Ref Skizo
Ref Skizo
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat
yang diberikannya, sehingga referat ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya dan sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan. Dalam menyusun referat ini, penulis banyak
menghadapi kesulitan-kesulitan baik dari penelitian sumber data maupun penyusunan kata
yang tepat. Namun, karena beberapa bantuan dari beberapa sumber, maka penulis dapat
menghadapi berbagai kesulitan yang ada sehingga referat ini dapat diselesaikan dengan baik.
Demikian kata pengantar ini saya buat sedemikian rupa. Mohon maaf apabila ada kesalahan
kata dan Terima Kasih.
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN
................................................................................. 4
................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA
................................................................................. 30
BAB I PENDAHULUAN
Salah satu gangguan jiwa yang merupakan permasalahan kesehatan di seluruh dunia
adalah skizofrenia. Para pakar kesehatan jiwa menyatakan bahwa semakin modern dan
indsutrial suatu masyarakat, semakin besar pula stressor psikososialnya, yang pada gilirannya
menyebabkan orang jatuh sakit karena tidak mampu mengatasinya. Salah satu penyakit itu
adalah gangguan jiwa skizofrenia.
Gangguan jiwa merupakan gangguan pada pikiran, perasaan, atau perilaku yang
mengakibatkan penderitaan dan terganggunya fungsi sehari-hari. Skizofrenia adalah
sekelompok gangguan psikotik dengan distorsi khas proses pikir, kadang-kadang mempunyai
perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, waham yang
kadang-kadang aneh, gangguan persepsi, afek abnormal yang terpadu dengan situasi nyata
atau sebenarnya, dan autisme. Meskipun demikian, kesadaran yang jernih dan kapasitas
intelektual biasanya tidak terganggu.
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1% penduduk
di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia biasanya muncul
pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Onset pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun
dan pada perempuan antara 25-35 tahun. Prognosis biasanya lebih buruk pada laki-laki bila
dibandingkan dengan perempuan. Onset setelah umur 40 tahun jarang terjadi.1
BAB II PEMBAHASAN
Definisi
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, shizein yang berarti terpisah atau
pecah, dan phren yang artinya jiwa. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau
ketidakserasian antara afeksi, kognitif, dan perilaku. Secara umum, gejala skizofrenia dapat
dibagi menjadi tiga golongan, yaitu gejala positif, gejala negatif, dan gangguan dalam
hubungan interpersonal.
Skizofrenia adalah diagnosis kejiwaan yang menggambarkan gangguan mental
dengan karakter abnormalitas dalam persepsi atau gangguan mengenai realitas. Abnormalitas
persepsi dapat berupa gangguan komunikasi sosial yang nyata. Sering terjadi pada dewasa
muda, ditegakkan melalui pengalaman pasien dan dilakukan observasi tingkah laku, serta
tidak dibutuhkan adanya pemeriksaan laboratorium.
Berdasarkan PPDGJ III, skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi
penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh
genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang
fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
(inappropriate) atau tumpul (blunted), kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan
kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu
dapat berkembang kemudian.
Skizofrenia merupakan suatu gangguan psikotik yang kronik, sering mereda, namun
hilang timbul dengan manifestasi klinis yang amat luas variasinya. Menurut Eugen Bleuler,
skizofrenia adalah suatu gambaran jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau
disharmoni atara proses pikir, perasaan, dan perbuatan.
Epidemiologi
John McGrath PhD dari Pusat Penelitian Kesehatan Mental Queensland, Wacol,
Australia, dalam simposium bertema Psychosis Round the World, yang membahas data
terbaru epidemiologi skizofrenia, memberikan presentasi sistematik untuk memandang
kejadian skizofrenia. Ia mengatakan, kejadian skizofrenia pada pria lebih besar daripada
wanita. Kejadian tahunan berjumlah 15,2% per 100.000 penduduk, kejadian pada imigran
dibanding penduduk asli sekitar 4,7%, kejadian pada pria 1,4% lebih besar dibandingkan
wanita. Di indonesia, menurut dr.Irmasyah, hampir 70% mereka yang dirawat di bagian
psikiatri karena skizofrenia. Angka di masyarakat berkisar 1-2% dari seluruh penduduk
pernah mengalami skizofrenia dalam hidup mereka.2
Etiologi
Skizofrenia merupakan suatu bentuk psikosis yang sering dijumpai sejak dulu.
Meskipun demikian pengetahuan tentang faktor penyebab dan patogenesisnya masih minim
diketahui. Adapun beberapa faktor etiologi yang mendasari terjadinya skizofrenia, antara lain:
Genetik
4
Dapat dipastikan bahwa ada faktor genetik yang turut menentukan timbulnya
skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita
skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri
adalah 0,9-1,8%; bagi saudara kandung 7-15%; bagi anak dengan salah satu orang tua yang
menderita skizofrenia 7-16%; bila kedua orang tua menderita skizofrenia 40-68%; bagi
kembar dua telur (heterozigot) 2-15%; bagi kembar satu ttelur (monozigot) 61-86%.
Diperkirakan bahwa yang diturunkan adalah potensi untuk mendapatkan skizofrenia
(bukan penyakit itu sendiri) melalui gen yang resesif. Potensi ini mungkin kuat, mungkin
juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada lingkungan individu itu apakah akan terjadi
manifestasi skizofrenia atau tidak.
Endokrin
Dahulu dikira bahwa skizofrenia mungkin disebabkan oleh gangguan endokrin. Teori
ini dikemukakan karena skizofrenia sering timbul pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau
puerperium dan waktu klimakterium. Tetapi hal ini tidak dapat dibuktikan.
Metabolisme
Ada orang yang menyangka bahwa skizofrenia disebabkan oleh gangguan
metabolisme, karena penderita dengan skizofrenia tampak pucat dan tidak sehat. Ujung
extremitas agak sianotik, nafsu makan berkurang dan berat menurun. Hipotesis ini tidak
dibenarkan oleh banyak sarjana. Belakangan ini teori metabolisme mendapat perhatian lagi
karena penelitian dengan memakai obat halusinogenik, seperti meskalin dan asam lisergik
diethilamide (LSD-25). Obat-obat ini dapat menimbulkan gejala-gejala yang mirip dengan
gejala-gejala skizofrenia, tetapi reversibel. Mungkin skizofrenia disebabkan oleh suatu inborn
error of metabolism, tetapi hubungan terakhir belum ditemukan.
Teori-teori tersebut di atas ini dapat dimasukkan ke dalam kelompok teori
somatogenik, yaitu teori yang mencari penyebab skizofrenia dalam kelainan badaniah.
Kelompok teori lain adalah teori psikogenik, yaitu skizofrenia diaggap sebagai suatu
gangguan fungsional dan penyebab utama adalah konflik, stress psikologis dan hubungan
antarmanusia yang mengecewakan.
Kemudian muncil teori lain yang menganggap skizofrenia sebagai suatu sindrom yang
dapat disebabkan oleh bermacam-macam penyebab, antara lain keturunan, pendidikan yang
salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badani seperti lues otakm atherosclerosis otak dan
penyakit lain yang belum diketahui.
Akhirnya timbul pendapat bahwa skizofrenia itu suatu gangguan psikosomatis, gejalagejala pada badan hanya sekunder karena gangguan dasar yang psikogenik, atau merupakan
manifestasi somatic dari gangguan psikogenik. Tetapi pada skizofrenia justru kesukarannya
adalah untuk menentukan mana yang primer dan mana yang sekunder, mana yang merupakan
penyebab dan mana yang hanya akibat saja.
Neurokimia
Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh overaktivitas pada
jaras dopamine mesolimbik. Hal ini didukung oleh temuan bahwa amfetamin, yang kerjanya
meningkatkan pelepasan dopamine, dapat menginduksi psikosis yang mirip skizofrenia; dan
obat antipsikotik (terutama antipsikotik generasi pertama atau antipsikotik tipikal/klasik)
bekerja dengan memblok reseptor dopamine, terutama reseptor D2.2,3
Pemeriksaan Fisik
1. Status fisik
Sifat keluhan pasien penting untuk menentukan dibutuhkan atau tidaknya suatu
pemeriksaan fisik lengkap. Gejala fisik seperti nyeri kepala dan palpitasi memerlukan
pemeriksaan medis yang menyeluruh untuk menentukan bagian dari proses somatik. Bila
ada, yang berperan menyebabkan penderitaan tersebut. Hal yang sama dapat digunakan
pada gejala mental misalnya depresi, ansietas, halusinasi, dan waham kejar, yang bisa
jadi merupakan ekspresi dan proses somatik. Terkadang keadaan menyebabkan kita perlu
menunda pemeriksaan medis lengkap. Misalnya, pasien dengan waham atau panik dapat
menunjukkan perlawanan sikap bertahan atau keduanya. Pada keadaan ini, riwayat medis
harus diperoleh dari anggota keluarga bila memungkinkan. Namun, kecauali ada alasan
mendesak untuk melanjutkan pemeriksaan fisik, hal itu sebaiknya ditunda sampai pasien
menurut.
Pemeriksaan Neurologis
Selama proses anamnesis pada kasus tersebut, tingkat kesadaran dan atensi pasien
terhadap detil pemeriksaan, pemahaman, ekspresi wajah, cara bicara, postur, dan cara
berjalan perlu diperhatikan. Pemeriksaan neurologis dilakukan untuk dua tujuan. Tujuan
pertama dicapai melalui pemeriksaan neurologis rutin, yaitu terutama dirancang untuk
mengungkap asimetri fungsi motorik, persepsi, dan refleks pada kedua sisi tubuh yang
disebabkan oleh penyakit hemisferik fokal. Tujuan kedua tercapai dengan mencari untuk
memperoleh tanda yang selama ini dikaitkan dengan disfungsi otak difus atau penyakit
lobus frontal. Tanda ini meliputi refleks mengisap, mencucur, palmomental, dan refleks
genggam serta menetapnya respons terhadap ketukan di dahi. Sayangnya, kecuali refleks
genggam, tanda seperti itu tidak berkaitan erat dengan patologi otak yang mendasari.2
2. Status mental
Deskripsi umum
o Penampilan
Postur, pembawaan, pakaian, dan kerapihan. Penampilan pasien skizofrenia dapat
berkisar dari orang yang sangat berantakan, menjerit-jerit, dan teragitasihingga
orang yang terobsesi tampil rapi, sangat pendiam, dan imobil.
o Perilaku dan aktivitas psikomotor yang nyata
Kategori ini merujuk pada aspek kuantitatif dan kualitatif dari perilaku motorik
pasien. Termasuk diantaranya adalah manerisme, tik, gerakan tubuh, kedutan,
perilaku streotipik, ekopraksia, hiperaktivitas, agitasi, sikap melawan, fleksibilitas,
rigiditas, gaya berjalan, dan kegesitan.
o Sikap terhadap pemeriksa
Sikap pasien terhadap pemeriksa dapat dideskripsikan sebagai kooperatif,
bersahabat, penuh perhatian, tertarik, balk-blakan, seduktif, defensif, merendahkan,
kebingungan, apatis, bermusuhan, suka melucu, menyenangkan, suka mengelak,
atau berhati-hati.
Mood dan afek
Mood didefinisikan sebagai emosi menetap dan telah meresap yang mewarnai
persepsi orang tersebut terhadap dunia.
Afek didefinisikan sebagai responsivitas emosi pasien saat ini, yang tersirat dari
visual, olfaktorik, atau taktil) dan isi ilusi atau halusinasi tersebut harus dijelaskan.
Halusinasi senestik
7
Halusinasi senestik merupakan sensasi tak berdasar akan adanya keadaan organ tubuh
yang terganggu. Contoh halusinasi senestik mencakup sensasi terbakar pada otak,
sensasi terdorong pada pembuluh darah, serta sensasi tertusuk pada sumsum tulang.
Ilusi
Sebagaimana dibedakan dari halusinasi, ilusi merupakan distorsi citra yang nyata,
sementara halusinasi tidak didasarkan pada citra atau sensasi yang nyata. Ilusi dapat
terjadi pada pasien skizofrenik selama fase aktif, namun dapat pula terjadi dalam fase
atau bahkan faktor organik. Mereka mungking menyadari dirinya sakit, namun
menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang asing atau misterius dalam dirinya.
Realiabilitas
Kesan psikiater tentang sejauh mana pasien dapat dipercaya dan kemampuan untuk
melaporkan keadaanya secara akurat. Contohnya, bila pasien terbuka mengenai
penyalahgunaan obat tertentu secara aktif mengenai keadaan yang menurut pasien
dapat berpengaruh buruk (mislnya, bermasalah dengan hukum), psikiater dapat
memperkirakan bahwa realiabilitas pasien adalah baik.2,3
3. Pemeriksaan tambahan
Tes psikologis: tes inteligensi, tes kepribadian, tes ketangkasan atau bakat, dan tes
neuropsikologis.
Tes inteligensi
Dapat ditentukan HI (hasil bagi inteligensi) atau IQ (Intelligence Quotient) sebagai
suatu cara numerik untuk menyatakan taraf inteligensi. Rumusnya sebagai berikut:
Umur mental
HI= ------------------------- x 100
Umur kalender
Umur mental didapat dari tes inteligensi. Umur kalender diambil paling tinggi 15
(biarpun sebenarnya lebih), karena tes inteligensi yang ada sekarang sukar untuk
mengukur perbedaan inteligensi di atas umur 15 tahun.
Tes kepribadian
Tes kepribadian lebih sukar dibuat, dipakai dan dinilai sehingga reliabilitas dan
validitas kurang dari tes inteligensi. Hal ini disebabkan antara lain karena begitu
banyaknya sifat kepribadian manusia dan sukarnya mencari parameter atau indikatro
yang tepat dan dapat diukur untuk suatu sifat kepribadian tertentu. Kepribadian adalah
keseluruhan perilaku manusia atau perannya dalam hubungan antar manusia,
pribadinya dapat dibedakan dari pribadi lain. Peran ini bukan saja perilaku yang nyata,
tetapi juga sikap internal, kecenderungan bertindak dan hambatan. Kepribadian dapat
dievaluasi dengan cara observasi, wawancara, atau melalui daftar pertanyaan, tes
melengkapi kalimat atau tes proyeksi.
Tes neuropsikologis
Tes neuropsikologis merupakan tes yang mempelajari hubungan antara otak dan
perilaku dengan menggunakan prosedur tes yang terstandarisasi dan objektif. Tes ini
10
Pemeriksaan Penunjang
Meskipun
pemeriksaan
laboratorium
adalah
pemeriksaan
penunjang,
tetapi
Gambaran klinis
Skizofrenia merupakan penyakit kronik. Sebagian kecil dari kehidupan mereka berada
dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama (bertahun-tahun) dalam
fase residual yaitu fase yang memperlihatkan gambaran penyakit yang ringan. Selama
periode residual, pasien lebih menarik diri atau mengisolasi diri, dan aneh. Gejala-gejala
penyakit biasanya terlihat lebih jelas oleh orang lain. Pasien dapat kehilangan pekerjaan dan
teman karena ia tidak berminat dan tidak mampu berbuat sesuatu atau karena sikapnya yang
11
aneh. Pemikiran dan pembicaraan mereka samar-samar sehingga kadang-kadang tidak dapat
dimengerti. Mereka mungkin mempunyai keyakinan yang salah yang tidak dapat dikoreksi.
Penampilan dan kebiasaan-kebiasaan mereka mengalami kemunduran serta afek mereka
terlihat tumpul. Meskipun mereka dapat mempertahankan inteligensia yang mendekati
normal, sebagian besar performa uji kognitifnya buruk. Pasien dapat menderita anhedonia
yaitu ketidakmampuan merasakan rasa senang. Pasien juga mengalami deteorisasi yaitu
perburukan yang terjadi secara berangsur-angsur.
Gejala Positif dan Negatif
Gejala positif mencakup waham dan halusinasi. Gejala negatif meliputi afek mendatar
atu menumpul, miskin bicara (alogia) atau isi bicara, bloking, kurang merawat diri, kurang
motivasi, anhedonia, dan penarikan diri secara sosial.
Gangguan Pikiran
-
Gangguan Persepsi
-
Halusinasi
Halusinasi paling sering ditemui, biasanya berbentuk pendengaran tetapi bisa juga
berbentuk penglihatan, penciuman, dan perabaan. Halusinasi pendengaran dapat pula
berupa komentar tentang pasien atau peristiwa-peristiwa sekitar pasien. Komentarkomentar tersebut dapat berbentuk ancaman atau perintah-perintah langsung ditujukan
kepada pasien (halusinasi komando). Suara-suara sering diterima pasien sebagai sesuatu
yang berasal dari luar kepala pasien dan kadang-kadang pasien dapat mendengar pikiranpikiran mereka sendiri berbicara keras. Suara-suara cukup nyata menurut pasien kecuali
Gangguan Perilaku
13
Salah satu gangguan aktivitas motorik pada skizofrenia adalah gejala katatonik yang
dapat berupa stupor atauh
berbicara, dan tidak berespons, meskipun ia sepenuhnya sadar. Sedangkan pasien dengan
katatonik gaduh gelisah menunjukkan aktivitas motorik yang tidak terkendali. Kedua keadaan
ini kadang-kadang terjadi bergantian. Pada stupor katatonik juga bisa didapati fleksibilitas
serea dan katalepsi. Gejala katalepsi adalah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk
waktu yang lama. Sedangkan fleksibilitas serea adalah bila anggota badan dibengkokkan
terasa suatu tahanan seperti pada lilin atau malam dan posisi itu dipertahankan agak lama.
Gangguan perilaku lain adalah stereotipi dan manerisme. Berulang-ulang melakukan
suatu gerakan atau mengambil sikap badan tertentu disebut stereotipi. Misalnya, menariknarik rambutnya, atau tiap kali bila mau menyuap nasi mengetuk piring dulu beberapa kali.
Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan
dinamakan verbigrasi, kata atau kalimat diulang-ulangi, hal ini sering juga terdapat pada
gangguan otak orgnaik. Manerisme adalah stereotipi tertentu pada skizofrenia, yang dapat
dilihat dalam bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya berjalan.
Gangguan Afek
Kedangkalan respons emosi, misalnya penderita menjadi acuh tak acuh terhadap
hal-hal yang penting untuk dirinya sendiri sepertti keadaan keluarganya dan masa depannya.
Perasaan halus sudah hilang. Parathimi, apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan
gembira, pada penderita timbul rasa sedih atau marah. Paramimi, penderita merasa senang
dan gembira, akan tetapi ia menangis. Parathimi dan paramimi bersama-sama dinamakan
incongruity of affect dalam bahasa inggris dan inadequat dalam bahasa belanda.
Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan,
misalnya sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari, tetapi mulutnya
seperti tertawa.semua ini merupakan gangguan afek dan emosi yang khas untuk skizofrenia.
Gangguan afek dan emosi lain adalah:
Emosi berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti pada penderita sedang
bersandiwara.
Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk mengadakan
hubungan emosi yang baik (emotional rapport). Karena itu sering kita tidak dapat merasakan
perasaan penderita. Karena terpecah-belahnya kepribadian, maka dual hal yang berlawanan
14
mungkin timbul bersama-sama, misalnya mencintai dan membenci satu orang yang sama;
menangis dan tertawa tentang satu hal yang sama. Ini dinamakan ambivalensi afektif.1-3
Diagnosis
Adanya halusinasi atau waham tidak mutlak untuk diagnosis skizofrenia; gangguan
pada pasien didiagnosis sebagai skizofrenia apabila pasien menunjukkan dua gejala yang
terdaftar sebagai gejala 3 sampai 5 pada kriteria A (1.waham 2. Halusinasi 3. Bicara kacau 4.
Perilaku yang sangat kacau/katatonik 5. Gejala negatif, yaitu: afek medatar, alogia, atau
anhedonia). Hanya dibutuhkan satu gejala kriteria A bila wahamnya bizare atau halusinasinya
terdiri atas suara yang terus-menerus memberi komentar terhadap perilaku atau pikiran
pasien, atau dua atau lebih suara yang saling bercakap-cakap. Kriteria B membutuhkan
adanya hendaya fungsi, meski tidak memburuk, yang tampak selama fase aktif penyakit.
Gejala harus berlangsung selama paling tidak 6 bulan dan diagnosis gangguan skizoafektif
atau gangguan mood harus disingkirkan. Setidaknya salah satu hal ini harus ada:
1. Gema pikiran (thought echo)
2. Waham kendali, pengaruh, atau pasivitas
3. Suara-suara halusinasi yang terus-menerus mengomentari perilaku pasien atau saling
mendiskusikan pasien, atau suara halusinasi lain yang berasal dari bagian tubuh tertentu; dan
4. Waham persisten jenis lain yang secara budaya tidak sesuai dan sangat tidak masuk akal.
Diagnosis juga dapat ditegakkan bila setidaknya dua hal berikut ada:
1. Halusinasi persisten dalam modalitas apapun, bila terjadi setiap hari selama sekurangnya 1
bulan, atau bila disertai waham
2. Neologisme, kata baru yang diciptakan oleh pasien, seringkali dengan menggabungkan
suku kata atau dari kata-kata lain.
3. Perilaku katatonik, seperti eksitasi, postur atau fleksibilitas serea, negativisme, mutisme,
dan stupor
4. Gejala negatif, seperti apatis yang nyata, miskin isi pembicaraan, dan respons emosional
tumpul serta ganjil (harus ditegaskan bahwa hal ini bukan disebabkan depresi atau
pengobatan antipsikotik).
15
16
Kegembiraan katatonik yaitu pasien sangat aktif dan gembira. Mungkin dapat
Patofisiologi
Neurobiologi
Terdapat peningkatan jumlah penelitian yang mengindikasikan adanya peran
patofisiologis area otak tertentu, termasuk sistem limbik, korteks frontal, serebelum, dan
ganglia basalis. Keempat area ini saling terhubung sehingga disfungsi satu area dapat
melibatkan proses patologi primer di tempat lain. Pencitraan otak manusia hidup dan
pemeriksaan neuropatologi jaringan otak postmortem menyatakan sistem limbik sebagai
lokasi potensial proses patologi primer pada setidaknya beberapa, bahkan mungkin sebagian
besar, pasien skizofrenia.
Dua are yang menjadi subjek penelitian aktif adalh waktu ketika suatu lesi
neuropatologi terlihat di otak serta interaksi lesi tersebut dengan stresor sosial dan
lingkungan. Dasar penampakan abnormalitas otak mungkin terletak pada pembentukan
abnormal atau pada degenerasi neuron setelah pembentukan. Namun, fakta bahwa kembar
monozigotik memiliki angka kejadian bersama sebesar 50% menyiratkan adanya interaksi
17
yang masih sangat sedikit diketahui antara lingkungan dan timbulnya skizofrenia. Di
lainppihak, faktor yang mengatur ekspresi gen baru mulai dipahami. Meski kembar
monozigotik mempunyai informasi genetik yang sama, regulasi gen yang berbeda sepanjang
hidup mungkin menyebabkan salah satu kembar monozigotik mengalami skizofrenia,
sementara kembarannya tidak.
Neuroanatomik, Neurofungsional, dan Neurokognitif
CT-scan dan MRI secara konsisten menunjukkan peningkatan volume ventrikel lateral
dan ketiga pada pasien skizofrenia. Studi ini umumnya juga menunjukkan pengurangan
volume otak secara keseluruhan pasien skizofrenia dan pengurangan tertentu dalam ukuran
dari struktur lobus temporal medial, seperti amigdala dan hipokampus. Selain itu, penelitian
telah melaporkan penurunan ukuran dari thalamus dan kelainan pada garis tengah daerah
perkembangan. Tak satu pun dari perubahan ini spesifik untuk skizofrenia, meskipun
beberapa telah terbukti ada pada pasien dengan episode penyakit pertama dan tidak
menggunakan obat sebelumnya.
Teknik fungsional neuroimaging, seperti tomografi emisi positron (PET), menunjukkan secara
in vivo pengukuran metabolisme glukosa regional atau aliran darah otak, dimana keduanya
mencerminkan aktivitas neuron regional. Sebagian besar penelitian telah mendeteksi perubahan
aktivitas di korteks prefrontal, struktur ganglia basalis, daerah temporo-limbik, dan thalamus,
menunjukkan fungsi sirkuit cortico-striato-thalamo-kortikal yang terganggu. Penurunan aktivitas
dalam korteks prefrontal pada pasien skizofrenia sering diamati selama tugas aktivasi kognitif dan
memori kerja. Selama halusinasi pendengaran aktif, aktivasi abnormal thalamus, striatum, limbik, dan
daerah paralimbik telah terdeteksi. Pasien skizofrenia yang menampilkan kelainan pada bagian
prefrontal, thalamic, dan cerebellar, menunjukkan gangguan dalam sirkuit pontine-cerebellarthalamic-frontal.
Neurokimia
dalam sistem mesolimbik. Hipo-aktivitas dari sistem dopamin ditunjukkan dari penemuan
penurunan onset dopamin pada pasien dengan gejala negatif, dan dalam beberapa penelitian
agonis dopamin telah terbukti memperbaiki gejala negatif. Pencitraan fungsional juga
menunjukkan bahwa hipo-frontalitas akan lebih parah pada pasien dengan gejala negatif.
Serotonergik, glutamatergic, dan sistem neurotransmitter lainnya (misalnya, gammaaminobutyric acid [GABA]) telah diselidiki pada skizofrenia, terutama mengacu pada
interaksi dengan sistem dopaminergik.. Dalam studi tentang sistem GABAergic, penurunan
dekarboksilase asam glutamat, enzim GABA-sintesis, telah diamati dalam korteks prefrontal
pada pasien skizofrenia, dan perubahan dalam subtipe neuron GABAergic telah dilaporkan.
Sistem opioid juga telah dianggap sebagai kandidat yang berpotensial yang terlibat
dalam skizofrenia, didasarkan terutama pada kesamaan antara efek farmakologis dari
terjadinya tanda opioid dan kejiwaan. Hipotesis telah diusulkan pada peningkatan maupun
penurunan level dari berbagai peptide opioid sebagai faktor yang mendasari sebagai
penyebab gejala skizofrenia. Namun, penelitian klinis berdasarkan hipotesis sering
menghasilkan hasil variable atau bermacam-macam.5
Differential Diagnose
Gangguan Psikotik Lain
Gejala psikotik pada skizofrenia dapat identik dengan gangguan skizofreniform,
gangguan psikotik singkat, gangguan skizoafektif, dan gangguan waham. Gangguan
skizofreniform berbeda dari skizofrenia berupa gejala yang berdurasi setidaknya 1 bulan tapi
kurang dari 6 bulan. Gangguan psikotik singkat merupakan diagnosis yang sesuai bila gejala
berlangsung setidaknya 1 hari tapi kurang dari 1 bulan dan bila pasien tidak kembali ke
keadaan fungsi pramorbidnya dalam waktu tersebut. Jika suatu sindrom manik atau depresif
terjadi bersamaan dengan gejala utama skizofrenia, gangguan skizoafektif adalah diagnosis
yang tepat. Waham nonbizar yang timbul selama sekurangnya 1 bulan tanpa gejala
skizofrenia lain atau gangguan mood patut didiagnosis sebagai gangguan waham.
Gangguan Kepribadian
Berbagai gangguan kepribadian mungkin memiliki sebagian gambaran yang sama
dengan skizofrenia. Gangguan kepribadian skizotipal, skizoid, dan ambang adalah gangguan
19
kepribadian dengan gejala yang paling mirip. Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif yang
parah dapat menyamarkan suatu proses skizofrenik yang mendasari. Tak seperti skizofrenia,
gangguan kepribadian memiliki gejala ringan dan riwayat terjadi seumur hidup pasien.
Gangguan ini juga tidak memiliki tanggal awitan yang dapat diidentifikasi.
Gangguan Waham
Konsep utama mengenai penyebab gangguan waham adalah perbedaanya dengan
skizofrenia dan gangguan mood. Gangguan waham lebih jarang daripada skizofrenia maupun
gangguan mood, onsetnya lebih lambat daripada skizofrenia dan dominasi perempuan kurang
nyata daripada gangguan mood. 3
Jenis-jenis waham.3
Waham erotomania
Waham kebesaran
Waham cemburu
Waham kejar
Pada tipe waham ini, orang lain, biasanya dengan status lebih
tinggi, jatuh cinta kepada dirinya.
Pada tipe waham ini, terdapat
kekuatan,
pengetahuan,
Waham somatik
Waham campuran
Pada tipe waham ini, orang mempunyai beberapa cacat fisik atau
kondisi medis umum.
Pada tipe waham ini ciri khas lebih dari satu tipe di atas tetapi tidak
ada tema yang menonjol.
Penatalaksanaan
Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama menimbulkan
kemungkinan lebih besar penderita menuju ke kemunduran mental.
Farmakoterapi
Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk mengendalikan
gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik mencakup dua kelas utama:
antagonis reseptor dopamin, dan antagonis serotonin-dopamin.
Antagonis Reseptor Dopamin
Antagonis reseptor dopamin efektif dalam penanganan skizofrenia, terutama terhadap
gejala positif. Obat-obatan ini memiliki dua kekurangan utama. Pertama, hanya presentase
kecil pasien yang cukup terbantu untuk dapat memulihkan fungsi mental normal secara
bermakna. Kedua, antagonis reseptor dopamin dikaitkan dengan efek samping yang
mengganggu dan serius. Efek yang paling sering mengganggu aalah akatisia adan gejala lirparkinsonian berupa rigiditas dan tremor. Efek potensial serius mencakup diskinesia tarda
dan sindrom neuroleptik maligna.
Antagonis Serotonin-Dopamin
SDA menimbulkan gejala ekstrapiramidal ayng minimal atau tidak ada, berinteraksi
dengan subtipe reseptor dopamin yang berbeda di banding antipsikotik standar, dan
mempengaruhi baik reseptor serotonin maupun glutamat. Obat ini juga menghasilkan efek
samping neurologis dan endokrinologis yang lebih sedikit serta lebih efektif dalam
menangani gejala negatif skizofrenia. Obat yang juga disebut sebagai obat antipsikotik
atipikal ini tampaknya efektif untuk pasien skizofrenia dalam kisaran yang lebih luas
dibanding agen antipsikotik antagonis reseptor dopamin yang tipikal. Golongan ini
setidaknya sama efektifnya dengan haloperidol untuk gejala positif skizofrenia, secara unik
21
efektif untuk gejala negatif, dan lebih sedikit, bila ada, menyebabkan gejala ekstrapiramidal.
Beberapa SDA yang telah disetujui di antaranya adalah klozapin, risperidon, olanzapin,
sertindol, kuetiapin, dan ziprasidon. Obat-obat ini tampaknya akan menggantikan antagonis
reseptor dopamin, sebagai obat lini pertama untuk penanganan skizofrenia.
Pada kasus sukar disembuhkan, klozapin digunakan sebagai agen antipsikotik, pada
subtipe manik, kombinasi untuk menstabilkan mood ditambah penggunaan antipsikotik. Pada
banyak pengobatan, kombinasi ini digunakan mengobati keadaan skizofrenia.2,3,6
Kategori obat: Antipsikotik memperbaiki psikosis dan kelakuan agresif.4
Nama Obat
Haloperidol
Untuk manajemen psikosis. Juga untuk saraf motor dan suara pada anak
(Haldol)
Risperidone
(Risperdal)
selama 20 menit, lebih rendah afinitasnya dibandingkan reseptor 5HT2. Juga mengikat reseptor alpha1-adrenergic dengan afinitas lebih
rendah
dari
H1-histaminergic
dan
reseptor
alpha2-adrenergic.
(Zyprexa)
Clozapine
(Clozaril)
Quetiapine
tidak bertoleransi.
Antipsikotik terbaru untuk penyembuhan jangka panjang. Mampu
(Seroquel)
Aripiprazole
(Abilify)
Nama Obat
Haloperidol (Haldol)
Risperidone
(Risperdal)
Olanzapine (Zyprexa)
Clozapine (Clozaril)
Quetiapine (Seroquel)
Aripiprazole (Abilify)
Sediaan
Tab. 2 5 mg
Dosis Anjuran
5 15 mg/hari
Tab. 1 2 3 mg
2 6 mg/hari
Tab. 5 10 mg
Tab. 25 100 mg
Tab. 25 100 mg
10 20 mg/hari
25 100 mg/hari
200 mg
Tab. 10 15 mg
50 400 mg/hari
10 15 mg/hari
irama jantung).
Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut,akathisia, sindrom parkinson: tremor,
bradikinesia, rigiditas).
Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (jaundice), hematologik
(agranulocytosis), biasanya pada pemakaian panjang.
Efek samping ini ada yang dapat di tolerir pasien, ada yang lambat, ada yang sampai
membutuhkan obat simptomatik untuk meringankan penderitaan pasien.
Efek samping dapat juga irreversible : Tardive dyskinesia (gerakan berulang involunter
pada: lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada waktu tidur gejala
tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada pemakaian jangka panjang (terapi pemeliharaan)
dan pada pasien usia lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan dengan dosis obat anti-psikosis.
23
Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus dilakukan
pemeriksaan laboratorium: darah rutin, urin lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, untuk deteksi
dini perubahan akibat efek samping obat.
Obat anti-psikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian sebagai akibat overdosis atau
untuk bunuh diri. Namun demikian untuk menghindari akibat yang kurang menguntungkan
sebaiknya dilakukan lacage lambung bila obat belum lama dimakan.
Interaksi Obat
Terapi Psikososial
-
Terapi kelompok
Terapi kelompok untuk oragn dengan skizofrenia umumnya berfokus pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok dapat berorientasi perilaku,
psikodinamis atau berorientasi tilikan, atau suportif.
24
Psikoterapi individual
Pada psikoterapi pada pasien skizofrenia, amat penting untuk membangun
hubungan terapeutik sehingga pasien merasa aman. Reliabilitas terapis, jarak emosional
antaraterapis dengan pasien, serta ketulusan terapis sebagaimana yang diartikan oleh
pasien, semuanya mempengaruhi pengalaman terapeutik. Psikoterapi untuk pasien
skizofrenia sebaiknya dipertimbangkan untuk dilakukan dalamm jangka waktu dekade,
dan bukannya beberapa sesi, bulan, atau bahakan tahun. Beberapa klinisi dan peneliti
menekankan bahwa kemampuan pasien skizofrenia utnuk membentuk aliansi terapeutik
dengan terapis dapat meramalkan hasil akhir. Pasien skizofrenia yang mampu
membentuk aliansi terapeutik yang baik cenderung bertahan dalam psikoterapi, terapi
patuh pada pengobatan, serta memiliki hasil akhir yang baik pada evaluasi tindak lanjut 2
tahun. Tipe psikoterapi fleksibel yang disebut terapi personal merupakan bentuk
penanganan individual untuk pasien skizofrenia yang baru-baru ini terbentuk. Tujuannya
adalah meningkatkan penyesuaian personal dan sosial serta mencegah terjadinya relaps.
Terapi ini merupakan metode pilihan menggunakan keterampilan sosial dan latihan
relaksasi, psikoedukasi, refleksi diri, kesadaran diri, serta eksplorasi kerentanan individu
terhadap stress. 2,3
Komplikasi
Beberapa individu yang mengalami skizofrenia dapat terkena stroke dan mengalami
kerusakan otak, yang tidak disadarinya. Kurangnya kesadaran tentang skizofrenia dan
penyakit manik-depresi
merupakan
keadaan
biasa dialami
penderita
yang
tidak
dalam otak (nikotin). Reseptor nikotin yang menimbulkan rasa senang, pikiran jernih, mudah
menangkap sesuatu. Akibatnya penderita skizofrenia mencari kompensasi dengan mengambil
nikotin dari luar, dari rokok. Dan resiko dari perokok memperpendek usia, karena adanya
penyakit saluran pernapasan, kanker, jantung, dan penyakit fisik lainnya.
Kemudian, dengan penggunaan antipsikotik, ada tekanan terhadap hormon estrogen,
testosteron, dan hormon-hormon tersebut memproteksi tulang sehingga dapat terjadi
osteoporosis.4
Prognosis
Sejumlah studi menunjukkan bahwa selama periode 5 sampai 10 tahun setelah rawat
inap psikiatrik yang pertama untuk skizofrenia, hanya sekitar 10-20% persen yang dapat
dideskripsikan memiliki hasil akhir yang baik. Lebih dari 50% pasien dapat digambarkan
memiliki hasil akhir yang buruk, dengan rawat inap berulang, eksaserbasi gejala, episode
gangguan mood mayor, dan percobaan bunuh diri. Namun, skizofrenia tidak selalu memiliki
perjalanan penyakit yang memburuk dan sejumlah faktor dikaitkan dengan prognosis yang
baik. Angka pemulihan yang dilaporkan berkisar dari 10-60%, dan taksiran yang masuk akal
adalah bahwa 20-30% pasien terus mengalami gejala sedang, dan 40-60% pasien tetap
mengalami hendaya secara signifikan akibat gangguan tersebut selama hidup mereka.3
Pencegahan
Mengingat belum bisa diketahui penyebab pastinya, jadi skizofrenia tidak bisa
dicegah. Lantaran pencegahannya sulit, maka deteksi dan pengendalian dini penting,
terutama bila sudah ditemukan adanya gejala. Dengan pengobatan dini, bila telah didiagnosis
dapat membuat penderita normal kembali, serta mencegah terjadinya gejala skizofrenia
berkelanjutan.4
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Skizofrenia adalah diagnosis kejiwaan yang menggambarkan gangguan mental dengan
karakter abnormalitas dalam persepsi atau gangguan mengenai realitas. Adapun beberapa
26
faktor etiologi yang mendasari terjadinya skizofrenia, antara lain genetik, metabolisme,
neurokimia. Pada Skizofrenia terdapat gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif
mencakup waham dan halusinasi. Gejala negatif meliputi afek mendatar atu menumpul,
miskin bicara (alogia) atau isi bicara, bloking, kurang merawat diri, kurang motivasi,
anhedonia, dan penarikan diri secara sosial. Indikasi pemberian obat antipsikotik pada
skizofrenia adalah untuk mengendalikan gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Obat
antipsikotik mencakup dua kelas utama: antagonis reseptor dopamin, dan antagonis
serotonin-dopamin. Mengingat belum bisa diketahui penyebab pastinya, jadi skizofrenia tidak
bisa dicegah. Lantaran pencegahannya sulit, maka deteksi dan pengendalian dini penting,
terutama bila sudah ditemukan adanya gejala. Dengan pengobatan dini, bila telah didiagnosis
dapat membuat penderita normal kembali, serta mencegah terjadinya gejala skizofrenia
berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Amir N. Skizofrenia. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G, penyunting. Buku ajar
psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2010.h.170-94.
2. Amir N. Skizofrenia. Semijurnal farmasi & kedokteran Feb 2006;24:31-40.
3. Muttaqin H, Sihombing RNE, penyunting. Skizofrenia. Dalam: Sadock BJ, Sadock
VA. Kaplan & sadocks concise textbook of clinical psychiatry. Edisi ke-2. Jakarta:
EGC; 2010.h.147-75.
4. Maramis WF. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Edisi ke-2. Surabaya: Airlangga
University Press; 2009.h.195-277.
5. Sobell JL, Mikesell MJ, Mcmurray CT. Genetics and etiopathophysiology of
schizophrenia. Mayo Clin Proc Oct 2005;77:1068-82.
6. Safitri A, penyunting. Obat antipsikosis. Dalam: Neal MJ. Medical pharmacology at a
glance. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006.h.60-1.
27