BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Gangguan jiwa adalah perubahan pada fungsi jiwa seseorang yang menunjukkan
sindroma atau perilaku yang secara klinis bermakna dan dapat menimbulkan
penderitaan atau hambatan di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia.
Banyak aspek yang dinilai dari suatu gangguan jiwa karena disfungsi ini terjadi dalam
segi perilaku, psikologik, atau biologik, dan gangguan itu tidak semata mata terletak
di dalam hubungan antara orang itu dengan masyarakat. Gangguan jiwa itu sendiri
terbagi dalam berbagai macam golongan, antara lain : gangguan mood, gangguan
anxietas, gangguan kognitif, gangguan somatoform, gangguan psikotik, gangguan tidur,
gangguan mental organik; non-organik, dll. Berdasarkan PPDGJ3 gangguan
gangguan ini dibedakan mulai dari F0 F99.
Dalam penggolongan nya, dibutuhkan teknik pendekatan secara ateoretik, dimana
pendekatan ateoretik adalah pendekatan yang tidak mengacu pada teori tertentu
mengenai etiologi atau proses patofisiologik (kecuali untuk gangguan yang sudah jelas
penyebab, misalnya gangguan mental organik). Pendekatan ateoritik ini dilaksanakan
dengan cara mendeskripsikan secara menyeluruh manifestasi gangguan jiwa (deskripsi
gambaran klinis) dan dicari persamaannya dalam pedoman diagnostik baku.
Dari berbagai gangguan jiwa tersebut, skizofrenia adalah gangguan psikotik yang
klasik dan paling sering ditemukan serta mendapat perhatian cukup serius karena para
penderitanya akan mengalami penarikan diri terhadap sosial, pemikiran tidak logis,
perilaku eksentrik, emosi menumpul, bahkan penderita dapat mengalami halusinasi
dan waham yang menetap.
Menurut data di Amerika Serikat, prevalensi seumur hidup skizorenia sekitar 1
persen, yang berarti kurang lebih 1 dari 100 orang akan mengalami skizofrenia selama masa
hidupnya. Dan angka kejadian bunuh diri di kalangan para penderita skizofrenia
tergolong cukup tinggi, berdasarkan data dari CDC ada 1/3 dari seluruh penderita
skizofrenia telah melakukan percobaan bunuh diri dan 1 dari 10 penderita skizofrenia yang
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 1
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015
ini
penulis
bermaksud
untuk
membahas
Terapi
pada
Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari gangguan skizofrenia?
2. Bagaimana gambaran klinis dan kriteria diagnostik dari gangguan
skizofrenia?
3. Bagaimana tatalaksana farmakologi dan non-farmakologi pada pasien
dengan gangguan skizofrenia?
1.3
Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk melengkapi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Jiwa di RSKJ
Dharma Graha, Serpong. Selain itu, untuk menambah pengetahuan
penulis dan pembaca tentang terapi pada gangguan skizofrenia.
2. Tujuan Khusus
Dapat mengenal lebih jelas penderita gangguan skizofrenia, gambaran
klinis dan kriteria diagnostik, serta tatalaksana farmakologi dan non-
1.4
Manfaat
1. Bagi RSKJ Dharma Graha, BSD Tangerang;
Referat ini dapat menjadi bahan pustaka yang berguna bagi RSKJ
Dharma Graha, BSD Tangerang, Program Studi Profesi Dokter Stase Ilmu
Kedokteran
Jiwa,
sehingga
pengetahuan
mengenai
gangguan
2. Bagi Masyarakat
Diharapkan referat ini dapat memberikan informasi mengenai gangguan
skizofrenia lebih jelas, gambaran klinis dan kriteria diagnostik dari
gangguan skizofrenia lebih detail.
3. Bagi Penyusun
Dalam
menyusun
referat
ini,
penyusun
menambah
wawasan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
SKIZOFRENIA
1. DEFINISI
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizein yang berarti terpisah atau
pecah, dan phren yang artinya jiwa. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau
ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. 1
Menurut kamus kedokteran Dorland
KURANG DEFINISI
2. PREVALENSI
Di Amerika Serikat, prevalensi seumur hidup skizorenia sekitar 1 persen, yang berarti
kurang lebih 1 dari 100 orang akan mengalami skizofrenia selama masa hidupnya. Studi
Epidemiologic Catchment Area (ECA) yang disponsori National Institute of Mental Health
(NIMH) melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 0.6 sampai 1.9 persen. Menurut DSMIV-TR, insidensi tahunan skizofrenia berkisar antara 0.5 5.0 per 10.000 dengan beberapa
variasi geografik (insidens lebih tinggi pada orang yang lahir di daerah perkotaan di negara
maju).1 Prevalensi skizofrenia untuk seluruh dunia berestimasi antara 0.5 persen 1 persen.
Periode pertama menderita skizofrenia berbeda untuk perempuan dan laki-laki, dimana laki
laki mempunyai onset yang lebih muda bila dibandingkan dengan perempuan, Yaitu 21 tahun
untuk laki laki dan 27 tahun untuk perempuan. Angka kejadian bunuh diri pada skizofrenia
tergolong cukup tinggi, menurut CDC ada 1 dari 10 penderita skizofrenia yang bunuh diri
dan 1/3 dari seluruh penderita skizofrenia telah melakukan percobaan bunuh diri.
3. ETIOLOGI
Penyebab skizofrenia dapat diuraikan sebagai berikut : 1
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 4
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015
Genetika
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 6
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015
4. GAMBARAN KLINIS
Skizofrenia dapat mempengaruhi cara berpikir, perasaan dan tingkah laku. Gejala
skizofrenia dalam tiga kategori sebagai berikut : 1
Gejala positif
- Delusi/waham, yaitu keyakinan yang tidak masuk akal. Contohnya berpikir bahwa dia
selalu diawasi lewat televisi, berkeyakinan bahwa dia orang terkenal, berkeyakinan bahwa
radio atau televisi memberi pesan-pesan tertentu, memiliki keyakinan agama yang berlebihan.
- Halusinasi, yaitu mendengar, melihat, merasakan, mencium sesuatu yang sebenarnya tidak
ada. Sebagian penderita, mendengar suara/ bisikan bersifat menghibur atau tidak
menakutkan. Sedangkan yanng lainnya mungkin menganggap suara/bisikan tersebut bersifat
negatif/ buruk atau memberikan perintah tertentu.
- Pikiran paranoid, yaitu kecurigaan yang berlebihan. Contohnya merasa ada seseorang yang
berkomplot melawan, mencoba mencelakai atau mengikuti, percaya ada makhluk asing yang
mengikuti dan yakin dirinya diculik/ dibawa ke planet lain.
Gejala negatif
- Motivasi rendah (low motivation). Penderita akan kehilangan ketertarikan pada semua
aspek kehidupan.
atau
ke
pikiran,
tindakan
atau
penginderaan
khusus);
Jenis
suara
halusinasi
lain
yang
berasal
dari
salah
satu
bagian
tubuh.
(d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak
wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu.
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
(e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham
yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas,
ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila
terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
(f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang
berakibat
inkoherensi
atau
pembicaraan
yang
tidak
relevan,
atau
neologisme;
(g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisis tubuh tertentu
(posturing),
atau
fleksibilitas
cerea,
negativisme,
mutisme,
dan
stupor;
(h) Gejala-gejala negative seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri
dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan
atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).
Menurut Diagnostic and statistical manual of Mental Disorders Fourth Text Revised (DSMIV-TR) : 1
A.
Terdapat 2 atau lebih gejala dibawah ini selama 1 bulan atau kurang dari sebulan
jika pengobatan berhasil
1.
Waham
Halusinasi
3.
4.
5.
C.
Durasi gangguan terus menerus selama 6 bulan. Dalam periode ini harus termasuk
sekurangnya 1 bulan gejala yang memenuhi criteria A dan mungkin termasuk
periode prodormal atau residual.
D.
E.
F.
6. KLASIFIKASI
Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka, dalam
PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi
masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut : 3
1. Skizofrenia Paranoid
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 10
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015
Sebagai tambahan :
o Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi
auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung.
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain
perasaan
tubuh
halusinasi
visual
mungkin
ada
tetapi
jarang
menonjol.
(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of
control), dipengaruhi (delusion of influence), atau Passivity (delusion of passivity), dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.
o Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata / menonjol.
2. Skizofrenia Hebefrenik
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau
3. Skizofrenia Katatonik
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
(a) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam
5. Depresi Pasca-Skizofrenia
(a)
6. Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi
semua:
(a) Gejala
negative
dari
skizofrenia
yang
menonjol
misalnya
perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif,
kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk
seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan
diri dan kinerja sosial yang buruk;
(b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;
(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi
gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan
telah timbul sindrom negative dari skizofrenia;
(d) tidak terdapat dementia atau penyakit/ gangguan otak organic lain, depresi kronis atau
institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.
7. skizofrenia simpleks
Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan sub tipe skizofrenia
lainnya.
8. skizofrenia lainnya
9. skizofrenia YTT
7. TATALAKSANA
TERAPI MEDIKAMENTOSA
ANTIPSIKOSIS
1. DEFINISI ANTIPSIKOSIS
Antipsikosis adalah golongan obat yang dapat mengobati gangguan
mental pada penderita skizofrenia dengan cara mengatasi agresivitas,
hiperaktivitas, dan labilitas emosional pasien psikosis. Antipsikosis
bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik. Ciri antipsikosis:
Berefek antipsikosis, yaitu mengatasi agresivitas, hiperaktivitas dan
ireversibel
Tidak ada kecenderungan untuk menimbulkan ketergantungan fisik,
psikis
Kebanyakan antipsikosis golongan tipikal mempunyai afinitas tinggi dalam
berbagai
reseptor,
diantaranya
dopamine,
reseptor
alfa
berbeda-beda.
Klorpromazin
misalnya
mempunyai
afinitas
tinggi
flufenazin,
perfenazin,
tioridazin, trifluperazin
Golongan lain: klorprotiksen, droperidol, haloperidol, loksapin,
molindon, tioktiksen
b. Antipsikosis atipikal: klozapin, olanzapine, risperidon, quetiapin,
sulpirid, ziprasidon, aripriprazol, zotepin, amilsulpirid
3. INDIKASI ANTIPSIKOSIS
a. Indikasi psikiatri
Antipsikosis sangat
bermanfaat
mengatasi
keadaan
gaduh
bersifat simptomatis
Skizofrenia
Gangguan skizoafektif
Pasien depresi dengan gejala psikosis
Episode manik gangguan bipolar
Tourettes syndrome
Gangguan perilaku pada pasien demensia tipe Alzheimer
b. Indikasi non-psikiatri
Kebanyakan antipsikosis lamam kecuali tioridazin memiliki efek
antiemetik. Efek ini terjadi atas dasar hambatan reseptor
dopamine baik di sentral (di kemoreseptor medulla oblongata)
maupun perifer (reseptor di lambung).
Golongan butirofenon droperidol diindikasikan sebagai anestesi
kombinasi dengan opioid fentanyl.
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 16
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015
efek samping.
Lama minimal percobaan antipsikotik adalah 4 sampai 6 minggu
pada dosis yang adekuat. Jika tidak berhasil, dapat dicoba obat
jarang diindikasikan.
Pasien harus dipertahankan pada dosis efektif yang serendah
mungkin yang diperlukan untuk mencapai pengendalian gejala
selama episode psikotik.
ANTIPSIKOSIS TIPIKAL
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 17
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015
: klorpromazinhidroklorida
c. Dosis ajuran :
Skizophrenia/ psikosis:
Anak
Dewasa
kebutuhan.
jam,
g/hari.
Anak
Dewasa
kebutuhan.
jam,
g/hari.
Mual muntah :
Anak
Dewasa
Oral : 0,5-1 mg/kg/dosis setiap 4-6 Oral : 10-25 mg setiap 4-6 jam,
jam bila diperlukan;
tahun
(22,7-45,5
mg)
maksimum 75 mg/hari
Gejala-gejala perilaku yang berkaitan dengan demensia:
-
awal : 10-25 mg sehari 1-2 kali, naikkan pada interval 4-7 hari dengan 10-25 mg/
hari, naikkan interval
Bila perlu untuk mengontrol respons dan efek samping; dosis maksimum : 800
mg.
d. Bentuk sediaan
e. Indikasi
Perilaku anak 1- 12 tahun yang ekplosif dan mudah tersinggung dan terapi
jangka pendek untuk anak hiperaktif.
f. Kontraindikasi
Hati : jaundice
Efeksedasi dan sikap acuh tak acuh terhadap rangsangan dari lingkungan.
Pada pemakaian lama dapat timbul toleransi terhadap efek sedasi.
Timbulnya efek sedasi tergantung dari status emosional pasien sebelum
minum obat.
h. Farmakodinamik :
Memblok reseptor dopaminergik di postsinaptik mesolimbik otak.
Memblok kuat efek alfa adrenergik. Menekan penglepasan jormon hipotalamus
dan
hipofisis,
menekan
Reticular
Activating
System
(RAS)
segingga
Klorpromazin
dapat
meningkatkan
efek/
toksisitas
antikolinergik,
l. Parameter monitoring :
Gambaran vital : profil lipid, glukosa darah puasa/Hgb A1c, indeks berat badan,
status mental, skala normal gerakan yang tidak disadari, gejala ekstrapiramidal.
FLUFENAZIN
a. Nama dagang : Permitil, Prolixin, Apo-Fluphenazine, Moditen HCl, PMSFluphenazine
b. Senyawa : Flufenazin (modecote, moditen) adalah turunan- CH2OH dan
trifluoperazin (1959) dengan sifat hampir sama. Daya antimual dan sedatifnya
ringan.
c. Dosis anjuran :
Darah
agranulositosis,
leukoplakia,
trombositopenia,
meningkatkan
toksisitas.
Kombinasi
flufenasin
dengan
m. Parameter monitoring :
Gambaran vital: profil lipid, glukosa darah puasa/HgBA1c, indeks berat
badan, status mental, skala normal gerakan yang tidak disadari, gejala
ekstrapiramidal.
PERFENAZIN
a. Nama dagang: trilafon, avomit, perlafon
b. Senyawa : perfenazin
c. Dosis anjuran : Skizoprenia dan psikosis lain, mania, penggunaan jangka
pendek sebagai terapi tambahan untuk ansietas berat, agitasi psikomotor,
eksitasi dan perilaku kekerasan atau impulsif berbahaya. Dosis awal 4 mg,
3 kali sehari, dosis sesuaikan dengan respons. Maksimal 24 mg/ hari.
LANSIA seperempat sampai setengah dosis dewasa. ANAK dibawah 14
tahun tidak dianjurkan.
d. Bentuk sediaan :
psikomotor,
eksitasi,
dan
perilaku
kekerasan
atau
b.
c.
d.
e.
c. Serenace : tab 0.5 1.5 mg; 5 mg; Liq 2 mg/mL; amp 5 mg/cc.
dosis anjuran : 5-10mg tiap 4-6 jam
d. Haldol: Tab 2-5 mg
e. Govotil: Tab 2-5 mg
f. Lodomer : tab 2-5 mg; Amp 5 mg/cc; dosis anjuran : 5-10mg
(im) setiap 4-6 jam
g. Haldol decanoas : Amp 50 mg/cc; dosis anjuran : 50 mg(im)
setiap 2-4 minggu
Indikasi : untuk psikosis. Selain itu dapat dipakai untuk mengobati
sindrom Gilles de la Tourette (kelainan neirologik yang ditandai
dengan kejang otot berat, menyeringai, atau grimacing, dan
koprolalia)
Kontraindikasi : pasien dengan koma akut strok, keracunan parah
dengan alcohol atau narkoba lain, alergi terhadap haloperidol,
penykait jantung
Efek samping : haloperidol menimbulkan reaksi ekstrapiramidal
dengan insidens tinggi terutama pada pasien usia muda. Dapat
terjadi depresi akibat reverse keadaan mania. Perubahan
hematologic ringan dan selintas sering terjadi, berupa leucopenia
dan agranulositosis. Haloperidol sebaiknya tidak diberikan pada
wanita hamil sampai terdapat bukti bahwa obat ini tidak
menimbulkan efek teratogenik.
Farmakodinamik :
a. Haloperidol memiliki efek antipsikosis yang kuat dan efektif
untuk fase mania penyakit depresif dan skizofrenia
b. Susunan saraf pusat. Haloperidol menenangkan dan
menyebabkan tidur pada orang yang mengalami eksitasi. Efek
sedative haloperidol kurang kuat dibandingkan CPZ,
sedangkan efek haloperidol terhadap EEG menyerupai CPZ,
yaitu memperlambat dan menghambat jumlah gelombang
teta. Haloperidol dan CPZ sama kuat menurunkan ambang
rangsang konvulsi. Haloperidol menghambat system
dopamine dan hipotalamus, juga menghambat muntah yang
ditimbulkan apomorfin.
c. System saraf otonom. Pengaruh haloperidol terhadap system
saraf otonom termasuk menyebabkan pandangan kabur
(blurring of vision). Obat ini menghambat aktivasi reseptor
alfa-adrenergik yang disebabkan oleh amin simpatomimetik,
tetapi hambatannya tidak sekuat hamabtan CPZ. System
kardiovskuler dan respirasi. Haloperidol juga menyebabkan
takikardi. CPZ atau haloperidol menimbulkan potensiasi
dengan obat penghambat respirasi.
halusinasi,
agitasi,
delirium,
kejang,
hipersalivasi,
OLANZAPIN
a.
b.
c.
d.
ekstrapidamidal
minimal,
tidak
agranulositosis.
g. Dosis maksimal: adult (20mg), children (20mg)
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 32
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015
menyebabkan
merupakan
derivate
tienobenzodiazepin,
terhadap
reseptor
dopamine,
serotonin,
muskarinik,
yang
lain,
dengan
gejala-gejala
tambahan
(seperti;
konstipasi,
dyspepsia,
mual/muntah,
nyeri
ejakulasi,
disfungsi
orgasme,
inkontinensia
urin,
obat
antipsikotik
termasuk
risperidone
harus
dihentikan.
Kadang-kadang terjadi orthostatic dizziness, hipotensi termasuk
yang
bersifat
dose-dependent,
dapat
berupa
amenorrhoea.
Kenaikan berat badan, edema, dan peningkatan kadar enzim hati
kadang-kadang terjadi.
Pernah dilaporkan namun jarang terjadi, pada pasien skizofrenik:
intoksikasi air dengan hiponatremia, disebabkan oleh polydipsia
atau sindrom gangguan sekresi hormone antidiuretik (ADH);
tardive dyskinesia, tidak teraturnya suhu tubuh dan terjadinya
serangan.
g. Interaksi obat:
Hati-hati pada penggunaan kombinasi dengan obat-obat yang
merupakan
antagonis
benzisoxazole.
monoaminergik
selektif
dapat
memperbaiki
gejala
positif
skizofrenia,
hal
dan
mengurangi
dopamine
sentral
kecenderungan
yang
seimbang
timbulnya
efek
dapat
samping
secara
ekstensif
dimetabolisme
di
hati
dan
a.
b.
c.
d.
hipotensi
peningkatan
ortostatik,
serum
takikardi,
transaminase,
sinkop,
edema,
penurunan
jumlah
perifer,
htung
neutrophil, hiperglikemia
g. Dosis maksimal: adult (800mg), children (600mg)
h. Farmakodinamik: obat ini memiliki afinitas terhadap reseptor
dopamine, serotonin, dan bersifat agonis parsial terhadap reseptor
serotonin 5HT1A yang diperkirakan mendasari efektivitas obat ini
untuk gejala positif maupunnegatif skizofrenia. Absorbsinya cepat
setelah pemberian oral, kadar plasma maksimal tercapai setelah 12jam
pemberian.
Metabolism
melalui
hati
dan
diekskresikan
a.
b.
c.
d.
skizoafektif,
terapi
pemeliharaan
pada
skizofrenia,
ARIPIPRAZOL
ZOTEPIN
25
mg
3x/hari
dapat
ditingkatkan
SSP,
kepala,
abnormalitas
EEG,
insomnia,
mengantuk,
peningkatan
LED,
penglihatan
kabur,
penurunan
libido,
gangguan
berbicara,
vertigo,
amnesia,
ataxia,
delirium,
hipaestesia,
myoclonic,
Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
----Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan
komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang
dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah
sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara
lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan. 1,6
Latihan ketrampilan perilaku. Latihan keterampilan perilaku sering kali dinamakan
terapi ketrampilan sosial. Terapi dapat secara langsung membantu dan berguna bagi pasien
dan merupakan tambahan alami bagi terapi farmakologis. Beberapa gejala skizofrenia yang
paling menonjol adalah menyangkut hubungan pasien dengan orang lain, termasuk kontak
mata yang buruk, keterlambatan respons yang tidak lazim, ekspresi wajah yang aneh, tidak
ada spontanitas dalam situasi sosial, dan tidak adanya persepsi emosi terhdap orang lain.
Perilaku tersebut secara spesifik dipusatkan didalam latihan keterampilan perilaku. Latihan
ini melibatkan penggunaan kaset video orang lain dan pasien, permainan simulasi dalam
terapi, dan pekerjaan rumah tentang keterampilan yang telah dilakukan.
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 38
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015
harus
termasuk
mengidentifikasi
dan
menghindarisituasi
yang
kemungkinan
menimbulkan kesulitan. Jika masalah memang timbul pada pasien di dalam keluarga, pusat
terapi pada pemecahan masalah secara tepat.
Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi
keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota
keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia
untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut
berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan
penyakitnya.-Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa
menjadi terlalu mengecilkan hati. Ahli terapi dapat membicarakan episode psikotik itu sendiri
dan peristiwa yang menyebabkan episode tersebut. Anggota keluarga sering ditakuti oleh
gejala psikotik dan diskusi terbuka dengan psikiatrik dan sanak saudara penderita skizofrenia
sering kali membantu semua pihak. Terapi keluarga selanjutnya dapat diarahkan kepada
berbagai macam penerapan strategi menurunkan stress dan mengatasi masalah dan perlibatan
kembali pasien ke dalam aktivitas. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi
keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan
angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 %
dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga. 1,6
c. Terapi kelompok
----Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan
hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku,
terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam
menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi
pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara
interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia. 1,6
d. Psikoterapi individual
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 39
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015
8. Diagnosis Banding
a. gangguan psikotik seekunder dan akibat obat
gejala psikosis dan katatonia dapat disebabkan oleh berbagai macam keadaan
medis non psikiatrik dan dapat diakibatkan oleh berbagai macam zat. Jika psikosis
atau katatonia disebabkan oleh kondisi medis non psikiatrik atau disebabkan oleh
suatu zat, diagnosis yang paling sesuai adalah gangguan psikotik akibat kondisi medis
umum, gangguan katatonik akibat kondisi medis umum, atau gangguan psikotik akibat
zat. Manifestasi psikiatrik dari banyak kondisi medis non psikiatrik dapat terjadi awal
dalam perjalanan penyakit, sering kali sebelum perkembangan gejala lain. Pada
umumnya, pasien dengan gangguan neurologis mempunyai lebih banyak tilikan pada
penyakitnyadan lebih menderita akibat gejala psikiatrik nya daripda pasien
skizofrenia, suatu kenyataan yang dapat membantu klinisi untuk membedakan kedua
kelompok tersebut. Maka klinisi dapat mengikuti 3 pedoman umum, yaitu :
Harus cukup agresif dalam mengejar kondisi medis non psikiatrik jika pasien
menunjukkan adanya gejala yang tidak lazim atau jarang atau adanya variasi
dalam tingkat kesadaran.
Diagnosis delusional jika waham nonbizarre telah ada selama sekurangnya 1 bulan
tanpa adanya gejala skizofrenia lainnya atau suatu gangguan mood
d. gangguan mood
gejala afektif atau gangguan mood pada skizofrenia harus relatif lebih singkat
terhadap lama gejala primer. Tanpa informasi selain dari pemeriksaan status mental,
klinisi harus menunda diagnosis akhir atau mengganggap adanya suatu gangguan
mood, bukannya membuat diagnosis skizofrenia secara prematur.
e. gangguan kepribadian
berbagai gangguan kepribadian dapat ditemukan dengan suatu ciri skizofrenia;
gangguan kepribadian skizotipal, skizoid, dan ambang adalah gangguan kepribadian
dengan gejala yang paling mirip. Gangguan kepribadian mempunyai mempunyai
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 41
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015
Prognosis Buruk
Onset lambat
Onset muda
Onset akut
gangguan depresif)
Menikah
Riwayat keluarga gangguan mood
Sistem pendukung yang baik
Gejala positif
BAB III
KESIMPULAN
Skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum
diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang
luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan
sosial budaya
Skizofrenia adalah suatu gangguan yang kompleks, dan tiap pendekatan terapeutik tunggal
jarang mencukupi untuk menjawab secara memuaskan gangguan yang memiliki berbagai
segi.
Antipsikotik hingga saat ini merupakan pilihan utama dan menjadi inti dari pengobatan
skizofrenia, walaupun penelitian telah menemukan bahwa intervensi psikososial dapat
memperkuat perbaikan klinis.
Pasien skizofrenia akan mendapatkan manfaat yang lebih besar dengan pemakaian
kombinasi dari pengobatan antipsikotik dan psikososial
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10th ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
2. Bakken, T.L. Schizophrenia in adults with intellectual disability and autism: behavioural
indicators and examination of staff communication skills. Oslo, Norway; 2010
3. Maslim R. Buku Saku PPDGJ-III, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, Jakarta,
2003
4. Reid, A.H. Psychoses in adult mental defectives: II. Schizophrenic and paranoid psychoses.
British Journal of Psychiatry; 1972: 120, 213-218.
5. Salmiah S: Retardasi Mental. Fakultas Kedokteran Gigi Univeritas Sumatera Utara, Medan,
2010
6. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 2010
7. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. 5 th ed.
USA: American Psychiatric Publishing; 2013
8. Maslim., R. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik, edisi ke-tiga. FK-Unika Atmajaya, Jakarta,
2001
9. Lund, J. The prevalence of psychiatric morbidity in mentally retarded adults. Acta Psychiatr
Scand; 1985: 72, 563-570.
10. Waltereit R, Banaschewski T, Lindenberg AM, and Poustka L. Interaction of neurodevelopmental
pathways and synaptic plasticity in mental retardation, autism spectrum disorder and
schizophrenia: Implications for psychiatry. The World Journal of Biological Psychiatry; 2014: 15
(7), 507-16.
11. Doherty JL, Owen MJ. Genomic insights into the overlap between psychiatric disorders:
implications for research and clinical practice. Genome Medicine; 2014: 4 (6).
12. Deb S, Matthews T, Holt G, Bouras N. Practice Guidelines for the Assessment and Diagnosis of
Mental Health Problems in Adults with Intellectual Disability. London: Pavilion; 2001: 32-9.
13. Hassiotis A, Sinai A. Intellectual Disability Psychiatry: A Practical Handbook. Southern Gate:
Blackwell Willey; 2009.
14. Bakken, T.L. Psychiatric disorders in adults with autism and intellectual disability: A clinical
project. The 8th international Congress Autism Europe; Oslo, Norway; August 31- September
2, 2007.
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kejiwaan RSKJ Darmagraha 45
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 April 2015 16 Mei 2015