Anda di halaman 1dari 45

Christian, Johan, Novita Sari

Terapi pada Skizofrenia

BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Gangguan jiwa adalah perubahan pada fungsi jiwa seseorang yang menunjukkan
sindroma atau perilaku yang secara klinis bermakna dan dapat menimbulkan
penderitaan atau hambatan di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia.
Banyak aspek yang dinilai dari suatu gangguan jiwa karena disfungsi ini terjadi dalam
segi perilaku, psikologik, atau biologik, dan gangguan itu tidak semata mata terletak
di dalam hubungan antara orang itu dengan masyarakat. Gangguan jiwa itu sendiri
terbagi dalam berbagai macam golongan, antara lain : gangguan mood, gangguan
anxietas, gangguan kognitif, gangguan somatoform, gangguan psikotik, gangguan tidur,
gangguan mental organik; non-organik, dll. Berdasarkan PPDGJ3 gangguan
gangguan ini dibedakan mulai dari F0 F99.
Dalam penggolongan nya, dibutuhkan teknik pendekatan secara ateoretik, dimana
pendekatan ateoretik adalah pendekatan yang tidak mengacu pada teori tertentu
mengenai etiologi atau proses patofisiologik (kecuali untuk gangguan yang sudah jelas
penyebab, misalnya gangguan mental organik). Pendekatan ateoritik ini dilaksanakan
dengan cara mendeskripsikan secara menyeluruh manifestasi gangguan jiwa (deskripsi
gambaran klinis) dan dicari persamaannya dalam pedoman diagnostik baku.
Dari berbagai gangguan jiwa tersebut, skizofrenia adalah gangguan psikotik yang
klasik dan paling sering ditemukan serta mendapat perhatian cukup serius karena para
penderitanya akan mengalami penarikan diri terhadap sosial, pemikiran tidak logis,
perilaku eksentrik, emosi menumpul, bahkan penderita dapat mengalami halusinasi
dan waham yang menetap.
Menurut data di Amerika Serikat, prevalensi seumur hidup skizorenia sekitar 1
persen, yang berarti kurang lebih 1 dari 100 orang akan mengalami skizofrenia selama masa
hidupnya. Dan angka kejadian bunuh diri di kalangan para penderita skizofrenia
tergolong cukup tinggi, berdasarkan data dari CDC ada 1/3 dari seluruh penderita
skizofrenia telah melakukan percobaan bunuh diri dan 1 dari 10 penderita skizofrenia yang
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 1
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
mengakhiri hidupnya. Akan tetapi, telah banyak metode terapi bagi para penderita skizofrenia
yang terbukti cukup efektif untuk mengurangi gejala, mencegah kekambuhan, bahkan
mengembalikan fungsi hidup sehari - hari.
Pemilihan antipsikotik didasarkan atas indikasi Antipsikosis sangat bermanfaat
mengatasi keadaan gaduh gelisah. Efektivitas obat ini sangat membantu
pasien psikosis akan tetapi hanya bersifat simptomatis. Sehingga
antipsikotik akan memberikan hasil yang lebih baik jika dikombinasikan
dengan terapi psikosial.
Dengan berbagai alasan yang sudah dipaparkan diatas maka pada
kesempatan

ini

penulis

bermaksud

untuk

membahas

Terapi

pada

Skizofrenia sebagai tugas referat stase kejiwaan di Rumah Sakit Khusus


Jiwa Dharma Graha.

Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari gangguan skizofrenia?
2. Bagaimana gambaran klinis dan kriteria diagnostik dari gangguan
skizofrenia?
3. Bagaimana tatalaksana farmakologi dan non-farmakologi pada pasien
dengan gangguan skizofrenia?
1.3

Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk melengkapi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Jiwa di RSKJ
Dharma Graha, Serpong. Selain itu, untuk menambah pengetahuan
penulis dan pembaca tentang terapi pada gangguan skizofrenia.

2. Tujuan Khusus
Dapat mengenal lebih jelas penderita gangguan skizofrenia, gambaran
klinis dan kriteria diagnostik, serta tatalaksana farmakologi dan non-

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 2


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
farmakologi pada pasien dengan gangguan skizofrenia sesuai praktek
kedokteran jaman ini pada masyarakat luas.

1.4

Manfaat
1. Bagi RSKJ Dharma Graha, BSD Tangerang;
Referat ini dapat menjadi bahan pustaka yang berguna bagi RSKJ
Dharma Graha, BSD Tangerang, Program Studi Profesi Dokter Stase Ilmu
Kedokteran

Jiwa,

sehingga

pengetahuan

mengenai

gangguan

skizofrenia, gambaran klinis dan kriteria diagnostik, serta tatalaksana


dari berbagai macam gangguan skizofrenia menjadi lebih jelas dan
detail.

2. Bagi Masyarakat
Diharapkan referat ini dapat memberikan informasi mengenai gangguan
skizofrenia lebih jelas, gambaran klinis dan kriteria diagnostik dari
gangguan skizofrenia lebih detail.

3. Bagi Penyusun
Dalam

menyusun

referat

ini,

penyusun

menambah

wawasan

pengetahuan tentang gangguan skizofrenia, gambaran klinis dan


kriteria diagnostik, serta tatalaksana dari gangguan skizofrenia lebih
detail.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 3


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

SKIZOFRENIA
1. DEFINISI
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizein yang berarti terpisah atau
pecah, dan phren yang artinya jiwa. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau
ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. 1
Menurut kamus kedokteran Dorland
KURANG DEFINISI
2. PREVALENSI
Di Amerika Serikat, prevalensi seumur hidup skizorenia sekitar 1 persen, yang berarti
kurang lebih 1 dari 100 orang akan mengalami skizofrenia selama masa hidupnya. Studi
Epidemiologic Catchment Area (ECA) yang disponsori National Institute of Mental Health
(NIMH) melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 0.6 sampai 1.9 persen. Menurut DSMIV-TR, insidensi tahunan skizofrenia berkisar antara 0.5 5.0 per 10.000 dengan beberapa
variasi geografik (insidens lebih tinggi pada orang yang lahir di daerah perkotaan di negara
maju).1 Prevalensi skizofrenia untuk seluruh dunia berestimasi antara 0.5 persen 1 persen.
Periode pertama menderita skizofrenia berbeda untuk perempuan dan laki-laki, dimana laki
laki mempunyai onset yang lebih muda bila dibandingkan dengan perempuan, Yaitu 21 tahun
untuk laki laki dan 27 tahun untuk perempuan. Angka kejadian bunuh diri pada skizofrenia
tergolong cukup tinggi, menurut CDC ada 1 dari 10 penderita skizofrenia yang bunuh diri
dan 1/3 dari seluruh penderita skizofrenia telah melakukan percobaan bunuh diri.

3. ETIOLOGI
Penyebab skizofrenia dapat diuraikan sebagai berikut : 1
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 4
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
A. Model Diatesis-stres
Suatu model untuk integrasi faktor biologis dan faktor psikososial dan lingkungan
yang merupakan model diatesis. Model ini mendalilkan bahwa seseorang mungkin memiliki
suatu kerentanan spesifik (diatesis) ada kemungkinan lingkungan akan menimbulkan stres.
Pada model diatesis-stres yang paling umum maka diatesis atau stres dapat berupa biologis
atau lingkungan atau keduanya.1
Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis (sebagai
contohnya, situasi keluarga yang penuh ketegangan atau kematian orang terdekat). Dasar
biologikal dari diatesis selanjutnya dapat terbentuk oleh pengaruh epigenetik seperti
penyalahgunaan obat, stress psikososial , dan trauma.1
B. Faktor Neurobiologi
Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam membuat seseorang
menjadi patologis, yaitu sitem limbik, korteks frontal, cerebellum dan ganglia basalis.
Keempat area tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi pada satu area mungkin
melibatkan proses patologis primer pada area yang lain. Dua hal yang menjadi sasaran
penelitian adalah waktu dimana kerusakan neuropatologis muncul pada otak, dan interaksi
antara kerusakan tersebut dengan stressor lingkungan dan sosial. 1
C. Faktor Biologi
Hipotesis Dopamin
Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap gejala
skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal maupun antipikal menyekat reseptor
dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal di sistem dopaminergik maka gejala
psikotik diredakan. Berdasarkan pengamatan diatas dikemukakan bahwa gejala gejala
skizofrenia disebabkan oleh hiperaktivitas sistem dopaminergik. 1
Hipotesis Serotonin

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 5


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
Hipotesa saat ini menempatkan ekses serotonin sebagai penyebab gejala-gejala positif
dan negative pada skizofrenia. Hal ini divalidasi oleh kerja antagonis serotonin Clozapine dan
antipsikotik golongan dua lainnya dalam mengurangi gejala positif pada pasien kronik. 1
Struktur Otak
Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan ganglia
basalis. Otak pada penderita skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang normal,
ventrikel terlihat melebar, penurunan massa abu abu dan beberapa area terjadi peningkatan
maupun penurunan aktifitas metabolik. Pemeriksaan mikroskopis dan jaringan otak
ditemukan sedikit perubahan dalam distribusi sel otak yang timbul pada masa prenatal karena
tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada trauma otak setelah lahir. 1

Genetika
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 6
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1% dari
populasi umum tetapi 10% pada masyarakat yang mempunyai hubungan derajat pertama
seperti orang tua, kakak laki laki ataupun perempuan dengan skizofrenia. Masyarakat yang
mempunyai hubungan derajat ke dua seperti paman, bibi, kakek / nenek dan sepupu
dikatakan lebih sering dibandingkan populasi umum. Kembar identik 40% sampai 65%
berpeluang menderita skizofrenia sedangkan kembar dizigotik 12%. Anak dan kedua orang
tua yang skizofrenia berpeluang 40%, satu orang tua 12%. 1

4. GAMBARAN KLINIS
Skizofrenia dapat mempengaruhi cara berpikir, perasaan dan tingkah laku. Gejala
skizofrenia dalam tiga kategori sebagai berikut : 1
Gejala positif
- Delusi/waham, yaitu keyakinan yang tidak masuk akal. Contohnya berpikir bahwa dia
selalu diawasi lewat televisi, berkeyakinan bahwa dia orang terkenal, berkeyakinan bahwa
radio atau televisi memberi pesan-pesan tertentu, memiliki keyakinan agama yang berlebihan.
- Halusinasi, yaitu mendengar, melihat, merasakan, mencium sesuatu yang sebenarnya tidak
ada. Sebagian penderita, mendengar suara/ bisikan bersifat menghibur atau tidak
menakutkan. Sedangkan yanng lainnya mungkin menganggap suara/bisikan tersebut bersifat
negatif/ buruk atau memberikan perintah tertentu.
- Pikiran paranoid, yaitu kecurigaan yang berlebihan. Contohnya merasa ada seseorang yang
berkomplot melawan, mencoba mencelakai atau mengikuti, percaya ada makhluk asing yang
mengikuti dan yakin dirinya diculik/ dibawa ke planet lain.
Gejala negatif
- Motivasi rendah (low motivation). Penderita akan kehilangan ketertarikan pada semua
aspek kehidupan.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 7


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
- Menarik diri dari masyarakat (social withdrawal). Penderita akan kehilangan ketertarikan
untuk berteman, lebih suka menghabiskan waktu sendirian dan merasa terisolasi.
Gejala kognitif
- Mengalami problema dengan perhatian dan ingatan. Pikiran mudah kacau sehingga tidak
bisa mendengarkan musik/ menonton televisi lebih dari beberapa menit. sulit mengingat
sesuatu, seperti daftar belanjaan.
- Tidak dapat berkosentrasi, sehingga sulit membaca, menonton televisi dari awal hingga
selesai, sulit mengingat/ mempelajari sesuatu yang baru.
- Miskin perbendaharaan kata dan proses berpikir yang lambat. Misalnya saat mengatakan
sesuatu dan lupa apa yang telah diucapkan, perlu usaha keras untuk melakukannya. 1
5. KRITERIA DIAGNOSIS
Berdasarkan PPDGJ-III, harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas : 3
(a) Thought echo : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya
(tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kulitasnya berbeda; atau
- Thought insertion or withdrawal: isi pikiran yang asingdari luar masuk kedalam
pikirannya (insertion)atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar (withdrawal);
dan
- Thought broadcasting: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya;
(b) - delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu
dati luar; atau
- delusion of influence: waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu
dari luar; atau
- delusion of passivity: waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu
kekuatan dari luar; (tentang dirinya: secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota
gerak

atau

ke

pikiran,

tindakan

atau

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 8


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

penginderaan

khusus);

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
- delusional perception: pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas
bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
(c) Halusinasi auditorik :
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang
berbicara), atau
-

Jenis

suara

halusinasi

lain

yang

berasal

dari

salah

satu

bagian

tubuh.

(d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak
wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu.

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
(e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham
yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas,
ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila
terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
(f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang
berakibat

inkoherensi

atau

pembicaraan

yang

tidak

relevan,

atau

neologisme;

(g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisis tubuh tertentu
(posturing),

atau

fleksibilitas

cerea,

negativisme,

mutisme,

dan

stupor;

(h) Gejala-gejala negative seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri
dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan
atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).
Menurut Diagnostic and statistical manual of Mental Disorders Fourth Text Revised (DSMIV-TR) : 1
A.

Terdapat 2 atau lebih gejala dibawah ini selama 1 bulan atau kurang dari sebulan
jika pengobatan berhasil
1.

Waham

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 9


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
2.

Halusinasi

3.

Bicara terdisorganisasi (misalnya, sering menyimpang atau inkoheren)

4.

Perilaku disorganisasi/katatonik yang jelas

5.

Symptom negative (afek datar, alogia, avolition)

Catatan = dapat hanya 1 gejala bila dijumpai waham bizarre/halusinasi dengar


B.

Disfungsi social/pekerjaan. Untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset


gangguan, satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan interpersonal,
atau perawatan diri.

C.

Durasi gangguan terus menerus selama 6 bulan. Dalam periode ini harus termasuk
sekurangnya 1 bulan gejala yang memenuhi criteria A dan mungkin termasuk
periode prodormal atau residual.

D.

Disingkirkan gangguan penggunaan zat atau kondisi medis umum. Gangguann


tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat atau suatu kondisi
medis umum

E.

Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan mood. Gangguan skizoafektif


dan gangguan mood dengan cirri psikotik telah disingkirkan karena (1) tidak ada
episode depresif berat, manic, atau campuran yang telah terjadi bersama sama
dengan gejala fase aktif; atau (2) jika episode mood telah terjadi selama gejala
fase aktif, durasi totalnya adalah relative singkat dibandingkan durasi periode aktif
dan residual.

F.

Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasive: jika terdapat riwayat


adanya gangguan autistic atau gangguan perkembangan pervasive lainnya;
diagnosis tambahan skizofrenia dibuat hanya jika waham atau halusinasi yang
menonjol juga ditemukan untuk sekurangnya 1 bulan.1

6. KLASIFIKASI
Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka, dalam
PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi
masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut : 3
1. Skizofrenia Paranoid
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 10
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia

Sebagai tambahan :
o Halusinasi dan atau waham harus menonjol :

(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi
auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung.
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain
perasaan

tubuh

halusinasi

visual

mungkin

ada

tetapi

jarang

menonjol.

(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of
control), dipengaruhi (delusion of influence), atau Passivity (delusion of passivity), dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.
o Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata / menonjol.
2. Skizofrenia Hebefrenik

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia ;

Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau

dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).

Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri


(solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis. Untuk
diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan
kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang
khas berikut ini memang benar bertahan :
o Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan
perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
o Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering
disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied),

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 11


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
senyum sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty
manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara
bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang
diulang-ulang (reiterated phrases);

Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling)


serta inkoheren. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses
pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya
tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan
kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran
ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku
tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu
preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat buat terhadap agama, filsafat dan
tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.

3. Skizofrenia Katatonik

Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.

Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
(a) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam

gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):


(b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
(c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
(d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua
perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang
berlawanan);
(e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya);

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 12


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
(f)

Fleksibilitas cerea / waxy flexibility (mempertahankan anggota gerak dan

tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan


(g) Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara otomatis
terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.

Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari


gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai
diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala gejala lain. Penting
untuk diperhatikan bahwa gejala gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik
untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak,
gangguan metabolik, atau alkohol dan obat obatan, serta dapat juga terjadi
pada gangguan afektif.

4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated).


Seringkali, pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan kedalam
salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci.
Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik,


atau katatonik.

Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca


skizofrenia.

5. Depresi Pasca-Skizofrenia

(a)

Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :


Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum

skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;


(b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran
klinisnya); dan
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 13
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
(c) Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria
untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.

Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi


episode depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol,
diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.

6. Skizofrenia Residual

Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi
semua:

(a) Gejala

negative

dari

skizofrenia

yang

menonjol

misalnya

perlambatan

psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif,
kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk
seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan
diri dan kinerja sosial yang buruk;
(b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;
(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi
gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan
telah timbul sindrom negative dari skizofrenia;
(d) tidak terdapat dementia atau penyakit/ gangguan otak organic lain, depresi kronis atau
institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.
7. skizofrenia simpleks

Diagnosis sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan


perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :
o Gejala negative yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului oleh
riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 14


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
o Disertai dengan perubahan perubahan perilaku pribadi yang bermakna,
bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat
sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara social.

Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan sub tipe skizofrenia
lainnya.

8. skizofrenia lainnya
9. skizofrenia YTT
7. TATALAKSANA
TERAPI MEDIKAMENTOSA
ANTIPSIKOSIS
1. DEFINISI ANTIPSIKOSIS
Antipsikosis adalah golongan obat yang dapat mengobati gangguan
mental pada penderita skizofrenia dengan cara mengatasi agresivitas,
hiperaktivitas, dan labilitas emosional pasien psikosis. Antipsikosis
bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik. Ciri antipsikosis:
Berefek antipsikosis, yaitu mengatasi agresivitas, hiperaktivitas dan

labilitas emosional pada pasien psikosis


Dosis besar tidak menyebabkan koma yang dalam atau anastesia
Dapat menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang reversible atau

ireversibel
Tidak ada kecenderungan untuk menimbulkan ketergantungan fisik,
psikis
Kebanyakan antipsikosis golongan tipikal mempunyai afinitas tinggi dalam

menghambat reseptor dopamin 2, hal ini yang diperkirakan menyebabkan


reaksi ekstrapiramidal yang kuat. Sedangkan antipsikosis golongan atipikal
umumnya mempunyai afinitas lemah terhadap reseptor dopamine 2. Selain itu
golongan atipikal juga memiliki afinitas terhadap reseptor dopamine 4,
serotonin, histamin, reseptor muskarinik, dan reseptor alfa adrenergik.
Antipsikosis golongan atipikal diduga efektif mengatasi gejala positif
(bicara kacau, halusinasi, delusi) dan gejala negative (miskin kata-kata, afek
datar, menarik diri dari lingkungan, inisiatif menurun) pada pasien skizofrenia.
Antipsikosis tipikal umunya hanya berespons untuk gejala positif.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 15


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
Antipsikosis mempunyai efek farmakologik terhadap system saraf pusat,
system otonom, dan system endokrin. Efek ini terjadi karena antipsikosis
menghambat

berbagai

reseptor,

diantaranya

dopamine,

reseptor

alfa

adrenergic, muskarinik, histamine H1, dan serotonin 5HT2 dengan afinitas


yang

berbeda-beda.

Klorpromazin

misalnya

mempunyai

afinitas

tinggi

terhadap reseptor dopamine dan alfa adrenergic, sementara risperidone


mempunyai afinitas yang tinggi terhadap reseptor serotonin 5HT2.

2. KLASIFIKASI OBAT ANTIPSIKOSIS


a. Antipsikosis tipikal
Golongan fenotiazin: klorpromazin,

flufenazin,

perfenazin,

tioridazin, trifluperazin
Golongan lain: klorprotiksen, droperidol, haloperidol, loksapin,

molindon, tioktiksen
b. Antipsikosis atipikal: klozapin, olanzapine, risperidon, quetiapin,
sulpirid, ziprasidon, aripriprazol, zotepin, amilsulpirid
3. INDIKASI ANTIPSIKOSIS
a. Indikasi psikiatri
Antipsikosis sangat

bermanfaat

mengatasi

keadaan

gaduh

gelisah. Efektivitas obat ini sangat membantu pasien psikosis.


Obat antipsikosis tidak bersifat menyembuhkan, namun hanya

bersifat simptomatis
Skizofrenia
Gangguan skizoafektif
Pasien depresi dengan gejala psikosis
Episode manik gangguan bipolar
Tourettes syndrome
Gangguan perilaku pada pasien demensia tipe Alzheimer

b. Indikasi non-psikiatri
Kebanyakan antipsikosis lamam kecuali tioridazin memiliki efek
antiemetik. Efek ini terjadi atas dasar hambatan reseptor
dopamine baik di sentral (di kemoreseptor medulla oblongata)
maupun perifer (reseptor di lambung).
Golongan butirofenon droperidol diindikasikan sebagai anestesi
kombinasi dengan opioid fentanyl.
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 16
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
CPZ merupakan obat terpilih untuk menghilangkan cegukan
(hiccup) yang berlangsung berhari-hari.
4. PRINSIP-PRINSIP TERAPEUTIK
Menentukan gejala sasaran yang akan diobati.
Suatu antipsikotik yang telah bekerja dengan baik di masa lalu
pada pasien harus digunakan lagi. Jika tidak ada informasi
tersebut, pemilihan antipsikotik biasanya didasarkan pada sifat

efek samping.
Lama minimal percobaan antipsikotik adalah 4 sampai 6 minggu
pada dosis yang adekuat. Jika tidak berhasil, dapat dicoba obat

dari kelas lain.


Penggunaan lebih dari satu medikasi antipsikotik pada satu waktu

jarang diindikasikan.
Pasien harus dipertahankan pada dosis efektif yang serendah
mungkin yang diperlukan untuk mencapai pengendalian gejala
selama episode psikotik.

ANTIPSIKOSIS TIPIKAL
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 17
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
ANTIPSIKOSIS GOLONGAN FENOTIAZIN
KLORPROMAZIN(CPZ)
a. Nama dagang : Cepezet- Meprosetil- Promactil_ Largactil
b. Senyawa

: klorpromazinhidroklorida

c. Dosis ajuran :
Skizophrenia/ psikosis:
Anak
Dewasa

Oral : 0,5-1 mg/kg/dosis setiap 4-6


Oral : 30-2000 mg/hari dibagi dalam

Jam; Anak yang lebih tua relatif

1-4 dosis, mulai dengan dosis

dapat diberikan hingga 200 mg/hari

rendah, kemudian sesuaikan dengan

atau lebih besar;

kebutuhan.

Im, iv: 0,5-1 mg/kg/dosis setiap 6-8

Dosis lazim : 400-600 mg/hari,

jam,

Beberapa pasien membutuhkan 1-2

< 5 tahun (22,7 kg) : maksimum 75


mg/hari

g/hari.

Im., iv.: awal :25 mg, dapat diulang


25-50mg, dalam 1-4 jam, naikkan
bertahap sampai maksimum 400
mg/dosis setiap 4-6 jam sampai
pasien terkendali;

Dosis lazim : 300- 800 mg /hari

Cegukan tidak terkendali : Oral ,


im.: 25-50 mg sehari 3-4 kali.

Anak

Dewasa

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 18


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia

Oral : 0,5-1 mg/kg/dosis setiap 4-6

Oral : 30-2000 mg/hari dibagi dalam

Jam; Anak yang lebih tua relatif

1-4 dosis, mulai dengan dosis

dapat diberikan hingga 200 mg/hari

rendah, kemudian sesuaikan dengan

atau lebih besar;

kebutuhan.

Im, iv: 0,5-1 mg/kg/dosis setiap 6-8

Dosis lazim : 400-600 mg/hari,

jam,

Beberapa pasien membutuhkan 1-2

< 5 tahun (22,7 kg) : maksimum 75


mg/hari

g/hari.

Im., iv.: awal :25 mg, dapat diulang


25-50mg, dalam 1-4 jam, naikkan
bertahap sampai maksimum 400
mg/dosis setiap 4-6 jam sampai
pasien terkendali;

Dosis lazim : 300- 800 mg /hari

Cegukan tidak terkendali : Oral ,


im.: 25-50 mg sehari 3-4 kali.

Mual muntah :
Anak
Dewasa
Oral : 0,5-1 mg/kg/dosis setiap 4-6 Oral : 10-25 mg setiap 4-6 jam,
jam bila diperlukan;

Im., iv., : 25-50 mg setiap 4-6 jam

Im, iv : 0,5-1 mg/kg/ dosis setiap 6-8


jam,
< 5 tahun (22,75 mg) : maksimum 40
mg/ hari
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 19
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
5-12

tahun

(22,7-45,5

mg)

maksimum 75 mg/hari
Gejala-gejala perilaku yang berkaitan dengan demensia:
-

awal : 10-25 mg sehari 1-2 kali, naikkan pada interval 4-7 hari dengan 10-25 mg/
hari, naikkan interval

dosis, sehari 2 x, sehari 3 kali dst

Bila perlu untuk mengontrol respons dan efek samping; dosis maksimum : 800
mg.

d. Bentuk sediaan

: Tablet 25 mg, 100 mg, Injeksi 25 mg/ml, 2 ml


Tioridazin tersedia dalam bentuk tablet 50 dan 100 mg.

e. Indikasi

Mengendalikan mania, terapi schizophrenia, mengendalikan mual dan


muntah, menghilangkan kegelisahan dan ketakutan sebelum operasi,
porforia intermiten akut,
Terapi tambahan pada tetanus. Cegukan tidak terkontrol,

Perilaku anak 1- 12 tahun yang ekplosif dan mudah tersinggung dan terapi
jangka pendek untuk anak hiperaktif.

f. Kontraindikasi

: Hipersensitifitas terhadap klorpromazin dan komponen

lain formulasi , reaksi hipersensitif silang antar fenotiazin mungkin terjadi,


Depresi SSP berat dan koma.
g. Efek samping :

SSP : mengantuk , akathisia, distonia, pseudoparkinsonism, diskinensia


tardif, sindroma neurolepsi malignan, kejang.

Kardiovaskuler : hipotensi postural, takikardia, pusing, perubahan interval


QT tidak spesifik.

Kulit : fotosensitivitas, dermatitis, pigmentasi ( abu-abu biru)

Metabolik & endokrin: laktasi, amenore, ginekomastia, pembesaran


payudara, hiperglisemia, hipoglikemia, test kehamilan positif palsu.

Saluran cverna : mual, konstipasi xerostomia.

Agenitourinari : retensi urin, gangguan ejakulasi, impotensi.

Hematologi : agranulositosis, eosinofilia, leukopenia, anemia hemolisis,

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 20


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
anemia aplastik, purpura trombositopenia.

Hati : jaundice

Mata: penglihatan kabur, perubahan kornea dan lentikuler, keratopati


epitel, retinopati pigmen.

Efeksedasi dan sikap acuh tak acuh terhadap rangsangan dari lingkungan.
Pada pemakaian lama dapat timbul toleransi terhadap efek sedasi.
Timbulnya efek sedasi tergantung dari status emosional pasien sebelum
minum obat.

Efek antipsikosis terlepas dari efek sedasinya. Pada manusia, kemampuan


terlatih yang memerlukan kecekatan dan daya pemikiran berkurang.

Sistem reproduksi : pada wanita dapat terjadi amenorea, galaktorea, dan


peningkatan libido. Sementara pada pria dapat terjadi penurunan libido dan
ginekomastia. Efek ini terjadi karena efek sekunder dari hambatan reseptor
dopamin yang menyebabkan hiperprolatinemia, serta adanya peningkatan
perubahan androgen menjadi estrogen di perifer.

Hipotensi orthostatik dan peningkatan denyut nadi saat istirahat biasa


terjadi dengan derivat fenotiazin. Tekanan arteri rata rata resistensi
perifer, curah jantung menurun dan frekuensi denyut jantung meningkat.
Efek ini dikarenakan efek otonom dari obat antipsikosi. Abnormalitas
EKG juga dilaporan pada pemakaian tioridazin beupa perpanjangan
interval QT, abnormalitas segmen ST dan gelombang T Perubahan ini
biasanya reversibel.

h. Farmakodinamik :
Memblok reseptor dopaminergik di postsinaptik mesolimbik otak.
Memblok kuat efek alfa adrenergik. Menekan penglepasan jormon hipotalamus
dan

hipofisis,

menekan

Reticular

Activating

System

(RAS)

segingga

mempengaruhi metabolisme basal, temperatur tubuh, kesiagaaan, tonus


vasomotor dan emesis.
CPZ tidak dapat mencegah timbulnya konvulsi akibat rangsangan listrik
maupun rangsangan oleh obat. Semua derivat Fenotiazin mempengaruhi ganglia
basal sehingga menimbulkan gejala Parkinsonisme (efek ekstrapiramidal).
CPZ dapat mengurangi atau mencegah muntah yang disebabkan oleh
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 21
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
rangsangan pada chemoreseptor trigger zone. Muntah yang disebabkan oleh
kelainan saluran cerna atau vestibuler kurang dipengaruhi, namun fenotiazin
potensi tinggi dapat berguna untuk keadaan tersebut.
Fenotiazin terutama yang potensinya rendah menurunkan ambang
bangkitan sehingga penggunaannnya harus sangat berhati hati- pada pasien
epilepsi. Derivat piperazin dapat digunakan secara aman pada pasien epilepsi bila
dosis diberikan bertahap dan bersama anti konvulsan.
Pada dosis berlebihan, semua derivat fenotiazin dapat menyebabkan gejala
ekstrapiramidal, serupa dengan yang terlihat pada parkinsonisme. Dikenal 6
gejala sindrom neurologik yang karakteristik dari obat ini. Empat diantaranya
biasa terjadi sewaktru obat diminum, yaitu distonia akut, akatisia, parkinsonisme
Dikenal 6 gejala sindrom neurologik yang karakteristik dari obat ini. Empat
diantaranya biasa terjadi sewaktu obat diminum, yaitu distinia akut, akatisia,
parkinsonisme, dan sindrom neuroleptic malignant. Dua sindrom lain terjadi
setelah pengobatan berbulan bulan sampai bertahun tahun, berupa tremor
perioral dan diskinesia tardif.
CPZ dapat menimbulkan relaksasi otot rangka yang berada dalam keadaan
spastik. Cara kerja relaksasi ini bersifat sentral, sebab sambungan saraf- otot dan
medula sepinalis tidak dipengaruhi.
Kebanyakan antipsikosis diabsorbsi sempurna, sebagian diantaranya
mengalami metabolisme lintas pertama> Bioavaiabilitas CPZ dan tioridazin
berkisar 25-35 5, sedangkan haloperidol mencapai 65%. Kebanyakan antipsikosis
bersifat larut dalam lemak dan terikat kuat dengan protein plasma serta memiliki
volume distribusi besar. Metabolit CPZ ditemuan di urin sampai beberapa minggu
setelah pemberian obat terakhir.
i. Dosis maksimum : Dewasa 1000 mg, anak 50 mg (6 bulan- 5 tahun; 200 mg (5-12
tahun)
j. Waktu paruh : 24 -30 jam
k. Interaksi dengan obat lain :

Memperkuat efek penekan terhadap SSP dari analgesik narkotik, etanol,


barbiturat, antidepresan siklik, antihistamin, hiptonik-sedatif.

Klorpromazin dapat meningkatkan efek amfetamin, betabloker tertentu,

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 22


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
dekstrometorfan, fluoksetin, lidokain, paroksetin, risperidon, ritonavir,
antidepresan trisiklik dan substrat CYP2D6 lainnya.

Klorpromazin

dapat

meningkatkan

efek/

toksisitas

antikolinergik,

anhipertensi, liyium, trazodon, asam valproat. Penggunaan bersama


antidepresan trisiklik dapat mengubah respomns dsn efek klorpromazin
dapat ditingkatkan oleh delavirdin, fluoksetin, mikonazol, paroksetin,
pergelolid, kuinidin, kuinin , tinavir, ropinirol dan inhibitor CYP2D6
lainnya.

Klorpromazin meningkatkan toksisitas.

Kombinasi dengan epinefrin akan dapat menimbulkan hipotensi.


Kombinasi dengan antiaritmia, cisaprid, pimosid, sparfloksacin dan obat
obat yang memperpanjang interval QT akan dpat meningkatkan resiko
aritmia.

Kombinasi mungkin menurunkan efek subtrat prodrug CYP2D6 seperti


kodein, hirokodon, oksikodin dan tramadol.

Klorpromasin mungkin dapat menghambat antiparkinson kevodopa dan


mungkin dapat menghambat efek pressor epinefrin.

l. Parameter monitoring :
Gambaran vital : profil lipid, glukosa darah puasa/Hgb A1c, indeks berat badan,
status mental, skala normal gerakan yang tidak disadari, gejala ekstrapiramidal.
FLUFENAZIN
a. Nama dagang : Permitil, Prolixin, Apo-Fluphenazine, Moditen HCl, PMSFluphenazine
b. Senyawa : Flufenazin (modecote, moditen) adalah turunan- CH2OH dan
trifluoperazin (1959) dengan sifat hampir sama. Daya antimual dan sedatifnya
ringan.
c. Dosis anjuran :

Anak: Oral: 0,04 mg/kg/ hari


Dewasa : Psikosis: Oral: 0,5-10 mg/ hari dibagi dalam beberapa dosis
dengan nterval 6-8 jam, beberapa pasien mungkin membutuhkan
eningkatan dosis sampai 40 mg/ hari.; i.m. : 2,5-10 mg/ hari dibagi dalam

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 23


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
beberapa dosis dengan interval 6-8 jam. (dosis parenteral 1/3-1/2 dosis
oral); im. Dekanoat : 12,5 mg setiap 2 minggu. 12,5 mg dekanoat setiap 3
minggu = 10 mg HCl/ hari.
d. Bentuk sediaan : injeksi sebagai dekanoat, 25 mg/ml. Tablet sebagai HCl 0,5
mg, 1 mg, 2,5 mg, 5 mg, 10mg.
e. Dosis maksimu : dewasa 40 mg, anak (belum dilakukan penelitian)
f. Waktu paruh: 24 jam
g. Indikasi : mengendalikan gangguan psikotik dan shcizofrenia.
h. Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap flufenazin atau komponen formulasi
lainnya. Mungkin terjadi reaktivitas silang antara fenotiazin. Depresi SSP
berat, koma, kerusakan otak subkortikal, diskrasia darah, penyakit hati.
i. Efek samping :

SSP : parkinsonisme, akathisia, distonia, diskinesia tardif, pusing,


hiper refleksia, sakit kepala , udem sereral, mengantuk, lelah, gelisah
mimpi aneh, perubahan EEG, depresi, kejang, perubahan pengaturan
pusat tempertaur tubuh.

KV: takikardia, tekanan darah berfluktuasi, hiper/hipotensi, aritmia,


udem.

Kulit: dermatitiseksim, eritema, fotosensitivitas, rash, seborea,


pigmentasi, urtikaria .

Metabolik& endokrin : perubahan siklus menstruasi, nyeri payudara,


amenorea, galaktorea, ginekomastia, perubahan libido, peningkatan
prolaktin.

Saluran cerna : berat badan bertambah, kehilangan selera makan,


slivasi, xerostomia, konstipasi, ileus paralitik, udem laring.

Genitourinari: gangguan ejakulasi, impotensi, poliuria, paralisis


kandung urin , enurisis,

Darah

agranulositosis,

leukoplakia,

trombositopenia,

nontrombositopenik, purpura, eosinofilia, pansitopenia.

Hati: cholastic jaundice, hepatotoksik.

Otot- saraf: tangan gemetar, sindroma lupus eritematosus, spasme


muka sebelah

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 24


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia

Mata : retinopati pigmen, perubahan kornea dan lensa, penglihatan


kabur, glaukoma

Pernafasan: kongesti hidung, asma.

j. Farmakodinamik: Memblok reseptor dopaminergik D1 dan D2 di postsinaptik


mesolimbik otak. Menekan penglepasan hormon hipotalamus dan hipofisia,
enekan Reticular Activating System (RAS) sehingga mempengaruhi
metabolisme basal, temperatur tubuh, kesiagaan, tonus vasomotor dan emesis.
k. Interaksi dengan Obat Obat lain :

Inhibisi CYP2D6 : chlorpromazin, delavirdin, fluoksetin, mikonazol,


paroksetin, pergolid,kuinidin, kuinin, ritonavir, ropinirol meningkatkan
efek flufenasin. Flufenasin memperkuat efek penekanan terhadap SSP
dari analgesik narkotik, etanol, barbiturat, antidepresan siklik,
antihistamin, hipnotik-sedatif. Flufenasin dapat meningkatkan efek/
toksisitas antikolinergik, antihipertensif, litium, trazodon, asam
valproat.

Penggunaan bersama antidepresan trisiklik dapat mengubah respons


dan

meningkatkan

toksisitas.

Kombinasi

flufenasin

dengan

epinefrinakan dapat menimbulkan hipotensi. Kombinasi dengan


antiaritmia, cisaprid, primosid, sparfloksacin dan obat obat yang
memperpanjang interval QT, akan dapat meingkatkan resiko aritmia.
Kombinasi dengan metoklorpramidakan dapat meningkatkan resiko
gejala ekstrapiramidal.

Fenotiasin akan menghambat aktivitas guanetidin, levodopa dan


brokriptin. Barbiturat, merokok akan dapat meningkatkan metabolisme
flufenasin di hati. Flufenasin dan antipsikotik potensi rendah lainnya
dapat menghambat efek presor epinefrin.

l. Interaksi dengan makanan :


Kombinasi dengan dong quai dan ST. Johns wort (Hypericum
perforatum) akan meningkatkan efek penekanan terhadap SSP dan
dapat menimbulkan fotosensitivitas, Kombinasi dengan kava-kava
(Piper methysticum), gotu kola ( Centella asiatica) valerian akan
meningkatkan efek penekanan terhadap SSP.
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 25
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia

m. Parameter monitoring :
Gambaran vital: profil lipid, glukosa darah puasa/HgBA1c, indeks berat
badan, status mental, skala normal gerakan yang tidak disadari, gejala
ekstrapiramidal.
PERFENAZIN
a. Nama dagang: trilafon, avomit, perlafon
b. Senyawa : perfenazin
c. Dosis anjuran : Skizoprenia dan psikosis lain, mania, penggunaan jangka
pendek sebagai terapi tambahan untuk ansietas berat, agitasi psikomotor,
eksitasi dan perilaku kekerasan atau impulsif berbahaya. Dosis awal 4 mg,
3 kali sehari, dosis sesuaikan dengan respons. Maksimal 24 mg/ hari.
LANSIA seperempat sampai setengah dosis dewasa. ANAK dibawah 14
tahun tidak dianjurkan.
d. Bentuk sediaan :

Triafon ( Schering plough Indonesia) Tablet 2 mg, 4 mg, 8 mg.

Avomit ( Kimia Farma) Tablet 4 mg

Perlafon (Combiphar) Tablet 2 mg, tablet salut gula 4 mg, 8mg.

e. indikasi : skizofrenia dan psikosis lainnya, mania, penggunaan


jangka pendek sebagai terapi tambahan untuk ansietas berat,
agitasi

psikomotor,

eksitasi,

dan

perilaku

kekerasan

atau

impulsive berbahaya, antiemetic


f.

kontraindikasi : koma karena depresi SSP, depresi sumsum


tulang, hindari pada feokromasitoma, gangguan hati dan ginjal
berat

g. efek samping : koma, diskrasi darah, depresi sumsum tulang,


kerusakan hati berat, disbanding klorpromazin, efek sedasi
kurang, gejala ekstrapiramidal terutama distonia lebih sering,
terutama pada dosis tinggi
h. dosis maksimum : dewasa 64 mg, anak 12mg (>12 tahun)
i. waktu paruh : 9.5 jam
j. interaksi : meningkatkan resio aritmia ventricular jika anriaritmia yang
memperpanjang interval QT diberikan bersamaan.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 26


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
THIORIDAZIN

a. Nama dagang : Melleril


b. Senyawa : thioridazin HCl
c. Dosis anjuran :
Ansiolitik dan antidepresan : dewasa 10 75 mg/hr. anak yang
ditambah dengan: kesulitan konsentrasi, gangguan perilaku,
hiperaktivitas, agrsif, ganggua tidur 0.5 2 mg/kgBB/hari
dalam dosis terbagi.
Neuroleptik penderita psikotik yang dirawat di rumah sakit100
600 mg/hr. berobat jalan 50 300 mg/hr. Penderita usia
lanjut yang mengalami agitai/ depresi 25 200 mg/hr.
Penderita putus alcohol 100 200mg/hr
Neurosis berat 25 150 mg/hr. maks : 800 mg/hr
Anak skizofrenia pada masa kanak kanak, gangguan perilaku
berat pada anak dengan retardasi mental dan psikopat 1 4
mg/kgBB/hr dalam dosis terbagi.
d. Bentuk sediaan : Tab 50mg, 100 mg
e. Indikasi : gangguan psikotik. Terapi jangka pendek depresi sedangberat dengan berbagai tingkat kegelisahan pada penderita dewasa.
Terapi berbagai gejala, seperti : agitasi, gelisah, murung, tegang,
gangguan tidur, dan rasa takut pada usia lanjut. Terapi kelainan
tingkah laku yang berat pada anak dengan hipereksitasi yang
eksplosif dan atau mengamuk (sedang/ luar biasa). Terapi jangka
pendek anak hiperaktif.
f. Kontraindikasi : koma atau depresi SSP yang berat, riwayat
hipersensitivitas terhadap fenotiazin lainnya. Diskrasia darah,
penyakit KV berat, anak < 2 tahun.
g. Perhatian : glaucoma sudut sempit, hipertrofi atau penyakit KV.
Gangguan mengemudi / menjalankan mesin. Hitung darah harus
dilakukan secara teratur selama terapi. Penderita penyakit hati,
hamil, dan laktasi.
h. Efek samping : sedasi, pusing, mengantuk, mulut kering, gangguan
penglihatan, gangguan akomodasi, hidung tersumbat, hipotensi
ortostatik, galaktorea. Jarang gejala ektrapiramidal dan tradive
diskinesia. Sangat jarang sindroma neuroleptik maligna, torsades de
pointes, kematian mendadak.
i. Farmakodinamik : bekerja pada bagian batang otak, Yaitu system
retikulernya, yang selalu mengendalikan masukan berita dari alat
indera pada cortex cerebral. Obat obatan ini tampaknya
mengurangi masukan sensorik pada system retikuler, sehingga
informasi tidak mencapai kortex cerebral.
j. Dosis maksimum : dewasa 800mg, anak 3mg/kgBB (>2tahun)
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 27
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
k. Waktu paruh : 24 jam
TRIFLUOPERAZIN

a. Nama dagang : stelazine, stelosi, trizine


b. Senyawa : trifluperazine HCL
c. Dosis anjuran : untuk pasien rawat jalan Dws 1 -2 mg 2x/hr. Maks 6
mg/hr kecuali untuk kondisi berat dan gangguan mental. Untuk
pasien rawat inap Dws 2- 5 mg 2x/hr. jika perlu,tambahkan dosis
sebesar 5 mg dengan interval tidak boleh kurang dari 3 hari
d. Bentuk sediaan : tablet 1 mg dan 5 mg (salut selaput)
e. Indikasi :
a. Dosis rendah : mengendalikan keadaan gelisah, pikiran
tegang, dan agitasi berlebihan. Pengobatan mual dan muntah
karena berbagi penyebab
b. Dosis tinggi : katatonik akut dan kronik, skizofrenia hebefrenik
dan paranoid, psikosis karena kerusakan otak organic dan
keracunan. Mengendalikan menifestasi penyakit manic
depresi.
f. Kontraindikasi : keadaan koma atau obat yang menginduksi depresi
SSP; diskrasia darah, depresi sumsum tulang, penyakit hati.
g. Efek samping : mengantuk, pusing, reaksi kulit, mulut kering,
penglihatn kabur,amenore, laktasi, otot lemas, gejala
ekstrapiramidal dan pemakaian dosis tinggi ( pada penggunaan
dosis tinggi atau penderita berusia > 40 tahun), diskinesia tardive
(penggunaan lama, dosis tinggi). Jarang, kolestatik jaundis, diskrasi
darah.
h. Farmakodinamik : termasuk golongan obat penenang turunan
penthothiazine dengan daya kerja anti psikosis, ansiolitik, dan anti
emetic yang keras
i. Dosis maksimum : dewasa 40 mg, anak 15 mg (6-12 tahun)
j. Waktu paruh : 12.5 jam

2.1.4.B antipsikosis tipikal golongan lain


HALOPERIDOL

a. Nama dagan, bentuk sediaan, dosis, waktu paruh :


a. Haloperidol : tablet 0.5 dan 1.5 mg, dosis anjuran 5 -15 mg/h,
dosis maksimum Dws 100mg; anak : 15 mg(>12 tahun),
waktu paruh : 12 38 jam. Selain itu juga tersedia dalam
bentuk sirup 5mg/100mL dan ampul 5 mg/mL
b. Dores : cap 5 mg; tab 1.5 mg
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 28
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia

b.

c.

d.

e.

c. Serenace : tab 0.5 1.5 mg; 5 mg; Liq 2 mg/mL; amp 5 mg/cc.
dosis anjuran : 5-10mg tiap 4-6 jam
d. Haldol: Tab 2-5 mg
e. Govotil: Tab 2-5 mg
f. Lodomer : tab 2-5 mg; Amp 5 mg/cc; dosis anjuran : 5-10mg
(im) setiap 4-6 jam
g. Haldol decanoas : Amp 50 mg/cc; dosis anjuran : 50 mg(im)
setiap 2-4 minggu
Indikasi : untuk psikosis. Selain itu dapat dipakai untuk mengobati
sindrom Gilles de la Tourette (kelainan neirologik yang ditandai
dengan kejang otot berat, menyeringai, atau grimacing, dan
koprolalia)
Kontraindikasi : pasien dengan koma akut strok, keracunan parah
dengan alcohol atau narkoba lain, alergi terhadap haloperidol,
penykait jantung
Efek samping : haloperidol menimbulkan reaksi ekstrapiramidal
dengan insidens tinggi terutama pada pasien usia muda. Dapat
terjadi depresi akibat reverse keadaan mania. Perubahan
hematologic ringan dan selintas sering terjadi, berupa leucopenia
dan agranulositosis. Haloperidol sebaiknya tidak diberikan pada
wanita hamil sampai terdapat bukti bahwa obat ini tidak
menimbulkan efek teratogenik.
Farmakodinamik :
a. Haloperidol memiliki efek antipsikosis yang kuat dan efektif
untuk fase mania penyakit depresif dan skizofrenia
b. Susunan saraf pusat. Haloperidol menenangkan dan
menyebabkan tidur pada orang yang mengalami eksitasi. Efek
sedative haloperidol kurang kuat dibandingkan CPZ,
sedangkan efek haloperidol terhadap EEG menyerupai CPZ,
yaitu memperlambat dan menghambat jumlah gelombang
teta. Haloperidol dan CPZ sama kuat menurunkan ambang
rangsang konvulsi. Haloperidol menghambat system
dopamine dan hipotalamus, juga menghambat muntah yang
ditimbulkan apomorfin.
c. System saraf otonom. Pengaruh haloperidol terhadap system
saraf otonom termasuk menyebabkan pandangan kabur
(blurring of vision). Obat ini menghambat aktivasi reseptor
alfa-adrenergik yang disebabkan oleh amin simpatomimetik,
tetapi hambatannya tidak sekuat hamabtan CPZ. System
kardiovskuler dan respirasi. Haloperidol juga menyebabkan
takikardi. CPZ atau haloperidol menimbulkan potensiasi
dengan obat penghambat respirasi.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 29


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
d. Efek endokrin. Seperti CPZ, haloperidol menyebabkan
galaktore dan respon endokrin lain.
f. Dosis maksimum : dewasa 100 mg, anak 15 mg (>12 tahun)
g. Waktu paruh : 12 38 jam
DIBENZOKSAZEPIN (LOKSAPIN)

a. Nama dagang, bentuk sediaan : loksapin (loxitane) tersedia


dalam bentuk tablet ( 5mg, 10mg, 25mg, 50mg) dan
suntuikan
b. Dosis : awal 20-50mg/hari dibagi dalam 2 dosis. Dosis
pemeliharaan 20 -100 mg dalam 2 dosis
c. Dosis maksimal : dewasa (250mg)
d. Waktu paruh : 4 jam
e. Indikasi : antipsikosis, generasi pertama
f. Kontraindikasi : penyakit hati dan ginjal berat
g. Efek samping : mempunyai efek reaksi ekstrapiramidal dan
menurunkan ambang bangkitan pasien sehingga harus hati
hati penggunaanya pada pasien dengan riwayat kejang.
h. Farmakodinamik : loksapin memiliki efek antiementik,
sedative, antikolinergik dan antiadrenergik. Obat ini berguna
untuk mengobati skizofrenia dan psikosis. Diabsorbsi baik per
oral, kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 1 jam (IM) dan
2 jam (oral). Waktu paruhnya adalah 3- 4 jam

2.1.4.C. antipsikosis atipikal


KLOZAPIN

a. Nama dagang : Clopine, Clorilex


b. Dosis anjuran : dosis awal 12.5 mg sehari sekali atau sehari dua kali,
ditingkatkan sesuai toleransi pasien, dengan kenaikan dosis 25 50
mg/hari sampai target dosis 300-450 mg/ hari setelah 2 4 minggu,
dengan kebutuhan dosis mencapai 600- 900 mg/hari
c. Interaksi obat :
a. Meningkatkan efek / toksisitas : potensiasi efek antikolinergik
dan hipotensi obat lain
b. Kombinasi dengan benzodiazepine menyebabkan depresi
pernapasan dan hipotensi, terutama minggu awal terapi.
Meningkatkan efek risperidon
c. Konsentrasi serum clozapine dapat ditingkatkan oleh inhibitor
CYP1A2 antara lain : ciprofloxacin, fluvoxamin, ketokonazole,
norfloxacin, ofloxacin dan roficoxib
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 30
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
d. Clozapin meningkatkan efek amphetamine, beta bloker
selektif, dextromethorphan, fluoxetin, lidocain. Efek sedative
dapat ditingkatkan oleh depresan SSP (ethanol, barbiturate,
benzodiazepine, analgetik opioid dan sedatif lain)
e. Methoclopramid dapat meningkatkan efek resiko EPS. Inhibitor
asetilkolonesterase meningkatkan resiko antisikotik
berhubungan dengan EPS
f. Sitalopram meningkatkan efek clozapine.
g. Omeprazole mempengaruhi konsentrasi klozapin. Menurunkan
efek : klozapin menurunkan efek substrat CYP2D6/prodrug :
kodein, hydrocodon, oxycodon, tramadol. Efek clozapin
berkurang oleh carbamazepin, fenobarbital, pirimidon,
rifampicin, dan inducer CYP1A2
h. Klozapin dapat mengembalikan efek epinefrin (hindari dalam
terapi obat yang menyebabkan hipertensi). Omeprazole
mempengaruhi konsentrasi klozapin.
d. Bentuk sediaan : tablet (25mg, 50mg, 100mg)
e. Indikasi : skizoprenia
f. Kontraindikasi :
a. Hipersensitif terhadap clozapine dan komponen obat ini
b. Penderita dengan riwayat granulositopenia/agranulositosis
c. Kegagalan fungsi sumsum tulang
d. Epilepsy yang tidak terkontrol
e. Intoksikasi obat
f. Kolaps sirkulasi dan atau depresi CNS karena berbagai sebab
g. Gagal fungsi ginjal, hati, dan jantung yang berat
h. Ibu menyusui
g. Efek samping:
Hematologi: granulositopenia, agranulositosis sering terjadi pada
18 minggu pertama pengobatan, penghentian obat harus segera
dilakukan pada agranulositosis yang dapat mengancam jiwa,
karena itu perhitungan WBC (white blood cell) merupakan hal
yang harus dilakukan. Pengobatan tidak boleh lebih dari 6 minggu
kecuali terlihat adanya perbaikan. Penggunaan klozapin dibatasi
hanya pada pasien yang resisten atau tidak dapat mentoleransi
antipsikosis lain.
Terhadap CNS: lelah, mengantuk, sedasi, pusing, dan sakit kepala,
mulut kering, pandangan menjadi buram, gangguan pengaturan
temperature, berkeringat merupakan efek samping yang dapat
terjadi.
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 31
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
System kardiovaskuler: takikardi, hipotensi postural dengan atau
tanpa sinkop dapat terjadi pada awal minggu pengobatan.
System saluran pencernaan: mual, muntah, konstipasi, ileus.
h. Over dosis:
Tanda-tanda dan gejala: drowsiness, letargi, arefleksia, koma,
konfusi,

halusinasi,

agitasi,

delirium,

kejang,

hipersalivasi,

midriasis, termolabiliti, hipotensi, kolaps, pneumonia aspirasi,

dyspnea, depresi pernafasan.


Pengobatan: bilas lambung, dengan atau pemberian karbon aktif

pada 6 (enam) jam pertama setelah pemberian obat.


i. Dosis maksimal: 900mg (dewasa), non-FDA approved (anak-anak)
j. Farmakodinamik:
Suatu senyawa antipsikosis atipikal yang aktivitasnya terhadap
reseptor dopamine yaitu reseptor D1, D2, D3, dan D5 tidak terlalu
kuat, akan tetapi menunjukkan aktivitas yang tinggi pada reseptor
D4. Clozapine bekerja lebih aktif pada reseptor dopamine di daerah
limbic daripada reseptor dopamine di daerah striatal, itulah
sebabnya clozapine bebas dari efek samping ekstrapiramidal.
Clozapine mempunya aktivitas antagonis pada reseptor adrenergic,
kolinergik, histaminergik, dan serotonergik.
k. Waktu paruh: 5-16 jam.

OLANZAPIN

a.
b.
c.
d.

Nama dagang: Olandoz


Dosis anjuran: 10 mg/hari
Bentuk sediaan: tablet salut selaput (5mg, 10mg)
Indikasi: mengatasi gejala negatif maupun positif dari skizofrenia
dan sebagai antimania. Obat ini juga menunjukan efektivitas pada

pasien depresi dengan gejala psikotik.


e. Kontraindikasi: hipersensitif terhadap olanazapine
f. Efek samping: peningkatan berat badan, gangguan metabolic
yaitu intoleransi glukosa, hiperglikemia, dan hyperlipidemia, efek
samping

ekstrapidamidal

minimal,

tidak

agranulositosis.
g. Dosis maksimal: adult (20mg), children (20mg)
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 32
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

menyebabkan

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
h. Farmakodinamik:

merupakan

derivate

tienobenzodiazepin,

struktur kimianya mirip dengan klozapin. Olanzapine memiliki


afinitas

terhadap

reseptor

dopamine,

serotonin,

muskarinik,

histamin dan reseptor alfa 1. Olanzapin diabsorbsi baik setelah


pemberian oral, dengan kadar plasma tercapai setelah 4-6 jam
pemberian. Dimetabolisme di hepar dan diekskresi lewat urin.
i. Waktu paruh: 21-54 jam
RISPERIDON

a. Nama dagang: Nesipros, Nodiril


b. Dosis anjuran: adult (2-4 mg/hari), elderly (0,5 mg 2x/hari)
c. Bentuk sediaan: tablet (25mg, 50mg), larutan oral, tablet salut
selaput
d. Indikasi: terapi pada skizofrenia akut dan kronik serta pada kondisi
psikosis

yang

lain,

dengan

gejala-gejala

tambahan

(seperti;

halusinasi, delusi, gangguan pola piker, kecurigaan dan rasa


permusuhan) dan atau dengan gejala-gejala negatif yang terlihat
nyata (seperti; blunted affect, menarik diri dari lingkungan social
dan emosional, sulit berbicara). Juga mengurangi gejala afektif
(seperti; depresi, perasaan bersalah dan cemas) yang berhubungan
dengan skizofrenia.
e. Kontraindikasi: hipersensitif terhadap risperidone
f. Efek samping:
Yang umum terjadi: insomnia, agitasi, rasa cemas, sakit kepala.
Efek samping lain: somnolen, kelelahan, pusing, konsentrasi
terganggu,

konstipasi,

dyspepsia,

mual/muntah,

nyeri

abdominal, gangguan penglihatan, priapismus, disfungsi ereksi,


disfungsi

ejakulasi,

disfungsi

orgasme,

inkontinensia

urin,

rhinitis, ruam, dan reaksi alergi lainnya.


Beberaoa kasus gejala ekstrapiramidal mungkin terjadi (namun
insiden dan keparahannya jauh lebih ringan bila dibandingkan
dengan haloperidol), seperti: tremor, rigiditas, hipersalivasi,
bradikinesia, akathisia, dystonia akut. Jika bersifat akut, gejala ini
biasanya ringan dan akan hilang dengan pengurangan dosis
dan/atau dengan pemberian obat antiparkinson bila diperlukan.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 33


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia

Seperti neuroleptic lainnya, dapat terjadi neuroleptic malignant


sindrom (namun jarang), ditandai dengan hipertermia, rigiditas
otot, ketidakstabilan otonom, kesadaran berubah dan kenaikan
kadar CPK, dilaporkan pernah terjadi. Bila hal ini terjadi,
penggunaan

obat

antipsikotik

termasuk

risperidone

harus

dihentikan.
Kadang-kadang terjadi orthostatic dizziness, hipotensi termasuk

ortostatik, takikardia termasuk takikardia reflek dan hipertensi.


Risperidone dapat menyebabkan kenaikan konsentrasi prolactin
plasma

yang

bersifat

dose-dependent,

dapat

berupa

galactorrhoea, gynaecomastia, gangguan siklus menstruasi dan

amenorrhoea.
Kenaikan berat badan, edema, dan peningkatan kadar enzim hati

kadang-kadang terjadi.
Pernah dilaporkan namun jarang terjadi, pada pasien skizofrenik:
intoksikasi air dengan hiponatremia, disebabkan oleh polydipsia
atau sindrom gangguan sekresi hormone antidiuretik (ADH);
tardive dyskinesia, tidak teraturnya suhu tubuh dan terjadinya

serangan.
g. Interaksi obat:
Hati-hati pada penggunaan kombinasi dengan obat-obat yang

bekerja pada SSP dan alkohol.


Risperidone mempunyai efek antagonis dengan levodopa atau

agonis dopamin lainnya.


Karbamazepin dapat menurunkan kadar plasma risperidone.
Clozapine dapat menurunkan bersihan risperidone.
Fluoksetin dapat meningkatkan konsentrasi plasma dari fraksi
antipsikotik (risperidone dan 9-hydroxy-risperidone) dengan

meningkatkan konsentrasi risperidone.


h. Dosis maksimal: adult (16mg), children (6mg)
i. Farmakodinamik:
a. Risperidone termasuk antipsikotik turunan
Risperidone

merupakan

antagonis

benzisoxazole.

monoaminergik

selektif

dengan afinitas tinggi terhadap reseptor serotonergic 5-HT2 dan


dopaminergic D2. Risperidone berikatan dengan reseptor 1Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 34
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
adrenergik. Risperidone tidak memiliki afinitas terhadap reseptor
kolinergik. Meskipun risperidone merupakan antagonis D2 kuat,
dimana

dapat

memperbaiki

gejala

positif

skizofrenia,

hal

tersebut menyebabkan berkurangnya depresi aktivitas motoric


dan induksi katalepsi disbanding neuroleptic klasik. Antagonism
serotonin

dan

mengurangi

dopamine

sentral

kecenderungan

yang

seimbang

timbulnya

efek

dapat

samping

ekstrapiramidal, dia memperluas aktivitas terapeutik terhadap


gejaa negatif dan afektif dari skizofrenia. Bioavailibilitas oral
sekitar 70%. Ikatan dengan protein plasma sekitar 90%.
Risperidone

secara

ekstensif

dimetabolisme

di

hati

dan

dieliminasi lewat urin dan sebagian kecil melalui feses.


j. Waktu paruh: 20-24 jam
QUETIAPIN

a.
b.
c.
d.

Nama dagang: seroquel


Dosis anjuran: 300-450 mg/hari
Bentuk sediaan: tablet (25mg, 100mg, 200mg, 300mg)
Indikasi: terapi skizofrenia, terapi depresi yang menyertai
gangguan bipolar, terapi manik yang menyertai gangguan bipolar,

pasien dengan gangguan ginjal atau hati.


e. Kontraindikasi: hipersensitif terhadap quetiapine.
f. Efek samping: pusing, konstipasi, mulut kering, asthenia ringan,
rhinitis, dyspepsia, peningkatan berat badan, hipotensi postural
atau

hipotensi

peningkatan

ortostatik,

serum

takikardi,

transaminase,

sinkop,

edema,

penurunan

jumlah

perifer,
htung

neutrophil, hiperglikemia
g. Dosis maksimal: adult (800mg), children (600mg)
h. Farmakodinamik: obat ini memiliki afinitas terhadap reseptor
dopamine, serotonin, dan bersifat agonis parsial terhadap reseptor
serotonin 5HT1A yang diperkirakan mendasari efektivitas obat ini
untuk gejala positif maupunnegatif skizofrenia. Absorbsinya cepat
setelah pemberian oral, kadar plasma maksimal tercapai setelah 12jam

pemberian.

Metabolism

melalui

hati

dan

diekskresikan

sebagian besar lewat urin dan sebagian kecil lewat feses.


Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 35
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
i. Waktu paruh: 20-24 jam
ZIPRASIDON

a.
b.
c.
d.

Nama dagang: geodon


Dosis anjuran: 20 mg/hari
Bentuk sediaan: tablet (20mg), ampul (10mg)
Indikasi: mengatasi keadaan akut (agitasi) dari skizofrenia dan
gangguan

skizoafektif,

terapi

pemeliharaan

pada

skizofrenia,

skizoafektif kronik, serta gangguan bipolar.


e. Kontraindikasi: hipersensitifitas ziprasidone
f. Efek samping: mengantuk, mual, muntah, konstipasi, kaku otot,
gemetar, rash, kelemahan otot, masalah seks, kejang, pingsan,
peningkatan kadar kolesterol dan gula darah, irregular menstruasi,
peningkatan berat badan, agitasi, ritme jantung abnormal.
g. Dosis maksimal: adult (200mg), children (non FDA approved)
h. Farmakodinamik: obat ini memiliki spectrum yang luas terhadap
skizofrenia, baik gejala positif, negative, maupun gejala afektif
dengan efek samping yang minimal terhadap prolaktin, metabolic,
gangguan seksual, dan efek antikolinergik. Obat ini mempunyai
afinitas terhadap reseptor serotonin dan dopamine. Absorbsinya
cepat setelah pemberian oral. Metabolismenya berlangsung di hati
dan diekskresi sebagian kecil melalui urin dan sebagian besar lewat
feses.
i. Waktu paruh: 6,5 jam

ARIPIPRAZOL

a. Nama dagang: abilivy


b. Dosis anjuran: 10-15 mg/hari, peningkatan dosis tidak boleh
c.
d.
e.
f.
g.

dilakukan sebelum 2 minggu


Dosis maksimal: 30 mg/hari
Bentuk sediaan: tablet 10mg, 15mg, 20mg
Indikasi: skizofrenia
Kontraindikasi: menyusui
Efek samping: mual, muntah, dyspepsia, kosntipasi, insomnia,
akatisia, somnolen, tremor, sakit kepala, asthenia, pandangan

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 36


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
kabur, takikardia, kejang, salivasi meningkat, pankreatitis, nyeri
dada, agitasi, gangguan bicara, kekakuan, rhabdomyolisis
h. Interaksi obat: hati-hati jika diberikan dalam kombinasi dengan
obat yang bekerja sentral dan alcohol. Dapat meningkatkan efek
hipertensi tertentu karena sifatnya sebagai antagonis reseptor
adrenergic alfa1.
i. Peringatan: riwayat kejang, geriatrik (dikurangi dosis awal),
gangguan fungsi hati, kehamilan

ZOTEPIN

a. Nama dagang: lodopin


b. Dosis anjuran: awalnya

25

mg

3x/hari

dapat

ditingkatkan

berdasarkan respon dengan interval waktu 4 hari hingga maksimal


100mg 3x/hari; lansia, dosis awal 25 mg 2x/hari ditingkatkan
berdasarkan respon, hingga maksimal 75 mg 2x/hari; anak dan
remaja di bawah 18 tahun tidak direkomendasikan.
c. Bentuk sediaan: tablet 25 mg, 50 mg
d. Indikasi: skizofrenia
e. Kontraindikasi:
intoksikasi akut dengan depressan

SSP,

penggunaan bersamaan dengan anti psikosis dosis tinggi; gout akut


(hindari selama 3 minggu setelah serangan membaik); riwayat
nephrolithiasis; menyusui
f. Efek samping: konstipasi, dyspepsia, mulut kering, takikardia, QT
interval prolongation, rhinitis, agitasi, anxietias, depresi, asthenia,
sakit

kepala,

abnormalitas

EEG,

insomnia,

mengantuk,

hipertermia/hipotermia, sliasi meningkat, diskrasia darah (termasuk


leukositosis/leukopenia),

peningkatan

LED,

penglihatan

kabur,

berkeringat, anoreksia, diare, mual, muntah, nyeri abdomen,


hipertensi, sindrom mirip influenza, batuk, dyspnea, rasa bingung,
kejang,

penurunan

libido,

gangguan

berbicara,

vertigo,

hiperprolaktinemia, anemia, trombositopenia, edema, rasa haus,


impotensi, inkontinensia urin, arthralgia, myalgia, konjungtivitis,
acne, kulit kering, ruam kulit, bradikardia, epiktasis, pembesaran
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 37
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
abdomen,

amnesia,

ataxia,

delirium,

hipaestesia,

myoclonic,

trombositopenia, ejakulasi abnormal, retensi urin, menstruasi yang


tidak teratur, myasthenia, alopecia, fotosensitivitas, glaucoma sudut
sempit.
g. Peringatan: riwayat epilepsi pada pasien: penghentian obat
depressan SSP yang dihentikan secara bersamaan QT interval
prolongation diperlukan pemeriksaan EKG (pada awal terapi dan
setiap peningkatan dosis) pada pasien memiliki risiko aritmia;
monitor kadar elektrolit terutama pada awal terapi dan setiap
peningkatan dosis terjadi gangguan fungsi hati, hipertrofi prostat,
retensi urin, cenderung untuk mengalami glaucoma sudut sempit,
ileus paralisis & kehamilan.

Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
----Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan
komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang
dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah
sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara
lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan. 1,6
Latihan ketrampilan perilaku. Latihan keterampilan perilaku sering kali dinamakan
terapi ketrampilan sosial. Terapi dapat secara langsung membantu dan berguna bagi pasien
dan merupakan tambahan alami bagi terapi farmakologis. Beberapa gejala skizofrenia yang
paling menonjol adalah menyangkut hubungan pasien dengan orang lain, termasuk kontak
mata yang buruk, keterlambatan respons yang tidak lazim, ekspresi wajah yang aneh, tidak
ada spontanitas dalam situasi sosial, dan tidak adanya persepsi emosi terhdap orang lain.
Perilaku tersebut secara spesifik dipusatkan didalam latihan keterampilan perilaku. Latihan
ini melibatkan penggunaan kaset video orang lain dan pasien, permainan simulasi dalam
terapi, dan pekerjaan rumah tentang keterampilan yang telah dilakukan.
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 38
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
b. Terapi berorintasi-keluarga
----Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam keadaan
remisi parsial, dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi
keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Pusat dari terapi harus pada situasi segera
dan

harus

termasuk

mengidentifikasi

dan

menghindarisituasi

yang

kemungkinan

menimbulkan kesulitan. Jika masalah memang timbul pada pasien di dalam keluarga, pusat
terapi pada pemecahan masalah secara tepat.
Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi
keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota
keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia
untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut
berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan
penyakitnya.-Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa
menjadi terlalu mengecilkan hati. Ahli terapi dapat membicarakan episode psikotik itu sendiri
dan peristiwa yang menyebabkan episode tersebut. Anggota keluarga sering ditakuti oleh
gejala psikotik dan diskusi terbuka dengan psikiatrik dan sanak saudara penderita skizofrenia
sering kali membantu semua pihak. Terapi keluarga selanjutnya dapat diarahkan kepada
berbagai macam penerapan strategi menurunkan stress dan mengatasi masalah dan perlibatan
kembali pasien ke dalam aktivitas. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi
keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan
angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 %
dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga. 1,6
c. Terapi kelompok
----Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan
hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku,
terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam
menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi
pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara
interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia. 1,6
d. Psikoterapi individual
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 39
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
----Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan
skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi akan membantu dan menambah efek terapi
farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah
perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien sebagai aman. Pengalaman
tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi
dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien. 1,6

8. Diagnosis Banding
a. gangguan psikotik seekunder dan akibat obat
gejala psikosis dan katatonia dapat disebabkan oleh berbagai macam keadaan
medis non psikiatrik dan dapat diakibatkan oleh berbagai macam zat. Jika psikosis
atau katatonia disebabkan oleh kondisi medis non psikiatrik atau disebabkan oleh
suatu zat, diagnosis yang paling sesuai adalah gangguan psikotik akibat kondisi medis
umum, gangguan katatonik akibat kondisi medis umum, atau gangguan psikotik akibat
zat. Manifestasi psikiatrik dari banyak kondisi medis non psikiatrik dapat terjadi awal
dalam perjalanan penyakit, sering kali sebelum perkembangan gejala lain. Pada
umumnya, pasien dengan gangguan neurologis mempunyai lebih banyak tilikan pada
penyakitnyadan lebih menderita akibat gejala psikiatrik nya daripda pasien
skizofrenia, suatu kenyataan yang dapat membantu klinisi untuk membedakan kedua
kelompok tersebut. Maka klinisi dapat mengikuti 3 pedoman umum, yaitu :

Harus cukup agresif dalam mengejar kondisi medis non psikiatrik jika pasien
menunjukkan adanya gejala yang tidak lazim atau jarang atau adanya variasi
dalam tingkat kesadaran.

Klinisi harus berusaha untuk mendapatkan riwayat keluarga yang lengkap,


termasuk riwayat gangguan medis, nuerologis, dan psikiatrik

Klinisi harus mempertimbangkan kemungkinan suatu kondisi medis non


psikiatrik, bahkan pada pasien dengan diagnosis skizofrenia sebelumnya (cth :
tumor otak).

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 40


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
b. berpura pura dan gangguan buatan
orang yang secara lengkap mengendalikan produksi gejalanya mungkin
memenuhi diagnosis berpura- pura (malingering); pasien tersebut biasa nya memiliki
alasan financial, dan hukum yang jelas untuk dianggap gila. Pasien yang kurang
mengendalikan pemalsuan gejala psikotiknya mungkin memenuhi diagnosis suatu
gangguan buatan (factitious disorder).
c. gangguan psikotik lainnya
gejala psikotik yang terlihat pada pasien skizofrenik mungkin identik dengan
yang terlihat pada gangguan skizofreniform, gangguan psikotik singkat, dan gangguan
skizoafektif.

Gangguan skizofreniform : durasi gejala sekurangnya 1 bulan tetapi


kurang daripada 6 bulan

Gangguan psikotik singkat : gejala berlangsung sekurangnya 1 hari tapi kurang


dari 1 bulan dan jika pasien tidak kembali ke tingkat fungsi pramorbidnya

Gangguan skizoakfektif : jika sindrom manik atau depresif berkembang


bersama dengan gejala utama skizofrenia.

Diagnosis delusional jika waham nonbizarre telah ada selama sekurangnya 1 bulan
tanpa adanya gejala skizofrenia lainnya atau suatu gangguan mood
d. gangguan mood
gejala afektif atau gangguan mood pada skizofrenia harus relatif lebih singkat
terhadap lama gejala primer. Tanpa informasi selain dari pemeriksaan status mental,
klinisi harus menunda diagnosis akhir atau mengganggap adanya suatu gangguan
mood, bukannya membuat diagnosis skizofrenia secara prematur.
e. gangguan kepribadian
berbagai gangguan kepribadian dapat ditemukan dengan suatu ciri skizofrenia;
gangguan kepribadian skizotipal, skizoid, dan ambang adalah gangguan kepribadian
dengan gejala yang paling mirip. Gangguan kepribadian mempunyai mempunyai
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 41
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia
gejala yang ringan, suatu riwayat ditemukan gangguan selama hidup pasien, dan tidak
adanya onset tanggal yang dapat diidentifikasi.
9. prognosis
Gambaran yang menunjukkan prognosis baik dan buruk dalam skizofrenia
Prognosis Baik

Prognosis Buruk

Onset lambat

Onset muda

Faktor pencetus yang jelas

Tidak ada faktor pencetus

Onset akut

Onset tidak jelas

Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan

Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan

pramorbid yang baik

pramorbid yang buruk

Gejala gangguan mood (terutama

Perilaku menarik diri dan autistik

gangguan depresif)
Menikah
Riwayat keluarga gangguan mood
Sistem pendukung yang baik
Gejala positif

Tidak menikah, bercerai, atau janda/duda


Riwayat keluarga skizofrenia
Sistem pendukung yang buruk
Gejala negatif
Tanda dan gejala neurologis
Riwayat trauma perinatal
Tidak ada remisi dalam 3 tahun
Banyak relaps
Riwayat penyerangan

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 42


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 43


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia

BAB III
KESIMPULAN

Skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum
diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang
luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan
sosial budaya
Skizofrenia adalah suatu gangguan yang kompleks, dan tiap pendekatan terapeutik tunggal
jarang mencukupi untuk menjawab secara memuaskan gangguan yang memiliki berbagai
segi.
Antipsikotik hingga saat ini merupakan pilihan utama dan menjadi inti dari pengobatan
skizofrenia, walaupun penelitian telah menemukan bahwa intervensi psikososial dapat
memperkuat perbaikan klinis.
Pasien skizofrenia akan mendapatkan manfaat yang lebih besar dengan pemakaian
kombinasi dari pengobatan antipsikotik dan psikososial

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 44


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Christian, Johan, Novita Sari


Terapi pada Skizofrenia

DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10th ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
2. Bakken, T.L. Schizophrenia in adults with intellectual disability and autism: behavioural
indicators and examination of staff communication skills. Oslo, Norway; 2010
3. Maslim R. Buku Saku PPDGJ-III, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, Jakarta,
2003
4. Reid, A.H. Psychoses in adult mental defectives: II. Schizophrenic and paranoid psychoses.
British Journal of Psychiatry; 1972: 120, 213-218.
5. Salmiah S: Retardasi Mental. Fakultas Kedokteran Gigi Univeritas Sumatera Utara, Medan,
2010
6. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 2010
7. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. 5 th ed.
USA: American Psychiatric Publishing; 2013
8. Maslim., R. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik, edisi ke-tiga. FK-Unika Atmajaya, Jakarta,
2001
9. Lund, J. The prevalence of psychiatric morbidity in mentally retarded adults. Acta Psychiatr
Scand; 1985: 72, 563-570.
10. Waltereit R, Banaschewski T, Lindenberg AM, and Poustka L. Interaction of neurodevelopmental
pathways and synaptic plasticity in mental retardation, autism spectrum disorder and
schizophrenia: Implications for psychiatry. The World Journal of Biological Psychiatry; 2014: 15
(7), 507-16.
11. Doherty JL, Owen MJ. Genomic insights into the overlap between psychiatric disorders:
implications for research and clinical practice. Genome Medicine; 2014: 4 (6).
12. Deb S, Matthews T, Holt G, Bouras N. Practice Guidelines for the Assessment and Diagnosis of
Mental Health Problems in Adults with Intellectual Disability. London: Pavilion; 2001: 32-9.
13. Hassiotis A, Sinai A. Intellectual Disability Psychiatry: A Practical Handbook. Southern Gate:
Blackwell Willey; 2009.
14. Bakken, T.L. Psychiatric disorders in adults with autism and intellectual disability: A clinical
project. The 8th international Congress Autism Europe; Oslo, Norway; August 31- September
2, 2007.
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 45
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015

Anda mungkin juga menyukai