Anda di halaman 1dari 18

Pajak Penghasilan

atas
Disusun Oleh :

Andri
Yusmansyah
Diah Kurniasih
Ihnel Maidya

PAJAK PENGHASILAN
(PPh)
Pasal 1 UU PPh

Pajak yang dikenakan


terhadap Subjek Pajak
atas Penghasilan yang
Diterima atau
Diperolehnya dalam
Tahun Pajak

Subjek Pajak
Penghasilan
Orang Pribadi
Badan

Warisan yang
belum terbagi
sebagai satu
kesatuan
menggantikan
yang berhak

Bentuk Usaha
Tetap (BUT)

Objek Pajak
Pasal 4 ayat (1)
PENGHASILAN
Setiap Tambahan Kemampuan Ekonomis yang :
Diterima atau diperoleh Wajib Pajak,
Berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
Dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak

Dengan nama & dalam bentuk apapun

Franchise
Menurut Blake & Associates
(1996)
Kata franchise berasal
dari bahasa Perancis
kuno yang berarti
bebas.
Pada abad pertengahan
franchise diartikan
sebagai hak utama atau
kebebasan.

Hak khusus yang dimiliki


oleh orang perseorangan
atau badan usaha terhadap
sistem bisnis dengan ciri
khas usaha dalam rangka
memasarkan barang
dan/atau jasa yang telah
terbukti berhasil dan dapat
dimanfaatkan dan/atau jasa
yang telah terbukti berhasil
dan dapat dimanfaatkan
dan/atau digunakan oleh
pihak lain berdasarkan
perjanjian waralaba.

Waralaba /
Franchise
(PP No. 42 Th.
2007)

UU No. 36 Tahun 2008 tentang


perubahan ke-4 atas UU No. 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan.
UU No. 42 Tahun 2009 merupakan
perubahan atas UU No, 8 Tahun 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang
dan Jasa & Pajak
Pertambahan Nilai atau Barang
Mewah.
PP No. 75 Tahun 1991 tentang
Pengenaan PPN dan Penyerahan BKP
yang dilakukan oleh Pedagang Eceran
Besar, dan
Keputusan
Menteri
RI
No.
1289/KMK.04/1991 tentang Tata Cara
Pengenaan PPN dan Penyerahan BKP
yang dilakukan oleh Pedagang Eceran
Besar.

Aturan
Pajak yang
berhubung
an dengan
franchise

Perjanjian Terkait Dengan Waralaba


Perjanjian Lisensi
Perjanjian Hutang
Piutang
Penyewaan Tempat
Usaha
Perjanjian
Pembangunan Tempat
Usaha
Penyewaan Peralatan

PPh atas Pembayaran Royalti


Franchisee
(WPDN)

Franchisor
(WPDN)

PPh Pasal 23
Tarif 15%

Jumlah bruto yang


dibayarkan

Apabila WP (franchisor) tidak memiliki NPWP, maka besar tarif


pemotongan lebih tinggi 100% dari tarif semula menjadi 30%.

PPh atas Pembayaran Royalti


Franchisee
(WPDN)

Franchisor
(WPLN)

PPh Pasal 26
Tarif 20% / Sesuai Tarif
Tax Treaty (P3B)

Jumlah bruto yang


dibayarkan

Pemotongan PPh Pasal 26 ini bersifat final, artinya franchisor


sebagai WPLN tidak perlu mengisi & menyampaikan SPT-PPh.

Contoh Kasus 1
PT. Abadi membeli hak franchise suatu usaha kepada
PT. Sentosa suatu badan usaha di Indonesia. Untuk
mendapatkan hak dari PT. Sentosa, PT. Abadi harus
membayar royalti sebesar Rp.300.000.000,-. Belum
termasuk PPN 10% untuk jangka waktu 5 tahun.
Atas hak istimewa tersebut, PT. Abadi berhak
menggunakan merk dagang PT. Sentosa. Selain itu, PT.
Sentosa akan memberikan sistem dan program usaha,
pelatihan karyawan, dan konsultasi manajemen tersebut,
PT. Abadi harus membayar Fee kepada PT. Sentosa
sebesar 5% dari omzet setiap bulannya.

Jika omzet PT. Abadi pada bulan Januari 2011 Rp.100.000.000,maka perhitungan PPh 23 yang harus dipotong oleh PT. Abadi
adalah sebagai berikut :
Atas pembayaran royalti sebesar Rp.300.000.000, maka PT.
Abadi harus memotong PPh 23 sebesar :
15% x Rp.300.000.000 = Rp.45.000.000,Jurnal Pajak :
Royalti dibayar dimuka 300.000.000
PPN Masukan
30.000.000
Bank
285.000.000
Hutang PPh 23
45.000.000

Jika atas pembayaran terkait pemberian sistem program,


pelatihan karyawan serta konsultasi manajemen (fee bulanan)
dianggap sebagai royalti, maka perhitungan atas Fee adalah
sebesar : 5% x Rp.100.000.000 = Rp.5.000.000,Atas Fee bulan Januari 2011 PT. Abadi memotong PPh 23
sebesar : 15% x 5.000.000 = Rp.750.000,Jurnal saat pencatatan fee yang dianggap royalti tersebut
adalah :
Biaya Royalti
5.000.000
Bank
4.250.000
Hutang PPh 23
750.000

Jika Fee bulanan tersebut dianggap jasa teknik, maka


perhitungan fee adalah sebesar :
2% x Rp.5.000.000 = Rp.100.000,Jurnal :
Biaya Jasa Teknik 5.000.000
Bank
4.900.000
Hutang PPh 23
100.000

Contoh Kasus 2 :
PT. JKL membeli hak franchise suatu badan usaha dari
luar negeri. Untuk mendapatkan hak dari KLM Limited,
PT. JKL harus membayar royalti kepada KLM Limited
sebesar Rp. 1 Milyar untuk jangka waktu 8 tahun.
Diasumsikan bahwa negara tempat domisili KLM
Limited mempunyai P3B (tax treaty) dengan Indonesia,
tarif P3B yang mengatur royalti adalah sebesar 10%.

Maka PT. JKL harus memotong PPh 26 sebesar :


10% x Rp.1.000.000.000 = Rp.100.000.000,Jurnal Pajak :
Royalti dibayar dimuka 1.000.000.000
Bank
900.000.000
Hutang PPh pasal 26
100.000.000
Atas pembayaran royalti luar negeri terutang PPN
PPN Masukan 100.000.000
Bank
100.000.000

Kesimpulan
Franchise merupakan suatu sistem dalam pemasaran
barang dan jasa yang melibatkan dua pihak (franchisor
dan franchisee), sistem ini merupakan suatu kiat untuk
memperluas usaha dengan cara menularkan sukses.
Aspek perpajakan atas transaksi bisnis franchise
(waralaba) di Indonesia didasarkan pada UU PPh, pada
penjelasan Pasal 4 Ayat (1) Huruf h dan Pasal 23 serta
Pasal 26 UU No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan.

Anda mungkin juga menyukai