flora, semakin stabil ekosistem itu. sebaliknya semakin
seragam isi lingkungan dengan tumbuh-tumbuhan dan binatang yang sedikit
jenisnya, semakin labil dan goyah ekosistem itu.
4. Bahwa ekosistem yang beranekargama dan stabil itu menumbuhkan kualitas
hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekosistem yang seragam dan
labil.

5. Bahwa ekosistem yang kuat mendesak yang lemah. Kuat dalam makna fisik
maupun intelegensi, mampu mendesak yang lemah.
6. Tidak ada hal gratis dalam kehidupan lingkungan. Apabila manusia hanya
memetik dari alam tanpa siklus kehidupan, hal ini akan menimbulkan
ketidakseimbangan dan muncul gangguan atau bencana di saat lain. Apa
yang

diambil

dari

lingkungan

hidup

haru

sdisertai

dengan

usaha

memberikannya kembali kepada alam.


Yang perlu dipahami adalah bahwa lingkungan hidup di Indonesia banyak
memiliki permasalahan. Banyak kondisi lingkungan hidup di Indonesia yang
telah rusak, dalam arti banyak lingkungan hidup yang tidak seimbang
keadaannya, sehingga kurang ada manfaatnya lagi bagi kehidupan manusia.
Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa permasalahan lingkungan hidup
disebabkan oleh berbagai faktor terutama oleh penduduk engan segala
dinamika dan aktivitasnya dan pengelolaan sumberdaya yang kurang
bijaksana. Sadar akan hal itu pemerintah Indonesia mengambil langkahlangkah

pasti

kesejahteraan

dalam

usaha

manusia

idengan

pengelolaan
tetap

lingkungan

memperhatikan

hidup

untuk

kelestariannya.

Langkah nyata pemerinta hIndonesia dalam pengelolaan lingkungan hidup


agar

dapat

dicapai

pengembangan

lingkungan

yang

ideal

adalah

ditetapkannya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 pada tanggal 11 Maret


1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup serta
pengaturan biaya pembangunan lingkungan hidup

Hidup Nyaman di Lingkungan


yang 'Aman'
Produsen sampah, yaitu rumah tangga dan industri, diharapkan memiliki kemampuan
untuk mengelola sendiri sampahnya. Mulai dari memilih bahan mentah yang ramah
lingkungan, menggunakan proses yang ramah lingkungan saat mengonsumsi
produk, dan mampu memisahkan antara sampah organik dan nonorganik.
Musim penghujan selalu membawa cerita tersendiri bagi masyarakat Indonesia
khususnya. Hujan yang diturunkan Allah swt. sebagai rahmat bagi manusia dan
makhluk di bumi, kadangkala juga membawa derita. Masih terekam jelas dalam
ingatan kita semua, bagaimana bencana banjir melanda sebagian wilayah Kota
Surakarta ini pada akhir tahun 2007, kurang lebih satu tahun yang lalu. Banjir ini
merupakan yang terbesar setelah tahun 1966, di mana hampir semua wilayah yang
terletak di pinggir tanggul terendam air sungai Bengawan Solo setelah tanggulnya
meluap.
Banjir tersebut tidak hanya melanda warga bantaran sungai Bengawan Solo saja,
tetapi sampai masuk ke anak-anak sungai yang bermuara ke Bengawan Solo.
Selain curah hujan yang tinggi pada musim penghujan tahun lalu, kerusakan
lingkungan diduga turut memengaruhi. Kerugian yang diderita tidak hanya
menyangkut materi saja, tetapi juga nonmateri. Kerusakan infrastuktur, kerugian
harta benda, serta hilangnya aset ekonomi dan korban jiwa.
Hasil analisis para ahli salah satunya menyebutkan adanya pendangkalan sungai
dan berkurangnya daerah resapan air sebagai salah satu sebab terjadinya banjir
Bengawan Solo 2007. Bantaran sungai yang seharusnya berfungsi sebagai daerah
resapan air banyak yang sudah beralih fungsi sebagai hunian liar. Di Kota Surakarta
ini banyak bantaran sungai yang dihuni warga sejak beberapa tahun silam. Selain itu,
menurut Bapak Sultan Nadjamuddin, Kasi Penanggulangan Pencemaran dan
Kerusakan

Lingkungan

Kantor

Lingkungan

Hidup

(KLH)

Kota

Surakarta,

menambahkan hal ini juga disebabkan efek gas rumah kaca (GRK) yang secara
global memengaruhi iklim bumi.
Saat ditemui di kantornya, Pak Sultan menjelaskan bahwa masalah ini sudah
menjadi perhatian banyak pihak terutama pemerintah. Indonesia sebenarnya sudah
mempunyai target untuk mempunyai ekses sanitasi yang baik antara 70-80% sampai
tahun 2010 nanti. Tetapi target itu agaknya tidak bisa tercapai mengingat banyak
yang harus diselesaikan sedang waktunya tinggal satu tahun lagi.

Untuk Surakarta sendiri, pemkot melalui berbagai instansi saling bekerja sama untuk
mewujudkan tersedianya cakupan ruang terbuka hijau minimal 30% dari wilayah
kota. Beberapa program yang sudah dijalankan antara lain penanaman pohon,
pembuatan taman kota, dan revitalisasi bantaran kali. Saat ini semuanya sedang
dalam pelaksanaan. Pembuatan taman kota dalam wilayah kerja KLH sekaligus
untuk konservasi bantaran kali dan kawasan penyangga banjir. Selain itu juga
difungsikan untuk resapan air.
Beberapa bantaran kali yang sudah digarap antara lain Kali Anyar di depan terminal
Tirtonadi, timur jembatan Kandang Sapi, dan kali Gajah Putih (terusan Kali Anyar
utara Bale Kambang. Selain membangun talud pada sisi sungai juga dibuat taman
kota di pinggir jalan seperti di depan terminal Tirtonadi dan Kandang sapi.
Sedangkan program konservasi bantaran kali di Kelurahan Joyontakan sudah mulai
digalakkan sejak 2007, sebelum terjadi banjir akhir 2007. Di sana, bantaran kali
selain ditanami pohon juga dibangun Sanggar Merdeka sebagai tempat bermain
anak-anak dan berkumpulnya warga sekitar bantaran.
Namun upaya penyelamatan lingkungan ini menghadapi kendala lain. Sementara
kepentingan orang banyak sedang diupayakan, sebagian masyarakat kecil penghuni
bantaran kali harus menelan pil pahit. Mereka terpaksa pindah dari rumahnya yang
dianggap sebagai hunian liar, setelah bertahun-tahun tinggal di sana.
Seperti dirasakan oleh Ibu Tumiyem, warga bantaran Kali Anyar yang sudah tinggal
di sana sejak enam tahun terakhir bersama suami dan anaknya. Mereka hanya
berprofesi sebagai pengamen dan pemulung, memutuskan pindah ke kota dari
daerah asalnya di Bayat Klaten. Meskipun sudah beberapa kali terjaring razia
pengamen, mereka tidak memiliki banyak pilihan karena selain tidak memiliki
pendidikan, keterampilan pun sangat minim.
Sesuai rencana pemkot Surakarta yang akan melaksanakan pembangunan talud
bantaran Kali Anyar sampai 2010-2011, seluruh warga yang tinggal di bantaran Kali
Anyar harus sudah pindah sebelum itu. Ganti rugi yang diberikan pemkot kepada
para warga itu sekitar 1,5 juta per KK. Padahal, menurut pengakuan Ibu Tumiyem,
warga bantaran dulu juga membeli tanah seharga 3 juta, bahkan ada yang mau
menjual seharga 9 juta. Tidak jelas siapa yang menjual tanah negara ini. Menurut
informasi warga sekitar, penjualnya adalah orang Yogyakarta, tetapi tidak diketahui
identitas lengkapnya.

Paradigma Baru
Sementara masalah lain yang menurut Pak Sultan cukup penting untuk diperhatikan
adalah masalah pengelolaan sampah. Saat ini, di Kota Surakarta sendiri masih
menggunakan sistem open dumping (penimbunan terbuka) sebagai cara mengelola
sampah. Ke depan, cara itu sudah tidak boleh digunakan lagi. Dalam jangka waktu
lima tahun mendatang, seluruh pemerintah daerah ditargetkan sudah memiliki cara
baru untuk mengolah sampah. Jadi, tidak hanya menimbun dan membiarkannya
menjadi kompos setelah bertahun-tahun. Tetapi harus sudah ada sistem pengelolaan
sampah yang bagus.
KLH Kota Surakarta sudah memiliki konsep untuk pengelolaan sampah pada masa
yang akan datang. Saat ini konsep yang menggunakan paradigma baru dalam
pengelolaan sampah ini mulai disusun. Perlu paradigma atau cara berpikir yang
berbeda dalam menangani masalah sampah ini. Meskipun saat ini Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo Mojosongo yang luasnya 17 ha masih
memadai untuk menampung sampah dari penduduk kota, tetapi menurut UU No. 26
Tahun 2008, pemkot diberi batas toleransi waktu hingga lima tahun saja untuk
menggunakan sistem open dumping. Selanjutnya tidak boleh lagi sampah itu
ditumpuk begitu saja seerti saat ini. Di KLH sendiri, kita sudah siapkan konsep
pengelolaan sampah yang baru, jelasnya.
Dalam konsep pengelolaan sampah yang sudah disusun oleh KLH, sampah tidak
akan dibuang begitu saja ke TPA. Secara sistematis, KLH berharap sampah bisa
dikurangi langsung dari sumbernya, yaitu rumah tangga dan industri. Produsen
sampah, yaitu rumah tangga dan industri, diharapkan memiliki kemampuan untuk
mengelola sendiri sampahnya. Mulai dari memilih bahan mentah yang ramah
lingkungan, menggunakan proses yang ramah lingkungan saat mengkonsumsi
produk, dan mampu memisahkan antara sampah organik dan nonorganik. Itu semua
dilakukan sebelum sampah keluar dari rumah tangga.
Untuk sampah organik sebisa mungkin diolah kembali sehingga bisa dimanfaatkan
untuk keperluan lain semisal pakan ternak. Sementara untuk sampah nonorganik,
bisa dijual lagi kepada pengepul barang bekas seperti botol atau kaleng. Nah, dari
sisa sampah yang sudah tidak bisa diolah inilah yang selanjutnya masuk ke TPA.
Jadi, harapannya bisa menghemat sampah hingga 20-40% dari semua sampah
yang dihasilkan. Bahkan di Jepang cara ini bisa menekan hingga 1/17 sampah yang
masuk ke TPA, sambung Pak Sultan.
Peran Pemkot
Pemkot dalam masalah ini dikatakannya memiliki peran penting dan tanggung jawab
besar dalam mewujudkan target penanganan masalah lingkungan hidup khususnya

di Surakarta. Pemkot yang berkewajiban menyediakan infrastruktur dan sistem


manajemen. Misalnya dalam masalah sampah ini, dicontohkan Pak Sultan, selain
menyediakan

infrastruktur

atau

sarana-prasarana,

pemkot

juga

harus

bisa

mengumpulkan seluruh elemen masyarakat yang berkepentingan dengan masalah


pengelolaan sampah untuk duduk bersama dan menjalankan program yang sudah
disetujui.
Dalam konsep KLH sudah mulai disosialisasikan ada program composting
sampah untuk rumah tangga. Di sini, KLH mengajak masyarakat secara proaktif
mengolah sampah di lingkungannya sendiri. Mulai dari memisahkan sampah organiknonorganik, mengolah sampah organik, hingga menjual 'hasil' kepada pengusaha. Ini
kami sebut dengan 'eko produksi', jadi, sampah pun bisa bernilai secara ekonomi.
Bayangkan saja jika setiap RW katakanlah memiliki manajemen sampah yang secara
serius menggarap masalah ini dari A-Z, tentu akan membawa manfaat yang luas.
Masalah lingkungan teratasi, masih dapat keuntungan ekonomi, dan membuka
lapangan kerja, jelasnya panjang lebar. Sedang untuk industri, sudah menjadi
wewenang pemerintah untuk mengatur, mengawasi, dan memberi sanksi jika
memang terbukti melanggar dan mencemari lingkungan di atas ambang batas.
Pada akhirnya, tanggung jawab terhadap terjaganya lingkungan hidup ini
dikembalikan kepada semua pihak. Tidak hanya pemkot sebagai penanggung jawab
kebijakan, tetapi seluruh instansi dan elemen masyarakat. Perlu kesadaran setiap
orang untuk lebih memerhatikan masalah lingkungan ini. Mulai dari yang kecil-kecil di
sekitar kita saja, membuang sampah misalnya. Buanglah sampah pada tempatnya,
jangan di kali atau di sembarang tempat lainnya. Sedikit sampah yang menghambat
aliran air sungai, bisa jadi menyebabkan musibah yang sebenarnya sama sekali tidak
kita inginkan. Maha Benar Allah swt. yang telah berfirman dalam kitab-Nya, Dan apa
musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu
sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu) (Q.S.
Asy-Syuura/42: 30).
Lingkungan yang bersih, sebagaimana tercermin dalam hadits yang sudah masyhur,
kebersihan adalah sebagian dari iman, menjadi salah satu tolok ukur seberapa besar
komitmen seorang muslim terhadap perintah Allah swt. Hidup atau beraktivitas di
lingkungan yang bersih, seringkali memengaruhi kinerja kita. Kenyamanan, rasa
tenang, dan kepuasan akan kita rasakan ketika yakin lingkungan kita 'aman'. Aman
dalam artian suci, bersih, dan bebas dari bibit penyakit dan gangguan lain termasuk
bau. (If)

Anda mungkin juga menyukai